44
Library Manager Date Signature DEPARTEMEN KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA ODONTOLOGI FORENSIK Oleh: Muh. Ilham Hidayat 110 207 102 Supervisor: drg. Peter Sahelangi, DFM DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

Odontologi Forensik

Embed Size (px)

DESCRIPTION

peran odontologi forensik

Citation preview

Library Manager

DateSignature

DEPARTEMEN KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

ODONTOLOGI FORENSIK

Oleh:Muh. Ilham Hidayat110 207 102

Supervisor:drg. Peter Sahelangi, DFM

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIKDEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGALFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUSLIM INDONESIAMAKASSAR2015ODONTOLOGI FORENSIK

I. PENDAHULUANBegitu sering terjadi bencana tanpa kita sadari. Suatu bencana yang terjadi pada wilayah dengan jumlah masyarakat atau melibatkan korban dalam jumlah yang besar akan menghasilkan korban yang sulit untuk dikenali. Sehingga dibutuhkan beberapa ahli dalam bidang forensik. Di mana para ahli ini akan bekerja sama di dalam melakukan identifikasi forensik.Identifikasi forensik menurut sifatnya merupakan usaha tim multidisiplin yang berdasarkan pada metodologi identifikasi positif serta metode dugaan atau metode khusus. Biasanya, usaha ini melibatkan kerja sama dan koordinasi antara penegak hukum, ahli patologi forensik, ahli odontologi forensik, ahli antropologi forensik, ahli patologi klinik, ahli hukum pidana, dan ahli lainnya yang dianggap perlu.1Keterangan hukum sebuah identitas individu berdasarkan pada sejumlah parameter sebagian besar berpusat pada penampilan individu dan efek personal. Misalnya, banyak orang terbakar atau dikremasi berdasarkan pada identifikasi visual atau metode identifikasi dugaan lainnya. Di mana mungkin, identifikasi positif lebih cenderung pada identifikasi dugaan dalam kasus medikolegal. Identifikasi positif biasanya meliputi perbandingan data pre- dan postmotem yang dianggap unik bagi individu. Metode ini termasuk: 1) perbandingan gigi, 2) sidik jari, telapak tangan, dan kaki, 3) identifikasi DNA, dan 4) superimposisi radiografi (vertebra, struktur kranial termasuk sinus frontalis, struktur pelvis, trabekula tulang, dan prostesis). Identifikasi dugaan termasuk pengenalan visual, efek personal, serologi, data antropometri, dan riwayat pengobatan biasanya bukan sifat unik identifikasi dari individu tapi menyajikan serangkaian karakteristik umum atau klasifikasi yang dapat memilah satu sama lain berdasarkan ras, jenis kelamin, tubuh, usia, golongan darah, dan lain-lain. Sebagian besar identifikasi positif pada saat ini berdasarkan pada pemeriksaan gigi dan sidik jari dan yang berdasarkan pada prosedur identifikasi kematian medikolegal termasuk bencana massal. Pengembangan analisis DNA menyediakan bagi penyidik dengan alat lain yang sangat penting di dalam proses identifikasi.1Dunia telah mengalami sejumlah bencana massal dalam beberapa tahun terakhir, angin topan, gempa bumi, banjir, tanah longsor, kecelakaan transportasi, kecelakaan pesawat, kebakaran, letusan gunung berapi, aksi teroris, dan konflik bersenjata.Di Indonesia bencana sudah banyak terjadi, baik itu merupakan bencana alam maupun akibat kelalaian manusia telah ditangani oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun dari bantuan pihak-pihak lain. Indonesia pernah tercatat juga sebagai negara terjadinya letusan super-vulcano yang menurut sejarahnya yaitu di Danau Toba yang kini terletak di Propinsi Sumatera Utara yang dulunya adalah merupakan sebuah gunung berapi yang kemudian meletus dengan kekuatan vulkanik terbesar dalam dua juta tahun terakhir. Meletusnya gunung Tambora di Pulau Sumbawa tahun 1815 dan gunung Krakatau tahun 1885 juga telah tercatat dalam sejarah bencana di Indonesia yang menelan korban ratusan ribu jiwa.Peristiwa terbakar dan tenggelamnya kapal Tampomas II di perairan Masalembo tanggal 27 Januari 1981 yang dinakhodai oleh Kapten Rivai kiranya dapat dijadikan momen yang cukup bersejarah, dimana ratusan korban mati yang ditemukan telah dipilih dengan berdasarkan jenis kelamin dan umur secara kasar untuk memudahkan identifikasi oleh keluarganya. Begitu pula dengan peristiwa kecelakaan jatuhnya pesawat Mandala RI 660 di Ambon yang menelan korban sebanyak 70 korban mati juga telah dicoba untuk dilakukan identifikasi oleh personel Dokkes Polri (Mayor Pol Dr. Jaya Atmaja, saat ini Sespusdokkes Polri). Namun demikian peristiwa bencana tersebut hanya dilakukan identifikasi secara sederhana dan belum menerapkan prinsip standar identifikasi Interpol yang dikenal sekarang. Penerapan prosedur DVI Interpol di Indonesia diawali dengan dilakukannya identifikasi korban bencana massal akibat Bom Bali yang terjadi pada bulan Oktober 2002 dimana terdapat korban mati sebanyak 202 orang. Pada proses identifikasi yang berjalan kurang lebih 3 bulan tersebut berhasil diidentifikasi sebesar hampir 99 % yang teridentifikasi secara positif melalui metode ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan.Beberapa kasus-kasus bencana di Indonesia dimana prosedur DVI telah diterapkan antara lain pada peristiwa Bom Bali I Oktober 2002, Bom Hotel JW Marriott Jakarta Agustus 2003, Tragedi Terbakarnya Bis di Situbondo, Jatim-Oktober 2003, Bom di Kedubes Australia Jakarta September 2004, Tsunami dan Gempa Bumi di Aceh dan Nias Desember 2004 s/d Januari 2005, Bom Bali II Oktober 2005, Kecelakaan Pesawat Mandala Airlines, Medan September 2005, Peristiwa Penangkapan DR. Azahari Batu Malang November 2005, Peristiwa Penangkapan Teroris di Wonosobo April 2006, Gempa Bumi di Yogya dan Jateng Mei 2006 dan Tsunami di Pangandaran-Juli 2006, Kecelakaan pesawat Adam Air Januari 2007, Kecelakaan KM Senopati, KM Tristar dan KM Levina, Kecelakaan pesawat Garuda 2007, Jatuhnya pesawat TNI AU di Bogor 26 Juni 2008, Kasus pembunuhan berantai oleh Ryan Juli 2008, Tenggelamnya KM Teratai Prima di perairan Sulawesi Barat Januari 2009, Penanganan Kasus Kebakaran Hutan di Victoria Australia Pebruari 2009, Musibah Jebolnya Tanggul di Situ Gintung Maret 2009, Kecelakan Pesawat F-27 TNI AU di Lanud Husein Sastranegara, Bandung 6 April 2009, Jatuhnya pesawat C-130 Hercules TNI Audi Magetan 20 Mei 2009, Kasus Peledakan Hotel J.W. Marriott dan Ritz Carlton 17 Juli 2009, kasus tertangkapnya gembong teroris Noordin M. Top di Solo, Kasus tertangkapnya the most wanted terrorist in the world DULMATIN di Pamulang, Tangerang Selatan 9 Maret 2010, Kasus Kecelakaan Kereta Api Petarukan di Petarukang, Pemalang, Jawa Tengah 2 Oktober 2010, Kasus Banjir Wasior di Papua Barat 4 Oktober 2010, Kasus Gempa Bumi 7,2 SR di Pantai Barat Pulau Pagai dan Sipora 25 Oktober 2010, Kasus Meletusnya Gunung Merapi di Yogyakarta 25 Oktober 2010, Kasus Jatuhnya Skytruck Polisi di Distrik Wanggar, Nabire, Papua 28 Oktober 2010, Kasus Bom Distrik Polisi Cirebon 15 April 2011, Kasus Jatuhnya Helikopter Bell 412 di Danau Wudu, Gunung Dua Saudara, Kota Bitung, Sulawesi Utara 4-10 Agustus 2011, Kasus Bom Bunuh Diri Gereja Bethel Injili Sepenuh di Kepuntan, Solo, Jawa Tengah 25-26 September 2011, Kasus Runtuhnya Jembatan Kukar di Tenggarong, Kuta Kertanegara, Kalimantan Timur 27 November 7 Desember 2011, Kasus Tenggelamnya Kapal Imigran di Parigi, Watulimo, Trenggalek, Jawa Timur 21 Desember 2011 - 25 Februari 2012.2Kasus bencana terbaru yang cukup menggemparkan Indonesia yaitu jatuhnya Pesawat AirAsia QZ 8501 di perairan Kalimantan pada tanggal 28 Desember 2014. Identifikasi jasad korban cukup menyulitkan Tim Disaster Victim Identification (DVI). Sampai pada hari ke-34, sebanyak 60 jasad korban yang telah teridentifikasi dengan mencocokan data gigi antemortem dan postmortem korban.Ketika subjek kedokteran gigi muncul, reaksi pertama sebagian besar orang cenderung kepada salah satu dari dua hal yang luar biasa: baik sangat dingin atau merasa jijik. Asumsi publik memandang kedokteran gigi forensik berurusan dengan kematian. Pandangan ini tak sepenuhnya menyimpang. Walaupun sebagian besar kasus identifikasi forensik meliputi kematian, ada banyak cakupan, termasuk kasus yang berhubungan dengan orang hidup, bidang ini merupakan seni dan ilmu. Dengan pelatihan, pendidikan lanjutan yang terus-menerus, dan pengalaman, ahli odontologi forensik akan menemukan aplikasi pengetahuan ini menjadi hal yang bermanfaat secara pribadi. Jika dokter gigi tertarik tapi tidak ingin meneruskan ke wilayah kedokteran gigi forensik yang berhubungan dengan kerja basah, mereka akan menemukan bahwa mereka dapat melakukan kedokteran gigi jari kering di dalam kantor miliknya dengan tepat merekam informasi oral pasiennya pada sebuah basis yang terus-menerus. Definisi umum disiplin ilmu ini bahwa odontologi forensik merupakan kombinasi ilmu dan seni dokter gigi dan sistem hukum, persilangan dari ilmu kedokteran gigi dan hukum.3

II. ODONTOLOGI FORENSIKOdontologi forensik dapat didefinisikan sebagai aplikasi ahli kedokteran gigi terhadap sistem hukum. Istilah kedokteran gigi forensik digunakan sebagai sinonim.4 Pelayanan gigi forensik adalah nilai, baik investigasi kematian dan kedokteran forensik klinik untuk mengevaluasi korban hidup dari serangan seksual, kekerasan pada anak, dan kekerasan dalam rumah tangga lainnya.4Odontologi forensik memiliki tiga peran utama: 1) diagnostik dan pemeriksaan terapi serta evaluasi trauma pada rahang, gigi, dan jaringan lunak oral, 2) identifikasi individu, khususnya korban dalam investigasi kriminal dan/atau bencana massal, dan 3) identifikasi, pemeriksaan, dan evaluasi bekas gigitan yang terjadi dengan beberapa keseringan dalam serangan seksual, kasus penganiayaan pada anak, dan dalam situasi mempertahankan diri.1

III. DASAR HUKUM IDENTIFIKASI FORENSIKKitab Undang-Undang Hukum Acara PidanaPasal 1201) Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus.2) AhIi tersebut mengangkat sumpah atau mengucapkan janji di muka penyidik bahwa ia akan memberi keterangan menurut pengetahuannya yang sebaik-baiknya kecuali bila disebabkan karena harkat serta martabat, pekerjaan atau jabatannya yang mewajibkan ia menyimpan rahasia dapat menolak untuk memberikan keterangan yang diminta.

Pasal 1331) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.

Pasal 1791) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakirnan atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.

Kitab Undang-Undang Hukum PidanaPasal 224Barang siapa dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa menurut undang-undang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban berdasarkan undang-undang yang harus dipenuhinya, diancam:1) Dalam perkara pidana, dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan;2) Dalam perkara lain, dengan pidana penjara paling lama enam bulan.

IV. TRAUMAPada tahun 1962, telah dijelaskan mengenai sindrom penyerangan pada anak, jika dilihat pada perlakuan yang tepat merupakan kecurigaan pada penganiayaan anak. Dengan meningkatnya kesadaran dan perubahan definisi penganiayaan dan pengabaian anak, profesi kedokteran telah mengenal temuan fisik lainnya dan sindrom sugestif cedera bukan kecelakaan. Di antaranya sindrom bayi terguncang, sindrom Munchausen oleh wali, dan lesi oral spesifik. Tidak mengherankan bahwa profesi dokter gigi telah memainkan peran aktif di dalam deteksi kekerasan fisik pada anak, mengingat bahwa cedera kepala dan leher terjadi dalam 50% kasus. Kavitas oral dan regio perioral dari yang dicurigai korban penganiayaan anak harus dilakukan pemeriksaan. Tabel 1, daftar temuan oral penganiayaan dan pengabaian anak dan penyebabnya.4TemuanPenyebab

Kerusakan multipel, perubahan warna, kehilangan, atau avulsi gigi depanEpisode berulang dari trauma mulut

Maloklusi dan non-oklusi segmen rahangFraktur rahang sembuh yang bergeser dan tidak berkurang

Laserasi bibir dan lipatan lidah (Gambar 1)Tarikan bibir secara paksa atau tamparan

Laserasi yang terisolasi langit-langit lunakPenyisipan benda selama pemberian makanan secara paksa

Abrasi horizontal atau kontusio yang membentang dari komisura bibirPemakaian penyumbat (gag)

Bekas gigi dalam mukosa bibir terkait dengan gigi anakTekanan dari cekikan

Bekas gigitan pada kulitGigitan anak (anak tanpa pengawasan); gigitan orang dewasa (gigitan marah)

Karies yang merajalela (pembusukan). (Gambar 2)Sindrom mulut perawatan botol, anak dibiarkan terus-menerus tertidur dengan botol di dalam mulut, berisi gula dari susu, jus, dan lain-lain (dapat pengabaian anak)

Penyakit kelaminKutil kelamin, stomatitis gonokokus dan faringitis, lesi sifilis (mengindikasikan penganiayaan seksual)

Tidak setiap luka trauma pada anak dicurigai, dan beberapa pertimbangan dibutuhkan. Cedera tunggal, tampak abrasi wajah dam laserasi dengan atau tanpa fraktur gigi tidak tentu cedera disengaja dan memang terjadi kecelakaan sederhana dalam rawat jalan, anak-anak yang aktif. Bekas gigitan sering bergantian di antara anak-anak dalam permainan. Sindrom mulut perawatan botol tidak selalu merupakan kelalaian disengaja dan mungkin mencerminkan kekurangan keterampilan orang tua. Tentu saja, jika terjadi ulang atau tetap tidak diobati setelah konseling, pengasuh harus dipertimbangkan lalai.4Laporan penganiayaan pasangan dan orang tua meningkat mengikuti masyarakat yang lebih sadar terhadap kriminalitas yang menyebar. Trauma kepala dan leher terlihat di sebagian besar kasus dan termasuk gigi dan rahang patah, abrasi, kontusio, dan laserasi oral dan wajah. Sebesar 30% dari pasien ruang gawat darurat hadir dengan cedera yang diderita selama penganiayaan.4

Gambar 1. Laserasi lipatan vestibulum bawah karena pergeseran bibir4

Gambar 2. Pembusukan gigi merajalela di dalam sindrom mulut perawatan botol4

Kekerasan merupakan masalah yang menyebar luas di Amerika Serikat. Banyak cedera yang berhubungan dengan trauma disengaja tampak di kompleks maksilofasial. Karena lokasi cedera, petugas perawatan kesehatan mulut dapat menjadi yang pertama untuk mendapatkan kesempatan mendiagnosis dan mengobati korban trauma bukan kecelakaan (disengaja). Hal ini benar untuk segala usia. Rencana harus ditempatkan di setiap fasilitas perawatan kesehatan mulut di mana intervensi dapat dengan tepat dimulai pada kepentingan yang dicurigai korban perilaku kekerasan. Tanpa intervensi, penyerangan dapat meningkat, menyebabkan akhir yang serius, termasuk kematian karena pembunuhan.5 Seorang praktisi harus mengingat bahwa tuduhan yang tidak benar atau tidak bertanggung jawab terhadap pelecehan anak dapat memiliki efek buruk pada kehidupan seseorang yang tidak bersalah. Dengan memperhatikan kesaksian ahli, praktisi harus ingat bahwa kewajibannya adalah sama, apakah ditahan oleh jaksa atau tidak. Peran ahli tidak bertindak sebagai advokat untuk satu pihak atau yang lainnya. Ahli berperan untuk membantu hakim atau pengadil dalam mencari kebenaran.6

V. IDENTIFIKASI PERSONAL DAN BENCANA MASSALJika mengingat banyak proses yang terlibat di dalam gigi forensik, sebagian besar lapisan masyarakat akrab dengan identifikasi jenazah individu melalui perbandingan radiografi gigi. Identifikasi dengan gigi merupakan metode yang cepat dan handal. Identifikasi gigi paling sering dilakukan dengan membandingkan radiografi gigi postmortem dari orang tak teridentifikasi dengan radiografi antemortem individu yang dikenal.3Di dalam identifikasi gigi, tujuan awal dokter gigi forensik adalah mendapatkan kumpulan fotografi, radiografi postmortem, dan diagram gigi akurat pada orang tak teridentifikasi. Hal ini dapat memudahkan atau menyulitkan proses, tergantung pada kondisi sampel postmortem dan sumber fisik yang berguna bagi dokter gigi. Masalah paling sering sumber daya yang terbatas di dalam kamar mayat.3Pengadaan rekaman antemortem dapat menjadi tantangan. Sering, tapi tidak selalu, akan ada beberapa informasi pada orang tak teridentifikasi, petunjuk terhadap identitasnya. Sekali identitas tersangka diketahui, proses pengadaan rekaman gigi antemortem dimulai. Banyak dokter gigi khawatir bahwa rekaman asli harus tetap miliknya dan menahan pengeluaran rekam medisnya. Walaupun benar bahwa dokter gigi dipercaya untuk menjaga rekaman asli, hambatan ini jelas mudah dengan diskusi kepada dokter gigi mengenai keperluan untuk menggunakan rekam medis untuk membandingkan kemungkinan pasien dan kemungkinan konsekuensi keterlibatannya di dalam investigasi kematian medikolegal. Juga, dengan kemampuan saat ini untuk mendigitalkan catatan kertas dengan menggunakan pemindai datar (flatbed scanner) atau untuk mengambil fotografi digital diagram gigi dan radiografi analog dengan menempatkannya pada kotak x-ray, masalah penahanan dari kantor gigi dapat dikurangi atau dieliminasi. Rekam medis gigi yang tersedia dari sejumlah fasilitas gigi yang dapat sebelumnya mengumpulkan informasi gigi pada pasien sebagai bagian dari pemeriksaan mereka.3Menurut sebagian besar definisi bencana massal adalah situasi yang mengenai infrastruktur masyarakat atau lokal yang cukup membutuhkan pertolongan dari sumber luar untuk merespon kebutuhan yang diakibatkan oleh bencana. Bencana massal dapat diakibatkan dari banyak penyebab. Kekuatan alam yang sangat kuat dan dapat dengan mudah menghancurkan benda-benda buatan manusia dan mengambil nyawa manusia. Transportasi sejumlah besar orang menyediakan kemungkinan cedera skala besar dan kematian jika terjadi kecelakaan. Terorisme telah menjadi sumber mengganggu lain untuk bencana massal.7

A. Bencana Alam7Bencana alam termasuk badai, tornado, banjir, gunung berapi, gempa bumi, tsunami, dan fenomena alam lainnya yang menyebabkan destruksi. Banyak bencana alam datang dengan cepat dan mengejutkan populasi yang tak terduga.

B. Kecelakaan Transportasi7Media transportasi yang mengalami kecelakaan termasuk pesawat udara, kereta api, dan kapal penumpang di danau, laut, dan samudra. Banyak media transportasi yang mengangkut sejumlah besar orang berisiko.

C. Terorisme7Terorisme adalah penggunaan ancaman dan aksi yang membuat ketakutan dalam target populasi. Bentuk yang paling umum dari terorisme tampak di masa sekarang meliputi beberapa macam alat peledak yang digunakan untuk membunuh dan mencederai sejumlah besar orang.

D. Senjata Pemusnah Massal7Senjata pemusnah massal adalah istilah yang digunakan untuk mendefinisikan mekanisme yang melampaui alat peledak biasa atau bom mobil bunuh diri dan meningkat ke mekanisme paparan radiasi dan patogen yang meningkatkan kekuatan yang menghasilkan ketakutan.Di dalam organisasi pusat identifikasi bencana, bagian kedokteran gigi forensik harus menjadi sebuah bagian integral. Bagian kedokteran gigi forensik (bagan 1) harus dibagi menjadi tiga subbagian dan harus bertanggung jawab kepada ketua tim yang bertanggung jawab terhadap pusat identifikasi. Peran ketua bagian kedokteran gigi forensik adalah sebagai manajer, fasilitator, koordinator, dan juru bicara bagian. Setiap subbagian dari bagian kedokteran gigi forensik seharusnya seseorang yang ditunjuk sebagai penanggung jawab untuk kegiatan subbagian tersebut. Peran pemeriksaan gigi postmortem dan subbagian radiologi gigi mungkin yang paling mudah dan tidak rumit dari tiga subbagian, dan merupakan bagian yang sebenarnya dari bagian gigi yang ada di dalam ruang pengolahan forensik. Seorang fotografer forensik harus tersedia untuk memberikan sokongan fotografi selama pemeriksaan postmortem. Di sebuah bencana massa besar di mana kebakaran parah korban telah terjadi, tim pemeriksaan gigi postmortem harus dibagi lagi menjadi tiga bagian. Sebagai jenazah yang diterima oleh bagian gigi pada ruang pengolahan, bagian pertama dari tim gigi yang terdiri dari bedah mulut, mengerjakan pembedahan wajah yang diperlukan untuk memungkinkan rongga mulut untuk divisualisasikan dan diradiografi. Pada bencana massa besar, praktek pengangkatan rahang atas dan rahang bawah tidak dianjurkan karena waktu, sumber daya, dan pertimbangan hukum.8

Bagian rekam gigi antemortemKepala Pusat IdentifikasiKepala Kedokteran GigiBagian Rekam Gigi/Komputer dan Pembandingan PostmortemBagian pemeriksaan gigi postmortem dan bagian radiologi gigiBagan 1. Struktur Organisasi Kedokteran Gigi Forensik8

Setelah pembersihan menyeluruh dari struktur gigi, tim dari tiga dokter gigi atau dua dokter gigi dan kebersihan gigi atau asisten, grafik semua bukti gigi pada formulir catatan gigi postmortem (Gambar 3). Seluruh tim gigi harus setuju untuk konsisten dalam metode grafik. Kita dapat menggunakan sistem grafik yang baik tetapi harus konsisten di dalam penggunaannya di pusat identifikasi. Sistem penomoran universal disukai karena sederhana di alam dan mudah dikomputerisasi. Penggunaan cahaya serat optik sangat berharga dalam proses pemeriksaan. Pemeriksa memulai dengan evaluasi gigi dan radiografi terkait. Dokter gigi kedua di tim pemeriksaan mengevaluasi gigi dan menjelaskan termuan dokter gigi yang pertama. Grafik rekaman temuan gigi dan ketiga anggota tim mengkonfirmasi grafik tersebut. Gigi diperiksa dan proses diulang sampai semua 32 gigi telah dipetakan.8

Gambar 3. Formulir Rekam Gigi Postmortem8

Subbagian utama yang lain di wilayah kedokteran gigi forensik adalah subbagian rekam gigi antemortem. Dokter gigi, ahli kesehatan, asisten gigi terlatih, dan penyidik gigi secara efektif dapat mengoperasikan subbagian ini. Tugas di bagian ini akan selalu menjadi bagian yang paling sulit di seluruh arena kedokteran gigi forensik karena mereka akan diminta untuk menentukan siapa yang terlibat dalam bencana, mencari dan mendapatkan catatan antemortem dan radiografi, mengatur pengiriman bahan-bahan ini, dan melakukan proses pengembangan kumpulan catatan antemortem untuk setiap korban dari bukti yang disediakan. Kualitas, kuantitas, dan berbagai dokumentasi catatan gigi bukti antemortem ini menyajikan kendala utama untuk bagian ini.8Ini jelas diperlukan untuk mengurangi semua bukti gigi antemortem kepada satu format rekam gigi antemortem (Gambar 4) dalam rangka memberikan kumpulan gambar antemortem. Yang terakhir dapat dengan mudah membandingkan temuan postmortem yang dicatat pada rekam gigi postmortem dari format yang sama. Hal ini hampir mustahil untuk membandingkan rekam gigi yang dikirim langsung dari kantor gigi dengan rekam gigi postmortem. Setidaknya dua anggota staf rekam gigi antemortem harus meninjau setiap kumpulan rekam gigi antemortem sebagai mekanisme kontrol kualitas. Format kumpulan antemortem yang dilengkapi harus diperiksa akan kualitas radiografi gigi antemortem. Hal ini penting untuk mencatat waktu yang telah berlalu antara saat bukti antemortem ditegakkan dan saat bencana. Potensi beberapa penyedia dalam waktu yang berlalu harus diperhatikan. Kita mungkin tidak memiliki semua catatan antemortem yang ada. Hal ini dapat menyebabkan perbedaan dalam perbandingan catatan antemortem dan catatan postmortem.8 Foto-foto kemungkinan kematian sering diterima oleh subbagian ini. Mereka mungkin menjadi nilai dalam menunjukkan maloklusi dan wajah lain dan anatomi gigi. Antropolog dan pelaku forensik juga akan menemukan foto-foto bukti. Ingatlah untuk berbagi bukti ini. Hati-hati menandai di balik foto-foto tersebut dengan nama dan alamat penyedia. Labih mungkin atau tidak, foto ini akan menjadi yang terakhir atau terbaik dari korban. Bila mungkin, menunjukkan belas kasih kepada keluarga korban dengan mengembalikan foto mereka.8

Gambar 4. Formulir Rekam Gigi Antemortem8

Rekam gigi antemortem/komputer dan subbagian perrbandingan adalah bagian ketiga dari bagian kedokteran gigi forensik. Rekam gigi postmortem dan kumpulan antemortem lengkap akan diteruskan ke bagian ini. Tugas dari bagian ini adalah membandingkan semua pemeriksaan postmortem dan temuan radiografi dengan kumpulan lengkap rekam gigi antemortem dan radiografi. Bagian ini juga harus terus mengikuti temuan semua bagian forensik dalam identifikasi pusat dan menggunakan temuan mereka dalam proses perbandingan gigi. Biasanya semua pekerjaan pemeriksaan gigi postmortem dan radiografi akan selesai bahkan belum setengah dari kumpulan rekam gigi antemortem yang tersedia untuk perbandingan. Perbandingan gigi dapat dikerjakan dengan bantuan komputer atau dapat dikelola dengan cara manual. Pengalaman menunjukkan bahwa kombinasi dari kedua teknik realistis.8Jika subbagian ini bekerja tanpa komputer, kapasitas bagian ini tergantung pada jumlah korban jiwa, karena ada persyaratan untuk memasukkan semua rekam gigi postmortem ke dalam tabel numerik untuk membandingkan dengan kumpulan rekam gigi antemortem. Setelah semua rekam gigi postmortem dimasukkan ke tabel sebagaimana dijelaskan, staf dapat secara sitematis membandingkan kumpulan rekam gigi antemortem sesuai yang mereka terima dengan rekam gigi postmortem yang dimasukkan ke tabel.8Untuk memberikan kontrol kualitas, kepala bagian kedokteran gigi forensik harus disediakan rekam gigi antemortem dan postmortem identifikasi positif potensil yang ditegakkan oleh staf. Dia harus merekonstruksi identifikasi gigi positif. Formulir identifikasi gigi yang merangkum data identifikasi dapat dilengkapi saat itu juga. Formulir ini (Gambar 5 dan 6) adalah alat dalam proses pengambilan keputusan dan dokumentasi. Hal ini digunakan untuk memberikan jawaban yang cepat untuk pertanyaan ketika kepala bagian kedokteran gigi forensik bertemu dengan kepala identifikasi pusat, pada saat bukti tentang kasus disajikan.8 Setelah kasus tersebut dikeluarkan sebagai identifikasi positif, rekam gigi antemortem dan postmortem dan bukti terkait harus dikumpulkan dengan lembar ringkasan ke dalam satu file lengkap. Kumpulan rekam gigi antemortem harus dimasukkan ke dalam file lengkap hanya jika rekam gigi penuh ada dengan jenazah atau jika semua potongan gigi/mulut telah dirapikan.8

Gambar 5 dan 6. Formulir Identifikasi Gigi8

VI. BEKAS GIGITANDefinisi Bekas Gigitan4Bekas gigitan kulit menggambarkan luka bermotif pada kulit yang diakibatkan oleh gigi. Kebermaknaan forensik yang paling sering menyertai kejahatan kekerasan seperti pembunuhan, kekerasan seksual, pelecehan anak, kekerasan, dalam rumah tangga, dan penyerangan. Bekas gigitan dapat diakibatkan oleh hewan, terutama anjing dan kucing.

Kebermaknaan4Setiap gigi manusia unik, berbeda bahkan pada kembar identik. Bekasnya pada kulit dapat menunjukkan individualisasi ini. Dengan demikian, identifikasi pelaku menjadi mungkin. Untuk alasan ini, bekas gigitan telah disebut sebagai sidik jari gigi. Analogi ini berlebihan. Bekas gigitan jarang menandai dengan akurasi stempel karet yang diharapkan dengan sidik jari. Namun, dalam beberapa hal bekas gigitan lebih berharga. Sidik jari yang ditemukan di Tempat Kejadian Perkara (TKP) hanya mengindikasikan tersangka ada di sana. Itu tidak menyiratkan aktivitas kriminal atau hubungan waktu terhadap kejahatan. Bekas gigitan mengesankan pertengkaran antara korban dan pelaku, dan kejadian kebetulan penyerta untuk kejahatan dapat ditentukan. Bahkan dalam kasus di mana penggigit tidak dapat diidentifikasi, keberadaan bekas gigitan mendukung tuduhan bahwa kekerasan seksual dan pelecehan anak telah terjadi. Ketika tersangka mengaku bahwa hubungan suka sama suka atau ketika pengasuh tunggal anak menuduh bahwa jatuhnya adalah kecelakaan, keberadaan bekas gigitan menunjukkan sebaliknya.

Tujuan4Tujuan dari penyelidikan bekas gigitan ada tiga tingkatan; pertama untuk mengenali bekas gigitan tersebut; kedua, untuk memastikan bahwa hal tersebut diarsipkan dengan akurat; dan ketiga, untuk membandingkan dengan gigi tersangka. Jika luka bermotif tidak terdeteksi atau tidak dikenali sebagai bekas gigitan, seluruh investigasi didahulukan karena dokter gigi forensik tidak diberitahu dan kesempatan untuk mengumpulkan bukti dengan benar akan hilang. Pengumpulan bukti bekas gigitan membutuhkan pengetahuan dan pengalaman. Ini akan memakan waktu dan pemilihan teknik pengamanan yang bertujuan untuk merekam luka bermotif dengan cara yang dapat direproduksi pada ukuran yang benar dan bentuk untuk perbandingan berikutnya pada replika cetakan (model pembelajaran) gigi tersangka.

Deskripsi Model Bekas Gigitan4Sebuah bekas gigitan bermotif tampak sebagai luka bermotif lingkaran atau oval berukuran mulai 3 sampai 5 cm pada diameter terluas (Gambar 7). Hal ini terdiri dari dua belah, lengkungan yang menghadap satu sama lain. Setiap lengkungan terdiri dari deretan memar, lecet, luka robek atau tekanan yang mendekati ukuran dan bentuk permukaan gigitan gigi depan manusia. Mungkin ada sebanyak 16 bekas gigi individu (8 di setiap lengkungan), walaupun antara 6 dan 12 lebih sering terjadi.Pada gigitan utuh yang ditimbulkan, yang disebut karakteristik kelas gigi manusia dapat dilihat (Gambar 8). Ini merupakan ciri dasar yang dimiliki gigi manusia. Rekam gigi seri sebagai tanda linear atau persegi panjang dan gigi taring sebagai lingkaran atau segitiga. Pada gigitan yang jelas, tidak berubah, lengkungan atas sering bisa dibedakan dari yang di bawah. Lengkungan atas lebih besar tapi biasanya kurang terdefinisikan daripada lengkungan bawah karena gigi bawah mengangkat kulit lebih aman. seri tengah atas juga menandakan berbeda lengkungan atas karena lebih besar dari gigi seri tepi yang berdekatan, sedangkan empat gigi seri bawah kira-kira berukuran sama. Bekas gigitan yang dibuat oleh anak-anak dapat dibedakan menurut ukurannya