Upload
neng-ayurati
View
24
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
farmakologi
Citation preview
PEMBAHASAN KASUS 1
1. Golonga obat apa yang digunakan untuk mengatasi nyeri haid tersebut?
Pasien ini mengalami disminore primer. Salah satu teori terjadinya disminore primer adalah
teori prostaglandin (PG). Teori ini menjelaskan bahwa PG yang dihasilkan uterus menyebabkan
hiperaktivitas miometrium. Kontraksi miometrium tersebut akan mengurangi aliran darah,
sehingga terjadi iskemia sel-sel miometrium yang mengakibatkan timbulnya nyeri spasmodik.
Selain itu prostaglandin menyebabkan sensitisasi reseptor nyeri terhadap stimulasi mekanik dan
kimiawi. Berdasarkan teori diatas, maka golongan obat yang dipilih untuk pasien ini adalah
AINS.
2. Bagaimana mekanisme kerja dan efek sampingnya?
Adapun mekanisme kerja obat golongan AINS adalah menghambat enzim siklooksigenase
sehingga konversi asam arakidonat menjadi prostaglandin terganggu. Enzim siklooksigenase
terdapat dalam 2 isoform yaitu KOKS-1 dan KOKS-2. Secara garis besar KOKS-1 esensial
dalam pemeliharaan berbagai fungsi dalam kondisi normal di berbagai jaringan khususnya ginjal,
saluran cerna dan trombosit. Sedangkan KOKS-2 diinduksi oleh proses inflamasi. Efek samping
yang muncul didasari oleh hambatan pada sistem biosintesis PG. Efek samping yang paling
sering terjadi adalah induksi tukak lambung atau tukak peptik yang kadang-kadang disertai
anemia sekunder akibat perdarahan saluran cerna. Efek lain adalah gangguan fungsi trombosit
dengan akibat perpanjangan waktu perdarahan. Selain itu dapat terjadi gangguan homeostasis
ginjal.
1. Paracetamol / Acetaminofen
Derivat para amino fenol metabolit fenasetein dengan efek anti piretik (aminobezen),
Farmakodinamik
Parasetamol merupakan penghambat COX-1 dan COX-2 yang lemah di jaringan
perifer dan hampir tidak memiliki efek anti-inflamasi. Hambatan biosintesis PG hanya
terjadi bila lingkungan yang rendah kadar peroksid seperti di hipotalamus sedangkan
lokasi inflamasi biasanya mengandung banyak peroksid yang dihasilkan leukosit, hal ini
lah yang menjelaskan efek antiinflamasi parasetamol tidak ada. Studi terbaru menduga
parasetamol juga menghambat COX-3 di Susunan Saraf Pusat yang menjelaskan cara
kerjanya sebagai anti piretik.
Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam ½-1 jam dan t ½ sekitar 2 jam.
Obat tersebar ke seluruh cairan tubuh. Terikat 20-50% pada protein plasma.
Metabolisme: di hatià Glucuronide conjugates (60%); sulfuric acid conjugates (35%).
Ekskresi: ginjal dalam bentuk terkonjugasi dan sebagai parasetamol (3%).
Farmakokinetik
Absorpsi :diberikan peroral, absorpsi bergantung pada kecepatan pengosongan
lambung, dan kadar puncak dalam darah biasanya tercapai dalam waktu
30-60 menit.
Distribusi : asetaminofen sedikit terikat dengan protein plasma
Metabolisme : dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati dan diubah menjadi
asetaminofen sulfat dan glukuronida, yang secara farmakologi tidak
efektif.
Ekskresi : diekskresikan ke dalam urin dalam bentuk tidak berubah.
Indikasi
a) Analgesic (nyeri ringan-sedang : sakit kepala, mialgia, nyeri postpartum, dll)
b) Analgesic pada yang kontraindikasi dengan aspirin (ulkus peptikum, hipersensitivitas
aspirin, anak dengan demam).
c) antipiretik (Katzung)
Kontraindikasi : (-)
Efek samping
a) Pada dosis terapi, kadang-kadang timbul peningkatan enzim hati tanpa ikterus
(keadaan ini reversible bila obat dihentikan).
b) Pada dosis yang lebih besar, dapat timbul pusing, mudah terangsang, dan
disorientasi.
c) Pemakaian dosis tunggal 10-15 gram, bisa berakibat fatal, kematian disebabkan
oleh hepatotoksisitas yang berat dengan nekrosis lobulus sentral, kadang-kadang
berhubungan dengan nekrosis tubulus ginjal akut.
d) Reaksi alergi
e) Gejala dini kerusakan hati meliputi mual, muntah, diare, dan nyeri abdomen.
Dosis
Pada anak : 10-15mg/kgBB/kali tiap 4 jam (maks. 5 dosis/24 jam)
Dosis dewasa : 300 mg-1 g/kali, maks 4 g/hari (maks 2 g/hari untuk alkoholik)
Sediaan : tab 500mg, sirup 120mg/5ml
Interaksi obat : (-)
2. Ibuprofen
Merupakan turunan sederhana asam fenilpropionat. Pada dosis sekitar 2400 mg per
hari, efek anti-inflamasi ibuprofen setara dengan 4 gr aspirin. Obat ini sering diresepkan
dalam dosis rendah yang bersifat analgesik tetapi mempunyai efek anti-inflamasi rendah.
Efek anti inflamasi didapat pada dosis 1200-2400 mg/hr, dosis analgetik 4 kali 400.
Farmakodinamik
Menghambat enzim COX dan produksi PG, namun tidak menghambat jalur
lipooksigenase sehingga tidak menekan pembentukan leukotrien. Kadar puncak dalam 1-
2 jam, dan waktu paruhnya (t ½) sekitar 2 jam. 99% terikat dalam protein plasma.
Farmakokinetik
Absorpsi : diabsorpsi dengan baik pada pemberian peroral, dan hampir semuanya
terikat oleh albumin serum.
Metabolisme : dimetabolisme di dalam hati
Ekskresi : diekskresikan melalui ginjal, sedikit diekskresikan dalam bentuk yang
tidak berubah
Indikasi
a) Antiinflamasi
b) Analgesik
c) Antipiretik
Kontraindikasi
Tidak disarankan diminum wanita hamil dan menyusui.
Efek samping
Sakit kepala, Pandangan buram, Kemerahan, Amblyopia, Thrombocytopenia, Edema,
Retensi cairan, dizziness.
Dosis
Antipiretik : 5-10 mg/Kgbb/x, setiap 6 jam, maksimum 40mg/Kgbb/hr.
Antiinflamasi : 20-40 mg/Kgbb/hr, diberikan dalam 3-4 kali dosis
Interaksi obat
Pada pemberian dengan warFarin perlu pemantauan khusus karena ada gangguan
fungsi trombosit berkepanjangan. Dapat mengurangi efek diuretic jika diberikan dengan
tiajid dan furosemid dan mengurangi efek anti hipertensi pada beta bloker akibat
biosintesi PG di ginjal.
3. Asam Mefenamat
Asam Mefenamat digunakan sebagai analgesi, namun sebagai anti inflamasi Asam
Mefenamat kurang efektif dibandingkan Aspirin. Obat ini sangat kuat ikatannya dengan
protein plasma. Dengan demikian interaksi terhadap obat anti koagulan harus diperhatikan.
Efek samping
Efek samping terhadap saluran cerna sering muncul, misalnya dyspepsia, diare sampai
diare berdarah dan segala iritasi lain tehadap mukosa lambung. Pada orang usia lanjut, efek
samping diare hebat lebih sering dilaporkan. Efek samping lain yang berdasarkan
hipersensitifitas ialah eritema kulit dan bronkokonstriksi. Anemia hemolitik pernah
dilaporkan.
Dosis dan perhatian
Dosis asam mefenamat adalah 2-3 kali 250-500 mg sehari. Karena efek toksiknya maka
di Amerika srikat obat ini tidak dianjurkan untuk diberika pada anak dibawah 14 tahun dan
wanita hamil dan pemberian tidak melebihi 7 hari. Penelitian klinis menyimpulkan bahwa
penggunaan selama hid mengurangi kehilangan darah secara bermakna.
4. Diklofenak
Dalam klasifikasi seleksifitas penghambatan COX termasuk kelompok prefential COX-
2 inhibitor. Absorpsi obat ini melalui saluran cerna berlangsung cepat dan lengkap. Obat ini
terikat 99% pada protein plasma dan mengalami efek metabolism lintas pertama sebesar 40-
50% walaupn waktu paruh singkat yakni 1-3 jam, diklofenak diakumulasi dicairan synovial
yang menjelaskan efek terapi di sendi jauh lebih panjang dari waktu obat tersebut. Dosis
orang dewasa 100-150 mg sehari terbaagi 2-3 dosis.
Efek samping dan perhatian:
Efek samping yang lazim adalah mual, gastritis, eritema kulit dan sakit kepala sama
seperti obat AINS. Pemakaian obat ini harus hati-hati pada pasien tukak lambung.
Peningkatan transaminase dapat terjadi pada 15% pasien dan umumnya kembali ke normal.
Gangguan enzim hati tersebut lebih sering terjadi dibanding dengan AINS lain. Pemakaian
selama kehamilan tidak dianjurkan.
3 dan 4. Obat apa yang saudara pilih atau saudara tambahkan bila penderita juga
menderita gastritis ringan? Dan bagaimana dosis, cara pemberiannya, kemungkinan
interaksinya?
Apabila pada pasien diberikan AINS berupa ibuprofen maka harus diperhatikan efek
samping dari ibuprofen tersebut yaitu dapat menyebabkan gangguan saluran cerna. Oleh karena
itu pada pasien ini ditambahkan obat golongan proton pump inhibitor (PPI), jenis PPI yang
kami gunakan adalah omeprazole karena efektifitasnya sama dengan PPI jenis yang lain dan
harganya paling murah dibandingkan dengan yang lain. Diberikan 30 menit sebelum makan,
dengan dosis 20 mg sekali sehari.
Penghambat pompa proton merupakan penghambat sekersi asam lambung yang lebih kuat
dari AH2. Obat ini bekerja di proses terakhir produksi asam lambung, lebih distal dari AMP. Saat
ini yang digunakan di klinik adalah omeprazole, esomeprazol, lansoprazol, rabeprazol dan
pantoprazol. Perbedaan antara kelima sediaan tersebut adalah pada substitusi di cincin piridin
dan/atau benzimidazol. Omeprazol adalah campuran rasemik isomer R dan S. Esomeprazol
adalah isomer S omeprazol (S-omeprazol) yang mengalami eliminasi lebih lambat dari R-
omeprazol.
Farmakodinamik
Penghambat pompa proton adalah suatu prodrug yang membutuhkan suasana asam untuk
aktivasinya. Setelah diabsorpsi dan masuk ke sirkulasi sistemik obat ini akan berdifusi ke sel
parietal lambung, terkumpul di kanalikuli sekretoar dan mengalami aktivasi disitu menjadi
bentuk sulfonamid tetrasiklik. Bentuk aktif ini berikatan dengan gugus sulfhidril enzim H+, K+,
ATPase (enzim ini dikenal sebagai pompa proton) dan berada di membran apikal sel parietal.
Ikatan ini menyebabkan terjadinya penghambatan enzim tersebut. Produksi asam lambung
terhenti 80-95% setelah penghambatan pompa tersebut.
Penghambatan berlangsung lama antara 24-48 jam dan dapat menurunkan sekresi asam
lambung basal atau akibat stimulasi, lepas dari jenis perangsangnya histamin, asetilkolin atau
gastrin. Hambatan ini bersifat irreversibel, produksi asam baru dapat kembali terjadi setelah 3-4
hari pengobatan dihentikan.
Farmakokinetik
Penghambat pompa proton sebaiknya diberikan dalam sediaan salut enterik untuk mencegah
degradasi zat aktif tersebut dalam suasana asam. Sediaan ini tidak mengalami aktivasi di
lambung sehingga bioavailabilitasnya lebih baik. Tablet yang pecah di lambung mengalami
aktivasi lalu terikat pada berbagai gugus sulfhidril mukus dan makanan. Bioavailabilitasnya akan
menurun sampai dengan 50% karena pengaruh makanan. Oleh sebab itu sebaiknya diberikan 30
menit sebelum makan.
Obat ini mempunyai masalah bioavailabilitas, formula berbeda memperlihatkan
presentasi jumlah absorpsi yang bervariasi luas. Bioavailabilitas tablet yang bukan salut enterik
meningkat dalam 5-7 hari, ini dapat dijelaskan dengan berkurangnya produksi asam lambung
setelah obat bekerja. Obat ini dimetabolisme di hati oleh sitokrom P450 (CYP) terutama
CYP2C19 dan CYP3A4.
Indikasi
Indikasi penghambat pompa proton sama dengan AH2, yaitu pada penyakit peptik. Terhadap
sindrom Zollinger-Ellison, obat ini dapat menekan produksi asam lambung lebih baik dari AH2
pada dosis yang efek sampingnya tidal terlalu mengganggu.
Efek Samping
Efek samping yang umum terjadi adalah mual, nyeri perut, konstipasi, flatulence, dan diare.
Dilaporkan pula terjadi myopati subakut, artralgia, sakit kepala, dan ruam kulit.
Keadaan hipergastrinemialebih sering terjadi dan lebih berat pada penggunaan PPI
dibandingkan dengan H2 antagonis. Sebesar 5-10% pasien yang menggunakan PPI secara kronik
level gastrinnya meningkat sampai > 500 ng/L. Keadaan hipergastrinemia ini dapat
menyebabkan rebound hipersekresi asam lambung pada penghentian terapi PPI yang akibatnya
dapat menginduksi tumor gastrointestinal.
Interaksi Obat
PPI dapat mempengaruhi eliminasi beberapa obat yang mempunyai jalur metabolisme yang
sama dengannya antara lain : warfarin (esomeprazol, lansoprazol, omeprazol, dan rabeprazol),
diazepam (esomeprazol, omeprazol), dan siklosporin (omeprazol dan rabeprazol). Diantara PPI
hanya omeprazol yang dapat menghambat aktivitas enzim CYP2C19 (sehingga menurunkan
klirens disulfiram, fenitoin, dan beberapa obat lain yang dimetabolisme oleh enzim tersebut)
serta menginduksi CYP1A2 (sehingga meningkatkan klirens imipramin, beberapa obat
antipsikotik, takrin dan teofilin).
Tabel 1. Perbandingan Dosis PPI
Nama Obat Dosis lazim untuk ulkus
peptik atau GERD
Dosis Pemeliharaan
Esomeprazol 20-40 mg, 1 kali sehari 20 mg, 1 kali sehari
Lanzoprazol 30 mg, 1 kali sehari 15 mg, 1 kali sehari
Omeprazol 20 mg, 1 kali sehari 20 mg, 1 kali sehari
Pantoprazol 40 mg, 1 kali sehari 40 mg, 1 kali sehari
Rabeprazol 20 mg, 1 kali sehari 20 mg, 1 kali sehari
Sediaan dan Posologi
Omeprazol tersedia sebagai kapsul 10 mg dan 20 mg, diberikan 1 kali/hari selama 8 minggu.
Esomeprazol tersedia sebagai tablet salut enterik 20 mg, dan 40 mg, serta sediaan vial 40
mg/10ml. Lansoprazol tersedia sebagai kapsul 15 mg dan 30 mg. Rabeprazol tersedia sebagai
tablet 10 mg. Pantoprazol tersedia sebagai tablet 20 mg dan 40 mg.
5. Obat apa yang saudara berikan untuk mengatasi migraine?
Etiologi migrane sangat kompleks dan bila hendak mengobati migrane sebaiknya factor
emosi, stress, fisik, diet, hormonal serta pemberian obat dinilai dahulu, karena dapat
mempengaruhi terjadinya serta beratnya serangan.
Patofisiologi terjadinya migrane adalah dilatasi pembuluh darah cranial yang mengalami
dilatasi sewaktu serangan dan inflamasi neurogenik di duramater. Nyeri pada migraine juga
dihubungkan dengan peningkatan amplitude pulsasi cabang arteri karotis eksterna.
Gambar 1. Patofisiologi Migrane
Pilihan terapi untuk mengatasi migraine pada premenstrual periode pada pasien adalah obat-
obat AINS, yaitu gunakan lebih dahulu parasetamol dengan dosis 3 x 500 mg, bila tidak ada
perubahan dapat diganti dengan ibuprofen 4 x 400 mg ditambah dengan omenperazole 1 x 20 mg
(bila efek gastritis muncul pada pasien). Jika dengan obat AINS tidak dapat mengatasi gejala
migraine, maka dapat menggunakan obat golongan alkaloid ergot, yaitu ergotamine dengan
dosis 1 mg yang diminum antara 2-3 hari saja. Alternative lain yang dapat diberikan selain
golongan alkaloid ergot, adalah obat serotonergik yaitu triptan, contoh obat yang dapat
diberikan adalah sumatriptan dengan dosis 1 x 100 mg.
6. Jelaskan mekanisme kerja dan efek sampingnya?
1. ERGOTAMIN
Tabel. 2 deskripsi ergotamin
- Nama & Struktur Kimia (5'S)-12'Hydroxy2'methyl-5'benzylergotamane-
3',6'18-trione tatrat . (C33H25N5O5)2.C4H6O6
- Sifat Fisikokimia Sedikit higroskopis, kristal tidak berwarna atau
hampir berwarna putih. Senyawa ini mungkin
mengandung 2 molekul metanol kristalisasi. Sedikit
larut dalam alkohol. Larutan dalam air berubah
menjadi keruh jika terhidrolisis, hal ini dapat
dicegah dengan penambahan asam tartrat.
- Keterangan pH 0.25 % suspensi dalam air : 4.0 -5.5
Farmakokinetik
Alkaloid asam amino yaitu ergotamine diabsorpsi secara lambat dan tidak sempurna melalui
saluran cerna. Obat ini mengalami metabolism lintas pertama, sehingga kadarnya dalam darah
sangat rendah. Kadar puncak plasma dicapai dalam 2 jam. Pemberian ergotamine 1 mg
berssama 100 mg kafein akan meningkatkan kecepatan absorpsi dan kadar puncak plasma
ergotamine sebesar dua kali, namun bioavailabilitasnya tetap di bawah 1%. Dosis ergotamine
yang efektif untuk pemberian IM adalah sepersepuluh dosis oral, tetapi absorpsinya dari
tempat suntikan lambat. Bersihan ergotamine hati kira-kira sama dengan alir darah hati, ini
menjelaskan rendahnya bioavailibilitas oral. 90% metabolit diekskresi melalui empedu,
sebagian kecil yang tidak dimetabolisme ditemukan di urin dan tinja.
Farmakodinamik
Ergotamine efekti menghilangkan gejala migren. Efek ini tidak berdasarkan eek sedate atau
analgetik. Nyeri migren antara lain dihubungkan dengan peningkatan amplitudo pulsasi arteri
cranial, terutama cabang a.karotis eksterna. Alkaloid ergot mengurangi amplitudo pulsasi
a.karotis melalui pengurangan aliran darah a.basilaris tanpa mengurangi aliran ke hemisfer
otak.
Indikasi
Mengobati sakit kepala vaskular seperti migrain, atau migrain varian. Sebaiknya, tindakan
simtomatik dengan pemberian analgesic untuk mengatasi migren dicoba dulu sebelum
menggunakan ergotamine yang relative lebih toksik.
Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap ergotamin dan komponen lain dalam sediaan, penyakit vaskular perifer,
penyakit hati atau ginjal, penyakit jantung koroner, hipertensi, alkaloid ergot,
dikontraindikasikan dengan inhibitor CYP3A4 (termasuk inhibitor protease, antifungi
golongan azol, dan beberapa antibiotik makrolida) dan ibu hamil.
Efek Samping
Pada jantung : tidak ada impuls, bradikardia, fibrosis katup jantung, cyanosis, edema,
perubahan ECG, gangren, hipotensi, iskemia, tekanan prekordial dan nyeri, takikardia,
vasospamus,vertigo,gatal-gatal,mual, muntah, sakit otot, paratesia, lemah, fibrosis
pleuropulmonari, rasa dingin yang berlebihan.
Interaksi
1. Dengan Obat Lain : Inhibitor CYP3A4 akan meningkatkan level ergotamin, contoh
inhibitor adalah anti jamur golongan azol, klaritromisin, diklofenak, doksisiklin, eritromisin,
imatinib, isoniazid, nefazodon, nicardipin, propofol, inhibitor protease, kuinidin, telitromisin,
troleandomisin, verapamil. Efek ergotamin akan menurun dengan adanya anti psikotis,
metoklopramida. Efek antiangina nitrat akan menurun dengan adanya ergotamin.
2. Dengan Makanan : Hindari kopi, teh, cola (kafein akan meningkatkan absorpsi ergotamin
pada saluran cerna), jus anggur akan meningkatkan level darah ergotamin sehingga akan
meningkatkan toksisitas ergotamin.
Dosis, Cara Pemberian dan Lama Pemberian
1. Oral : 1-2 mg, diulang satu jam kemudian jika masih diperlukan. Umumnya dosis
yang diberikan dalam 24 jam tidak lebih dari 6 mg meskipun beberapa industri
merekomendasikan tidak lebih dari 4 mg dalam 24 jam dan tidak lebih dari 8 mg per
serangan. Interval minimum yang direkomendasikan untuk pemberian obat selama 24
jam adalah satu minggu, sehingga dosis maksimum dalam seminggu adalah 12 mg,
meskipun ada industri yang menyebutkan dosis maksimal dalam seminggu adalah 8
mg. Pasien tidak boleh menerima pemberian obat melebihi 2 minggu berturut-turut.
2. Rektal : 2 mg, diulang jika masih diperlukan satu jam kemudian.
3. Inhalasi oral : 360 mikrogram, setelah terjadi serangan, diulang jika masih diperlukan
dalam interval 5 menit. Pemberian ergotamin dalam 24 jam tidak melebihi 6 inhalasi
dan tidak melebihi 12 inhalasi dalam seminggu, dengan interval pemberian obat
selama 24 jam adalah 5 hari.
Pengaruh
- Terhadap Kehamilan : Faktor resiko : X
- Terhadap Ibu Menyusui : Ergotamin didistribusikan ke dalam air susu sehingga ergotamin
tidak direkomendasikan untuk ibu menyusui.
- Terhadap Anak-anak : -
- Terhadap Hasil Laboratorium : -
Bentuk Sediaan
Tablet 1mg (Tartrat), Botol 100 Tablet Untuk Serangan Akut
Tablet 2,5 mg (Dehidroergotamin ) Kotak 10 Str @ 10 Tablet
Injeksi 0,200 mg/ml (Metilergometrin) Ktk 100 Amp @ 1 ml
Injeksi 10 IU/ml (Oksitosin ) Ktk 100 Amp @ 1 ml
Peringatan
Hindari penggunaan ergotamin jangka panjang dan dosis tinggi karena adanya risiko ergotism
(vosokontriksi intensif), gangren, fibrosis katup jantung, retroperitonial dan/atau fibrosis
plueropulmonari. Pasien yang menggunakan ergotamin dalam waktu lama akan mengalami
sindrom penghentian dan migrain yang berulang saat pemakaian ergotamin dihentikan.
Risiko ini disebabkan terjadinya penurunan aliran darah ke serebral, mencetuskan angina,
infark miokardiak, claudication; obat ini tidak dianjurkan untuk pasien lanjut usia.
Informasi Pasien
Untuk obat oral sebaiknya dikunyah sebelum ditelan agar lebih mudah diabsorbsi atau letakan
dibawah lidah (sublingual).
Mekanisme Aksi
Mempunyai cara kerja agonis parsial dan/atau aktivitas antagonis terhadap triptaminergik,
dopaminergik dan reseptor alfa adrenergik; tergantung pada tempat kerjanya. Bersifat
stimulan uterin yang aktif, menyebabkan kostriksi pembuluh darah perifer dan karnial dan
menghasilan depresi pada pusat vasomotor.
2. OBAT SEROTONERGIK
Triptan (sumatriptan, naratriptan, rizatriptan, zolmitriptan)
Farmakologi
Sumatriptan merupakan obat golongan triptan yang pertama dikembangkan sebagai obat
migraine. Aktivitas antimigren obat-obat golongan triptan diduga berdasarkan efek
vasokonstriksi pembuluh darah cranial yang mengalami dilatasi sewaktu serangan dan
penghambat inflamasi neurogenik di duramater.
Triptan (sumatriptan, naratriptan, rizatriptan, zolmitriptan) merupakan agonis reseptor 5-
HT1B/1D. Pada saat serangan migren, triptan menstimulasi reseptor 5HT1B pada pembuluh darah
cranial yang menyebabkan vasokonstriksi relative selektif pada pembuluh darah cranial, karena
vasokonstriksi pada sirkulasi perifer umumnya diperantarai oleh reseptor 5-HT2. Triptan juga
mengaktivasi reseptor 5-HT1D presinaps yang bersifat inhibisi pada ujung aferen nosiseptif
trigeminal, yang secara efektif akan menurunkan penglepasan neuropeptida yang menyebabkan
vasodilatasi pembuluh darah serebral dan meningeal serta aktivasi neuron orde kedua di nucleus
kaudalis trigeminal.
Kontraindikasi
Obat-obat golongan triptan dikontraindikasikan pada pasien yang memiliki sejarah penyakit
arteri koroner vasospastik, penyakit vascular perifer atau serebrovascular atau penyakit
kardiovascular berat lainnya. Karena triptan juga dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah
secara akut, maka triptan juga dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah secara akut, maka
triptan juga dikontraindikasikan pada pasien hipertensi yang tidak terkontrol. Naratriptan
dikontraindikasikan pada pasien gagal ginjal dan penyakit hati berat, sedangakan penggunaan
rizatriptan tidak dikontraindikasikan, namu pemberiannya harus dengan kehati-hatian.
Sumatriptan, rizatriptan dan zolmitriptan dikontraindikasikan pada pasien yang mendapatkan
monoamine oksidase inhibitor. (MAOI).
Efek samping
Triptan per oral sering menyebabkan parestesia, asthenia, fatigue, flushing, nyeri
di dada, leher dan rahang, perasaan mengantuk, pusing, mual dan berkeringat. Efek samping
pada jantung serius namun jarag dilaporkan, yaitu spasme arteri koroner, iskemia miokard
sementara, artitmia atrial dan ventricular, yang terutama terjadi pada pasien dengan riwayat
penyakit arteri koroner. Efek samping yang tersering dengan sumatriptan subkutan adalah nyeri
pada tempat injeksi serta sensasi terbakar. Efek samping tersering sumatriptan nasal spray adalah
rasa pahit.
Posologi
Sumatriptan tersedia dalam tablet 25 dan 50 mg, dengan dosis 25-100 mg dan dapat diulangi
setelah 2 jam hingga dosis total 200 mg dalam 24 jam. Tersedia juga dalam bentuk nasal spray
dan injeksi subkutan.