53
PENDAHULUAN Antropologi ekonomi adalah suatu kajian dalam antropologi social budaya yang memusatkan studi pada gejala ekonomi dalam kehidupan masyarakat manusia. Posisi bidang kajian ini adalah sejajar dengan bidang kajian lain dalam study antropologi. Perilaku ekonomi adalah saling mempengaruhi factor social budaya yaitu adanya proses produksi, distribusi dan komsumsi adanya barang dan jasa. Dalam antropologi ekonomi mencakup (1) bagaimana factor - factor non ekonomi dan ekonomi berperan dalam kegiatan ekonomi (2) system kekerabatan berperan dalam kegiatan ekonomi yang tidak dilihat (3) pranata- pranata social yang sering kali terkait didalamnya. Ghathering Society ( Masyarakat Pranata ) Masyarakat yang hidup dalam kelompok - kelompok yang relative kecil dan terpencar- pencar dan sering berpindah- pindah dari suatu tempat ketempat lain untuk mencari sumber makanan. Dalam proses mata pencaharian manusia yang berawal dari berburu dan meramu menjadi peternakan kerena manusia berhsil menjinakkan binatang buruannya dari tingkat bangsa beternak b erevolusi kebercocok tanam. Ciri-cirinya yaitu (1) kehidupan kurang stabil akibatnya bahan makanan kurang cukup sehingga mereka harus hidup berpindah (2) jumlah penduduk sedikit orang hidup dalam kesatuan keluarga atau kelompok kecil (3) hubungan social atas dasar kekerabatan (4) hidup didaerah terpencilmkurang kontak dengan dunia luar dan penduduk lainny. Dalam evolusi mata pencaharian hidup manusia dibagi atasberburu, beternak, dan bercocok tanam.

ANTROPOLOGI EKONOMI

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ANTROPOLOGI EKONOMI

PENDAHULUAN

Antropologi ekonomi adalah suatu kajian dalam antropologi social budaya

yang memusatkan studi pada gejala ekonomi dalam kehidupan masyarakat manusia.

Posisi bidang kajian ini adalah sejajar dengan bidang kajian lain dalam study

antropologi. Perilaku ekonomi adalah saling mempengaruhi factor social budaya

yaitu adanya proses produksi, distribusi dan komsumsi adanya barang dan jasa.

Dalam antropologi ekonomi mencakup (1) bagaimana factor - factor non ekonomi

dan ekonomi berperan dalam kegiatan ekonomi (2) system kekerabatan berperan

dalam kegiatan ekonomi yang tidak dilihat (3) pranata- pranata social yang sering kali

terkait didalamnya.

Ghathering Society ( Masyarakat Pranata ) Masyarakat yang hidup dalam

kelompok - kelompok yang relative kecil dan terpencar- pencar dan sering berpindah-

pindah dari suatu tempat ketempat lain untuk mencari sumber makanan. Dalam

proses mata pencaharian manusia yang berawal dari berburu dan meramu menjadi

peternakan kerena manusia berhsil menjinakkan binatang buruannya dari tingkat

bangsa beternak b erevolusi kebercocok tanam. Ciri-cirinya yaitu (1) kehidupan

kurang stabil akibatnya bahan makanan kurang cukup sehingga mereka harus hidup

berpindah (2) jumlah penduduk sedikit orang hidup dalam kesatuan keluarga atau

kelompok kecil (3) hubungan social atas dasar kekerabatan (4) hidup didaerah

terpencilmkurang kontak dengan dunia luar dan penduduk lainny. Dalam evolusi

mata pencaharian hidup manusia dibagi atasberburu, beternak, dan bercocok tanam.

Pola hidup masyarakat berburu dan meramu merupakan pola hidup manusia yang

paling tua dipermukaan bumi, yang ditandai dengan berkelompok dan terkadang

bermalam ditempat buruannya yang banyak terdapat hewan yang bisa ditangkap

untuk bahan makanan. Pembagian hasil buruannya deng an kaum kerabat, tetangga

dan orang lain dalam masyarakatnya. Misalnya dapat kita lihat pada suku bangsa Bgu

penduduk pantai utara Irian jaya yang masih hidup berburu dan meramu. Beternak

secara tradisional merupakan mata pencaharian pokok yang dikerjakan secara besar-

besaran. Pada masa sekarang beternak dilakukanoleh kurang lebih tujuh juta2

manusia yaitu kira- kira 0,02% dari 3 milyar penduduk dunia. Suku -suku bangsa

peternak cenderung bersifat agresif, karena mereka secara terus menerus harus

menjaga keamanan kelompok tetanggasuku bangsa peternak juga biasanya hidup

mengembara sepanjang musim semi dan musim panas dalam suatu wilayah tertentu

yang sangat luas dalam musim dingin mereka menetap dalam suatu perkemahan

induk atau desa induk.

Page 2: ANTROPOLOGI EKONOMI

Berbeda dengan pola hidup bercocok tanam, bercocok tanam diladang

berpindah, merupakan bentuk mata pencaharian manusia yang lambat laun hilang,

diganti dengan bercocok tanam menetap.bercocok tanam diladang berpindah

dilakukan dengan membuka sebidang tanah menebang pohon- pohon kemudian

membakar daun dahan dan balok pohon hasil tebangan, lading yang telah dibuka

ditengah hutanm kemudian ditanami berbagai macam tanaman tanpa pengolahan

tanaman yang intensif juga irigasi.

Sejarah Perkembangan Antropologi Ekonomi

Antropologi ekonomi berkembang sejak akhir abad ke 19 dan awal ke20 ketika

Malinowwski melakukan penelitian di Kepulauan Trobrian

Dari penelitian tersebut terdapat perhatian dari muridnya yaitu R. Firth, Good

Fellow dan Herkofits

Ahli ilmu ekonomi murni yang tertari k dengan pemikiran Malinowski, seperti

Manning Nash dan Belsaw

Ahli sejarah Karl Polanyi dengan latar belakang ilmunya mengkaji system

ekonomi secara historis

Fase Perkembangan Pendekatan Antropologi Ekonomi

Zaman Malinoski akhir abad XIX awal abad XX « Argonauts Of The Westen

Pacific” sebagai peletak dasar antropologi ekonomi

Munculnya ahli ekonomi Roymond Firth, Herkovits serta ahli sosiologi ekonomi

Good Fellew karyanya masing-masing: primitive Polynesian ekonomi (1939) , The

Ekonomi Primitive people(1940), Principle of Ekonomi Sosilogy (1939) yang

kemudian mereka disebut Formalis.3

Muncul George Dalton, Karl polangi, Paul Bohannan Buku Dalton “Economic

thery and Primitive Society (1961) mereka disebut subtantivist

Munculnya M Gother, dengan bukunya y ang berjudul: Un Domaine Constita

Antropology Economique”(1974).disebut Neo –Marxist.

Muncul tulisan James Scott. The Moral Of The Peasent Economi, Rebillion,

Subdistence Economi in south east Asia (1977), Disebut Neo Subtantif.

Terbitnya buku S.Poptein yang berjudul”Retional Peasent”(1978), Disebut Neo

Formalist.

. Munculnya tulisan Cyril S Belhsaw:Traditional exchange and Markets.disebut

Moderat.

Terbit karyta dari Antropologi dari Leiden Jpm Den Bremen « Onze Aarde

Houndt Neet Van Rejs « (1985) daia disebut strukturalis

Muncul karya dari antropologi Amerika Steven Goodmen (1986) dia disebut

sebagai ahli antropologi ekonomi simbolik

Page 3: ANTROPOLOGI EKONOMI

Muncul karya Dewey, Szanton, dan Davis mengenai “ social Relation in Philipine

Market disebut ekonimi personalisme.

Pendekatan –pendekatan dalam antropologi ekonomi meliputi Pendekatan Formal,

Pendekatan Subtantif, Pendekatan Neo Formal, Pendekatan Neo Subtantif, dan

Pendekatan

Neo Marksis.4

PEMBAHASAN

Dalam kajian ilmu ekonomi modern, kegiatan ekonomi pada intinya ber pusat pada

kegiatan produksi barang, distribusi (mendeliverkan barang pada konsumen) dan

akhirnya

pada proses konsumi (menghabiskan atau memakai barang atau jasa). Semua proses

ini

juga terjadi dalam kehidipan ekonomi masyarakat tradisional, walaupun tidak begitu

mendapat perhatian dari ahli ekonomi karena lebih memusatkan perekonomian pada

tingkat global. Dalam sistem matapencarian hidup para ahli antropologi juga

memperhatikan sistem produksi lokalnya, cara pengolahan sumberdaya alam, cara

pengumpulan modal, cara pengerahan dan manajemen tenaga kerja. Teknologi dalam

sistem produksi, sistem distribusi pasar, dan proses konsumsinya. Kalau dirinci lebih

jauh

lagi termasuk didalamnya dikaji bagaimana keterlibatan keluarga dalam

mengkonsumsi

suatu barang juga sistem distribusi seperti apa yang digunakan, siapa saja yang

terlibat

dalam proses produksi, dan lain sebagainya. Di dalam buku pengantar ilmu

antropologi

terlihat Koentjaraningrat begitu membatasi kajian ekonomi pada sistem mata

mencarian

hidup hanya dalam ruang lingkup yang kecil saja dan menganggap hal -hal seperti

proses

distribusi yang besar dengan jaringan yang luas dan sistem ekonomi yang

berdasarkan pada

industri merupakan murni kajian ahli ekonomi. Sehingga memberikan kesan

pemahaman

bahwa antropologi adalah ilmu yng tertinggal (membatasi diri pada hal -hal yang

Page 4: ANTROPOLOGI EKONOMI

seharusnya bisa menjadi kajian antropologi, dengan tidak lepas dari akar ilmu

antropologi

sendiri tentunya).

Dalam antropologi, terdapat tiga pendekatan yang penting dan berkaitan dengan

kegiatan ekonomi yakni, pendekatan formal, subtantif, dan marksis serta pendekatan

lainnya yang mencoba memperbaharui pendekatan yang telah ada sebelumnya.

Ketiga

pendekatan tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan masing -masing. Umum

terjadi

bahwasetiap peneliti akan menekankan studinya pada salah satu pendekatan tersebut.

Sebagai peneliti ia akan berusaha untuk menggunakan pendekatan tersbut, dalam

analisis

data yang ditemukannya atau mencari sintesa dari teori -teori yang terdapat pada

pendekatan tersebut. Ahli antropologi ekonomi awalnya terbelah kedalam

pendekatan

formal dan subtantif dalam usaha menjelaskan fenomena ekonomi dari masyarakat

yang5

mereka teliti. Namun pada perkembangan berikutnya ahli antropologi

mengembangkan

pendekatan marksis. Pada bagian ini dibicarakan pendekatan formal dan subtantif dan

pendekatan Marksis.

A. PENDEKATAN FORMAL

Pendekatan formal adalah pendekatan yang berasal dari teori - teori makro atau teori

konvensionalisme atau teory ekonomi klasik untuk menjalaskan dan menganalisis ge

jala

social ekonomi masyarakat. Ekonomi sebagai cara mengklasifikasikan sumber -

sumber

yang terbatas jumlahnya dan mencapai tujuan - tujuan yang banyak jumlahnya secara

maksimal. Secar konvensional ilmu ekonomi kemidian mengasumsikan bahwa

tindakan

manusia bersifat rasional dalam melakukan alktivitas ekonomi yang merupakan dasar

yng

diterima sebagai suatu kebenaran. Pendekatan ini cenderung melihat gejala ekonomi

sebagai suatu tindakan memilih antara tujuan -tujuan tak terbatas. Secara

konvensional ilmu

ekonomi kemudian mengasumsikan bahwa tindakan manusia bersifat rasional dalam

melakukan aktifitas ekonomi tersebut. Asumsi tersebut merupakan asumsi dasar yang

Page 5: ANTROPOLOGI EKONOMI

diterima sebagai suatu kebenaran. Gejala ekonomi tidak dapat dilihat dari segi

subtantifnya, yaitu dari segi proses pemberian makna sumber daya ekonomi.

Tokohnya

yaitu Raymond Firth, Herkovits, Good Fellow, Monning Nash, Pospisil, Scott Cook,

S.

Epstein, Alice Dewey, Peggy Barlent.

Pendekatan yang sangatlah ekonomis, namun antropologi menempatkan diri pad a

pengembangan ilmu ekonomi untuk memahami gejala -gejala yang lebih luas dalam

perekonomian primitive dan peasant, antropologi ekonomi sebagai pendekatan

hubungan -

hubungan sosial tentang pemanfaatan sumber daya ekonomi. , untuk mencapai

pemahaman

yang akurat tentang keberagaman dan kompleksitas tingkah laku sosial yang

diobservasi,

bersifat anhistoris, walaupun bukan anti -historis atau sinkronik, meskipun

pendekatan ini

bersifat analitisaa dan formala dalam orientasinya, tetapi memiliki kecenderungan

yang

kuat dalam menerapkan prinsip-prinsip abstraksi umum.6

Ada enam ciri yang dikemukakan oleh Scoot Cook (dalam Sairin dkk) yang

membedakan pendekatan formal dengan subtantif. Pertama, telah diutarakan

sebelumnya

bahwa pendekatan formal terkesan dengan kesukse san ilmu ekonomi neo-klasik

dalam

merumuskan hukum-hukum ekonomi untuk menjelaskan dan menprediksi perilaku

ekonomi masyarakat Eropa pada abad ke -19 dan ke-20 serta masyarakat diluar Eropa

pada

abad tersebut yang menganut sistem ekonomi pasar.

Beberapa prinsip ekonomi formal meliputi:

Scarce/ Limited Of Good atau keterbatasan sumber- sumber atau factor

produksi.

Tujuan cita- cita kebutuhan banyak

Tujuan, cita- cita atau kebutuhan diarahkan pada kepentingan individu yang

berwujud meterial maupun inmaterial

Perlu ekonomisasi karena sumber - sumber yang terbatas sedangkan kebutuhan

tak terbatas / banyak

Rasionalisasi, eksistensi, evektivitas, dan kulkulasi

Page 6: ANTROPOLOGI EKONOMI

Kedua, pendekatan formal menempatkan antropologi ekonomi sebagai studi tentang

hubungan-hubungan sosial yang menayngkut proses pemanfaatan sumber daya

ekonomi.

Hal ini dilakukan sebagai usaha mendeskripsikan dan menganalisis cara -cara proses

pemanfaatan sumber daya ekonomi tersbut dalam berbagai setting kultural .

Hubungan-

hubungan sosial ssebagai gejala pros es pemanfaatan sumber adaya ekonomi dapat

dilihat

misalnya dalam hubungan patron -klien, hubungan persahabatan, jaringan

kekerabatan dan

hubungan-hubungan lainnya yang terpola menurut pranata -pranata dalam lembaga-

lembaga yang hidup di di masyarakat.

Ketiga, tujuan pendekatan formal ini adalah untuk mencapai pemahaman yang

akurat tentang keragaman dan kompleksitas tingkah laku sosial yang diobservasi.

Untuk

mencapai tujuan ini, penganut formalist cenderung mengkonstruksi model -model

yang

bersifat memprediksi tingkah laku yang akan terjadi dalam berbegai latar budaya.

Hal ini

berakibat terjadinya reduksi data dan fakta -fakta yang ada dilapangan. Penganut

formal7

lebih tertarik terhadap fakta-fakta yang relevan dengan model -model yang telah

disusun

sebelumnya dan fakta-fakta yang mendukung teori ekonomi, sehingga mereka kurang

memperhatikan fakta yang khas yang muncul dilapangan.

Keempat, para penganut aliran formal ini pada dasarnya bersifat sinkronik atau

ahistoris. Dengan kata lain, ciri ini menerangkan misaln ya bila meneliti sistem

pertukaran

dalam suatu sistem ekonomi, peneliti tidak akan membandingkan sistem pertukaran

secara

diakronis melainkan hanya pada suatu periode tertentu saja.

Kelima, meskipun pendekatan ini bersifat analitis dan formal dalam orienta sinya,

tetapi mempunyai kecendrungan yang kuat dalam menerapkan prinsip -prinsip

abstraksi

umum atau dengan menggunakan logika deduktif untuk menganalisis tingkah laku

ekonomi pada berbagai latar budaya yang berbeda.

Keenam, penganut pendekatan ini melihat gejala ekonomi pada tingkah laku

Page 7: ANTROPOLOGI EKONOMI

individu dan motif-motif yang mendorong tingkah laku tersebut, sehingga

perekonomian

dilihat sebagai kumpulan dari pelaku -pelaku, tingkah laku dan motif -motifnya.

Dengan

demikian, keberadaan sistem ekonomi tergantung atas i nteraksi antar individu,

individu

yang menetukan sistem ekonomi.

Konsepsi teori ekonomi dapat diterapkan pada system ekonomi semua masyarakat

di dunia baik ekonomi masyarakat sederhana pedesaan maupun ekonomi industri. Hal

ini

dapat kita lihat pada mekanisme ekonomi meliputi harga, modal, investasi, uang, dan

prinsip ekonomi meliputi maksimalisasi keuntungan, minimalisasi biaya, mengenal

hokum

permintaan dan penawaran. Karena sistem ekonomi masyarakat sederhana hanya

dilihat

dari perbedaan tingkat, bukan jenis, maka para penganut pendekatan formalis

menyarankan

perlunya mengaplikasikan teori ekonomi formal untuk mengkaji fenomena ekonomi

masyarakat sederhana. Beberapa ahli kemudian mencoba mengaplikasikan dengan

memodifikasikan dan mengalih bahkan teori ek onomi itu sesuai dengan kondisi sosio

-

kultural di lapangan. Pada kaum formalis prinsip ekonomi dapat dilakukan dimana

saja

dalam masyarakat sederhana hingga yang kompleks objek kajian ekonomi formal

organisasi tenaga kerja

1. pola pembagian kerja

2. pola kerjasama dengan kelompok8

3. pola kepemimpinan dalam kelompok

4. organisasi pranata- pranata untuk menimbun menggunakan modal dalam wujud

tanah dan peralatan produksi dan mendistribusikan hasil produksi

5. pranata social budaya diluar ilmu gaib produksi serta simboli k dalam tukar

menukar

hasil produksi.

Secara umum, pendekatan formalis telah menarik beberapa kesimpulan umum

tentang sistem ekonomi masyarakat primitif dan peasant. Hal dikemukakan bahwa

sistem

ekonomi masyarakat tersebut mempunyai banyak kesamaan prinsi p dengan sistem

Page 8: ANTROPOLOGI EKONOMI

ekonomi masyarakat Eropa (modern). Oleh karena itu sistem ekonomi masyarakat

sederhana pada dasarnya tidak jauh berbeda jenis dengan sistem ekonomi modern,

melainkan hanya berbeda tingkat. Perbedaan tingkat ini terjadi karena tingkat kemaju

an

perdaban orang Eropa, khususnya bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Kesamaan

dasar

antara sistem ekonomi Eropa dengan sistem ekonomi sederhana dapat dilihat dari :

(1)

mekanisme ekonomi, dan (2) prinsip ekonomi. Dalam hal ini baik sistem ekonomi

mode rn

maupun sederhana sama-sama memakai mekanisme dan prinsip ekonomi yang

fungsinya

sama. Mereka sama mengenal apa yang disebut sebagai kategori harga, bank, modal,

kredit, investasi, uang dan sebagainya. Mereka mempunyai prinsip ekonomis,

mengenal

prinsip memaksimalkan keuntungan, meminimalisasikan biaya dan mengenal hukum

permintaan dan penawaran

Inti daripada pendekatan formalis ini adalah bagaiman a memanfaatkan sumber daya

yang terbatas dan keinginan akan kebutuhan yang banyak.

Karena sistem ekonomi masyarakat sederhana hanya dilihat dari perbedaan tingkat,

bukan jenis, maka para penganut pendekatan formalis menyarankan perlunya

mengaplikasikan teori ekonomi formal untuk mengkaji fenomena ekonomi

masyarakat

sederhana. Beberapa ahli kemudian mencoba menga plikasikan dengan

memodifikasikan

dan mengalih bahkan teori ekonomi itu sesuai dengan kondisi sosio -kultural di

lapangan.

R. Firth (dalam Koentjaraningrat 187:1990) termasuk golongan ahli antropologi

ekonomi yang berpendapat bahwa azas -azas mentalitas manusia pada dasarnya

hakikatnya9

sama dimana-mana. Manusia dalam masyarakat sederhana, masyarakat pedesaaan

atau

masyarakat industri, semua akan bereaksi dengan cara yang sama terhadap

rangsangan -

rangsanagn ekonomi dan perbedaan antara mentalitas dalam masyarakat non-industri

dan

masyarakat industri hanya merupakan penjelmaan lahiriah saja dari perbedaan kuat -

Page 9: ANTROPOLOGI EKONOMI

lemahnya, atau perbedaan susunan dari unsur -unsur mentalitas tersebut. Karena

ekonomi

menurut definisi Firth adalah “… seluruh perilaku manusia dalam orga nisasi dan

pranata

yang mengatur penggunaan sumber -sumber terbatas untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya

dalam suatu masyarakat tertentu”. Maka kita dapat memahami mengapa ia

berpendirian

bahwa konsep-konsep serta teori-teori yang dikembangkan ilmu ekonomi dal am

masyarakat industri dapat juga diterapkan pada ekonomi masyarakat peasant. Namun

ia

juga mengakui bahwa metodologi penelitian ilmu ekonomi tidak relevan untuk

emenliti

dan menganalisis ekonomi dalam masyarakat peasant, karena metodologi ilmu

ekonomi

sering menggunakan laporan-laporan ekonomi tertulis serta data statistik ekonomi

secara

luas. Bahan seperti itu biasanya tidak ada dalam masyarakat ‘primitif’ peasant.

Sudut pandang Firth tersebut berkaitan dengan hasil penelitiannya pada masyarakat

Haiti. Ia melihat bahwa aktifitas perdagangan dikalangan orang Haiti dicirikan oleh

adanya

kompetisi antar pedagang, dan kemahiran para pedagang untuk memasarkan dan

membeli

dagangan dengan membaca perkembangan harga. Kondisi seperti itu menunjukkan

bahwa

oran Haiti, yang hidup dalam tingkat kebudayaan yang berbedadengan orang barat,

telah

mengenal hukum permintaan dan penawaran. Bertolak dari kondisi seperti itu Firth

melihat

bahwa aktivitas ekonomi sangat tergantung dari peran -peran individu-individu dalam

suatu

jaringan ekonomi. Aktivitas ekonomi di barat pun demikian juga, sehingga kajian

mengenai aktivitas ekonomi perlu memeperhatikan peran mereka dalam latar budaya.

Kelamahan pendekatan formalis terletak pada pengujian dilapangan . Pendekatan

formalis ini tidak memberikan jawaban mengapa banyak kegagalan pembangunan

eknomi

Page 10: ANTROPOLOGI EKONOMI

di negara berkembang, dan terjadinya penyimpangan arah perkembangan ekonomi.

Inilah

kelemahan pendekatan formalis. Ia mengabaikan dimensi sejarah perkembangan

ekonomi.

Keengganan masyarakat petani berpartisipasi dalam perekonomian pasar, misalnya,

merupakan suatu hasil dari proses sejarah kapitalisme di dalam masyarakat negara

berkembang, masyarakat pernah merasakan penjajahan. Keengganan -keengganan

tersebut10

sangat rasional sebagai jawaban atas kemiskinan dan bahaya dari sistem ekonomi

pasar

yang tidak mengenal kasihan. Bahkan di uraikan kritik tajam terhadap pendekatan ini

oleh

kaum yang menganut pendekatan subtantif :

Pada masyarakat sederhana atau primitive tidak berlaku prinsip -prinsip ekonomi

Sumber-sumber terbatas yang diungkapkan ahli ekonomi formal tidak berlaku

umum pada hakekatnya yang dikatakan sumber -sumber itu terbatas dan

kebutuhan itu tak terbatas

Tidak akan sulit adanya keterbatasan karena adanya system social budaya yang

mengatur pola-pola eksploitasi sumber daya alam sesuai dengan lingkungan

masing-masing

Tidak ada efisiensi maksimalisasi, ekonomisasi efektivitas, rasionalisasi, prinsip -

prinsip ekonomi pada masyarakat sederhana atau tradisional

Diakui bahwa pendekatan forma l adalah pendekatan pertama kali di antropologi

ekonomi. Namun pendekatan ini memiliki kelemahan dalam pengujian lapangan.

Pengujian yang dilakukan sangatlah bersifat eropa -sentris (berpandanagn eropa).

Perbedaan sistem antara ekonomi sederhana dengan modern sa ngatlah menyolok.

Jadi

pendekatan formatif tidak bisa menerangkan mengenai kegagalan perkembangan

ekonomi

di negara berkembang

B. PENDEKATAN SUBTANTIF

Pendekatan subtantif adalah hekekat, realita, kenyataan, nyata, dan sebagainya. Jadi

pendekatan subtantif artinya sudut pandang yang melihat ekonomi yang nyata sesuai

relitanya atau apa adanya yang diterapkan oleh masyarakat tertentu. Pendekatan

subtantif

juga menaruh perhatian terhadap upaya untuk menghasilkan teori - teori baru yang

cocok

Page 11: ANTROPOLOGI EKONOMI

dilapangan kecenderunagnnya ini sangat beralasan karena penganutnya tidak lagi

berurusan denagn konsep ekonomi formal meainkan ekonomi subtntif yang melihat

gejala

ekonomi dari proses pemberian makna yang dilakukan manusia dalam memanfaatkan

sumber daya ekonomi.penganut pend ekatan subtantif juga penempatkan

perekonomian11

sebagai rangkaian dari aturan dan organisasi social dimana setiap individu dilahirkan

dan

diatur dalam suatu system organisasi tersebut. Sebagai suatu system organisasi

fenomena

ekonomi dalam masyarakat terika t pada system pranata dan norma - norma yang

sama.

Konsepsi ini menempatkan individu sebagai pihak pasif dalam aktivitas ekonomi

sebagai

suatu system menetukan bagaimana individu bertingkah laku. Misalnya pada

masyarakat

Indian di Irian jaya Tokohnya melipu ti: Karl Polayi, George Dalton, Sahlin, Paul,

Bohanna, Goldman.

Sejarah perkembangan pendekatan subtantif berawal dari pengertian ekonomi yang

dikemukakan oleh ahli ekonomi formal yang berpandangan bahwa kebutuhan itu

terbatas

sifatnya, kemudian lahirlah ekonomi subtantif yang berpendapat kebutuhan tidak tak

terbatas sifatnya. Ekonomi adalah cara pemenuhan kebutuhan/ pemeliharaan

kebutuhan

fisik/ biologis serta social dan budaya dilakukan melalui (1) eksploitasi/ pemanfaatan

secara maksimal SDA dilakukan d enagn penerapan teknik/ teknologi local maupun

modern

yang sudah diterima oleh masyarakat (2) pembagian atau kerja sama (cooperation)

pun

bagian kerja paengunaan atau pemanfaatan tenaga, pola kerjasama harus diatur

dengan

baik. Dalam hal ini aturan ekonomi adalah pola social dan budaya untuk mengatur

dan

menentukan eksploitasi dan pemanfaatan a tau pembagian tenaga kerja.

Dalam Sairin dkk mengemukakan pandangan penganut pendekatan ini dalam

menyimak sistem ekonmi peasant. Pertama, aliran ini mengangga bahwa dalam

Page 12: ANTROPOLOGI EKONOMI

perekonomian peasant tidak ada lembaga yang secara eksklusif hanya melakukan

aktivitas

ekonomi. Jadi di masyarakat tersebut tidak ada lembaga ekonomi seperti PT atau

Bank

sebagai institusi-institusi milik sistem ekonomi kapitalis. Di masyarakat pra i ndustri

institusi yang ada adalah institusi non ekonomi yang kegiannya mengandung aspek -

aspek

ekonomi. Contoh sederhana adalah keluarga, ia merupakan lembaga kekerabatan,

tetapi

menjalankan aktivitas ekonomi.

Kedua, aliran menyimpulkan bahwa aturan -aturan dari organisasi ekonomi pada

perekonomian masyarakat sederhana berbeda dengan sistem ekonomi modern.

Dengan kata

lain, sistem ekonomi masyarakat sederhanamerupakan sistem ekonomi yang berbeda

jenis,

bukan hanya berbeda tingkat dengan perekonomian modern. O leh karena berbeda

jenis itu12

pula maka, teori-teori dan konsep ilmu ekonomi tidak dapat diterapkan untuk

mengkaji

sistem ekonomi sederhana. Diperlukan suatu teori dan konsep baru untuk

menjelaskan

sistem-sistem ekonomi sederhana yang beraneka ragam.

Ketiga, perbedaan jenis antara sistem ekonomi sederhana dan sistem ekonomi

modern terletak pada mekanisme ekonomi, institusi atau lembaga ekonomi dan

prinsip

ekonomi. Mekanisme ekonomi, seprti uang misalnya, kalau pun dimasyarakat

sederhana

berlaku, tetapi fungsinya berbeda. Dengan mengamati struktur dan fungsi institusi

dan

prinsip ekonomi, maka perbedaan jenis semakin nyata daripada perbedaan tingkat.

Pola

keterkaitan system keyakinan dan sisitem produksi. System keyakinan meliputi

aturan atau

sanksi, religi, system upacara, kepemimpinan upacara social. System produksi

meliputi

factor-faktor produksi berupa tanah, modal, tenaga kerja, skill atau knowledge

(Proses

Page 13: ANTROPOLOGI EKONOMI

kerja produksi). Distribusi meliputi alokasi, excange / pemasaran, system bagi hasil

(hasil

produksi). Konsumsi yaitu penjatahan pemenuhan kebutuhan, pola makan, (system

social

budaya).

Pola keterkaitan pranata social dan ekonomi, pranata social meliputi garis

keturunan, system pemilihan warisan, dan system pemilihan perkawinan terkait

dengan

system ekonomi yamg meliputi produksi (tanah, modal, tenaga kerja, dan skill),

distribusi

(alokasi/pembagian, excange/pemasaran, bagi hasil, dan hubungan produksi), dan

konsumsi (penjatahan/pemenuhan kebutuhan, dan pola makan).

Pola makan secara budaya/keyakinan dan keterkaitan dengan ekonomi dapat kita

lihat pada masyarakat misalnya di Mexico terdapat masyarakat yang menganggap

tabuh

jika memakan minggo atau srigala sebelum masyarakatnya diinisiasi atau

disakralkan.

Dapat juga kita lihat pada masyarakat Amborigi n, masyarakat ini menganggap tabuh

apabila seorang wanita sebelum menstruasi mengkonsumsi burung gagak. Dan di

daerah

Sulawesi sendiri terdapat masyarakat yang menganggap tabuh mengkonsumsi pisang

yang

berdempetan atau bagi yang berkeyakinan/muslim akan sa ngat diharamkan untuk

mengkonsumsi daging babi.13

Terdapat beberapa penganut pendekatan subta ntif yang dapat diketahui dari pikiran -

pikiran maupun kesimpulan-kesimpulan yang mereka sajikan dari hasil studi mereka

termasuk di dalamnya adalah Malinowski. Malinowski sebenarnya bukan tokoh

antropologi ekonomi. Kendatipun demikian, dari hasil studinya tentang perdagangan

Kula

di Kepulauan Trobriand, menjadi dasar bagi antropolog membenarkan aliran subtantif

ini.

Malinowski menemukan bahwa pertukaran benda berharga berupa kalung dan

gelang pada

penduduk di Kepulauan Trobriand tidak didasari oleh motif ekonomi melainkan

motif

sosial. Pertukaran ini merupakan ekspresi dasar pikiran orang Trobriand tentang

pertukaran

Page 14: ANTROPOLOGI EKONOMI

Hadiah, yang berfungsi membina hubungan sosial yang tinggi nilainya. Pertukaran

tersebut

juga merupakan aktivitas ritual, jauh dari ektivitas mencari keuntungan. Bakan

kesimpulan

diperkuat lagi oleh George Dalton (dalam Keesing 202:1999) untuk mengamati

fenomena

dunia kesukuan seperti halnya pertukaran pasa r (muncul dalam bentuk terbatas pada

giwwali di kalangan orang-orang Trobriand dan dikembangkan dengan lebih

sempurna);

begitu juga pada penggunaan beberapa barang berharga yang berfungsi sebagai uang

dalam

beberapa kasus. Di kalangan orang Trobriand tidak ada barang yang serupa mata

uang.

Tetapi di bagian-bagian lain di Melanisia, barang -barang berharga dari kerang lebih

mendekati fungsi “mata uang”. Karena Tambu digunakan dalam banyak transaksi,

karena

segala sesuatu yang bisadimiliki seseorang dapat dibe li atau dijual baik dengan harga

mati

atau harga penawaran, dan karena tambu bisa saling dipertukarkan dengan mata uang

resmi, barang-barang berharga berupa untaian kerang ini dalam banyak segi

menyerupai

mata uang barat. Namun sebagaimana dinyatakan oleh Dalton (1965), semakin

periferal

fungsi pasa dalam masyarakat Melanesia dan semakin besar maknanyasebagai barang

-

barang berharga untuk upacara, makin diperlukan kehatian -hatian dalam

mempersamakan

“mata uang” demikian tadi dengan mata uang di dunia barat.

Pemikiran yang lebih mendalam tentang sudut pandang menganut lairan subtantif

dapat disimak dari pemikiran Polanyi, Dalton dan Sahlins. Menurut Karl Polanyi

(dalam

Sairin dkk 2002:13), pembangunan pendekatan ini, sistem ekonomi pasar didominasi

oleh

pertukaran pasar, sedangkan sistem ekonomi tradisional dan peasant didominasi

sistem

pertukaran resiprositas dan redistribusi pasar seperti yang ia rumuskan tentang tiga

macam

Page 15: ANTROPOLOGI EKONOMI

pertukaran di dalam masyarakat manusia :14

1. Perbalasan (reciprocity)

2. Penyebaran kembali (redistribution)

3. Pertukaran pasar (market exchange) (dalam Keesing 201:1999)

Sedangkan pertukaran yang memakai prinsip pasar selalu memiliki ciri -ciri sebagai

berikut :

1. Memakai uang sebagai alat pengukur barang atau jasa yang dipertukarkan

2. Memakai harga yang diatur oleh hukum permintaan dan penawaran, dan

3. Aktivitas ekonomiyang didominasi oleh tujuan -tujuan mencari keuntungan

sebanyak mungkin dari sumber daya yang tersedia.

Sebaliknya, pertukaran yang memakai prinsip resiprositas dan redistribusi

merupakan pertukaran yang tidak bermakna ekonomis dan tujuan mencari

keuntungan

komersil, tetapi bermakna sosial, yaitu membina kepentingan dan solidaritas sosial.

Menurut Polanyi, tugas ahli antropologi adalah menunjukkan karakteristik yang khas

dari

setiap perekonomian, dan mengkaitkan gejala ekonomi dengan organisasi sosial dan

kebudayaan. Saran Polanyi ini sejalan dengan konsep -konsep ekonomi yang

didefinisikan

sebagai proses emberian makna material. Proses ini melibatkan berbagai aspek dalam

kehidupan manusia baik aspek organisasi sosial maupun kebudayaan. Dengan

memakai

makna subtantif, maka dalam mengkaji ekonomi perhatian ditujukan pada bagaimana

cara

manusia untuk memenuhi kebutuhan biologis dan sosial. Makna subtantif berbicara

tentang

apa yang sebenarnya bukan apa yang seharusnya. Makna formal berbicara tentang

logika

rasional dalam memilih alternatif yang beragam di antara sumber daya yang terbatas.

Seperti halnya yang diungkapkan oleh Polanyi, Sahlins juga rupanya berpendapat

sama dengan melihat bahwa yang membedakan perekonomian barat dengan

masyarakat

tradisional atau petani, terletak pada sistem pertukaran. Menurut Sahlins, dalam

masyarakat

sederhana tidak ada alat pertuakaran yang secara umum dapat diterima setiap orang

dalam

Page 16: ANTROPOLOGI EKONOMI

masyarakat itu. Kegunaan uang sangat terbatas sebagai alat tukar yang hanya dapat

ditukar

dengan produk-produk tertentu dan tidakada standar nilainya. Dengan tidak adanya

alat

tukar yang standar inimaka sudah barang tentu orang tidak dapat melakukan pilihan -

pilihan15

bersifat ekonomis. Sahlins mencontohkan bahwa sistem pertukaran dalam

perekonomian

tradisional berbeda pada masyarakat modern. Dalam masyarakat tradisional, peranan

hubungan kekerabatan dan personal sangat berpengaruh terhadap bentuk pertukaran.

Dalam lingkungan rumah tangga, pertukaran yang terjadi adalah resiprositas umum,

yaitu

individu saling bertukar tanpa mengharapkan suatu pengembalian yang sebanding.

Kedua,

adalah pertukaran sebanding yang dilakukan individu dengan individu lainnya dalam

komunitas masyarakat tradisional. Sebaliknya, ketika masyarakat tradisional

melakukan

transaksi dengan pihak luar, maka yang terjadi adala resiprositas negatif yang

mengarah

pada upaya mencari keuntungan dengan mengorbankan pihak lain.

Dalton sebagai pengikut Polanyi memberikan bebera pa catatan tentang pentingnya

melihat perbedaan antara sistem ekonomi pasar dan sistem ekonomi sederhana.

Menurut

Dalton, peneliti mungkin dapat menemukan dalam sistem ekonomi yang dapat

disebut

gejala kelangkaan, bunga, uang seperti dalam ekonomi pasar. N amun demikian,

peneliti

jangan menyimpulkan bahwa gejala tersebut sama fungsinya seperti yang berlaku

dalam

ekonomi pasar di barat. Lanjut dalton mengatakan bahwa semua sistem ekonomi

mempunyai ciri yang sama, yaitu adanya oragnisasi yang terstruktur beser ta aturan-

aturannya yang menjamin tersedianya benda material dan jasa secara terus menerus.

Tugas

antropolog adalah memahami organisasi sosial dan aturan tersebut, dan setiap sistem

ekonomi ditandai oleh adanya mekanisme ekonomi seperti uang. Dalam menganalisis

ekonomi peneliti perlu memperhatikan aspek makna yang hidup dalam alam pikiran

masyarakat tentang aspek ekonomi tersebut.

Page 17: ANTROPOLOGI EKONOMI

Penganut pendekatan subtantif menempatkan perekonomian sebagai rangkaian dari

aturan-aturan dan oragnisasi sosial, dimana setia p individu dilahirkan dan diatur

dalam

suatu sistem organisasi tersebut. Sebagai suatu sistem organisasi, fenomena ekonomi

masyarakat terikat pada sistem pranata dan norma -norma yang sama. Konsepsi ini

menempatkan individu sebagai pihak yang pasif dalam ak tifitas ekonomi karena

ekonomi

sebagi suatu sistem menentukan bagaimana individu bertingkah laku. Kalau diamati

lebih

lanjut, cara pandang penganut aliran subtantif mengabaikan gejala perubahan

ekonomi16

dalam masyarakat. Peranan inidividuterhadap perubahans istem ekonomi tidak

mendapat

perhatian khusus.

Pandangan subtantif mengenai fenomena ekonomi yang memandang individu

bersifat statis juga kurang dapat diikuti. Pandangan tersebut mempunyai kejajaran

dengan

konsep kebudayaan yang melihat bahwa manusia mener ima kebudayaan sebagai

suatu

yang diterima begitu saja. Kal au gejala kebudayaan dipandang dari tingkat individu

maka

akan terlihat bahwa tidak semua individu nempunyai respon yang sama terhadap

system

social budaya yang membelenggu system ekonomi. Misalnya dapat kita lihat pada

masyarakat Tator dalam pesta kematiannya, semua biaya -biaya atau nilai ekonomi

pesta

tersebut tidak diperhatikan karena sudah menganggap suatu tradisi yang mesti

dilakukan.

Penganut aliran ini juga menekankan pentingnya menempatkan a ntropologi

ekonomi dalam suatu studi sistem ekonomi komparatif, yang cakupannya meliputi

deskripsi dan analisis semua sistem ekonomi, baik sistem ekonomi industri dan pra

industri, baik yang masih hidup maupun yang sudah tiada. Dengan melakukan studi

komparatifini, maka peneliti akan menemukan tentang keterbatasan hukum -hukum

ekonomi dan menemukan universalitas dari hukum -hukum tersebut. Disiplin

antropologi

sebagai induk yang mengibarkan pentingnya studi komparatif untuk menarik

generalisasi

Page 18: ANTROPOLOGI EKONOMI

empiris pun mengalami kesulitan karena studinya berurusan engan konsep lintas

budaya.

Pendekatan subtantif pada akhirnya lebih menghasilkan suatu tipologi daripada

universalitas dari suatu teori.

Dalam pendekatan subtantif juga ditemukan sifat relativistik yang mengemuk akan

bahwa sistem ekonomi suatu masyarakat merupakan bagian integral dari kebudayaan

masyarakat tersebut. Akibatnya, karena kebudayaan masyarakat bersifat relatif, maka

gejala ekonomi yang terjadi pada masyarakat tersebut relatif pula. Oleh karen aitu,

penganut pendekatan ini menghendaki suatu studi komparatif dalam menelorkan teori

-teori

ekonomi. Pendekatan ini menolak teori ekonomi barat karena teori ekonomi ini

dibangun

dari masyarakat baratyang kebuadayaannya berbeda dengan kebudayaan suku -suku

bangsa

diluar Eropa.17

Dalam mengkaji ekonomi, penganut aliran ini kemudian mencoba menyelami alam

pikiran pelaku ekonomi secara induktif. Kecendrungan bersifat relativisme sejalan

dengan

kecendrungan pendekatan ini bahwa gejala kebudayaan yang ditangkap merupakan s

istem

makna yang ada dalam masyarakat dalam kaitannya dengan pengelolaan sumber

daya.

Meskipun individu memiliki sistem kognitif yang berbeda dalam bertingkah laku

ekonomi,

tetapi mereka mempunyai kesamaan pandangan tentang ekonomi, karena pandangan

ekonomi itu berkaitan dengan aspek-asek sosio-kultural yang mereka miliki. Reevan

engan

pendekatan tersebut, aliran ini juga melihat perekonomian sebagai proses pemberian

makna

material (ekonomi). Konseps ini mengarahkan peneliti untuk melihat gejala ekonomi

buk an

pada penampilan (performance), atau barang maupun tingkah laku yang nampak,

tetapi

pada pikiran-pikiran yang mendasari terwujudnya barang dan tingkah laku tersebut.

Seperti aliran formalis, menganalisis ekonomi sebagai bidang studi, tetapi perhatian

penganut aliran subtantif juga mencakup diluar ekonomi dalam arti harafiah, karena

Page 19: ANTROPOLOGI EKONOMI

mencakup aspek sosio-kultural yang terkait pada perilaku ekonomi. Hal ini terjadi

karena

umumnya para penganut subtantif mengabaikan keberadaan gejala ekonomi yang

lepas dari

aspek sosio-kultural seprti yang diperhatikan para ahli ekonomi. Mereka lebih

memberikan

perhatian terhadap hubungan antara aktivitas ekonomi dengan organisasi sosial serta

aspek -

aspek budaya dalam masyarakat. Kecendrungan ini kiranya masuk akalkarean sesua i

dengan kenyataan di lapangan bahwa aktivitas ekonomi dalam masyarakatprimitifdan

peasant terintegrasi dengan sistem sosial dan kultur. Keadaan ini memaksa para

antropolog

untuk mengkaji masalah ekonomi sekaligus pada waktu yang sama mengkaji aspek

sosio -

kultural yang melekat pada masalah tersebut.

C. PENDEKATAN NEO-SUBTANTIF

Pendekatan ini menganggap ekonomi sebagai penguasaan barang dan jasa secara

teratur untuk memenuhi kebutuhan Bio - sosial. Ekonomi Subsistensi merupakan

pemevahan pemenuhan pokok sehar i-hari, tokohnya yaitu James Scoot tentang

moral18

ekonomi petani yaitu, kontimyuitas atas sumber - sumber ekomomi, distribusi resiko

yang

bersifat sosial, sepenanggungan ada perasaan untuk memberi bantuan.

Kedermawanan

merupakan wujud distribusi resiko sehin gga ada system Bantu membantu, patro

client

jalinan kerjasama yang mapan dan kuat berfungsi sebagi pemberitahuan pada yang

lemah

sehingga keselarasan dapat berjalan secara merata dan keseimbangan kepada semua

masyarakatdimana factor - factor produksi selalu terbatas sehingga perlu dijaga

keseimbangannya.

James Scott dalam bukunya yang terbit tahun 1976 berusaha untuk menerangka tata

ekonomi masyarakat peasant di Asia Tenggara dan kaitannya dengan peristiwa

pemberontakan yang lekat dengan sejarah kontemporer mereka. Sebagai langkah

pembuka

bukunya, Scott menunjukkan fakta bahwa kehidupan ekonomi peasant hanyalah

sedikit di

Page 20: ANTROPOLOGI EKONOMI

atas garis subsistensi mereka. Secara tegas angka garis subsistensi itu sendiri tidak

pernah

diterangkan oleh Scott, menurutnya angka terse but cenderung berbeda dari satu

masyarakat

ke masyarakat lain namun berapa perbedaannya juga tetap tidak jelas, kondisi seba

miskin

itu pula yang memunculkan etika subsistensi. Di mata Scott dan teman -teman satu

alirannya, desa peasant yang harmonis yang memberikan jaminan sosial bagi

kelangsungan

hidup warganya, yang tampil sebagai benteng yang melindungi warganyadari

ancaman

hidup di bawah garis subsistensi. Bahwa tata ekonomi peasant diikat oleh sistem

moral

peasant, agar beban kerja dan rejeki terbagi s ecara merata sehingga tidak ada satu

warga

desa pun yang sampai mengalami kelaparan. Scott juga percaya bahwa perilaku

ekonomi

masyarakat peasant dilangsungkan berdasar prinsip dahulukan selamat. Di bawah

tekanan

kemiskinan dan ekosistem yang sering banyak ulah, peasant terpaksa

mengembangkan

prinsip ekonomi mendahulukan keselamatan hidup daripada mengeluarkan energi

untuk

melakukan perbaikan nasib.

Dalam kondisi kehidupan yang penuh ancaman itulah peasant baru berani

melakukan inovasi, mengeluarkan investa si didalam dua kemungkinana kondisi.

Pertama,

bila keamanan subsistensinya sudah terjaga dan ia yakin benar bahwa investasi

tadiakan

mendatangkan hasil. Di mata pemikir ekonomi moral sistem ekonomi pasar yang

kapitalistik hadir ke hadapan kaum peasant seba gai suatu ancaman terhadap tata

kehidupan19

desa mereka yang komunal dan memberi jaminan subsistensi. Ketika para peasant

berbondong-bondong memasuki pasar, menjual produk pertanian dan menual tenaga

kerja

hal itu terjadi, dalam pandangan ekonomi moral, akib at adanya kekuatan dari luar

yang

Page 21: ANTROPOLOGI EKONOMI

memaksa. Kedua ketika mereka merasa etika subsistensi mereka mendapat ancaman.

Inovasi disisni termasuk melibatkan diri dalam ekonomi pasar dan melakukan makar

dan

pemeberontakan. Kondisi sosial baru, sisitem pasar yang ka pitalistik, bagi kaum

peasant

adalah ancaman terhadap harmoni desa dan etika subsistensi yang ada didalamnya.

Pemebrontakan kaum peasant, dalam pandangan Scott, adalah upaya untuk

menghilangkan

ancaman tersebut, pemberontakan adalah upaya untuk menjaga kea manan struktur

sosial

lama yang aman dan harmonis.

D. PENDEKATAN NEO-FORMAL

Pendekatan Neo Formalis atau juga biasa disebut dengan ekonomi politik adalah

aktivitas ekonomi yang berarti cara berproduksi, distribusi, dan konsumsi yang

dilakukan

dengan menggunakan lembaga atau pranata-pranata sosial dengan tujuan untuk

memperoleh keuntungan. Salah satu tokohnya adalah S. L Popkin (Rational of

Peasants).

Dalam ekonomi formal ia bersifat lepas, bebas dari hubungan institusi atau lembaga -

lembaga, sedangkan dalam ekonomi neo-formal ia mengandalkan institusi formal

politik

yng dapat dikelola dalam rangka usaha -usaha ekonomi.

Ekonomi yang berkenaan dengan pendekatan neo formalis adalah the study of

alocation of source means to al ternative ends, dimana defenisi ini bersangkut paut

dengan

“choice action” yaitu setrap individu menjalin relasi dengan institusi pengontrol

sumber

daya yang dibutuhkan dalam rangka keuntungan/usaha -usaha ekonomi. Dalam

choice

action terdapat biaya keuntungan, kwalitas skill, dan kondisi sumb erdaya. hal

tersebut

harus didukung, motivasi yang tinggi, informasi yang luas, kebebasan secara luas full

emproyment.

Popkin menyatakan bahwa ketika kaum peasant melibatkan diri dalam ekonomi

pasar, menanam tanaman komoditi, atau menjual tenaga ke pasar, hal itu terjadi

bukan

Page 22: ANTROPOLOGI EKONOMI

karena mereka merasa subsistensinya terancam (seperti yang diutarakan sebelumnya

oleh

Scoot dalam tulisannya), melainkan karena mereka melihatbahwa pasar

menawarkan20

peluang kehidupan yang lebih baik daripada yang ada di desa. Pembero ntakan kaum

peasant bukanlahupaya resporatif untuk menjaga kelanggengan struktur sosial lama,

melainkan upaya untuk menciptakan struktur sosial baru yang lebih menguntungkan,

agar

akses mereka terhadap sumber -sumber ekonomi menjadi semakin besar.

Pandangan romantis seperti yang dituduhkan Popkins terhadap Scott yang

memebawa para pemikir moral pada anggapan yang sesat mengenai desa peasant. Di

mata

Scott dan teman-teman satu alirannya, desa peasant yang harmonis yang memberikan

jaminan sosial bagi kelangsun gan hidup warganya, yang tampil sebagai benteng

yang

melindungi warganya dari ancaman hidup di bawah garis subsistensi. Desa peasant

menurut Popkin, sama sekali jauh dari kondisi harmonis dan penuh dengan

eksploitasi.

Menurut Popkin desa-desa peasant lebih tepat dipandang sebagai korporasi, bukan

sebagai

komun dan hubungan patron-klien harus dilihat sebagai eksploitasi bukan sebagai

hubungan paternal. Ketika kaum peasant samapi pada kondisi desa yang sekarang ini

mereka miliki, maka desa itu adalah desa yan g lebih baik keadaannya daripada desa

tradisional, desa mereka yang terdahulu. Dewasa ini, masyarakat peasant tinggal di

desa -

desa yang bercirikan :

1. Tanggung jawab pembayaran pajak secara individual

2. Kekaburan batas desa dengan dunia luar.

3. Tidak ada atau sedikitnya larangan pemilikan tanah bagi orang luar desa.

4. Kekaburan perasaan sebagai warga desa

5. Privatisasi tanah milik

Sebagai kebalikan dar desa terbuka, dahulu kaum peasant tinggal di desa -desa

tertutup (corporate village) yang bercirikan :

1. Pajak dibayar secara kolektif sebagai tanggung jawab desa.

2. Batas yang tegas antara desa dengan dunia luar

3. Adanya larangan penguasaan lahan atau tanah sebagai hak milik pribadi.

4. Konsep kewargaan desa yang jelas21

Page 23: ANTROPOLOGI EKONOMI

5. Tanah merupakan hak ulayat desa.

Desa tertutup ini bukanlah desa seperti yang dibayangkan kaum ekonomi moral.

Pembayaran pajak secara kolektif ternyata bukan mekanisme untuk meringankan

bebean

golongan miskin sebab aturan pembagian bebean pajakdiantara warga desa sama

sekali

tidak jelas. Golongan kaya di desa belum tentu membayar pajak dalam persentase

yang

lebih besar daripada golongan miskin. Bahkan bisa jadi justru sebaliknya, golongan

kaya

memiliki pengaruh untuk memperkecil jatah pajaknya dan melimpahkan sisa

pajaknya

kepundak golongan miskin. Desa tertutup ternyata juga desa yang memberi jaminan

bagi

terjaganya keamanan subsistensi kaum peasant. Ketika panen berlangsung, golongan

paling

miskin hanya diberi kesempatan untuk mencari remis -remis gandum atau padi yang

tersisa

atau jatuh di atas tanah. Mereka tidak direkrut sebagai tenaga permanen bukan

karena

mereka tidak dapat memetik padi, namun mereka dicurigai akan mencurihasil panen.

Desa

tertutup dengan tanah komunalnyajuga tidak sendirinya membuat golongan miskin

memiliki akses terhadap tanah.

Hubungan patron klien di desa-desa tertutup sama sekali bukan hubungan timbal

balik yang melindungi kepentingangolongan miskin di desa seperti yang diasumsikan

oleh

aliran eknomi moral. Hubungan patron klien dalam pendekatan ekonmi politik

dianggap

sebagai hubungan eksploitasi. Patron selalu berusaha mencegah agar para kliennya

tetap

terikat secara ekonomis kepadanya tanpa mereka memiliki kemampuan menawar

terhadap

segala tuntutan yang diajukan oleh patron.

Di mata pemikir ekonomi moral sistem ekonomi pasar yang kapitali stik hadir ke

hadapan kaum peasant sebagai suatu ancaman terhadap tata kehidupan desa mereka

yang

Page 24: ANTROPOLOGI EKONOMI

komunal dan memberi jaminan subsistensi. Ketika para peasant berbondong -

bondong

memasuki pasar, menjual produk pertanian dan menual tenaga kerja hal itu terja di,

dalam

pandangan ekonomi moral, akibat adanya kekuatan dari luar yang memaksa.

Kenyataannya, menurut Popkin bukan seperti itu. Pasar bukanlah ancaman bagi kaum

peasant di pedesaan, sebaliknya pasar justru membuka peluang agar produk mereka

memperoleh harga yang lebih baik, dan disisi lain menyediakan bahan makanan

dalam

jumlah yang melimpah sepanjang waktu. Dengan kondisi sosial ekonomi di dalam

desa22

yang demikian payah, maka tanpa disuruh ketika ekonomi pasar merembes ke

pedesaan

kaum peasant akan berbondong-bondong mengalir kesana. Dengan kondisi internal

desa

seperti yang telah diuraikan tersebut, maka sama sekali tidak ada alasan untuk

menyatakan

bahwa pemberontakan kaum peasant adalah upaya untuk merestorasi struktur sosial

alam

yang tergoncang oleh kolonialisme dan ekonomi pasar yang kapitalistik.

Pemberontakan kaum peasant juga tidak disebabkan oleh terjadinya gangguan

terhadap pemenuhan kebutuhan subsistensi mereka. Kasus pemberontakan di

Vietnam

menunjukkan bahwa gerakan kaum peasant dilatar belak angi oleh keinginan untuk

merebut

masa depan yang lebih baik. Namun demikian kaum peasanttidak akan sembarangan

melibatkan diri dalam gerakan pemberontakan, yang akan membuahkan hasil dalam

jangka

panjang dan juga grekan kolektif lainnya kecuali mereka yak in akan diuntungkan

oleh

gerakan tersebut.

Bukannya diikat oleh moralitas kolektif, peasant adalah manusia individual yang

kepalnya penuh dengan perhitungan untung rugi untuk kepentingan dirinya. Sebagai

akibatnya, peasant tidak mau sembarangan melibatka n diri dalam aktivitas kolektif

bila

secara subjektif dia tidak mendapatkan hasil. Keterlibatan seorang peasant dalam

aktivitas

Page 25: ANTROPOLOGI EKONOMI

kolektif menurut Popkin akaj mempertimbangkan empat faktor :

1. Pengorbanan yang harus dikeluarkan, disini termasuk resikodari kete rlibatan

suatu aktivitas. Ikut memeberontak misalnya, pengorbanannya adalah waktu

dan tenaga, resikonya adalah mati atau ditangkap penguasa.

2. Hasil yang mungkin diterima. Bila hasilnya seimbang dengan pengorbanan

peasant cenderung akan melibatkan diri dalam aktivitas kolektif.

3. Kemungkinan keberhasilan aktivitas kolektif tersebut. Apakah memiliki

kemungkinan berhasil atau tida, apakah aktivitas kolektif tadi secara efesien

memberika sumbangan dalam pencapaian keberhasilan aktivitas kolektif yang

tingkatnya lebih tinggi.23

4. Kemampuan kepemimpinan dan kepercayaan terhadap pemimpin. Apakah

pemimpin gerakan kolektif dapat dipercaya atau tidak, apakah orang tersebut

akan membawa kepada usaha atau tidak.

Empat prasyarat di atas dapat menerangkam mengapa tidak setiap pe mberontakan

memperoleh dukungan dari para peasant di pedesaan. Hanya gerakan -gerakan

kolektif

yang dinilai akan mendatangkan untung saja yang akan mendapatkan keuntungan dari

mereka.

E. PENDEKATAN NEO-MARXIS

Karl Marx (1818-1883) bukan antropolog. Dia juga tidak menganggap dirinya

demikian. Tapi, bahkan antropolog konservatif yang melihat hanya seonggok

ideologi

bangkrut di pojokan kumuh dunia kapitalis, mau tidak mau harus memperhatikan

berbagai

unsur gagasannya tentang manusia, masyarakat, dan kebudayaan. Paling tidak untuk

mencela teori materialistiknya tentang tatanan masyarakat dan kemestian perubahan

tatanan ini yang radikal. Karl Marx, sekali lagi, bukan antropolog. Begitu pula

Frederick

Engels (1820-1895). Kita mengetahui keduanya lebih sering membac a dan

mengambil

hikmah dari trinitas suci karya sosialis radikal Prancis, filsafat spekulatif Jerman, dan

ekonomi-politik Inggris daripada karya -karya antropologi.

Memang tak bisa dikhilafi bahwa karya etnologi klasik yang menggugah gagasan -

gagasan materialis dan evolusionis dalam mengkaji masyarakat dan kebudayaan

adalah

karya L.H. Morgan (1818-1881) Ancient Society. Di dalam karya tersebut, Morgan

memilah-milah rangkaian sejarah masyarakat manusia ke dalam tahap -tahap yang

Page 26: ANTROPOLOGI EKONOMI

bertumpu pada landasan material berupa penggunaan api, busur dan panah, perkakas

keramik, hewan jinakan, tulisan, dan sebagainya. Baik Marx maupun Engels

terperangah

betapa Morgan dengan caranya sendiri mengkaji masyarakat pra -kapitalis dengan

pendekatan materialisme sejarah. Dalam hasi l penelitian selama empat puluh tahun

lebih

tersebut, Morgan menyoroti kenyataan bahwa lembaga -lembaga pokok yang menjadi

buhul

masyarakat kapitalis seperti keluarga, kepemilikan pribadi, dan negara, terbukti tidak

pernah ada dalam kehidupan prasejarah. Lembaga-lembaga tersebut berkembang

seiring24

dengan perubahan-perubahan dalam pola produksi material masyarakat manusia

dalam

kerangka evolusi.

Data Morgan menegaskan kembali pemikiran Marx bahwa lembaga sosial bukanlah

sesuatu yang baku dan abadi, tapi dihasilkan dari keadaan sosial -ekonomi tertentu.

Selain

itu, dalam kerangka teoritis Morgan, sebagian besar sejarah manusia bisa dipahami

dengan

lebih baik lewat analisis atas kondisi materialnya. Teori evolusi Morgan seolah

menunjukkan bahwa segala hal—perang, kelas sosial, kemiskinan, parlemen, agama,

atau

seni—dapat dijelaskan dengan menelaah landasan teknologi, ekonomi, dan

lingkungan

masyarakat tersebut, dan hubungan sosial yang didirikan orang dalam kaitannya

dengan

faktor-faktor ekonomis dan lingkungan ini.

Pengadopsian gagasan Marx sebagai suatu pendekatan dalam Ekonomi baru

terpecah menjadi tiga golongan yaitu Kultural matralial, Struktural Marxsis, dan Neo

-

Marxsis. Gagasan Marx yang dipakai dalan Antropologi Ekonomi baru karena adanya

kesamaan yaitu keduanya mempelajari sistem ekonomi masyarakat. Dari pemikir

antropologi ekonomi baru kelompok struktural marxsis dan neo marxis yang sama

memiliki jalur pemikiran yang sejalan dengan Substantivis, karena ada kesamaan

gagasan

antara substantivis dengan Marx isme, bahwa sistem ekonomi adalah gejala yang

melkat

Page 27: ANTROPOLOGI EKONOMI

pada institusi sosial dan teori -teori ilmu ekonomi tidak dapat diterapkan secara

universal.

Bagi kaum Marxis pemikiran teori -teori ekonomi modern dibangun atas realita dan

logika

masyarakat kapitalis dan sementara itu tidak semua masyaraka didunia ini adalah

kapitalis.

Dalam Pengantar Antropologi Ekonomi Marxsisme Antropologi Ekonomi baru ini

dianggap sebagai Substativisme dan yang membedakannya dari substantivisme murni

(yang cenderung mempelajari proses distribusi) adalah mereka lebih tertarik pada

proses

produksi yang mereka yakini sebagai pondasi dari sistem sosial.

Penghidangan kembali Marxisme di meja-meja teori antropologi sejalan dengan

upaya kritik terhadap ancangan Marxisme Ortodoks dan pemasakan kembali gagasan

Marx

dalam kuali baru. Gerakan ini sering disebut sebagai neo -Marxisme. Di Perancis,

karya

filsuf marxis Perancis Louis Althusser dipadu dengan pemikiran antropologi Lévi -

Strauss.25

Muncullah Maurice Godelier dan Claude Meillassoux yang men yambung gagasan

Althusser bahwa ‘Marxisme bisa digunakan untuk memahami tatanan masyarakat pra

-

kapitalis’ sambil mencari hikmah dari kajian kekerabatan masyarakat pra -

kapitalisnya

Lévi-Strauss. Mata air baru penafsiran Marx dengan kacamata Lévi -Strauss ini

muncul di

Paris dasawarsa 1970-an. Dari situlah sungai Marxisme Struktural mengalir hingga

Inggris

dengan Maurice Bloch sebagai penjaga alirannya. Selain di Perancis dan Inggris,

gerakan

Marxisme struktural juga berkembang di lingkungan antropologi Skandi navia,

Belanda,

dan India. Ciri umum gerakan ini adalah perhatiannya pada organisasi sosial dan

politik

dari produksi serta hubungan asimetris di dalamnya.

Tidak seperti materialisme ekologis dan teori-teori Marxian lain yang berkembang

di Amerika Serikat , Marxisme struktural tidak menekankan aspek lingkungan atau

tekno -

Page 28: ANTROPOLOGI EKONOMI

ekonomi sebagai kekuatan penentu, tetapi lebih pada hubungan -hubungan sosial

yang

mengikat orang dalam suatu kolektif seperti sistem kekerabatan. Ciri lainnya adalah

perhatian pada kajian atas etnografi-etnografi masyarakat pra-kapitalis yang

merupakan

bidang telaah tradisional dalam antropologi. Hubungan antara Marxisme dan

antropologi

pernah begitu dekat sekaligus pernah berlawanan. Karl Marx dan pemikir Marxis

yang

ingin membedakan dirinya dari pemikir-pemikir sosialis sebelumnya lewat penguatan

sisi

ilmiah sosialismenya, telah mengambil banyak hikmah dari kajian -kajian antropologi

klasik. Di sisi lain, ancangan teoritik Marx dan pemikir Marxis tidak sedikit pula

mempengaruhi penyusunan teori-teori besar dalam sejarah antropologi. Oleh karena

itu,

kedudukan Marxisme dalam antropologi tidak bisa dipandang sebelah mata dan

menjadi

sama pentingnya dengan gerakan fungsionalisme, strukturalisme, atau simbolisme

dalam

sejarah teori antropologi.

Teori Marxis membedakan sistem ekonomi (berbagai pertalian sosial dan teknologi

produksi) dari lembaga politik-hukum dan ideologi yang menopangnya. Metafora

struktur

fisik digunakan. Sistem ekonomi merupakan basis (atau infrastruktur). Lembaga yang

mempertahankan dan melangsungkan kekuatan dan perkaitan produksi merupakan

suprastruktur. Tetapi pada saat menerapkan pola konseptual ini pada masyarakat

nyata

(khususnya pada berbagai ragam masyarakat yang dikaji antropolog) banyak

terjadi26

perdebatan. Penafsiran Soviet ortodoks tentang Marxis mengartikan ‘determinasi

tahap

akhir’ sebagai determinasi ekonomi yang langsung, yang bisa dibandingkan dengan

determinasi ekologi dari aliran materialisme budaya seperti Harris.

Istilah neo- Marxis disini dipakai untuk menyebut secara leluasa para penganut

ekonomi baru yang berada diluar lingkaran struktural Marxis yang dianut terutama

oleh

Page 29: ANTROPOLOGI EKONOMI

para pemikir Prancis. Dalam keragaman alur pemikiran dan objek pembahasan yang

cukup

tinggi, terlihat ada kesamaan yang mungkin dapat di pakai untuk menandai kelompok

ini.

Topik studi yang dipilih para pemikir kelompok ini umumnya berputar -putar di

sekitar

masalah eksploitasi, kemiskinan dan ketimpangan sosial. Pangkal dari gejala ini

mudah

ditebak, yaitu dari ajaran Marxis sendiri mengenai kelas sosial dan eksploitasi kelas.

Oleh

pemikir neo- Marxis topik tersebut diperluas, sehingga menjangkau bukan saja

hubungan

antar golongan umur, jenis kelamin dan antar negara. Bahkan disamping itu

kelompok ini

juga mewarisi pola pikir Marx yang bersif at total dan material. Sementara dikalangan

pemikir struktural. Sementara dikalangan pemikir struktural Marx ajaran material ini

sedkit

dicampur aduk dengan ajaran ideal dengan jalan menempatkan ‘struktur bawah sadar’

sebagai jalan untuk mengungkap determi nasi.

Pengikut neo-Marxis seperti Godelier (dalam Keesing 1999:186), ketika mencari

dalam karya Marx sendiri dasar yang lebih kukuh bagi antropologi ekonomi, menolak

determenisme ekonomi. Godelier mencatat bahwa dalam masyarakat, di masa dan

masa

kini yang telah dikaji oleh antropolog mengasumsikan bahwa tidak ada pemisahan

yang

jelas antara lembaga ekonomi dan lembaga kekerabatan, politik maupun keagamaan.

Jika

ada perbedaan yang mencolok antara basis dan infrastruktur maka perbedaan itu

harus atas

dasar fungsi. Jika hubungan kekerabatan atau ritus keagamaan berfungsi untuk

mengatur

produksi dan distribusi, maka dalam hal ini hubungan tersebut merupakan unsur -

unsur dari

sistem ekonomi. Hubungan kekerabatan dan ritus keagamaan tampak dipermukaan

dan

berfungsi sebagai bagian dari suprastruktur suatu sistem sosial. Dengan demikian

berarti

Page 30: ANTROPOLOGI EKONOMI

bahwa semua itu bertujuan memepertahankan sistem hubungan sosial yang ada, atau

menurut istilah Marxisme ‘mereproduksi’ saran bagi kelangsungan sistem.

Kekerabatan,

dengan mengatur perkawinan mengahsilkan tenaga kerja. Agama, menurut mata

para27

pesertanya, memelihara kosmos seperti misalnya musim, kesuburan tanam -tanaman,

kekuatan gaib, tanpa semua itu upaya produktif manusia tidak akan dapat

diwujudkan.

Tetapi, menurut Godelier, dalam suatu masyarakat tribal kekerabatan berarti lebih

jauh dari

sekedar fisik menghasilkan angkatan kerja melalui kelahiran, pengasuhan da n

subsistensi,

suatu fungsi yang dimainkan oleh kekerabatan didalam suatu masyarakat industri

atau

feodal. Di dalam masyarakat peasant, kekerabatan melengkapi sistem mana produksi

itu

sendiri diatur dan melalui mana distribusi berjalan. Sebagai gambaran, di India

mayoritas

penduduknya beragama Hindu, lembaga keagamaan tidak hanya ‘mereproduksi’

kosmos

dan memperkokoh hubungan sosial dari produksi; melalui sistem kasta, suatu tatanan

keagamaan yang didasarkan pada kesucian dan kecemaran membentuk hubungan

produksi.

Kaum paria mengerjakan pekerjaan kasar karena pekerjaan itu dianggap akan

mencemari

kesucian kasta-kata lainnya.

Dalam sistem sosial yang kompleks, hasil kerja manusia dihimpun dalam bentuk

kekayaan, bentuk fisik bangunan, kota, pengairan, peternakan, piranti -piranti dan

sebagainya. Dalam suatu ‘sistem kelas sosial’ (misalnya buruh -tani, budak, tentara,

seniman, pemuka agama, penguasa), kelas penguasa mengendalikan sistem melalui

alat

negara dengan menindas dan memaksa, sehingga bisa menyedot surplus pangan dan

memegang kendali terhadap saran produksi (atau melalui berbagai ideologi

keagamaan

yang mengajarkan kepatuhan seperti halnya pengorbanan manusia dikalangan susku

Aztect

Page 31: ANTROPOLOGI EKONOMI

sebagai sesuatu hal yang diperlukan bagi kesuburan pertanian dan upaya

menyenangkan

para dewa). Tetapi pada masyarakat peasant (primitif) yang tidak mengenal kelas

sosial,

hanya terdapat sedikit sekali kerja manusia yang bisa dikumpulkan dari masa lalu –

sedikit

harta benda, tidak ada candi atau kota yang besar, sedikit piranti tidak lebih banyak

dari

yang bisa dibuat oleh setiap keluarga untuk keperluan mereka sendiri. Menjadi

persoalan,

menurut Godelier, adalah hasil kerja manusia yang masih hidup dan karena itu

pendapatnya disitulah arti dominan lembaga kekerabatan, perkawinan dan keturunan,

yang

secara fisik menghasilkan angkatan kerja.

Aliran kelompok pada dasarnya mewarisi pola piki r Marx yang bersifat total dan

material. Sementara dikalangan pemikir struktural Marx ajaran ini material ini

sedikit28

banyak dicampur aduk dengan ajaran ideal dengan menempatkan struktur bawah

sadar

sebagai jala untuk mengungkap determinasi. Godelier dalam pandangan kelompok

ini telah

melakukan kekeliruan, yakni ketika ia menyatakan bahwa fungsi ekonomi dari

kekerabtan

itulah yang membuat kekerabatan tampil sebagai faktor dominan dalam kehidupan

sosial

masyarakat tribal (Khan dan Liobera dalam Sairin dkk). Dengan menekankan diri

pada

fungsi inilah, tanpa disadari Godelierterjebak lagi dalam masalah teleologika

fungsionalisme – bahwa burung punya sayap karena ia harus terbang, bahwa

kekerabatanpada masyarakat tribal tampil sebagai organisasi produksi karena m

asyarakat

tribal harus hidup berburu dan meramu. Persoalan penting bila kita menggunakan

konsep -

konsep Marxisme mengenai basis dan suprastruktur guna menganalisis ruang lingkup

masyarakat yang di kaji oleh para antropolog (Keesing 1999:187), tidak akan dit

emukan

Page 32: ANTROPOLOGI EKONOMI

wadah tersendiri tentang ‘sistem perekonomian’, ‘sistem kekerabatan’, ‘agama’

dengan

ekonomi sebagai dan selebihnya sebagai suprastruktur. Pengkotak -kotakan menjadi

beberapa subsistem secara fungsional adalah khas bagi berbagai jenis masyarakat

kompleks. Lanjut Keesing memandang bahwa berbagai kebiasaan dan lembaga dunia

tribal

tidak hanya berdasarkan pengertian simbolik melalui mana hal itu diungkapkan

(kewajiban

kekerabatan, kepercayaan perihal kecemaran kaum wanita, tuntutan leluhur),

melainkan

pemahaman tentang apa yang mereka lakukan, dalam pengertian tentang hubungan

yang

mengatur manusia satu sama lain dan terhadap dunia.

Polanyi membedakan ekonomi menjadi formal dan subsansial, formal dalam arti ini

formal berarti ekonomi seperti yang diteran gkan oleh ilmu ekonomi dan dikenal

sebagai

proses maksimalisasi dan berorientasi kepada profit. Sedangkan substansial berarti

upaya

manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup ditengah lingkungan alam dan lingkungan

sosialnya. Dalam arti substantif setiap masya rakat modern, tradisional, atau primitif

pasti

memiliki ekonomi. Polanyi sendiri adalah salah satu tokoh substantif ang berpendapat

bahwa, ekonomi substantif lah yang berlaku universal hal ini didukung oleh

pemikiran

bahwa didalam masyarakat manapun sistem ekonomi atau kegiatan perekonomian

akan

berkembang sesuai dengan nilai -nilai budaya setempat. Ditambahkan juga oleh

Dalton

yang juga beraliran sama dengan Polanyi bahwa teori ekonomi modern tidak dapat

dipakai

untuk mempelajari masyarakat primitif atau tr adisional karena, metode teori

ekonomi29

berkembang dan dimentuk oleh ciri utama inggris diabad ke 19 yaitu industrialisasi

pasar

dan organisasi pasar. Ciri lain dari mekanisme pasar yaitu adanya sifat

ketergantungan :

semua kehidupan materi diambil dari men jual sesuatu dengan mekanisme pasar.

Page 33: ANTROPOLOGI EKONOMI

Perbedaan ini akan sangat berdampak pada perkembangan antropologi ekonomi

kedepan karena perkembangan ilmu ini kedepan akan berpijak pada kedua pendapat

ini.

Setelah masa perdebatan yang mereda dengan sendirinya (sekit ar pertengahan tahun

70 an) perkembangan antropologi ekonomi sebagai satu disiplin yang mulai mantap

bertambah komlpleks. Khasanah keilmuan antropologi ekonomi bertambah dengan

adanya

dua aliran baru, yang pertama adalah Ekonomi baru yang mendapat pengaruh dari

gagasan-

gagasan Marx dan yang kedua adalah Ekonomi personalisme. Dengan begitu debat

substantivis dan formalis tidak menjadi sia -sia karena kedua pemikiran ini masih

dapat

diliahat sebagai sesuatu yang saling melengkapi (walaupun sudah mengalami pero

mbakan)

dalanm aliran Ekonomi baru dan Ekonomi personalisme.

Untuk melihat lebih jelasnya bagaimana pemikiran Formalis dan Substantivis masih

tampak dan saling mempengaruhi pada masa era setelah debat dapat dilihat pada tabel

dibawah ini :

Paradigma Pendukung Teori

Ekonomi Pasar

Penolak Teori Ekonomi

Pasar

Antropologi Ekonomi klasik Formalisme Substantivisme

Antropologi Ekonomi baru Kultural Matrelial Struktural Marxsis neo-

Marxis

Ekonomi Personalisme Ekonomi Politik Eokomi Moral

Ekonomi personal

Pos-Modernisme30

PENUTUP

Dalam kajian ilmu ekonomi modern, kegiatan ekonomi pada intinya berpusat

pada kegiatan produksi barang, distribusi (mendeliverkan barang pada konsumen)

dan

akhirnya pada proses konsumi (menghabiskan atau memakai barang atau jasa). S

emua

proses ini juga terjadi dalam kehidipan ekonomi masyarakat tradisional, walaupun

tidak begitu mendapat perhatian dari ahli ekonomi karena lebih memusatkan

perekonomian pada tingkat global. Dalam sistem matapencarian hidup para ahli

Page 34: ANTROPOLOGI EKONOMI

antropologi juga memperhatikan sistem produksi lokalnya, cara pengolahan

sumberdaya alam, cara pengumpulan modal, cara pengerahan dan manajemen tenaga

kerja. Teknologi dalam sistem produksi, sistem distribusi pasar, dan proses

konsumsinya. Kalau dirinci lebih jauh lagi terma suk didalamnya dikaji bagaimana

keterlibatan keluarga dalam mengkonsumsi suatu barang juga sistem distribusi seperti

apa yang digunakan, siapa saja yang terlibat dalam proses produksi, dan lain

sebagainya. Di dalam buku pengantar ilmu antropologi terlihat Koentjaraningrat

begitu

membatasi kajian ekonomi pada sistem mata mencarian hidup hanya dalam ruang

lingkup yang kecil saja dan menganggap hal -hal seperti proses distribusi yang besar

dengan jaringan yang luas dan sistem ekonomi yang berdasarkan pada indus tri

merupakan murni kajian ahli ekonomi. Sehingga memberikan kesan pemahaman

bahwa antropologi adalah ilmu yng tertinggal (membatasi diri pada hal -hal yang

seharusnya bisa menjadi kajian antropologi, dengan tidak lepas dari akar ilmu

antropologi sendiri tentunya).

Kajian-kajian yang luas mengenai perekonomian di tingkat global,

perekonomian negara, ketertinggalan negara -negara dunia ketiga (yang akar

permasalahannya juga adalah masalah ekonomi), proses pembuatan kebijakan oleh

pemerintah, pola perilaku konsumen, bahkan penciptaan dan inovasi produk baru

dalam proses produksi sebenarnya bisa diperdalam dan dipelajari oleh spesilaisasi

ilmu

antropologi seperti antropologi ekonomi, antropologi terapan dan antropologi

perkotan.31

DAFTAR PUSTAKA

Ahimsa Putra, Heddy Shri,. Dkk, (2003) Ekonomi Moral, Rasional dan Politik Dalam

Industri Kecil di Jawa: Esei -Esei Antropologi Ekonomi. Yogyakarta: Kepel

Press

Boudrellard, Jean P. (2004) , Masyarakat Konsumsi , Yoyakarta: Kreasi Wacana

Clammer, Jhon., (2003) Marxisme Antropologi : Studi Ekonomi Politik dan

Pembangunan, Yoyakarta.

Elfindri (2002), Ekonomi Patron Klien, Padang: andalas University Press

Keesing, Roger M. (1999), Antropologi Budaya: Suatu Perspeketif Kontemporer ,

Jakarta:

Erlangga.

Kleden, Ignas. (2000). Krisis Radikalisme dan Pelipu Lara. Lembaga Lintas Timur.

Majalah Tempo edisi Agustus 2007 . www.Google.com. Jakarta.

Koentjaraningrat (1990) Sejarah Teori Antropologi jilid II, Jakarta: UI Press

Page 35: ANTROPOLOGI EKONOMI

______________ (1981) Pengantar Antropologi, Jakarta: UI Press.

Mas’oed, Mohtar (2003), Ekonomi Politik Internasional dan Pembangunan ,

Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Mulyadi, Fadli. (2008). Aspek Tenaga Kerja dalam Pembangunan Ekonomi Daerah :

Studi

Kasus di Kalimantan Timu, Buletin Penelitian: Universitas Hasanuddin.

Reksohadiprodjo, Sukanto (1999), Dasar-Dasar Manajemen, Yogyakarta: BPFE.

Saifuddin, Achmad Fedyani. (2006) Antropologi Kontemporer : Suatu Pengantar

Kritis

Mengenai Paradigma, Jakarta: Kencana.

Sairin, Sjafri., Pujo Semedi dan Bambang Hudayana (2002), Pengantar Antropologi

Ekonomi Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Sofa, Pakde. (2008). Sejarah Pemikiran Ekonomi Praklasik, Klasik, Sosialis dan

Neoklasik.

www.Google.com

Suseno, Franz Magnis., (2005) Pemikiran Karl Marx : Dari Sosialisme Utopis ke

Perselisihan Revisionisme. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.