62
NILAI KEHARMONISAN MANUSIA DENGAN ALAM (FLORA) PADA TEKS DAN KONTEKS ISTIADAT PENYADAP NIRA PADA MASYARAKAT DI BANJARAN SUNGAI WAMPU SKRIPSI DIKERJAKAN OLEH : SUHAIMA SYAHPUTRI NIM : 150702015 PROGRAM STUDI SASTRA MELAYU FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2019 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

NILAI KEHARMONISAN MANUSIA DENGAN ALAM (FLORA) PADA …

  • Upload
    others

  • View
    24

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: NILAI KEHARMONISAN MANUSIA DENGAN ALAM (FLORA) PADA …

NILAI KEHARMONISAN MANUSIA DENGAN ALAM

(FLORA) PADA TEKS DAN KONTEKS ISTIADAT

PENYADAP NIRA PADA MASYARAKAT DI BANJARAN

SUNGAI WAMPU

SKRIPSI

DIKERJAKAN OLEH :

SUHAIMA SYAHPUTRI

NIM : 150702015

PROGRAM STUDI SASTRA MELAYU

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2019

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 2: NILAI KEHARMONISAN MANUSIA DENGAN ALAM (FLORA) PADA …

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 3: NILAI KEHARMONISAN MANUSIA DENGAN ALAM (FLORA) PADA …

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 4: NILAI KEHARMONISAN MANUSIA DENGAN ALAM (FLORA) PADA …

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 5: NILAI KEHARMONISAN MANUSIA DENGAN ALAM (FLORA) PADA …

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 6: NILAI KEHARMONISAN MANUSIA DENGAN ALAM (FLORA) PADA …

i

NILAI KEHARMONISAN MANUSIA DENGAN ALAM (FLORA) PADA TEKS DAN

KONTEKS ISTIADAT PENYADAP NIRA PADA MASYARAKAT DI BANJARAN

SUNGAI WAMPU

OLEH SUHAIMA SYAHPUTRI

ABSTRAK

Penelitian ini membahas tentang “Nilai Keharmonisan Manusia Dengan Alam (Flora)

Pada Teks Dan Konteks Istiadat Penyadap Nira Pada Masyarakat Di Banjaran Sungai

Wampu”. Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah

tahap pelaksanaan istiadat penyadapan nira, makna umum teks dan konteks penyadapan nira,

dan nilai keharmonisan pada istiadat penyadapan nira. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengetahui tahap penyadapan nira, mengetahui makna teks dan konteks dan nilai

keharmonisan dalam istiadat penyadapan nira. Penelitian ini menggunakan pendekatan

sosiologi sastra. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode

kualitatif dan dengan teknik lapangan menggunakan metode wawancara bebas. Penelitian ini

menunjukkan bahwa tradisi istiadat menyadap nira dapat membentuk nilai keharmonisan

antara manusia dengan alam (flora) melalui tahapan maupun dari makna teks dan konteksnya.

Kata kunci : Nilai keharmonisan, teks, konteks, Sosiologi Sastra

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 7: NILAI KEHARMONISAN MANUSIA DENGAN ALAM (FLORA) PADA …

ii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 8: NILAI KEHARMONISAN MANUSIA DENGAN ALAM (FLORA) PADA …

iii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah penulis ucapkan puji syukur kita kepada Allah swt, yang telah

melimpahkan Rahmat, hidayah dan inayah-Nya, Sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi dengan judul“Nilai Keharmonisan Manusia Dengan Alam (Flora) Pada Teks Dan

Konteks Istiadat Penyadap Nira Pada Masyarakat di Banjaran Sungai Wampu” yang terdiri

dari 5 bab sebagai berikut :

Bab I merupakan pendahuluan yang terdiri atas latar belakang masalah, rumusan

masalah, tujuan masalah, manfaat penelitian.

Bab II merupakan tinjauan pustaka yang terdiri atas kajian yang relevan, sejarah

pohon nira, adat istiadat dan sosial masyarakat, khazanah kesusasteraan tradisi, pendekatan

sosiologi sastra.

Bab III merupakan metode penelitian yang terdiri atas metode dasar, lokasi penelitian,

teknik pengumpulan data dan analisis data.

Bab IV merupakan pembahasan yang terdiri atas tahap-tahap penyadapan nira, makna

umum teks dan konteks, peran nira dalam membentuk keharmonisan manusia dengan alam.

Bab V merupakan kesimpulan dari penelitian.

Penulis menyadari sepenuhnya banyak kekurangan baik dari segi penyusunan

bahasanya maupun segilainnya. Semoga skripsi yang penulis buat dapat memberikan manfaat

bagi pembaca. Kritik dan saran dari penulisan skripsi ini sangat penulis harapkan untuk

penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat

bagi semua pihak dan terima kasih banyak kepada pihak-pihak dalam pembuatan skripsi ini.

Medan, September 2019

Penulis,

Suhaima Syahputri

NIM : 150702015

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 9: NILAI KEHARMONISAN MANUSIA DENGAN ALAM (FLORA) PADA …

iv

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillah penulis ucapkan puji syukur kita kepada Allah swt, yang telah

melimpahkan Rahmat, hidayah dan inayah-Nya, Sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi dengan judul“Nilai Keharmonisan Manusia Dengan Alam (Flora) Pada Teks Dan

Konteks Istiadat Penyadap Nira Pada Masyarakat di Banjaran Sungai Wampu”.

Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih yang tidak terhingga kepada semua

pihak yang sudah banyak membantu penyusunan skripsi ini baik secara langsung maupun

tidak langsung. Dengan segala ketulusan hati penulis mengucapkan banyak terima kasih

kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Budi Agustono, M.S., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya,

Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dr. Rozanna Mulyani, M.A., selaku Ketua Jurusan Program Studi Sastra Melayu

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Wan Syaifuddin, M.A., Ph. D. Selaku Dosen Pembimbing dan Dosen

Penasehat Akademik.

4. Bapak dan Ibu Staf pengajar Program Studi Sastra Melayu Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan pengajaran selama

perkuliahan.

5. Terkhusus yang paling istimewa penulis ucapkan banyak terima kasih kepada kedua

orang tua penulis Sudiono dan Heni Herawati yang telah banyak mendoakan juga

banyak mengorbankan segala pikiran, tenaga, waktu untuk memberikan dorongan

kepada penulis.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 10: NILAI KEHARMONISAN MANUSIA DENGAN ALAM (FLORA) PADA …

v

6. Kepada semua teman-teman seperjuangan stambuk 2015. Yang terkhusus buat Nining

Angreini, Rizky Ramadani Nainggolan, Syirri Mahdiana Ritonga, Risa Mawarni, Ika

Lestari Tumangger yang telah banyak memberi dukungan kepada penulis.

7. Kepada kakak dan abang senior yang telah banyak mengarahkan penulis dalam

penulisan skripsi.

8. Terima kasih kepada adik-adik junior yang telah banyak mendoakan agar skripsi ini

cepat selesai.

9. Terima kasih banyak untuk teman-teman seperjuangan di Kost Binsar; Risa, Angel,

Melati CS yang selama ini sama-sama membagikan keluh-kesahnya. Juga yang

selama ini suka bergadang sama-sama dalam mengerjakan skripsi.

10. Kepada Tata Usaha Kak Tri dan bang Yogo yang sudah membantu dalam mengurus

berkas dalam menyelesaikan skripsi.

11. Penulis telah berusaha semaksimal mungkin dalam penulisan skripsi ini, namun

penulis hanyalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan dan kesilapan. Penulis

berharap skripsi ini dapat menambah wawasan dan dapat menjadi bekal untuk karya

tulis lainnya yang berhubungan dengan skripsi penulis.

Medan, September 2019

Penulis,

Suhaima Syahputri

150702015

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 11: NILAI KEHARMONISAN MANUSIA DENGAN ALAM (FLORA) PADA …

vi

DAFTAR ISI

ABSTRAK.................................................................................................................................i

ii.......................................................................................................................................ابسترك

KATA PENGANTAR.............................................................................................................iii

UCAPAN TERIMA KASIH...................................................................................................iv

DAFTAR ISI............................................................................................................................vi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah...........................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................3

1.3 Tujuan Penelitian......................................................................................................4

1.4 Manfaat Penelitian....................................................................................................4

1.5 Defenisi Operasional................................................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Yang Relevan................................................................................................6

2.2 Sejarah Pohon Nira...................................................................................................7

2.3 Adat Istiadat dan Sosial Masyarakat........................................................................8

2.4 Khazanah Kesusasteraan Tradisi..............................................................................9

2.5 Adat Istiadat dan Kepercayaan Dalam Masyarakat Melayu..................................11

2.6 Pendekatan Sosiologi Sastra...................................................................................11

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Metode Dasar.........................................................................................................14

3.2 Lokasi Penelitian....................................................................................................14

3.3 Teknik Pengumpulan Data.....................................................................................15

3.4 Metode Pengumpulan Data....................................................................................15

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 12: NILAI KEHARMONISAN MANUSIA DENGAN ALAM (FLORA) PADA …

vii

3.4.1 Observasi.................................................................................................15

3.4.2 Wawancara..............................................................................................15

3.4 Teknik Analisis Data..............................................................................................16

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Tahap-Tahap Penyadapan Nira..............................................................................17

4.1.1 Pemanfaatan Hasil Dari Air Nira............................................................25

4.2 Makna Umum Teks dan Konteks Istiadat Penyadapan Nira di Banjaran Sungai

Wampu.....................................................................................................................................35

4.2.1 Makna Umum Teks.................................................................................36

4.2.2 Makna Umum Konteks...........................................................................37

4.3 Peran Nira Dalam Membentuk Nilai Keharmonisan Manusia Dengan Alam (Flora)......39

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan.............................................................................................................42

5.2 Saran.......................................................................................................................46

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................48

Lampiran I..............................................................................................................................49

Lampiran II...........................................................................................................................50

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 13: NILAI KEHARMONISAN MANUSIA DENGAN ALAM (FLORA) PADA …

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan yang sangat melimpah ruah.

Berbagai macam jenis tumbuhan hidup dan berkembang, dan juga mempunyai sangat banyak

manfaat bagi kelangsungan hidup manusia. Salah satu tumbuhan yang banyak manfaatnya

adalah pohon aren (nira). Manfaatnya tidak hanya ada pada buahnya, manfaatnya juga

terdapat pada daun, batang, dan yang paling banyak dicari oleh masyarakat adalah air dari

pohon aren, yaitu air nira.

Masyarakat banyak yang memanfaatkan aren untuk di ambil airnya, dengan cara

menyadapnya, sehingga menyadap nira menjadi pekerjaan sampingan masyarakat untuk

menambah penghasilan sehari-hari. Di banjaran sungai Wampu sendiri, istiadat menyadap

nira masih banyak dilakukan oleh masyarakat sebagai pekerjaan “sampingan” di rumah

untuk mencukupi penghasilan.

Istiadat merupakan perbuatan yang dilakukan secara terus menerus dan berulang-

ulang lalu menjadi sebuah kebiasaan, maka kebiasaan itu menjadi sebuah adat. Adapun

pengertian istiadat menurut para ahli menurut Syah (dalam Nurlin Ibrahim, 2009:5),

dikatakan bahwa istiadat adalah kaidah-kaidah sosial tradisional yang sakral. Ini berarti

bahwa ketentuan luhur dan ditaati secara turun temurun. Soekanto (2011:73), dikatakan

bahwa istiadat mempunyai ikatan dan pengaruh yang kuat dalam masyarakatnya, kekuatan

mengikatnya tergantung pada masyarakat yang mendukung adat istiadat tersebut yang

terutama berpangkal tolak pada perasaan keadilannya.

Begitulah istiadat tercipta dan menjadi sebuah perwujudan dari kebudayaan.

Keberadaan adat istiadat sangat kuat dan mengikat masyarakat sebagai ketentuaan turun-

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 14: NILAI KEHARMONISAN MANUSIA DENGAN ALAM (FLORA) PADA …

2

temurun. Sumatera Utara merupakan daerah multi etnis dengan berbagai tradisi di dalamnya.

Setiap suku mempunyai tradisi yang khas, salah satu nya suku Melayu yang ada di

Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Sebagian besar masyarakat Melayu Langkat yang

tinggal di daerah Langkat Hulu meyakini bahwa nenek moyang mereka berasal dari Tanah

Karo. Namun karena seiring dengan berjalannya waktu yang berimplikasi terhadap terjadinya

proses asimilasi budaya, mereka lebih memilih untuk meninggalkan nama marga mereka

dengan memilih untuk memeluk agama Islam sebagai agama mereka yang kemudian

membuat mereka diterima sebagai orang Melayu.

Salah satu tradisi yang masih dilakukan oleh masyarakat Melayu Langkat adalah

menyadap nira. Nira adalah cairan yang manis yang diperoleh dari batang tanaman, seperti

tebu, bit, sorgum, mapel, atau getah tandan bunga dari keluarga palma seperti aren, kelapa,

kurma, nipah, sagu, dan lontar.

Menurut Burhanuddin (2005) tangkai bunga jantan yang dapat disadap ketika

tanaman aren berumur lima tahun dengan puncak produksi pada umur 15–20 tahun.

Menyadap nira memerlukan keterampilan, kesabaran, ketekunan yang harus diutamakan.

Penyadap harus tepat waktu ketika hendak menyadap nira, jika tidak air nira akan berubah

menjadi asam dan bisa menjadi tuak. Dalam buku Dimensi Politis Hikayat Deli dinyatakan di

wilayah masyarakat Melayu Sumatera Timur tradisi menyadap nira masih dilakukan, bahkan

dijadikan mata pencaharian dan dikaitkan dengan aktifitas istiadat masyarakatnya. Syaifuddin

(2019 : 17).

Pada masyarakat Melayu Langkat, khususnya di banjaran Sungai Wampu pun tradisi

menyadap nira masih dilakukan hingga sekarang. Dengan berbagai ritual, salah satu nya

mengucapkan mantra saat menyadap nira, kemudian disertai syarat-syarakat lain atau

konteksnya. Mantra adalah bunyi, suku kata, kata, atau sekumpulan kata-kata yang dianggap

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 15: NILAI KEHARMONISAN MANUSIA DENGAN ALAM (FLORA) PADA …

3

mampu "menciptakan perubahan" (misalnya perubahan spiritual). Jenis dan kegunaan mantra

berbeda-beda tergantung mahzab dan filsafat yang terkait dengan mantra tersebut.

Kemudian, bahasa mantra menimbulkan rangsangan, memberikan kualitas dan

pengartian yang lebih kepada pengalaman dan perasaan sehingga membina imajan baik

pemikiran penutur ataupun pendengarnya. (Syaifuddin 2016 : 196 )

Masyarakat di banjaran sungai Wampu yang beraktivitas sebagai penoreh nira

biasanya menggunakan mantra untuk tujuan tertentu. Hal tersebut sebenarnya bisa sangat

efektif bagi para penggunanya, Selain merupakan salah satu sarana komunikasi dan

permohonan kepada Tuhan. Dalam kalimat mantra yang kaya metafora dengan gaya bahasa

yang hiperbola tersebut membantu perapal melakukan visualisasi terhadap keadaan yang

diinginkan dalam tujuan pembacaan mantra.

Berdasarkan pengamatan penulis yang telah di uraikan di atas, maka penulis tertarik

untuk meneliti lebih lanjut dengan melakukan penelitian tentang Nilai Keharmonisan

Manusia dengan Alam (Flora) pada Teks dan Konteks Istiadat Penyadap Nira Pada

Masyarakat di Banjaran Sungai Wampu.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah tahap pelaksanaan penyadapan nira di banjaran sungai Wampu?

2. Bagaimanakah makna umum teks dan konteks istiadat penyadapan nira di banjaran

sungai Wampu?

3. Bagaimana peran nira dalam membentuk nilai keharmonisan alam di banjaran sungai

Wampu?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 16: NILAI KEHARMONISAN MANUSIA DENGAN ALAM (FLORA) PADA …

4

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan ingin penulis capai dalam penulisan ini adalah :

1. Mengetahui tahap-tahap penyadapan nira.

2. Mengetahui makna mantra pada penyadapan nira.

3. Mengetahui nilai keharmonisan dalam penyadapan nira.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Menambah wawasan tentang tradisi penyadapan nira agar dapat diwariskan

khususnya pada masyarakat melayu di banjaran sungai Wampu, kabupaten Langkat.

2. Agar masyarakat memberikan perhatian terhadap tradisi melayu khususnya di daerah

Langkat.

3. Memberikan referensi terhadap karya ilmiah yang akan dibuat selanjutnya.

1.5 Definisi Operasional

Keharmonisan

Keharmonisan berasal dari kata “harmonis” yang berarti keserasian dan keselarasan.

Seperti keharmonisan antara manusia dengan alam yang dimana manusia hidup saling

berdampingan dengan alam. Keharmonisan dapat membentuk sebuah ikatan emosional dalam

diri manusia sehingga terjalin ikatan antara satu dengan yang lainnya.

Flora

Secara etimologi, kata “flora” berasal dari bahasa latin, yakni diambil dari nama

seorang dewi pelindung bunga dan tanaman serta dewi kesuburan dalam Mitologi Romawi.

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, flora adalah keseluruhan kehidupan jenis tumbuh-

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 17: NILAI KEHARMONISAN MANUSIA DENGAN ALAM (FLORA) PADA …

5

tumbuhan suatu habitat atau daerah, atau disebut juga alam tumbuh-tumbuhan. (KUBI,

2003:318)

Teks

Teks merupakan suatu tatanan dari kata-kata yang digunakan untuk memberikan

informasi, menjelaskan makna, dan sebagainya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

(KBBI), teks adalah naslah berupa kata-kata asli dari pengarang.

Konteks

Konteks adalah kondisi dimana suatu keadaan itu terjadi. Konteks dalam sosial karya-

karya sastra Melayu tradisi adalah makna dari benda-benda, perlakuan atau perbuatan, dan

pantang larang serta keyakinan masyarakatnya. Masing-masing maknanya akan menyatakan

hubungan yang bersifat fungsional antara teks, tahap-tahap pelaksanaannya, dan dengan

kuasa simbolik serta jenisnya juga keperluan atas fenomena yang dirasakan oleh masyarakat.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 18: NILAI KEHARMONISAN MANUSIA DENGAN ALAM (FLORA) PADA …

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Yang Relevan

Kajian yang relevan adalah salah satu cara untuk mendapatkan referensi yang lebih

tepat dan sempurna tentang data yang diperoleh. Penulisan suatu karya ilmiah merupakan

suatu rangkaian yang saling berkaitan dengan menggunakan referensi yang berhubungan agar

sebuah karya ilmiah lebih objektif, maka digunakan sumber yang berkaitan dengan topik

yang dibahas baik berupa buku yang mendukung pemaparan secara teoritis maupun

pemaparan fakta.

Adapun buku yang digunakan dalam mendukung penelitian ini adalah Menjulang

Tradisi Etnik karangan Prof. Syaifuddin, M.A. Ph.D (2014) digunakan untuk mengetahui

tentang tradisi pada masyarakat, khususnya masyarakat Melayu. Pemikiran Kreatif & Sastra

Melayu Tradisi digunakan untuk mengetahui pendekatan sosiologi sastra. Dimensi Politik

Hikayat Deli digunakan untuk mengetahui tradisi penyadap nira di masyarakat Melayu.

Seiring dengan itu, penulis juga membaca skripsi yang berjudul Nilai Gotong Royong

Dalam Istiadat Ritual Khitanan Pada Masyarakat Melayu Langkat di Desa Secanggang

(Ainun Mardiah 2015). Dari penelitian ini diutarakan bagaimana pelaksanaan ritual Khitanan

masyarakat Melayu Desa Hilir Secanggang, tata cara budaya dan istiadat yang terkandung

pada ritual khitanan Melayu Desa Hilir Secanggang, dan nilai gotong royong dalam teks dan

konteks khitanan masyarakat Desa Hilir Secanggang. Kemudian Keharmonisan Keluarga

dan Pengaruhnya Terhadap Pengamalan Anak di Gampong Beurawe Banda Aceh (Anita

Sastriani (2018). Dari penelitian ini diutarakan bagaimana kondisi keharmonisan keluarga di

Gampong Beurawe Banda Aceh, bentuk pengamalan anak dalam keluarga, dan pengaruh

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 19: NILAI KEHARMONISAN MANUSIA DENGAN ALAM (FLORA) PADA …

7

keharmonisan keluarga terhadap pengamalan agama anak di Gampong Beurawen Banda

Aceh.

2.2 Sejarah Pohon Nira

Pohon nira (aren) atau juga disebut dengan pohon Enau. Tumbuhan ini dapat tumbuh

dengan baik tanpa harus mendapat perawatan yang ekstra. Pohon nira sangat bermanfaat bagi

manusia, salah satunya adalah untuk disadap airnya, dan selanjutnya untuk diolah menjadi

beberapa olahan salah satunya adalah gula merah (gula aren).

Menurut cerita, pohon aren merupakan jelmaan dari seorang anak gadis.1 Cerita itu

mengisahkan tentang kesetiaan seorang gadis kepada abang nya. Ia tidak tega melihat

abangnya dipasung oleh penduduk. Abangnya dipasung karena kalah saat main judi, dan

hutang nya pun semakin banyak dan menumpuk. Akibatnya ia pun dipasung oleh penduduk

setempat.

Si gadis pun sangat sedih dan prihatin mendengar kabar abangnya telah dipasung oleh

penduduk. Si gadis pun mencari abangnya, meski pun ia tidak tahu keberadaan abang nya

dimana. Hingga suatu ketika ia bertemu dengan seorang kakek, lalu kakek tersebut

menyarankan si gadis agar memanjat pohon yang tinggi, setelah sampai di puncak, ia harus

bernyanyi sambil memanggil nama abangnya.

Tanpa berpikir panjang, sang gadis pun mencari pohon yang tinggi lalu langsung

memanjat nya. Sesampainya di puncak, ia pun langsung bernyanyi dan memanggil nama

abangnya sambil menangis. Sudah lama sang gadis berada di puncak pohon sambil bernyanyi

memanggil abangnya, namun tak seorang pun warga yang mendengar suara gadis tersebut.

1 Wawancara dengan salah satu informan bernama Ismail

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 20: NILAI KEHARMONISAN MANUSIA DENGAN ALAM (FLORA) PADA …

8

Tapi ia tak putus asa. Ia pun memohon kepada Tuhan Yang Maha kuasa. Di dalam

doanya tersebut ia berkata bahwa ia bersedia untuk melunasi semua hutang abangnya dan

merelakan seluruh anggota tubuhnya dimanfaatkan untuk kepentingan penduduk.

Tak lama setelah ia berdoa, tiba-tiba angin bertiup sangat kencang, langit berubah

menjadi mendung, hujan pun turun dengan lebatnya diikuti dengan suara petir yang

bersautan. Lalu tiba-tiba tubuh sang gadis berubah menjadi pohon nira, air mata nya berubah

menjadi air nira, rambutnya berubah menjadi ijuk, tubuhnya berubah menjadi pohon nira.

Menyadap nira sendiri telah lama di lakukan oleh masyarakat yang dilakukan secara

turun temurun dan diwariskan dari generasi ke generasi, khususnya di banjaran sangai

Wampu. Menyadap nira menjadi profesi sampingan untuk menambah perekonomian pada

masyarakat. Karena pohon nira sendiri sangat banyak manfaatnya, diantara lain: air dari

pohon nira dapat dimanfaatkan untuk gula aren, jika di fermentasi akan menjadi minuman

tuak. Daun dari pohon aren dapat dimanfaatkan sebagai atap rumah, buahnya dapat diolah

menjadi kolang-kaling.

2.3 Adat Istiadat dan Sosial Masyarakat

Adat istiadat selalu dikaitkan bagaimana manusia mengelola dirinya, kelompok serta

manusia dengan alam, baik alam nyata maupun alam gaib. Menurut Husin Embi et al.

(2004:85) adat istiadat memiliki hubungan yang sangat erat, rapat, dan dipandang sebagai alat

untuk mengatur kehidupan di dalam masyarakat. Dimana adat istiadat dapat membentuk

kebiasaan atau kebudayaan yang kemudian akan mengangkat martabat masyarakat yang ada

di dalamnya.

Setiap hari, secara tetap manusia mencari nafkah dari sumber daya alam, maupun

mencari nafkah dari sumber pencaharian yang lain. Misalnya dari jasa dan lain-lain. Seperti

halnya penyadap nira yang menggantungkan hidupnya kepada alam, yaitu bergantung hidup

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 21: NILAI KEHARMONISAN MANUSIA DENGAN ALAM (FLORA) PADA …

9

dengan menyadap pohon nira. Kemudian, adat muncul sebagai dasar dari kehidupan manusia,

yang membangun kehidupan manusia dan menegaskan ciri kepribadian suatu masyarakat.

Oleh karena itu, adat biasanya mempunyai cerita atau mitos-mitos yang terdapat makna

didalamnya. Seperti pada istiadat menyadap nira terdapat doa pada teks, dan makna pada

konteks menyadap nira.

2.4 Khazanah Kesusasteraan Tradisi

Menurut Syaifuddin (2016 : 119 ) khazanah kesusastraan Melayu tradisi menerima

pengaruh Hindu-Budha dan Islam. Kesusastraan tradisi kerap disebut sastra lisan karena di

kalangan masyarakat lebih banyak tersebar dan hidup secara lisan. Ia erat dengan sifat-sifat

sosiobudaya dan kepercayaan serta agama yang diyakini masyarakat. Maka, karya-karya

Melayu tradisi pun berperan atas wujudnya nilai dan norma-norma dalam perilaku

masyarakatnya. Dalam buku berjudul Pemikiran Kreatif dan Sastra Melayu Tradisi (2015)

diutarakan bahwa Khazanah kesusastraan tradisi masyarakat Melayu mempunyai beberapa

ciri tertentu.

Ciri pertama adalah cara ia disampaikan, yaitu secara lisan. Namun, ada juga sebagian

darinya telah ditulis dan kemudian dilisankan kembali. Disebabkan itulah ditemui beberapa

karya yang bersifat cerita dan bukan cerita baik berbentuk prosa maupun puisi yang

mempunyai judul yang sama, tetapi ide ceritanya berbeda.

Hal tersebut terjadi disebabkan oleh seorang penutur baik pencatat maupun perekam

akan menokok tambah atau menambah-nambahi cerita, bentuk serta penyampaiannya untuk

menambah kesedapan, kesesuaian cerita dengan suasana dan lingkungannya, dimana ia

dituturkan dan disampaikan serta dimana pula ia berkedudukan hingga tidak ada rasa ragu-

ragu untuk membuang dan menambah isi serta bentuk dan juga gaya penyampaiannya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 22: NILAI KEHARMONISAN MANUSIA DENGAN ALAM (FLORA) PADA …

10

Ciri yang kedua melibatkan soal keberadaan kelahiran dari kesusastraan lisan

masyarakat Melayu, yaitu lebih banyak lahir dan berkembang dari dalam masyarakat yang

sederhana. Adanya tradisi sastra yang begitu rupa di dalam dunia Melayu, dan kehadiran

agama Islam yang mencairkan lagi kreativitas itu membuat hadirnya satu tipe cindikia

didalam kehidupan orang Melayu sebagian besar wujud sebagai ulama yang satrawan atau

sastrawan ulama.

Ciri ketiga ialah kesusastraan lisan masyarakat Melayu mengandungi ciri-ciri budaya

asal masyarakat yang melahirkannya sehingga menggambarkan suasana masyarakat Melayu

yang alamiah. Hal ini wujud dalam sastra yang berbetuk cerita baik karya-karya dalam

bentuk lisan ataupun yang telah dituliskan.

Walaupun terdapat unsur-unsur saling melengkapi atau tokok tambah, hal tersebut

menunjukkan bahwa karya-karya sastra lisan masyarakat Melayu pada hakikatnya cagar

budaya bangsa karena kesemuanya tuangan pengalaman jiwa bangsanya dan turut meliputi

pandangan hidup serta landasan falsafah bangsa.

Ciri keempat menunjukkan bahwa kesusastraan lisan atau disebut juga sastra Melayu

tradisi kepunyaan bersama, baik dianggap sebagai masyarakatnya ataupun bukan milik

perseorangan. Dengan ini apabila disalurkan dengan dengan kewujudan masyarakat Melayu

dan kesusasteraan lisan ditemui mempunyai banyak perbedaan versi. Ini bermakna hasil

kesusasteraan lisan, baik yang bersifat lisan maupun tulisan juga mempunyai gaya

penceritaan dan bukan bersifat penceritaan. Terdapat beberapa kelainan di dalam isi, gaya

pertuturan dan bentuknya walaupun tajuknya sama.

Ciri kelima dan terakhir ialah dalam kesusastraan lisan Melayu terdapat unsur-unsur

pemikiran yang luas tentang kemampuan masyarakatnya. Ini menunjukkan bahwa aspek

pemikiran masyarakat Melayu sangat luas tentang alam nyata dan alam ghaib. Bentuk

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 23: NILAI KEHARMONISAN MANUSIA DENGAN ALAM (FLORA) PADA …

11

pemikiran itu ada kaitan pula dengan sistem kepercayaan dan agama yang dianuti, seperti

animisme, Hindu, Budha dan Islam.

2.5 Adat Istiadat dan Kepercayaan Dalam Masyarakat Melayu

Adat istiadat adalah kumpulan dari berbagai kebiasaan, yang lebih banyak diartikan

tertuju kepada upacara khusus misalnya adat perkawinan. Adat istiadat ini adalah ekspresi

dari kebudayaan Melayu. Upacara di dalam kebuadayaan Melayu juga mencerminkan polan

pikir atau gagasan masyarakat Melayu. Misalnya dalam dalam upacara Jamu Laut sebagai

kepercayaan akan Tuhan Yang Maha Kuasa akan memberikan rezeki melalui laut. Begitu

juga pada tradisi pada penyadap nira sebagai kepercayaan akan Tuhan Yang Maha Kuasa

akan memberikan rezeki melalui alam atau flora dari pohon nira.

Kepercayaan awal masyarakat Melayu sebelum kedatangan agama adalah „aninisme‟,

dimana mereka percaya semua di dalam dunia ini mempunyai roh atau semangat yang

memengaruhi kehidupan manusia baik yang buruk maupun yang baik. Roh atau semangat ini

perlu dipuja agar membawa kebaikan dan menambahkan rezeki. Dengan ini timbullah konsep

pantang larang, adat istiadat, undang-undang adat dan sebagainya. Dengan ini lahirlah tarian,

nyanyian, drama, musik, unsur mainan, mantera, adat menanam, adat kematian dan

sebagainya yang ada hubungan dengan kepercayaan itu. Termasuk aktivitas di dalam istiadat

penyadap nira.

2.6 Pendekatan Sosiologi Sastra

Sosiologi sastra merupakan pendekatan yang bertitik tolak dengan orientasi kepada

pengarang. Faruk (2010) sosiologi sastra adalah ilmu pengetahuan yang mampu

menghubungkan antara hasil karya manusia dengan kehidupan yang ada dalam masyarakat.

Umumnya wujud tiga paradigma „asas dalam kerangka kajian sosiologi, pertama,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 24: NILAI KEHARMONISAN MANUSIA DENGAN ALAM (FLORA) PADA …

12

berparadigma nilai sosial budaya atau fakta-fakta sosial, kedua definisi sosial, ketiga perilaku

sosial. Contoh dari paradigma pertama karya-karya Emile Durkheim melalui kerangka teori

fungsionalisme. Contoh paradigma kedua adalah karya-karya Max Weber dengan

interaksionalisme simboliknya dan ketiga, karya-karya Skinner pendekatan tentang perilaku

serta teori pertukaran.

Dalam konteks ketiga paradigma kajian sosiologi itu, terdapat wujud tiga macam

kerangka kajian sosiologi satra. Pertama, tumpuan kerangka pendekatan terhadap konteks

sosial pengarang yang berhubungan dengan masyarakat pembaca. Kedua, tumpuan kerangka

pendekatan terhadap sastra sebagai cermin masyarakat. Dalam hal ini kajian berkaitan dengan

persoalan sastra sebagai pencerminan dari masyarakat dan sifat pribadi individu

mempengaruhi gambaran masyarakat serta sastra dianggap mewakili seluruh masyarakat.

Ketiga, tumpuan kerangka pendekatan terhadap fungsi sosial sastra. Berkenaan dengan kajian

tersebut, wujud tiga persoalan yang menjadi perhatian :

i. Sastra dapat berfungsi sebagai perubah masyarakat;

ii. Sastra dapat berfungsi sebagai pengibur saja; dan

iii. Terjadi sintesis di antara kemungkinan diatas.

Pemahaman atas paradigma kerangka kajian sosiologi dan tumpuan dalam kerangka

kajian sosiologi sastra adalah bertolak dari pandangan bahwa sastra merupakan sebagian dari

sistem nilai budaya yang dimiliki oleh kelompok sosialnya. Sistem nilai budaya adalah suatu

rangkaian konsep abstrak yang hidup dalam pikiran anggota suatu masyarakat yang

berkebudayaan, mengenai apa yang harus dianggap penting dalam hidupnya. Dalam konteks

pemahaman demikian termasuk dan sesuai dengan pandangan bahwa karya sastra sebagai

dokumen sosiobudaya dari suatu masyarakat pada waktu tertentu.

Selanjutnya dalam pemahaman kerangka konsep kajian sosiologi sastra itu, maka

kerangka teori pendekatan terhadap karya sastra, melihat nilai sosial budaya sebagai unsur-

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 25: NILAI KEHARMONISAN MANUSIA DENGAN ALAM (FLORA) PADA …

13

unsur yang lepas dari kesatuan cerita. Ia hanya berdasarkan dari cerita tanpa mempersoalkan

struktur karya. Bermakna :

i. Sesuatu unsur dalam karya sastra diambil terlepas dari hubungannya dengan unsur

lain. Unsur ini secara langsung dihubungkan dengan suatu unsur sosiobudaya

karena karya itu hanya memindahkan unsur iu dalam dirinya;

ii. Pendekatan ini dapat diambil image atau citra tentang „sesuatu‟ yang mungkin

dilihat dalam perspektif perkembangan. Bila dilihat dalam perspektif akan terlihat

perkembangan citra tentang sesuatu itu sesuai dengan perkembangan sastra yang

membayangkan perkembangan budaya;

iii. Pendekatan ini dapat juga mengambil motif atau tema, yang keduanya berbeda

secara gradual, tema lebih abstrak, sedangkan motif lebih konkrit sehinggga motif

bisa dikonkritkan dengan pelaku, penerima perbuatan.2

Berdasarkan dari kerangka konsep kajian dan pendekatan sosiologi sastra di atas,

dalam kajian tentang fungsi sastra lisan dalam suatu masyarakat, seperti teks sastra lisan atau

sastra etnik merupakan bagian adat-istiadat yang melahirkan nilai dan sosial.

2 Prof. Wan Syaifuddin, M.A., Ph. D.,2016. Pemikiran Kreatif & Sastra Melayu Tradisi.Yogyakarta:Gading, hal

138

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 26: NILAI KEHARMONISAN MANUSIA DENGAN ALAM (FLORA) PADA …

14

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Dasar

Metode dasar diartikan sebagai suatu cara atau teknis yang dilakukan dalam proses

penelitian, atau cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah

disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Berdasarkan

metode ini akan dianalisis data yang diperoleh, sehingga dapat memberikan hasil secara

positif dan akurat. Sekaligus digunakan sebagai upaya eksplorasi terhadap gejala kenyatan

yang diamati dan dipelajari.

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah tempat dimana penelitian dilakukan. Penetapan lokasi

penelitian merupakan tahap yang sangat penting dalam sebuah penelitian, karena dengan

ditetapkannya lokasi penelitian berarti objek dan tujuan sudah ditetapkan sehingga

mempermudah penulis dalam melakukan penelitian. Untuk memperoleh data, lokasi

penelitian dilakukan di Sungai Wampu, Stabat Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara.

Tepatnya di :

1. Dusun Ampera I, Desa Stabat Lama Barat, Kecamatan Wampu, Kabupaten Langkat,

Provinsi Sumatera Utara

2. Dusun Pantai Luas, Desa Stabat Lama Barat, Kecamatan Wampu, Kabupaten Langkat,

Provinsi Sumatera Utara

3. Dusun Pasar Batu, Desa Stabat Lama Barat, Kecamatan Wampu, Kabupaten Langkat,

Provinsi Sumatera Utara

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 27: NILAI KEHARMONISAN MANUSIA DENGAN ALAM (FLORA) PADA …

15

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan teknik atau cara yang dilakukan untuk

mengumpulkan data. Metode menunjuk suatu cara sehingga dapat diperlihatkan

penggunaannya melalui wawancara, dokumentasi dan sebagainya. Setelah langkah-langkah

diatas, selanjutnya adalah tahap pengumpulan data. Adapun langkah-langkah nya adalah

sebagai berikut :

1. Mempersiapkan kisi-kisi pertanyaan.

2. Memperkenalkan diri kepada responden, lalu menyampaikan maksud dan tujuan.

3. Menghimpun data.

4. Menutup kegiatan.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

penelitian lapangan (Field Research), yaitu secara langsung melakukan pengamatan untuk

memperoleh informasi yang diperlukan.

3.4.1 Observasi

Yakni mengadakan pengamatan atau peninjauan langsung ke lokasi tempat penelitian

yaitu di tempat penelitian dikawasan Sungai Wampu dari observasi ini guna mengumpulkan

data yang diperlukan.

3.4.2 Wawancara

Wawancara atau interview, yakni mengadakan wawancara terhadap informan

bertanya langsung tentang hal-hal yang berhubungan serta mencatat semua jawaban yang

diberikan. Lalu di catat data yang di perlukan. Disini penulis menggunakan wawancara

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 28: NILAI KEHARMONISAN MANUSIA DENGAN ALAM (FLORA) PADA …

16

bebas, dimana pewawancara bebas menanyakan apa saja kepada responden. Namun harus

diperhatikan bahwa pertanyaan itu berhubungan dengan data-data yang diinginkan.

3.5 Teknik Analisis Data

Langkah pertama yang penulis lakukan dalam analisis data adalah

1. Data yang sudah terkumpul diklasifikasikan sesuai dengan pokok permasalahan.

2. Setelah itu dianalisis sesuai dengan teori yang telah ditetapkan.

3. Kemudian menginterpretasikan hasil analisis ke dalam bentuk tulisan yang sistemastis,

sehingga menjadi pemaparan dan tidak tumpang tindih.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 29: NILAI KEHARMONISAN MANUSIA DENGAN ALAM (FLORA) PADA …

17

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Tahap-tahap Penyadapan Nira

Pada istiadat penyadapan nira dilakukan secara bertahap, mulai dari mempersiapkan

peralatan yang digunakan, hingga tahap ketikan hendak memanjat pohon nira. Adapun tahap-

tahap dalam istiadat menyadap nira adalah :

A. Mempersiapkan peralatan yang digunakan, antara lain :

Tangga yang terbuat dari bambu Sigai

Gambar 01 : Tangga yang terbuat dari bambu Sigai

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 30: NILAI KEHARMONISAN MANUSIA DENGAN ALAM (FLORA) PADA …

18

Bambu Sigai digunakan untuk memanjat pohon nira karena bambu Sigai memiliki ciri

yang kuat juga tinggi. Karena pohon nira mempunyai ukuran yang sangat tinggi sehingga

bambu Sigai dinilai cocok untuk mengambil air nira.

Baju khusus untuk menyadap nira

Dikatakan baju khusus karena baju yang dikenakan penyadap nira tidak boleh diganti.

Hal tersebut memiliki makna yang akan dijelaskan pada makna konteks penyadap nira.

Celana pendek

Dalam mengambil air nira disarankan untuk memakai celana pendek karena jika

memakai celana panjang dapat menyulitkan penyadap ketika memanjat pohon nira.

Tali

Tali digunakan untuk menurunkan air nira yang sudah diperoleh dari atas pohon ke

bawah pohon nira.

Parang

Gambar 02 : Parang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 31: NILAI KEHARMONISAN MANUSIA DENGAN ALAM (FLORA) PADA …

19

Parang digunakan untuk membersihkan ijuk-ijuk yang masih ada pada pohon nira dan

juga untuk memotong tandan bunga nira.

Wadah untuk menampung air nira (derigen)

Gambar 03 : Wadah untuk menampung air nira (derigen)

Derigen berfungsi untuk menampung air nira yang sudah terkumpul dari pohon nira.

Kayu untuk memukul pohon nira (kayu meranti batu/sawo/tusam)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 32: NILAI KEHARMONISAN MANUSIA DENGAN ALAM (FLORA) PADA …

20

Gambar 04 : Kayu untuk memukul pohon nira (kayu meranti batu/sawo/tusam)

Tidak semua jenis kayu bisa digunakan untuk memukul pohon nira. Kayu yang dapat

digunakan untuk memukul pohon nira diantaranya adalah kayu meranti batu, kayu sawo dan

kayu tusam. hal tersebut memiliki makna konteks yang dijelaskan pada makna konteks

istiadat penyadap nira.

Plastik

Gambar 05 : Plastik

Plastik digunakan sebagai tempat untuk jalannya air dari pohon nira ke dalam wadah.

Sehingga air tidak tumpah-tumbah kebawah pohon.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 33: NILAI KEHARMONISAN MANUSIA DENGAN ALAM (FLORA) PADA …

21

Kulit manggis

Gambar 06 : Kulit Manggis

Kulit manggis berfungsi agar air yang diperoleh tidak keruh. Kulit manggis ditaruh ke

dalam wadah atau derigen.

Tali karet bekas (tali ban)

Tali dari karet ban bekas berfungsi sebagai pengikat plastik ke tandan bunga agar air tidak

tumpah-tumpah.

B. Memanjat Pohon Nira

Setelah peralatan sudah dipersiapkan, dimulai dengan penyadap nira untuk memanjat

pohon nira. Sebelum memanjat pohon nira, penyadap mengucapkan

“bismillahirrahmanirrahim” terlebih dahulu. Lalu pelan-pelan penyadap naik menggunakan

tangga dari bambu Sigai. Bambu sigai digunakan untuk menyadap nira karena bambunya

kuat. Bambu Sigai mempunyai bentuk yang menjulang tinggi, namun tidak berat seperti

bambu pada umum nya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 34: NILAI KEHARMONISAN MANUSIA DENGAN ALAM (FLORA) PADA …

22

Memanjat pohon nira harus sangat hati-hati. Dikarena kan pohon nira yang sangat

tinggi, juga ketika memanjat pohon penyadap harus memperhatikan kaki ketika memanjat.

Jangan sampai kaki tersangkut pada batang bambu Sigai. Karena batang tunas bambu Sigai

berfungsi sebagai pijakan kaki saat memanjat. Tak jarang tunas tersebut tajam, jika tidak hati-

hati dapat melukai kaki.

Memanjat pohon nira dilakukan 2 kali sehari, yaitu pada waktu pagi dan sore hari.

Penyadap harus tepat waktu ketika hendak menyadap nira. Jika tidak air nira yang ada pada

wadah yang menampung air tersebut akan berubah menjadi asam.

Memanjat pohon nira bukanlah hal yang mudah. Butuh kehati-hatian yang sangat

ekstra dalam memanjat pohon nira. Karena sifat pohon nira yang sangat tinggi dan penyadap

tidak menggunakan alat pengaman khusus ketika memanjat pohon nira. Ketika berada diatas

pohon sangat memiliki resiko yang sangat tinggi, diantaranya seperti tergelincir dari pohon,

tersengat lebah atau pun serangga yang lainnya. Jika tergenlincir dari pohon dan jatuh

kebawah, akan membuat penyadap sakit bahkan hingga patah tulang.

C. Membuang Pelepah/Ijuk

Ketika sudah sampai diatas pohon nira, tahap selanjutnya adalah membuang pelepah/ijuk

pohon nira. Terlebih lagi jika pohon nira tersebut belum pernah diambil sebelumnya atau

belum pernah diambil orang lain, pohon nira harus dibersihkan terlebih dahulu pelepahnya.

Atas dan bawah harus dibersihkan pelepah nya.

Pohon nira yang sama sekali belum pernah diambil terdapat banyak sekali pelepah yang

sangat mengganggu ketika akan menyadap nira. Jadi ketika sampai diatas pohon harus

dibersihkan menggunakan parang yang terlebih dahulu sudah disiapkan.

Ketika membuang pelepah dari pohon nira, diharuskan menggunakan parang yang sangat

tajam yang sebelum nya dipersiapkan. Menurut informan bernama Ismail, parang yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 35: NILAI KEHARMONISAN MANUSIA DENGAN ALAM (FLORA) PADA …

23

digunakan untuk membuang pelepah dari pohon nira dilarang digunakan untuk memotong

benda yang lain. Karena parang yang sangat tajam yang setiap hari harus digosok agar

semakin tajam. Hal itu menjadi alasan mengapa parang yang digunakan untuk memotong

pelepah pohon nira tidak boleh digunakan untuk memotong benda yang lainnya.

D. Memukul Pohon Nira

Setelah dibersihkan dari pelepah/ijuk, tahap selanjutnya adalah memukul tandan bunga

nira. Memukul tandan bunga nira menggunakan pemukul yang sudah disiapkan. Dalam

memukul bunga nira, tidak boleh terlalu kuat agar menghindari pembusukan pada bunga dan

tidak boleh terlalu pelan supaya bagian tandan bunga semakin elastis. Masyarakat percaya

jika memukul tandan bunga terlalu kuat, akan mengakibatkan tandan bunga berubah menjadi

biru lebam. Ibarat seorang ibu yang mencubit anaknya dengan kuat, akan meninggalkan

bekas biru lebam pada kulit anaknya.

Dalam memukul tandan bunga juga ada hal-hal yang diperhatikan. Sebelum memukul

tandan, terlebih dahulu untuk menekan bunganya. Apabila saat dipetik bunganya dan ditekan

pecah dan mekar, maka tandan bunga bisa dipukul. Kalau tidak saat ditekan tidak pecah,

maka tandam bunga belum bisa dipukul.

Jumlah pukulan yang pertama yaitu sebanyak 10 kali dalam sekali pukulan dan harus

dipukul mengelilingi tangan dari bunga tandan tersebut sampai rata. Ketika memukul pun

harus sabar, tidak boleh terburu-buru.

Memukul bunga nira mengajarkan manusia harus bersabar untuk mendapatkan apa yang

ia mau, itu alasannya kenapa ketika memukul tandan bunga harus sabar dan tidak boleh

terburu-buru. Memukul tandan bunga juga tidak boleh terlalu keras, karena akan

mengakibatkan lebam pada tandan bunga nira.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 36: NILAI KEHARMONISAN MANUSIA DENGAN ALAM (FLORA) PADA …

24

E. Menggoyang/mengayun Tandan Nira

Setelah tandan bunga dipukul, lalu selanjutnya bunga nira diayun sedikitnya sebanyak

115 kali. Dalam mengayun tandan nira diharuskan dalam bentuk ganjil, karena menunjukkan

bahwa setiap makhluk ada perbedaan. Perbedaan akan membuat seseorang berkembang dan

membangun keharmonisan. Dengan mengayun dalam jumlah ganjil, dimaknakan dari

perbedaan akan menimbulkan air nira yang banyak. Tandan nira diayun perlahan sembari

membaca doa :

“Bismillahirrahmanirrahim,

Aku mohon kepada mu, kepada kuasa aku minta sama engkau,

Kau kasih air nya sebanyal-banyaknya,

Kau lepas segala kesusahanku,

Jangan kau ganggu aku,

Engkau lah yang ku sayang”

“Bismillahirrahmanirrahim,

Ya Allah ya Tuhanku,

Minta air mu yang banyak,

Mayang terurai-urai”

Doa diucapkan sekali saja saat hendak mengayun tandan bunga nira. Setelah itu

langsung bisa di ayun tandan bunga niranya.

F. Memotong Tandan Bunga Nira

Setelah dipukul dan diayun, selanjutnya tandan bunga nira dipotong. Proses ini

setidaknya menunggu selama kurang lebih sebulan hingga sampai serbuk sarinya berguguran.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 37: NILAI KEHARMONISAN MANUSIA DENGAN ALAM (FLORA) PADA …

25

Memotong bunga nira tidak perlu lebar-lebar, seperti mengiris bawang merah. Lalu

dengan sendirinya air akan keluar dari bunga nira menuju ke wadah untuk menampung air

nira.

G. Mengambil Air Nira

Jika serbuk sari sudah berguguran, itu menandakan air nira sudah dapat diambil. Namun

sebelumnya tandan bunga diiris tipis lalu diikat ke plastik menggunakan karet ban bekas yang

telah dipersiapkan.

Lalu setelah diikat plastik tersebut dimasukkan ke wadah derigen sebagai tempat jalan

nya air nira ke derigen. Derigen disangkut kan ke tangan atau tandan bunga agar tidak jatuh.

Ketika air ditampung pada pagi hari, ketika sore harinya air sudah bisa diambil dan

diturunkan kebawah pohon.

H. Menurunkan Air Nira

Setelah air nira dirasa sudah cukup memenuhi dirigen, itu tandanya air sudah dapat

diturunkan. Menurutkan air nira juga harus sangat hati-hati agar tidak jatuh. Wadah nira yang

sudah digantung di tangan atau tandan bunga tadi pelan-pelan diturunkan menggunakan tali.

Harus air tersebut terlebih dahulu yang sampai ke bawah pohon baru lah bisa penyadap

turun ke bawah supaya penyadap tidak kesusahan saat menurunkan air nira yang telah

diperoleh. Wadah air nira diturunkan menggunakan tali yang ukurannya cukup panjang.

Karena mengingat pohon nira yang mempunyai sifat pohon yang tinggi.

4.1.1 Pemanfaatan Hasil Dari Pohon Nira

Pohon nira sangat bermanfaat bagi kelangsungan hidup manusia. Pohon nira

mempunyai banyak manfaat yang dapat membantu perekonomian masyarakat yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 38: NILAI KEHARMONISAN MANUSIA DENGAN ALAM (FLORA) PADA …

26

menjadikan menyadap nira sebagai pekerjaan sampingannya. Manfaat dari pohon nira

diantara nya yaitu :

1. Pembuatan Gula Aren

2. Sebagai minuman fermentasi (tuak)

Cairan dari air nira juga dapat dimanfaatkan menjadi minuman yang difermetasikan

atau tuak. Karena sifat air yang asam membuat air nira jika didiamkan terlalu lama akan

menjadi asam. Namun di banjaran sungai Wampu sendiri, karena mayoritas masyarakat

disana adalah beragama muslim, jadi hasil dari air nira hanya dibuat untuk gula aren,

3. Kolang-kaling

Kolang-kaling terbuat dari biji pohon aren. Kolang-kaling dapat dijual dan menambah

penghasilan bagi masyarakata sekitar. Kolang-kaling menjadi makanan favorit bagi

masyarakat saat bulan ramadhan atau perayaan-perayaan lainnya.

4. Atap rumah

Selain airnya, ijuk pohon aren nira juga dapat dimanfaatkan menjadi atap rumah. Ijuk

dari pohon aren dinilai kuat untuk dijadikan atap rumah.

5. Sapu ijuk

Selain manfaat diatas, ijuk dari pohon aren juga dimanfaatkan sebagai sapu ijuk untuk

menyapu bagian dalam rumah.

6. Sebagai pembungkus kemasan

Daun dari pohon aren juga dimanfaatkan sebagai pembungkus makanan seperti gula

aren.

7. Sapu lidi

Sapu lidi berguna untuk menyapu halaman rumah. Masyarakat memanfaatkan lidi

dari daun aren untuk membuat sapu lidi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 39: NILAI KEHARMONISAN MANUSIA DENGAN ALAM (FLORA) PADA …

27

8. Sebagai pembuatan papan

Batang dari pohon aren juga dapat bermanfaat sebagai bahan dasar papan. Papan

digunakan sebagai bahan membuat rumah atau kontruksi lainnya.

Di banjaran sungai Wampu sendiri, masyarakat memanfaatkan nira sebagai bahan

baku pembuatan gula aren. Karena memasak gula aren dinilai lebih praktis daripada

mengolah hasil dari pohon nira menjadi berbagai macam olahan.

Gula aren asli dari nira tanpa ada campuran bahan lain memiliki kualitas yang sangat

bagus, berbeda dengan gula pada umumnya. Juga memiliki nilai jual yang lebih mahal dari

pada gula yang lain. Itu juga yang menjadi faktor banyaknya masyarakat yang memanfaatkan

air nira untuk diolah menjadi gula aren untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Gula aren

asli tanpa campuran juga memiliki manfaat yang sangat baik untuk kesehatan, diantara lain :

1. Menjadi obat sembelit

Sembelit dapat terjadi karena kurangnya asupan serat di dalam tubuh kita. Padahal,

serat memiliki peranan untuk melancarkan pencernaan. Serat alami juga terdapat pada air

nira. Air nira dapat langsung dapat dikonsumsi secukupnya untuk dapat melancarkan

pencernaan.

2. Menjadi obat demam

Banyak masyarakat yang belum mengetahui jika air nira dapat mengobati demam

panas. Demam terjadi karena berkurangnya sistem kekebalan di dalam tubuh manusia,

sehingga tubuh jatuh sakit saat terserang virus. Caranya pengolahan ialah dengan cara

mencampur air nira dengan dicampur dengan gula aren. Gula aren dapat membantu

menghangatkan tubuh untuk mengatasi demam.

3. Melancarkan ASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 40: NILAI KEHARMONISAN MANUSIA DENGAN ALAM (FLORA) PADA …

28

Dengan meminum air nira dapat melancarkan ASI bagi ibu yang selesai melahirkan

dan mulai memasuki pemberian susu. Karena banyak yang membuktikan bahwa air nira

berguna untuk melancarkan ibu-ibu untuk memberikan ASI bagi bayi mereka.

4. Menjaga Kesehatan Tulang

Manfaat dari air nira lainnya juga adalah untuk menjaga kesehatan tulang. Jadi minum

air nira tidak hanya baik untuk kesehatan namun juga menjaga kesehatan tulang dalam jangka

waktu yang lama.

5. Sakit Perut

Air nira juga dapat mengobati sakit perut. Caranya yaitu dengan memasukkan air

asam jawa dan air nira ke dalam setengah gelas air hangat. Aduk hingga merata kemudian

disaring.

6. Menggemukkan Badan

Air nira dapat dijadikan minuman herbal untuk menggemukkan badan. Caranya yaitu

sediakan kelapa, kunyit dan air nira. Panaskan panci lalu masukkan santan kelapa, air kunyit

dan air nira. Rebus hingga mendidih. Tunggu hingga dingin dan minuman bisa langsung

diminum.

Membuat gula aren bukanlah hal yang sulit dilakukan. Ketika penyadap selesai

menyadap air nira, air tersebut dapat langsung diolah. Adapun tahap-tahap dan perlatan untuk

membuat gula aren adalah :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 41: NILAI KEHARMONISAN MANUSIA DENGAN ALAM (FLORA) PADA …

29

Wajan besi

Gambar 07 : wajan besi

Wajan yang digunakan haruslah wajan yang terbuat dari besi, bukan aluminium. Karena

wajan besi dinilai lebih kuat dan tahan lama dari pada wajan yang terbuat dari aluminium.

Wajan besi juga digunakan agar gula aren dapat di cetak. Wajan yang digunakan juga wajan

yang berukuran besar agar dapat menampung banyak air nira.

Sendok dari kayu

Sendok ini berfungsi sebagai pengaduk air nira. Kayu yang dipakai berasal dari kayu

pohon pinang. Sendok ini biasanya dapat dibuat sendiri oleh penyadap untuk dipergunakan

dalam membuat gula aren. Kayu dari pohon pinang digunakan karena lebih tanah lama dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 42: NILAI KEHARMONISAN MANUSIA DENGAN ALAM (FLORA) PADA …

30

awet jika digunakan untuk mengaduk gula aren. Sendok untuk mengaduk gula aren tidak

berukuran besar, kurang lebih panjang nya sekitar 40cm.

Gambar 08 : sendok dari kayu

Kayu bakar

Ada beberapa jenis kayu yang dapat digunakan untuk membuat gula aren, diantaranya

yaitu : kayu rambutan, dan kayu rambung. Namun ada juga kayu yang tidak boleh digunakan

untuk membuat gula aren, yaitu kayu pohon coklat. Karena kayu pohon coklat mengandung

zat asam. Kandungan zat asam dari kayu nira tersebut dapat menyerap ke dalam adonan gula

aren dari asap yang dikeluarkan kayu pohon coklat. Akibatnya, gula aren tidak dapat dicetak

karena berbentuk seperti adonan gula tarik dan tidak bisa keras.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 43: NILAI KEHARMONISAN MANUSIA DENGAN ALAM (FLORA) PADA …

31

Gambar 09 : kayu bakar

Gayung

Gayung plastik berfungsi untuk memindahkan adonan gula aren ke dalam cetakan bambu.

Dahulu, untuk memindahkan adonan gula aren ke dalam cetakan menggunakan batok kelapa,

namun sekarang penyadap lebih memilih gayung untuk memindahkan gula aren ke dalam

cetakan karena dinilai lebih praktis.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 44: NILAI KEHARMONISAN MANUSIA DENGAN ALAM (FLORA) PADA …

32

Pencetak gula aren dari bambu

Gambar 10 : Pencetak gula aren dari bambu

Untuk mencetak gula aren digunakan bambu sigai. Cetakan gula aren tidak terlalu besar,

ukurannya kurang lebih berdiameter 8cm dan tinggi 3cm. Cetakan tersebut dibuat sendiri

oleh penyadap. Dahulu penyadap nira menggunakan daun tebu untuk mencetak dengan cara

daun digulung dan dicucuk dengan lidi, namun setiap hari harus mengganti daunnya.

Sekarang penyadap beralih ke cetakan dari bambu sigai.

Sendok besi

Sendok ini berfungsi untuk membersihkan kerak-kerak bekas gula aren yang masih

menempel di wajan agar lebih mudah untuk mencuci wajannya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 45: NILAI KEHARMONISAN MANUSIA DENGAN ALAM (FLORA) PADA …

33

Gambar 11 : Sendok besi

Buah Kemiri

Gambar 12 : Buah Kemiri

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 46: NILAI KEHARMONISAN MANUSIA DENGAN ALAM (FLORA) PADA …

34

Setelah peralatan sudah dipersiapkan, mulailah dengan membuat gula aren. Proses

nya yaitu :

Pertama, siapkan wajan besi dan kayu bakar dengan api sedang. Lalu tuang air nira ke

dalam wajan yang telah disiapkan. Proses memamasak air nira hingga menjadi gula aren

memerlukan waktu 4-5 jam. Air nira cukup didiamkan selama memasak tidak perlu diaduk-

aduk sampai air berubah menjadi kental. Kayu bakar juga harus dipantau, tidak boleh terlalu

kecil dan tidak boleh terlalu besar apalagi sampai mati apinya. Namun sesekali diaduk untuk

menghilangkan buihnya. Ketika air nira sudah meluap buihnya, parutkan satu buah kemiri

agar buih tidak meluap dan tidak sampai jatuh ke bawah buihnya.

Untuk mengetahui apakah gula aren sudah bisa dicetak atau belum yaitu dengan cara

mengambil gula aren dengan gayung, lalu jika terlihat bekas seperti ada retakan pada gula

aren tandanya gula aren sudah bisa dicetak. Jangan memaksakan gula aren yang belum bisa

dicetak untuk dimasukkan ke cetakan, itu akan mengakibatkan gula gampang berjamur.

Menyetak gula aren juga harus cepat dituangkan pada cetakan, kalau tidak akan kental di

wajan.

Tidak butuh waktu lama untuk melepas cetakan gula aren, karena sebentar saja gula

akan mengeras pada cetakan. Jika gula aren sudah jadi, harus didinginkan terlebih dahulu.

Jika gula aren masih panas dan langsung dibungkus, itu dapat mengakibatkan gula berjamur

dan basah. Gula aren sendiri dapat tahan kurang lebih 2 bulan lamanya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 47: NILAI KEHARMONISAN MANUSIA DENGAN ALAM (FLORA) PADA …

35

Gambar 13 : gula aren yang sudah jadi

4.2 Makna Umum Teks dan Konteks Istiadat Penyadapan Nira di Banjaran Sungai

Wampu

Makna adalah hubungan antara lambang bunyi dengan acuannya. Makna merupakan

bentuk responsi dari stimulus yang diperoleh pemeran dalam komunikasi sesuai dengan

asosiasi maupun hasil belajar yang dimiliki.

Makna umum adalah makna yang dipahami sebagai kata yang digunakan oleh hampir

seluruh masyarakat pemakai bahasa tersebut. Makna umum dipahami secara luas sehingga

sering digunakan dalam berkomunikasi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, makna

umum merupakan kata atau istilah yang pemakaiannya menjadi unsur bahasa umum.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 48: NILAI KEHARMONISAN MANUSIA DENGAN ALAM (FLORA) PADA …

36

4.2.1 Makna Umum Teks Penyadapan Nira

Dalam proses pengambilan air nira, ada tahap dimana penyadap mengambil air nira

sembari mengucapkan doa. Tepatnya dimana saat penyadap mengayunkan tandan bunga nira,

disitu mulai doa tersebut dinyanyikan. Ada pun doa tersebut adalah sebagai berikut :

“Bismillahirrahmanirrahim,

Aku mohon kepada mu, kepada kuasa aku minta sama engkau,

Kau kasih air nya sebanyak-banyaknya,

Kau lepas segala kesusahanku,

Jangan kau ganggu aku,

Engkau lah yang ku sayang”

“Bismillahirrahmanirrahim,

Ya Allah ya Tuhanku,

Minta air mu yang banyak,

Mayang terurai-urai”

Terdapat makna di dalam doa tersebut, dimana saat kita meminta kepada yang kuasa,

kita berdoa dan memohon kepada yang maha kuasa agar air nira yang diperoleh bisa banyak

dan cukup tanpa ada kekurangan. Namun bukan mencari kaya, dalam artian hanya untuk

melepas kekurangan kehidupan sehari-hari. Kalau pun hasil yang diperoleh berlebih, harus

disyukuri.3

Doa dalam menyadap nira ini juga ada kaitan nya dengan nilai keharmonisan, dimana

saat penyadap mengambil air nira, pohon nira juga harus disayang-sayang dan dibujuk-bujuk

sembari mengelus pohon, disitulah terjadi keharmonisan antara penyadap dengan pohon nira.

3 Berdasarkan wawancara dengan informan bernama Ismail , 17 Juni 2019 di Dusun Pasar Batu, Desa Stabat

Lama Barat, Kecamatan Wampu, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 49: NILAI KEHARMONISAN MANUSIA DENGAN ALAM (FLORA) PADA …

37

Memang sekilas kalau dibandingkan dengan zaman sekarang tidak masuk logika

ketika mengambil nira harus mengucapkan doa, namun itulah istiadat yang masih menjadi

kepercayaan masyarakat di banjaran sungai Wampu. Ketika mengambil nira selalu ingat

kepada yang maha kuasa yang memberi kehidupan.

4.2.2 Makna Umum Konteks

Selain makna umum teks, terdapat pula beberapa makna umum konteks pada istiadat

penyadapan nira. Beberapa makna konteks sosial memberi arti kepada manusia yang

bertakwa kepada Allah supaya tidak mempunyai rasa takut untuk berhadapan dengan sesuatu

yang bisa mendatangkan bahaya baik disebabkan oleh manusia ataupun makhluk halus

karena mempunyai kedudukan sama, yaitu sebagai hamba Allah yang bersifat lemah.4

Dinyatakan bahwa makna kuasa alam dalam makna konteks sosial ritual terdiri dari

alam nyata dan alam ghaib. Alam nyata terdiri dari pokok-pokok, gunung, laut dan daratan,

sedangkan alam ghaib terdiri dari kayangan, syurga, dan neraka. Simbol kuasa alam ini

wujud dalam sebagian besar jenis konteks sosial upacara ritual baik jenis makanan dan

tumbuhan, jenis logam, pakaian, isyarat dan pergerakan ataupun pantang larang.5 Makna

umum konteks penyadapn nira diantaranya yaitu :

1. Baju khusus untuk menyadap nira

Ada yang unik pada baju kerja penyadap nira. Karena baju untuk menyadap nira sama

sekali tidak boleh diganti atau ditukar. Penyadap harus memakai baju yang sama

setiap hari. Menurut informan bernama Ismail yang juga berprofesi sebagai penyadap

nira, baju untuk menyadap nira tidak boleh diganti.

4 Prof. Wan Syaifuddin, M.A., Ph. D.,2016. Pemikiran Kreatif & Sastra Melayu Tradisi.Yogyakarta:Gading, hal

179 5 Prof. Wan Syaifuddin, M.A., Ph. D.,2016. Pemikiran Kreatif & Sastra Melayu Tradisi.Yogyakarta:Gading, hal

181

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 50: NILAI KEHARMONISAN MANUSIA DENGAN ALAM (FLORA) PADA …

38

Hal itu bermakna sebagai syarat, supaya kita terhindar dari bahaya apapun disekitar

pohon. Jika baju itu ditukar, pohon nira tersebut tidak mengenali kita lagi karena baju

itu sudah diganti. Air nira yang didapat pun akan surut. Hal itu sudah menjadi

kebiasaan yang turun temurun diwariskan kepada penyadap nira.

2. Kayu untuk memukul pohon nira (kayu meranti batu/sawo/tusam)

Dalam menyadap nira ada tahap dimana pohon nira harus dipukul. Alat pemukul yang

digunakan terbuat dari kayu meranti batu, sawo, dan tusam. Makna dari kayu tersebut

adalah kayu tersebut bersifat dingin. Dingin dalam arti jika kita memukul dengan

kayu tersebut hasil air nira yang di peroleh menjadi lebih banyak. Kayu tusam sangat

bagus untuk dijadikan pemukul, karena sekarang sudah langka, diganti lah dengan

kayu sawo atau meranti batu. Kayu sawo atau kayu meranti batu juga memiliki sifat

yang dingin.

3. Bambu Sigai

Bambu Sigai digunakan untuk memanjat pohon nira karena bambu Sigai mempunyai

ukuran yang tinggi, serta bambu Sigai sangat kuat untuk dijadikan tangga. Makna

konteks yang terdapat pada bambu Sigai adalah penyadap tidak melubangi bambu

Sigai untuk dijadikan pijakan kaki. Pijakan kaki terbuat alami dari cabang-cabang

bambu Sigai. Hal itu dikarenakan karena penyadap tidak mau menyakiti bambu Sigai

karena bambu Sigai diperlakukan diperlakukan layaknya manusia sehingga bambu

Sigai tidak dilubangi pada bagian batangnya. Hal itu menciptakan keharmonisan

antara penyadap dengan alam (bambu Sigai).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 51: NILAI KEHARMONISAN MANUSIA DENGAN ALAM (FLORA) PADA …

39

4. Memotong Tandan Bunga Nira

Saat memotong tandan bunga tidak boleh langsung diikat dan ditampung ke dirigen.

Misal nya saat pagi memotong tandan bunga, harus dibiarkan saja airnya menetes,

ketika sore hari baru boleh diikat dan ditampung ke dirigen. Hal itu bermakna agar

sang pemilik pohon dulu yang merasakan air nira tersebut, barulah penyadap

mengambil air nira yang telah diperoleh.

Dalam konteks itu, kelompok manusia harus menyusun sistem sosial dan budaya yang

mengatur hubungan antara penyadap didalam konteks sebagai respons alam sebagai sumber

mata pencaharian nya. Oleh sebab itu, tercipta lah kebiasan-kebiasan yang sudah telah

menjadi hal yang dilakukan dan menjalin hubungan sosiologis yang melibatkan kelompok

masyarakat itu sendiri.

4.3 Peran Istiadat Penyadap Nira Dalam Membentuk Keharmonisan Manusia Dengan

Alam (Flora)

Simbol kuasa alam berkaitan dengan pembinaan kerharmonian dalam kehidupan

manusia. Hubungan kuasa alam tersebut mewujudkan perilaku manusia yang bukan hanya

merusak tumbuh-tumbuhan di sekitaran tetapi membina kehormatan kepada segala makhluk

lain yang hidup di alam baik nyata maupun kayangan.

Menyadap nira adalah salah satu pekerjaan yang tidak sembarangan dilakukan. Tidak

semua orang bisa menyadap nira, karena setiap tahapnya memiliki proses yang sangat rumit.

Jika tidak berhati-hati dalam menyadap nira, penyadap akan celaka misalnya jatuh dari

pohon. Karena pohon nira sendiri mempunyai ukuran yang sangat tinggi. Menyadap nira

sudah menjadi pekerjaan yang sangat awam yang dilakukan oleh masyarakat, khususnya di

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 52: NILAI KEHARMONISAN MANUSIA DENGAN ALAM (FLORA) PADA …

40

banjaran sungai Wampu. Walaupun hasilnya terkadang tidak terlalu banyak, namun bisa

untuk menghidupi kehidupan sehari-hari.

Masyarakat sudah begitu dekat dengan pohon nira, karena menyadap nira merupakan

profesi yang sudah lama dilakukan oleh masyarakat di banjaran sungai W ampu. Dengan

begitu terjalin lah hubungan antara manusia dengan flora (pohon nira) tersebut, seperti nilai

keharmonisan antara manusia dengan pohon nira.

Keharmonisan berarti sikap emosional yang terjalin, dan menjadi sebuah keserasian.

Dimana terjadi hubungan antara penyadap dengan tumbuhan pohon nira tersebut. Nilai

keharmonisan terbentuk ketika penyadap melakukan ritual ketika menyadap pohon nira,

seperti saat hendak mengayun tandan bunga nira harus dielus-elus dengan lembut sembari

membaca doa dan juga dibujuk agar air nira keluar. Dan ketika memukul pohon nira harus

pelan, tidak boleh terlalu kuat. Hal itu akan mengakibatkan pohon manjadi biru lebam.

Seperti hal nya ketika orang tua yang mencubit anaknya dengan kuat, akan

mengakibatkan bekas lebam pada anaknya. Begitu juga saat menyadap nira, tidak boleh

dipukul dengan kuat, sekedarnya saja. Wajar saja ketika penyadap membaca “ritual” seperti

membaca doa, mengelus pohon dan membujuk-bujuk pohon nira agar hasil yang diperoleh

banyak, itu sudah menjadi hukum alam. Sama halnya seperti saat kita akan menyembelih

hewan, harus berdoa terlebih dahulu.

Seorang penyadap nira memperlakukan pohon nira seperti layaknya manusia. Ketika

akan menyadap nira pun haruslah dalam suasana hati yang tenang, ceria. Tidak boleh dalam

keadaan yang tidak baik. Hal itu akan membuat air nira yang didapat tidak banyak.

Pada prinsipnya, setiap tumbuhan maupun itu harus disayangi. Sehingga ketika kita

hendak memanen hasil dari tumbuhan tersebut haruslah minta izin, dan tidak lupa pula

mendoakan tanaman tersebut. Seperti halnya pohon nira yang harus didoakan dan dirayu dulu

agar hasil yang diperoleh banyak.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 53: NILAI KEHARMONISAN MANUSIA DENGAN ALAM (FLORA) PADA …

41

Jadi, terbentuk timbal balik antara manusia dengan alam. Hubungan timbal balik

tersebut saling menguntungkan antara manusia dengan alam. Manusia dapat memanfaatkan

alam dengan cara mengambil sesuatu dari alam secara tidak berlebihan dan alam dapat

memanfaatkan manusia untuk merawat dan tidak merusaknya. Ketika manusia merusak

tumbuh-tumbuhan yang hidup disekelilingnya hal tersebut dapat merusak keharmonisan yang

terjalin antara manusia dengan alam. Masyarakat di banjaran sungai Wampu menyadari

bahwa mereka hanya merupakan bagian terkecil dari alam semesta, sedangkan alam

mempunyai kekuatan dan maha dahsyat. Sehingga tidak ada seorang pun yang mampu

menguasai dan menakhlukkan alam. Mereka memahami bahwa alam (gunung, pohon, hutan,

sungai, dan lain-lain) mempunyai penunggu atau penguasa yang dapat memberi berkah.

Manusia tidak bisa hidup tanpa tidak berdampingan dengan alam. Dengan begitu

manusia harus menjaga keharmonisan dengan alam, dengan cara menjaga alam dan tidak

merusak tumbuh-tumbuhan yang ada. Seperti penyadap nira yang menjaga dan tidak merusak

pohon nira, karena pohon nira dapat memberi berkah kepada kehidupannya. Dengan begitu

terciptalah hubungan emosional antara penyadap dan pohon nira yang membangun

keharmonisan.

Manusia dan alam memiliki kesamaan yakni sama-sama makhluk ciptaan Tuhan.

Sebagai makhluk ciptaan Tuhan sudah seharusnya manusia dapat menjaga hubungan yang

harmonis dengan alam dengan cara merawat dan menjaga, tidak merusaknya. Penyadap nira

begitu menyayangi pohon nira, sehingga tidak heran kalau mereka seperti “berbicara” kepada

pohon nira.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 54: NILAI KEHARMONISAN MANUSIA DENGAN ALAM (FLORA) PADA …

42

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa :

1. Berdasarkan data yang telah diperoleh, adapun tahap-tahap dalam penyadapan nira adalah:

a. Mempersiapkan peralatan yang digunakan, antara lain :

Tangga yang terbuat dari bambu sigai

Baju khusus untuk menyadap nira

Celana pendek

Tali

Parang

Wadah untuk menampung air nira (derigen)

Kayu untuk memukul pohon nira (kayu meranti batu/sawo/tusam)

Plastik

Kulit manggis

Tali karet bekas (tali ban)

b. Memanjat Pohon Nira

Setelah peralatan sudah dipersiapkan, dimulai dengan penyadap nira untuk memanjat

pohon nira. Sebelum memanjat pohon nira terlebih dulu membaca

“Bismillahirrahmanirrahim”.

c. Membuang Pelepah/Ijuk

Ketika sudah sampai diatas pohon nira, tahap selanjutnya adalah membuang pelepah/ijuk

pohon nira.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 55: NILAI KEHARMONISAN MANUSIA DENGAN ALAM (FLORA) PADA …

43

d. Memukul Pohon Nira

Setelah dibersihkan dari pelepah/ijuk, tahap selanjutnya adalah memukul tandan bunga

nira. Memukul tandan bunga nira menggunakan pemukul yang sudah disiapkan. Dalam

memukul bunga nira, tidak boleh terlalu kuat agar menghindari pembusukan pada bunga dan

tidak boleh terlalu pelan supaya bagian tandan bunga semakin elastis.

Jumlah pukulan yang pertama yaitu sebanyak 10 kali dalam sekali pukulan dan harus

dipukul mengelilingi tangan dari bunga tandan tersebut sampai rata. Ketika memukul pun

harus sabar, tidak boleh terburu-buru.

e. Menggoyang/mengayun Tandan Nira

Setelah tandan bunga dipukul, lalu selanjutnya bunga nira diayun sedikitnya sebanyak

115 kali. Diayun perlahan sembari membaca doa :

“Bismillahirrahmanirrahim,

Aku mohon kepada mu, kepada kuasa aku minta sama engkau,

Kau kasih air nya sebanyal-banyaknya,

Kau lepas segala kesusahanku,

Jangan kau ganggu aku,

Engkau lah yang ku sayang”

“Bismillahirrahmanirrahim,

Ya Allah ya Tuhanku,

Minta air mu yang banyak,

Mayang terurai-urai”

Doa diucapkan sekali saja saat hendak mengayun tandan bunga nira. Setelah itu

langsung bisa di ayun tandan bunga niranya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 56: NILAI KEHARMONISAN MANUSIA DENGAN ALAM (FLORA) PADA …

44

f. Memotong Tandan Bunga Nira

Setelah dipukul dan diayun, selanjutnya tandan bunga nira dipotong. Proses ini

setidaknya menunggu selama kurang lebih sebulan hingga sampai serbuk sarinya berguguran.

g. Mengambil Air Nira

Jika serbuk sari sudah berguguran, itu menandakan air nira sudah dapat diambil. Namun

sebelumnya tandan bunga diiris tipis lalu diikat ke plastik menggunakan karet ban bekas yang

telah dipersiapkan.

h. Menurunkan Air Nira

Setelah air nira dirasa sudah cukup memenuhi dirigen, itu tandanya air sudah dapat

diturunkan.

2. Mengenai makna umum teks dan konteks pada penyadapan nira, dari hasil data yang telah

diperoleh diketahui :

Terdapat makna didalam doa untuk menyadap nira, dimana saat kita meminta kepada

yang kuasa, kita berdoa dan memohon kepada yang maha kuasa agar air yang di nira yang

diperoleh bisa banyak dan cukup tanpa ada kekurangan. Namun bukan mencari kaya, dalam

artian hanya untuk melepas kekurangan kehidupan sehari-hari. Kalau pun hasil yang

diperoleh berlebih, harus disyukuri.

Adapun doa untuk menyadap nira adalah :

“Bismillahirrahmanirrahim,

Aku mohon kepada mu, kepada kuasa aku minta sama engkau,

Kau kasih air nya sebanyak-banyaknya,

Kau lepas segala kesusahanku,

Jangan kau ganggu aku,

Engkau lah yang ku sayang”

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 57: NILAI KEHARMONISAN MANUSIA DENGAN ALAM (FLORA) PADA …

45

“Bismillahirrahmanirrahim,

Ya Allah ya Tuhanku,

Minta air mu yang banyak,

Mayang terurai-urai”

Selain makna umum teks, terdapat pula beberapa makna umum konteks pada istiadat

penyadapan nira, diantaranya yaitu :

1. Baju khusus untuk menyadap nira

Ada yang unik pada baju kerja penyadap nira. Karena baju untuk menyadap nira sama

sekali tidak boleh diganti atau ditukar. Penyadap harus memakai baju yang sama

setiap hari. Hal itu bermakna sebagai syarat, supaya kita terhindar dari bahaya apapun

disekitar pohon.

2. Kayu untuk memukul pohon nira (kayu meranti batu/sawo/tusam)

Dalam menyadap nira ada tahap dimana pohon nira harus dipukul. Alat pemukul yang

digunakan terbuat dari kayu meranti batu, sawo, dan tusam. Makna dari kayu tersebut

adalah kayu tersebut bersifat dingin. Dingin dalam arti jika kita memukul dengan

kayu tersebut hasil air nira yang di peroleh menjadi lebih banyak.

3. Bambu Sigai

Bambu Sigai digunakan untuk memanjat pohon nira karena bambu Sigai mempunyai

ukuran yang tinggi, serta bambu Sigai sangat kuat untuk dijadikan tangga. Makna

konteks yang terdapat pada bambu Sigai adalah penyadap tidak melubangi bambu

Sigai untuk dijadikan pijakan kaki. Pijakan kaki terbuat alami dari cabang-cabang

bambu Sigai. Hal itu dikarenakan karena penyadap tidak mau menyakiti bambu Sigai

karena bambu Sigai diperlakukan diperlakukan layaknya manusia sehingga bambu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 58: NILAI KEHARMONISAN MANUSIA DENGAN ALAM (FLORA) PADA …

46

Sigai tidak dilubangi pada bagian batangnya. Hal itu menciptakan keharmonisan

antara penyadap dengan alam (bambu Sigai).

4. Memotong Tandan Bunga Nira

Saat memotong tandan bunga tidak boleh langsung diikat dan ditampung ke dirigen.

Misal nya saat pagi memotong tandan bunga, harus dibiarkan saja airnya menetes,

ketika sore hari baru boleh diikat dan ditampung ke dirigen. Hal itu bermakna agar

sang pemilik pohon dulu yang merasakan air nira tersebut, barulah penyadap

mengambil air nira yang telah diperoleh.

3. Nira juga berperan dalam membentuk keharmonisan. Nilai keharmonisan terbentuk

ketika penyadap melakukan ritual ketika menyadap pohon nira, seperti saat hendak

mengayun tandan bunga nira harus di elus-elus dengan lembut sembari membaca doa dan

juga dibujuk agar air nira keluar. Dan ketika memukul pohon nira harus pelan, tidak boleh

terlalu kuat. Hal itu akan mengakibatkan pohon manjadi biru lebam. Seperti hal nya ketika

orang tua yang mencubit anaknya dengan kuat, akan mengakibatkan bekas lebam di anaknya.

Begitu juga saat menyadap nira, tidak boleh dipukul dengan kuat, sekedarnya saja. Jadi,

terbentuk timbal balik antara manusia dengan alam. Hubungan timbal balik tersebut saling

menguntungkan antara manusia dengan alam. Manusia dapat memanfaatkan alam dengan

cara mengambil sesuatu dari alam secara tidak berlebihan dan alam dapat memanfaatkan

manusia untuk merawat dan tidak merusaknya.

5.2 Saran

Sesuai dengan kesimpulan dari hasil penelitian, disarankan sebagai berikut :

1. Kepada masyarakat khususnya di banjaran sungai Wampu agar kiranya tidak

melupakan kebiasaan yang sudah turun-temurun dilakukan, misalnya seperti mengambil air

nira sembari juga membacakan doa untuk menyadap nira.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 59: NILAI KEHARMONISAN MANUSIA DENGAN ALAM (FLORA) PADA …

47

2. Kepada masyarakat agar memberikan perhatian lebih kepada tradisi-tradisi yang

sudah lama dilakukan.

3. Kepada masyarakat khususnya yang bermukim di banjaran sungai Wampu kiranya

tetap melestarikan istiadat penyadap nira kepada generasi yang selanjutnya.

4. Kepada peneliti yang akan meneliti dengan topik permasalahan yang sama,

diharapkan untuk menggunakan indikator yang berbeda, sehingga mampu menghasilkan

karya ilmiah yang lebih mendalam demi kesempurnaan penelitian ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 60: NILAI KEHARMONISAN MANUSIA DENGAN ALAM (FLORA) PADA …

48

DAFTAR PUSTAKA

Anita Sastriani (2018) yang berjudul Keharmonisan Keluarga dan Pengaruhnya Terhadap

Pengamalan Anak di Gampong Beurawe Banda Aceh. (skripsi)

Bastomi, Suwaji, 1986. Kebudayaan Apresiasi Pendidikan Seni. Semarang: FKIP.

Dadang Hawari, Al Quran Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Mental, Jakarta, Dana

Bhakti Yasa, 2004

Mardiah (2015) yang berjudul Nilai Gotong Royong Dalam Istiadat Ritual Khitanan Pada

Masyarakat Melayu Langkat di Desa Secanggang (skripsi)

Muhammad Surya, Bina Keluarga: Aneka Ilmu, 2003

Syaifuddin, Wan.2014.Menjulang Tradisi Etnik.Medan:USUPress.

Syaifuddin, Wan.2016.Pemikiran Kreatif & Sastra Melayu Tradisi:Gading.

Syaifuddin, Wan. 2018. Dimensi Politik Hikayat Deli. Yogyakarta : Jaring.

http://gudanginovasiid.blogspot.com/2017/02/15-manfaat-aren-yang-dapat-dijadikan.html?=1

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Konteks

http://id.m.wikipedia.org/wiki/Nira

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Teks

http://nurfauzia-tresna-yudisty.blogspot.com/2012/11/flora.html?m=1

https://www.google.com/amp/s/asalusulorangmelayu.wordpress.com/2013/10/27/agama-dan-

kepercayaan-0rang-melayu/amp/

https://www.sumberpengertian.id/pengertian-teks-menurut-para-ahli

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 61: NILAI KEHARMONISAN MANUSIA DENGAN ALAM (FLORA) PADA …

49

Lampiran I

Daftar Nama-nama Informan :

1. Nama : Sulaiman

Umur : 67 Tahun

Suku : Melayu

Pekerjaan : Petani

Alamat : Dusun 1 Pantai Luas, Desa Stabat Lama Barat, Kab. Langkat

2. Nama : Nazmi

Umur : 50 Tahun

Suku : Melayu

Pekerjaan : Petani

Alamat : Dusun Ampera 1, Desa Stabat Lama Barat, Kec. Wampu, Kab.

Langkat

3. Nama : Ismail

Umur : 67 Tahun

Suku : Melayu

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Dusun Pasar Batu, Desa Stabat Lama Barat, Kec. Wampu, Kab.

Langkat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 62: NILAI KEHARMONISAN MANUSIA DENGAN ALAM (FLORA) PADA …

50

Lampiran II

Daftar Gambar :

1. Gambar 01 : Tangga yang terbuat dari bambu Sigai............................................................17

2. Gambar 02 : Parang..............................................................................................................18

3. Gambar 03 : Wadah untuk menampung air nira (derigen)...................................................19

4. Gambar 04 : Kayu untuk memukul pohon nira (kayu meranti batu/sawo/tusam)...............20

5. Gambar 05 : Plastik..............................................................................................................20

6. Gambar 06 : Kulit Manggis..................................................................................................21

7. Gambar 07 : Wajan besi......................................................................................................29

8. Gambar 08 : Sendok dari kayu.............................................................................................30

9. Gambar 09 : Kayu bakar......................................................................................................31

10. Gambar 10 : Pencetak gula aren dari bambu......................................................................32

11. Gambar 11 : Sendok besi...................................................................................................33

12. Gambar 12 : Buah Kemiri..................................................................................................33

13. Gambar 13 : Gula aren yang sudah jadi.............................................................................35

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA