97
MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM PELESTARIAN BUDAYA BETAWI SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) Oleh Sukiyanto NIM: 1111054100038 PRODI KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1439 H/2018 M  

MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

  • Upload
    others

  • View
    18

  • Download
    2

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR

BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

PELESTARIAN BUDAYA BETAWI

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi

untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh

Sukiyanto

NIM: 1111054100038

PRODI KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1439 H/2018 M

 

Page 2: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

 

Page 3: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

 

Page 4: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

 

Page 5: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

i

ABSTRAK

Sukiyanto

MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU

BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM PELESTARIAN BUDAYA

BETAWI

Pertumbuhan wilayah urban yang sangat heterogen mengalami

permasalahan dengan tergerusnya lingkungan kebudayaan masyarakat lokal di

wilayah urban. Permasalahan tersebut menjadi isu penting dalam penataan

wilayah di Indonesia, terkhusus DKI Jakarta sebagai pusat pemerintahan yang

mengalami perkembangan segala bidang. Penetapan Setu Babakan sebagai Cagar

Budaya Betawi oleh pemerintah DKI Jakarta merupakan salah satu respon akan

terpinggirkannya masyarakat Betawi, sebagai masyarakat lokal. Perkampungan

Budaya Betawi di Setu Babakan memiliki tujuan dalam melestarikan dan

mengembangkan budaya masyarakat Betawi, selain itu juga terdapat tiga destinasi

wisata yang dapat dinikmati oleh masyarakat dan memberikan manfaat kepada

masyarakat lokal. Sehingga dalam melestarikan dan mengembangkan budaya

Betawi dibutuhkan peran serta pelbagai elemen masyarakat sebagai satu kesatuan

yang akan menjadi kekuatan masyarakat Setu Babakan.

Dalam penelitian ini ingin menganalisa bagaimana peran modal sosial

dalam melestarikan dan mengembangkan budaya Betawi di Cagar Budaya Setu

Babakan. Dengan pendekatan penelitian kualitatif, penelitian ini akan mencoba

mendeskripsikan peran konsep Kepercayaan, Jaringan, dan Norma sebagai modal

sosial dalam melestarikan budaya Betawi di Cagar Budaya Setu Babakan, serta

melihat manfaat dari Cagar Budaya Setu Babakan.

Dari hasil penelitian yang sudah dilakukan, terlihat bahwa Modal Sosial

melalui konsep Kepercayaan, Jaringan, dan Norma memiliki peran penting dalam

menyatukan masyarakat Betawi dan melestarikan budaya Betawi, serta telah

memberikan manfaat sosial dan ekonomi bagi masyarakat sekitar Setu Babakan.

Ketiga konsep dalam memahami modal sosial tersebut memiliki hubungan yang

berkesinambungan. Konsep Kepercayaan menjadi kekuatan yang menyatukan

antar individu dan kelompok masyarakat dalam menyelenggarakan kegiatan

bersama serta acara rutin yang menunjukkan eksistensi budaya Betawi.

Selanjutnya konsep Jaringan sebagai ikatan atau simpul yang menjadi satu

kesatuan dalam mengakomodir kepentingan bersama, serta bekerja sama dalam

melestarikan dan mengembangkan budaya Betawi. Konsep Norma atau aturan

yang berlandaskan nilai-nilai budaya Betawi menjadi landasan dalam mengatur

dinamika kehidupan masyarakat Setu Babakan dan Cagar Budaya Setu Babakan,

hal tersebut juga dibutuhkan payung hukum terkait peraturan pengelolaan Cagar

Budaya yang menjadi wacana dan saran bagi Pemerintah DKI Jakarta.

 

Page 6: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

ii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha

Esa, atas berkat rahmat dan hidayahNya penulis akhirnya dapat menyelesaikan

penyusunan hasil penelitian ini menjadi sebuah skripsi yang berjudul “Modal

Sosial Masyarakat Betawi di Cagar Setu Babakan Jakarta Selatan dalam

Pelestarian Budaya Betawi”. Tidak lupa pula Shalawat serta salam selalu

tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan para

pengikutnya hingga akhir zaman.

Setelah lebih kurang 14 semester menimba ilmu di Prodi Kesejahteraan

Sosial, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dengan segala keterbatasan yang ada,

penulis sangat menyadari bahwa penyusunan karya ilmiah ini tidak akan pernah

dapat terselesaikan tanpa adanya dukungan, bantuan, bimbingan, arahan, dan

motivasi dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, dengan kerendahan hati, dengan

penuh keikhlasan penulis haturkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Kedua orang tua penulis, Bapak Sunarwi dan Ibu Satria, yang telah

menyelipkan nama anak-anaknya dalam setiap do’a yang telah

dipanjatkan kepada-Nya. Berkat do’a dan ridhonya, penulis mampu

menyelesaikan perkuliahan dan tugas akhir ini.

2. Adik saya Anniawati, Anis Zakia, Moh. Ali dan juga ipar saya

Akhmaluddin beserta keponakan saya Moh. Mundzirul Anwar yang

selalu memberikan dukungan agar segera menyelesaikan kuliyah

 

Page 7: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

iii

3. Dr. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu

Komunikasi, serta segenap jajaran Dekanat Fakultas Dakwah dan Ilmu

Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Lisma Dyawati Fuaida, M.Si, selaku Ketua dan Hj. Nunung

Khoiriyah, MA, selaku Sekretaris Program Studi Kesejahteraan Sosial,

Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi beserta jajarannya. Khususnya

kepada pak Ahmad Zaky, M.Si,Ibu Dr. Siti Napsiyah, MSW, Ibu Ellies

Sukmawati, M.Si, juga kepada pak Ismet Firdaus, M.Si, dan

terimakasih atas pembelajaran diri yang telah penulis terima selama

menjadi mahasiswa Kesejahteraan Sosial.

5. Kepada dosen pembimbing saya pak Ahmad zaky, M.Si yang secara

ikhlas dan sabar senantiasa memberikan pemahaman, petunjuk dan

arahan baik dalam proses penyusunan skripsi ini, maupun dalam

memberikan pemahaman diri kepada penulis. Dan semoga Allah

memberikan kesehatan dan limpahan rizki kepada beliau.

6. Kepada segenap pengurus Cagar Budaya Setu Babakan Jakarta

Selatan, Khususnya kepada pak Murtaji, Bang Sobar, Bang Rafli dan

penulis selama proses penelitian. Serta seluruh keluarga besar Cagar

Budaya Setu Babakan yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

7. Kepada HMI Cabang Ciputat, terkhusus keluarga besar HMI

KOMFAKDA. Terimakasih telah menjadi wadah penggemblengan

bagi penulis, dan semoga apa yang sudah penulis pelajari dan dalami

akan menjadi ilmu yang bermanfaat dan bekal di hari tua, sebagai

 

Page 8: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

iv

kader pencipta, pengabdi, yang bernafaskan Islam akan penulis

tanamkan dan tularkan dalam kehidupan sehari-hari.

8. Kepada HMJ Kesejahteraan Sosial dan keluarga besar mahasiswa

Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang senantiasa

memberikan peluang dan tantangan bagi penulis selama berproses

menjadi mahasiswa. Tidak bisa dipungkiri bahwa penulis lahir disini,

dan akan berkembang di luar.

9. Terima kasih kepada teman-teman Kesejahteraan Sosial angkatan 2011

berserta angkatan yang lain yang selalu memberikan motivasi untuk

menyelesaikan masa studi

10. Tanpa mengurangi rasa hormat dan bangga, kepada para senior dan

kawan-kawan mahasiswa Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi

yang telah mengenal Sukiyanto. Terimakasih yang sebesar-besarnya

atas segala bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung, dan

dukungannya selama penulis berada di Ciputat. Penulis yakin dan

percaya bahwa tanpa bantuan dan dukungan selama ini, maka proses

ini tidak akan sampai disini.

Ciputat, 11 Juli 2018

Penyusun,

Sukiyanto

1111054100038

 

Page 9: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

v

DAFTAR ISI

ABSTRAK i

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI .v

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 12

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 12

D. Metodologi Penelitian 14

E. Tinjauan Pustaka 21

F. Pedoman Penulisan 23

G. Sistematika Penulisan . 23

BAB II KAJIAN TEORI

A. Modal Sosial 21

1. Pengertian Modal Sosial 21

 

Page 10: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

vi

2. Konsep-konsep Modal Sosial 24

B. Pelestarian Cagar Budaya 27

1. Pengertian Pelestarian 27

2. Kriteria Pelstarian 29

3. Pelestarian Cagar Budaya 30

BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI

A. Kondisi sebelum Setu Babakan menjadi Cagar Budaya 33

B. Proses Setu Babakan Menjadi Cagar Budaya Betawi 33

C. Setu Babakan Sebagai Cagar Budaya Betawi 35

1. Zona Lama 36

2. Zona Baru 38

D. Pemanfaatn Ruang Perkampungan Budaya Betawi Setu

Babakan 39

E. Kondisi Mayarakat Perkampungan Budaya Betawi Setu

Babakan 40

F. Kondisi Arsitektur pada Kawasan Perkampungan Budaya

Betawi Setu Babakan 41

G. Potensi Wisata dan Agenda Kegiatan Perkampungan Budaya

Betawi Setu Babakan 43

1. Potensi Wisata 43

2. Agenda Kegiatan 44

 

Page 11: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

vii

BAB IV DATA TEMUAN MODAL SOSIAL DALAM PELESTARIAN

BUDAYA BETAWI

A. Kepercayaan (Trust) 46

B. Jaringan 50

C. Norma, Pelaksanaan, dan Sanksinya 53

BAB V ANALISA DATA TEMUAN LAPANGAN

A. Modal Sosial dalam Pelestarian Budaya Betawi 59

1. Sejarah Cagar Budaya Setu Babakan 59

2. Hubungan Modal Sosial dan Cagar Budaya Setu Babakan

60

B. Manfaat Cagar Budaya Setu Babakan 66

1. Pelestarian dan Pengembangan Budaya Betawi 66

2. Manfaat Sosial Ekonomi 67

BAB VI PENUTUP

A. Kesimpulan 69

B. Implikasi 69

C. Saran 71

DAFTAR PUSTAKA 73

LAMPIRAN-LAMPIRAN

 

Page 12: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Rancangan Informan 17

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR 1. Rumah Engkong sebagai kawasan konservasi, tempat arisan

dan pengajian bagi masyarakat Betawi 43

GAMBAR 2. Pagelaran Tari oleh anak-anak perempuan 43

GAMBAR 3. Kelompok Beksi Hasbullah latihan di Zona Lama 43

 

Page 13: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kenyataan bahwa pertumbuhan dan perkembangan wilayah-wilayah

urban di Indonesia mengalami kemajuan yang sangat siginifikan, hal tersebut

menjadikan wilayah-wilayah urban di Indonesia sangat heterogen dalam

kehidupannya serta mengalami tantangan tersendiri dalam menanggapi

tantangan tersebut. Salah satu tantangan dan menjadi permasalahan dalam

kemajuan tersebut adalah mulai tergerusnya lingkungan kebudayaan

masyarakat lokal yang ada di wilayah urban. Hal tersebut menjadi perhatian

tersendiri bagi pemerintah dan elemen masyarakat secara keseluruhan, untuk

secara arif dan bijaksana dalam menanggapi perkembangan dan kemajuan

suatu daerah.

Dalam Al-Qur‘an Surah Ar-Rum Ayat 41 dijelaskan bahwa:

والبحر بما كسبت أيدي الناس ليذيقهم بعض الذي عملىا لعلهم يرجعىن ظهر الفساد في البر

Artinya: Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena

perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka

sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan

yang benar).1

Telah dijelaskan bahwa kerusakan yang terjadi di muka bumi lebih

disebabkan oleh perbuatan manusia itu sendiri. Kerusakan tersebut juga terjadi

di lingkungan sosial budaya, dimana hal tersebut sering melanda wilayah-

wilayah urban di Indonesia. Dalam menanggapi tantangan dan permasalahan

1 QS. Ar-Rum, ayat 41.

 

Page 14: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

2

tersebut, upaya pelestarian bangunan dan lingkungan cagar budaya di

Indonesia menjadi isu penting dan berkembang sekitar tahun 1990 dalam

penataan ruang di Indonesia.2 Sehingga upaya dalam melestarikan bangunan

dan lingkungan kebudayaan pada wilayah-wilayah urban di Indonesia harus

diusahakan dalam rangka menjawab tantangan dan permasalahan yang sedang

dihadapi oleh wilayah urban di Indonesia. Perhatian pemerintah dan

masyarakat secara umum menjadi penting dalam melaksanakana pelestarian

bangunan dan lingkungan cagar budaya di wilayah-wilayah urban di

Indonesia.

Salah satu wilayah urban di Indonesia yang menjadi perhatian utama

adalah DKI Jakarta sebagai daerah Ibukota. Keadaan tersebut termasuk juga

dengan realitas yang terdapat di kawasan perkampungan Setu Babakan yang

dilokalisir oleh Pemerintah D.K.I Jakarta sebagai kawasan cagar budaya yang

diperuntukkan sebagai kawasan pelestarian kebudayaan betawi yang dianggap

sebagai kebudayaan asli Kota Jakarta. Hal tersebut dibuktikan dengan

ditetapkan dan diberlakukan Peraturan Daerah nomor 4 tahun 2015 tentang

pelestarian Budaya Betawi, yang meiliki tujuan melindungi, mengamankan

dan melestarikan budaya Betawi.3 Sehingga menjadi jelas keterlibatan

pemerintah dan masyarakat secara umum untuk ikut andil dalam

mempertahankan dan melestarikan kebudayaan lokal, yaitu kebudayaan

Betawi.

Sensus penduduk tahun 2013 menyebutkan jumlah penduduk DKI

Jakarta tak kurang dari 9,988 juta. Mereka menempati area seluas 7.659 km

persegi yang merupakan Ibu Kota Republik Indonesia. Sebuah kota yang

usianya bahkan berkali lipat dari usia Republik Indonesia itu sendiri, yakni

489 tahun. Selama itu pula kaum urban, pendatang dari pelosok negeri hingga

2 Try Ananda Rahman , ―Arahan Bentuk Partisipasi Masyarakat Dalam Pelestarian Cagar

Budaya Kota Baru Di Yogyakarta‖. (Skripsi Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya,

2017) 3 Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Nomor 4 Tahun 2015,

tentang Pelestarian Kebudayaan Betawi

 

Page 15: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

3

dari berbagai benua hilir-mudik mencari peruntungannya di Jakarta. Mereka

membentuk kelompok-kelompok baru yang budayanya terus berasimilasi dan

membaur menjadi budaya betawi, sebuah budaya yang kaya corak, ragam dan

tradisi serta memiliki dinamika yang unik dari waktu ke waktu. Menurut Junus

dan Melalatoa yang dikutip oleh Novarida, menjelaskan bahwa betawi adalah

suku bangsa yang berdiam di wilayah DKI Jakarta, dan wilayah sekitarnya

yang termasuk wilayah Propinsi Jawa Barat. Suku bangsa ini biasa disebut

pula dengan orang Betawi, Melayu Betawi, atau orang Jakarta, atau Jakarte

menurut logat setempat.4

Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa etnis Betawi dikenal

sebagai penduduk asli Kota Jakarta. Namun demikian, bila dibandingkan etnis

Betawi di Jakarta dengan etnis lainnya di berbagai kota di Indonesia atau

Pulau Jawa tentu sangat berbeda. Misalnya, di Jawa Barat, sebagai penduduk

asli, etnis Sunda masih terlihat mendominasi. Begitu juga dengan etnis Jawa

di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di Jakarta, sebagai penduduk asli, etnis

Betawi tidaklah dominan baik dari segi jumlah maupun perannya. Wilayah

DKI Jakarta yang ditempati oleh etnis Betawi juga sangat kecil. Etnis Betawi

bermukim secara tersebar di Jakarta, Bogor, Depok, Bekasi, Karawang, dan

Tanggerang. Karena itulah kemudian muncul istilah Betawi Udik, Betawi

Pinggir, dan Betawi Tengah.5

Kenyataan tersebut menunjukkan keadaan masyarakat di Jakarta yang

sangat heterogen. Mengingat DKI Jakarta merupakan ibukota Indonesia dan

menjadi pusat pemerintahan, dimana perkembangan sosial, ekonomi, politik,

dan budaya menjadi sangat terpusat di wilayah DKI Jakarta. Pembangunan

yang terfokus di Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta sebagai pusat pemerintahan

telah menjadikan kota tersebut sebagai harapan besar untuk tujuan bagi laju

migrasi yang membawa perubahan sosial dalam kemajemukan budaya di

4 Diah Novarida, ―Partisipasi Masyarakat Pendatang Dalam Melestarikan Rumah

Tradisional Betawi‖. (Skripsi pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015). 5 Heru Erwanto, Etnis Betawi, Kajian Historis, Balai Penelitian Nilai Budaya Bandung.

diakses dari Jurnal Patanjala Vol 6 Nomor 1, Maret 2014: 2

 

Page 16: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

4

Jakarta. Kemajemukan budaya dengan tersebarnya berbagai macam suku

bangsa di Jakarta telah membawa permasalahan tersendiri atas keberadaan

Suku Betawi sebagai suku bangsa atau penduduk asli yang menjadi identitas

DKI Jakarta.6

Betawi sebagai identitas masyarakat Jakarta merupakan pembauran

banyak unsur budaya, berbagai bangsa dan suku bangsa di Indonesia. Kota

Jakarta sebagai kota heterogen dengan berbagai suku yang ada di dalamnya

termasuk Betawi, Jawa, Sunda, Bali, Batak dan berbagai suku bangsa yang

ada di Indonesia. Begitu juga masyarakat keturunan Cina, Arab, dan India

yang menetap di Jakarta, masyarakat yang hidup di Jakarta akan menjadi

bagian yang tidak terpisahkan. Hal tersebut terjadi sejak abad ke- 17 dan

diakui sejak abad ke- 19 sebagai kelompok etnis yang berbeda dengan etnis

lainnya yang ada di wilayah Jakarta.7

Dalam perkembangnya, untuk mempertahankan keaslian masyarakat

Betawi serta melestarian lingkungan sosial budaya masyarakat Betawi, maka

ditetapkanlah Condet sebagai kawasan perkampungan budaya Betawi.

Ketetapan tersebut muncul pada masa pemerintahan Ali Sadikin sebagai

Gubernur DKI Jakarta, melalui SK No DI-7903/a/30/1975 yang menetapkan

Condet sebagai wilayah kawasan Perkampungan Budaya Betawi. Dalam

perkembangannya, daerah Condet terus mengalami perubahan sosial, budaya,

maupun ekonomi. Salah satu perubahan tersebut adalah munculnya kebijakan

dari pemerintah DKI Jakarta, dengan dipindahkannya perkampungan Betawi

Condet ke Setu Babakan, Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan pada

masa Sutiyoso menjadi Gubernur DKI Jakarta.8

6 Rakhmat Hidayat, Pengembangan Perkampungan Budaya Betawi Dari Condet ke

Srengseng Sawah, diakses dari Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 16, Nomor 5, September

2010: 563 7 Mutiara Khusnul Chotimah dalam, ―Partisipasi Warga Betawi Setempat dalam Rangka

Keberlanjutan Program Perkampungan Budaya Betawi‖, Tesis Pascasrjana UI, 2017. 8 Rakhmat Hidayat, Pengembangan Perkampungan Budaya Betawi Dari Condet ke

Srengseng Sawah, diakses dari Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 16, Nomor 5, September

2010: 561

 

Page 17: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

5

Berdasarkan hal tersebut, maka pada tahun 2005, Pemerintah DKI

Jakarta menetapkan daerah Setu Babakan sebagai Cagar Budaya Betawi.

Penetapan Setu Babakan sebagai kawasan cagar budaya Betawi merupakan

respon atas tingginya pergeseran tempat tinggal masyarakat bersuku bangsa

Betawi yang meninggalkan Kota Jakarta atau bergeser ke wilayah pinggiran

Jakarata.9 Keadaan yang menyebabkan bertahannya penduduk bersuku bangsa

betawi di Setu Babakan merupakan suatu kenyataan yang menjelaskan bahwa

peran dan keterlibatan dari masyarakat itu sendiri menjadi titik utama dalam

proses pelestarian budaya serta didukung dengan adanya kebijakan yang

dilakukan oleh Pemerintah DKI Jakarta.

Jika dilihat secara keseluruhan perkampungan Setu Babakan sebagai

kawasan Cagar Budaya Betawi sudah ditetapkan sejak dikeluarkannya SK

Gubernur No. 9 Tahun 2000. Sejak penetapan ini, pemerintah dan masyarakat

mulai berusaha merintis dan mengembangkan perkampungan tersebut sebagai

kawasan cagar budaya yang layak didatangi oleh para wisatawan. Selanjutnya,

pada tahun 2004 Setu Babakan diresmikan oleh Gubernur DKI Jakarta,

Sutiyoso, sebagai kawasan Cagar Budaya Betawi.10

Adanya pengembangan

baik secara fisik memiliki dampak yang besar bagi warga betawi dan

masyarakat sekitar kawasan tersebut. Intervensi yang dilakukan oleh para

stakeholder memiliki pengaruh yang besar karena di tempat ini memiliki

sesuatu yang dapat di manfaatkan oleh publik. Oleh sebab itu adanya kearifan

lokal yang ada ditempat tersebut menjadi unsur yang utama dalam

pengembangannya.

Berdasarkan hal tersebut, maka pada tahun 2005, Pemerintah DKI

Jakarta menetapkan daerah Setu Babakan sebagai Cagar Budaya Betawi.

Penetapan Setu Babakan sebagai kawasan cagar budaya Betawi merupakan

respon atas tingginya pergeseran tempat tinggal masyarakat bersuku bangsa

9 Perda No. 3 Tahun 2005 tentang Penetapan Perkampungan Budaya Betawi di Kelurahan

Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan. 10

Salman Paludi, Seputar Setu Babakan, diakses pada Selasa, 25 Juli 2018, melalui

https://setubabakan.wordpress.com/about/

 

Page 18: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

6

betawi yang meninggalkan Kota Jakarta atau bergeser ke wilayah pinggiran

Jakarat. Keadaan yang menyebabkan bertahannya penduduk bersuku bangsa

betawi di setu babakan merupakan suatu kenyataan yang menjelaskan bahwa

peran dan keterlibatan dari masyarakat itu sendiri menjadi titik utama dalam

proses pelestarian budaya serta didukung dengan adanya kebijakan yang

dilakukan oleh Pemerintah DKI Jakarta.

Dalam melaksanakan tanggung jawab Pemerintah DKI Jakarta dalam

melestarikan lingkungan kebudayaan asli Jakarta, maka diberlakukanlah

Peraturan Daerah (Perda) No. 3 tahun 2005 tentang Penetapan Perkampungan

Budaya Betawi di Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta

Selatan. Dimana pola pembangunan Perkampungan Budaya Betawi diarahkan

untuk kelestarian budaya Betawi, keserasian bangunan dan lingkungan yang

mencerminkan ciri khas budaya Betawi.11

Dengan dasar hukum itu, untuk

melestarikan kebudayaan Betawi di tetapkanlah Perkampungan Budaya

Betawi di Setu Babakan Kelurahan Srengseng Sawah, Jakarta Selatan. Salah

satu tujuan dari adanya perkampungan budaya betawi adalah untuk

melestarikan budaya tradisional betawi yang semakin tergerus dengan

perkembangan Kota Jakarta.

Segala bentuk pelestarian ataupun konservasi terkait warisan budaya

yang dilakukan dalam kelompok sosial suatu masyarakat merupakan sebagai

bentuk kepentingan untuk melindungi kelompok sosial tersebut dalam bahaya

marjinalisasi secara sosial dan budaya yang dapat berdampak pada aspek

sosial, ekonomi, dan politik. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Monika

Murzyn-Kupisz Jarosław Działek bahwa;

―Activities linked to cultural heritage (cultural and educational but

also conservation and restoration activities) addressed to different

social groups are currently regarded as a chance of social inclusion of

11

Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 3 Tahun 2005

tentang Penetapan Perkampungan Budaya Betawi di Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan

Jagakarsa Kotamadya Jakarta Selatan.

 

Page 19: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

7

persons and social groups in danger of marginalization. Such

individuals or groups disadvantaged for different reasons (economic,

social, political) may also be excluded from cultural participation and

heritage presentation.‖12

(―Kegiatan yang terkait dengan warisan budaya (budaya dan

pendidikan tetapi juga kegiatan konservasi dan restorasi) yang

ditujukan kepada kelompok sosial yang berbeda saat ini dianggap

sebagai peluang inklusi sosial dari perorangan dan kelompok sosial

dalam bahaya marjinalisasi. Individu atau kelompok seperti itu yang

dirugikan karena alasan yang berbeda (ekonomi, sosial, politik) juga

dapat dikecualikan dari partisipasi budaya dan presentasi warisan.‖)

Pelestarian menurut Fitch dalam Rachman ialah upaya untuk

memelihara dan melindungi segala obyek pelestarian dengan

memperhitungkan masyarakat yang hidup bersama obyek tersebut sebagai

suatu kesatuan. Maka terkait dengan hal pelestarian cagar budaya merupakan

salah satu metode yang paling mengedepankan suatu kesatuan yang

terintegritas antara keterlibatan masyarakat dengan obyek yang dipelihara

atau dilindungi,13

yang dalam hal ini ialah cagar budaya Setu Babakan.

Dimana hubungan interaktif antar elemen dalam masyarakat menjadi salah

satu keberhasilan dalam upaya melestarikan cagar budaya. Peran serta

masyarakat, khususnya masyarakat yang bersuku bangsa betawi, dengan tetap

menggunakan budaya betawi dalam kehidupan sosial budaya yang dijalankan

sebagai perilaku berkehidupan menjadi suatu faktor utama dalam hal

pelestarian budaya betawi itu sendiri.

12

Monika Murzyn dan Kupisz Jarosław Dzialek, ―Cultural heritage in building and

enhancing social capital‖. Journal of Cultural Heritage Management and Sustainable

Development, Vol. 3 Iss 1, 2013. h. 35. 13

Try Ananda Rachman, ―Arahan Bentuk Partisipasi Masyarakat Dalam Pelestarian

Cagar Budaya Kota Baru Di Yogyakarta‖. Skripsi Institut Teknologi Sepuluh Nopember,

Surabaya.

 

Page 20: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

8

Berdasarkan hasil penelitian Muhammad Syaiful Moechtar, bahwa

93% masyarakat masih tetap melestarikan budaya Betawi dan 90% aktivitas

yang mereka lakukan masih memiliki ciri khas budaya Betawi. Budaya

masyarakat di permukiman ini sangat terpengaruh oleh sistem kepercayaan

yang mereka yakini yaitu Agama Islam, karena 88,8% penduduk di

permukiman ini beragama Islam. Di Permukiman Perkampungan Budaya

Betawi Setu Babakan, faktor yang mendukung dalam terbentuknya pola

permukiman tersebut ialah sosial budaya yang berbasis Agama Islam.14

Oleh

karena itu, menjadi suatu ketertarikan tersendiri untuk melihat lebih dalam

mengenai fenomena masih adanya 93% masyarakat Setu Babakan masih tetap

melestarikan budaya Betawi dan 90% aktivitas yang mereka lakukan masih

memiliki ciri khas budaya Betawi.15

Mengingat masih kuatnya hubungan interaktif dalam kehidupan

masyarakat betawi, serta upaya-upaya masyarakat atau kelompok-kelompok

dalam masyarakat betawi yang masih tetap melestarikan budaya Betawi

dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, adapun dalam melihat segala

bentuk dari usaha pelestarian budaya, perlu juga melihat aspek modal sosial

yang ada pada kelompok sosial yang merupakan bagian dari cagar budaya di

Setu Babakan. Modal sosial dalam pemaknaannya dapat dilihat sebagai

‗perekat‘ yang menyatukan masyarakat – hubungan-hubungan antar manusia,

orang melakukan apa yang dilakukannya terhadap sesamanya karena adanya

kewajiban sosial dan timbal balik, solidaritas sosial dan komunitas.16

Modal sosial dalam pelesatarian budaya memiliki posisi penting

dalam upayanya, yang menjadi perekat dalam satu kesatuan masyarakat atau

kelompok-kelompok dalam masyarakat. Hubungan sosial dalam kehidupan

14

Muhammad Syaiful Moechtar, Identifikasi Pola Permukiman Tradisional Kampung

Budaya Betawi Setu Babakan, Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Kota

Administrasi Jakarta Selatan, Provinsi DKI Jakarta, Jurnal agroekoteknologi tropika; Denpasar,

2012: 140 15

Muhammad Syaiful Moechtar, Identifikasi Pola Permukiman Tradisional Kampung

Budaya Betawi Setu Babakan:140 16

Jim Ife dan Frank Tesoriero, Community Development: Alternatif pengembangan

Masyarakat di Era Globalisasi. (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2014), h. 35.

 

Page 21: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

9

masyarakat dan bagaimana masyarakat melaksanakan kewajiban sosial dan

hubungan timbal balik terhadap masyarakat lainnya merupakan representatsi

kehidupan masyarakat dalam lingkungan sosial. Karena modal sosial

mustahil untuk diperoleh oleh individu-individu yang yang biasa bertindak

diatas kepentingan sendiri. Alih-alih kebajikan-kebajikan individual, modal

sosial lebih didasarkan pada kebajikan-kebajikan sosial umum.17

Selanjutnya, modal sosial dalam pemaknaan Francis Fukuyama

merupakan tempat meleburnya kepercayaan dan faktor yang sangat penting

bagi kesehatan ekonomi sebuah Negara, yang bersandar pada akar-akar

kultural.18

Nilai dan norma kultural yang ada dan berkembang di masyarakat

merupakan suatu modal sosial. Dalam pelestarian budaya suatu masyarakat,

khususnya masyarakat Betawi, nilai-nilai yang menjadi perekat dalam

kehidupan masyarakat Betawi serta solidaritas masyarakat maupun antar

kelompok dalam kehidupan sosial masyarakat Betawi menjadi suatu

pembahasan yang menarik dalam aktivitas pelestarian budaya Betawi di

Cagar Budaya Setu Babakan.

Kebudayaan merupakan pencerminan dari kepribadian suatu bangsa

atau merupakan salah satu penjelmaan dari jiwa bangsa yang bersangkutan.

Oleh karenanya, jika masyarakat Betawi tidak lagi memiliki kebudayaan,

maka masyarakat Betawi akan kehilangan kepribadiannya sebagai bagian dari

penduduk Jakarta yang memiliki peranan penting dalam meningkatkan

pembangunan Jakarta. Dimana Masyarakatlah yang menjadi penggerak dan

pendukung dari kebudayaan yang berkembang di dalam suatu kehidupan

bermasyarakat. Oleh karenanya, bagaimana upaya pelestarian Kebudayaan

Betawi oleh masyarakat akan menjadi penting untuk ditelaah lebih dalam,

karena masyarakatlah yang menentukan berlangsung atau tidaknya

kebudayaan Betawi.

17

Francis Fukuyama, ―Trust; The Social Virtues And The Creation Of Prosperity‖,

Yogyakarta (Penerbit Qalam, 2010), h. 37. 18

Francis Fukuyama, ―Trust‖, h. 49.

 

Page 22: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

10

Sehingga modal sosial yang terdapat di lingkungan sosial masyarakat

Betawi, khususnya yang berada disekitar cagar budaya Setu Babakan,

menjadi penting dalam melestarikan kebudayaan Betawi. Selanjutnya perlu

juga untuk menelaah terkait peran modal sosial dalam pelestarian budaya

Betawi, dan melihat bagaimana peran tersebut menjadi penting dalam

pelestarian budaya Betawi. Atas dasar tersebut penulis akan berusaha untuk

memfokuskan dan memperdalam pembahasan dengan judul ―Modal Sosial

Masyarakat Betawi di Cagar Budaya Setu Babakan Jakarta Selatan

dalam Pelestarian Budaya Betawi‖.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Melihat latar belakang diatas dan guna mempermudah proses

pembahasan dan penulisan dalam skripsi ini, maka penulis perlu

membatasi pembahasan pada peran modal sosial dalam pelestarian Budaya

Betawi. Dimana akan dikaji lebih dalam terkait modal sosial yang terdapat

dalam Masyarakat Betawi di Setu Babakan, serta bagaimana hal tersebut

berperan dalam pelestarian budaya Betawi. Agar penulisan dalam skripsi

ini lebih terarah, maka penulis akan memberikan pembatasan dan

perumusan masalah yang akan dibahas. Masalah akan dibatasi pada kajian

terkait peran modal sosial dalam pelestarian budaya Betawi.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembahasan maslah diatas, dan untuk mempermudah

pemahaman dalam pembahasan dalam skripsi. Maka diperlukan

perumusan masalah sebagai berikut:

a. Bagaimana Modal Sosial dalam Pelestarian Budaya Betawi di

Cagar Budaya Setu Babakan?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

 

Page 23: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

11

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan yang terdapat pada perumusan dan pembatasan

masalah diatas, maka terdapat pula beberapa tujuan dalam penelitian ini.

Adapun tujuan dalam penelitian ini yaitu mengetahui peran modal sosial

dalam pelestarian Budaya Betawi.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Segi Akademis

1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan

pengetahuan tentang peran modal sosial dalam pelestarian

cagar budaya.

2) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

pemikiran bagi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta khususnya program studi Kesejahteraan Sosial yang

berguna untuk bahan rujukan bagi masyarakat secara umum,

praktisi, maupun akademisi terkait peran modal sosial dalam

pelestarian budaya.

b. Segi Praktis

1) Dapat menjadi bahan masukan untuk penelitian lebih lanjut

dimasa mendatang khususnya penelitian yang berkaitan

dengan modal sosial dan pelestarian budaya.

2) Sebagai bahan pertimbangan bagi masyarakat Setu Babakan

dalam rangka meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam

pelestarian budaya Betawi, serta modal sosial mampu

berperan dalam pelestarian budaya Betawi.

D. Metodologi Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

 

Page 24: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

12

Penelitian pada dasarnya berarti rangkaian kegiatan atau proses

mengungkapkan rahasia sesuatu yang belum diketahui dengan

menggunakan metode yang sistematik dan terarah. Sedangkan metode

penelitian adalah cara untuk mencapai suatu maksud, sehubungan dengan

upaya tertentu, maka metode menyangkut masalah kerja, yaitu cara kerja

untuk mendapatkan informasi atau fakta.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Denzin

dan Licoln, kata kualitatif menyiratkan penekanan pada proses dan makna

yang tidak dikaji secara ketat atau belum diukur dari sisi kuantitas, jumlah,

intensitas, atau frekuensinya. Pendekatan kualitatif adalah suatu proses

penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada meteodologi yang

menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Pada pendekatan

ini, penelitian menekankan sifat realitas yang terbangun secara sosial,

hubungan erat antara peneliti dan subjek yang diteliti.19

Pendekatan kualitatif bersifat fleksibel atau tidak kaku mengikuti

perkembangan di lapangan. ―Penggunaan pendekataan kualitatif ini

mempunyai beberapa karakteristik yakni salah satunya bersifat fleksibel,

tidak terpaku pada konsep, fokus pada tekhnik pengumpulan data yang

dirncanakan pada awal penelitian tetapi dapat berubah di lapangan

mengikuti dan menyesuaikan di lapangan dan mengikuti situasi dan

perkembangan penelitian.‖20

Peneliti mengambil metode kualitatif dikarenakan peneliti terjun

langsung ke lapangan untuk mengumpulkan data baik tertulis maupun

lisan dari informan penelitian. Dilihat dari jenis penelitian, maka penelitian

ini adalah deskriptif. Pada jenis penelitian deskriptif, data yang

dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka.

Dalam penelitian ini penelitian memfokuskan analisnya dalam satu

pembahasan yaitu Partisipasi Masyarakat Setu Babakan dalam Pelestarian

Budaya Betawi sebagai modal sosial.

19

Noor Juliansyah, Metodologi Penelitian (Jakrta: KENCANA, 2011) cet. Ke-1, h.33. 20

M. Djunaidi Ghony dan Fauzan almansyur, Metode Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta:

Ar—ruzz Media, 2012) h.81.

 

Page 25: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

13

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang peneliti gunakan adalah jenis penelitian

deskriptif. Dimana dalam penelitian deskriptif, data yang diperoleh bisa

berasal dari wawancara, foto, videotape, dokumen pribadi, catatan

lapangan, dan dokumen resmi lainnya. Penelitian deskriptif ditujukan

untuk mengumpulkan data aktual secara rinci yang melukiskan gejala yang

ada, mengidentifikasi masalaha atau memeriksa kondisi, juga menentukan

apa yang dilakukan oleh orang lain dalam menghadapi masalah yang sama

dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana yang akan

datang.21

Peneliti menggunakan metode deskriptif karena penelitian ini dapat

menggambarkan tentang suatu peristiwa yang terjadi dan situasi kondisi

bagaimana partisipasi masyarakat Setu Babakan dalam Pelestarian Budaya

Betawi sebagai modal sosial.

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Untuk waktu dalam penelitian ini akan dilakukan selama kurang

lebih 4 bulan. Adapun yang menjadi lokasi penelitian ini diantaranya:

a. Masyarakat daerah sekitar Setu Babakan, Jagakarsa – Jakarta

Selatan.

b. Tempat pelestarian Budaya Betawi di sekitar Setu Babakan.

4. Teknik Pemilihan Informan

Teknik yang digunakan untuk pemilihan informan dalam

pengertian ini, adalah teknik purposive sampling (tujuan) dimana informan

dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu dianggap sebagai orang-orang

yang tepat dalam memberikan informasi yang sesuai dengan kebutuhan

penelitian.22

21

Jalaludin Rakhmat, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya,

2006), cet, 12, h.25. 22

Soehartono Irawan, Metode Penelitian Sosial Suatu Teknik Penelitian Bidang

Kesejahteraan Sosial Dan Ilmu Sosial Lainnya (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2004), h.62.

 

Page 26: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

14

Konsep sampling dalam penelitian kualitatif berkaitan erat dengan

bagaimana memilih informan, misalnya orang tersebut dianggap paling

tahu tentang apa yang kita harapkan, atau mungkin dia sebagai penguasa

sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi objek atau situasi sosial

yang diteliti.23

Penelitian ini menggali data dan informasi sebanyak-banyaknya

dari pihak-pihak yang terlibat dalam pelestarian Budaya Betawi di daerah

Setu Babakan. Untuk lebih jelasnya, keterangan informan yang diperoleh

dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 1. Rancangan Informan

No. Informan Informasi yang dicari Jumlah

1. Pengelola

Cagar Budaya

Setu Babakan

Mencari tahu bagaimana regulasi terkait

Cagar Budaya Setu Babakan, serta bagaimana

pelestarian budaya di Cagar Budaya Setu

Babakan.

1 orang

2. Pengurus

Cagar Budaya

Setu Babakan

Mengetahui bagaimana pengelolaan Cagar

Budaya Setu Babakan dalam pelestarian

budaya Betawi, dan mengetahui modal sosial

yang terdapat disini.

1 orang

3. Masyarakat

Setu Babakan

Memahami bagaimana pelestarian Budaya

Betawi di Cagar Budaya Setu Babakan, dan

bagaimana aktivitas di dalamnya. Serta

mencarai tahu modal sosial yang ada dan

berkembang di Cagar Budaya.

1 orang

23

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: CV. Alfabeta, 2009), Cet. Ke-5,

h.54.

 

Page 27: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

15

5. Sumber Data

Adapun sumber data pada penelitian ini terbagi menjadi dua

bagian, yaitu sumber data primer dan sekunder. Data Primer diperoleh

proses penelitian langsung atau sasaran penelitian dari hasil wawancara

mendalam dan terbuka, informan dalam data primer ini antara lain ketua

pengelola Cagar Budaya Setu Babakan 1 orang, pengurus Cagar Budaya

Betawi Setu Babakan 3 orang, dan pegiat pelstarian budaya di Setu

Babakan 3 orang.

Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari berbagai literatur,

buku-buku perpustakaan, internet, catatan atau dokumen yang terkait

dengan penelitian di Cagar Budaya Betawi Setu Babakan yang diteliti

seperti brosur, arsip, dan lain-lain.

6. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan adalah teknik

pengumpulan data kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan

dalam penelitian ini antara lain:

a. Teknik Wawancara

Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang yang

melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari

seorang lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan

berdasarkan tujuan tertentu.24

Dalam penelitian yang dilakukan,

wawancara merupakan metode yang terpenting karena dalam

penelitiannya peneliti melakukan wawancara dengan berbagai

informan guna memperoleh data yang diperlukan.

Adapun metode wawancara yang digunakan adalah wawancara

mendalam, wawancara terbuka, dan wawancara terstruktur

24

Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, Paradigma Baru Ilmu Komunikasi

dan Ilmu Sosial Lainnya (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya 2006), h.180.

 

Page 28: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

16

dimana peneliti sudah membuat pertanyaan wawancaranya

terlebih dahulu. Wawancara mendalam dilakukan melalui

berbagai pertanyaan terstruktur dan mendalam terhadap beberapa

informan yang sudah ditentukan sesuai dengan tehnik pemilihan

informan.

b. Dokumentasi

Studi Dokumentasi adalah cara mengumpulkan data melalui

peninggalan tertulis, terutama berupa arsip-arsip dan termasuk

juga buku-buku yang berkaitan mengenai pendapat, teori, maupun

hukum dan lain-lain. Oleh sebab itu dalam setiap penelitian tidak

dapat dilepaskan dari literatur-literatur ilmiah, sehingga kegiatan

kepustkaan ini menjadi penting.25

Dalam teknik ini peneliti

berusaha memperoleh data-data dokumentas yang berkaitan

dengan pengumpulan foto-foto, profil Cagar Budaya Setu

Babakan dengan mempelajari arsip-arsip, serta berbagai bentuk

data tertulis lainnya berupa laporan pihak Cagar Budaya Setu

Babakan yang ada di lapangan.

7. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mengatur urutan data,

mengorganisasikannya kedalam suatu pola, kategori dan uraian dasar.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik

interactive model yang dikemukakakn oleh Miles and Huberman. Teknik

analisis data ini meliputi: reduksi data, penyajian data, dan penarikan

kesimpulan lalu diverifikasi.26

Seluruh informasi dan keterangan yang ditemukan dalam penelitian

ini adalah dengan menggunakan analisis deskriptif. Dimanan analisis

25

M. Djuanaidi Ghony dan Fuzan Almansyur, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 133. 26

M. Djuanaidi Ghony dan Fuzan Almansyur, Metodologi Penelitian Kualitatif, h 306.

 

Page 29: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

17

deskriptif ini adalah mendeskripsikan hasil temuan penelitian secara

sistematis, faktual dan akurat yang disertai dengan petikan wawancara.

Nasir mengemukakan analisis data merupakan bagian yang sangat penting

dalam metode ilmiah, karena dengan analisis data tersebut dapat diberi arti

dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian.27

Dalam penelitian ini, peneliti dapat membuktikan data-data ini

terpercaya berdasarkan hasil wawancara terhadap subyek penelitian.

Adapun dari segi faktual dengan melihat Partisispasi Masyarakat dalam

Pelestarian Budaya Betawi yang dilakukan di Cagar Budaya Betawi di

Setu Babakan. Dalam hal ini peneliti dapat memastikan, bahwa partisipasi

masyarakat dalam pelestarian Budaya Betawi sebagai modal sosial melalui

hasil wawancara terhadap subyek penelitian.

8. Teknik Keabsahan Data

Menurut Patton dalam Moleong data dapat dicapai dengan jalan

membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai

pendapat dan pandangan orang lain. Strategi ini dilakukan untuk

meningkatkan kredibilitas (derajat kepercayaan) dengan menggunakan

teknik Triangulasi Sumber. Dalam hal ini jangan sampai banyak

mengharapkan bahwa hasil pembandingan tersebut merupakan kesamaan

pandangan, pendapat, atau pemikiran. Yang penting disini ialah bisa

mengetahui adanya alasan-alasan terjadinya perbedaan-perbedaan

tersebut.28

E. Tinjauan Pustaka

27

Moh. Nasir, Metode Penelitian (Jakarta: Ghalia Ondonesia, 1993), h. 405. 28

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Rosdakarya, 2010),

h.331.

 

Page 30: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

18

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan tinjauan pustaka terhadap

beberapa hasil penelitian terlebih dahulu yang berkaitan dengan permasalahan

penelitian. Adapun penelitian tersebut diantaranya:

1. Skripsi dengan judul ―Partisipasi Masyarakat melalui

Pengembangan Desa Wisata Jampang pada Program Pemberdayaan

Ekonomi Masyarakat Zona Madina Dompet Dhuafa‖, penulis

Muhammad Ridwansyah, NIM: 1113054100040, Program Studi

Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi

UIN Syraif Hidayatullah Jakarta, tahun 2017. Penelitian ini

membahas terkait partisipasi masyarakat dalam pemberdayaan

ekonomi melalui program Zona Madina Dompet Dhuafa di Desa

Wisata Jampang. Bentuk partisipasi masyarakat dalam penelitian

ini lebih kepada partisipasi dan kontribusi dalam mengikuti

sosialisasi dan perencanaan program, mengikuti kegiatan

pembinaan, pelatihan kewirausahaan, serta berpartisipasi dalam

pemberdayaan kelompok usaha.

2. Skripsi dengan judul ―Pengaruh Modal Sosial terhadap

Produktivitas Petani (Studi Kasus di Kecamatan Cilacap Utara

Kabupaten Cilacap)‖ yang ditulis oleh Nurul Kholifa NIM:

12804244008, Program Studi Pendidikan Ekonomi, Fakultas

Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta, tahun 2016. Dalam

penelitian ini penulis memaparkan terkait dengan pengaruh modal

sosial terhadap produktivitas petani di Kecamatan Cilacap Utara.

Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa kepercayaan,

partisipasi, jaringan, dan norma sosial memberikan pengaruh

positif secara bersama-sama terhadap produktivitas petani.

3. Skripsi dengan judul ―Partisipasi Masyarakat Pendatang dalam

Melestarikan Rumah Tradisional Betawi (Studi Deskriptif pada

Perkampungan Budaya Betawi di Setu Babakan,Kelurahan

Srengseng Sawah) yang ditulis oleh Diah Novarida NIM:

 

Page 31: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

19

1110015000042, Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan

Sosial, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, tahun 2015. Dalam karya tulis tersebut

membahas partisipasi masyarakat pendatang dalam pelestarian

budaya betawi, dimana pelbagai bentuk partisipasi dalam

pelestarian budaya betawi dijadikan variabel dalam penelitian

tersebut, diantaranya yaitu: pelestarian rumah adat, sistem

organisasi masyarakat Betawi, kesenian, bahasa, serta makanan dan

minuman khas betawi.

F. Pedoman Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini, peneliti mengacu pada Pedoman

Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang tergabung dalam

Pedoman Akademik Program Strata 1 Tahun 2011/2012. Diterbitkan oleh Biro

Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

tahun 2011.

G. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini disajikan kedalam enam Bab, berikut adalah

sistematika penulisan skrispi:

BAB I Pendahuluan, terdiri dari Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan

Permusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian

(terdiri dari pendekatan dan jenis penelitian, lokasi dan waktu penelitian,

teknik pemilihan subyek dan informan, sumber data, teknik analisis data,

teknik keabsahan data), serta Sistematika Penulisan.

BAB II Landasan Teori, dalam bab ini akan membahas landasan teoritis

yang digunakan adalah teori-teori yang berakitan dengan judul, yaitu

modal sosial, pelestarian dan cagar budaya.

BAB III Profil, menguraikan gambaran umum mengenai lokasi penelitian

yang terdiri dari Cagar Budaya Betawi yang berada di Setu Babakan, dan

aktivitas didalamnya.

 

Page 32: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

20

BAB IV Hasil Temuan Lapangan ―Peran Modal Sosial dalam Pelestarian

Budaya Betawi, Merupakan hasil temuan lapangan peran modal sosial

dalam pelestarian budaya Betawi di Cagar Budaya Setu Babakan, serta

manfaat keberadaan Cagar Budaya Setu Babakan.

BAB V Analisa Temuan Lapangan, membahas terkait sejarah Cagar

Budaya Setu Babakan. Konsep Kepercayaan, Jaringan, dan Norma untuk

memahami peran modal sosial dalam pelestarian budaya Betawi, serta

manfaat Cagar Budaya Setu Babakan.

BAB VI Penutup, terdiri dari; Kesimpulan, Implikasi, dan Saran.

 

Page 33: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

21

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Modal Sosial

Istilah modal sosial lazim digunakan untuk menterjemahkan social

capital. Terdapat beberapa kata berbeda dalam menterjemahkan istilah social

capital, diantaranya yaitu dalam terjemahan penerbit Qalam Yogyakarta

dalam buku tulisan Francis Fukuyama “Trust; The Social Virtues and The

Creation of Prosperity” yang tetap menggunakan istilah social capital dalam

terjemahannya. Selain itu, Robert M.Z. Lawang dalam buku “Kapital Sosial

dalam Perspektif Sosiologik; Suatu Pengantar” menggunkan istilah kapital

sosial untuk menterjemahkan social capital. Dan dalam penelitian ini, penulis

menggunakan istilah modal sosial yang lazim digunakan untuk

menterjemahkan social capital.

1. Pengertian Modal Sosial

Pengertian tentang modal sosial salah satunya dikemukan oleh

Francis Fukuyama, dalam pengertiannya, modal sosial merupakan

kapabilitas yang muncul dari kepercayaan umum di dalam sebuah

masyarakat atau di bagian-bagian tertentu darinya. Modal sosial tersebut

dapat dilembagakan dalam kelompok sosial yang paling kecil dan paling

mendasar hingga kelompok sosial yang lebih besar (Negara), dan beberapa

kelompok yang lain.1

Pengertian modal sosial yang dikemukakan oleh Fukuyama, dalam

pandangan Lawang ada kesan kurang konsisten dalam merumuskan dan

menerapkan konsep kapital sosial. Dimana dalam kedua buku Fukuyama

1 Francis Fukuyama, “Trust; The Social Virtues And The Creation Of Prosperity”,

Yogyakarta (Penerbit Qalam, 2010), h. 37.

 

Page 34: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

22

(Trust dan The Great) yang paling banyak berbicara tentang modal sosial

ditulis dengan latar belakang yang berlainan. Dalam buku Trust,

pembahasan tentang capital sosial lebih banyak dilihat hubungan dengan

perbedaan antara Negara atau masyarakat yang memiliki tingkat

kepercayaan tinggi (high trust) dan yang memiliki tingkat kepercayaan

rendah (low trust). Sedangkan dalam buku The Great, memusatkan

perhatian terhadap kekacauan (disruption) yang ditimbulkan oleh

rendahnya modal sosial.2

Menurut Robert M.Z. Lawang, pendefinisian istilah modal sosial

telah dikemukakan oleh beberapa kalangan ahli dan Bank Dunia yang

sering dirujuk sebagai bahan dalam penulisan makalah maupun penelitian

lapangan. Maka dari itu Lawang mengelompokkan definisi tentang modal

sosial sebagai upaya penyederhanaan terkait modal sosial, berikut

pengelompokan definisi modal sosial menurut beberapa penulis (James

Coleman (1988), Robert Putman (1993),dan Francis Fukuyama (1995),

dan Bank Dunia):3

Penulis Tertambat pada Kapital Sosial

(independen)

Variabel Dependen

Coleman Struktur sosial:

hubungan

sosial,institusi

Fungsi kewajiban,

harapan, layak

percaya; saluran;

norma, sanksi;

jaringan, organisasi

Tindakan aktor atau

aktor dalam badan

hukum

Putman Institusi sosial Jaringan; norma;

kepercayaan

Keberhasilan

ekonomi, demokrasi

Fukuyama Agama, filsafat Kepercayaan, nilai Kerjasama

keberhasilan ekonomi

Bank Dunia Institusi, norma, Tindakan sosial

2 Robert M.Z. Lawang, “Kapital Sosial dalam Perspektif Sosiologik Suatu Pengantar”,

(Penerbit FISIP UI PRESS), h. 213. 3 Robert M.Z. Lawang, “Kapital Sosial”, h. 210.

 

Page 35: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

23

hubungan

Turner Hubungan sosial,

pola organisasi

yang diciptakan

individu

Kekuatan Potensi

perkembangan

ekonomi

Lawang Struktur sosial

mikro, mezzo,

makro

Kekuatan sosial

komunitas bersama

kapital-kapital lainnya

Efisiensi dan

efektifitas dalam

pengentasan masalah

Lebih lanjut Lawang mendefinisikan modal sosial yang menunjuk

pada,

“semua kekuatan sosial komunitas yang dikonstruksikan oleh

individu atau kelompok dengan mengacu pada struktur sosial yang

menurut penilaian mereka dapat mencapai tujuan individual dan

atau kelompok secara efisien dan efektif dengan kapital-kapital

lainnya.”4

Definisi yang dikemukakan Lawang diatas masih terdapat

penjelasan lebih lanjut yang diperinci per komponen menurut perspektif

sosiologik. Rincian tersebut diantaranya yaitu;

a. Kekuatan sosial menunjuk pada semua mekanisme yang sudah dan

akan dikembangkan oleh suatu komunitas dalam mempertahankan

hidupnya.

b. Pengertian komunitas mengacu pada komunitas mikro, mezzo, dan

makro.

c. Modal sosial pada dasarnya merupakan konstruksi sosial, yang

artinya melalui interaksi sosial individu-individu membangun

4 Robert M.Z. Lawang, “Kapital Sosial”, h. 217.

 

Page 36: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

24

kekuatan sosial (kolektif) untuk mengatasi masalah sosial yang

dihadapi.

d. Modal sosial dalam pengertian ini merupakan alat (means) yang

dikonstruksikan oleh individu-individu dalam mencapai tujuan

(end) bersama.

e. Ada kemungkinan modal sosial dominan dalam mengatasi suatu

masalah sosial.5

2. Konsep-konsep Modal Sosial

Konsep dalam modal sosial merupakan penjelasan lebih lanjut

terkait dengan istilah modal yang masih memiliki banyak makna dalam

interpretasinya. Terdapat beberapa konsep dalam menjelaskan istilah

modal sosial, dalam pembahasan ini akan dikemukakan konsep-konsep inti

modal sosial yang terdiri dari kepercayaan, norma dan jaringan sosial

(Coleman, Putman, dan Fukuyama). Sedangkan konsep-konsep tambahan

terdiri dari tindakan sosial, interaksi sosial, dan sikap.6 Yang akan

dijelaskan lebih rinci sebagai berikut;

a. Kepercayaan

Kepercayaan dalam modal sosial menjadi salah satu konsep

utama, dimana kepercayaan yang muncul dalam suatu masyarakat

mampu menjadi kekuatan dalam pengembangan masyarakat tersebut.

pengertian kepercayaan dalam modal sosial salah satunya dipaparkan

oleh Fukuyama, dimana kepercayaan adalah pengharapan yang muncul

dalam sebuah komunitas yang berperilaku normal, jujur, dan

kooperatif, berdasarkan norma-norma yang dimiliki bersama, demi

kepentingan anggota yang lain dari komunitas itu.7

5 Robert M.Z. Lawang, “Kapital Sosial”, h. 217-218.

6 Robert M.Z. Lawang, “Kapital Sosial”, h. 45.

7 Francis Fukuyama, “Trust”, h. 36.

 

Page 37: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

25

Selanjutnya pengertian kepercayaan sebagai konsep inti modal

sosial dijelaskan oleh Lawang, yang memahami bahwa kepercayaan

menunjuk pada „hubungan antara dua pihak atau lebih yang

mengandung harapan yang menguntungkan salah satu atau kedua

pihak melalui interaksi sosial‟.8 Kepercayaan yang terbentuk dalam

masyarakat, baik antar individu, individu dengan kelompok, dan antar

kelompok dapat memberikan harapan, manfaat,dan keuntungan

pelbagai pihak terkait melalui proses interaksi dalam masyarakat.

Kepercayaan yang terdapat dalam lapisan masyarakat,

walaupun tanpa hubungan kekeluargaan ataupun kekerabatan, akan

menjadi pondasi yang kuat sebagai modal sosial. Karena masing-

masing masyarakat ini memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi antara

individu-individu walaupun tidak terkait satu secara kekerabatan sama

lain yang pada gilirannya menciptakan basis yang solid bagi modal

sosial.9

b. Jaringan Sosial

Jaringan yang digunakan dalam modal sosial memiliki

pengertian kurang lebih sebagai berikut;

1) Ada ikatan antar simpul (orang atau kelompok) yang

dihubungkan dengan media (hubungan sosial) yang diikat

dengan kepercayaan.

2) Ada kerja antar simpul (orang atau kelompok) yang melalui

media hubungan sosial menjadi satu kerja sama, bukan kerja

bersama-sama.

3) Seperti halnya sebuah jarring (yang tidak putus) kerja yang

terjalin antar simpul itu pasti kuat menahan beban bersama,

dan malah dapat “menangkap ikan” lebih banyak.

8 Robert M.Z. Lawang, “Kapital Sosial”, h. 46.

9 Francis Fukuyama, “Trust”, h. 86.

 

Page 38: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

26

4) Dalam kerja jaringan itu ada ikatan (simpul) yang tidak dapat

berdiri sendiri, setiap simpul menjadi satu kesatuan dan ikatan

yang kuat,

5) Media (benang atau kawat) dan simpul tidak dapat dipisahkan,

atau antara orang-orang dan hubungannya tidak dapat

dipisahkan.

6) Ikatan atau pengikat (simpul) dalam kapital sosial adalah

norma yang mengatur dan menjaga bagaimana ikatan dan

medianya itu dipelihara dan dipertahankan.10

c. Norma

Norma sebagai konsep dalam istilah modal sosial merujuk pada

norma yang muncul dan berlaku di lingkungan masyarakat. Norma-

norma itu boleh jadi merupakan persoalan-persoalan “nilai” yang

mendasar seperti Tuhan atau keadilan, tetapi mereka juga sangat

mungkin mencakup norma-norma sekular seperti standar-standar

professional dan aturan-aturan perilaku.11

Dimana norma tersebut

bukan hanya tentang nilai yang terdapat dalam suatu masyarakat, tapi

juga profesionalitas dan aturan perilaku yang akan memunculkan

punishment (hukuman) bagi yang melanggarnya.

Selanjutnya menurut Lawang, norma-norma tersebut tidak

dapat dipisahkan dari jaringan dan kepercayaan, sifat norma dalam

modal sosial kurang lebih sebagai berikut;

1) Norma itu muncul dari pertukaran yang saling menguntungkan,

kalau dalam beberapa kali pertukaran prinsip saling

menguntungkan dipegang teguh maka akan muncul norma dalam

bentuk kewajiban sosial. Yang intinya membuat kedua belah pihak

merasa diuntungkan dari pertukaran itu.

10

Robert M.Z. Lawang, “Kapital Sosial”, h. 62. 11

Francis Fukuyama, “Trust”, h. 36-37.

 

Page 39: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

27

2) Norma bersifat resiprokal, artinya isi norma menyangkut hak dan

kewajiban kedua belah pihak yang dapat menjamin keuntungan

yang diperoleh dari suatu kegiatan tertentu.

3) Jaringan yang terbina dan menjamin keuntungan kedua belah pihak

secara merata, akan memunculkan norma keadlilan.12

Berdasarkan uraian diatas, teori yang akan digunakan untuk

menjelaskan modal sosial dalam penelitian ini yaitu dengan menelaah tiga

konsep utama dalam menjelaskan modal sosial (Coleman, Putman, Fukuyama,

dan Lawang). Tiga konsep tersebut yaitu; Kepercayaan, Jaringan, dan Norma,

dimana masing-masing konsep tersebut sudah dipaparkan diatas.

B. Pelestarian Cagar Budaya

1. Pengertian Pelestarian

Dalam suatu konsep pelestarian atau konservasi pada awalnya

hanya berupa konsep pelestarian yang bersifat statis, artinya bangunan

yang dilestarikan dipertahankan persis seperti keadaan aslinya. Bangunan

yang berbentuk puing-puing (tembok, kolom, reruntuhan) tetap

dipertahankan dalam bentuk puing-puing. Sasaran bangunan yang

dilestarikan pun hanya terbatas pada benda peninggalan arkeologis. Dari

konsep pelestarian yang bersifat dinamis ini sasaran konservasi tidak

hanya berupa bangunan peniggalan arkeologis saja melainkan juga

meliputi karya arsitektur lingkungan atau kawasan dan bahkan kota

bersejarah. Konservasi menjadi payung dari segenap kegiatan pelestarian

lingkungan binaan, yang meliputi preservasi, restorasi, rehabilitasi,

rekontruksi, adaptasi dan revitalisasi.13

Konservasi cagar budaya merujuk pada melindungi cagar budaya

atau heritage dari kerusakan karena cagar budaya merupakan benda yang

12

Robert M.Z. Lawang, Kapital Sosial, h. 70. 13

Eko Budihardjo, Tata Ruang Perkotaan, ( Bandung : PT Alumni, 1996), h. 24-25).

 

Page 40: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

28

tidak dapat diperbaruhi. Delafons menyatakan bahwa konservasi cagar

budaya yang berkelanjutan adalah;

“an approach to conservation tahat preserves the best of the

heritage but does so without imposing insupportable costs and

which affects a rational balance between conservation and

change”.14

(“ sebuah pendekatan konservasi untuk menjaga yang terbaik dari

warisan tetapi melakukannya tanpa memaksakan biaya yang tidak

dapat ditanggung dan yang mempengaruhi keseimbangan rasional

antara konservasi dan perubahan”)

Sementara itu, pengertian pelestarian seperti dijelaskan oleh

beberapa definisi normatif yaitu,

a. Undang-undang 11 tahun 2010 tentang cagar budaya; Upaya

dinamis untuk mempertahankan kerberadaan cagar budaya dan

nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan, dan

memanfaatkannya.

b. Kepmendikbud Republik Indonesia Nomor 063/U/1995; Upaya

mencegah dan menanggulangi segala gejala atau akibat yang

disebabkan oleh perbuatan manusai atau proses alam, yang

dapat menimbulkan kerugian atau kemusnahan bagi nilai

manfaat dan keutuhan benda cagar budaya dengan cara

penyelamatan, pengamanan, dan penertiban.

c. Kamus Besar Bahasa Indonesia; Pengelolaan sumber daya alam

yang menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan

menjamin kesinambungan persediannya dengan tetap

memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan

keanekaragamannya.

14

John Delafons, Sustainable Conservation, 1997, Journal Article Built EnvironmentVol.

23, No.2, h. 128. Diakses melalui http://www.jstor.org/stable/23288311

 

Page 41: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

29

Dari berbagai definisi di atas mengenai pelestarian dapat

kemukakan bahwa pelestarian kawasan cagar budaya adalah segenap

proses konservasi, interprestasi, dan manajemen terhadap suatu kawasan

agar makna kultural yang terkandung dapat terpelihara dengan baik.

Dalam sebuah pelestarian kawasan cagar budaya perlu disediakan

kesempatan kepada masyarakat yang bertanggung jawab kultural terhadap

kawasan tersebut untuk ikut berpartisipasi dalam proses pelestarian.

2. Kriteria Pelestarian

Kawasan cagar budaya memang perlu untuk dipertahankan dalam

rangka memberikan warisan kepada generasi yang akan datang. Maka dari

itu diperlukan kriteria dan tolak ukur dalam mengkaji kelayakan suatu

bangunan kuno atau lingkungan bersejarah yang akan dilestarikan. synder

dan Catanese dalam Budihardjo memberikan enam tolok ukur, yaitu:

a. Kelangkaaan, yaitu bangunan atau lingkungan bersejarah yang

sangat langka, tidak dimiliki oleh daerah lain;

b. Kesejarahaan, dimana bangunan atau kawasan tersebut meruapakan

lokasi peristiwa bersejarah yang penting;

c. Estetika, dimana bangunan atau kawasan tersebut memiliki

bangunan-bangunan yang bentuknya indah, serta dalam struktur

bangunan dan ornamennya juga indah;

d. Superlativitas, dimana bangunan atau kawasan tersebut memiliki

sebuah niali tertinggi, tertua, atau terpanjang sehingga bangunan

atau kawasan tersebut memiliki nilai tambah yang dapat

mengangkat niali keunikan atau kelangkaan kawasan tersebut;

e. Kejamakan, dimana bangunan atau kawasan tersebut miliki

kesamaan desain, karya yang tipikal, yang mewakili suatu jenis

atau ragam bangunan tertentu;

 

Page 42: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

30

f. Kualitas pengaruh, dimana keberadaan bangunan atau kawasan

tersebut akan meningkatkan citra lingkungan sekitarnya.15

Selain enam tolak ukur tersebut, kerr menambahkan tiga tolak ukur

lagi, yaitu:

a. Nilai sosial, yaitu kawasan atau bangunan-bangunan tersebut

memiliki makna bagi masyarakat banyak;

b. Nilai komersial, yaitu kawasan atau bangunan-bangunan tersebut

memiliki peluang untuk dimanfaatkan secara komersial;

c. Nilai ilmiah, dimana kawasan atau bangunan-bangunan tersbut

miliki peran dalam pendidikan dan pengembangan ilmu.16

3. Pelestarian Cagar Budaya

Pemahaman tentang pelestarian cagar budaya sudah dirumuskan

dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, dalam

Bab VII tentang pelestarian pasal 53 menyebutkan bahwa;

a. Pelestarian Cagar Budaya dilakukan berdasarkan hasil studi

kelayakan yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademis,

teknis, dan administratif.

b. Kegiatan Pelestarian Cagar Budaya harus dilaksanakan atau

dikoordinasikan oleh Tenaga Ahli Pelestarian dengan

memperhatikan etika pelestarian.

c. Tata cara Pelestarian Cagar Budaya harus mempertimbangkan

kemungkinan dilakukannya pengembalian kondisi awal seperti

sebelum kegiatan pelestarian.

15

Budihardjo, Eko Budiharjo. Tata Ruang Perkotaa, h. 67-68. 16

Budihardjo, Eko Budiharjo. Tata Ruang Perkotaa, h. 82.

 

Page 43: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

31

d. Pelestarian Cagar Budaya harus didukung oleh kegiatan

pendokumentasian sebelum dilakukan kegiatan yang dapat

menyebabkan terjadinya perubahan keasliannya.

Dalam Pasal 54 UU No. 11 Tahun 2010, menyebutkan bahwa

“Setiap orang berhak memperoleh dukungan teknis dan/atau kepakaran

dari Pemerintah atau Pemerintah Daerah atas upaya Pelestarian Cagar

Budaya yang dimiliki dan/atau yang dikuasai.” Peraturan tentang

pelestarian cagar budaya sudah menjadi perhatian pelbagai elemen di

masyarakat dan pemerintah secara keseluruhan, yang secara bersama-sama

bertanggung jawab dalam pelestarian cagar budaya.

Selain upaya-upaya dalam pelestarian cagar budaya, pemerintah

juga mengatur larangan terhadap segala tindakan pelanggaran dalam upaya

pelestarian cagar budaya. Hal tersebut tertuang dalam Pasal 55 UU No. 11

Tahun 2010, dijelaskan bahwa “Setiap orang dilarang dengan sengaja

mencegah, menghalang-halangi, atau menggagalkan upaya Pelestarian

Cagar Budaya.”

Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa

Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya,

Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air

yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi

sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan

melalui proses penetapan. Klasifikasi Cagar Budaya, diantaranya yaitu;

Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya,

Situs Cagar Budaya, Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air.

Kriteria Cagar Budaya adalah: Berusia 50 Tahun atau lebih, Mewakili

masa gaya paling singkat berusia 50 tahun, Memiliki arti khusus bagi

 

Page 44: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

32

sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan,

Memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.17

Keberadaan cagar budaya di suatu kawasan merupakan salah satu

bentuk hasil dari nilai budaya dan perilaku rasa, cipta, dan karsa yang

menunjukan integrasi masyarakat setempat pada masa lampau serta

berperan penting sebagai identitas kawasan yanng mempunyai nilai sejarah

yang tinggi. Budaya sendiri merupakan seluruh aktivitas yang berkaitan

dengan kegiatan manusia. Dimana budaya telah mewariskan banyak hal,

dari bahasa, adat istiadat, nilai-nilai, keterampilan, sejarah lisan hingga

monumen dan objek yang bernilai historis.

17

Zakaria Kasimin, “Pelestarian Cagar Budaya”, 2016, materi dalam workshop

Dokumentasi Cagar Budaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Balai Pelestarian Cagar

Budaya Gorontalo, Wilayah Kerja Provinsi Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, dan Gorontalo.

Diakses melalui https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbgorontalo/wp-

content/uploads/sites/29/2016/12/WORKSHOP_DOKUEMNTASI_CAGAR-BUDAYA.pdf

 

Page 45: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

33

BAB III

GAMBARAN UMUM LOKASI

Bab ini menjelaskan mengenai keadaan, luas, letak dan beberapa

keterangan tambahan yang diperlukan untuk mengenal lebih jauh daerah tempat

yang menjadi objek penelitian. Gambaran umum lokasi penelitian meliputi sejarah

Cagar Budaya Setu Babakan, keadan geografis dan penduduk, visi misi serta

nilai-nilai dalam masyarakat Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan,

struktur organisasi dan tata kerja dalam Perkampungan Budaya Betawi Setu

Babakan.

A. Kondisi sebelum Setu Babakan menjadi Cagar Budaya Betawi

Setu Babakan merupakan danau buatan dengan area 30 hektar dengan

kedalaman 1-5 meter dimana airnya berasal dari Sungai Ciliwung dan saat ini

digunakan sebagai tempat wisata alternatif, dan wisata perkampungan budaya

Betawi bagi warga sekitar dan para pengunjung dari luar kawasan. Terletak di

Kelurahan Srengseng Sawah, kecamatan Jagakarsa, Kotamadya Jakarta

Selatan. Batas fisik kawasan Perkampungan Budaya Betawi adalah sebagai

berikut:

Sebelah Utara : Jalan Moch. Kahfi II sampai Jalan Desa Putra, Sebelah

Selatan : Jalan Tanah Merah sampai Jalan Srengseng Sawah, Sebelah Barat :

Jalan Mochamad Kahfi II, dan Sebelah Timur : Jalan Desa Putra sampai Jalan

Mangga Bolong Timur.1

B. Proses Setu Babakan Menjadi Cagar Budaya Betawi

Perkampungan Budaya Betawi, Setu Babakan awalnya merupakan

perkampungan masyarakat biasa yang mayoritas penduduknya orang Betawi.

Luas kampung setu babakan adalah 289 hektar luas wilayah PBB, dengan 70

1 Brosur, “Profil Perkampungan Budaya Betawi”, Pemprof DKI Jakarta

 

Page 46: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

34

hektar adalah milik Pemprov DKI Jakarta, (Dinas Pariwisata dan Kebudayaan,

Dinas Tata Air, dan Dinas Pemakaman dan Pertamanan). Dalam sejarahnya,

penetapan Setu Babakan sebagai kawasan Cagar Budaya Betawi sebenarnya

sudah direncanakan sejak tahun 1996. Sebelum itu, Pemerintah DKI Jakarta

juga pernah berencana menetapkan kawasan Condet, Jakarta Timur, sebagai

kawasan Cagar Budaya Betawi, namun urung dilakukan karena seiring

perjalanan waktu perkampungan tersebut semakin luntur dari nuansa budaya

Betawi-nya.

Dari pengalaman ini, Pemerintah DKI Jakarta kemudian merencanakan

kawasan baru sebagai pengganti kawasan yang sudah direncanakan tersebut.

Melalui SK Gubernur No. 9 tahun 2000 dipilihlah perkampungan Setu

Babakan sebagai kawasan Cagar Budaya Betawi. Alasan ditetapkannya Setu

Babakan sebagai Perkampungan Budaya Betawi adalah sulitnya ditemukan

apa yang dinamakan Perkampungan Budaya Betawi di DKI Jakarta, karena

Condet yang sebelumnya ditetapkan sebagai kawasan Cagar Budaya Betawi

sudah berubah menjadi kawasan permukiman yang modern. Adapun tujuan

penetapan Perkampungan Budaya Betawi berdasarkan Surat Keputusan

tersebut adalah:

1) Berkembangnya lingkungan kehidupan komunitas Perkampungan

Budaya Betawi di kawasan Situ Babakan dan Situ Mangga Bolong,

Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Kotamadya

Jakarta Selatan;

2) Terlindungi dan terbinanya secara terus menerus tata kehidupan, seni

budaya tradisional Betawi; dan

3) Berkembang dan termanfaatkannya potensi lingkungan guna

kepentingan wisata budaya, wisata agro, wisata air dalam rangka

peningkatan kesejahteraan sosial dan masyarakat.

 

Page 47: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

35

Selanjutnya, pada perkampungan setu babakan mulailah dilakukan

revitalisasi. Revitalisasi dilakukan dengan membangun beberapa bangunan

khas betawi sebagai simbol pusat kegiatan masyarakat betawi. Revitalisasi ini,

merupakan embrio Perkampungan Budaya Betawi yang ada saat ini. Kemudian

pada tanggal 20 Januari 2001, Bamus Betawi mengadakan halal bihalal dengan

organisasi pendukung dan masyarakat Betawi sekaligus diresmikannya

Perkampungan Budaya Betawi oleh Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota

Jakarta.

Selanjutnya, dalam proses berjalannya waktu, pada tanggal 10 Maret

2005 dikeluarkan “Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No.3 Tahun 2005”

tentang Penetapan Perkampungan Budaya Betawi di Kelurahan Srengseng

Sawah Kecamatan Jagakarsa Jakarta Selatan. Konsep dasar pengembangan

Pekampungan Budaya Betawi Setu Babakan adalah meningkatkan harkat dan

martabat masyarakat Betawi dalam wilayah kehidupannya berdasarkan nilai

sosial budaya yang dikembangkan. Bangunan yang terdapat dalam

perkampungan budaya betawi mencirikan citra tradisional yang

menggambarkan perkembangan pemukiman yang berwawasan lingkungan.

C. Setu Babakan Sebagai Cagar Budaya Betawi

Perkampungan Budaya Betawi, Setu Babakan merupakan permukiman

reka cipta yang bertujuan untuk menyelamatkan budaya Betawi dan

merupakan suatu tempat untuk merawat tradisi Betawi yang meliputi

keagaamaan, kebudayaan dan kesenian Betawi. Pengelolaan kawasan setu

babakan yang dilakukan meliputi penataan baik dari penataan bangunan,

pengelolaan pengunjung, hingga infrastruktur di dalamnya. Perkampungan

Budaya Betawi adalah suatu kawasan di Jakarta Selatan dengan komunitas

yang ditumbuh kembangkan budaya yang meliputi seluruh hasil gagasan dan

karya baik fisik maupun non fisik yaitu: kesenian, adat istiadat, foklor, sastra,

kuliner, pakaian serta arsitektur yang bercirikan ke-Betawian.2

2 Brosur, “Profil Perkampungan Budaya Betawi”, Pemprof DKI Jakarta

 

Page 48: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

36

Penataan bangunan dilakukan dengan melakukan reka cipta terhadap

bentuk rumah warga sekitar setu babakan. Hal ini terlihat dari elemen unsur

seni yang masih ditemukan di bagian depan rumah warga Betawi berupa gigi

balang dan langkan yang memiliki pola khas Betawi. Pengelolaan pengunjung

dilakukan dengan menyajikan atraksi khas budaya betawi dan atraksi alam

sebagai tambahan. Atraksi budaya meliputi kesenian, adat istiadat, foklor,

sastra dan fashion serta arsitektur yang bercirikan arsitektur Betawi. Selain

kesenian, terdapat juga kuliner khas betawi.

Mengikuti perkembangan itu, pedagang-pedagang baik dari kalangan

penduduk asli, pendatang maupun di luar kawasan yang ikut meramaikan

kawasan wisata. Mereka menjual makanan, cinderamata, dan atribut

bernafaskan budaya betawi seperti dodol, laksa, toge goreng, rambut nenek,

pakaian adat hingga kerajinan tangan. Bukan hanya bagi kawasan wisata,

perubahan juga terjadi pada rumah-rumah penduduk yang diharuskan

berornamen betawi. Aturan itu sebagian besar dipatuhi, meski tidak sedikit

juga rumah-rumah yang belum menggunakan ornamen betawi pada desainnya.

Secara umum penataan bangunan dan kawasan dilakukan dengan membagi

menjadi dua zona, yakni :

1. Zona Lama

Kawasan konservasi zona lama terletak di ujung akses jalan

sekitar Setu Babakan. Kawasan itu seluruhnya merupakan milik

masyarakat yang disewa oleh pemerintah, baik sanggar maupun

rumah-rumah ada yang dimiliki tetua setempat. Pemiliknya akrab

disapa Engkong mengaku suka rela menjadikan kawasan rumahnya

sebagai kawasan konservasi.

Menurutnya,

rumah itu tidak

pernah sepi tiap

GAMBAR 1. Rumah Engkong sebagai kawasan

konservasi, tempat arisan dan pengajian bagi masyarakat

Betawi

 

Page 49: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

37

GAMBAR 3. Pagelaran Tari oleh anak-anak

perempuan GAMBAR 2. Kelompok Beksi Hasbullah latihan di

Zona Lama

akhir minggu digunakan sebagai tempat arisan dan pengajian bagi

masyarakat betawi. Banyak juga keluarga-keluarga yang menyewa

rumahnya untuk pertemuan rutin.Lantaran ramainya kawasan lama,

anak cucu engkong mengelola warung kecil yang menjua kopi dan

makanan ringan sebagai salah satu mata pencaharian.

Selain dipakai untuk acara-acara keluarga, zona lama juga rutin

dipakai untuk latihan maupun pagelaran tari yang diikuti anak-anak

perempuan hingga remaja. Bersisian dengan panggung, kelompok

Beksi Haji Hasbullah juga memakai arena itu untuk latihan gabungan

akbar tiap minggu pagi.

Lantaran lebih ramai dan hidup, kawasan ini lebih banyak

dipadati pedagang dan pengunjung. Menurut Ibu Rus masyarakat juga

lebih banyak terlibat di zona lama ketimbang di zona baru. Engkong,

yang juga masih saudara dengan Ibu Rus dan Ibu Sami mengatakan

pada pengelolaan zona ini juga lebih melibatkan masyarakat. Tak

heran, meskipun sudah diberikan pemberitahuan mengenai pengalihan

aktivitas dari zona lama ke zona baru, hingga 3 Desember 2016

aktivitas di zona lama tetap ramai.

 

Page 50: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

38

2. Zona Baru

Zona baru berada tak jauh dari zona lama. Namun, berbeda

dengan zona lama, pada zona baru masyarakat lebih sedikit terlibat.

Akses pengunjung juga dibatasi. Rumah adat yang berdiri disana tidak

bisa disewakan. Ibu Sami, Ibu Rus dan Yuliawati mengaku mereka

sama sekali tidak tahu jadwal kegiatan di zona baru. Berikut penuturan

Yuliawati:

“Kalau zona baru itu baru-baru ini, diresmikan jokowi waktu

jadi Gubernur. Sebenarnya sudah lama sejak fauzi bowo,

Cuma peresmiannya baru pas jokowi.”

Selain kedua zona tersebut yang menyajikan atraksi budaya, di

kampong budaya setu babakan juga menyajikan atraksi alam.

Terdapat satu wahana yang banyak diminati pengunjung di setu

babakan ini, yaitu perahu Bebek. Perahu bebek adalah perahu dengan

bentuk replika seekor bebek. Perahu ini disewakan untuk wisatawan

yang ingin berkeliling di tengah danau. Perahu ini bisa digunakan

berdua secara berpasangan. Harga sewa perahu Bebek ini relatif

murah, yaitu hanya Rp. 5.000 per orang.

Pengunjung juga dapat menikmati sekeliling danau yang teduh

dengan berbagai macam tanaman dan tumbuhan buah buahan.

Tanaman dan buah yang ditanam disekeliling danau ini sangat

beragam, antara lain Rambutan, Mangga, Pandan, Palem, Jamblang,

Melinjo, Kecapi, Jambu, Krendang, Nam-nam, Guni, Cimpedak,

Nangka, dan Jengkol. Sebagai perkampungan budaya betawi, di

kampung setu babakan juga banyak pedagang yang menawarkan

berbagai macam makanan dan minuman. Makanan yang umum di

jajakan di danau Setu Babakan yaitu Arum Manis, Kerak Telor, Toge

Goreng, Nasi Uduk, Rujak Bebek, Nasi Ulam, dll. Sedangkan

 

Page 51: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

39

minuman yang umum di jajakan di Setu Babakan yaitu Bir Pletok, Es

Potong, Es Duren, dll.

Aksesibilitas ke lokasi dapat dicapai dari dua jalan utama

melalui Pasar Minggu ke arah selatan masuk ke Jalan Raya Lenteng

Agung, Jalan Moch Kahfi 2 dan Jalan Srengseng Sawah hingga

sampai kawasan Perkampungan Budaya Betawi. Untuk pencapaian

dari arah selatan dicapai melalui Jalan Tanah Baru, Jalan Moch Kahfi

2 dan Jalan Setu Babakan hingga sampai kawasan Perkampungan

Budaya Betawi. Lokasi dikelilingi oleh 2 jalan utama yaitu, Jalan

Moch. Kahfi 2 dan jalan Srengseng Sawah. Kedua jalan tersebut

dilintasi oleh angkutan umum dan kendaraan pribadi, sehingga dapat

dikatagorikan sebagai jalan dengan mobilitas tinggi. Lokasi kawasan

terletak 5 km dari stasiun kereta api Lenteng Agung yang merupakan

lintasan Kereta Rel Listrik (KRL) Jakarta– Bogor.

D. Pemanfaatan Ruang Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan

Pemanfaatan ruang meliputi penggunaan tanah di sekitar tapak untuk

pertanian buah-buahan. Namun saat ini sebagian dari masyarakat banyak

memanfaatkan lahan kosong mereka untuk dijadikan rumah kontrak (jasa

sewa rumah) sebagai usaha jasa, sehingga lahan hijau semakin berkurang.

Lokasi Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan dapat dicapai dari

dua jalan utama melalui Pasar Minggu ke arah selatan masuk ke Jalan Raya

Lenteng Agung, Jalan Moch Kahfi 2 dan Jalan Srengseng Sawah hingga

sampai kawasan Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan. Untuk

pencapaian dari arah selatan dicapai melalui Jalan Tanah Baru, Jalan Moch

Kahfi 2 dan Jalan Setu Babakan hingga sampai kawasan Perkampungan

Budaya Betawi Setu Babakan.

Lokasi dikelilingi oleh 2 jalan utama yaitu, Jalan Moch. Kahfi 2 dan

jalan Srengseng Sawah. Kedua jalan tersebut dilintasi oleh angkutan umum

 

Page 52: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

40

dan kendaraan pribadi, sehingga dapat dikatagorikan sebagai jalan dengan

mobilitas tinggi. Lokasi kawasan terletak 5 km dari stasiun kereta api Lenteng

Agung dan 5.5 km dari obyek wisata Kebun Binatang Ragunan. Jalan Raya

Pasar Minggu dan Jalan Raya Lenteng Agung merupakan lintasan Kereta Rel

Listrik (KRL) Jakarta–Bogor dan merupakan jalur akses utama. Jalan masuk

menuju kawasan Perkampungan Budaya Betawi ditandai dengan adanya Pintu

Bang Pitung.

Jalan lokal pada kawasan Perkampungan Budaya Betawi Setu

Babakandidominasi oleh jalan lingkungan. Secara umum sirkulasi pada setiap

RW sudah cukup memadai dengan kondisi lebar jalan bervariasi antara 3

meter untuk jalan yang diaspal dan jalan yang belum diperkeras masih berupa

tanah (alami) 1-2 meter. Setu Babakan dikelilingi oleh deretan pepohonan

yang ditanam oleh Pemda DKI Jakarta. Vegetasi di Perkampungan Budaya

Betawi Setu Babakanterbagai menjadi tanaman kebun, tanaman pekarangan

dan tanaman tepi jalan. Tanaman yang ditanam umumnya bersifat ekonomis

untuk dijual/dipasarkan sebagai pemasukan tambahan bagi warga. Tanaman

kebun yang juga terdapat di beberapa pekarangan penduduk Perkampungan

Budaya Betawi Setu Babakanyaitu, alpukat (Persea americana), belimbing

(Averhoa carambola L), rambutan (Nephelium lappaceum L), melinjo

(Gnetum gnemon), pisang (Musa sp), pepaya (Carica papaya), kelapa (Cocos

nucifera), singkong (Manihot esculenta Crantz), mengkudu (Morinda

citrifolia), bambu (Bambusa sp). Tanaman alpukat merupakan tanaman yang

saat ini sedang dibudidayakan di Perkampungan Budaya Betawi Setu

Babakandan mempunyai nilai ekonomi penting.

E. Kondisi Masyarakat Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan

Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakanini didiami setidaknya

3.000 kepala keluarga. Sebagian besar penduduknya adalah orang asli Betawi

yang sudah turun temurun tinggal di daerah tersebut. Sedangkan sebagian

kecil lainnya adalah para pendatang, seperti pendatang dari Jawa Barat, jawa

 

Page 53: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

41

tengah, Kalimantan, dll yang sudah tinggal lebih dari 30 tahun di daerah ini.

Di dalam Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakandapat ditemui dan

dinikmati kehidupan bernuansa Betawi, berupa; komunitas masyarakat

Betawi, keasrian alam dan hutan kota, pementasan beragam kesenian tradisi di

panggung pentas budaya secara periodik mementaskan kelompok kesenian

budaya Betawi dari seantero Jabodetabek secara bergantian di setiap akhir

pekan, pusat informasi dan dokumentasi ke-Betawi-an, serta dibuka pelatihan

dan kursus kesenian tari, musik tradisional dan pencak silat „Beksi‟ asli

Betawi, serta beragam penganan kuliner Betawi dijajakan disana.

Diharapkan seluruh kegiatan yang ada dapat dimanfaatkan sebagai

bentuk perlindungan dan pembinaan guna melestarikan dan mengembangkan

tata kehidupan seni budaya tradisi Betawi sesuai dengan kebutuhan kekinian,

dan bermanfaat sebagai bentuk pengembangan potensi lingkungan dan

peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar serta sebagai salah satu obyek

wisata budaya yang ada di Jakarta.

Sebagai sebuah kawasan cagar budaya, Perkampungan Budaya Betawi

Setu Babakantidak hanya menyajikan pagelaran seni maupun budaya,

melainkan juga menawarkan jenis wisata alam yang tak kalah menarik, yakni

wisata danau. Setu Mangga Bolong dan Setu Babakan biasanya dimanfaatkan

oleh wisatawan untuk memancing dan menikmati suasana sejuk di pinggir

danau. Selain itu, wisatawan juga dapat menyewa perahu untuk menyusuri dan

mengelilingi danau.

F. Kondisi Arsitektur Pada Kawasan Perkampungan Budaya Betawi

Setu Babakan

Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakanmerupakan ”Betawi

pinggiran” karena letaknya di paling pinggir DKI Jakarta. Rumah tradisonal

Betawi yang terdapat di permukiman ini ada 2 jenis, yaitu rumah gudang dan

rumah bapang. Rumah tradisional Betawi yang terdapat pada kawasan ini

 

Page 54: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

42

dapat dikatakan tidak memiliki arah mata angin maupun orientasi tertentu

dalam peletakannya.

Hanya ada beberapa bangunan pada kawasan Setu Babakan yang

benar-benar menganut langgam Betawi secara utuh, biasanya bangunan-

bangunan ini adalah rumah-rumah yang terletak di sekeliling area wisata

Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakanataupun rumah orang-orang

penting seperti ketua RT dan RW. Yang menjadi penyebabnya adalah banyak

dari warga Betawi yang merasa bahwa arsitektur Betawi sudah terlihat

ketinggalan jaman dan terasa kuno, dan banyak dari mereka juga yang

menginginkan rumah dengan langgam minimalis.

Rumah ini terlihat masih memiliki pekarangan depan yang luas

sebagai ciri khas rumah tradisional Betawi. Pada bagian teras depan (paseban)

juga memiliki pembatas kayu yang bermotif seperti manusia yang disebut

dengan langkan. Pada bagian ujung atap juga diaplikasikan ornamen gigi

balang yang memiliki fungsi persembahan terhadap siapa saja yang datang.

Begitu pula dengan adanya penggunaan lampu gantung yang disebut dengan

blandis. Jendelanya pun menggunakan jendela krepyak. Perihal

pengaplikasian warna cokelat memiliki arti yaitu warna alam, natural, kayu

sementara penggunaan warna hijau melambangkan kesejukan dan kehidupan.

Bangunan-bangunan berarsitektur khas Betawi yang lain cenderung

sudah tidak 100% terlihat utuh kecuali bagian teras atau serambi yang masih

dapat ditemui dalam bentuk dan ukuran yang seadanya saja. Biasanya

masyarakat menambahkan ornamen pada lisplang yang memiliki ukiran khas

Betawi pada bangunan rumah karena dapat menunjukkan kekhasan arsitektur

rumah Betawi. Tetapi hal tersebut kurang sesuai karena ditempatkan pada

rumah-rumah yang cenderung berarsitektur modern. Berikut adalah rumah-

rumah Betawi modern yang hanya menggunakan langgam Betawi secara

parsial.

 

Page 55: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

43

Pada rumah Betawi tempo dulu, material yang digunakan umumnya

adalah kayu nangka, kayu sawo, kayu kecapi, bambu, ijuk, rumbia, genteng,

kapur, pasir, semen, ter, plitur, dan batu untuk pondasi tiang yang pada

dulunya banyak diambil dari pekarangan rumah sendiri. Akan tetapi sekarang,

karena mengikuti perkembangan jaman maka material pun sudah banyak

berganti dan tentunya dipilih yang cenderung lebih ekonomis. Selain itu, pada

kawasan Setu Babakan juga terdapat pula jembatan gantung yang menjadi

penghubung ke pulau buatan yang berada pada bagian tengah Setu Babakan.

G. Potensi Wisata dan Agenda Kegiatan Perkampungan Budaya Betawi

Setu Babakan

1. Potensi Wisata

Perkampungan budaya betawi merupakan sebuah tempat wisata

yang menjadi pilihan para wisatawan lokal maupun mancanegara, yang

memiliki kekhasan dan potensi yang menjadi daya tarik tersendiri.

Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan memiliki tiga potensi objek

wisata yang dapat dinikmati sekaligus, diantaranya:

a. Wisata Budaya

Wisata budaya merupakan suatu kegiatan dalam menumbuhkan

kembali nilai-nilai tradisional yang dikemas sehingga layak tampil,

layak tonton, dan layak jual. Wisata Budaya yang dapat dinikmati

langsung adalah;

Pergelaran seni musik, tari dan teater tradisional di arena teater

terbuka.

Pelatihan seni tari, musik, teater tradisional bagi anak-anak dan

remaja.

 

Page 56: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

44

Atraksi wisata perkampungan Budaya Betawi dan prosesi

budaya (upacara pernikahan, sunatan, aqiqah, khatam Qur‟an,

nujuh bulan, injak tanah, ngederes, dan lain-lain).

Latihan silat Betawi setiap malam jumat.

b. Wisata Air

Wisata air adalah upaya meningkatkan daya tarik wisata dari aspek

olahraga air yang mampu menarik wisatawan. Dua buah setu yang

dimiliki oleh Perkampungan Budaya Betawi yaitu: Setu Babakan dan

Setu Mangga Bolong. Wisata air yang dapat dinikmati adalah: sepeda

air, olahraga kuno dan memancing.

c. Wisata Agro

Wisata agro adalah suatu bentuk kegiatan pariwisata yang

memanfaatkan usaha pertanian (agro) sebagai objek wisata dengan

tujuan rekreasi, keperluan ilmu pengetahuan, memperkaya pengalaman

dan memberi peluang usaha bidang pertanian, yang menjadi daya tarik

dan keunikan wisata agro di Perkampungan Budaya Betawi adalah

lokasi pertanian tidak berada di areal khusus, melainkan berada di

pelataran dan di halaman rumah penduduk, sehingga bila musim

datang, ranumnya aneka buah khas betawi dapat menggiurkan para

wisatawan untuk singgah di rumah-rumah penduduk dan biasanya tuan

rumah akan segera menyapa wisatawan dan bergegas memetikkan

buah untuk diberikan kepada wisatawan sebagai tanda hormat.3

2. Agenda Kegiatan

Agenda kegiatan diperkampungan budaya Betawi terbagi atas: 1) agenda

Tahunan meliputi: Pekan Desember, Pekan Nuansa Islami, Pekan Lebaran,

dan Atraksi / festival Budaya Betawi. 2) Agenda Rutin yang merupakan

3 Brosur, “Profil Perkampungan Budaya Betawi”, Pemprof DKI Jakarta

 

Page 57: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

45

pergelaran rutin (pergelaran kesenian Betawi setiap hari sabtu dan

minggu). Dan 3) Agenda atau Kegiatan Insidentil, merupakan kegiatan

yang dilakukan oleh masyarakat umum, pemerintah atau swasta untuk

kegiatan hiburan, pertemuan, pengembangan dan pembinaan yang tidak

menyimpang dari visi dan misi perkampungan Budaya Betawi.4

4 Brosur, “Profil Perkampungan Budaya Betawi”, Pemprof DKI Jakarta

 

Page 58: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

46

BAB IV

DATA TEMUAN MODAL SOSIAL DALAM PELESTARIAN BUDAYA

BETAWI

Dalam bab ini akan mencoba memparkan temuan lapangan terkait peran

modal sosial dalam pelestarian budaya Betawi di Cagar Budaya Setu Babakan,

Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan. Menurut para ahli (Coleman,

Putman, Fukuyama, dan Lawang), dalam menjelaskan modal sosial terdapat

beberapa konsep untuk menjelaskan modal sosial. dalam penjelasan ini akan

dikemukakan konsep-konsep inti modal sosial yang terdiri dari Kepercayaan,

Jaringan, dan Norma.

Dari hasil penelitian yang sudah dilakukan, modal sosial yang meliputi

kepercayaan, jaringan, dan norma memberikan kontribusi dalam pelestarian

budaya Betawi dan lingkungan sosial ekonomi masyarakat Betawi yang berada di

sekitar Setu Babakan. Kepercayaan, Jaringan, dan Norma merupakan satu

kesatuan yang saling berkesinambungan dalam pelaksanaannya sebagai konsep

modal sosial, khususnya dalam menjelaskan peran modal sosial dalam pelestarian

budaya. Peran modal sosial akan menjadi gambaran dalam penjelasan hasil

penelitian ini, yang mana akan dijelaskan sebagai berikut;

A. Kepercayaan (Trust)

Kepercayaan merupakan salah satu konsep utama dalam modal sosial,

dimana kepercayaan dalam suatau masyarakat merupakan satu kekuatan

dalam proses pengembangan masyarakat. Kepercayaan dalam modal sosial

dapat diartikan sebagai sebuah pengharapan yang muncul dalam hubungan

antara dua belah pihak atau lebih yang menguntungkan keduabelah pihak

demi kepentingan bersama. Dalam pembahasan ini melihat bahwa

kepercayaan yang muncul dalam masyarakat menjadi satu kekuatan untuk

membangun masyarakat.

 

Page 59: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

47

Kepercayaan dalam pembahasan ini melihat bahwa suatu kepercayaan

yang muncul dalam interaksi sosial masyarakat disekitar Setu Babakan

mampu menjadi kekuatan dalam pelestarian budaya Betawi di Setu Babakan.

Kepercayaan yang berkembang di masyarakat Setu Babakan merupakan

hubungan melalui interaksi sosial di Setu Babakan yang mengarah pada

kepentingan bersama, yaitu melestarikan seta mengembangkan budaya Betawi

dan memberikan manfaat sosial ekonomi terhadap masyarakat sekitar Setu

Babakan.

Temuan lapangan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa

kepercayaan yang berkembang dalam masyarakat Setu Babakan terlihat dari

terselenggaraya beberapa kegiatan yang berkaitan dengan kebudayaan Betawi

yang melibatkan kegiatan masyarakat. Kepercayaan dalam interaksi sosial

masyarakat Setu Babakan terlihat dari kagiatan-kegiatan yang muncul dan

berkembang di masyarakat.

Hal tersebut sesuai dengan pemaparan pak Matroji selaku ketua Rt di

perkampungan budaya Betawi Setu Babakan, pak Matroji menjelaskan;

“Alhamdulillah, hubungan antar individu disini masih terjalin sangat

baik dengan adanya kegiatan arisan, majelis ta’lim, jum’at bersih, dan

kerja bakti masyarakat juga masih jalan.”1

Interaksi sosial masyarakat Setu Babakan terjalin dengan sangat baik,

hal tersebut terlihat dari kegiatan rutin masyarakat Setu Babakan. Kegiatan

rutin (seperti arisan, majelis taklim, dan kerja bakti) yang menjadi aktivitas

bersama masyarakat Setu Babakan telah menunjukkan kekuatan dari

kepercayaan antar masyarakat dalam interaksi sosialnya.

Kepercayaan dalam masyarakat sekitar Setu Babakan menjadi satu

kekuatan yang solid sebagai basis dalam kesuksesan acara-acara besar yang

rutin diselenggarakan. Kegiatan rutin tersebut menjadi acara rutin tahunan

1 Wawancara Pribadi dengan Pak Matroji, selaku ketua rt di Setu Babakan

 

Page 60: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

48

yang diselenggarakan bersama masyarakat Setu Babakan dalam menunjukkan

eksistensi budaya Betawi, kegiatan tersebut melibatkan beberapa kalangan

yang ada di masyarakat. Hal tersebut sesuai dengan pemaparan pak Rapli

sebagai penjual Dodol di sekitar Setu Babakan, pak Rapli menjelaskan;

“...untuk kebudayaan betawi sendiri kadang dalam waktu setiap 3 atau

6 bulan sekali di sini suka ada event-event besar seperti festival bikin

manggar kelapa dan festival kembang ondel-ondel, jadi kita dapat

kesempatan untuk menunjukan bahwa ini lah budaya kita sebagai

masyarakat betawi.”2

Sehingga semakin jelas bahwa kepercayaan yang berkembang di

masyarakat Setu Babakan mampu menjadi satu kekuatan yang solid yang

mampu melahirkan kegiatan bersama. Aktivitas rutin yang berjalan di

lingkungan masyarakat Setu Babakan menunjukkan hubungan yang baik antar

individu maupun antar kelompok, sehingga mampu menghasilkan kegiatan

rutin dan acara-acara besar yang telah memberikan keuntungan pelbagai pihak

yang terlibat.

Sebagai suatu masyarakat, sudah tentu setiap individu memiliki

aktivitas atau profesi yang berbeda-beda, sehingga kepercayaan yang

berkembang antar individu maupun antar kelompok dalam masyarakat Setu

Babakan menjadi satu kekuatan yang menyatukan. Kepercayaan yang terdapat

di lingkungan masyarakat Setu Babakan menjadi satu kekuatan yang

menyatukan masyarakat Setu Babakan dalam melestarikan budaya Betawi.

Hal tersebut terlihat dari pemaparan pak Sobar sebagai berikut;

“Nah memang orang-orang disini aktivitasnya beda-beda ya, jadi

kesibukannya beda juga. Yang tinggal disekitar sini sih kebanyakan

pada jualan disekitar setu babakan, ada juga yang ngidupin budaya-

budaya betawi, misal dari makanannya, pencak silat, sanggar.

2 Wawancara Pribadi dengan Pak Rapli, selaku penjual Dodol di Setu Babakan

 

Page 61: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

49

Kebanyakan sih banyak yang ikutan kalo lagi ada acara atau kegiatan

Betawi.”3

Secara umum kegiatan masyarakat Setu Babakan mengarah kepada

pelestarian budaya Betawi, hal tersebut dari penjualan makanan khas Betwai,

pencak silat, dan sanggar sebagai tempat pelatihan. Sehingga hal tersebut

mempermudah kebutuhan dalam kegiatan pelestarian budaya Betawi yang

berada di lingkungan sekitar Setu Babakan, masyarakat dengan pelbagai

profesi menyatu menjadi satu kekuatan dalam pelestarian budaya Betawi.

Sesuai dengan penjelasan pak Matroji dalam mengakomodir beberapa lapisan

masyarakat, serta kepercayaan terhadap perwakilan beberapa kelompok yang

menjadi pemersatu masyarakat dalam melestarikan budaya Betawi melalui

kegiatan bersama.

Pak Matroji menjelaskan sebagai berikut;

“...jadi misalkan ada acara di undang gitu tidak seluruh pedagang yang

diundang jadi cuma perwakilan, jadi kelompok sebelah barat ada ketua

nya, sebelah timur ada ketua nya. Tujuannya supaya memudahkan

untuk kordinasi.”4

Munculnya keterwakilan dalam masyarakat merupakan suatu bentuk

kepercayaan individu-individu dalam suatu kelompok, dimana yang menjadi

wakil merupakan utusan yang sudah diberikan kepercayaan untuk mewakili

kelompoknya. Keterwakilan dalam suatu kelompok tersebut telah

memudahkan masyarakat untuk mengakomodir beberapa lapisan dalam

masyarakat di sekitar Setu Babakan, sehingga kegiatan bersama yang muncul

merupakan bentuk kepentingan bersama dan memberikan manfaat bersama.

Terkait dengan kegiatan bersama, pak Matroji menjelaskan lebih lanjut

kegiatan bersama yang menjadi rutinitas masyarakat Setu Babakan sebagai

berikut;

3 Wawancara Pribadi dengan Pak Sobar, selaku pengurus dan pegiat seni di Setu Babakan

4 Wawancara Pribadi dengan Pak Matroji

 

Page 62: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

50

“Biasanya ada prosesi adat khatam qur’an, prosesi sunatan, prosesi

adat betawi. kalo dari segi Budaya, disini ada sanggar-sanggar budaya

Betawi yang menghadirkan karya Betawi, tari toprng dan sebagainya.

Biasanya ditampilkan hari minggu ada pagelaran budaya Betawi.”5

Kepercayaan yang muncul antar orang-orang ataupun antar kelompok

dalam masyarakat Setu Babakan membentuk satu hubungan harmonis dalam

kegiatan bersama, yang mengarah pada aktivitas-aktivitas dalam pelestarian

dan pengembangan budaya Betawi.sehingga kepercayaan tersebut mampu

menjadi satu kekuatan yang menyatukan masyarakat serta mampu

melestarikan dan mengembangkan budaya Betawi yang menjadi identitas

masyarakat Setu Babakan.

B. Jaringan

Jaringan dalam modal sosial dengan pengertiannya yang sudah

dipaparkan oleh Robert Lawang, pengertian jaringan disini mengarah pada

ikatan atau hubungan orang atau kelompok yang terdapat dalam masyarakat.

Sehingga jaringan dalam modal sosial sebagai pengikat yang kuat dengan

landasan kepercayaan orang atau kelompok, jaringan sebagai media dalam

hubungan sosial menjadi satu kerja sama.

Jaringan yang berkembang dalam masyarakat Betawi di Setu Babakan

juga merupakan simpul ikatan yang menyatukan orang-orang atau kelompok

dalam masyarakat. Sehingga satu kesatuan masyarakat tersebut memberikan

kekuatan dalam masyarakat untuk bekerja sama, dalam proses penyatuan

ikatan atau simpul tersebut melalui orang-orang atau perwakilan dalam suatu

masyarakat.

Jaringan sosial yang menjadi ikatan satu kesatuan dalam masyarakat

Setu Babakan terlihat dari peran stakeholder (pemangku kepentingan) maupun

5 Wawancara Pribadi dengan Pak Matroji

 

Page 63: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

51

perwakilan (ketua) kelompok terkait dengan keterlibatan dalam suatu kegiatan

pelestarian budaya Betawi. hal tersebut dijelaskan oleh pak Sobar sebagai

berikut;

“Penting ya sebenarnya, soalnya kan beberapa wilayah disini memang

ada kaya ketuanya gitu, ya semisal rt atau rw, atau penanggung jawab

lokasi dan tempat, mereka orang-orang yang bantu koordinasi kalo ada

pertemuan-pertemuan gitu. Ya memang ada beberapa orang yang

dituakan di wilayah sini.”6

Peran ketua atau perwakilan dalam kelompok tersebut telah

memberikan kontribusi besar dalam pelestarian budaya Betawi. Jaringan

sosial yang terbetuk melalui peran yang ada dalam masyarakat Setu Babakan

menjadi satu ikatan kesatuan masyarakat dalam menunjukkan dan

mengembangkan budaya Betawi. Beberap bidang menjadi garapan dari

beberapa kelompok masyarakat, terdapat ketua atau perwakilan dalam

masyarakat maupun kelompok dalam suatu masyarakat.

Keberadaan perwakilan atau tetua dalam suatu masyarakat menjadi

satu simbol ikatan masyarakat Setu Babakan, yang juga ikut terlibat dalam

pelestarian dan pengembangan budaya Betawi. Hal tersebut dijelaskan oleh

pak Matroji terkait keberadaan tokoh masyarakat dalam pelestarian budaya

Betawi, beliau memaparkan;

“Sangat mendukung dengan adanya sanggar-sanggar yang didirikan

disini ya terutama sanggar tari, pencak silat.”7

Sanggar-sanggar tari dan pencak silat merupakan satu bentuk

pelestarian kesenian dalam budaya Betawi. Peran tokoh masyarakat menjadi

sangat penting dalam mendukung pelaksanaan sanggar-sanggar tari dan

pencak silat, sehingga keberlangsungan budaya Betawi masih tetap terjaga.

Jaringan yang terjalin antar pelaku maupun tokoh masyarakat dalam

6 Wawancara Pribadi dengan Pak Sobar

7 Wawancara Pribadi dengan Pak Matroji, selaku ketua rt di Setu Babakan

 

Page 64: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

52

melestarian kesenian Betawi melalui sanggar-sanggar tersebut menjadi satu

ikatan yang menyatukan sebagai modal sosial dalam pelestarian budaya

betawi.

Ikatan dalam jaringan sosial masyarakat Setu Babakan dilaksanakan

sesuai dengan nilai-nilai dan norma yang terdapat dalam masyarakat Betawi.

nilai dan norma yang berkembang tersebut menjadi landasar berfikir dan

berperilaku dalam masyarakat, hal tersebut terlihat dari aktivitas masyarakat

Setu Babakan. Seperti yang dijelaskan oleh pak Matroji sebagai berikut;

“Kalo disini diharuskan atau dianjurkan bagi mereka yang membangun

di daerah sini minimal menunjukkan ciri khas budaya betawi nya

seperti gigi balang, diharapkan dan dianjurkan seperti itu.”8

Budaya Betawi yang melekat dalam masyarakat Setu Babakan terlihat

dari aktivitas masyarakat yang mengarah pada pelestarian dan pengembangan

budaya Betawi. Aturan yang berlaku dalam masyarakat juga merupakan

kesesuaia dengan budaya betawi, yang diperuntukkan bagi masyarakat dengan

berbagai aktivitasnya. Hal tersebut juga terlihat dari aktivitas para pedagang

yang terdapat di sekitar Setu Babakan, pak Rapli menuturkan;

“Ya lumayan membantu apalagi dalam kondisi libur saat ini, memang

jauh lebih dari cukup buat kita para pedagang.”9

Sehingga jaringan sosial yang terdapat dalam masyarakat Setu

Babakan merupakan satu kesatuan masyarakat dari pelbagai profesi. Satu

kesatuan masyarakat tersebut membentuk kekuatan dalam melestarikan dan

mengembangkan budaya betawi, hingga mampu menghasilkan keuntungan

bersama yang merupakan hasil dari kerja sama pelbagai pihak. Hal tersebut

diperkuat dengan pernyataan pak Matroji sebagai berikut;

8 Wawancara Pribadi dengan Pak Matroji

9 Wawancara Pribadi dengan Pak Rapli

 

Page 65: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

53

“Ya Alhamdulillah sih menurut saya bisa membantu masyarakat

sekitar dengan adanya ini kan otomatis akan menjadi objek wisata,

plus minus nya pasti ada ya kalo plus nya bisa bantu perekonomian

masyarakat disini dari berdagang, lalu biasanya rumah-rumah warga

suka digunakan untuk event-event tertentu.”10

Jaringan sosial yang menjadi ikatan masyarakat Setu Babakan dalam

melestarikan budaya Betawi merupakan hasil kerja antar orang ataupun

kelompok dalam masyarakat, hingga mampu memberikan manfaat dan juga

keuntungan terhadap masyarakat sekitar. Ikatan budaya masyarakat Betawi di

Setu Babakan menyatukan orang-orang dan kelompok menjadi satu kesatuan

dalam melestarikan dan mengembangkan budaya Betawi, hal tersebut

dijelaskan oleh pak Sobar sebagai berikut;

“Cukup dekat lah ya, namanya juga masih satu kampung, masih sama-

sama betawi gitu. Kalo ada acara atau kegiatan ya tetangga banyak

yang bantu-bantu. Kalo ada acara di setu babakan juga banyak warga

yang ikutan gabung bantu-bantu buat acara, dan nanti banyak yang

dateng kalau acara udah mulai.”11

Hubungan interaktif antar orang-orang maupun kelompok menjadi satu

pengikat yang mengatur dan menjaga jaringan sosial masyarakat Setu

Babakan. Nilai-nilai dan norma dalam budaya Betawi merupakan landasan

munculnya jaringan dan juga ikatan yang terdapat di masyarakat Setu

Babakan yang mayoritas Betawi, dan juga sebagai landasan dalam

melestarikan dan mengembangkan budaya Betawi di Setu Babakan.

C. Norma, Pelaksanaan, dan Sanksinya

10

Wawancara Pribadi dengan Pak Matroji 11

Wawancara Pribadi dengan Pak Sobar

 

Page 66: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

54

Seperti yang sudah dijelaskan di muka, bahwa norma yang

berkembang di masyarakat Setu Babakan berlandaskan pada budaya

masyarakat Betawi. Selanjutnya norma dalam konsep modal sosial mengacu

pada nilai-nilai yang terdapat di masyarakat, profesionalitas, dan aturan-aturan

perilaku dalam masyarakat, khususnya masyarakat dengan kebudayaan

Betawi.

Norma-norma dalam konsep modal sosial merupakan satu kesatuan

yang tidak dapat dipisahkan dari jaringan dan kepercayaan yang terdapat

dalam masyarakat. Norma dan juga atauran yang berlaku di Setu Babakan

merupakan suatu bentuk kebutuhan yang muncul pada masyarakat Setu

Babakan, mengingat Setu Babakan sebagai suatu wilayah pelestarian (cagar)

budaya masyarakat Betawi. Sehingga norma dan aturan yang berlaku sesuai

dengan kehidupan dan kebutuhan masyarakat Setu Babakan, serta dapat

memunculkan keuntungan bersama yang diperoleh.

Terkait dengan norma dan aturan yang berlaku di Setu Babakan, pak

Matroji menjelaskan sebagai berikut;

“Harusnya ada ketegasan dari segi hukum kalo kita ingin melestarikan

budaya betawi disini harusnya ada payung hukumnya yang mengatur

bahwa mereka yang membangun disini harus memberikan ciri khas.”12

Aturan dan norma dalam pelestarian budaya Betawi di Setu Babakan

menjadi penting mengingat keadaan masyarakat di Setu Babakan, Jagakarsa

Jakarta Selatan yang sangat heterogen, sehingga dirasa perlu adanya payung

hukum dalam mengatur pelestarian dan pengembangan budaya Betawi.

Dengan adanya aturan tersebut diharapkan muncul kesesuaian perilaku dan

tindakan yang sesuai dengan nilai-nilai dan norma masyarakat Betawi serta

pelestarian dan pengembangan budaya Betawi.

12

Wawancara Pribadi dengan Pak Matroji

 

Page 67: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

55

Norma yang terdapat di masyarakat Setu Babakan bukan hanya aturan

hukum yang berlaku, tapi juga nilai-nilai dan norma yang berkembang di

masyarakat Setu Babakan, yang mayoritas bersuku Betawi. Norma dan aturan

tersebut dijelaskan oleh pak Sobar sebagai berikut;

“Ya itu tadi kita sama-sama orang betawi dan tinggal deket sini, jadi

ya sama-sama jaga budaya Betawi, ikut acara bareng-bareng. Gak ada

aturan khusus yang ngatur orang musti bagimana, atau dapet tanggung

jawab apa gitu, ya intinya sih sama-sama sadar aja sebagai masyarakat

sini, kalo ada acara ya bantu-bantu, jaga keamanan dan lingkungan

bareng-bareng, disini kan kebanyakan juga sudah pada kenal, jadi ya

masih enak gitu komunikasinya.”13

Aturan dan norma yang berlaku pada masyarakat Setu Babakan

memang sudah tentu harus sesuai dengan budaya Betawi, dan lebih jauh

norma tersebut berusaha untuk mengatur pelestarian dan pengembangan

budaya Betawi. Pelaksanaan norma tersebut terlihat dari aktivitas masyarakat

yang mayoritas bersuku Betawi, dengan kepercayaan dan jaringan sosial yang

berkembang di lingkungan masyarakat, norma dan aturan tersebut menjadi

landasan masyarakat dalam kehidupan sosial serta menjaga keamanan

lingkungan, kelestarian dan pengembangan budaya Betawi.

Selain itu, norma dan aturan yang berlaku juga mengarahkan beberapa

masyarakat yang berprofesi sebagai pedagang di sekitar Setu Babakan. Norma

dan aturan tersebut berfungsi dalam pengelolaan para pedagang guna menjaga

keamanan dan ketertiban lingkungan sekitar, serta juga tetap sesuai dengan

upaya pelestarian dan pengembangan budaya Betawi. terkait dengan

pengelolaan pedagang, pak Rapli selaku pedagang Dodol khas Betawi

memaparkan sebagai berikut;

13

Wawancara Pribadi dengan Pak Sobar

 

Page 68: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

56

“Kalau pengelolaan sih sistem sewa untuk para pedagang, Ya dalam

bentuk lapak mas.“14

Pengelolaan para pedagang tersebut dilakukan oleh pengurus

perkampungan Setu Babakan, sehingga memungkinkan pengelolaan dengan

kepercayaan dan juga jaringan yang ada di masyarakat Setu Babakan. Bentuk

pengelolaannya adalah dengan penyediaan tempat berdagang dengan

menggunakan sistem sewa lapak atau tempat, dimana terdapat beberapa

petugas atau pengurus yang mengatur penarikan dana sewa serta pengelolaan

dana tersebut untuk kepentingan bersama dalam melestarikan dan

mengembangkan budaya Betawi.

Terkait dengan pengelolaan para pedagang, lebih lanjut pak Matroji

selaku salah satu stakeholder Setu Babakan mejelaskan pembagian kelompok

dan keterwakilan dalam kelompok untuk memudahkan koordinasi dan

penyatuan beberapa kelompok dalam masyarakat. Pak Matroji lebih lanjut

menjelaskan sebagai berikut;

“Kalo untuk pedagang disini biasanya ada kelompok-kelompoknya, ya

jadi mereka itu yang membawahi. Jadi kelompok sebelah barat ada

ketua nya, sebelah timur ada ketua nya. Tujuannya supaya

memudahkan untuk koordinasi.”15

Pembentukan kelompok-kelompok dagang dan keterwakilan dalam

sebuah kelompok memang mempermudah koordinasi dan penyatuaan antar

kelompok, hal tersebut berlandas pada kepercayaan dan jaringan sosial yang

berkembang di Setu Babakan. Namun hal tersebut juga memunculkan

kebingungan di kalangan pedagang, dimana penanggung jawab dalam

kelompok terlihat ketidakjelasan pembagian tugas dalam penarikan biaya

sewa bagi para pedagang. Hal tersebut diungkapkan oleh pak Rapli sebagai

berikut;

14

Wawancara Pribadi dengan Pak Rapli 15

Wawancara Pribadi dengan Pak Matroji

 

Page 69: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

57

“Soalnya saya sendiri kurang tau tempat pengelolaannya antara disini

sama di depan sana (Zona A) apakah satu pengelolaan atau tidak.”16

Kebingungan yang muncul dikalangan pedagang tersebut lebih

disebabkan ketidakpahaman pembagian tugas pengurus di beberapa wilayah di

Setu Babakan. Mengingat terdapat beberapa pembagian kelompok ataupun

wilayah yang menjadi tanggungjawab setiap kelompok, dalam hal ini

pengurus Setu Babakan juga ikut bertanggungjawab dalam pengelolaan Cagar

Budaya Setu Babakan. Fungsi dan tugas pengurus juga dipaparkan oleh pak

Sobar sebagai berikut;

“Kalau tugas pengurus sih paling ya ngurusin yang ada di Setu

Babakan, gimana ngatur kegiatan-kegiatan, acara kebudayaan,

pengelolaan tempat buat para pengunjung, parkiran dan lain-lain.

Kebanyakan sih ngurusin urusan-urusan di Setu Babakan.”17

Pengurus bertanggung jawab dalam pengelolaan, pelestarian, dan

pengembangan di sekitar Setu Babakan yang menjadi Cagar Budaya Betawi.

Terkait dengan pengaturan dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawab

pengurus Setu Babakan memang belum terdapat satu payung hukum yang

mengatur hal tersebut, sehingga wajar akan muncul ketumpang tindihan dalam

menjalankan fungsi dan tanggung jawab pengurus Setu Babakan sebagai

tempat pelestarian (cagar) budaya Betawi.

Payung hukum dalam mengatur tata kelola Setu Babakan memang

sudah menjadi wacana dan saran yang muncul di kalangan masyarakat, namun

hinggga sekarang belum ada aturan tertulis yang mengatur hal tersebut.

Aturan profesionalisme pengelolaan Setu Babakan yang juga menjadi

tanggung jawab pemerintah Daerah tersebut juga dijelaskan oleh pak Matroji

sebagai berikut;

16

Wawancara Pribadi dengan Pak Rapli 17

Wawancara Pribadi dengan Pak Sobar

 

Page 70: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

58

“Dan itu sudah menjadi aturan dari pemerintah, namun kenyataannya

masih banyak yang belum seperti itu karena belum ada ketegasan dari

segi hukum untuk mereka yang tinggal disini. Dan ini baru menjadi

saran atau anjuran belum menjadi aturan yang tertulis, jadi jika ada

yang melanggar sanksi nya bukan sanksi hukum.”18

Aturan formal atau tertulis dalam pengelolaan Setu Babakan masih

menjadi wacana dan saran bagi pemerintah Daerah, sehingga belum ada sanksi

secara hukum bagi orang-orang atau kelompok yang melanggar aturan

tersebut. Sebagai satu masyarakat yang berlandas pada budaya (khususnya

budaya Betawi) dalam pengelolaan, pelestarian dan pengembangan Setu

Babakan terdapat norma yang menjadi landasan dalam berperilaku dan

berkehidupan masyarakat Setu Babakan. Norma tersebut bersumber dari nilai-

nilai yang berkembang di masyarakat Setu Babakan dan tingkat

profesionalitas serta payung hukum yang masih proses wacana dan menjadi

saran bagi pemerintah Daerah.

18

Wawancara Pribadi dengan Pak Matroji

 

Page 71: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

59

BAB V

ANALISIS DATA TEMUAN LAPANGAN

A. Modal Sosial dalam Pelestarian Budaya Betawi

1. Sejarah Cagar Budaya Setu Babakan

Setu Babakan merupakan sebuah danau buatan yang airnya berasal

dari Sungai Ciliwung, dimana mayoritas masyarakat yang berada disekitar

Setu adalah orang betawi. Melalui SK Gubernur No. 9 tahun 2000

dipilihlah perkampungan Setu Babakan sebagai kawasan Cagar Budaya

Betawi. Alasan ditetapkannya Setu Babakan sebagai Perkampungan

Budaya Betawi adalah sulitnya ditemukan apa yang dinamakan

Perkampungan Budaya Betawi di DKI Jakarta, karena Condet yang

sebelumnya ditetapkan sebagai kawasan Cagar Budaya Betawi sudah

berubah menjadi kawasan permukiman yang modern. (bab III h. 39-40).

Selanjutnya, dalam proses berjalannya waktu, pada tanggal 10

Maret 2005 dikeluarkan “Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No.3

Tahun 2005” tentang Penetapan Perkampungan Budaya Betawi di

Kelurahan Srengseng Sawah Kecamatan Jagakarsa Jakarta Selatan.

Konsep dasar pengembangan Pekampungan Budaya Betawi Setu Babakan

adalah meningkatkan harkat dan martabat masyarakat Betawi dalam

wilayah kehidupannya berdasarkan nilai sosial budaya yang

dikembangkan. (bab III h. 40-41).

Sebagai sebuah kawasan yang ditumbuh kembangkan oleh budaya

betawi, Perkampungan Budaya Betawi yang berada di Srengseng sawah

tetap konsisten menunjukkan aktivitas yang bercirikan ke-Betawian. Hal

tersebut terlihat mulai dari keadaan bangunan rumah bagian depan yang

berupa gigi balang dan langkan yang merupakan pola khas betawi, terdapt

 

Page 72: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

60

pula aktivitas yang menjadi atraksi budaya Betawi meliputi kesenian, adat

istiadat, foklor, sastra, pakaian, arsitektur, dan kuliner khas Betawi.

Dalam perkembangannya, Perkampungan Budaya betawi yang

telah menjadi Cagar Budaya Setu Babakan senantiasa melestarikan dan

mengembangkan budaya Betawi yang menjadi identitasnya.

Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan memiliki tiga potensi objek

wisata yang dapat dinikmati sekaligus, diantaranya: wisata budaya, wisata

air, dan wisata argo.1

Selain itu juga terdapat agenda kegiatan yang menjadi rutinitas

kehidupan di Setu Babakan, yang terbagi atas: 1) agenda Tahunan

meliputi: Pekan Desember, Pekan Nuansa Islami, Pekan Lebaran, dan

Atraksi / festival Budaya Betawi. 2) Agenda Rutin yang merupakan

pergelaran rutin (pergelaran kesenian Betawi setiap hari sabtu dan

minggu). Dan 3) Agenda atau Kegiatan Insidentil, merupakan kegiatan

yang dilakukan oleh masyarakat umum, pemerintah atau swasta untuk

kegiatan hiburan, pertemuan, pengembangan dan pembinaan yang tidak

menyimpang dari visi dan misi perkampungan Budaya Betawi.2

2. Hubungan Modal Sosial dan Cagar Budaya Setu Babakan

Istilah modal sosial dalam pengertiannya memiliki banyak makna

dalam interpretasinya, beberapa ahli telah memaparkan penjelasan terkait

modal sosial.3 Dalam memahami modal sosial terdapat beberapa konsep

untuk menjelaskan istilah modal sosial, diantaranya yaitu; Kepercayaan,

Jaringan, dan Norma. Ketiga konsep tersebut merupakan bagian inti dari

Cagar Budaya Setu Babakan sebagai kawasan pelestarian dan

pengembangan budaya Betawi.

1 Penjelasan lebih detail terdapat pada Bab III hal. 51-52

2 Brosur, “Profil Perkampungan Budaya Betawi”, lihat Bab III h. 52

3 Penjelasan lebih lanjut terdapat pada bab II h. 26

 

Page 73: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

61

Untuk melihat hubungan anatar ketiga konsep tersebut dengan

Cagar budaya Setu Babakan, maka pembahasan lebih rinci tentang

konsep-konsep dalam memahami istilah modal sosial dalam pelestarian

budaya Betawi di Setu Babakan. Hal tersebut akan dijelaskan sebagai

berikut;

a. Kepercayaan (trust)

Kepercayaan dalam modal sosial menurut Lawang merupakan

salah satu konsep utama, dimana kepercayaan yang muncul dalam

suatu masyarakat mampu menjadi kekuatan dalam pengembangan

masyarakat tersebut (lihat bab II h. 28). Kepercayaan yang terbentuk

dalam masyarakat, baik antar individu, individu dengan kelompok, dan

antar kelompok dapat memberikan harapan, manfaat,dan keuntungan

pelbagai pihak terkait melalui proses interaksi dalam masyarakat.

Kepercayaan yang terdapat dalam masyarakat mampu menjadi

kekuatan dalam kehidupan sosial masyarakat, kepercayaan merupakan

sebuah pengharapan yang muncul dari hubungan antara dua belah

pihak demi keuntungan dan kepentingan bersama. Cagar budaya Setu

Babakan sebagai wilayah yang mayoritas penduduknya orang Betawi

yang senantiasa menunjukkan identitas ke-Betawiannya dalam

kehidupan masyarakat dan kegiatan atau agenda yang terdapat di

Cagar Budaya Setu Babakan.

Dalam masyarakat Setu Babakan kepercayaan antar individu

dan kelompok menjadi penting dalam penyelenggarakan kegiatan

masyarakat. Kegiatan rutin (seperti arisan, majelis taklim, dan kerja

bakti) yang menjadi aktivitas bersama masyarakat Setu Babakan telah

menunjukkan kekuatan dari kepercayaan antar masyarakat dalam

interaksi sosialnya (bab IV h. 55). Rutinitas tersebut merupakan

cerminan kehidupan masyarakat Betawi, dimana adat istiadat dan

religiusitas mewarnai kehidupan sosial masyarakat.

 

Page 74: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

62

Kepercayaan yang terdapat di masyarakat Setu Babakan dalam

menunjukkan eksistensi budaya Betawi mampu memberikan dampak

pengembangan budaya Betawi, kegiatan atau acara-acara rutin (bab III,

h 52) telah melibatkan beberapa kalangan masyarakat Setu Babakan.

Acara rutin tahunan tersebut diselenggarakan setiap tiga bulan atau

enam bulan sekali, kegiatan tersebut seperti pembuatan Manggar

Kelapa dan festival kembang ondel-ondel. Aktivitas rutin yang

berjalan di lingkungan masyarakat Setu Babakan menunjukkan

hubungan yang baik antar individu maupun antar kelompok, sehingga

mampu menghasilkan kegiatan rutin dan acara-acara besar yang telah

memberikan keuntungan pelbagai pihak yang terlibat (bab IV h. 56)

Dalam pemahaman Fukuyama, karena masing-masing

masyarakat ini memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi antara

individu-individu walaupun tidak terkait satu secara kekerabatan sama

lain yang pada gilirannya menciptakan basis yang solid bagi modal

sosial (bab II h. 29).4 Cagar Budaya Setu Babakan sebagai bagian dari

masyarakat Betawi khususnya yang menetap disekitar Setu Babakan.

Sebagai suatu masyarakat, sudah tentu setiap individu memiliki

aktivitas atau profesi yang berbeda-beda, sehingga kepercayaan yang

berkembang antar individu maupun antar kelompok dalam masyarakat

Setu Babakan menjadi satu kekuatan yang menyatukan (Bab IV h. 56).

Kepercayaan tersebut juga tercermin dalam pembagian

beberapa kelompok yang berada disekitar Setu Babakan, dalam

kelompok tersebut terdapat utusan yang sudah diberikan kepercayaan

untuk mewakili kelompoknya. Keterwakilan dalam suatu kelompok

tersebut telah memudahkan masyarakat untuk mengakomodir beberapa

lapisan dalam masyarakat di sekitar Setu Babakan, sehingga kegiatan

bersama yang muncul merupakan bentuk kepentingan bersama dan

memberikan manfaat bersama (bab IV h. 55-56).

4 Francis Fukuyama, “Trust”, h. 86.

 

Page 75: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

63

Sehingga kepercayaan dalam masyarakat sekitar Setu Babakan

merupakan satu kekuatan dalam menyatukan berbagai kelompok

masyarakat, serta membentuk satu hubungan yang harmonis dalam

kegiatan bersama dalam melestarikan dan pengembangan budaya

Betawi di Cagar Budaya Setu Babakan. Kegiatan-kegiatan tersebut

merupakan kepentingan bersama masyarakat Setu Babakan dengan

Cagar Budaya Setu Babakan, telah memberikan memberikan

keuntungan bersama bagi masyarakat dan Cagar Budaya Setu

Babakan.

b. Jaringan

Dalam penjelasan Lawang tentang konsep jaringan dalam

modal sosial memiliki beberapa pengertian yang telah dipaparkan di

bab II h. 29-30. Pengertian jaringan disini mengarah pada ikatan atau

hubungan orang atau kelompok yang terdapat dalam masyarakat.

Sehingga jaringan dalam modal sosial sebagai pengikat yang kuat

dengan landasan kepercayaan orang atau kelompok, jaringan sebagai

media dalam hubungan sosial menjadi satu kerja sama (bab IV h. 58).

Satu kesatuan dalam masyarakat di Setu Babakan terlihat dari

aktivitas bersama yang dilakukan di Cagar Budaya Setu Babakan.

Jaringan sosial yang menjadi ikatan satu kesatuan dalam masyarakat

Setu Babakan terlihat dari peran stakeholder (pemangku kepentingan)

maupun perwakilan (ketua) kelompok terkait dengan keterlibatan

dalam suatu kegiatan pelestarian budaya Betawi. Bentuk perwakilan

tersebut merupakan satu bentuk kepercayaan masyarakat terhadap

perwakilan mereka yang mempermudah dalam koordinasi beberapa

elemen masyarakat Setu Babakan, dan peran tetua maupun perwakilan

kelompok tersebut telah memberikan kontribusi besar terhadap Cagar

Budaya Setu Babakan.

 

Page 76: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

64

Keberadaan perwakilan atau tetua dalam suatu masyarakat

menjadi satu simbol ikatan masyarakat Setu Babakan, yang juga ikut

terlibat dalam pelestarian dan pengembangan budaya Betawi. Sanggar-

sanggar tari dan pencak silat merupakan satu bentuk pelestarian

kesenian dalam budaya Betawi. Peran tokoh masyarakat menjadi

sangat penting dalam mendukung pelaksanaan sanggar-sanggar tari

dan pencak silat, sehingga keberlangsungan budaya Betawi masih

tetap terjaga. Jaringan yang terjalin antar pelaku maupun tokoh

masyarakat dalam melestarian kesenian Betawi melalui sanggar-

sanggar tersebut menjadi satu ikatan yang menyatukan sebagai modal

sosial dalam pelestarian budaya betawi (bab IV h. 59-60).

Sebagai satu kesatuan anatar masyarakat dan Cagar Budaya

Setu Babakan, kepercayaan antar sesama menjadi dasar terbentuknya

jaringan yang menjadi modal dalam pelestarian buda Betawi. Jaringan

tersebut menghubungkan pelbagai elemen masyarakat, dengan

berbagai aktivitas dan pekerjaannya menjadi satu kesatuan untuk

bekerja sama tetap melestarikan budaya Betawi di Cagar Budaya Setu

Babakan.

Kekuatan jaringan sosial yang terbentuk telah memberikan

keuntungan yang dapat dirasakan oleh masyarakat Setu Babakan dan

Cagar Budaya. Terlihat dari masyarakat secara harmonis telah

menjunjung budaya Betawi, mulai dari penjualan masakan khas

Betawi, kegiatan-kegiatan kebudayaan Betawi, serta aktivitas

kehidupan masyarakat Betawi yang telah memberikan manfaat

terhadap lapisan masyarakat dan Cagar Budaya Setu Babakan.

c. Norma

Konsep norma dalam memahami modal sosial tidak dapat

dipisahkan dari jaringan dan kepercayaan, sifat norma dalam

penjelasan Lawang meliputi beberapa aspek berikut; Norma itu

 

Page 77: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

65

muncul dari pertukaran yang saling menguntungkan, Norma bersifat

resiprokal, dan Jaringan yang terbina dan menjamin keuntungan kedua

belah pihak secara merata, akan memunculkan norma keadlilan (bab II

h. 30-31).

Norma dan juga atauran yang berlaku di Setu Babakan

merupakan suatu bentuk kebutuhan yang muncul pada masyarakat

Setu Babakan, mengingat Setu Babakan sebagai suatu wilayah

pelestarian (cagar) budaya Betawi. Keberadaan Cagar Budaya Setu

Babakan yang berada dibawah Dinas Pariwisata dan Kebudayaan,

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memiliki kelemahan terkait payung

hukum. Dimana tidak adanya ketegasan hukum tertulis dalam

pelestarian dan pengelolaan Cagar Budaya Betawi di Setu Babakan

diikuti pula oleh tidak adanya sanksi bagi para pelanggar (bab IV h.

63). Dengan adanya aturan tersebut diharapkan muncul kesesuaian

perilaku dan tindakan yang sesuai dengan nilai-nilai dan norma

masyarakat Betawi serta pelestarian dan pengembangan budaya

Betawi.

Selanjutnya norma yang berkembang pada masyarakat Setu

Babakan dan Cagar Budaya Betawi juga memiliki landasan terkait

dengan nilai-nilai dan norma yang melekat di masyarakat Setu

Babakan. Aturan dan norma yang berlaku pada masyarakat Setu

Babkan memang sudah tentu harus sesuai dengan budaya Betawi, dan

lebih jauh norma tersebut berusaha untuk mengatur pelestarian dan

pengembangan budaya Betawi. Sehingga norma yang berlaku juga

merupakan kepentingan bersama dan memberikan manfaat serta

keuntungan bersama.

Aturan yang berlaku di Cagar Budaya Setu Babakan juga

mengatur tata kelola di lingkungan Setu Babakan. Pengelolaan bagi

para pedagang di Setu Babakan dilakukan dengan mengakomodir para

 

Page 78: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

66

pedagang dan juga penetapan biaya dalam sewa tempat dagang yang

telah dikelola oleh pengurus Cagar Budaya Setu Babakan. Disisi lain

terdapat beberapa tumpang tindih ketidak sepahaman yang dirasakan

pedagang terkait pembagian wilayah di sekitar Setu Babakan (bab IV

h. 66). Dalam hal ini pengurus Cagar Budaya Setu Babakan

bertanggung jawab menjalankan peran dan fungsi dalam kegiatan-

kegiatan dan aktivitas yang terdapat di lingkungan Setu Babakan.

Terkait dengan pengaturan dalam melaksanakan tugas dan

tanggungjawab pengurus Setu Babakan memang belum terdapat satu

payung hukum yang mengatur hal tersebut, sehingga wajar akan

muncul ketumpang tindihan dalam menjalankan fungsi dan tanggung

jawab pengurus Setu Babakan sebagai tempat pelestarian (cagar)

budaya Betawi (bab IV h. 66). Sehingga keberadaan norma sebagai

modal sosial dalam pelestarian budaya Betawi penting dalam mengatur

serta mengelola dinamika kehidupan di Cagar Budaya Setu Babakan.

Aturan profesionalisme pengelolaan Setu Babakan yang juga menjadi

tanggung jawab pemerintah Daerah masih menjadi wacana dan saran

bagi pemerintah daerah.

B. Manfaat Cagar Budaya Setu Babakan

Melihat keberadaan Cagar Budaya Setu Babakan di Jagakarsa yang

menjadi wilayah pelestarian dan pengembangan budaya Betawi sedikitnya

terdapat dua manfaat atas keberadaannya tersebut, manfaat tersebut yaitu

manfaat pelestarian dan pengembangan budaya dan peningkatan sosial

ekonomi masyarakat. Yang akan dipaparkan sebagai berikut;

1. Pelesatarian dan pengembangan Budaya Betawi

 

Page 79: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

67

Keberadaan Cagar Budaya Setu Babakan sesuai dengan

ketetapan peraturan Pemerintah Daerah bertujuan untuk meningkatkan

harkat dan martabat masyarakat Betawi dalam kehidupannya

berdasarkan nilai sosial budaya Betawi (bab III h. 41). Sehingga

keberadaan Cagar Budaya Setu Babakan telah memberikan manfaat

dalam mempertahankan dan mengangkat kebudayaan Betawi, terlihat

dari aktivitas atau kegiatan rutin masyarakat sekitar Setu Babakan

yang berlandaskan pada nilai-nilai dan norma masyarakat Betawi.

Perkembangan budaya Betawi di Cagar Budaya Setu Babakan

telah memberikan nuansa baru wisata budaya, khususnya budaya

Betawi. Wisata budaya merupakan suatu kegiatan dalam

menumbuhkan kembali nilai-nilai tradisional yang dikemas sehingga

layak tampil, layak tonton, dan layak jual (bab III h. 51). Wisata

budaya turut pula mengangkat keanekaragaman budaya Betawi,

sehingga keberadaannya sagat dirasakan oleg warga Betawi dan

masyarakat umum.

2. Manfaat Sosial Ekonomi

Beberapa manfaat keberadaan Cagar Budaya Setu Babakan

adalah adanya kemajuan sosial pada masyarakat sekitar Setu Babakan.

Kemajuan sosial tersebut merujuk pada kekuatan-kekuatan yang

menyatukan masyarakat, sehingga kehidupan sosial kemasyarakatan di

Setu Babakan masih terjaga keasliannya sesuai dengan budaya Betawi.

Hal tersebut juga menjadi salah satu norma yang diberlakukan

terhadap masyarakat Setu Babakan untuk mengangkat nilai-nilai

budaya Betawi.

Kemajuan sosial dalam masyarakat Setu Babakan juga terlihat

dari kepercayaan masyarakat dalam pengelolaan wilayah Cagar

Budaya Setu Bababakan, kepercayaan tersebut melahirkan beberapa

 

Page 80: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

68

kegiatan bersama ataupun acara-acar rutin dalam mengangkat budaya

Betawi. Selain itu, kepercayaan tersebut juga memiliki utusan atau

tetua dari setiap kelompok yang mewakili kepentingan masyarakat

(bab IV h 55-57). Kapercaayn tersebut melahirkan jaringan sosial

masyarakat Setu Babakan yang solid dalam satu kesatuan mengangkat

harkat dan derajat budaya betawi yang layak tampil, layak jual, dan

layak tonton.

Aktivitas masyarakat Setu Babakan yang berlandaskan nilai-

nilai budaya Betawi merupakan satu bentuk kemajuan sosial

masyarakat dalam melestarikan dan mengembangkan budaya Betawi.

Satu kesatuan masyarakat yang memegang teguh budaya aslinya

merupakan alternatif dalam menganggapi tantangan zaman, sehingga

keberadaan Cagar Budaya Setu Babakan juga memberikan manfaat

dalam kehidupan sosial masyarakat Setu Babakan serta masyarakat

Betawi secara keseluruhan.

Selain kemajuan sosial, manfaat keberadaan Cagar Budaya

Setu Babakan juga memberikan manfaat ekonomis bagi warga sekitar

Setu Babakan dan juga pengelola Cagar Budaya Setu Babakan.

Manfaat tersebut sangat dirasakan oleh pada pedagang makanan khas

Betawi yang berada disekitar Setu Babakan, keberadaan wisatawan

ataupun pengunjung Cagar Budaya Setu Babakan memberikan

tambahan pemasukan bagi para pedagang khusunya waktu-waktu libur

maupun event-event budaya (bab IV h. 60-61).

Manfaat ekonomis tersebut juga dirasakan pengelola Cagar

Budaya Setu Babakan, dimana banyaknya jumlah pengunjung

memberikan peningkatan pemasukan bagi pengelola. Selain itu biaya

sewa yang dibayarkan oleh para pedagang kepada pengelola Setu

Babakan menberikan penambahan tersendiri bagi pemasukan

pengelola Cagar Budaya Setu Babakan.

 

Page 81: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

69

BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Secara pemaknaan istilah modal sosial dapat dipahami melalui

beberapa konsep, seperti Kepercayaan, Jaringan, dan Norma. Konsep-konsep

tersebut memiliki peran yang berkesinambungan sebagai modal sosial dalam

melestarikan budaya Betawi di Cagar Budaya Setu Babakan, ketiga konsep

tersebut juga memberikan pengaruh dalam proses pelestarian dan

pengembangan budaya Betawi. Selain itu, konsep-konsep tersebut juga untuk

menjawab tantangan dan permasalahan yang dihadapi masyarakat dan Cagar

Budaya Setu Babakan.

Kepercayaan, Jaringan, dan Norma menjadi konsep-konsep dalam

menjelaskan modal sosial dalam pelestarian budaya, khususnya budaya

Betawi di Cagar Budaya Betawi Setu Babakan sebagai berikut. Kepercayaan

antar individu maupun kelompok telah menjadi satu kekuatan dalam

menyelenggarakan kegiatan atau acara-acara yang berkaitan dengan budaya

Betawi. Kepercayaan tersebut merupakan hasil dari interaksi sosial

masyarakat Setu Babakan dalam mengangkat harkat dan derajat budaya

Betawi yang layak tampil, layak jual, dan layak tonton.

Selain itu, kepercayaan yang ada di masyarakat juga mampu

membentuk satu kesatuan dari beberapa kelompok masyarakat di Setu

Babakan, terlihat dari adanya utusan atau tetua dalam kelompok yang

menjembatani dan memudahkan koordinasi antar kelompok yang bekerja

sama. Hasil dari kepercayaan antar kelompok menumbuhkan kesadaran

bersama untuk secara bersama-sama melesatarikan dan mengembangkan

 

Page 82: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

70

budaya Betawi, melalui kegiatan dan even rutin kebudayaan Betawi yang ada

di masyarakat.

Konsep jaringan dalam modal sosial merupakan satu ikatan atau

simpul yang kuat dengan landasan kepercayaan, jaringan juga sebagai media

dalam hubungan sosial menjadi satu kerja sama. Jaringan yang terdapat di

Cagar Budaya Setu Babakan merupakan satu upaya penyatuan individu-

individu, kelompok, dan pemangku kepentingan untuk secara bersama-sama

ikut andil dalam pelestarian budaya Betawi.

Ikatan dalam jaringan sosial masyarakat Setu Babakan dilaksanakan

sesuai dengan nilai-nilai dan norma yang terdapat dalam masyarakat Betawi.

Sehingga jaringan sosial yang terdapat dalam masyarakat Setu Babakan

merupakan satu kesatuan masyarakat dari pelbagai profesi. Satu kesatuan

masyarakat tersebut membentuk kekuatan dalam melestarikan dan

mengembangkan budaya betawi, hingga mampu menghasilkan keuntungan

bersama yang merupakan hasil dari kerja sama pelbagai pihak.

Norma dan aturan yang berkembang di Cagar Budaya Setu Bababakan

harus sesuai dengan nilai-nilai kebudayaan masyarakat Betawi. Aturan hukum

yang tertulis untuk mengatur dan mengelola Cagar Budaya Setu Babakan

masih menjadi wacana dan saran bagi pemerintah daerah, sehingga hal

tersebut menyebabkan tidak adanya sanksi bagi yang melanggar. Dengan

adanya aturan tersebut diharapkan muncul kesesuaian perilaku dan tindakan

yang sesuai dengan nilai-nilai dan norma masyarakat Betawi serta peestarian

dan pengembangan budaya Betawi.

Pelaksanaan norma tersebut terlihat dari aktivitas masyarakat yang

mayoritas bersuku Betawi, dengan kepercayaan dan jaringan sosial yang

berkembang di lingkungan masyarakat, norma dan aturan tersebut menjadi

landasan masyarakat dalam kehidupan sosial serta menjaga keamanan

lingkungan, kelestarian dan pengembangan budaya Betawi. Norma yang

menjadi landasaran dalam pelestarian budaya Betawi merupakan modal sosial

 

Page 83: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

71

dalam mengatur dan mengembangkan budaya Betawi di Cagar Budaya Betawi

Setu Babakan.

B. Implikasi

Peran modal sosial yang tergambar dari konsep kepercayaan, jaringan

dan norma yang terdapat pada Cagar Budaya Setu Babakan memberikan

pengaruh yang kuat dalam pelestarian budaya Betawi. Penjelasan konsep-

konsep tersebut lebih melihat hubungan kepercayaan, jaringan, dan norma

dalam pelestarian dan pengembangan budaya Betawi. Melalui kepercayaan

dan jaringan antar individu maupun kelompok telah menghasilkan suatu

aktivitas bersama yang juga aktivitas rutin, secara bekerja sama telah

memberikan manfaat bagi masyarakat dan Cagar Budaya Setu Babakan.

Kepercayaan dan jaringan masyarakat Setu Babakan telah meperkuat

satu kesatuan masyarakat Betawi untuk sama-sama sadar melestariakn budaya

Betawi, dan berkehidupan susuai dengan nilai-nilai dan norma budaya

masyarakat Betawi. Norma dan aturan yang berkembang di Cagar Budaya

Setu Babakan haruas sesuai dengan budaya Betawi, namun dalam hal ini

payung hukum dalam mengatur tata kelola cagar budaya masih wacana dan

saran kepada pemerintah daerah.

Implikasi dari penelitian ini memaparkan bagaimana peran modal

sosial melalui konsep kepercayaan, jaringan, dan norma dalam pelestarian

budaya Betawi di Cagar Budaya Setu Babakan. Dari hasil penelitian ini

terlihat bagaimana kekuatan dan kesatuan muncul dari modal sosial

masyarakat Setu Babakan, terutama menjadi satu kesatuan kekuatan

masyarakat dalam melestarikan dan mengangkat derajat budaya Betawi.

C. Saran

Mengacu pada hasil penelitian dan analisa yang telah dilakukan,

beberapa permasalahan perlu dikemukakan sebagai saran dan masukan

 

Page 84: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

72

khususnya bagi masyarakat dan pengelola Cagar Budaya Setu Babakan,

Jagakarsa, Jakarta Selatan. Sehingga konsep kepercayaan, jaringan, dan norma

yang terdapat pada masyarakat dan Cagar Budaya Setu Babakan mampu

menjadi modal sosial dalam pelestarian dan pengembangan budaya Betawi di

Setu Babakan. Beberapa saran tersebut diantaranya adalah;

1. Memetakan modal sosial yang terdapat pada masyarakat Setu

Babakan menjadi dasar kekuatan membentuk ikatan kesatuan

dalam pelestarian budaya Betawi. Modal sosial yang memberikan

pengaruh besar dalam pelestarian budaya Betawi perlu

mendapatkan perhatian untuk pengembangan, selain itu modal

sosial yang menimbulkan ketidaksesuaian atau masalah harus

segera ditangani dan dicarikan solusi dalam pencegahannya.

2. Memberikan kesadaran kepada masyarakat dan Cagar Budaya Setu

Babakan terkait dengan peran modal sosial dalam pelestarian

Budaya Betawi. Melihat bahwa modal sosial yang berkembang di

masyarakat seringkali terabaikan dan kurang mendapat perhatian,

sehingga peluang pemanfaatan modal sosial dalam pelestarian

budaya Betawi menjadi tidak ada.

 

Page 85: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

70

DAFTAR PUSTAKA

Budihardjo, Eko, Tata Ruang Perkotaan, Bandung : PT Alumni, 1996.

Djunaidi Ghony, M dan Fauzan almansyur, Metode Penelitian Kualitatif,

Yogyakarta: Ar—ruzz Media, 2012.

Fukuyama, Francis. “Trust; The Social Virtues And The Creation Of Prosperity”,

Yogyakarta: Penerbit Qalam, 2010.

Ife, Jim dan Frank Tesoriero, Community Development: Alternatif pengembangan

Masyarakat di Era Globalisasi. Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2014)

Irawan, Soehartono, Metode Penelitian Sosial Suatu Teknik Penelitian Bidang

Kesejahteraan Sosial Dan Ilmu Sosial Lainnya, Bandung : PT. Remaja

Rosdakarya, 2004.

Lawang, Robert MZ, “Kapital Sosial dalam Perspektif Sosiologik Suatu

Pengantar”, Penerbit FISIP UI PRESS.

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Rosdakarya, 2010.

Mulyana, Deddy, Metodologi Penelitian Kualitatif, Paradigma Baru Ilmu

Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

2006.

Nasir, Moh, Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Ondonesia, 1993.

Rakhmat, Jalaludin, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung : PT Remaja

Rosdakarya, 2006.

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: CV. Alfabeta, 2009.

Tri Iin, Rahayu dan Ardani Ardi Tristiandi, Obsevasi dan Wawancara, Malang:

PT . Bayu Media, 2004.

 

Page 86: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

71

Referensi Jurnal, Skrispsi, dan Perda

Brosur, “Profil Perkampungan Budaya Betawi”, Pemprof DKI Jakarta

Heru Erwanto, Etnis Betawi, Kajian Historis, Balai Penelitian Nilai Budaya

Bandung. diakses dari Jurnal Patanjala Vol 6 Nomor 1, Maret 2014.

John Delafons, Sustainable Conservation, 1997, Journal Article Built

EnvironmentVol. 23, No.2, h. 128. Diakses melalui

http://www.jstor.org/stable/23288311

Muhammad Syaiful Moechtar, Identifikasi Pola Permukiman Tradisional

Kampung Budaya Betawi Setu Babakan, Kelurahan Srengseng Sawah,

Kecamatan Jagakarsa, Kota Administrasi Jakarta Selatan, Provinsi DKI

Jakarta, 2012. Jurnal agroekoteknologi tropika; Denpasar.

Monika Murzyn dan Kupisz Jarosław Dzialek, “Cultural heritage in building and

enhancing social capital”. Journal of Cultural Heritage Management and

Sustainable Development, Vol. 3 Iss 1, 2013.

Rakhmat Hidayat, Pengembangan Perkampungan Budaya Betawi Dari Condet ke

Srengseng Sawah, diakses dari Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol.

16, Nomor 5, September 2010.

Salman Paludi, Seputar Setu Babakan, diakses pada Selasa, 25 Juli 2018, melalui

https://setubabakan.wordpress.com/about/

Zakaria Kasimin, “Pelestarian Cagar Budaya”, 2016, materi dalam workshop

Dokumentasi Cagar Budaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,

Balai Pelestarian Cagar Budaya Gorontalo, Wilayah Kerja Provinsi

Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, dan Gorontalo. Diakses melalui

https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbgorontalo/wp-

content/uploads/sites/29/2016/12/WORKSHOP_DOKUEMNTASI_CAG

AR-BUDAYA.pdf

 

Page 87: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

72

Diah Novarida, “Partisipasi Masyarakat Pendatang Dalam Melestarikan Rumah

Tradisional Betawi”. (Skripsi pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

2015).

Mutiara Khusnul Chotimah dalam, “Partisipasi Warga Betawi Setempat dalam

Rangka Keberlanjutan Program Perkampungan Budaya Betawi”, Tesis

Pascasrjana UI, 2017.

Try Ananda Rachman, “Arahan Bentuk Partisipasi Masyarakat Dalam

Pelestarian Cagar Budaya Kota Baru Di Yogyakarta”. Skripsi Institut

Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, 2017.

Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Nomor 4 Tahun 2015,

tentang Pelestarian Kebudayaan Betawi.

Perda No. 3 Tahun 2005 tentang Penetapan Perkampungan Budaya Betawi di

Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan.

Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 3 Tahun 2005

tentang Penetapan Perkampungan Budaya Betawi di Kelurahan Srengseng

Sawah, Kecamatan Jagakarsa Kotamadya Jakarta Selatan.

 

Page 88: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

Hasil wawancara dengan Pak Matroji selaku ketua RT di Kampung Betawi

1. Bagaimana harapan masyarakat di sini dengan adanya perkampungan

budaya betawi?

Bisa melestarikan budaya-budaya betawi yang mungkin sekarang ini kalo

keliatannya udah jarang. Kemudian dengan adat istiadatnya mulai dari

sunatan, pindah rumah, penganten dan sebagainya. Itu diharapkan

dengan adanya perkampungan budaya betawi hal-hal itu bisa muncul dan

timbul kembali.

2. Apa saja program-program yang ada disini?

Biasanya ada prosesi adat khatam qur’an, prosesi sunatan, prosesi adat

betawi. Kalo dari segi budaya, disini ada sanggar-sanggar budaya betawi

yang menghadirkan karya betawi, tari topeng dan sebagainya. Biasanya

ditampilkan hari minggu ada pagelaran budaya betawi.

3. Apakah terdapat aturan di perkampungan budaya betawi?

Kalo disini diharuskan atau dianjurkan bagi mereka yang membangun di

daerah sini minimal menunjukkan ciri khas budaya betawi nya seperti gigi

balang, diharapkan dan dianjurkan seperti itu. Dan itu sudah menjadi

aturan dari pemerintah, namun kenyataannya masih banyak yang belum

seperti itu karena belum ada ketegasan dari segi hukum untuk mereka

yang tinggal disini. Harusnya ada ketegasan dari segi hukum kalo kita

ingin melestarikan budaya betawi disini harusnya ada payung hukumnya

yang mengatur bahwa mereka yangmembangun disini harus memberikan

ciri khas. Dan ini baru menjadi saran atau anjuran belum menjadi aturan

 

Page 89: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

yang tertulis, jadi jika ada yang melanggar sanksi nya bukan sanksi

hukum.

4. Hubungan antar individu di perkampungan budaya betawi seperti apa?

Alhamdulillah, hubungan antar individu disini masih terjalin sangat baik

dengan adanya kegiatan arisan, majelis ta’lim, jum’at bersih, dan kerja

bakti masyarakat juga masih jalan.

5. Bagaimana dampak ekonomi masyarakat dengan adanya pengelolaan

perkampungan budaya betawi?

Ya Alhamdulillah sih menurut saya bisa membantu masyarakat sekitar

dengan adanya ini kan otomatis akan menjadi objek wisata, plus minus

nya pasti ada ya kalo plus nya bisa bantu perekonomian masyarakat disini

dari berdagang, lalu biasanya rumah-rumah warga suka digunakan untuk

event-event tertentu. Namun untuk minusnya, karena ini jadi objek wisata

dan orang-orang yang masuk kesini dari berbagai suku kemudian suka

bawa etnik yang bukan etnik betawi, kemudian juga jam tutup disini jam

18.00 wib kadang suka ada yang masih di sini walaupun sudah jam tutup.

6. Bagaimana pengelolaan pedagang yang ada di perkampungan budaya

betawi?

Kalo untuk pedagang disini biasanya ada kelompok-kelompoknya ya jadi

mereka itu yang membawahi jadi misalkan ada acara di undang gitu tidak

seluruh pedagang yang diundang jadi cuma perwakilan, jadi kelompok

sebelah barat ada ketua nya, sebelah timur ada ketua nya. Tujuannya

supaya memudahkan untuk koordinasi.

7. Apakah terdapat kas untuk para pedagang?

Saya kurang tahu ya mas, karena saya tidak memegang itu.

8. Bagaimana peran tokoh masyarakat terhadap perkampungan budaya

betawi?

Sangat mendukung dengan adanya sanggar-sanggar yang didirikan disini

ya terutama sanggar tari, pencak silat.

9. Sudah berapa lama berdirinya perkampungan budaya betawi ini?

Sejak tahun 2000 dan diresmikan oleh Gubernur saat itu Bpk. Sutiyoso.

10. Berapa jumlah warga yang ada di perkampungan budaya betawi?

Disini meliputi RW 08, RW 09, RW 06 , dan sebagian RW 05. Dan ada 13

RT. Ya sekitar diatas 46 lah ya mas.

 

Page 90: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

Hasil Wawancara Terhadap Pedagang Dodol (pak Rapli) di Kampung

Betawi

Pewawancara : Sudah berapa lama berjualan dodol betawi?

Informan : Kalau usaha ini sendiri saya baru gabung di rumah produksi dodol

ini tapi kalau untuk produksi sendiri sudah cukup lama juga.

Pewawancara : Kalau ibu sendiri sudah berapa lama mendirikan toko dodol ini ?

Informan : Sudah lumayan mas saya di sini, kurang lebih lima tahun?

Pewawancara : Bagaimana dalam segi pengelolaan dari pihak tempat ini terhadap

para pedagang ?

 

Page 91: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

Informan : Kalau pengelolaan si sistem sewa untuk para pedangan,

sebenernya kalau untuk masalah lebih dalam lagi saya sendiri

kurang paham.

Pewawancara : Dalam bentuk apa ibu membayar uang sewa tersebut ?

Informan : Ya dalam bentuk lapak mas

Pewawancara : Selain dari sistem sewa, apakah ada feedback dari pengelola

untuk para pedagang ?

Informan : Kalau dari segi itu saya kurang paham ya karena saya sendiri

masih baru gabung di rumah produksi dodol ini mas.

Pewawancara : Menurut ibu apa dampak dari pengelolaan kampung betawi

terhadap sosial dan ekonomi bagi masyarakat sekitar ?

Informan : Ya lumayan membantu apalagi dalam kondisi libur saat ini,

memang jauh lebih dari cukup buat kita para pedagang.

Pewawancara : Lalu bagaimana proses penyewaannya, apakah langsung

berhubungan dengan pihak pengelola atau ada pihak lain ?

 

Page 92: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

Informan : Biasanya si ada pengurusnya yang datengin kita, perbulan atau

perminggu si pasti ada yang datang untuk menagih biaya uang

sewa.

Pewawancara : Apakah ada semacam aturan antar pedagang sesama pedagang

atau pedagang dengan pengelola ?

Informan : Saya kurang paham ya mas

Pewawancara : Sebagai masyarakat betawi asli bagaimana harapan ibu dengan

adanya pengelolaan kampong betawi ini ?

Informan : Kalau buat saya sendiri memang si untuk tempat ingin adanya

peningkatan, kita pingin di buat lebih bagus dan menarik lagi.

Soalnya saya sendiri kurang tau tempat pengelolaannya antara

disini sama di depan sana (Zona A) apakah satu pengelolaan atau

tidak.

Pewawancara : Menurut ibu sendiri apa dampak dari pengelolaan kampung

betawi ini terhadap kelestarian budaya betawi sendiri ?

Informan : Bagus menurut saya, untuk kebudayaan betawi sendiri kadang

dalam waktu setiap 3 atau 6 bulan sekali di sini suka ada event-

event besar seperti festival bikin manggar kelapa dan festival

 

Page 93: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

kembang ondel-ondel, jadi kita dapat kesempatan untuk

menunjukan bahwa ini lah budaya kita sebagai masyarakat

betawi.

Pewawancara : Dari pihak pengelola dengan masyarakat dan tokoh-tokoh

masyarakat apakah ada interaksi antara mereka untuk

melestarikan budaya betawi ?

Informan : Ada, yaitu seperti menyelenggarakan festival-festival besar atau

kegiatan yang istilahnya untuk menunjukan kepada masyarakat

bahwa ini budaya kita yang di kondisikan di setu babakan ini.

Pewawancara : Bagaimana dengan pendapatan ibu sebelum bergabung kampung

betawi ini dan sesudah bergabung ?

Informan : Kalau untuk masalah itu saya tidak bisa menebak gitu ya,

mungkin kita dalam bulan ini dapat satu juta tapi belum tentu

bulan depan dapat segitu.

Pewawancara : Untuk saat ini rata-rata berapa pendapatan ibu dalam satu hari

atau perbulan ?

Informan : Kita sendiri (penjual dodol) untuk satu minggu kita hanya buka

sabtu dan minggu, untuk dua hari itu kisaran ya mungkin seharga

 

Page 94: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

satu renceng dodol ini, kurang lebih sekitar tiga sampai empat

juta dalam dua hari dalam kondisi liburan seperti ini.

Pewawancara : Kenapa hanya buka sabtu dan minggu untuk berjualan dodol ini ?

Informan : Ya memang hari biasa memang tidak ada, paling hanya beberapa

pedagang saja.

Pewawancara : Apakah kesepakatan berjualan hanya dua hari itu sendiri aturan

dari pihak pengelola kampung betawi atau dari pihak pengelola

dodol ?

Informan : Dari pihak kita (pengelola dodol) sendiri, bukan dari pihak

pengelola tempat. Karena kita sendiri mencari kondisi dimana

keramaiian itu ada seperti hari minggu.

 

Page 95: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

Hasil Wawancara dengan Pak Sobar selaku pengurus Pencak Silat di

Kampung Betawi

1. Bagaimana harapan masyarakat disini tentang adanya Cagar Budaya Setu

Babakan ?

Ya kalo harapan sih emang ini udah dari lama ya, ya harapannya itu bisa

melesatrikan dan mengembangkan budaya betawi, dan ya setidaknya bisa

memberi manfaat buat masyarakat sekitarnya.

2. Bagaimana aturan yang berlaku di Cagar Budaya Setu Babakan?

Aturan disini ya harus nunjukin adat istiadat betawi, karena kita orang betawi dan

tinggal disekitar sini (tempat pelestarian budaya betawi).

3. Bagaimana hubungan antar individu di Cagar Budaya Setu Babakan?

Nah emang orang-orang disini aktivitasnya beda-beda ya, jadi kesibukannya beda

juga. Yang tinggal disekitar sini sih kebanyakan pada jualan disekitar setu

babakan, ada juga yang ngidupin budaya-budaya betawi, misal dari makanannya,

pencak silat, sanggar. Kebanyakan sih banyak yang ikutan kalo lagi ada acara atau

kegiatan betawi.

 

Page 96: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

4. Bagaimana aturan yang berlaku di Cagar Budaya Setu Babakan

membentuk kepercayaan antar individu?

Ya itu tadi kita sama-sama orang betawi dan tinggal deket sini, jadi ya sama-sama

jaga budaya betawi, ikut acara bareng-bareng. Gak ada aturan khusus yang ngatur

orang musti bagimana, atau dapet tanggung jawab apa gitu, ya intinya sih sama-

sama sadar aja sebagai masyarakat sini, kalo ada acara ya bantu-bantu, jaga

keamanan dan lingkungan bareng-bareng, disini kan kebanyakan juga sudah pada

kenal, jadi ya masih enak gitu komunikasinya.

5. Bagaimana keadaan hubungan dalam masyarakat sekitar di Cagar Budaya

Setu Babakan?

Hubungannya ya baik-baik aja sebagai masyarakat sini, belum ada masalah yang

serius.

6. Dalam melaksanakan aktifitas bersama di Cagar Budaya Setu Babakan,

bagaimana peran pemangku adat, pengurus, dan masyarakat sekitar dalam

pelaksanaannya?

Penting ya sebenarnya, soalnya kan beberapa wilayah disini memang ada kaya

ketuanya gitu, ya semisal rt atau rw, atau penanggung jawab lokasi dan tempat,

mereka orang-orang yang bantu koordinasi kalo ada pertemuan-pertemuan gitu.

Ya memang ada beberapa orang yang dituakan di wilayah sini.

7. Bagaimana gambaran ikatan kekeluargaan di Cagar Budaya Setu

Babakan?

Cukup dekat lah ya, namanya juga masih satu kampung, masih sama-sama betawi

gitu. Kalo ada acara atau kegiatan ya tetangga banyak yang bantu-bantu. Kalo ada

acara di setu babakan juga banyak warga yang ikutan gabung bantu-bantu buat

acara, dan nanti banyak yang dateng kalau acara udah mulai

8. Bagaimana hubungan interaktif anatar individu maupun kelompok di

Cagar Budaya Setu Babakan?

 

Page 97: MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41323/...MODAL SOSIAL MASYARAKAT BETAWI DI CAGAR BUDAYA SETU BABAKAN JAKARTA SELATAN DALAM

Ya hubungannya normal orang hidup di masyarakat, itu kelihatan banget kalo lagi

ada acara disini, orang pada dateng bantu-bantu buat kelancaran acara sampe

selesai.

9. Apakah terdapat tugas pokok dan fungsi pengurus atau pengelola di Cagar

Budaya Setu Babakan?

Kalau tugas pengurus sih paling ya ngurusin yang ada di setu babakan, gimana

ngatur kegiatan-kegiatan, acara kebudayaan, pengelolaan tempat buat para

pengunjung, parkiran dan lain-lain. Kebanyakan sih ngurusin urusan-urusan di

Setu Babakan

10. Bagaimana nilai dan norma yang berkembang dan dipelihara di Cagar

Budaya Setu Babakan?

Yang pasti sih nilai-nilai betawi ya yang berkembang disini, dan menjadi

pegangan masyarakat disini.