Upload
meidenadjah345
View
1.313
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
1
Tradisi Megengan di Desa Jamsaren Kediri
Laporan Observasi di Buat untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Antropologi yang di Bimbing Bapak Drs. Yahya, MA.
Oleh: Mochammad Ilhamudin(08410155/D)
JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI(UIN)
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2009
2
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah kami sampaikan kepada Allah swt, yang telah memberi kita
hidayah dan inayahnya hingga kita dapat hidup di dunia ini dengan berbagai
macam nikmat yang telah diberikannya kepada kita semua sehingga kita dapat
menjalani hidup dengan baik. Dengan Rahmat dan Hidayahnya pun, kami dapat
menyelesaikan tugas kami untuk observasi tentang kebudayaan manusia yang
dibahas banyak dalam ilmu antropologi.
Kebudayaan merupakan suatu obyek yang sangat menarik sekali untuk
diamati, baik dalam lingkungan sekitar masing-masing. Keberagaman suku
bangsa yang ada di Indonesia inilah yang menjadi faktor utama dalam perbedaan
kebudayaan yang digunakan oleh mereka sendiri. Dalam menjalani kehidupan
sehari-hari, setiap individu mempunyai cara sendiri-sendiri untuk
mempertahankan hidupnya. Kebudayaan juga bisa disebut sebagai identitas suatu
bangsa atau suku yang tinggal dalam suatu lingkup populasi.
Dengan adanya tulisan kami yang sangat sederhana dan simpel bahkan banyak
kesalahan disana-sini ini semoga dapat menambah pasokan ilmu yang bermanfaat
bagi para pembacanya.
Malang, 25 Mei 2009
Penulis
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
”Bhineka Tunggal Ika” adalah sebuah kalimat yang telah menjadi
semboyan negara kita yang tercinta, Negara Kesatuan Republik Indonesia(NKRI)
ini. Terdiri dari berbagai macam suku bangsa diberbagai daerah dan dengan
budaya yang berbeda-beda pula, semakin disadari bahwa pemahaman mengenai
latar belakang budaya yang beragam-ragam itu sangat penting. Ilmu Antropologi
terbagi menjadi dua, yaitu antropologi fisik dan antropologi budaya. Antropologi
budaya itu dibagi menjadi empat, yaitu arkeologi (kebudayaan yang telah sirna
atau kebudayaan yang telah menjadi sejarah), etnografi (pelukisan kebudayaan
terhadap bangsa-bangsa), etnologi (ilmu kebudayaan bangsa-bangsa), dan
antropologi linguistik(ilmu kebudayaan tentang bahasa-bahasa bangsa-bangsa).
Dalam antropologi ada beberapa definisi yang digunakan, diantara definisi
itu adalah: antropolog berkebangsaan Amerika pernah mengatakan bahwa pokok-
pokok yang tercakup oleh antropologi itu hanya dibatasi oleh manusia. Dalam
pernyataan sederhana itu, William A. Haviland mengataakan bahwa antropologi
adalah studi yang mempelajari tentang umat manusia dan berusaha menyusun
generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya serta untuk
memperoleh pengertian yang lengkap tentang keanekaragaman manusia. Alfred
Kroeber memberi sorotan yang khusus kepada ruang lingkup yang sangat luas
dari pengetahuan yang sangat luas dan dari pengetahuaan yang dicakup oleh ilmu
antropologi.
Menurut tokoh lain yaitu: David Hunterpu mengatakan bahwa antropologi
adalah ilmu yang lahir dari rasa keingin-tahuan(kuriousitas)yang ada pada
manusia yang tidak terbatas tentang umat manusia. Koentjaraningrat mengatakan
bahwa antropologi adalah ilmu yang mempelajari tentang ilmu manusia pada
umumnya, dengan mempelajari aneka macam warna, bentuk fisik masyarakat
serta kebudayaan (cara-cara berprilaku, tradisi-tradisi, nilai-nilai) yang dihasilkan
oleh masing-masing individu, sehingga setiap manusia yang satu dengan yang
lainnya menunjukkan perbedaan-perbedaan yang signifikan.
4
Salah satu definisi kebudayaan antropologi, yang merupakan definisi
kebudayaan yang berbeda dengan pengertian kebudayaan dalam kehidupan
sehari-hari: ”kebudayaan adalah seluruh cara kehidupan dari masyarakat dan tidak
hanya mengenai sebagian tata cara hidup saja, yang dianggap lebih tinggi dan
lebih diinginkan”(Ralph Linton). Jadi kebudayaan mengarahkan penelitiannya
pada berbagai aspek kehidupan yang ada pada masyarakat luas. Salah satu hal
yang diperhatikan dalam penelitian antropologi adalah perbedaan dan persamaan
makhluk manusia dengan makhluk bukan manusia, seperti simpanse atau orang
utan yang secara fisik banyak mempunyai kesamaan-kesamaan yang sedikit.
Indonesia adalah negara yang terdiri dari berbagai macam ras yang
berbeda-beda yang menimbulkan perbedaan baik dari segi bentuk fisik maupun
lainnya. Salah satu hal yang terpenting dalam sebuah masyarakat adalah sebuah
kebudaayaaan masyarakat itu sendiri, kebudayaan sebuah masyarakat dengan
masyarakat lainnya tidaklah mungkin sama. Kebudayaan itu sendiri dapat
menghasilkan cara hidup, cara berperilaku, tradisi, dan nilai-nilai adat yang
berbeda-beda. Keanekaragaman ras inilah yang menimbulkan berbagai perbedaan
kebudayaan pada tiap daerah. Perbedaan kebudayaan ini juga ada pada
lingkungan pelosok, yang dapat diambil salah satu contohnya adalah kebudayan
menikah yang berbeda-beda. Sebuah daerah mempunyai budaya yang berbeda
untuk menikahkan masyarakatnya, biasanya pemuka agama yang menyebarkan
kebudayaan itu, agar budaya tersebut tidak pernah hilang sampai kapanpun. Hal
inilah yang juga menimbulkan kebudayaan tertentu yang menarik untuk
diobservasi. Oleh karena itu, kami melakukan pengamatan terhadap salah satu
budaya yang ada di Jawa yaitu ”Tradisi Megengan” yang dilaksanakan sebelum
masuk bulan Ramadhan setiap tahunnya.
5
B. Rumusan Masalah
Didalam rumusan masalah ini terdapat beberapa permasalahan berupa
pertanyaan yang akan penulis jawab dalam laporan observasi ini. Oleh karena itu,
penulis mengajukan pertanyaan-pertanyaan ini agar dapat terjawab dalam laporan
observasi ini, dan rumusan masalah tersebut adalah :
1. Apakah yang dimaksud dengan “Megengan”?
2. Apa dan bagaimana sejarah awal adanya “Megengan”?
3. Untuk siapa dan apa saja yang menjadi wasilah dalam “Megengan”?
C. Tujuan Penelitian
Penulis mempunyai tujuan dalam pembuatan laporan observasi ini, antara
lain adalah :
1. Untuk mengetahui maksud dan arti dari “Megengan”.
2. Mengetahui sejarah diadakannya “Megengan”.
3. Mengerti apa saja dan untuk siapa saja ditujukan “Megengan”.
6
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Teori Antropologi
Principally in united states, anthropology is often define as being
“holistic” and based on a “four field” approach. There is an ongoing dispute as to
whether this makes sense theorically or pragmatically in the structure of American
academic institutions. Supporters consider anthropology holistic in two sense: it is
concerned with all human beings accross times and places, and with all
dimensions of humanity(evolutionary, biophysical, sociopolitical, economic,
cultural, linguistic, psycological, etc.), also many academic programs following
this approach take a “four-field” approach to anthropology that encompasses
phsycal anthropology, archeology, linguistics, and cultural anthropology or social
anthropology. The definition of anthropology as holistic and the “four-field”
approach are disputed by some leading anthropologists, that consider those as
artifacts from 19th century social evolutionary thought that inappropiately impose
scientific positivism upon cultural anthropology in particular. The pressure for the
“integrtion’ of socio-cultural anthropology(inherently associated with the
humanities), with “biological-physical anthropology” (inherently associated with
the natural sciences), has been criticized as an inappropiate imposition of
positivism(the belief that the only proper knowledge is that derived from the
scientific method) upon cultural anthropology. This criticism argument has been
raised towards the development of sociobiology in the late 1960s (by cultural
anthropologists sucs as Marshall Sahlins), and towards the “four-field holism” of
American Anthropology. While originating in the US, both the four field
approach and debates concerning it have been exported internationally under
American academic influence.1
Pola-pola kelakuan yang berlaku untuk seluruh jenis homo sapiens hampir
tidak ada, bahkan untuk semua individu manusia yang termasuk satu ras pun,
seperti misalnya ras Mongoloid, ras Kaukasoid, ras Negroid, ataupun ras
Australoid, tidak ada suatu sistem pola kelakuan yang seragam. Ini disebabkan
karena kelakuan homo sapiens tidak hanya timbul dari dan ditentukan oleh sistem
7
organik biologinya saja, melainkan sangat dipengaruhi dan ditentukan oleh akal
dan jiwanya, sedemikian rupa sehingga variasi pola keelakuan antara seorang
individu homo sapiens dengan individu homo sapiens lainnya, dapat sangat besar.
Malah, pola kelakuan tiap manusia secara individual sebenarnya unik dan berbeda
dengan manusia –manusia lain. Karena itu para ahli antropologi, sosiologi, dan
psikologi yang mempelajari pola-pola kelakuan manusia ini juga tidak lagi bicara
mengenai pola-pola kelakuan atau patterns of behaviour dari manusia, melainkan
mengenai pola-pola tingkah laku, atau pola-pola tindakan(pattern of action) dari
individu manusia. Oleh karena itu kelakuan organisme manusia sangat
dipengaruhi oleh naluri, dorongan-dorongan, refleks-refleks, atau kelakuan
manusia yang tidak lagi dipengaruhi dan ditentukan oleh akal dan
jiwanya(kelakuan yang membabi-buta).2
Antropologi yaitu ilmu yang mempelajari manusia. Sifat khas yang
membedakan antropologi dari disiplin yang lain yang juga mempelajari manusia,
adalah bahwa ilmu ini mempunyai perhatian terhadap manusia yang mendiami
tempat manapun dari bumi ini dan yang pernah hidup pada zaman manapun.3
Clifford Geertz(1973:346) menulis, “ketahuilah apa yang(antropolog)
maksud dengan suatu masyarakat primitif itu, maka anda akan mudah mengetahui
kajiannya. “Jika kita mengetahui bagaimana seorang antropolog mendefinisikan
kebudayaan, maka anda akan mengetahui dengan baik apa yang dikajinya. Ranah
kajian antropologi meliputi ihwal dipertahankannya kehidupan dan identitas
manusia, dan premis mendasar dari perspektif antropologi adalah bahwa
dipertahahankannya kehidupan dan identitas itu adalah melalui medium
kebudayaan. Akan tetapi tidak ada standar definisi yang diterima bersama
dikalangan antropolog, meski ada beberapa hal tertentu dari konsep tersebut yang
diterima oleh semua antropolog. Apabila kita mengetahui apa yang dimaksudkan
sebagai kebudayaan oleh antropolog, maka kita akan mengetahui wilayah dari
ranah kajian antropologi yang dilaksankannya.4
1Yahya. References of Anthropology. Hlm. 14.
2Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi. Hlm. 101-102.
3Ihromi. Pokok-Pokok Antropologi Budaya. Hlm. 1.
4.A. Fedyani Saifudin. Antropologi Kontemporer. Hlm.82.
8
BAB III
PEMBAHASAN
A. Sejarah
Masyarakat Jawa adalah merupakan peradaban tertua yang pernah ada di
Indonesia. Dimulai dengan berbagai kerajaan-kerajaan besar yang menduduki
sebagian besar wilayah-wilayah penting di Jawa. Setiap wilayah-wilayah kerajaan
tersebut masing-masing memiliki cara hidup dan berperilaku yang beraneka
macam. Selain kedua hal tersebut diatas, kebudayaan dan adat-istiadat di berbagai
daerah pun berbeda-beda.
Dalam hal ini kami mencoba untuk menjelaskan tentang kerajaan Kediri
yang sudah berdiri dari abad ke-8 atau sekitar tahun 800-900 masehi. Dalam
kebudayaan, Kerajaan Kediri memiliki beberapa keunikan, misalnya saja dari
beberapa narasumber yang kami ketahui adalah adat larung sesaji yang terdapat di
daerah sekitar lereng gunung Kelud. Tradisi ini dilaksanakan setiap satu tahun
sekali menjelang tahun Baru “Suro”(1 Muharom), semua orang berkumpul
disuatu tempat yang telah ditentukan oleh pembesarnya dan kemudian bersama-
sama melarung(menggiring) sesajennya pada suatu tempat yang sakral dan sudah
ada sejak dahulu.
Dalam banyak hal, kebudayaan Jawa banyak pula dipengaruhi oleh adat
Islam, ini disebabkan karena pengaruh dari para da’i-da’i yang hijrah baik dari
Jawa sendiri maupun luar jawa dan bahkan dari Persia, Turki, dan lain-lain ke
ranah Jawa. Orang-orang penyebar agama Islam berdakwah dari hari kehari
sehingga para pengikutnya pun bertambah banyak dan menyebar keseluruh Jawa.
Salah satu kebudayaan Jawa yang terpengaruh oleh adat Islam salah
satunya yang menjadi bahasan utama kami disini adalah tradisi “megengan” yang
dilaksanakan oleh masyarakat Jawa setiap tahunnya menjelang masuknya bulan
Ramadhan dalam rangka menyambut datangnya dan berdoa agar diberi
kelancaran untuk menjalankan puasa didalamnya.Sebagai penyelenggaranya
9
adalah seluruh masyarakat Jawa yang mempunyai kepercayaan atas tradisi ini.
Tradisi “megengan sendiri telah turun temurun dari nenek moyang kita terdahulu.
B. Setting Lingkungan
Desa Jamsaren kecamatan Kotamadya Kediri adalah salah satu desa yang
terletak dipusat kota. Desa yang dibagi menjadi dua yakni Jamsaren gang 1 atau
yang lebih populer dengan Jamsaren Utara dan Jamsaren gang 2 atau Jamsaren
Selatan, degan luas keseluruhan adalah ± 110665m² dan terletak 2km sebelah
timur dari alun-alun kota Kediri, terkenal dengan salah satu masjidnya yakni
Masjid Wakaf yang sering disebut-sebut sebagai “Masjid Gede” oleh warga
sekitar karena memang ukuran dari masjid ini cukup besar dan umurnya yang
sudah tua.
Adapun rincian data penduduknya adalah sebagai berikut:
- Warga asli: 4905 jiwa
- Warga pendatang: 275 jiwa
- Warga laki-laki: 2557 jiwa
- Warga wanita: 2623 jiwa
Dengan pendapatan perkapita dari warga desa adalah
Rp.650000,00/bulan, mereka hidup dari berbagai macam pekerjaan yang berbeda-
beda. Agama yang dipeluk oleh warga pun adalah Islam, Kristen, Katolik, Hindu,
Budha. Meskipun dengan agama yang berbeda inipun warga bisa menjaga
keharmonisan hidup berinteraksi diantara masing-masing individu.
C. Pengertian
Suatu kebudayaan, akan mengandung arti yang berbeda-beda yang
melambangkan kepribadian suatu masyarakat tertentu. Dalam kehidupan
bermasyarakat, di Indonesia sangat mengedepankan solidaritas hubungan antara
satu orang dengan individu lainnya. Dari sini kita sebagai masyarakat social, kita
ditutut untuk dapat menerima semua golongan masyarakat yang berbeda-beda ras
dan kebudayaannya.
Hidup saling berdampingan dengan damai tanpa kekurangan sesuatu
apapun dalam hal bermasyarakat, adalah dambaan setiap manusia yang tinggal
10
diberbagai pelosok negeri kita tercinta ini. Dalam ilmu sosiologi kita telah
mempelajari bagaimana dan apa hakikat dari hidup berdampingan dengan sesame
masyarakat lainnya tersebut. Oleh karena itu sekarang kitaa tinggal
menerapkannya dalam berkehidupan dengan masyarakat luas. Setiap individu
pasti menunjukkan perbedaan-perbedaan yang jelas sekali terlihat dalam diri
masing-masing individu tersebut, penyesuaian dan pengendalian dirilah yang
perlu kita perbuat untuk dapat berkehidupan dengan orang-orang yang sangat
berbeda baik dari ras, suku bangsa, maupun kebudayaan masing-masing.
Dalam masyarakat sendiri terdapat banyak kebudayaan dan adat-istiadat,
yang kami bahas dalam tulisan kami ini adalah “Tradisi Megengan” yang kami
ambil dari salah satu desa yang ada dikota Kediri. Dalam masyarakat desa
Jamsaren sendiri mereka mempunyai definisi tentang apa itu yang dimaksud
dengan “megengan”? dan apa tujuannya?
Dari segi bahasa kata “Megeng” artinya adalah menahan. Yang dimaksud
dengan menahan disini adalah menahan diri dari segala sesuatu yang kiranya bias
membuat puasa seseorang itu menjadi tidak sah atau batal(karena tradisi ini
diperingati ketika menjelang bulan Ramadhan tiba). Arti dari “Megengan” sendiri
adalah sebuah bentuk ritual selamatan yang dilaksanakan oleh masyarakat Jawa
yang sudah tercampur dengan unsure Islam dengan dasar beramal atau shodaqoh
dan juga diartikan sebagai selamatan(kenduren)yang diadakan oleh masyarakat
Jawa pada khususnya untuk menyambut kedatangan bulan suci Ramadhan.
Tradisi ini menunjukkan bahwa masyarakat Islam (khususnya Jawa) sangat
bersyukur dan sangat senang dengan bertemunya mereka kembali dengan bulan
Ramadhan pada tahun tersebut, karena tidak semua orang bisa merasakannya, ada
yang meninggal sebelumnya, sakit yang menyebabkan dia tidak bias
melaksanakan puasa, berhalangan untuk melaksanakan puasa, dan lain
sebagainya. Puasa adalah salah satu nikmat dari Allah swt. Yang dimana barang
siapa dia melaksanakan puasa dengan lengkap dan hanya karena Allah, maka dia
akan mendapatkan pahala yang setimpal dengan amal ibadahnya tersebut. Oleh
karena itu sudah jelas kita ketahui bahwa tujuan dari megengan adalah sebuah
rasa syukur dan doa agar selamat dan dapat menjalankan ibadah puasa dengan
baik dan lengkap.
11
Selain itu dengan bershodaqoh sebelum mulai bulan puasa diharapkan
dapat terhindari dari sengkolo atau mara bahaya yang akhirnya diberi nama
“Megengan” semoga selama menjalankan ibadah puasa mampu menahan nafsu
karena hakikatnya puasa adalah menahan mafsu tidak hanya nafsu untuk makan
dan minum.
D. Apa dan Siapa Saja yang Terlibat?
Dalam tradisi megengan, mereka yang terlibat adalah semua orang yang
mempunyai kepercayaan tentang tradisi Jawa yang satu ini. Kebanyakan dari
mereka adalah orang yang merupakan orang asli Jawa yang mendapatkan warisan
kebudayaan langsung dari nenek moyang mereka.
Bagi para penduduk Jawa yang bukan merupakan orang asli Jawa akan
sedikit sekali prosentasenya yang melaksanakan tradisi ini, jika dibandingkan
dengan yang asli. Tetapi masyarakat sendiri membuat satu paket makanan yang
akan dibagi-bagikan kepada orang lain atau tetangga-tetangga sekitarnya, antara
lain yaitu apem, pisang, pukis, kukus, lemper, dan lain-lain yang mempunyai arti
dari masing-masing jenis makanan tersebut. Menurut data yang kami peroleh,
sebagai besar masyarakat Jawa masa sekarang sudah banyak yang tidak
mengetahui apa saja arti dari setiap jenis makanan tersebut.Menurut yang mereka
ketahui adalah:
1. Apem: melambangkan payung yang akan melindungi kita dari segala
mara-bahaya yang terjadi pada bulan Ramadhan. Dengan payung ini
pulalah, setiap orang diingatkan bahwasannya diatas yang perkasa
masih ada yang lebih perkasa lagi yakni yang Maha Perkasa Allah swt.
Yang akan selalu senantiasa menjaga kita dari berbagai musibah dan
godaan setan yang mampu membelokkan kita dari jalan yang lurus.
2. Pisang: Melambangkan tangkai payung yang menjadi wasilah kita
kepada payung tersebut, karena tanpa tangkai tersebut bagaimana kita
dapat menjadikan payung tersebut sebagai pelindung hujan.
3. Dan lain sebagainya(menurut data yang kami peroleh hanya inilah
yang masyarakat sekarang ketahui dari sebuah tradisi “megengan”).
12
Bagi yang melaksanakan tradisi ini akan sangat sibuk mulai dua hari
sebelum puasa dengan mengantarkan jajanan yang telah kami sebutkan
sebelumnya. Dalam masyarakat desa jamsaren sendiri ada sekitar 10-20 kepala
keluarga sajalah yang melaksanakan ritual ini, untuk keluarga-keluarga lainnya
yang biasa mereka lakukan adalah menyesuaikan dengan kondisi lingkungan
sekitar mereka sehingga mereka juga berbagi jajanan seperti itu untuk sekedar
menghormati mereka yang melaksanakannya.
Mulai dari Kepala Desa, RT, RW, sampai masyarakat biasa pun
melaksanakan ritual ini. Jadi untuk melaksanakan ritual ini tidaklah begitu
persyaratan yang harus dipenuhi oleh seseorang masyarakat. Tempat untuk
mengadakan hajatan ini pun sangat sederhana, yaitu tidak memerlukan banyak
tempat, jadi tinggal mengantarkan jajanan tersebut kerumah-rumah orang lain atau
tetangganya.
Bagi setiap masyarakat Jawa, semua ritual yang dilaksanakan sangatlah
berarti bagi mereka. “Solidaritas” dan “rasa memiliki” yang mereka miliki sangat
kental dan turun-temurun dari nenek moyang mereka. Rasa budaya dari megengan
sangat dijaga oleh masyarakat Jawa sendiri, seperti yang telah kami jelaskan
diatas.
13
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari sebuah tradisi kebudayaan atau adat-istiadat masyarakat Jawa yang
masih dibawa hingga kini yakni “megengan” yang dimana pelaku-pelakunya
adalah seluruh masyarakat yang masih percaya dengan tradisi ini. Sangatlah
menarik adanya untuk kami jadikan bahan observasi yang membahas ilmu
antropologi didalamnya.
Dari segi sejarah, pengertian, dan apa saja dan untuk apa “megengan” itu
dilaksanakan, maka kami dapat menyimpulkan bahwasannya tradisi kebudayaan
ini sangatlah dijaga keberlangsungannya secara turun-temurun dan merupakan
suatu kewajiban bagi kita sebagai generasi muda yang merupakan generasi
penerus dari para orang-orang terdahulu untuk dapat melestarikannya.
Kebudayaan adalah merupakan suatu bentuk identitas suatu masyarakat yang
dapat mengindikasikan cirri-ciri masyarakat tersebut dari masyarakat luas lainnya.
Identitas suatu masyarakat pun dapat menjadi identitas suatu bangsa yang
mencerminkan bagaimana bangsa tertentu tersebut.
B. Saran
Semoga apa saja yang kami sampaikan dalam laporan observasi ini dapat
bermanfaat sebagaimana mestinya bagi para pembaca, Kami menyampaikan saran
bagi para pembaca bahwasannya gunakanlah tulisan kami ini sebagaimana
mestinya dan semoga dapat bermanfaat, amin.
14
LAMPIRAN
Jajanan “megengan”
(yang biasanya dihantarkan pada para
tetangga)
Kegiatan mengantar jajanan”megengan”
(tampak dari depan pintu)
15
DAFTAR PUSTAKA
Fedyani, Ahmad Saifuddin. 2006. Antropologi Kontemporer ”Suatu Pengantar
Kritis mengenai Paradigma”. Jakarta: KENCANA.
Hamidi. 2004. Metode Penelitian Kualitatif ”Aplikasi Praktis Pembuatan
Proposal dan Laporan Penelitian”. Cetakan pertama. Malang: UMM
Press.
Yahya. 2009. References of Anthropology. Malang
Swartz, J. Marc. Anthropology: Perspective on Humanity. New York.
Ihromi. 1996. Pokok-Pokok Antropologi Budaya. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Koentjaraningrat. 1986. Pengantar Ilmu Antropologi. Cetakan kedelapan. Jakarta:
Rineka Cipta.
By: M. Ilhamudin/08410155/UIN MALIKI Malang