Upload
abdul-aziz-wicaksono
View
695
Download
69
Embed Size (px)
Citation preview
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 2
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
Kata Pengantar
Assalammu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan
berkah, rahmat, dan karunia-Nya sehingga modul praktikum ergonomi
ini dapat diselesaikan. Modul ini merupakan buku pegangan selama
melakukan praktikum ergonomi.
Bagian-bagian modul ini antara lain tata tertib, tata cara
pelaksanaan praktikum, daftar pembagian kelompok, dan materi
mengenai tiap-tiap modul. Modul ini berisi materi mengenai
anthropometri, ruang iklim, biomekanika, postur kerja, dan fisiologi.
Materi yang ada meliputi tujuan praktikum, dasar teori, alat dan bahan,
prosedur praktikum, pengumpulan dan pengolahan data yang diisi
praktikan, serta kesimpulan dilakukannya praktikum. Harapannya,
modul ini mampu menjadi pemantik praktikan untuk menambah
wawasan dan mengembangkan pengetahuan mengenai materi
praktikum ini.
Dalam pembuatan modul ini, kami berterima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu pelaksanaan praktikum ergonomi ini. Sebagai
buatan manusia, modul ini tentu tak lepas dari kesalahan. Oleh karena
itu, kami terbuka terhadap kritik dan saran yang masuk. Apabila ada
kesalahan pada modul ini, kami memohon maaf. Semoga modul ini
dapat memberikan manfaat bagi praktikan.
Wassalammu’alaikum Wr. Wb.
Surakarta, Oktober 2011
Asisten
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 3
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
TATA TERTIB PRAKTIKUM ERGONOMI
1. Sebelum praktikum dimulai, praktikan wajib membaca seluruh
ketentuan tata pelaksanaan praktikum dan sistem penilaian.
2. Praktikum wajib memahami materi terlebih dahulu sebelum
dilakukannya praktikum.
3. Praktikan wajib mengembangkan wawasan mengenai materi
praktikum ergonomi dalam pengaplikasian dalam industri.
4. Praktikan harus mengerjakan tugas penugasan berupa review
terlebih dahulu.
5. Praktikum wajib mengikuti dan lulus soal pendahuluan sebelum
melaksanakan praktikum.
6. Praktikan wajib datang 10 menit sebelum praktikum dilaksanakan.
Apabila terlambat sampai 5 menit, nilai kedisiplinan (tepat waktu)
dikurangi 5%. Apabila sampai 10 menit, nilai kedisiplinan adalah
nol. Apabila terlambat sampai 15 menit, nilai kedisiplinan adalah
nol dan dikenakan tugas tambahan. Apabila terlambat lebih dari
15 menit, praktikan tidak boleh mengikuti praktikum.
7. Praktikan wajib mengisi daftar hadir pada saat mulai dan setelah
pelaksanaan praktikum.
8. Praktikan mengenakan pakaian berkerah, rapi, dan sopan, dan
tidak mengenakan sandal. Jika tidak, praktikan tidak boleh
mengikuti praktikum.
9. Praktikan wajib menjaga ketertiban, kedisiplinan, dan kebersihan
selama praktikum.
10. Praktikan harus bersungguh-sungguh melaksanakan praktikum.
11. Praktikan tidak diperbolehkan makan, minum, merokok, dan
menggunakan handphone saat pelaksanaan praktikum.
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 4
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
12. Praktikan dilarang membawa peralatan dan perlengkapan
praktikum keluar dari ruang praktikum.
13. Praktikan dilarang keras membawa benda tajam dan senjata
berbahaya.
14. Praktikan yang merusak peralatan praktikum wajib mengganti
peralatan.
15. Praktikan wajib menjaga barang berharga pribadi masing-masing.
Terjadinya kehilangan barang bukan tanggung jawab asisten dan
pegawai laboratorium.
16. Handphone dinonaktifkan saat pelaksanaan praktikum.
17. Praktikan yang melanggar tata tertib praktikum akan dikenai
sanksi dari asisten. Sanksi awal adalah teguran dan sanksi
berikutnya adalah nilai TIDAK LULUS. Ketidaklulusan
mengakibatkan Anda praktikum lagi tahun depan.
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 5
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
TATA CARA PELAKSANAAN PRAKTIKUM ERGONOMI
1. Tugas Pendahuluan
Tugas berupa pengerjaan soal-soal yang berkaitan dengan modul
pada praktikum ergonomi ini dengan tujuan untuk menilai
kesungguhan praktikan dalam mengikuti praktikum serta agar
praktikan mengetahui garis besar praktikum.
2. Soal Pendahuluan (PRE-TEST)
Soal pendahuluan meliputi pengerjaan soal tentang materi
praktikum. Soal pendahuluan diberikan sebelum praktikan mulai
praktikum ergonomi.
3. Praktikum
Praktikum ini terdiri dari lima modul yang masing-masing modul
dilaksanakan sesuai dengan jadwal untuk masing-masing
kelompok.
4. Asistensi
Asistensi dilakukan setelah pelaksanaan praktikum untuk
mengetahui pemahaman mengenai materi praktikum. Tata cara
asistensi adalah sesuai dengan asisten masing-masing.
5. Pembuatan Laporan
Penulisan laporan dilaksanakan setelah pelaksanaan praktikum.
Laporan praktikum di tulis di kertas A4 dengan ketentuan yang
telah disepakati oleh asisten. Penulisan laporan dilaksanakan di
Laboratorium Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi.
6. Responsi
Responsi dilaksanakan setelah praktikan melaksanakan
praktikum, pengerjaan laporan. Ketentuan responsi menyesuaikan
asisten masing-masing.
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 6
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
7. Tugas Besar
Tugas besar dilakukan setelah responsi dengan menganalisis
perusahaan (minimal 3modul ergonomi), lalu mempresentasikannya.
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 7
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
SISTEM ASISTENSI DAN PENILAIAN
Sistem Asistensi
1. Jadwal asistensi sesuai dengan jadwal asisten masing-masing.
2. Konsultasi yang berkaitan dengan materi praktikum dapat
dilakukan sampai dengan sebelum praktikum. Konsultasi
menyesuaikan jadwal asisten.
3. Lembar pemantauan harus dibawa setiap kali asistensi.
4. Bila tidak membawa lembar pemantauan tidak akan mendapat
pelayanan asistensi.
5. Jika asisten tidak ditempat pada saat asistensi maka praktikan
yang ingin berkonsultasi harus menunggu kecuali jika asisten yang
bersangkutan telah melimpahkan wewenangnya dengan asisten
lain.
6. Pada saat asistensi seluruh anggota kelompok harus ada, kecuali
dengan alasan tertentu yang dapat diterima oleh asisten.
7. Keaktifan praktikan dalam menjawab pertanyaan asisten pada
saat asistensi akan masuk dalam perhitungan nilai.
8. Setiap asistensi praktikan harus mengisi lembar presensi yang
disediakan oleh asisten.
Sistem Penilaian
1. Tugas Pendahuluan : 15%
2. Pretest : 5%
3. Praktikum dan Keaktifan : 20%
4. Laporan : 20%
5. Tugas Besar dan presentasi : 15%
6. Responsi : 25%
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 8
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
Total : 100% Syarat Kelulusan Nilai C
DAFTAR NAMA ASISTEN PRAKTIKUM ERGONOMI
NAMA NIM NOMOR HP
Bekti Budi Santosa I 0309010 085643156565
Febri Muhammad R. I 1309021 085710129640
Fikri Indra Maulana I 0309025 085693070205
Nindya Laksita L. I 0309037 08561785936
Rosma Hani D. I 0309047 085229817434
DAFTAR KELOMPOK DAN ASISTEN BEKTI 5, 9 dan 12 FEBRI 4 dan 10 FIKRI 3 dan 7 NINDY 2 dan 8 ROSMA 1,6 dan 11
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 9
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
DAFTAR KELOMPOK
Shift 1 Shift 2 Shift 3
Kelompok 1 Kelompok 5 Kelompok 9
Ade Kurniawan Novia Rahmawati Cindy Wahyu F.
Amanda Sofiana Fatma Fitriyana Monique P. N.
Astrid Wahyu W. M. Annafri P. Ade Chandra
Sofian Rendy A. M. Hisyam
Kelompok 2 Kelompok 6 Kelompok 10
Ahmad Faiz H. Justitieca P. P. Novitria A. P.
Windra Reza Rina Wiji A. Nerissa Arviana P.
Levinia Dian L. Dionisius Johan S. Hadid Triyono
Dyah Dwi N. M. Hasan Singgih Adi P.
Kelompok 3 Kelompok 7 Kelompok 11
Emirsyah M. Ayu Erliza Stephanie Liana W.
Rohandi Latif Tri Wisudawati Akiyumas
Nur Atikah Abdullah Ryan DwiYuliastomo
Yanuarita N. S. Nanda Lokita
Kelompok 4 Kelompok 8 Kelompok 12
Ereika Ari Agassi Ifen Alfara Indri Hermayanti
Haritsah M. Y. H. Abdul Aziz W. Adhika Nandiwhardana
Yuni Wijayanti M. Oka R. Pandu S. N.
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 10
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
MODUL 1
ANTHROPOMETRI
A. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mampu mengukur data anthropometri
2. Mampu menentukan ukuran tubuh yang dibutuhkan dalam
merancang tempat kerja dan benda kerja
3. Mampu menggunakan data anthropometri dalam perancangan
tempat kerja dan benda kerja.
B. TEORI PENGANTAR
Ergonomi merupakan suatu cabang keilmuan yang sistematis
untuk memanfaatkan informasi-informasi mengenai sifat,
kemampuan dan keterbatasan manusia untuk merancang suatu
sistem kerja sehingga manusia sebagai pengendali sistem dapat
hidup dan bekerja pada sistem tersebut dengan baik; yaitu mencapai
tujuan yang diinginkan melalui pekerjaan itu dengan efektif, efisien,
aman dan nyaman. Anthropometri merupakan salah satu ilmu yang
digunakan untuk menciptakan kondisi kerja yang ergonomi.
Ergonomi yang merupakan ilmu perancangan berbasis
manusia (Human Centerd Design) dirasakan menjadi semakin
penting hingga saat ini. Hal tersebut disebabkan:
Manusia sebagai sumber daya utama dalam sebuah sistem
Adanya regulasi nasional maupun internasional mengenai
sistem kerja dimana manusia terlibat di dalamnya
Para pekerja adalah human being
Dengan diterapkannya ergonomi, sistem kerja dapat menjadi
lebih produktif dan efisien.
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 11
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
Anthropometri merupakan satu studi yang berkaitan dengan
pengukuran dimensi tubuh manusia yang secara luas akan
digunakan sebagai pertimbangan-pertimbangan ergonomis dalam
proses perancangan produk maupun sistem kerja yang akan
melibatkan interaksi manusia. Dimensi-dimensi tubuh ini dibagi
menjadi kelompok statistika dan ukuran persentil. Jika seratus orang
berdiri berjajar dari yang terkecil sampai terbesar dalam suatu
urutan, hal ini akan dapat diklasifikasikan dari 1 percentile sampai
100 percentile. Data dimensi manusia ini sangat berguna dalam
perancangan produk dengan tujuan mencari keserasian produk
dengan manusia yang memakainya. Pemakaian data anthropometri
mengusahakan semua alat disesuaikan dengan kemampuan
manusia, bukan manusia disesuaikan dengan alat. Rancangan yang
mempunyai kompatibilitas tinggi dengan manusia yang
memakainya sangat penting untuk mengurangi timbulnya bahaya
akibat terjadinya kesalahan kerja akibat adanya kesalahan disain
(design-induced error).
Aplikasi anthropometri meliputi :
Perancangan areal kerja
Perancangan peralatan kerja
Perancangan produk-produk konsumtif
Perancangan lingkungan kerja fisik
Dengan demikian anthropometri akan dapat ditentukan
bentuk, ukuran dan dimensi yang tepat berkaitan dengan produk
yang dirancang dan manusia yang mengoperasikannya.
Berkaitan dengan posisi tubuh manusia dikenal dua cara
pengukuran, yaitu:
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 12
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
Anthropometri Statis (Structural Body Dimensions)
Pengukuran manusia pada posisi diam dan linier pada
permukaan tubuh. Disebut juga pengukuran dimensi tubuh,
dimana tubuh diukur dalam berbagai posisi standar dan
tidak bergerak ( tetap tegak sempurna ) atau disebut juga
pengukuran statis.
Anthropometri Dinamis (Functional Body Dimensions)
Pengukuran keadaan dan ciri-ciri fisik manusia dalam
keadaan bergerak atau memperhatikan gerakan-gerakan
yang mungkin terjadi saat pekerja melaksanakan
pekerjaannya. Terdapat 3 kelas dalam pengukuran
anthropometri dinamis yaitu :
Pengukuran tingkat ketrampilan sebagai pendekatan
untuk mengerti keadaan mekanis dari suatu aktifitas.
Contoh : mempelajari performansi atlet
Pengukuran jangkauan ruang yang dibutuhkan saat
kerja.
Contoh : jangkauan dari gerakan tangan dan kaki
efektif pada saat kerja yang dilakukan duduk atau
berdiri.
Pengukuran variabilitas kerja.
Contoh : Analisis kinematika dan kemampuan jari-jari
tangan dari seorang juru ketik atau operator computer.
Dalam penggunaan data antropometri perlu
dipertimbangkan berbagai faktor yang akan mempengaruhi ukuran
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 13
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
tubuh manusia adalah umur, jenis kelamin, suku atau bangsa, status
sosio ekonomi.
Umur
Secara umum dimensi tubuh manusia akan tumbuh dan
bertambah seiring dengan bertambahnya umur, yaitu dari
sejak lahir hingga umur 20 tahunan.
Jenis kelamin
Dimensi dan ukuran tubuh laki-laki dan perempuan
berbeda. Laki-laki memiliki ukuran tubuh yang lebih besar
daripada perempuan kecuali pada bagian-bagian tertentu
seperti dada dan pinggul.
Suku atau bangsa
Setiap suku, bangsa ataupun kelompok etnis tertentu
memiliki karakteristik fisik tertentu yang berbeda satu
dengan yang lain.
Status sosio ekonomi
Tingkat sosio ekonomi akan mempengaruhi dimensi tubuh
manusia. Negara-negara maju yang tingkat sosio
ekonominya tinggi cenderung memiliki dimensi tubuh yang
lebih besar.
Pekerjaan, aktivitas sehari-hari juga berpengaruh
Kondisi waktu pengukuran
Selain faktor-faktor tersebut terdapat juga faktor-faktor yang
perlu dipertimbangkan karena mempengaruhi variabilitas ukuran
tubuh manusia seperti:
Cacat tubuh
Diperlukan untuk perancangan produk bagi orang-orang
cacat.
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 14
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
Tebal tipis pakaian
Hal ini dipertimbangkan berkaitan dengan faktor iklim
dimana perbedaan iklim akan memberikan perbedaan
bentuk rancangan dan spesifikasi pakaian.
Kehamilan
Hal ini akan mempengaruhi bentuk dan ukuran tubuh
perempuan yang hamil.
Untuk penetapan data anthropometri digunakan distribusi
normal yang mana distribusi ini dapat diformulasikan berdasarkan
harga rata-rata ( mean X ) dan simpangan bakunya ( standar
deviasi x ) dari data yang diperoleh. Dari nilai yang ada tersebut
dapat ditentukan nilai persentil sesuai dengan tabel probabilitas
distribusi normal yang ada. Persentil merupakan suatu nilai yang
menunjukkan persentase tertentu dari orang yang memiliki ukuran
pada atau dibawah nilai tersebut. Seperti persentil ke-95
menunjukkan 95% populasi berada pada atau dibawah ukuran
tersebut. Untuk menghitung nilai persentil digunakan formulasi
seperti terlihat pada tabel dibawah ini.
Tabel. Persentil dan Cara Perhitungan Dalam Distribusi Normal
Persentil Perhitunga
n
Persentil Perhitunga
n
Ke-1
Ke-2.5
Ke-5
Ke-10
Ke-50
x -2.325σx
x -1.960σx
x -1.645σx
x -1.280σx
x
Ke-90
Ke-95
Ke-97.5
Ke-99
x +1.280 σx
x +1.645σx
x +1.960σx
x +2.325σx
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 15
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
Terdapat dua pilihan dalam merancang sistem kerja
berdasarkan data antropometri, yaitu:
1. Sesuai dengan tubuh pekerja yang bersangkutan
(perancangan individual), yang terbaik secara ergonomi
2. Sesuai dengan populasi pemakai/pekerja
Perancangan untuk populasi sendiri memiliki tiga pilihan yaitu:
1. Prinsip perancangan produk bagi individu ekstrim (Design for
extreme individuals)
Disini rancangan produk dibuat untuk bisa memenuhi dua
sasaran, yaitu bisa sesuai untuk mengikuti klasifikasi ekstrim (
terlalu besar atau terlalu kecil dibandingkan rata-rata ) dan
memenuhi ukuran tubuh mayoritas. Untuk dimensi minimum
digunakan nilai persentil ke-90, ke-95 atau ke-99 dan dimensi
maksimum digunakan persentil ke-1, ke-5 atau ke-10. Pada
umumnya persentil yang umum digunakan adalah ke-95 dan ke-
5.
2. Prinsip perancangan produk yang bisa dioperasikan diantara
rentang (Design for adjustable range)
Disini produk yang dirancang bisa diubah-ubah ukurannya
sehingga cukup fleksibel dioperasikan oleh setiap orang yang
memiliki berbagai macam ukuran tubuh. Untuk mendapatkan
rancangan yang fleksibel umumnya digunakan rentang persentil
ke-5 sampai ke-9.
3. Prinsip perancangan produk dengan ukuran rata-rata (Design for
average)
Dalam prinsip ini produk dirancang berdasarkan rata-rata ukuran
manusia. Dalam hal ini kemungkinan orang yang berada dalam
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 16
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
ukuran rata-rata sedikit, sedangkan ukuran ekstrim akan
dibuatkan rancangan tersendiri.
Berkaitan dengan aplikasi data anthropometri yang diperlukan
dalam proses perancangan produk atau fasilitas kerja maka
ditetapkan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Penetapan anggota tubuh yang akan difungsikan untuk
mengoperasikan rancangan tersebut.
2. Penentuan dimensi tubuh yang penting dalam proses perancangan
alat. Dalam hal ini perlu diperhatikan apakah harus
menggunakan data struktural body dimensions ataukah
functional body dimensions.
3. Penentuan populasi terbesar yang harus diantisipasi, diakomodasi
dan menjadi target utama untuk pemakai rancangan produk
tersebut. Hal ini lazim dikenal sebagai segmentasi pasar seperti
produk mainan untuk anak-anak, peralatan rumah tangga untuk
wanita dan lain-lain.
4. Penetapan prinsip ukuran yang harus diikuti semisal apakah
rancangan tersebut untuk ukuran individual yang ekstrim,
rentang ukuran yang fleksibel ataukah ukuran rata-rata.
5. Pemilihan persentase populasi yang harus diikuti; 90th,95 th,99th
ataukah nilai persentil yang lain yang dikehendaki.
6. Penetapan atau pemilihan nilai ukuran dari tabel data
anthropometri yang sesuai untuk setiap dimensi tubuh yang telah
diidentifikasikan. Aplikasikan data tersebut dan tambahkan
faktor kelonggaran bila diperlukan, seperti halnya tambahan
ukuran akibat faktor tebalnya pakaian yang harus dikenakan
oleh operator, pemakaian sarung tangan dan lain-lain.
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 17
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
Perbedaan individual antara manusia dewasa dengan anak-
anak, laki-laki atau perempuan, menunjukkan bahwa manusia
pada dasarnya memiliki bentuk tubuh, ukuran (anthropometri) dan
karakter fisik yang berbeda-beda. Berangkat dari realitas ini, maka
dalam perancangan desain sedapat mungkin fleksibel untuk dapat
digunakan oleh mayoritas populasi yang secara leluasa bebas
mengatur dan beradaptasi dengan ukuran tubuh masing-masing.
Memperhatikan hal tersebut, desain yang qualified, certified dan
customer need, sebaiknya dirancang dengan terlebih dahulu
memperhatikan segala faktor yang terkait dengan manusia yang
mengunakan atau mengoperasionalkan hasil produk desain yang
fungsional, dengan memperhatikan faktor keselamatan, kesehatan,
dan kenyamanan manusia.
Metode Perancangan dengan Anthropometri (Anthropometric
Method)
Tahapan perancangan sistem kerja menyangkut work space design
dengan memperhatikan faktor anthropometri secara umum adalah
sebagai berikut (Roebuck,1995):
1. Menentukan kebutuhan perancangan dan kebutuhannya
(establish requirement)
2. Mendefinisikan dan mendiskripsikan populasi pemakai
3. Pemilihan sampel yang akan diambil datanya
4. Penentuan kebutuhan data (dimensi tubuh yang akan diambil).
5. Penentuan sumber data (dimensi tubuh yang akan diambil) dan
pemilihan persentil yang akan dipakai
6. Penyiapan alat ukur yang akan dipakai
7. Pengambilan data
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 18
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
8. Pengolahan data
a. Uji kenormalan data
b. Uji keseragaman data
c. Uji kecukupan data
d. Perhitungan persentil data (persentil kecil, rata-rata dan
besar)
9. Visualisasi rancangan dengan memperhatikan:
a. Posisi tubuh secara normal
b. Kelonggaran (pakaian dan ruang)
c. Variasi gerak
10. Analisis hasil rancangan
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 19
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
Gambar 1.Contoh visualisasi sederhana hasil rancangan
Uji Keseragaman, Kecukupan dan Kenormalan Data
1. Uji Keseragaman
Untuk menguji keseragaman data digunakan rumus sebagai
berikut:
N
xxxxx N
...321
1
)( 2
N
xxSD
i
SDxBKA 2
SDxBKB 2
2. Uji Kecukupan
Untuk menguji kecukupaan data digunakan rumus sebagai
berikut:
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 20
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
222/
'
i
ii
X
XXNskN
bila N’ < N maka data yang diperoleh dikatakan cukup.
3. Uji Kenormalan
Untuk menguji kenormalan data digunakan rumus sebagai
berikut:
x
xxcX
i
2
2)(
bila ,2 dfcX maka data dikatakan normal.
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 21
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
MODUL 2
RUANG IKLIM
A. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mengetahui pengaruh perlakuan cahaya, kebisingan,
kelembaban, dan suhu terhadap produktivitas kerja.
2. Mengetahui besar intensitas cahaya dan warna, tingkat
kebisingan, tingkat kelembaban, dan tingkat temperatur yang
optimal untuk menghasilkan suatu output yang maksimal dalam
suatu pekerjaan.
3. Mampu menganalisis dan membuat suatu rancangan kondisi
lingkungan kerja yang ergonomis.
B. TEORI PENGANTAR
Manusia mempunyai peranan sentral dalam suatu lingkungan
kerja yaitu sebagai perencana dan perancang suatu sistem kerja
untuk dapat mengendalikan proses yang sedang berlangsung pada
sistem kerja secara keseluruhan. Usaha untuk memahami tingkah
laku manusia, khususnya tingkah laku kerja manusia tidak dapat
dilakukan hanya dengan memahami kondisi fisik manusia saja.
Kelebihan dan keterbatasan kondisi fisik manusia memang
merupakan faktor yang harus diperhitungkan, tetapi bukan satu-
satunya faktor yang menentukan produktivitas kerja.
Dalam upaya peningkatan kualitas lingkungan kerja yang
mendukung produktivitas kerja, maka terlebih dahulu perlu
diketahui kerangka kerja konsep kualitas lingkungan yang
menggambarkan beberapa faktor yang mempengaruhi
produktivitas sebagai berikut:
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 22
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
temperature
- hot
- cold
- comfortable
lighting
- bright
- dim
- glare sound
- noise
- disturbance
- privacy
air quality
- acute effects
- chronic effects
- pollutants user
- gender
- personal control
- cacosmia
vibaration
- segmental
- whole body
productivity
1. Pencahayaan
Cahaya merupakan gelombang elektromagnetik yang
sensitif terhadap mata manusia. Mata dapat melihat sesuatu jika
mendapatkan rangsangan cahaya, yaitu energi radiasi yang
panjang gelombangnya bervariasi antara 380 sampai 750
milimikron. Variasi panjang gelombang yang nampak kepada
kita bisa mengakibatkan persepsi warna yang berbeda-beda.
Misalnya warna ungu bergelombang 400 milimikron, biru sekitar
450 milimikron, hijau 500 milimikron, kuning–oranye 600
milimikron atau lebih.
Cahaya yang menerpa mata kita bisa langsung berasal dari
sumber sinar, seperti: matahari, bola lampu, nyala api, atau lilin
yang sering disebut sebagai sumber sinar panas. Cahaya juga
bisa datang kemata karena pantulan dari sesuatu benda atau
bidang. Jadi, sinar dari sumber panas, menerpa benda, lalu
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 23
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
dipantulkan oleh benda tersebut hingga mengenai mata. Benda
atau bidang ini sering disebut sebagai sumber sinar dingin dan
dari sinar yang terpantul itulah kita mendapatkan kesan visual
tentang lingkungan kita ( Suyatno Sastrowinoto, 1985).
Cahaya itu sendiri dapat dibedakan dua macam, yaitu:
Cahaya ionisasi: sinar alpha, gamma, dan beta.
Cahaya non ionisasi.
Cahaya non ionisasi inilah yang banyak berhubungan
dengan manusia dan banyak terdapat dilingkungan kerja
dimana manusia melakukan kerja (Santoso, 1985).
Salah satu faktor yang penting dari lingkungan kerja yang
dapat memberikan kepuasan dan produktivitas kerja adalah
pencahayaan yang baik. Dimana dalam hal ini, efesiensi seorang
operator ditentukan ketepatan saat melihat dan bekerja
sehingga dapat meningkatkan efesiensi kerja dan keamanan
keja yang lebih besar. Seorang operator akan dapat melihat
dengan baik bila penerangan yang ada baik pula.
Ciri-ciri penerangan yang baik:
a. Sinar/cahaya yang cukup
Penerangan yang cukup akan sangat menentukan
kemampuan untuk melihat. Maka penerangan yang ada
haruslah cukup dapat untuk melihat dengan jelas, tetapi
tidak berlebihan.
b. Sinar/cahaya yang tidak menyilaukan
Objek yang dilihat harus terbebas dari cahaya yang
menyilaukan. Cahaya yang menyilaukan bisa berasal dari
sumber maupun pantulan.
c. Tidak terdapat kontras yang tajam
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 24
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
Obyek yang dilihat diusahakan adanya kekontrasan antara
obyek yang satu dengan yang lain agar lebih mudah untuk
membedakannya.
d. Terangnya cahaya
Terangnya cahaya yang diperlukan oleh obyek tergantung
pada banyaknya cahaya yang dipantulkan dari obyek
kemata kita. Perbedaan terangya cahaya dinyatakan sebagai
ratio.
e. Distribusi cahaya
Dalam sebuah industri penerangan diharapkan dapat merata
karena memungkinkan fleksibilitas dalam layout dan
membantu perataan dari terangnya cahaya.
f. Warna
Warna cahaya yang baik adalah warna yang dapat
memberikan penerangan dan mengurangi silau.
Pengaturan penerangan listrik ada berbagai macam. Untuk
pemasangan peralatan sistem penerangan perusahaan terdapat
lima cara pemasangan yang berbeda. Adapun kelima macam
pemasangan tersebut adalah:
a. Penerangan langsung
Sistem penerangan langsung ini adalah penyinaran langsung
dari sumber kepada obyek pekerjaan dan para karyawan.
Perbandingan terangnya sinar dibawah sumber sinar adalah
berkisar antara 90% sampai 100%, sedangkan diatas sumber
sinar adalah berkisar antara 0% sampai 10%.
b. Penerangan setengah langsung
Sumber sinar langsung kepada obyek pekerjaan dari para
karyawan. Hanya saja dalam penerangan setengah langsung
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 25
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
ini proporsi sinar pada obyek pekerjaan sedikit berubah, yaitu
antara 80% sampai dengan 90%, diatas sumber sinar berkisar
antara 10% sampai dengan 40%.
c. Penyebaran merata
Dalam sisten penerangan dengan penyebaran merata ini tidak
ada perbedaan yang mencolok dari penyebaran sinar, baik
kepada obyek pekerjaan dan karyawan maupun ke atas
sumber sinar. Pada umumnya prosentase penyebaran sinar ini
akan berkisar dari 40% sampai 60% baik di atas maupun di
bawah sumber sinar.
d. Penerangan setengah tidak langsung
Sistem ini menggunakan proses pembauran sinar. Pembauran
sinar ini dilaksanakan dengan tujuan mengurangi silaunya
cahaya yang dipantulkan pada obyek kerja. Denga sistem ini
penyebaran sinar justru lebih banyak ke atas sumber sinar
yang berkisar antara 60% sapai 90% untuk dibaurkan ke
langit-langit ruangan, sedangkan dibawah sumber sinar
mendapatkan penyebaran sinar berkisar 10% sampai 40%.
e. Penerangan tidak langsung
Sistem ini hampir sama dengan penerangan setengah tidak
langsung. Perbedaannya adalah pada proporsi penyebaran
sinar, yaitu 90% sampai 100% untuk bagian atas sumber
sinar, sedangkan ke bawah sumber sinar berkisar antara 0%
sampai 10%.
Penerangan atau pencahayaan kadang-kadang juga
menimbulkan masalah apabila pengaturannya kurang baik
yakni silau. Silau juga menjadi beban tambahan bagi pekerja
maka harus dilakukan pengaturan atau pencegahan, yaitu:
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 26
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
a. Pemilihan jenis lampu yang tepat misalnya neon. Lampu neon
kurang menyebabkan silau dibandingkan lampu biasa.
b. Menempatkan sumber-sumber cahaya/penerangan
sedemikian rupa sehingga tidak langsung mengenai bidang
yang mengkilap.
c. Tidak menempatkan benda-benda yang berbidang mengkilap
di muka jendela yang langsung memasukkan sinar matahari.
d. Penggunaan alat-alat pelapis bidang yang tidak mengkilap.
e. Mengusahakan agar tempat-tempat kerja tidak terhalang
oleh bayangan suatu benda. Dalam ruangan kerja sebaiknya
tidak terjadi bayangan-bayangan.
Penerangan yang silau buruk (kurang maupun silau) di
lingkungan kerja akan menyebabkan hal-hal sebagai berikut:
a. Kelelahan mata yang akan berakibat berkurangnya daya dan
efisiensi kerja.
b. Kelemahan mental.
c. Kerusakan alat penglihatan (mata).
d. Keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala di sekitar
mata.
e. Meningkatnya kecelakaan kerja.
Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas maka dalam
mendirikan bangunan tempat kerja (pabrik, kantor, sekolahan,
dan sebagainya) sebaiknya mempertimbangkan ketentuan-
ketentuan antara lain sebagai berikut:
a. Jarak antara gedung dan bangunan-bangunan lain tidak
mengganggu masuknya cahaya matahari ke tempat kerja.
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 27
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
b. Jendela-jendela dan lubang angin untuk masuknya cahaya
matahari harus cukup, seluruhnya sekurang-kurangnya 1/6
daripada luas bangunan.
c. Apabila cahaya matahari tidak mencukupi ruangan tempat
kerja, harus diganti dengan penerangan lampu yang cukup.
d. Penerangan tempat kerja tidak menimbulkan suhu ruangan
panas (tidak melebihi 320 celsius).
e. Sumber penerangan tidak boleh menimbulkan silau dan
bayang-bayang yang mengganggu kerja.
f. Sumber cahaya harus menghasilkan daya penerangan yang
tetap dan menyebar serta tidak berkedip-kedip.
2. Temperatur (Suhu)
Kebanyakan orang tidak menyadari tentang kondisi
nyaman dalam suatu ruangan. Rasa tidak nyaman penting
secara biologis karena akan menyebabkan orang untuk
cenderung untuk mengembalikan keseimbangan temperatur
(suhu). Penyimpangan dari batas kenyamanan temperatur
(suhu) menyebabkan perubahan secara fungsional yang meluas.
Panas yang berlebihan akan dapat menyebabkan rasa capek
yang mengurangi prestasi kerja dan menurunkan kosentrasi
kerja sehingga akan dapat meningkatkan tingkat kesalahan.
Suhu yang dingin pun akan cenderung mempengaruhi pekerja
dan menyebabkan rasa kantuk serta mengurangi daya atensi
yang berpengaruh negatif pada kerja normal.
Rentang temperatur (suhu) dimana manusia merasakan
kenyamanan sangant bervariasi. Variasi tersebut akan sangat
bergantuing jenis pakaian yang dipakai dan aktivitas yag
dilakukan.
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 28
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
Dalam perancangan suatu ruangan yang baik, lembab nisbi
mempunyai pengaruh yang cukup kecil terhadap perasaan atas
temperatur (suhu) dalam zona nyaman, asalkan waktu
berlakunya tidak lama. Meskipun demikian kelembaban lebih
berperan dalam menurunnya daya tahan tubuh terhadap
penyakit.
Dalam penggunaan AC dalam suatu ruangan dalam usaha
memberikan kenyamanan perlu memperhatikan faktor yang
lain, seperti selisih temperatur (suhu) antara luar ruangan
dengan dalam ruangan tidak lebih dari 40 celcius. Jika
perbedaan duhu terlalu besar maka akan menyebabkan rasa
tidak nyaman setelah seseorang keluar dari ruangan.
Mengukur Temperatur (Suhu) Lingkungan
a. Dry Bulb Temperatur
Diukur dengan temperatur (suhu) biasa yaitu temperatur
(suhu) dari gas unsure pokok yang membentuk udara. DB
temperature menandakan temperatur (suhu) udara.
b. Kelembaban Nisbi dan Wet Bulb Temperatur
Kelembaban nisbi adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan tekanan uap air di udara pada temperatur
(suhu) tertentu dan merupakan presentase dari tekanan uap
jenuh pada temperatur (suhu) tersebut. Wet Bulb (WB)
temperature adalah temperatur (suhu) yang dicapai bila air
berevaporasi menjadi udara. WB temperatur tidak hanya
tergantung pada DB temperatur tetapi juga kelembaban
udara sekitar.
c. Globe Temperatur (GT)
Ialah temperatur (suhu) yang diakibatkan panas radiasi.
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 29
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
d. Stress Panas
Merupakan kombinasi dari semua faktor baik iklim dan non
iklim yang menimbulkan konveksi atau radiasi panas yang
didapat oleh tubuh atau mencegah panas yang hilang dari
tubuh. Wet bulb-globe temperatur (WBGT) digunakan
sebagai index stress panas.
WBGT (out doors) = 0,7 WB + 0,2 GT + 0,1 DB
WBGT (indoors) = 0,7 WB + 0,3 GT
e. Mekanisme Pengaturan Panas
Ialah sejumlah mekanisme fisiologi yang ada untuk
mempertahankan keseimbangan panas pada manusia.
f. Sifat Vasomotor Peripheral (Peripheral Vasomotor Tone)
Pada lingkungan panas vasodilasi peripheral terjadi di sirkuit
kulit. Arteri membesar dan kapiler di permukaan kulit
membuka, darah yang mengalir bertambah, dan panas
dikonduksikan ke permukaan kulit kemudian dilepaskan ke
lingkungan. Di lingkungan dingin terjadi vakokonstriksi di
kulit yang menyebabkan sedikit panas yang hilang. Sifat
vasomotor peripheral menyebabkan kulit berfungsi sebagai
insulator dan radiator.
g. Pertukaran Panas
Melibatkan arteri dan vena yang mensuplai jaringan tubuh
bagian dalam.
h. Keringat
Dihasilkan oleh kelenjar eccrin yang sebagian besar adalah air
dan mengandung bermacam-macam elektrolit terutama
sodium, potasium, dan klorida. Keburukkan dari berkeringat
yang berlebihan adalah dehidrasi dan kehilangan garam.
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 30
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
i. Menggigil
Menggigil tidak sengaja ialah mekanisme pengaturan panas
yang melibatkan produksi panas secara aktif.
Bekerja di Lingkungan Panas
Sistem cardiovaskuler berada di bawah kondisi sangat
tegang ketika orang bekerja dibawah kondisi panas sebagai
akibat dari pemenuhan kebutuhan kerja panas dan pendinginan
tubuh.
a. Heat Sroke (Stroke Panas)
Ialah kondisi berbahaya akibat panas berkelebihan yaitu
temperatur (suhu) inti sekitar 420 C. Keringat berhenti dan
kulit menjadi kering. Tekanan darah turun dan dan darah
dipompa ke organ vital seperti: hati, ginjal, otak. Untuk
menurunkan temperatur (suhu) inti tubuh dengan
menggunakan semprotan air dan spon basah karena panas
tidak mungkin langsung normal walaupun berhenti bekerja.
b. Kelembaban Nisbi
Kelembaban nisbi mempengaruhi kondisi pekerja saat berada
di lingkungan kerja.
c. Aklimatisasi Panas
Merupakan adaptasi terhadap lingkungan panas. Melibatkan
peningkatan kapasitas produksi keringat dan penurunan
temperatur (suhu) inti.
d. Faktor Individu yang Mempengaruhi Panas
Faktor-faktor yang mempengaruhinya adalah: umur, jenis
kelamin, kemampuan fisik, dan lemak tubuh.
e. Manajemen Stress Panas
Beberapa langkah dasar di manajemen stress panas:
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 31
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
Mengurangi kelembaban nisbi yang tinggi.
Meningkatkan aliran udara dengan kipas angin atau AC
Memperkenalkan rotasi job.
Memberikan waktu 2 minggu untuk penyesuaian
(adaptasi).
f. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Bekerja di
Lingkungan Panas
Karakteristik pekerja: toleransi panas fisiologi, umur,
tingkat aklimasi.
Temperatur (suhu) lingkungan: kelembaban nisbi,
temperatur globe, kecepatan angin.
Persyaratan tugas: tingkat kerja, istirahat, pakaian
pelindung.
Bekerja di Lingkungan Dingin
a. Temperatur (Suhu) Inti
Jika temperatur (suhu) inti seseorang berada di lingkungan
dingin, maka akan turun dibawah normal. Jaringan tubuh inti
lebih rendah dari tingkat metabolisme dan kemudian
sejumlah metabolisme panas dihasilkan.
b. Penyesuaian Terhadap Dingin
Lokal penyesuaian terjadi di kaki dan tangan. Manusia
cenderung meningkatkan metabolisme basal dan tidur
walaupun menggigil pada saat dingin. Dengan memakai
pakaian tebal dan selalu beraktivitas merupakan adaptasi
terhadap dingin.
c. Tanggapan Terhadap Dingin
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 32
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
Tergantung pada pusat pengaturan temperatur (suhu)
hypothalamus. Misalnya infeksi bakteri dapat meningkatkan
titik temperatur (suhu) inti sehingga seseorang kemudian
merasa dingin walaupun temperaturnya normal.
Menurut penyelidikan untuk berbagai tingkat temperatur akan
memberikan pengaruh yang berbeda-beda seperti berikut:
a. ± 49 º C
Temperatur yang dapat ditahan sekitar 1 jam, tetapi jauh
diatas tingkat kemampuan fisik dan mental. Lebih kurang 300
celcius : aktivitas mental dan daya tanggap mulai menurun
dan cenderung untuk membuat kesalahan dalm pekerjaan.
Timbul kelelahan fisik.
b. ± 300 C
Aktivitas mental dan daya tanggap mulai menurun dan
cenderung untuk membuat kesalahan dalam pekerjaan,
timbul kelelahan fisik.
c. ± 240 C
Merupakan kondisi optimum
d. ± 100 C
Kelakuan fisik yang ekstrem mulai muncul.
3. Kebisingan
Bunyi adalah sesuatu yang tidak dapat kita hindari dalam
kehidupan sehari-hari, termasuk di tempat kerja. Bahkan bunyi
yang kita tangkap melalui telinga kita merupakan bagian dari
kerja misalnya bunyi telepon, bunyi mesin ketik/komputer, mesin
cetak, dan sebagainya. Sering kita alami bahwa bunyi-bunyi
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 33
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
tersebut merupakan bagian dari kerja kita, tetapi tidak kita
inginkan, misalnya teriakan orang, bunyi mesin diesel yang
melebihi ambang batas pendengaran, dan sebagainya. Bunyi
yang tidak kita inginkan atau kehendaki inilah yang sering
disebut bising atau kebisingan.
Kebisingan yang ada mempunyai beberapa bentuk yang
antara lain:
a. Kebisingan kontinu dengan spektrum frekuensi yang luas.
b. Kebisingan kontinu dengan spektrum frekuensi yang sempit.
c. Kebisingan terputus-putus.
d. Kebisingan implusif.
e. Kebisingan implusif berkurang.
f. Kebisingan dari sumber eksternal.
Kategori kebisingan lingkungan dapat dilihat seperti dalam
tabel berikut:
Jumlah kebisingan Semua kebisingan di suatu tempat
tertentu dan suatu waktu tertentu.
Kebisingan spesifik
Kebisingan di antara jumlah kebisingan
yang dapat dengan jelas dibedakan
untuk alasan-alasan akustik. Seringkali
sumber kebisingan dapat
diidentifikasikan.
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 34
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
Kebisingan residual
Kebisingan yang tertinggal sesudah
penghapusan seluruh kebisingan spesifik
dari jumlah kebisingan di suatu tempat
tertentu dan suatu waktu tertentu.
Kebisingan latar
belakang
Semua kebisingan lainnya ketika
memusatkan perhatian pada suatu
kebisingan tertentu. Penting untuk
membedakan antara kebisingan residual
dengan kebisingan latar belakang.
Kualitas bunyi ditentukan oleh dua hal yakni frekuensi dan
intensitasnya. Frekuensi dinyatakan dalam jumlah getaran per
detik yang disebut hertz (Hz), yaitu jumlah gelombang-
gelombang yang sampai di telinga setiap detiknya. Biasanya
suatu kebisingan terdiri dari campuran sejumlah gelombang dari
berbagai macam frekuensi. Sedangkan intensitas atau arus
energi per satuan luas biasanya dinyatakan dalam suatu
logaritmis yang disebut desibel (dB).
Selanjutnya dengan ukuran intensitas bunyi atau desibel ini
dapat ditentukan apakah bunyi itu bising atau tidak. Dari
ukuran-ukuran ini dapat diklasifikasikan seberapa jauh bunyi-
bunyi di sekitar kita dapat diterima atau dikehendaki dan tidak
dikehendaki atau bising.
Pada tabel berikut akan ditunjukan skala intensitas yang
bisa terjadi di suatu tempat akibat alat/keadaan:
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 35
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
Kebisingan Terus Menerus dan Terputus-Putus
OSHA telah mengembangkan suatu perlakuan kebisingan
yang diijinkan untuk orang yang bekerja pada suatu industri
(OSHA,1983). Level yang diijinkan tergantung pada lamanya
perlakuan dan ditentukan pada tabel 18-3.Kunci konsep dalam
OSHA adalah dosis kebisingan. Perlakuan untuk setiap level
suara yang lebih dari 80 dbA menyebabkan pendengar
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 36
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
mendatangkan dosis parsial dari kebisingan. (Perlakuan untuk
suara dengan level kurang dari 80 dbA diabaikan dalam
perhitungan dosis).
Dosis parsial dihitung untuk setiap level tekanan suara yang
spesifik diatas 80 dbA sebagai berikut:
level soundat timeepermissibl Maximum
level soundat spent Actually Time
Tabel 1.1. Permissible Noise Exposure Menurut OSHA
Sound level, dBA Pemissible time, h
80
85
90
95
100
105
110
115
120*
125*
130*
32
16
8
4
2
1
0.5
0.25
0.125*
0.063*
0.031*
Total atau dosis kebisingan sehari-hari adalah penjumlahan
dari dosis parsial. Dosis kebisingan dapat dikonversikan kedalam
tingkat suara 8-h time-weigted average (TWA) dengan
menggunakan tabel 14.4.TWA adalah tingkat suara yang akan
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 37
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
menghasilkan dosis kebisingan jika pekerja diperlakukan pada
level suara lebih dari 8 jam sehari secara terus menerus. Dosis
kebisingan 50% (TWA= 85 dBA) dirancang sebagai action level.
Dosis kebisingan 100% ( TWA=90 dBA) dirancang sebagai
permissible exposure level .
Tabel 1.2. Converting Noise Dose to TWA
Noise Dose (D) TWA, *Dba
10
25
50 (Action Level)
75
100 (Permissible Exposure Level)
115
130
150
175
200
400
73
80
85
88
90
91
92
93
94
95
100
Kebisingan mempengaruhi kesehatan, antara lain dapat
menyebabkan kerusakan pada indera pendengaran sampai
kepada ketulian. Disamping itu kebisingan juga dapat
mengganggu komunikasi.
Berikut jenis dari akibat kebisingan:
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 38
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
Tipe Uraian
Akibat
lahiriah
Kehilangan
pendengaran
Perubahan ambang batas
sementara akibat kebisingan,
perubahan ambang batas
permanen akibat kebisingan.
Akibat fisiologis
Rasa tidak nyaman atau stress
meningkat, tekanan darah
meningkat, sakit kepala, bunyi
dering.
Akibat
psikologis
Gangguan
emosional Kejengkelan, kebingungan.
Gangguan
gaya hidup
Gangguan tidur atau istirahat,
hilang konsentrasi waktu
bekerja, membaca, dan
sebagainya.
Gangguan
pendengaran
Merintangi kemampuan
mendengarkan TV, radio,
percakapan, telepon, dan
sebagainya.
Untuk mengurangi kebisingan yang ada maka perlu
dilakukan pengendalian kebisingan baik secara teknik maupun
administratif.
a. Pengendalian secara teknik
Pengendalian suara.
Pemberian peredam suara untuk mengurangi kebisingan.
b. Pengendalian secara administratif
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 39
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
Pengendalian secara administratrif difokuskan pada
manajemen, misalnya dengan mengadakan rotasi pekerja
antara tempat bising dengan tempat kerja yang tenang.
Untuk dapat mengendalikan kebisingan dengan optimal,
maka pengendalian yang dilakukan haruslah bersama-sama
baik secara teknik maupun administratif.
4. Kelembaban
a. Hubungan Kelembaban dengan Suhu
Salah satu faktor yang ada pada suatu iklim adalah
kelembaban. Kelembaban disini adalah merupakan kondisi
kandungan air yang ada pada udara. Kelembaban disini juga
sangat erat pula berhubungan dengan faktor temperatur
(suhu), dimana apabila temperatur (suhu) mulai naik, maka
kelembaban yang ada pada tersebut akan turun, apabila
kondisi temperatur (suhu) rendah maka kelembaban
cenderung naik (tidak berlaku untuk kondisi-kondisi ekstrim).
Ada tiga pendekatan yang dipakai untuk mengembangkan
indeks temperatur (suhu), yaitu untuk kondisi panas
menggunakan instrumen yang yang dapat mensimulasikan
pertukaran panas dengan menggunakan pengembangan
skala relatif empiris masalah psikologi dan respon subjektif
yang ditujukan ke variabel iklim dan indeks pendekatan yang
didasarkan pada analisis matematik tentang pertukaran
panas. Hal itu didiskusikan dengan lebih detail dalam
berbagai cara, seperti Effektive Temperature (ET), Wet Bulb
Globe Temperature (WBGD), dan Index of Thermal Strain (ITS)
sebagai salah satu untuk mengindikasikan temperatur (suhu).
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 40
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
b. Kelembaban
Dalam suatu industri, apabila seorang pekerja melakukan
inspeksi dan perawatan kemudian memasuki suatu area,
dimana mempunyai iklim yang panas dan kering dan tak
ada pergerakan air di udara, hanya akan memungkinkan
operator untuk bisa bertahan dalam waktu yang singkat
dalam kondisi yang panas, misalkan selama 20 menit dalam
temperatur (suhu) 1300 C, tetapi ini tidak dianjurkan
seseorang memasuki area dengan temperatur (suhu)
permukaan diatas 540 C karena bisa terbakar. Dalam kondisi
panas, udara kering akan membuat pekerja berkeringat
dengan sebanyak-banyaknya dan detak jantung mereka
akan naik. Hasil yang mungkin adalah kelelahan dan
dehidrasi.
Keringat tidak dapat menguap dengan efektif dibawah
kondisi panas dan lembab, sehingga temperatur (suhu) akan
mulai naik pada temperatur (suhu) yang relatif lebih rendah.
Sebagai contoh, jika temperatur (suhu) bola basah melebihi
320 C. Meskipun anak muda, ia tidak dapat bekerja dalam
waktu yang lama. Pada gambar dibawah ini akan
ditunjukan batas atas toleransi untuk masalah kehilangan
panas dengan evaporasi untuk variasi kelembaban dan
temperatur (suhu) bola basah.
5. Warna
Warna dapat berpengaruh terhadap kemampuan mata
dalam melihat suatu objek, tetapi warna juga dapat
mempengaruhi unsur psikologis seseorang. Warna bisa
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 41
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
meningkatkan kondisi environmental dengan memberikan
kenyamanan visual. Menurut penyelidikan bahwa tiap warna
memiliki efek yang berbeda untuk tiap orang seperti:
a. Warna merah bersifat merangsang.
b. Warna kuning memberikan kesan terang dan luas atau lega.
c. Warna hijau atau biru memberikan kesan sejuk, aman, dan
menyegarkan.
d. Warna gelap memberi kesan sempit.
e. Warna terang memberi kesan leluasa.
6. Bau-Bauan
Yang dimaksud bau-bauan dalam kaitannya dengan
kesehatan kerja adalah bau-bauan yang tidak enak di
lingkungan kerja dan mengganggu kenyamanan kerja.
Selanjutnya bau-bauan ini dapat mengganggu kesehatan dan
produktivitas kerja. Bau-bauan sebenarnya merupakan jenis
pencemaran udara yang tidak hanya mengganggu penciuman
tetapi juga dari segi higiene pada umumnya.
Cara pengukuran bau-bauan yang dapat
mengklasifikasikan derajat gangguan kesehatan belum ada
sehingga pengukurannya masih bersifat objektif. Hal ini
disebabkan karena seseorang yang mencium bau tertentu dan
merasa tidak biasa dengan bau tersebut, apabila sudah lama
atau biasa mencium bau aneh tersebut maka akhirnya menjadi
terbiasa dan tidak mencium bau yang aneh tersebut.
Orang yang bekerja di lingkungan yang berbau bensin atau
oli, mula-mula merasakan bau tersebut tetapi lama-kelamaan
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 42
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
tidak akan merasakan bau tersebut meskipun bau tersebut tetap
di lingkungan kerja itu. Hal ini disebut penyesuaian penciuman.
Dalam kaitannya dengan kesehatan kerja atau dalam
lingkungan kerja, perlu dibedakan antara penyesuaian
penciuman dan kelelahan penciuman. Dikatakan penyesuaian
penciuman apabila indera penciuman menjadi kurang peka
setelah dirangsang oleh bau-bauan secara terus-menerus, seperti
contoh pekerja tersebut diatas. Sedangkan kelelahan penciuman
adalah apabila seseorang tidak mampu mencium kadar bau
yang normal setelah mencium kadar bau yang lebih besar.
Misalnya orang tidak mencium bau bunga setelah mencium bau
yang kuat dari bangkai binatang.
Ketajaman penciuman seseorang dipengaruhi oleh faktor
psikologis sewaktu-waktu, misalnya emosi, tegangan, ingatan,
dan sebagainya. Orang yang sedang mengalami ketegangan
psikologis atau stress, ia tidak dapat mencium bau-bauan yang
aneh yang dapat dicium oleh orang yang tidak dalam keadaan
tegang.
Disamping itu penciuman juga dapat dipengaruhi oleh
kelembaban udara. Pada kelembaban antara 40-70% tidak
mempengaruhi penciuman, tetapi dibawah atau diatas
kelembaban itu dapat mempengaruhi penciuman.
Pengendalian bau-bauan di lingkungan kerja dapat
dilakukan antara lain:
a. Pembakaran terhadap sumber bau-bauan misalnya
pembakaran butil alkohol menjadi butarat dan asam butarat.
b. Proses menutupi yang didasarkan atas kerja antagonistis
diantara zat-zat yang berbau. Kadar zat tersebut saling
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 43
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
menetralkan bau masing-masing. Misalnya bau karet dapat
ditutupi atau ditiadakan dengan parafin.
c. Absorbsi (penyerapan), misalnya penggunaan air dapat
menyerap bau-bauan yang tidak enak.
d. Penambahan bau-bauan kepada udara yang berbau untuk
mengubah zat yang berbau menjadi netral (tidak berbau).
Misalnya menggunakan pengharum ruangan.
e. Alat pendingin ruangan (air conditioning) disamping untuk
menyejukkan ruangan juga sebagai cara deodorisasi
(menghilangkan bau-bauan yang tidak enak) di tempat
kerja.
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 44
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
Referensi
Bridger, R.S, Introduction to Ergonomics, McGraw-Hill, Inc. 1995: San
Fransisco.
Notoatmodjo Soekidjo, Prof, Dr. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan
Masyarakat. Rineka Cipta. 2003: Jakarta.
Springer- Verlag ( editted by Charles H. Flurcheim), Industrial Design
in Engineering a marriage of technique, The Design Council.1983:
London.
Susanto,Arif, Kebisingan Serta Pengaruhnya Terhadap Kesehatan Dan
Lingkungan. Wordpress. 2006 : Jakarta.
Wignjosoebroto, Sitomo, Ergonomi, Studi Gerak Dan Waktu ( Teknik
Analisis Untuk Peningkatan Produktivitas Kerja), PT. Guna
Widya. 1995: Jakarta.
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 45
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
MODUL 3
BIOMEKANIKA
A. TUJUAN PRAKTIKUM
Dari praktikum ini diharapkan praktikan mampu:
1. Praktikan mampu menggunakan dan mengolah data
biomekanik untuk mengetahui perancangan sistem kerja yang
ergonomis.
2. Praktikan mengetahui dan menganalisa RWL (Recommended
Weight Limit).
3. Praktikan mampu memahami prinsip-prinsip kesehatan dan
keselamatan kerja, penanganan material secara manual
berdasarkan tinjauan biomekanik.
4. Praktikan mampu melakukan operasi penanganan material
secara manual dengan memperhatikan prinsip-prinsip kesehatan
dan keselamatan kerja
B. TEORI PENGANTAR
Pada prinsipnya biomekanika mempelajari manusia dari segi
kemampuan-kemampuan fisik seperti kekuatan, daya tahan,
kecepatan dan ketelitian. Banyak pekerjaan dan aktivitas dalam
kehidupan sehari-hari yang memerlukan penanganan bahan secara
manual (Manual Material Handling) seperti loading dan unloading
kotak atau dos/karton, memindahkan material dari conveyor,
menyimpan unit item dalam gudang, dan lain sebagainya. Pada
pergerakan fisik dalam aktivitas yang sangat bervariasi tersebut,
kita hanya dapat menyinggung aspek-aspek dasar tertentu dengan
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 46
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
mengingat bahwa faktor-faktor seperti perbedaan individu, kondisi
badan, jenis kelamin, dan lain-lain, dengan nyata mempengaruhi
kemampuan dari individu untuk melaksanakan aktivitas itu.
(Sumber : Dutta and Taboun, 1989, gambar 7. 9. dan 11.)
Gambar di atas menunjukkan efek dari berat beban (a),
frekuensi handling (b), dan jarak perpindahan (c) terhadap
konsumsi oksigen dalam pengangkatan dan aktivitas perpindahan.
Data merupakan rata-rata nilai dari variabel. Kecepatan jalan
sebesar 2.5 m/jam (4 km/jam)
Aktivitas Manual Material Handling mengakibatkan tekanan
pada :
1. Sistem cardiovascular:
a. Meningkatnya konsumsi oksigen
b. Meningkatnya denyut jantung
c. Meningkatnya tekanan darah
d. Mempercepat muscular fatique
2. Sistem musculoskeletal:
Beberapa kecelakaan dan traumatik yang terjadi pada tubuh
khususnya pada lower back (L5/S1), telah menjadi perhatian
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 47
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
serius karena berkaitan dengan low back pain. Tingkat
kecelakaan musculoskeletal (jumlah kecelakaan per jam orang
pada kecelakaan) meningkat signifikan bila:
a. Benda yang dipindahkan semakin berat
b. Benda yang dipindahkan semakin jauh dari tubuh (H)
c. Benda yang dipindahkan semakin jauh dari ketinggian
optimal pengangkatan beban secara sagital (ketinggian
optimal pengangkatan beban 70-80 cm)
d. Benda yang dipindahkan semakin sering dipindahkan (F)
e. Benda yang dipindahkan semakin menyimpang dari posisi
sagital(A)
f. Benda yang dipindahkan susah dipegang
g. Pemindahan beban semakin jauh (D)
h. Durasi atau lamanya waktu bekerja semakin besar
Kerja fisik akan mengakibatkan perubahan pada fungsi-fungsi
alat-alat tubuh sebagai akibat dari aktivitas otot yang dapat
dideteksi melalui: Denyut jantung, Tekanan darah, Out put
jantung, Komposisi kimia darah dan urine, Temperatur tubuh ,
Ventilasi paru-paru, dan Komposisi oksigen oleh otot.
Pada pendekatan biomekanik ada beberapa definisi
biomekanik yang dapat kita gunakan, yang diantaranya adalah :
1. Biomekanik adalah ilmu yang mempelajari struktur dan fungsi
sistem biologi dengan menggunakan pengetahuan dan metode
mekanik (Hatze, 1971)
2. Biomekanik adalah ilmu yang mempelajari gaya-gaya yang
terjadi pada struktur biologi dan efek yang dihasilkan oleh gaya-
gaya tersebut (Hay’s, 1973)
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 48
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
3. Biomekanik adalah suatu ilmu yang menggunakan hukum-
hukum fisika dan konsep keteknikan untuk mempelajari
gerakan yang dialami oleh beberapa segmen tubuh dan gaya-
gaya yang terjadi pada bagian tubuh tersebut selama aktivitas
normal (Frankel and Nordin, 1980).
Divisi Mekanik
Model biomekanik
Model biomekanik digunakan untuk mengestimasi
tekanan-tekanan fisik yang terjadi pada sistem musculoskeletal
dengan asumsi utama bahwa tubuh dianggap sebagai jasad
yang kaku (rigid body) dan tidak cacat. Ada dua jenis model
biomekanik yaitu :
a. Model statik
Model statik digunakan untuk mengestimasi tekanan mekanik
karena gravitasi dan tidak mempertimbangkan efek inertial
dimana fokus model ini merupakan fungsi dari beban
external, postur dan berat segmen badan.
b. Model dinamik
Model dinamik digunakan untuk mengestimasi tekanan
mekanik karena gravitasi dan efek inertial dimana fokus
model ini merupakan fungsi dari beban external, postur, berat
segmen badan dan efek inertial.
Liquids
Mechanics Gases Deformable bodies
Solids Statics
Rigid bodies Kinematics
Dynamics
Kinetics
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 49
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
Biomekanik terhadap Low Back Pain
Berdasarkan analisis statistik tentang kecelakaan pada
sistem musculoskeletal di industri telah menunjukkan bahwa
aktivitas fisik manual menjadi penyebab utama munculnya low
back pain. Model statik dan dinamik pengangkatan beban telah
menunjukkan bahwa momen pada sendi cukup besar khususnya
ketika beban yang diangkat terletak jauh dari tubuh. Tishauer
(1971) mengusulkan momen beban pada L5/S1 sebagai dasar
untuk mengestimasi tekanan mekanik yang terjadi pada low
back.
Contoh model low-back untuk analisa pengangkatan statik
(Sumber: Chaffin and Andersson, 1991, Figure 6.22
seperti yang diadaptasi dari Chaffin, 1975)
Posisi horisontal tubuh dan posisi horisontal dari beban
merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan L5/Sl
dan secara signifikan mempengaruhi tekanan kekuatan pada
L5/Sl.
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 50
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
(Sumber : adaptasi dari NIOSH, 1981, gambar 3.4 dan 3.5)
Gambar di atas menunjukkan efek dari berat beban dan
jarak horizontal antara pusat gravitasi beban dengan L5/S1 pada
predicted compressive force.
Level resiko dalam aktivitas pengangkatan pada lokasi beban horizontal
dan berat pengangkatan dari lantai pada ketinggian tertentu.
(Sumber : NIOSH, 1981)
Suatu Lembaga yang menangani masalah keselamatan dan
kesehatan kerja di Amerika yaitu NIOSH (National for Occupation
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 51
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
Safety and Health) melakukan analisis terhadap faktor-faktor yang
mempengaruhi terhadap biomekanika yaitu:
1. Berat dari beban yang dipindahkan, hal ini ditentukan oleh
pembebanan langsung
2. Posisi pembebanan dengan mengacu pada tubuh.
3. Frekuensi pemindahan yang digunakan adalah sebagai rata-
rata pemindahan per menit untuk pemindahan berfrekuensi
paling tinggi
4. Periode (durasi) merupakan total waktu yang diberlakukan
dalam pemindahan pada suatu pencatatan.
ORIGINAL MODEL DAN REVISION MODEL
NIOSH telah mempublikasikan teknik evaluasi Manual
Material Handling dalam Work Practices Guide for Manual
Lifting (WPG) yaitu :
a. Original model (NIOSH, 1981)
b. Revision model (NIOSH, 1991)
Original model (NIOSH, 1981)
Work Practices Guide for Manual Lifting (WPG)
mendefinisikan tugas pengangkatan manual sebagai aktivitas
memegang dan mengangkat sebuah objek tanpa bantuan alat-
alat mekanik dimana pada WPG digunakan asumsi untuk
mengembangkan persamaan NIOSH (1981) yang mana asumsi
tersebut adalah sebagai berikut :
a. Pengangkatan lancar (smooth lifting)
b. Kedua tangan adalah simetrik dilihat dari samping (the
sagittal plane), didepan tubuh dan tidak ada putaran selama
pengangkatan
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 52
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
c. Lebar beban adalah sedang (moderate), maksimum 75 cm
atau 30 inch
d. Postur pengangkatan tidak terhalang (unrestricted lifting
posture)
e. Good couplings
f. Lingkungan kerja nyaman.
Persamaan pengangkatan Original model (NIOSH (1981) :
AL(kg) = 40x (15/H) x (1 – 0.004 IV – 75I) x (0.7 + 7.5/D) x (1 –
F/Fmax)
MPL = 3 x AL
Dimana
H = lokasi horisontal garis pusat pengangkatan
V = lokasi vertikal tangan pada awal pengangkatan
D = jarak pergerakan vertikal dari awal ke tujuan
F = frekuensi pengangkatan, jumlah rata-rata
pengangkatan/menit
Fmax = frekuensi maksimum pengangkatan
AL = action limit
MPL = maximum permissible limit
Revision model (NIOSH, 1991)
Persamaan Revision model (NIOSH, 1991) terdiri dari tiga
komponen utama yaitu:
a. The recommended weight limit (RWL)
b. The load constant (LC)
c. The multipliers
Recommended Weight Limit (RWL)
RWL = LC * HM * VM * DM * AM * FM * CM
Lifting Index (LI)
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 53
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
(LI) = RWL
L
Dimana
LC = konstanta pembebanan = 23 kg
HM = faktor pengali horisontal = 25/H
VM = faktor pengali vertikal = 1 – 0.003 V - 75
DM = faktor pengali perpindahan = 0.82 + 4.5/D
AM = faktor pengali asimetrik = 1 – 0.0032*A
FM = faktor pengali frekuensi ( lihat tabel )
CM = faktor pengali coupling ( lihat tabel )
H = jarak horisontal dari beban terhadap titik tengah antara
pergelangan kaki, 25 <= H <= 62.5 cm
V = jarak vertikal dari beban
D = jarak perjalanan vertikal antara awal dan akhir
permindahan
25 <= D <= 175 inci
A = sudut asimetris antara tangan dan kaki
0 <= A <= 135
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 54
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
Referensi
Water, R.T, Applications Manual for The Revised NIOSH Lifting
Equation, US Department of Health and Human Service, 1994
Niebel, Benjamin, Methods Standards and Work Desain, McGraw-Hill
International Editions, 1999
Bhatacharya A, McGlothlin D James, Occupational Ergonomics,
Marcell Dekker, 1996.
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 55
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
MODUL 4
METODE ANALISA POSTUR KERJA
A. TUJUAN
1. Mampu mengidentifikasi Postur kerja
2. Mampu menganalisa Metode Postur Kerja
3. Mampu melatih kemampuan menggunakan metode RULA,
REBA, dan OWAS sebagai alat analisa perbaikan postur kerja
4. Mampu merancang Postur Kerja yang ergonomis.
B. PENGANTAR PRAKTIKUM
1. Definisi
Postur kerja merupakan pengaturan sikap tubuh saat
bekerja. Sikap kerja yang berbeda akan menghasilkan kekuatan
yang berbeda pula. Pada saat bekerja sebaiknya postur
dilakukan secara alamiah sehingga dapat meminimalisasi
timbulnya cidera musculoskeletal. Kenyamanan tercipta bila
pekerja telah melakukan postur kerja yang baik dan aman.
Postur kerja yang baik sangat ditentukan oleh pergerakan
organ tubuh saat bekerja. Pergerakan yang dilakukan saat
bekerja meliputi :
a. Flexion
Flexion adalah gerakan dimana sudut antara dua tulang
terjadi pengurangan.
b. Extension
Extension adalah gerakan merentangkan (stretching) dimana
terjadi peningkatan sudut antara dua tulang.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 56
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
(a) (b)
(c)
Gambar VI.1 Flexion dan extension pada (a) bahu, (b) telapak
tangan, dan (c) lengan.
(Sumber: Tayyari, 1997)
c. Abduction
Abduction adalah pergerakan menyamping menjauhi sumbu
tengah tubuh (the median plane).
d. Adduction
Adduction adalah pergerakan ke arah sumbu tengah tubuh
(the median plane).
e. Rotation
Rotation adalah gerakan perputaran bagian atas lengan atau
kaki depan.
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 57
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
f. Pronation
Pronation adalah perputaran bagian tengah (menuju
kedalam) dari anggota tubuh.
g. Supination.
Supination adalah perputaran ke arah samping (menuju
keluar) dari anggota tubuh.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar VI.2 (a) Pronation, (b) Supination pada lengan.
(Sumber: Tayyari, 1997)
2. Metode Analisa Postur Kerja
a. RULA (Rapid Upper Limb Assessment)
RULA merupakan sebuah metode penilaian postur kerja yang
secara khusus digunakan untuk meneliti dan menginvestigasi
gangguan pada tubuh bagian atas. RULA pertama kali
dikembangkan oleh Dr.Lynn McAtamney dan Dr.Nigel Corlett
dari University of Nottingham’s Institute of Occupational
Ergonomics. Metode ini tidak membutuhkan peralatan special
dalam penetapan penilaian postur leher, punggung, dan
lengan atas.
Metode RULA dikembangkan sebagai metode untuk
mendeteksi postur kerja yang merupakan faktor resiko (risk
factors) dan didesain untuk menilai para pekerja dan
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 58
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
mengetahui beban musculoskeletal yang kemungkinan dapat
menimbulkan gangguan pada anggota badan atas
(Mc.Atamney dan Corlett, 1993).
Faktor resiko yang telah diinvestigasi sebagai faktor beban
eksternal, yaitu:
Jumlah gerakan
Kerja otot statis
Tenaga/ kekuatan
Penentuan postur kerja oleh peralatan
Waktu kerja tanpa istirahat
Ada 4 faktor beban eksternal (jumlah gerakan, kerja otot
statis, tenaga/kekuatan, dan postur) yang ditinjau dalam
penilaian RULA dan dikembangkan untuk:
Memberikan sebuah metode penyaringan suatu populasi
kerja dengan cepat, yang berhubungan dengan kerja yang
beresiko
Mengidentifikasi usaha otot yang berhubungan dengan
postur kerja, penggunaan tenaga dan kerja yang berulang-
ulang, yang dapat menimbulkan kelelahan (fatigue) otot.
Memberikan hasil yang dapat digabungkan dengan sebuah
metode penilaian ergonomic yaitu epidemiologi, fisik,
mental, lingkungan dan faktor organisasi.
Penilaian menggunakan RULA memiliki 3 tahapan
pengembangan, yaitu:
Pengidentifikasian dan pencatatan postur kerja
Tubuh dibagi menjadi dua bagian yang membentuk dua
grup yaitu, grup A yang terdiri dari Lengan atas (Upper
Arm), Lengan bawah (Lower Arm), pergelangan tangan
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 59
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
(Wrist), Putaran pergelangan tangan (Wrist twist), dan
grup B yang terdiri dari Leher (Neck), Punggung (Trunk),
dan kaki (Legs). Hal ini memastikan bahwa seluruh postur
tubuh dicatat sehingga postur kaki, badan, dan leher yang
terbatas yang mungkin mempengaruhi postur bagian atas
dapat masuk dalam pemeriksaan.
Grup A
(1) Lengan atas (Upper Arm)
Gambar VI.3 Postur tubuh bagian lengan atas (Upper Arm)
Sumber: McAtamney dan Corlett, 1993
Locate Upper arm position Score Adjustment
20 ke depan maupun ke belakang dari tubuh 1
> 20° ke belakang atau 20° - 45° 2
45° - 90° 3
> 90° 4
+1 jika bahu naik
+ 1 jika lengan berputar/ bengkok
Tabel VI.1 Skor bagian lengan atas (Upper Arm)
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 60
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
(2) Lengan bawah (Lower Arm)
Gambar VI.4 Postur tubuh bagian lengan atas (Lower Arm)
Sumber: McAtamney dan Corlett, 1993
Locate Lower arm position Score Adjustment
60 - 100 1
< 60 atau > 100 2
+1 jika lengan bawah bekerja
melewati garis tengah atau keluar dari
sisi tubuh
Tabel VI.2 Skor bagian lengan bawah (Lower Arm)
(3) Pergelangan tangan (Wrist)
Gambar VI.5 Postur tubuh bagian pergelangan tangan (Wrist)
Sumber: McAtamney dan Corlett, 1993
Tabel VI.3 Skor pergelangan tangan (Wrist)
Locate Wrist position Score Adjustment
Posisi netral 1
0° - 15° 2
> 15° 3
+1 jika pergelangan tangan menjauhi
sisi tengah
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 61
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
(4) Putaran pergelangan tangan (Wrist Twist)
Untuk putaran pergelangan tangan (Wrist twist)
pada posisi postur yang netral diberi skor:
1 = posisi tengah dari putaran
2 = posisi pada atua dekat dari putaran
Grup B
(5) Leher (Neck)
Gambar VI.6 Postur tubuh bagian leher (Neck)
Sumber: McAtamney dan Corlett, 1993
Locate Neck Position Score Adjusment
0 - 10° 1
10 - 20° 2
> 20° 3
Ekstensi 4
+1 jika leher berputar/ bengkok
Tabel VI.4 Skor bagian leher (Neck)
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 62
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
(6) Batang tubuh (Trunk)
Gambar VI.7 Postur tubuh bagian batang tubuh (Trunk)
Sumber: McAtamney dan Corlett, 1993
Locate Trunk Position Score Adjusment
Posisi normal 90° 1
0 - 20° 2
20° - 60° 3
> 60° 4
+1 jika leher berputar/ bengkok
+1 jika batang tubuh bungkuk
Tabel VI.5 Skor bagian batang tubuh (Trunk)
(7) Kaki (Legs)
Locate Legs Position Score
Posisi normal/ seimbang 1
tidak seimbang 2
Tabel VI.6 Skor bagian kaki (Legs)
Pemberian skor
Skor untuk tiap gerakan dalam bekerja diberikan sesuai
dengan ketetapan yang ada.
Pemberian nilai (skor) untuk Grup A
Nilai Grup A = Posture + Muscle use + Force/ Load
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 63
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
Posture = nilai (skor) tiap posisi dalam ketegori grup
A
Muscle use (penggunaan otot) = +1 jika postur statis
(dipertahankan dalam waktu 1 menit) atau aktivitas
diulang lebih dari 4 kali/ menit.
Force/ load (beban), diberi skor:
0 untuk beban < 2kg (pembebanan sesekali)
1 untuk beban 2-10 kg (pembebanan sesekali)
2 untuk beban 2-10 kg (pembebanan statis atau
berulang-ulang)
3 untuk beban > 10 kg (berulang-ulang atau
sentakan cepat)
Pemberian nilai (skor) untuk Grup B
Nilai Grup B = Posture + Muscle use + Force/ Load
Gambar VI.8. Sistem Penilaian RULA
Sumber : McAtamney, 1993
Wrist Twist
Neck
Trunk
Legs
Upper arm
Lower arm
Wrist
A
B
+ +
+ +
=
=
Posture
score A Muscle use Force
Posture
score B Muscle use Force
Grand Score
Use table C
Score A
Score B
RULA Score Sheet
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 64
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
1 2 3 4 5 6 7
1 1 2 3 3 4 5 5
2 2 2 3 4 4 5 5
3 3 3 3 4 4 5 6
4 3 3 3 4 5 6 6
5 4 4 4 5 6 7 7
6 4 4 5 6 6 7 7
7 5 5 6 6 7 7 7
8+ 5 5 6 7 7 7 7
Tabel C
Skor Grup
A
Skor Grup B
Penilaian akhir (skor akhir) yaitu skor C
Skor C dapat diperoleh dengan melihat nilai A dan B
pada tabel Grand score.
Tabel VI-7 Grand score
Penentuan level tindakan
Skala level tindakan yang menyediakan sebuah pedoman
pada tingkat resiko yang ada dan dibutuhkan untuk
mendorong penilaian yang lebih detail berkaitan dengan
analisis yang didapat.
Kategori Tindakan Level Resiko Tindakan
1 - 2 Minimum Aman
3 - 4 Kecil Diperlukan beberapa waktu ke depan
5 - 6 Sedang Tindakan dalam waktu dekat
7 Tinggi Tindakan sekarang juga
Tabel VI-8 Tabel Kategori tindakan berdasarkan grand score
b. REBA (Rapid Entire Body Assessment)
REBA merupakan suatu metode penilaian postur untuk
menilai faktor resiko gangguan tubuh keseluruhan
(McAtamney dan Hignett, 1997).
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 65
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
Untuk masing-masing tugas (Task), menilai faktor postur
tubuh dengan penilaian pada masing-masing grup yang
terdiri atas 2 grup, yaitu:
Grup A terdiri atas postur tubuh atas dan bawah batang
tubuh (Trunk), Leher (Neck), dan kaki (Legs)
Grup B terdiri atas postur tubuh kanan dan kiri dari lengan
atas (Upper Arm), lengan bawah (Lower Arm), dan
pergelangan tangan (Wrist).
Pada masing-masing grup, diberikan suatu skala skor postur
tubuh dan suatu pernyataan tambahan. Diberikan juga faktor
beban/ kekuatan dan Coupling (kopling).
Dengan melihat pada tabel penilaian untuk masing-masing
postur, tabel A untuk grup A, dan tabel B untuk grup B. skor A
adalah jumlah dari hasil pada tabel A dan skor beban/
kekuatan. Skor B adalah jumlah skor dari tabel B dan skor
kopling untuk masing-masing tangan. Skor C dibaca dari tabel
C dengan memasukkan skor A dan skor B, sehingga diperoleh
skor REBA dengan jumlah dari skor C dan skor tindakan.
Akhirnya diperoleh suatu hasil berupa tingkatan level resiko.
Grup A
Batang tubuh (Trunk)
Gambar VI.9 Postur tubuh bagian batang tubuh (Trunk)
Sumber : McAtamney dan Hignett, 1997
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 66
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
Locate Trunk Position Score Adjusment
Posisi normal (tegak lurus) 1
0-20 (ke depan maupun belakang) 2
< -20 atau 20° - 60° 3
>60° 4
+1 jika batang tubuh berputar/
bengkok/ bungkuk
Tabel VI.9 Skor batang tubuh
Leher (Neck)
Gambar VI.10 Postur tubuh bagian leher (Neck)
Sumber : McAtamney dan Hignett, 1997
Locate Neck Position Score Adjusment
10-20 1
> 20 (ke depan maupun belakang) 2+1 jika leher berputar/ bengkok
Tabel VI.10 Skor leher (Neck)
Kaki (Legs)
Gambar VI.11 Postur tubuh bagian kaki
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 67
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
Locate Legs Position Score Adjusment
Posisi normal/ seimbang (berjalan/ duduk)
1
Bertumpu pada satu kaki lurus 2
+1 jika lutut antara 30°-60° +2 jika lulut >60°
Tabel VI.11 Skor kaki (Legs)
Beban (Load)
Load Score Adjusment
< 5 kg 0
5 - 10 kg 1
> 10 kg 2
+1 jika kekuatan cepat
Tabel VI.12 Skor beban (Load)
Grup B
Lengan atas (Upper Arm)
Gambar VI.12 Postur tubuh bagian lengan atas (Upper Arm)
Locate Upper arm position Score Adjusment
20 (ke depan maupun ke belakang) 1 +1 jika bahu naik
> 20° (ke belakang) atau 20-45° 2 +1 jika lengan berputar/ bengkok
45° - 90° 3
> 90° 4
+1 jika miring, menyangga berat dari
lengan
Tabel VI.13 Skor lengan atas (Upper Arm)
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 68
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
Lengan bawah (Lower Arm)
Gambar VI.13 Postur tubuh bagian lengan bawah (Lower Arm)
Locate Lower arm position Score
60 - 100 1
<60 atau > 100 2
Tabel VI.14 Skor lengan bawah (Lower Arm)
Pergelangan tangan (Wrist)
Gambar VI.14 Postur tubuh bagian pergelangan tangan (Wrist)
Locate Lower arm position Score Adjustment
0ke atas maupun ke
bawah1
> 15 (ke atas maupun ke
bawah)2
+1 jika pergelangan tangan putaran menjauhi
sisi tengah
Tabel VI.15 Skor pergelangan tangan (Wrist)
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 69
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
Coupling Score Keterangan
Baik0 kekuatan pegangan baik
Sedang
1pegangan bagus tetapi tidak ideal atau kopling
cocok dengan bagian tubuh
Kurang baik2
pegangan tangan tidak sesuai walaupun
mungkin
Tidak dapat diterima
3
kaku, pegangan tidak nyaman, tidak ada
pegangan atau kopling tidak sesuai dengan
bagian tubuh
Aktivitas Skor Keterangan
Postur Statik 11 atau lebih bagian tubuh statis/ diam, contoh:
memegang lebih dari 1 menit
Pengulangan 1Tindakan berualng-ulang, contoh: mengulangi >
4 kali per menit (tidak termasuk berjalan)
Ketidakstabilan 1Tindakan menyebabkan jarak yang besar dan
cepat pada postur (tidak stabil)
Adjusment
Coupling (kopling)
Tabel VI.16 Skor Coupling
Force/ load (beban), diberi skor:
0 untuk beban < 2kg (pembebanan sesekali)
1 untuk beban 2-10 kg (pembebanan sesekali)
2 untuk beban 2-10 kg (pembebanan statis atau
berulang-ulang)
3 untuk beban > 10 kg (berulang-ulang atau sentakan
cepat)
Skor Aktivitas
Gambar VI.15. Skor Aktivitas RULA
Sumber : McAtamney, 1993
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 70
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
Gambar VI.16. Sistem Penilaian RULA
Sumber : McAtamney, 1993
Skor REBA Level resiko Level tindakan Tindakan
1 Dapat diabaikan 0 Tidak diperlukan perbaikan
2 - 3 Kecil 1 Mungkin diperlukan perbaikan
4 - 7 Sedang 2 Perlu dilakukan perbaikan
8 - 10 Tinggi 3 Segera dilakukan perbaikan
11 - 15 Sangat tinggi 4Dilakukan perbaikan sekarang
juga
Tabel VI.18 Nilai level tindakan REBA
Grup A
Leher
Grup B
Tabel A Beban/
tenaga Skor A
Skor C Skor
Aktivitas
Final Skor
Kaki
Skor B Pergelangan tangan
Lengan bawah
Tabel B Coupling
Lengan atas
Batang tubuh
+ =
+ =
+ =
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 71
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
c. OWAS (Ovako Work Posture Analysis System)
OWAS merupakan sebuah metode analisa postur kerja dengan
melakukan evaluasi postur kerja yang mengakibatkan cedera
musculoskeletal (Karhu dkk, 1981). Metode OWAS
mengkodekan sikap kerja pada bagian punggung, tangan,
kaki, dan berat beban. Masing-masing bagian memiliki
klasifikasi sendiri-sendiri. Metode ini cepat dalam
mengidentifikasi sikap/ postur kerja yang berpotensi
menimbulkan kecelakaan. Kecelakaan kerja yang menjadi
perhatian adalah cedera musculoskeletal (Monnington, 2002).
Klasifikasi postur kerja dari metode OWAS adalah pada
pergerakan tubuh bagian belakang (back), lengan (arms),
dan kaki (Legs). Setiap postur tubuh tersebut terdiri dari 4
postur bagian belakang, 3 postur lengan, dan 7 postur kaki.
Berat beban yang dikerjakan juga dilakukan penilaian
mengandung skala point.
Bagian Belakang (Back)
Locate Back Position Score
Lurus/ tegak 1
Bungkuk ke depan 2
Miring ke samping 3
Bungkuk ke depan dan miring ke samping 4
Tabel VI.19 Skor bagian belakang (back)
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 72
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
Bagian Lengan (Arms)
Locate Arm Position Score
Kedua tangan di bawah bahu 1
Satu tangan pada atau di atas bahu 2
Kedua tangan pada atau di atas bahu 3
Tabel VI.20 Skor bagian lengan (Arms)
Bagian Kaki (Legs)
Locate Legs Position Score
Duduk 1
Berdiri dengan kedua kaki lurus 2
Berdiri dengan bertumpu pada satu kaki lurus 3
Berdiri atau jongkok dengan kedua lutut 4
Berdiri atau jongkok dengan satu lutut 5
Berlutut pada satu atau dua lutut 6
Berjalan atau bergerak 7
Tabel VI.21 Skor bagian kaki (Legs)
Beban (Load)
Load Score
< 10 kg 1
10kg - 20 kg 2
> 20 kg 3
Tabel VI.22 Skor berat beban (Load)
Postur kerja dan kombinasi tadi diklasifikasikan ke dalam 4
kategori tindakan yang didasari oleh para “ahli” yaitu ahli
fisik, analis, dan para pekerja, yang dapat dilihat hasilnya
pada table berikut:
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 73
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
Legs
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 Load
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1
2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1
3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 3 2 2 3 1 1 1 1 1 2
1 2 2 3 2 2 3 2 2 3 3 3 4 3 3 3 2 2 2 2 3 3
2 2 2 3 2 2 3 2 3 3 3 4 4 3 4 4 3 3 4 2 3 4
3 3 3 4 2 2 3 3 3 3 3 4 3 4 4 4 4 4 4 2 3 4
1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 3 3 3 4 4 4 4 4 4 1 1 1
2 2 2 3 1 1 1 1 1 2 4 4 4 4 4 4 1 1 1 1 1 1
3 2 2 3 1 1 1 2 3 3 4 4 4 4 4 4 3 3 3 1 1 1
1 2 3 3 2 2 3 2 2 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 3 4
2 3 3 4 2 3 4 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 3 4
3 4 4 4 2 3 4 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 3 4
4
7
1
2
3
3 4 5 6Back Arms
1 2
Kategori tindakan Tindakan
1 Aman
2 Diperlukan beberapa waktu ke depan
3 Tindakan dalam waktu dekat
4 Tindakan sekarang juga
Tabel VI.23 Level tindakan OWAS
Penentuan kategori level tindakan OWAS didapat dengan
melakukan pengkodean sikap kerja berdasarkan kombinasi
klasifikasi sikap dari punggung (back), lengan (arms), kaki
(legs), dan berat beban (load). Penentuan kategori tindakan
ini dilakukan secara manual menggunakan tabel berikut:
Tabel VI.23 Kategori sikap kerja OWAS
Tabel tersebut menjelaskan mengenai klasifikasi sikap kerja
ke dalam kategori tindakan. Sebagai contoh sikap kerja
dengan kode 3161, artinya sikap kerja ini termasuk kategori
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 74
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
tindakan dengan derajat perbaikan 1, yaitu pada sikap kerja
ini merupakan aman untuk system musculoskeletal, artinya
sikap kerja ini tidak perlu perbaikan.
3. Cara Penarikan Sudut Tubuh
Penarikan sudut pada posisi postur kerja merupakan tahap
awal untuk analisa menggunakan metode RULA, REBA, ataupun
OWAS. Hal ini dapat dilakukan dengan cara:
a. Tarik garis lurus 900 sebagai “Garis Bantu” pada gambar
postur tubuh
b. Dari garis bantu tersebut tarik garis sesuai dengan postur
tubuh.
c. Ambil sudut terkecil yang terbentuk antar garis.
d. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar VI.24 Cara Penarikan Sudut Tubuh
Garis Bantu
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 75
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
Referensi
McAtamney, L. and Hignet, S. 2000. REBA: Rapid Entire Body
Assessment. Applied Ergonomics, 31: 201-205.
MeAtamney, L. and Corlett, E. N. 1993. “RULA : A survey Based
Method for The Investigation of Work Related Upper Limb
Disorders”. Applied Ergonomics, 24 (2) : 91- 99.
Tayyari, F and Smith, J.L.1997. Occupational Ergonomics, Principle
and Application. London: Chapman & Hall.
http://www.ergonomics.co.uk/Rula/Ergo/
index.html
www.karyabaru.com
http://turva1.me.tut.fi/owas
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 76
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
MODUL 5
PENGUKURAN KERJA
DENGAN METODE FISIOLOGI
A. TUJUAN PRAKTIKUM
Dalam praktikum ini, diharapkan praktikan :
1. Memahami bahwa perbedaan beban kerja dapat berpengaruh
terhadap aspek fisiologi manusia.
2. Mampu melakukan pengukuran kerja dengan menggunakan
metode fisiologi.
3. Mampu membuat grafik yang menghubungkan antara intensitas
beban kerja (lari pada kecepatan) dengan Heart Rate dan lama
waktu pemulihan (Recovery Period).
4. Mampu membuat persamaan antara Heart Rate dengan Energy
Expenditure.
B. TEORI PENGANTAR
Secara garis besar terdapat beberapa factor yang
mempengaruhi hasil kerja (performansi) manusia, dan dapat dibagi
atas 2 kelompok yaitu :
1. Faktor-faktor diri (individual): sikap, sifat, system nilai,
karakteristik fisik, minat, motivasi, usia, jenis kelamin,
pendidikan, pengalaman, dan lain-lain.
2. Faktor-faktor situasional: lingkungan fisik, mesin dan peralatan,
metoda kerja dan lain-lain.
Kerja manusia bersifat mental dan fisik yang masing-masing
mempunyai intensitas yang berbeda-beda . Tingkat intensitas yang
terlampau tinggi memungkinkan pemakaian energi yang
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 77
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
berlebihan, sebaliknya intensitas yang terlalu rendah menimbulkan
rasa bosan dan jenuh. Karena itu perlu diupayakan tingkat intensitas
yang optimum yang ada diantara kedua batas ekstrim tadi dan
tentunya utnuk tiap individu akan berbeda. Pekerjaan seperti
operator yang bertugas memantau panel control termasuk pekerjaan
dengan intensitas fisik yang rendah namun intensitas mental yang
tinggi, sebaliknya pekerjaan material handling secara manual,
intensitas fisknya tinggi namun intensitas mentalnya rendah.
Tingkat intensitas kerja optimum, umumnya dilaksanakan
apabila tidak ada tekanan (stress) dan ketegangan (strain).
Tekanan di sini berkenaan dengan beberapa aspek dari aktivitas
manusia atau dari lingkungannya yang terjadi akibat reaksi
individu tersebut yang mendapatkan beberapa keinginan yang
tidak sesuai. Sedangkan ketegangan merupakan konsekuensi logis
yang harus diterima oleh individu sebagai akibat dari tekanan.
Pengukuran Kerja Dengan Metode Fisiologis
Dalam suatu kerja fisik, manusia akan menghasilkan
perubahan dalam konsumsi oksigen, heart rate, temperature
tubuh dan perubahan senyawa kimia dalam tubuh.
Kerja fisik dikelompokkan oleh Davis dan Miller:
a. Kerja total seluruh tubuh, yang mempergunakan sebagian
besar otot biasanya melibatkan duapertiga atau tiga
perempat otot tubuh.
b. Kerja sebagian otot, yang membutuhkan lebih sedikit energi
expenditure karena otot yang digunakan lebih sedikit.
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 78
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
c. Kerja otot statis, otot digunakan untuk menghasilkan gaya
tetapi tanpa kerja mekanik. Membutuhkan kontraksi
sebagian otot.
Sampai saat ini metode pengukuran kerja fisik, dilakukan
dengan menggunakan standar:
a. Konsep horse-power (foot-pounds of work per minute) oleh
Taylor, tetapi tidak memuaskan.
b. Tingkat konsumsi energi untuk mengukur pengeluaran energi.
c. Perubahan tingkat kerja jantung dan konsumsi oksigen
(metode terbaru).
Tiffin mengemukakan kriteria-kriteria yang dapat
digunakan untuk mengetahui pengaruh pekerjaan terhadap
manusia dalam suatu system kerja, yaitu : criteria faali, criteria
kejiwaan dan criteria hasil kerja.
Kriteria faali meliputi : kecepatan denyut jantung, konsumsi
oksigen, tekanan darah, tingkat penguapan, temparatur tubuh,
komposisi kimia dalam darah dan air seni. Kriteria ini digunakan
untuk mengetahui perubahan fungsi alat-alat tubuh selama
bekerja.
Kriteria Kejiwaaan meliputi pengukuran hasil kerja yang
diperoleh dari pekerja. Kriteria ini digunakan untuk mengetahui
pengaruh seluruh kondisi kerja dengan meihat hasil kerja yang
diperoleh dari pekerja.
Kerja Fisik Dan Mental
Secara garis besar, kegiatan-kegiatan kerja manusia dapat
digolongkan menjadi kerja fisik (otot) dan kerja mental (otak).
Pemisahan ini tidak dapat dilakukan secara sempurna, karena
terdapatnya hubungan yang erat antara satu dengan lainnya.
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 79
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
Apabila dilihat dari energi yang dikeluarkan, kerja mental murni
relative lebih sedikit mengeluarkan energi dibandingkan dengan
kerja fisik.
Kerja fisik akan mengakibatkan perubahan pada fungsi
alat-alat tubuh, yang dapat dideteksi melalui perubahan :
a. Konsumsi Oksigen
b. Denyut Jantung
c. Peredaran udara dalam paru-paru
d. Temparatur tubuh
e. Konsentrasi asam laktat dalam darah
f. Komposisi kimia dalam darah dan air seni
g. Tingkat penguapan, dan factor lainnya.
Kerja fisik mengakibatkan pengeluaran energi yang
berhubungan erat dengan konsumsi energi. Konsumsi energi
pada waktu kerja biasanya ditentukan dengan cara langsung
yaitu dengan pengukuran :
a. Kecepatan denyut jantung
b. Konsumsi Oksigen
Kecepatan denyut jantung memiliki hubungan yang sangat
erat dengan aktifitas faal lainnya, seperti digambarkan dibawah
ini :
hubungan
Kecepatan denyut jantung
12
34
56
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 80
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
Keterangan :
1. Tekanan darah
2. Aliran darah
3. Komposisi Kimia dalam darah
4. Temparatur Tubuh
5. Tingkat penguapan
6. Jumlah udara yang dikeluarkan oleh paru-paru
Konsumsi Energi
Bilangan nadi atau denyut jantung merupakan peubah
yang penting dan pokok baik dalam penelitian lapangan
maupun penelitian laboratorium. Dalam hal penentuan konsumsi
energi, biasa digunakan parameter indeks kenaikan bilangan
kecepatan denyut jantung. Indeks ini merupakan perbedaan
antara kecepatan denyut jantung pada waktu kerja tertentu
dengan kecepatan denyut jantung pada waktu istirahat.
Untuk merumuskan hubungan antara energi expenditure
dengan kecepatan denyut jantung, dilakukan pendekatan
kuantitatif hubungan antara energi expenditure dengan
kecepatan denyut jantung dengan menggunakan analisis regresi.
Bentuk regresi hubungan energi dengan kecepatan denyut
jantung adalah regresi kuadratis dengan persamaan sebagai
berikut :
Y= 1.80411- (0.0229038)X + (4.71733 x 10-4)X2
Dimana :
Y : energi (kilokalori per menit)
X : kecepatan denyut jantung (denyut per menit)
Setelah besaran kecepatan denyut jantung disetarakan
dalam bentuk energi, maka konsumsi energi untuk suatu
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 81
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
kegiatan kerja tertentu bias dituliskan dalam bentuk matematis
sebagai berikut :
KE = Et – Ej
Dimana :
KE : konsumsi energi untuk suatu kegiatan kerja tertentu
(kilokalori per menit)
Et : pengeluaran energi pada waktu kerja tertentu
(kilokalori per menit)
Ej : pengeluaran energi pada saat istirahat (kilokalori per
menit)
Dengan demikian, konsumsi energi pada waktu kerja
tertentu merupakan selisih antara pengeluaran energi pada
waktu kerja tersebut dengan pengeluaran energi pada saat
istirahat.
Aktifitas otot mengubah fungsi berikut :
a. Denyut jantung (Heart Rate)
b. Tekanan Darah
c. Output Jantung (cardiac output dalam liter/menit)
d. Komposisi Kimia dalam darah dan urine
e. Temparatur tubuh
f. Perspiration Rate
g. Ventilasi paru-paru (pulmonary ventilation dalam liter /
menit)
h. Konsumsi oksigen oleh otot.
Penjelasan sederhana tentang system konversi input udara,
makanan dan air diberikan pada bagan alir yang ditunjukkan
sebagai berikut :
Konversi energi utama antara lain :
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 82
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
Paru-paru:
Udara dihirup; oksigen ditansfer pada aliran darah paru-paru
Otot
Oksigen dalam darah diubah menjadi CO2 dengan bentuk asam
laktat ketika pemasukan oksigen tidak memadai. Asam laktat
menyebabkan kelelahan otot.
Permukaan tubuh
Pada temperature 27 ° C (18 ° F) dan kerja normal maka panas
dalamtubuh akan berkurang 75% lewat konveksi dan radiasi , 25
% lewat evap[orasi oleh paru-paru. Efisiensi aliran udara pada
kulit berkebalikan secara proposional
Proses digestiva:
Makanan dan minuman diabsorbsi oleh system yang stabil.
Makanan memberikan system storage dan minuman menjaga
keseimbangan air.
Unit Kerja Fisiologis
Pengeluaran energi, kerja fisiologis dan biaya fisiologis dan
biaya fisiologis berkaitan erat dengan konsumsi oksigen. Hal ini
dapaat diukur secar alangsung dsalam liter/menit atau secara
tidak langsung dalam detak jantung /menit. Unit satuan dasar
yang digunakan adalah pengeluaran kalori dalam gram kalori/
menit.
Astrand dan Christensen menyelidiki pengeluaran energi
dari tingkat detak jantung dan menemukan bahwa ada
hubungan langsung antara keduanya. Tingkat pulas adan detak
jantung per menit dapat digunakan untuk menghitung
pengluaran energi.
Menentukan Waktu Standar Dengan Metode Fisiologis
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 83
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
Waktu standar biasanya ditentuykan dengan time study ,
datA standar atau penentuan awal data waktu yang umum ,
sehingga operator kualitas rata-rata, terlatih dan
berpengalaman dapat berproduksi pada level sekitar 125 % saat
insentive diberikan.
Diharapakan bahwa hampir 96 % dari operator yang
dihitung bekerja sesuai atau lebih cepat dari standar. Ternyata
sebagian operator dapat bekerja pad aperformansi 100 %
dengan jauh lebih mudah daripada pekerja yang lainnya.
Sebagai hasilnya mungkin beberapa orang yang memiliki
performansi 150-160 % menggunkan energi expenditure yang
sama dengan orang yang performansinya hanya 110-115 %.
Waktu standar ditentukan untuk tugas , pekerjaan yang spesifik
dan jelas definisinya.
Pengukuran fisiologis dapat dipergunakan untuk
membandingkan cost energy pada suatu pekerjaan yang
memenuhi waktu standar, dengan pekerjaan serupa yang tidak
standar , tetapi perbandingan harus dibuat unutk orang yang
sama.
Dr. Lucien Brouha telah membuat table kalsifikasi beban
kerja dalam reaksi fisiologis, untuk menetukan berat ringannya
suatu pekerjaan.
Work load
Oxygen
comsumption in
liters per minute
Energy expenditure
in calories per
minute
Heart rate during
work in beats per
minute
Light 0.5-1.0 2.5-5.0 60-100
Moderate 1.0-1.5 5.0-7.5 100-125
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 84
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
Heavy 1.5-2.0 7.5-10.0 125-150
Very
Heavy 2.0-2.5 10.0-12.5 150-175
Tingkat Energi
Terdapat tiga tingkat energi fisiologis yang umum, yaitu
istirahat, limit kerja aerobik dan kerja anaerobic. Pada tahap
istirahat, pengeluaran energi yang diperlukan untuk
mempertahankan kehidupan tubuh disebut Tingkat Metabolis
Basal. Hal tersebut mengukur perbandingan oksigen yang masuk
kedalam paru-paru dengan karbondioksida yang keluar. Berat
tubuh dan luas permukaan adalah faktor penentu yang
dinyatakan dalam kilokalori/ area permukaan/ jam. Rata-rata
manusia yang mempunyai berat 65 kg dan mempunyai area
permukaan 1,77 m2 memerlukan energi sebesar 1 kilokalori per
menit.
Kerja disebut aerobik bila suplai oksigen pada otot
sempurna. Jika suplai tidak sempurna, system akan kekurangan
oksigen dan kerja menjadi anaerob. Hal ini dipengaruhi oleh
aktivitas fisiologis yang dapat ditingkatkan mellaui latihan.
Fatique
Fatique adalah suatu kelelahan yang terjadi pada syaraf
otot-otot manusia sehingga tidak dapat berfungsi sebagaimana
lagi mestinya. Makin berat beban yang dikerjakan dan semakin
tidak teraturnya pergerakan, maka timbulah fatique yang lebih
cepat. Timbulnya fatique ini perlu dipelajari untuk menentukan
tingkat kekuatan otot manusia, sehingga kerja yang akan
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 85
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
dilakukan atau dibebankan dpat sesuai dengna kemampuan
otot tersebut.
Ralph M. barnes menggolongkan kelelahan dalam 3 bagian,
yaitu :
a. Perasaan lelah
b. Kelelahan karena perubahan fisiologis dalam tubuh
c. Menurunnya kemampuan kerja.
Pada dasarnya kelelahan terjadi jiak kemampuan otot
telah berkurang dan menglaami puncaknya bila otot tersebut
sudah tidak mampu lagi bergerak ( kelelahab sempurna).
Faktor-faktor yang mempengaruhi fatique :
a. Besarnya tenaga yang dikeluarkan
b. Kecepatan
c. Cara dan sikap melakukan aktivitas
d. Jenis olaharaga
e. Jenis kelamin
f. Umur
Fatigue dapat diukur dengan :
a. Mengukur kecepatan denyut jantung dan pernapasan
b. Mengukur tekanan darah, peredaran darah dalam paru-paru,
jumlah oksigen digunakan, jumlah CO2 yang dihasilkan,
temperature badan, komposisi kimia dalam urine dalam
darah
c. Menggunakan alat penguji kelelahan Riken Fatique Indikator
dengan ketentuan pengukuran elektroda logam melalui tes
variasi perubahan air liur ( saliva) karena lelah.
ERGONOMI
BEKTI-FEBRI-FIKRI-NINDY-ROSMA
LABORATORIUM 86
PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
TEKNIK INDUSTRI UNS 2011
Referensi
Barnes, R.M ; Motion and Time Study, Design and Measurement of
Work ; John Willey and Sons, inc.; 1968, New York, AS.
Sutalaksana , I.Z. dkk; Teknik Tata Cara Kerja ; Laboratorium Tata
Cara Kerja dan Ergonomi Dept. Teknik Industri –ITB ;1979.
Mc. Cormick, Ernest J. ; Human Factor In Engineering and Design , Mc.
Graw – Hill ,inc.; 1992, New York ,USA.