Upload
alair
View
64
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
P EMETAAN TITIK RAWAN KORUPSI SEBAGAI UPAYA DALAM MEMBONGKAR PRAKTI K SINDIKAT KORUPSI DI INDONESIA Dr.SETYO UTOMO, SH., M.Hum. - PowerPoint PPT Presentation
Citation preview
1
2
Stigma negatif yang selama ini ditujukan kepada pemerintah, disatu sisi tidak lain Stigma negatif yang selama ini ditujukan kepada pemerintah, disatu sisi tidak lain karena ulah atau perilaku oknum-oknum tertentu dari penyelenggara negara yang karena ulah atau perilaku oknum-oknum tertentu dari penyelenggara negara yang tidak sejalan dengan posisi dan fungsinya di dalam memberikan pelayanan kepada tidak sejalan dengan posisi dan fungsinya di dalam memberikan pelayanan kepada publik, sehingga memberi ruang dan membuka peluang berkembang praktek-praktek publik, sehingga memberi ruang dan membuka peluang berkembang praktek-praktek yang korup. yang korup.
Upaya memberantas segala bentuk praktek KKN (khususnya korupsi) akan Upaya memberantas segala bentuk praktek KKN (khususnya korupsi) akan menghadapi kendala, lebih-lebih jika upaya tersebut hanya mengandalkan istrumen menghadapi kendala, lebih-lebih jika upaya tersebut hanya mengandalkan istrumen pidana, tanpa disinergikan dengan penanggulangan faktor pemicu yang selama ini pidana, tanpa disinergikan dengan penanggulangan faktor pemicu yang selama ini menstimulus terjadinya praktek-praktek yang demikian.menstimulus terjadinya praktek-praktek yang demikian.
Kesamaan visi, misi dan persepsi harus diupayakan dan harus sejalan dengan kondisi yang objektif, jika menghendaki korupsi dapat dicegah dan tidak merambah ke berbagai sektor kehidupan, sehingga dapat memotivasi para penyelenggara negara di dalam menjalankan tugas dan fungsinya secara efektif, efisien serta bebas dari praktek-praktek yang tidak terpuji tersebut.
3
“An abuse of public power for
private gains”
(Suatu penyalahgunaan kekuasaan untuk keuntungan
pribadi)
4
• Trading in Influence/perdagangan dalam pengaruh,
• Illicit Enrichments/dilarang memperkaya diri ,
• Bribery and Embezzlement in the private sector/ penyuapan dan penggelapan dalam sektor swasta,
• Bribery/penyuapan terhadap pejabat negara asing atau pejabat -pejabat organisasi internasional.
5
1.1.SUAP kepada Anggota DPR untuk SUAP kepada Anggota DPR untuk mempengaruhi produk legislasi;mempengaruhi produk legislasi;
2.2.SUAP kepada Pejabat Negara untuk SUAP kepada Pejabat Negara untuk mempengaruhi kebijakan publik;mempengaruhi kebijakan publik;
3.3.SUAP kepada Lembaga Peradilan untuk SUAP kepada Lembaga Peradilan untuk mempengaruhi keputusan terkait dengan mempengaruhi keputusan terkait dengan kasus-kasus besar;kasus-kasus besar;
4.4.SUAP kepada Pejabat Bank Sentral untuk SUAP kepada Pejabat Bank Sentral untuk mempengaruhi kebijakan moneter;mempengaruhi kebijakan moneter;
5.5.SUMBANGAN kampanye ilegal untuk partai SUMBANGAN kampanye ilegal untuk partai politik.politik.
6
1.1. Kejahatan korupsi umumnya dilakukan Kejahatan korupsi umumnya dilakukan oleh Kalangan Atas, Kedudukan Terhormat oleh Kalangan Atas, Kedudukan Terhormat dan Kalangan Profesional;dan Kalangan Profesional;
2.2. Karakteristik kejahatan korupsi berbeda Karakteristik kejahatan korupsi berbeda dengan kejahatan konvensional;dengan kejahatan konvensional;
3.3. Kejahatan korupsi potensial dapat Kejahatan korupsi potensial dapat menimbulkan berbagai penafsiran dalam menimbulkan berbagai penafsiran dalam implementasinya.implementasinya.
7
FENOMENA TIPIKOR DI INDONESIA
1. Korupsi yang terjadi di Lingkungan Legislatif dan Eksekutif baik dipusat maupun didaerah, tidak terlepas dari kecenderungan DPR/DPRD yang lebih banyak memerankan fungsi BUDGETING daripada fungsi Legislasi dan Pengawasan;
2. Pelaksanan Pemilihan Umum Kepala Derah dan salah kaprahnya implementasi Otonomi Daerah, menjadikan maraknya korupsi yang melibatkan pejabat daerah;
3. Implementasi sistem DESENTRALISASI dan DEKONSENTRASI telah menimbulkan dampak pemekaran daerah baru;
4. Instrumen hukum dalam pengelolaan keuangan daerah yang beragam dan menimbulkan peluang terbukanya multi tafsir;
5. Tertundanya pengesahan APBD merupakan fenomena yang kerapkali terjadi,sehingga banyak kegiatan dan proyek yang dilaksanakan di daerah ditalangi dahulu oleh BIAYA SILUMAN.
8
1.1. Asas FOLLOW THE MONEY yang sangat Asas FOLLOW THE MONEY yang sangat memudahkan Jaksa dalam membuat Surat Dakwan memudahkan Jaksa dalam membuat Surat Dakwan
dan melatukan Penuntutan;dan melatukan Penuntutan;
2.2. Penundaan transaksi dan pemblokiran harta Penundaan transaksi dan pemblokiran harta kekayan yang dapat mengeliminasi hilangnya kekayan yang dapat mengeliminasi hilangnya
Keuangan/Aset Negara;Keuangan/Aset Negara;
3.3. Perluasan alat bukti yang semakin mempersempit Perluasan alat bukti yang semakin mempersempit pelaku dalam membangun alibi dan menolak pelaku dalam membangun alibi dan menolak
Dakwaan Jaksa;Dakwaan Jaksa;
4.4. Pembalikan beban pembuktian terhadap terdakwa Pembalikan beban pembuktian terhadap terdakwa untuk membuktikan harta kekayaannya.untuk membuktikan harta kekayaannya.
9
1.1.PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAPENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAHH
PERENCANAAN PROYEK Konsultan Perencana biasanya diarahkan untuk membuat Enginer Estimate (EE)
yang disesuaikan dengan pagu anggaran proyek yang tersedia.
PELAKSANAAN TENDER/LELANGProses lelang dilakukan sedemikian rupa untuk memenangkan peserta tender
tertentu.MARK UP NILAI PROYEK
Modus ini terlihat dalam pelaksanaan proyek di lapangan, yaitu harga yang ditetapkan dalam kontrak ternyata jauh lebih tinggi dari harga
barang/jasa sesungguhnya.
PELAKSANAAN PROYEK TIDAK SESUAI DENGAN SPESIFIKASI TEKNISModus ini terlihat dengan dilakukan perbandingan antara spesifikasi teknis
barang dengan barang yang nyata diadakan.
PROYEK FIKTIF/DUPLIKASI ANGGARANModus ini terlihat dengan tidak adanya proyek, atau proyeknya ada tetapi
pengadaannya terjadi pada dua anggaran yang berbeda.
10
2. 2. KEUANGAN DAN PERBANKANKEUANGAN DAN PERBANKAN
a. Adanya persekongkolan jahat antara Pihak Penyedia Jasa Keuangan Perbankan maupun non Perbankan dengan pihak Debitur/Nasabah dan/atau penjamin.
b. Persekongkolan tersebut mendorong dilakukannya tindakan-tindakan yang melawan hukum atau menyalahgunakan wewenang, terkait:
1) Prosedur: Penilaian agunan, kredibilitas dan kapabilitas debitur.2) Pengambilan keputusan atau kebijakan fasilitas kredit/talangan/ invest asi.3) Pelanggaran terhadap prinsip kehati-hatian (prudential banking); atau4) Pelanggaran terhadap prinsip good and clean corporate governance.c. Akibatnya terjadi kredit macet dan timbulnya permasalahan dalam eksekusi agunan baik
terkait nilai agunan maupun status hukum barang agunan.d. Penyedia Jasa Keuangan Perbankan maupun Non Perbankan mengalami kerugian, yang
pada gilirannya menimbulkan kerugian keuangan negara atau perekonomia negara.
11
3.3. P E R P A J A K A NP E R P A J A K A Na. Adanya persekongkolan jahat antara Penyelenggara Negara (Pegawai Pajak) dengan
pihak Wajib Pajak dan Broker (makelar)b. Persekongkolan tersebut mendorong dilakukannya tindakan-tindakan yang melawan
hukum atau menyalahgunakan wewenang di bidang perpajakan, terkait:1) Audit di bidang perpajakan2) Penetapan nilai pajak yang harus dibayar3) Prosedur Pengambilan keputusan atau kebijakan pemberian fasilitas di bidang perpajakan.4) Pembayaran PPN yang di Restitusi5) Penggelapan Restitusi PPN6) Proses banding administrasi perkara pajakc. Akibatnya adalah hilangnya atau kurangnya hak negara dari penerimaan negara pada
sektor pajak.
12
4.4. MINYAK DAN GAS BUMIMINYAK DAN GAS BUMIa. Adanya persekongkolan jahat antara penyelenggara negara (pegawai Pertamina/BP
Migas/Kementerian ESDM) dengan penyelenggara eksplorasi, distribusi, perdagangan/niaga Migas (perorangan/badan hukum).
b. Persekongkolan tersebut mendorong dilakukannya tindakantindakan yang melawan hukum atau menyalahgunakan wewenang di bidang migas, terkait:
1) Penetapan Bagi Hasil antara negara dengan penyelenggara eksplorasi, distribusi, perdagangan Migas (perorangan/badan hukum)
2) Cost recovery yang dibebankan terlalu tinggi kepada negara terkait pelaksanaan item-item dalam Kontrak Karya atau Bagi Hasil di sektor Migas (misalnya pada proyek pengolahan limbah sisa eksplorasi Migas).
3) Cost recovery yang telah dikeluarkan oleh investor dibayar negara dengan minyak sehingga tidak dapat diprediksi cost recovery yang sebenarnya sebagai akibat fluktuasi harga minyak
4) Distribusi dan perdagangan migas baik di dalam maupun di luar negeri (misalnya terkait diskriminasi harga migas).
c. Akibatnya adalah hilangnya atau kurangnya hak negara dari penerimaan negara dari sektor migas.
13
5.5. B U M N / B U M DB U M N / B U M Da. Adanya persekongkolan jahat antara Pengurus BUMN/BUMD (Direksi, Komisaris dan
pegawai BUMN/BUMD) dengan Pihak lain: Rekanan dalam pengadaan barang dan jasa BUMN/BUMD, dalam kerjasama investasi, dalam penyaluran dana sosial BUMN/BUMD (Corporate Social Responsibility).
b. Persekongkolan tersebut mendorong dilakukannya tindakan-tindakan yang melawan hukum atau menyalahgunakan wewenang yang terkait dengan pelaksanaan usaha BUMN/BUMD, antara lain:
1) Penyelenggaraan pengadaan barang dan jasa BUMN/BUMD2) Penyelenggaraan investasi BUMN/BUMD.3) Penjualan aktiva tetap BUMN/BUMD dengan cara menurunkan nilai aktiva tetap
yang akan dijual4) Pelaksanaan program social BUMN/BUMD (Corporate Social Responsibility)5) Berkaitan Tindak pidana suap;6) Penggelapan barang milik BUMN/BUMD;7) Pemalsuan buku-buku perusahaan BUMN/BUMD yang digunakan untuk
pemeriksaan administrasi.c. Akibatnya adalah hilangnya atau kurangnya hak negara di BUMN/BUMD.
14
6.6. KEPABEANAN DAN CUKAIKEPABEANAN DAN CUKAIa. Adanya persekongkolan jahat antara penyelenggara negara (pegawai Bea
dan Cukai) dengan pihak pengimpor/pengekspor, pengusaha kena cukai.b. Persekongkolan tersebut mendorong dilakukannya tindakan-tindakan yang
melawan hukum atau menyalahgunakan wewenang di bidang kepabeanan dan cukai, terkait:
1) Audit di bidang kepabeanan dan cukai2) Penetapan nilai bea dan cukai yang harus dibayar3) Prosedur pengambilan keputusan atau kebijakan pemberian fasilitas di bidang bea dan cukai.c. Akibatnya adalah hilangnya atau kurangnya hak negara dari penerimaan
negara dari sektor kepabeanan dan cukai.
15
7. PENGGUNAAN APBN/APBD DAN 7. PENGGUNAAN APBN/APBD DAN PERUBAHANNYAPERUBAHANNYA
a. Perencanaan APBN/APBD dan APBN-P/APBD-P berupa persekongkolan antara pihak eksekutif, legislatif, rekanan dan broker (makelar) dalam penyusunan dan penetapan APBN/APBD.
b. Penggunaan APBN/APBD dan APBN-P/APBD-P, terkait penggunaan dana :1) Bantuan keuangan dan bantuan sosial;2) Penggelapan belanja pegawai (gaji, honor, uang makan dan lauk pauk);3) Pelaksanaan fiktif atas penggunaan biaya rutin (biaya perjalanan dinas,
perawatan kantor, barang habis pakai dan lain-lain)4) Penggunaan APBN/APBD dan APBN-P/APBD-P yang salah peruntukan
(penyelenggara negara/pegawai negeri yang menerima uang negara secara tanpa hak).
5) Duplikasi anggaran.
16
8. SEKTOR ASET NEGARA / DAERAH8. SEKTOR ASET NEGARA / DAERAH
a. Pengalihan hak pengelolaan negara atas tanah dan bangunan kepada pihak lain;
b. Penyerobotan aset negara;c. Penggelapan aset negara berupa aktiva tetap atau
surat berharga milik negara;d. Menguasai aset negara secara tidak sah.
17
9.9. P E R T A M B A N G A NP E R T A M B A N G A Na. Adanya persekongkolan jahat antara penyelenggara negara (penerbit konsesi
tambang) dengan pemegang konsesi tambang dan/atau pelaksana eksplorasi dan eksploitasi tambang.
b. Persekongkolan tersebut mendorong dilakukannya tindakan-tindakan yang melawan hukum atau menyalahgunakan wewenang di bidang pertambangan, terkait:
1) Penepatan bagi hasil antara negara dengan penyelenggara eksplorasi, distribusi, perdagangan hasil penambangan (perorangan/badan hukum)
2) Proses penerbitan perijinan pertambangan yang tidak sesuai prosedur
3) Cost recovery yang dibebankan kepada negara terkait pelaksanaan item-item dalam kontrak karya atau bagi hasil di sektor tambang (misalnya pada proyek pengolahan limbah sisa eksplorasi tambang).
4) Distribusi dan perdagangan tambang baik di dalam maupun di luar negeri (misalnya terkait diskriminasi harga hasil tambang).
c. Akibatnya adalah hilangnya atau kurangnya hak negara dari penerimaan negara dari sektor tambang.
18
10. PELAYANAN UMUM10. PELAYANAN UMUM
a. Tindak Pidana Penyuapan, berupa:- Adanya persekongkolan antara penyelenggara layanan dan pengguna layanan.- Penyelenggara layanan menyalahi prosedur dalam menerbitkan ijin atau rekomendasi
kepada pengguna layanan.- Pengguna layanan menyadari bahwa dirinya tidak layak untuk mendapatkan ijin atau
rekemondasi dari penyelenggara layanan.- Penyelenggara layanan menerima sesuatu atau janji dari pengguna layanan, sementara
pengguna layanan memberikan sesuatu atau janji kepada penyelenggara layanan.
b. Tindak Pidana Pemerasan- Penyelenggara layanan memaksa pengguna layanan untuk dipaksa memberikan
sesuatu, membayar atau menerima pembayaran dengan potongan atau untuk mengerjakan sesuatu.
- Pengguna layanan karena membutuhkan ijin/rekomendasi dari penyelenggara layanan menuruti kehendak penyelenggara layanan.- Prosedur serta persyaratan dalam pemberian layanan telah ditempuh secara benar.
19
• Modus operandinya canggih (sophisticated);• Pelaku (subjek hukum) dilindungi korps, atasan, atau teman-
temannya;• Objeknya rumit (complicated);
• Manajemen sumber daya manusia;• Masih terdapatnya perbedaan persepsi dan interprestasi;
• Dukungan produk legislatif yang kurang memadai;• Sarana dan prasarana yang belum memadai;
• Berupa teror, baik psikis maupun fisik, berupa ancaman melalui surat
maupun telepon, pemberitaan negatif, unjuk rasa, bahkan penculikan
dan pembakaran rumah para penegak hukum.
20
1.Harmonisasi Peraturan Perundang-Undangan dalam rangka pencegahan dan pemberantasan korupsi.
2.Revitalisasi dan reaktualisasi peran dan fungsi aparatur penegak hukum yang menangani perkara korupsi.
3.Reformulasi fungsi Lembaga Legislatif.
4.Keterpaduan semangat dan tindakan untuk memberantas korupsi.
21