Model RTRW Pesisir Berkelanjutan Berbasis Masyarakat

Embed Size (px)

Citation preview

2001. Joko Hartadi Makalah Falsafah Sains (PPs 702) Program Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor Juni 2001

Posted 9 June 2001 [RCT]

Dosen: Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng (Penanggung Jawab) Prof Dr Ir Zahrial Coto

MODEL RENCANA TATA RUANG WILAYAH PESISIR BERKELANJUTAN BERBASIS MASYARAKATOleh :

Joko HartadiP.31600026/SPL E- mail: [email protected]

PENDAHULUANLatar Belakang Pesisir merupakan wilayah yang dinamis dan rawan. Kedinamisan wilayah pesisir disebabkan oleh karena wilayah tersebut merupakan pertemuan dua ekosistem, yaitu ekosisten daratan dan ekosistem lautan. Wilayah pesisir mengandung potensi sumberdaya yang besar, baik hayati maupun non ha yati termasuk jasa-jasa lingkungan. Konsekwensi dari dinamika wilayah pesisir yang berpotensi menyebabkan manusia untuk datang dan berinteraksi dengan ekosistem pesisir lainnya. Interaksi manusia dengan lingkungan pesisir menyebabkan terjadi kerawanan-kerawanan karena aktivitas tersebut membutuhkan ruang dan sumberdaya. Di samping itu wilayah ini juga dipengaruhi oleh aktivitas manusia di daerah hulu dan kegiatan di perairan

Sumber: www.hayati- ipb.com/users/rudyct/indiv2001/joko_hartadi.htm www.bktrn.org

lepas pantai maupun laut lepas, serta pengaruh alam - yang memberi andil tidak sedikit terhadap degradasi lingkungan pesisir. Realitas wilayah pesisir yang dinamis memerlukan suatu pengelolaan wilayah yang spesifik untuk dapat mengakomodasi semua kepentingan manusia dan kelestarian lingkungan. Pengelolaan wilayah pesisir harus dapat mengakomodasi berbagai kepentingan stake holder sekaligus memperhatikan potensi dan kemampuan lingkungan wilayah pesisir sebagai ekosistem yang harus berkelanjutan tanpa mengurangi hak manusia dan komunitas lainnya untuk hidup di dalamnya. Dalam rangka pengelo laan wilayah pesisir, telah dikembangkan apa yang disebut Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu (Integrated Coastal Zone Managemen disingkat ICZM). ICZM merupakan cabang ilmu baru bukan saja di Indonesia, tetapi juga di dunia. Banyak terminologi menge nai ICZM yang dikemukakan oleh beberapa negara maupun para ahli, namun esensi dari kesemuanya adalah sama, yaitu kegiatan manusia dalam mengelola ruang, sumberdaya, atau penggunaan yang terdapat di wilayah pesisir. Pengelolaan wilayah pesisir di Indonesia menggunakan terminologi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu (PWPLT), yaitu suatu program yang selain ditujukan untuk mengatasi permasalahan pembangunan pesisir dan lautan saat ini dan masa depan, juga untuk memberdayakan masyarakat pesisir agar dapat menikmati keuntungan secara berkesinambungan. Operasionalisasi dari PWPLT, yaitu hingga sejauh mana program tersebut dapat mengatasi permasalahan-permasalan yang timbul di wilayah pesisir membutuhkan suatu rencana pengelolaan diperlukan penataan ruang. Penataan ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang (pasal 1, Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang). Salah satu tahap yang cukup penting dalam penataan ruang adalah perencanaan tata ruang. Dikaitkan dengan wilayah pesisir, hasil perencanaan tata ruang pesisir adalah rencana tata ruang wilayah pesisir (RTRW Pesisir), antara lain memuat mintakat- mintakat (zones) peruntukkan ruang yang merupakan arahan dan pedoman pemanfaatan ruang wilayah pesisir. Walaupun secara konsepsual perencanaan tata ruang wilayah pesisir telah dicanangkan, namun permodelan rencana tata ruang pesisir yang berkelanjutan dan berbasis masyarakat hingga saat ini baru sekedar wacana belum merupakan wujud y ang siap dioperasikan. Dalam kontek tersebut di atas, tulisan ini menjelaskan rencana penelitian dalam rangka membangun model RTRW Pesisir berkelanjutan berbasis masyarakat. Sumber: www.hayati- ipb.com/users/rudyct/indiv2001/joko_hartadi.htm www.bktrn.org

Permasalahan Di beberapa daerah Indonesia yang mempunyai wilayah pesisir - hampir selalu terlihat suatu fenomena yang menggelitik. Fenomena yang sudah menjadi kenyataan tersebut adalah berkumpulnya komunitas masyarakat miskin pada wilayah pesisir yang sebenarnya mempunyai potensi sumberdaya yang besar. Akibat tekanan kemiskinan, masyarakat cenderung akan mengeksploitasi sumberdaya dan lingkungan secara tidak berkesinambungan, sehingga pada gilirannya akan menyebabkan degradasi dan mengganggu keseimbangan lingkungan. Kenyataan ini diperparah lagi oleh kegiatan lain yang sering tidak mengindahkan kaidah-kaidah pembangunan berwawasan lingkungan dan berkelanjutan, seperti konversi mangrove untuk tambak udang, pembangunan pemukiman dan pabrik, pembuangan limbah, dan sebagainya. Kesemuanya itu di samping menyebabkan degradasi lingkungan dan rusaknya ekosistem, juga menyebabkan konflik penggunaan dan pemanfaatan ruang, karena semua kegiatan dilakukan pada wilayah yang sempit pada lahan yang terbatas. Hal-hal tersebut di atas menjadi tanda tanya besar mengapa bisa terjadi, mengapa besarnya sumberdaya pesisir tidak memakmurkan rakyat ?, mengapa kegiatan pembangunan justru merusak lingkungan ?. Dalam kata yang sederhana ada kesalahan dalam pengelolaan - ada ketidakselarasan antara rencana dengan pelaksanaan - rencana tata ruang yang dibuat tidak terintegrasi dengan baik, atau memang rencana tata ruang wilayah pesisir belum ada. RTRW Pesisir sudah mendesak untuk dibuat supaya dapat mewadahi dan mengarahkan dinamika pembangunan di wilayah pesisir. Dengan adanya RTRW Pesisir diharapkan ada kebijaksanaan yang jelas antara aspek konservasi dan aspek pemanfaatan. Sehubungan dengan penyusunan RTRW Pesisir, beberapa hal perlu mendapat perhatian, antara lain :? ?

? ?

Kelangkaan dan terbatasnya data dan informasi sumberdaya pesisir dan lautan. Belum jelasnya pranata kelembagaan yang mengurusi penataan ruang pesisir, baik di tingkat pusat maupun di daerah apalagi jika dikaitkan dengan pelaksanaan otonomi daerah. Masih kurangnya landasan peraturan perundangan dan lemahnya penegakan hukun dalam penataan ruang. Tebatasnya peran masyarakat dalam penataan ruang.

Masalah- masalah di atas perlu diperhatikan dalam rangka menyusun RTRW Pesisir. Oleh karena itu, sehubungan dengan rencana penelitian yang akan dilakukan, yaitu membangun model RTRW Pesisir berkelanjutan dan berbasis masyarakat, penulis mendeskripsikan masalah sesuai pertanyaanpertanyaan berikut : Sumber: www.hayati- ipb.com/users/rudyct/indiv2001/joko_hartadi.htm www.bktrn.org

1. Bagaimana memenuhi penataan ruang (perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang) pesisir yang ideal. 2. Model RTRW Pesisir yang bagaimana ya ng dapat mengakomodasi semua kepentingan stake holder dan bagaimana menyeimbangkan antara konservasi kawasan lindung dengan aspek pemanfaatan. 3. Model RTRW Pesisir yang bagaimana yang dalam proses penyusunannya melibatkan masyarakat pesisir dan stake holder lainnya. 4. Model RTRW Pesisir yang bagaimana yang dalam implementasinya dapat meningkatkan pendapatan masyarakat, sehingga pada gilirannya tercapai suatu kemakmuran. Maksud dan Tujuan Pembangunan model RTRW Pesisir berbasis masyarakat dimaksudkan sebagai upaya untuk membuat (mengembangkan) RTRW Pesisir yang "ideal" - memadukan ilmu dan teknologi dengan peran (masukan) dari masyarakat, yang merupakan subyek sekaligus obyek perencanaan. Adapun tujuannya antara lain adalah : (1) mewujudkan RTRW Pesisir yang dapat mewadahi dinamika masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya kini dan masa depan; (2) memberi arahan dalam penggunaan dan pemanfaatan ruang; (3) memperkecil konflik penggunaan ruang; (4) menyeimbangkan antara kepentingan pembangunan dan konservasi kawasan lindung. Di samping itu RTRW Pesisir yang akan dibangun merupakan tawaran alternatif pemikiran dalam rangka membantu pemerintah dan masyarakat akan kebutuhan RTWR Pesisir.

PENGELOLAAN WILAYAH PESISIRManusia sebagai bagian dari ekosistem, dalam kehidupan sehari- hari selalu bersinggungan dengan ekosistem lain di wilayah pesisir dan secara sengaja maupun tidak mempunyai pengaruh terhadap perubahan ekosistem. Pertanyaan yang dapat diajukan adalah : dengan cara bagaimana dan dengan kegiatan apa saja manusia dapat merubah sistem ekologi di wilayah pesisir ?. Jawabnya sudah tentu akan merujuk pada akibat kegiatan manusia, antara lain : pembukaan lahan untuk pertanian, pembakaran hutan/pohon, pembangunan waduk, penggundulan hutan, pembangunan gedung, pembuangan limbah, perkerasan jalan. Kegiatan manusia yang mengganggu/merusak ekosistem tadi kalau dilihat sepintas nampaknya hanya berpengaruh pada ekosistem yang diganggu saja, tetapi kalau dilihat lebih lanjut kegiatan di satu ekosistem dapat berpengaruh pada ekosistem lain yang terkait (Kaswadji, 2001). Sumber: www.hayati- ipb.com/users/rudyct/indiv2001/joko_hartadi.htm www.bktrn.org

Dahuri (2000), menyebutkan bahwa perubahan yang terjadi pada ekosistem pesisir (mangrove, misalnya), cepat atau lambat akan mempengaruhi ekosistem lainnya (gambar 1). Begitu pula jika pengelolaan kegiatan pembangunan (industri, pertanian, pemukiman, dan lain- lain) di lahan atas suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) tidak dilakukan secara bijaksana (berwawasan lingkungan), maka dampak negatifnya akan berpengaruh pada tatanan dan fungsi ekologis kawasan pesisir.

Gambar 1. Keterkaitan antar tiga ekosistem utama pesisir (sumber : Dahuri, 2000)

Lebih jauh Kaswadji (2001), menjelaskan keterkaitan antara tiga ekosistem utama pesisir sebagai berikut. Ekosistem mangrove merupakan penghasil detritus, sumber nutrien dan bahan organik yang akan dibawa ke ekosistem padang lamun oleh arus laut. Sedangkan ekosistem lamun berfungsi sebagai penghasil bahan organik dan nutrien yang akan dibawa ke ekosistem terumbu karang. Selain itu, ekosistem lamun juga berfungsi sebagai penjebak sedimen (sedimen trap) sehingga sedimen tersebut tidak mengganggu kehidupan terumbu karang. Yang terakhir, ekosistem terumbu karang dapat berfungsi sebagai pelindung pantai dari hempasan ombak (gelombang) dan arus laut. Selain itu ekosistem terumbu karang juga berperan sebagai habitat (tempat tinggal), tempat mencari makan (feeding ground), tempat asuhan dan pembesaran ( nursery ground), tempat pemijahan (spawning ground) bagi organisme yang hidup di padang lamun ataupun hutan mangrove.

Sumber: www.hayati- ipb.com/users/rudyct/indiv2001/joko_hartadi.htm www.bktrn.org

Mengingat betapa penting nilai wilayah pesisir baik secara ekologis maupun ekonomis dengan semua komunitas yang hidup di dalamnya, banyak negara termasuk Indonesia telah mengembangkan suatu model pengelolaan wilayah pesisir. Menurut Kay (1999), pengelolaan yang dilakukan meliputi pengelolaan strategis sampai pengelolaan operasional yang merupakan suatu tahapan pengelolaan yang terintegrasi. Dikatakan juga bahwa suatu rencana yang baik adalah yang tidak terlalu banyak zonasinya, dapat dilaksanakan, dan mudah dimengerti. Adapun Clark (1996), membuat suatu diagram tahaptahap pengelolaan wilayah pesisir yang merupakan siklus (gambar 2). Begitu juga Cincin-Sain (1998), dalam teori Integrated Coastal Management (ICM) yang dikembangkannya, memperlihatkan enam tahap dalam proses ICM. Tahap-tahap tersebut adalah : tahap penilaian dan identifikasi isu, tahap persiapan dan perencanaan program, tahap pembiayaan dan adopsi, tahap pelaksanaan, tahap operasi, dan tahap evaluasi. Enam tahap ICM menurut Cincin-Sain tersebut sebagaimana Clark juga merupakan suatu siklus.

Gambar 2.

Hubungan Timbal Balik Antara Tahap-Tahap Perencanaan dan Pengelolaan Kawasan Lindung Pesisir dan Lautan (Sumber : Clark, 1996)

Walaupun pengelolaan wilayah pesisir sudah terpadu, namun hanya sampai tahapan pemintakan (zonasi) kawasan lindung, belum menyentuh tahapan perencanaan tata ruang yang memasukan semua kepentingan penggunaan ruang dan perkiraan perkembangan masa depan. Padahal perencanaan tata ruang sangat penting, karena dalam tahapan tersebut keseimbangan antara aspek konservasi dan aspek pemanfaatan diperhitungkan dengan baik. Sumber: www.hayati- ipb.com/users/rudyct/indiv2001/joko_hartadi.htm www.bktrn.org

Penyusunan rencana tata ruang pesisir yang merupakan bagian dari pengelolaan pesisir di era otonomi daerah dilakukan oleh pemerintah kabupaten dengan arahan dari departemen teknis yang berwenang untuk maksud tersebut. Di Indonesia, departemen yang paling berwenang dalam mengkoordinasikan penataan ruang pesisir adalah Departemen Eksplorasi Laut dan Perikanan (DELP), dimana ada salah satu direktoratnya yang membawahi bidang tersebut, yaitu Direktorat Pengelolaan Tata Ruang (DPTR) Direktorat Jenderal Pesisir, Pantai dan Pulau-Pulau Kecil (P3K). Sebagai tindak lanjut dari tugas DPTR, pada Desember 2000 telah dilakukan temu pakar dalam rangka penyusunan kosep tata ruang pesisir. Dalam pertemuan tersebut masalah yang cukup mencuat adalah rencana tata ruang pesisir tidak bisa dilakukan dengan begitu saja mengadopsi rencana tata ruang daratan, tetapi dalam operasionalisasinya harus merujuk pada peraturan dan perundangan yang ada, antara lain Undang Undang Penataan Ruang. Menurut Undang Undang No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang (UUPR), perencanaan tata ruang merupakan satu tatapan dari keseluruhan proses penataan ruang. Dalam UUPR pasal 1, dinyatakan bahwa penataan ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang (Republik Indonesia, 1992). Penataan ruang dapat disederhanakan menjadi aktivitas mengarahkan kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat termasuk dunia usaha - bukanlah suatu tujuan, melainkan alat untuk mencapai tujuan. Dengan demikian, kegiatan tata ruang tidak boleh berhenti dengan di-Perdakan rencana tata ruang, tetapi penataan ruang harus merupakan aktivitas yang terus menerus dilakukan untuk mengarahkan masyarakat suatu wilayah mencapai tujuan-tujuan pokok, seperti melakukan pekerjaan rumah tangga, rekreasi termasuk kegiatan untuk memenuhi kebutuhan spiritual, seperti menikmati keindahan alam dan tempat-tempat bersejarah (Darwanto, 2000). Berbeda dengan penataan ruang daratan, paradigma yang dikembangkan di wilayah pesisir pesisir bersifat lebih kompleks karena disamping tempat muara segala kegiatan dan bertemuanya berbagai macam ekosistem, lebih dari itu pesisir (laut) juga mempunyai vertikal zoning yang tidak dimiliki oleh daratan (Suwandono, 2000). Oleh karena itu dalam penyusunan tata ruang pesisir perlu diupayakan cara-cara atau metode- metode yang tidak hanya sekedar mengadopsi tata ruang daratan, tetapi perlu dikembangkan suatu model tata ruang pesisir yang bisa mengakomodasi kepentingan stake holder yang muaranya harus kesejahteraan rakyat dan keberlanjutan sumberdaya dan ekosistem pesisir. Temu pakar dalam rangka penyusunan konsep tata ruang pesisir antara lain merekomendasikan perlunya suatu pedoman dari pemerintah (dalam hal ini Sumber: www.hayati- ipb.com/users/rudyct/indiv2001/joko_hartadi.htm www.bktrn.org

DELP) yang dipadukan dengan kepentingan masyarakat bawah, sehingga dapat terwujud suatu perencanaan tata ruang dan pengelolaan pembangunan yang lebih implementatif. Secara keseluruhan kesimpulan hasil temu pakar tersebut adalah (DELP, 2000) :?

?

Rencana tata ruang merupakan public instrument yang bertujuan untuk meningkatkan kondisi masyarakat berdasarkan aspirasi yang ada, sehingga dapat sejahtera, adil dan berkelanjutan. Dalam penataan ruang pesisir, perlu diperhatikan beberapa hal : o Prosesnya dilakukan secara participatory approach terutama untuk pengelolaan kawasan lindung dan pengembangan kegiatan. o Menggunakan pendekatan integrasi antara darat dan laut dengan memperhatikan DAS. o Memperhatikan unsur budaya masyarakat setempat. o Data informasi tentang pesisir dan laut harus akurat. o Mempertimbangkan kebijakan yang rasional dan aspiratif. o Rencana harus sinergis antar sektor, tidak parsial dan konsisten. o Pengembangan basic science.

METODOLOGIMetodologi yang dikembangkan/digunakan dalam membangun model RTRW Pesisir secara garis besar terdiri atas dua konsep utama, yaitu : mendefinisikan model konsepsual dan membangun model operasional (gambar 3 dan 4). Model konsepsual adalah suatu model yang menunjukkan alur pikir bagaimana suatu rencana akan dilaksanakan dengan semua aspek-aspek yang terkait. Sedangkan model operasional adalah pelaksanaan model konsepsual di lapangan, lengkap dengan data dan perangkat lunak yang digunakan. Sebagaimana telah dijelaskan pada maksud dan tujuan, dalam rangka membangun model operasional, penulis memanfaatkan kemajuan ilmu dan teknologi. Ilmu dan teknologi yang dimaksud di sini adalah Sistem Informasi Geografik (SIG) sebagai tool dalam melakukan simulasi/analisis keruangan dan pengambilan keputusan, serta pembuatan scenario-scenario. Untuk datadata keruangan (peta-peta tematik), antara lain akan diekstrak dari citra satelit (Inderaja).

Sumber: www.hayati- ipb.com/users/rudyct/indiv2001/joko_hartadi.htm www.bktrn.org

Gambar 3.

Model Konsepsual Pengelolaan Kawasan Pesisir Terpadu (sumber : Dahuri et al., 1996)

Sumber: www.hayati- ipb.com/users/rudyct/indiv2001/joko_hartadi.htm www.bktrn.org

Gambar 4.

Model Operasional Penyusunan Rencana Tata Ruang Pesisir Terpadu

Sumber: www.hayati- ipb.com/users/rudyct/indiv2001/joko_hartadi.htm www.bktrn.org

HASIL YANG DIHARAPKANSecara garis besar pembangunan Model Rencana Tata Ruang Wilayah Pesisir diharapkan menghasilkan : 1. Model RTRW Pesisir yang simpel, mudah dipahami, dapat dilaksanakan, dapat memberi arahan yang jelas dalam penggunaan dan pemanfaatan ruang, serta mudah dalam updating datanya. 2. Model RTRW Pesisir yang dinamis, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, dan dapat diterima oleh semua stake holder. 3. Model RTRW Pesisir yang menyeimbangkan antara aspek konservasi kawasan lindung dan aspek pemanfaatan. 4. Model RTRW Pesisir yang dapat mewadahi dinamika pembangunan masa kini dan menjangkau perkembangan masa depan dalam kurun waktu perencanaan. 5. Model RTRW Pesisir yang dalam operasionalisasinya memberi ruang gerak yang luwes dalam rangka peningkatkan pendapatan masyarakat pesisir. 6. Model RTRW Pesisir yang mampu melakukan simulasi spasial dalam bentuk scenario-scenario perkembangan keruangan kini dan masa depan dan scenario-scenario perubahan lingkungan pesisir atas perubaha n yang terjadi atau yang akan dilakukan. Scenario-scenario tersebut harus dilihat pengaruhnya terhadap perkembangan ekonomi masyarakat, khususnya masyarakat pesisir.

DAFTAR ACUANCicin-Sain, B. and R.W. Knecht. 1998. Integrated Coastal and Ocean Management. Island Press. Washington, USA. Clark, J.R. 1996. Coastal Zone Management Handbook . Lewis Publishers. Boca Raton Florida, USA. Dahuri, M., J. Rais, S.P. Ginting, dan M.J. Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita. Jakarta, Indonesia. Dahuri, R. 2000. Orientasi Baru : Menoleh ke Laut. Dalam : Pendayagunaan Sumberdaya Kelautan Untuk Kesejahteraan Rakyat. LIPSI (Lembaga Informasi dan Studi Pembangunan Indonesia) Direktorat Jenderal Pesisir, Pantai, dan Pula u-Pulau Kecil Departemen Eksplorasi Laut dan Perikanan. Jakarta, Indonesia. hal 1 8

Sumber: www.hayati- ipb.com/users/rudyct/indiv2001/joko_hartadi.htm www.bktrn.org

Darwanto, H. 2000. Mekanisme Pengelolaan Penataan Ruang Wilayah Pesisir, Laut dan Pulau-Pulau Kecil, Serta Hubungan Dengan RTRWN, RTRWP, RTRW Kabupaten/Kota. Makalah disampaikan pada Temu Pakar Penyusunan Konsep Tata Ruang Pesisir. Direktorat Jenderal Pesisir, Pantai, dan Pulau-Pulau Kecil Departemen Eksplorasi Laut dan Perikanan. Jakarta, Indonesia. 10 Oktober DELP (Departemen Eksplorasi Laut dan Perikanan). Fungsi dan Program Kerja Direktorat Jenderal Urusan Pesisir, Pantai, dan Pulau-pulau Kecil. http://www.delp.go.id/ie/tentang/p3k.htm, dikunjungi pada 27 Februari 2001. DELP (Departemen Eksplorasi Laut dan Perikanan). 2000. Rangkuman Hasil Diskusi Floor. Temu Pakar Penyusunan Konsep Tata Ruang Pesisir. Direktorat Jenderal Pesisir, Pantai, dan Pulau-Pulau Kecil Departemen Eksplorasi Laut dan Perikanan. Jakarta, Indonesia. 10 Oktober Kaswadji, R. 2001. Keterkaitan Ekosistem Di Dalam Wilayah Pesisir. Sebagian bahan kuliah SPL.727 (Analisis Ekosistem Pesisir dan Laut). Fakultas Perikanan dan Kelautan IPB. Bogor, Indonesia. Kay, R. and J. Alder. 1999. Coastal Planning and Management. E & FN Spon. London, UK and New York, USA. Republik Indonesia. 1992. Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang. http://www.signas.or.id/Produk%20hukum/rutr2.html, dikunjungi pada 28 Mei 2001. Suwandono, D. 2000. Pendekatan Perencanaan Tata Ruang Kawasan Pesisir dan Pantai. Makalah disampaikan pada Temu Pakar Penyusunan Konsep Tata Ruang Pesisir. Direktorat Jenderal Pesisir, Pantai, dan Pulau-Pulau Kecil Departemen Eksplorasi Laut dan Perikanan. Jakarta, Indonesia. 10 Oktober

Sumber: www.hayati- ipb.com/users/rudyct/indiv2001/joko_hartadi.htm www.bktrn.org