Upload
trisna-nurdiaman
View
1.184
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
KEBUDAYAAN BETAWI
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi salasatu tugas mata kuliah Antropologi Sosial
Dosen : Endah Ratna Sonya, S.Sos, M.Si
Disusun oleh :
Nama : Trisna Nurdiaman NIM : 1138030215
Nama : Tineu Istiqomah NIM : 1138030211
Nama : Sintia Maharani NIM : 1138030205
Nama : Tina Lestari NIM : 1138030210
Nama : Tita Nurmalasari NIM : 1138030213
Nama : Taufik Alfian M. NIM : 1138030208
Nama : Tini Kartini NIM : 1138030212
JURUSAN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2014
i
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji serta syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT Sang Pencipta
alam semesta beserta seisinya dengan penuh kesempurnaan dan keindahan yang
tiada tara. Atas berkat rahmat dan iradat-Nya kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini yang berjudul “Tujuh Unsur Kebudayaan Betawi”.
Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda alam yang telah
membawa revolusi kehidupan minadzulumaati ila nnuur yakni Rasulullah SAW
dan sampai saat ini tetap menjadi uswah al-hasanah bagi seluruh umat manusia di
seluruh dunia.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salsatu tugas mata kuliah Tafsir Sosial.
Kami sepenuhnya menyadari dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif
bagi kepenulisan kami.
Akhirnya kami berharap penulisan ini dapat bermanfaat yang pada khusunya bagi
kami dan pada umumnya bagi semuanya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Bandung, 26 Rabiulakhir 1435
Penulis
26 Februari 2014
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ······························································ i
DAFTAR ISI ·········································································· ii
BAB I PENDAHULUAN ··························································· 1
A. Latar Belakang ······························································· 1
B. Rumusan Masalah ···························································· 1
C. Tujuan ········································································· 1
BAB II PEMBAHASAN ··························································· 3
A. Sejarah Etnik Betawi ························································· 3
B. Pembagian etnik Betawi ····················································· 4
C. Unsur Kebudayaan Betawi ·················································· 6
BAB III PENUTUP ·································································· 20
A. Kesimpulan ··································································· 20
B. Saran ··········································································· 20
DAFTAR PUSTAKA ······························································· 21
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara geografis, penduduk suku Betawi bertempat tinggal di pusat
jantung pemerintahan Indonesia yaitu Jakarta. Jakarta merupakan salasatu
bagian kecil dari pulau Jawa, namun meski suku Betawi secara geografis
berada di pulau Jawa ternyata apabila dilihat dari segi sosiokulturalnya,
budaya Betawi lebih dekat dengan budaya Melayu Islam. Masih banyak
kesimpangsiuran mengenai kejelasan asal-usul suku Betawi. Hal ini
disebabkan karena minimnya informasi mengenai suku betawi.
Sebagian ilmuan berpendapat bahwa etnik Betawi suadah ada sejak
dahulu kala seperti halnya suku Sunda dan jawa. Menurut Sejarawan
Indonesia Sagiman MD, suku Betawi sudah ada sejak zaman neolitikum.
Sementara Yahya Andi Saputra (Alumni Fakultas Sejarah UI), berpendapat
bahwa penduduk asli Betawi adalah penduduk Nusa Jawa. Menurutnya,
dahulu kala penduduk di Nusa Jawa merupakan satu kesatuan budaya. Bahasa,
kesenian, dan adat kepercayaan mereka sama. Dia menyebutkan berbagai
sebab yang kemudian menjadikan mereka sebagai suku bangsa sendiri-sendiri.
Disisi lain ada juga yang berpendapat bahwa etnik Betawi baru lahir pada
abad ke 19.
B. Rumusan Masalah
Berdasarka latar belakang diatas, maka rumusan masalah pada
makalah ini adalah :
1. Bagaimana Sejarah etnik Betawi ?
2. Bagaimana perbedaan etnik Betawi Berdasarkan pembagian wilayah?
3. Bagaimana bahasa yang digunakan oleh etnik betawi?
4. Apa saja kesenian yang ada pada etnik betawi?
5. Bagaimana sistem religi pada masyarakat etnik betawi?
6. Bagaimana sistem peralatan dan perlengkapan hidup yang berkembang
pada etnik betawi?
7. Bagaimana sistem pengetahuan pada masyarakat etnik betawi?
8. Bagaiamana sistem kemasyarakatan yang ada pada etnik btawi?
9. Bagaimana sistem mata pencaharian hidup masyarakat etnik betawi?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka rumusan makalah ini
adalah :
2
1. Untuk mengetahui bagaiamana sejarah etnik Betawi.
2. Untuk mengetahui perbedaan etnik Betawi berdasarkan pembagian
wilayah.
3. Untuk mengetahui bagaiamana bahasa yang digunakan pada masyarakat
etnik Betawi.
4. Untuk mengetahui bagaimana sistem religi pada masyarakat etnik Betawi.
5. Untuk mengetahui bagaimana sistem peralatan dan perlengkapan hidup
yang berkembang pada etnik betawi.
6. Untuk mengetahui bagaimana sistem pengetahuan pada masyarakat etnik
betawi.
7. Untuk mengetahui bagaiamana sistem kemasyarakatan yang ada pada
etnik btawi.
8. Untuk mengetahui bagaimana sistem mata pencaharian hidup masyarakat
etnik betawi.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Etnik Betawi
Pada awalnya suku betawi merupakan orang Sunda sebagai penduduk asli
di Jakarta. Hal ini didasarkan pada letak geografis Jakarta yang berada pada
tengah-tengah apitan dua provinsi yaitu Jawa Barat dan Banten yang dimana
kedua provinsi tersebut beretnik Sunda. Selain itu juga ditandai dengan nama-
nama tempat di Jakarta yang berasal dari bahasa Sunda seperti Pancoran,
Ciliwung, Cilandak, Cideng dan lain-lain. Bahasa yang digunakan pada saat itu
masih menggunakan bahasa Sunda Kawi.
Menurut sebagian sumber menyatakan bahwa Kerajaan Sriwijaya pernah
menguasai Sunda Kelapa kemudian untuk menjaga kekuasaannya diwilayah
tersebut maka kerajaan Sriwijaya mendatangkan imigran melayu ke Sunda Kelapa,
karena kemungkinan gelombang imigran itu lebih besar dari pada penduduk asli
sehingga bahasa melayu mendominasi.
Pada masa kolonialisasi Eropa, sekitar tahun 1512 M ada sebuah
perjanjian antara Surawisesa (raja Kerajaan Sunda) dengan bangsa Portugis.
Perjanjian tersebut membolehkan Portugis untuk membangun suatu komunitas di
Sunda Kalapa. Hal ini mengakibatkan adanya percampuran antara penduduk lokal
dengan bangsa Portugis. Dari percampuran tersebut lahir musik keroncong
sebagai perpaduan dengan budaya lokal.
Pada masa penjajahan Belanda, VOC menjadikan Batavia sebagai pusat
kegiatan niaganya. Karena pada saat itu Belanda memerlukan banyak tenaga kerja
untuk membuka lahan pertanian dan membangun roda perekonomian kota ini,
maka VOC banyak membeli budak dari penguasa Bali. Pada saat itu di Bali masih
berlangsung praktik perbudakan. Hal ini menyebab masih tersisanya kosa kata dan
tata bahasa Bali dalam bahasa Betawi saat ini.
Kemajuan perdagangan di Batavia membuat berbagai suku bangsa dari
penjuru Nusantara hingga Tiongkok, Arab dan India untuk bekerja di kota ini.
Akibatnya terjadilah berbagai percampuran dari suku-suku pendatang tersebut.
Salasatu contoh pengaruh dari suku bangsa pendatang tersebut adalah pada tata
busana pengantin Betawi yang banyak mengandung unsur Arab dan Tiongkok.
Selain itu berbagai nama tempat di Jakarta juga menyisakan petunjuk
sejarah mengenai datangnya berbagai suku bangsa ke Batavia seperti Kampung
Melayu, Kampung Bali, Kampung Ambon, Kampung Jawa, Kampung Makassar
dan Kampung Bugis.
Nama Betawi sendiri merupakan sebutan lain untuk kota Jakarta dan
sekaligus sebutan untuk mayarakat pribumi yang tinggal di Jakarta. Kata “Betawi”
merupakan serapan dari kata Batavia yang mengalami perubahan. Nama Batavia
4
berasal dari nama yang di berikan JP Coen untuk kota yang di bangunnya pada
awal kekuasaan VOC di Jakarta. Kota Jakarta yang di bangun Coen itu sekarang
di sebut kota atau kota lama Jakarta. Karena asing bagi masyarakat pribumi, maka
nama Batvia sering di sebut dengan dialek mereka “ Betawi”.
Menurut Prof. Dr. Parsudi Suparlan (Antropolog Universitas Indonesia)
kesadaran sebagai orang Betawi sendiri pada awal pembentukannya sebagai
kelompok etnis itu belum mengakar. Dalam pergaulan sehari-hari, mereka lebih
sering menyebut diri berdasarkan lokalitas tempat tinggal mereka, seperti
orang Kemayoran, orang Senen, atau orang Rawabelong. Barulah pada tahun
1923 masa pemerintahan Hindia Belanda pengakuan terhadap adanya orang
Betawi sebagai sebuah kelompok etnis dan sebagai satuan sosial dan politik dalam
lingkup yang lebih luas terjadi. mana kala pada saat Husni Thamrin, seorang
tokoh masyarakat Betawi mendirikan “Perkoempoelan Kaoem Betawi”. Saat
itulah mereka menyadari bahwa mereka itu merupakan kelompok atau golongan
orang-orang Betawi, dan pada tahun 1930, ketika dilakukan sensus, kelompok
orang Betawi yang sebelumnya tidak pernah ada muncul sebagai etnis baru dalam
data sesus tersebut.
B. Pembagian Etnik Betawi Berdasarkan Wilayah
1. Betawi Udik
Betawi Udik ada dua tipe, yang pertama adalah mereka yang tinggal di
bagian Utara Jakarta, bagian Barat Jakarta dan juga Tanggerang. Mereka sangat
dipengaruhi oleh kebudayaan China. Tipe kedua adalah mereka yang tinggal
disebelah Timur dan Selatan Jakarta, Bekasi dan Bogor. Mereka sanggat
dipengaruhi oleh kebudayaan dan adat istiadat sunda.
Mereka berasal dari ekonomi kelas bawah. Kehidupan mereka umumnya
lebih bertumpu pada bidang pertanian. Tarap pendidikan mereka sangat rendah
bila dibandingkan dengan orang Betawi Tengah dan Betawi Pinggir. Peran agama
islam dalam kehidupan sehari-hari orang Betawi Udik berbeda dengan peran
agama dalam kehidupan orang Betawi Tenggah dan Betawi Pinggir. Pada kedua
kelompok Betawi yang disebut terakhir agama islam tetap memegang peran yang
sangat penting dan menentukan dalam tingkah laku pola kehidupan mereka sehari
meskipun cara mereka sudah lebih modern dibandingkan kelompok yang
udik.Namun kini telah terjadi perubahan dalam pola pekerjaan dan pendidikan
orang Betawi Udik. Secara perlahan-lahan tingkat dan pola pekerjaan maupun
pendidikan mereka telah mendekati orang Betawi tengah dan orang Betawi
pinggir.
Mereka yang tergolong betawi udik adalah penduduk asli disekitar Jakarta,
termasuk Jabotabek. Dahulu daerah ini termasuk daerah administrasi Batavia,
5
tetapi kini termasuk daerah administrasi Jawa Barat. Karena itu, secara kultural
mereka adalah orang Betawi, tetapi karena perubahan batas administratif itu,
mereka sekarang termasuk orang yang tinggal di daerah administratif Jawa Barat.
2. Betawi Tengah
Mereka yang termasuk Betawi Tengah adalah mereka yang dalam
perkembangan Betawi awal menetap dibagian kota Jakarta dahulu yang di
namakan keresidenan Batavia dan sekarang termasuk Jakarta Pusat. Lokasi ini
merupakan bagian dari kota Jakarta yang paling urban. Bagian inilah yang dalam
tahap-tahap permulaan kota Jakarta di landa arus urbanisasi dan modernisasi
dalam skala yang tinggi. Salah satu akibatnya adalah orang Betawi yang tinggal di
daerah ini paling tinggi tingkat kawin campurannya di banding orang Betawi yang
tinggal di pinggir kota Jakarta ataupun suku-suku lain di Jakarta. Berdasarkan
tingkat ekonomi mereka orang Betawi yang tinggal di tengah-tengah kota Jakarta
bisa di bedakan menjadi orang “gedong” dan orang “kampung”. Pemberian istilah
ini tampaknya hanya didasarkan pada tempat tinggal mereka. Dalam adat Betawi,
keberadaan orang “gedongan” di sadari atau tidak kurang di akui oleh orang
Betawi kampung. Sebab gaya hidup mereka dianggap bukan merupakan bagian
dari tradisi orang Betawi asli.
Akibat lain proses modernisasi dan urbanisasi di pusat ibukota Jakarta
adalah banyaknya orang Betawi kota yang menjual tanah mereka dan pindah ke
pinggir kota Jakarta. Daerah pemukiman baru mereka ini sebenarnya domisili
orang Betawi Pinggir. Oleh karena itu, kini banyak orang Betawi Pinggir dan
Betawi Udik tidak mengetahui bahwa tetangga baru mereka adalah orang Betawi
juga. Karena umumnya mereka menyandang pola dan gaya hidup yang berbeda,
maka Betawi Udik menganggap mereka kaum pendatang saja. Hanya saja
kebudayaan yang mereka bawa seringbkali kontras dengan citra yang ada
mengenai orang Betawi. Orang Betawi Tengah (gedong) kerapkali berpendidikan
tinggi. Generasi mereka sekarang tidak hanya mencapai pendidikan universitas
tetapi juga banyak di antara mereka berhasil sekolah di luar negeri.Selain itu, ibu
Irma juga menambahkan satu lagi, yaitu Betawi Pesisir. Orang Betawi Pesisir
memiliki ciri khas penggunaan dialeknya yang sangat khas, yaitu nada suaranya
yang keras “setak sengor”. Orang Betawi Pesisir biasanya terletak dipesisir pantai-
pantai Jakarta, seperti Marunda, Celincing dan sekitarnya.
3. Betawi Pinggir
Orang Betawi Pinggir cenderung menyekolahkan anak-anak mereka
kepesantren-pesanten. Karena itu, sebagaimana ditulis pada bagian depan buku ini,
orang Betawi Pinggir menolak bila mereka dianggap dalam bidang pendidikan,
sebab mereka mempunyai prioritas pendidikan tersendiri yaitu pesantren.
Bagi orang Betawi pinggir pendidikan formal yang mereka ikuti adalah
sekolah-sekolah umum. Namun ini tidak berarti pendidikan agama dilupakan.
6
Bagi mereka pendidikan agama sudah merupakan bagian yang penting bagi
kehidupan mereka. Proses bermasyarakat sudah menyatu dan tidak dapat di
pisahkan dari kehidupan beragam. Ini sedikit berbeda dengan orang Betawi
Pinggir. Mereka secara khusus memberikan perhatian pada kehidupan beragama
dengan menyekolahkan anak-anak mereka pada lembaga-lembaga pendidikan
yang bernapaskan islam. Untuk itulah mereka menyekolahkan anak-anak mereka
di pesantren-pesantren.Secara umum, dalam ketiga kelompok Betawi itu,
khususnya kelompok Betawi Pinggir, nilai-nilai islami menempati porsi paling
tinggi.
C. Unsur-unsur Kebudayaan Betawi
1. Bahasa
Bahasa Betawi kebnyakan berasal dari bahasa melayu yang kemudian
mengalami banyak percampuran dengan bahasa yang lain. Sifat dalam
dialek Betawi yang campur aduk merupakan salsatu cerminan dari kebudayaan
Betawi secara umum dimana Betawi merupakan hasil perkawinan berbagai
macam kebudayaan, baik yang berasal dari daerah-daerah lain di Nusantara
maupun kebudayaan asing. Karena perbedaan bahasa yang digunakan tersebut
maka pada awal abad ke-20, Belanda menganggap orang yang tinggal di
sekitar Batavia sebagai etnis yang berbeda dengan etnis Sunda dan menyebutnya
sebagai etnis Betawi (kata turunan dari Batavia).
Ciri yang khas dalam bahasa Betawi terdapat pada setiap akhir kata,
dimana bunyi yang banyak terdengar adalah huruf “e”. Misalnya “ente mau pade
kemane?”. Bahasa Betawi pada awalnya dipakai oleh kalangan masyarakat
menengah ke bawah, yaitu komunitas budak dan pedagang. Bahasa ini
berkembang secara alami, tidak ada struktur buku yang jelas, yang dapat
membedakan dengan bahasa Melayu, walaupun ada beberapa unsur linguistik
yang memberikan ciri-ciri tertentu, misalnya peluruhan awalan me-, demikian
juga penggunaan akhiran –in, serta peralihan bunyi (a) terbuka pada akhir kata
menjadi (e). Setiap orang Betawi yang tinggal di daerah tertentu memiliki ciri
khas masing-masing. Contohnya seperti orang Betawi Pinggir yang
menggunakan bahasa campuran dari bahasa Arab, yaitu ane, ente, dan lain-lain.
Selanjutnya bahasa dari Betawi Tengah yang manggunakan bahasa Indonesia.
Dan Betawi Udik yang bahasanya masih sangat kampungan, seperti ”Lah eluh
kaga mao kemari“.
2. Kesenian
a. Seni Musik
7
Seperti halnya kebudayaan Betawi pada unsur bahasa, pada unsur kesenian
musik pun etnik Betawi banyak mengadopsi dari kebudayaan lain yang dibawa
oleh para pendatang. Seni musik tersebut adalah : orkes tanjidor, samrah,
gambang kromong, keroncong, gamelan tamu, rebana (tamborin),
Orkes tanjidor merupakan sebuah kesenian khas Betawi yang biasanya
dimainkan pada saat upacara pernikahan, penyambuatan tamu, dan lain-lain. Pada
kesenian ini terlihat jelas bahwa orkes tanjidor merupakan kebudayaan yang
diadopsi dari kebudayaan yang dibawa oleh Belanda. Alat musik yang dimainkan
adalah klarinet, trombon, piston, trumpet dan lain-lain. Orkes tanjidor muncul
pertama kalinya pada abad ke-18. Valckenier, salah satu Gubernur Jendral
Belanda yang mempunyai satu batalyon yang terdiri dari 15 orang pemain alat
musik tiup. Ia menggabungkannya dengan pemain gamelan, peniup suling Cina,
dan pemain drum Turki. Alat musik ini dimainkan dalam acara-acara pesta. Alat
musik ini biasanya dimainkan oleh para budak oleh karena itu disebut dengan
orkes budak. Sekarang, musik tanjidor sering dimainkan untuk menyambut para
tamu atau memeriahkan acara.
Gambang kromong merupakan kolaborasi musik yang harminis antara
aspek kebudayaan lokal dengan kebudayaan Cina. Alat musik Gambang
keromong terdiri atas gambang keromong itu sendiri, kemor, teh yan, dan sukong.
Pada zaman dahulu orkes gambang keromong hanya dimiliki oleh keluarga
oarang-orang keturunan Cina yang tinggal di Tanggerang dan Bekasi kecrek,
gendang, dan goong serta dilengkapi dengan kongahyan,.
Seni musik Samrah berasal dari Melayu. Intrumen musik samrah adalah
harmonium, biola, gitar, dan tamborin, serta oleh drum. Musik samrah digunakan
untuk menari dan menyanyi. Pakaian pemusik samrah adalah peci, jas dan kemeja
polos atau, peci, sandariah, dan celana batik. Orang-orang yang suka dengan
musik ini adalah orang-orang dengan status menengah.
Keroncong tugu merupakan salah satu musik Betawi yang juga mendapat
pengaruh dari Barat khususnya Eropa Selatan. Alat-alat musik keroncong tugu
terdiri dari biola, ukulele, bayo, gitar, tamborin dan celo. Seni musik keroncong
tugu dimainkan oleh 3-4 orang. Irama keroncong tugu sebagian besar merupakan
4/4 ktukan semuannya menggunakan nada mayor. Musik ini digunakan untuk
berdansa. Ciri khas kroncong tugu adalah keroncong moresco.
Orkes gambus berasal dari timur tengah. Musik ini di mainkan untuk
menemani tarian zafin sebuah tarian yang ditampilkan oleh para laki-laki. Orkes
gambus telah ada pada abad ke-19. Orkes gambus tidak dapat dipisahkan dari
Syech Albar dari Surabaya dan Alayidrus.
b. Seni Tari
Berikut beberapa seni tari yang berkembang dalam kebuadayaan betawi :
8
Tari Cokrek, merupakan sebuah tarian pergaulan yang penuh keriangan.
Ditarikan oleh sepasang penari pria dan wanita. Gerakan pinggul penari
wanita dan gerakan-gerakan lucu penari priayang diiringi nyanyian dan
hentakan music gambang kromong sering kali membuat suara riuh penuh
humor. Tarian ini biasanya ditarikan ditempatterbuka, diterangi lampu
cempor (minyak tanah) bersumbu tiga.
Tari samrah, merupakan sebuah tarian yang khusus ditarikan oleh penari
pria. Gerak tarinya menyerupai gerakan silat, tetapi sedikit lebih lembut.
Tari hiburan ini biasanya diselingi orkes gambus.
Tari zapin, tarian ini dibawakan oleh dua orang pria dengan iringan orkes
gambus berirama padang pasir merupakan tarian yang biasa ditarikan untuk
memeriahkan suatu upacara khitanan atau perkawinan. Tari yang banyak
menggunakan langkah kaki ini bernapas ke-islaman. Pendukungnya pun
orang-orang Betawi perkotaan keturunan Arab.
Tari ngarojeng, Tarian ini diadaptasi dan disesuaikan dengan musik tetap
(musik stabil) yang dikembangkan di Betawi Pinggir. Musik stabil adalah
musik untuk acara pernikahan yang diilhami oleh gerakan tarian ngarojeng.
Tarian tradisional Betawi ini menarik karena gerakannya yang dinamis,
gerakan matanya yang mendapatkan perhatian dari para penonton dan rias
wajahnya yang klasik. Ngarojeng adalah tarian yang berkenaan dengan
acara pernikahan. Tarian ini adalah kreasi dari Wiwik Widiastuti.
Tari Gitek Balen, Gitek artinya menari dan balen diambil dari musik drum
ajeng yang berarti perubahan. Tarian ini merupakan manifestasi perasaan
dinamis dan aktif dari seorang perempuan muda menjadi perempuan
dewasa.
Tari topeng, merupakan pertunjukan teater tradisional betawi yang
biasanya dibuka oleh suatu tarian yang disebut tari topeng. Tarian ini terdiri
dari tetalu (musik pembuka), ngelontong (musik dan lagu), lambing sari
(permainan drum) diikuti oleh beberapa penari. Penampilan dari tari-tarian
ini diikuti pesan dari cerita dan ditutup dengan topeng babak lantuk sejenis
teater tutur. Masyarakat Betawi pada zaman dulu berpendapat bahwa
semua topeng memiliki kekuatan magis. Topeng Betawi adalah sebuah
teater yang mempunyai aspek tari, nyanyian dan narasi dengan percakapan
ataupun monolog.
c. Seni Pertunjukan
Seni drama Lenong
seni lenong terbagi menjadi dua jenis, yaitu : seni lenong Denes dan
lenong Preman. Dalam lenong denes (diambil dari kata denes dalam dialek Betawi
9
yang berarti departemen atau resmi, para aktor dan artisnya menggunakan baju
resmi dan ceritanya mengambil setting kerajaan atau lingkungan para bangsawan).
Cerita dalam lenong denes adalah cerita seribu satu malam. Bahasa yang
digunakan adalah bahasa Melayu. Sementara Cerita dalam lenong preman
menceritakan cerita penindasan rakyat yang dilakukan oleh tuan tanah dengan
cara memungut pajak dan kemudian datanglah sosok religious yang berjuang
dengan rakyat melawan tuan tanah. Dalam lenong preman, pakaiannya tidak
diatur sutradara. Lenon preman biasanya menggunakan bahasa sehari-hari.
Ondel-ondel
Ondel-ondel adalah pertunjukan rakyat yang sudah berabad-abad tercapai
di Jakarta dan sekitarnya, kini menjadi wilayah Betawi. Pada awalnya, odel-odel
hanyalah sebuah boneka/orang-orangan sawah untuk mengusir roh-roh jahat yang
dikhawatirkan akan mengganggu berlangsungnya proses panen padi dikalangan
masyarakat. Dan bentuknya juga tidak semenarik sekarang.
Ondel-ondel sekarang yang kita kenal sekarang sudah dimodifikasi
sedemikian rupa sehingga tampilannya menjadi lebih menarik. Dan tidak lagi
dijadikan sebagai pengusir roh jahat karena dikhawatirkan akan merusak
kepercayaan agama.
Ondel-ondel Betawi disebut juga sebagai suatu bentuk teater tanpa tutur,
karena pada mulanya di jadikan sebagai leluhur atau nenek moyang, pelindung
keselamatan kampung dan seisinya. Ondel-ondel dianggap orang Betawi sebagai
pembawa lakon atau cerita, sebagaimana halnya dengan :”bekakak” dalam
upacara “potong bekakak” di gunung Gamping di sebelah Selatan kota Jogjakarta,
yang diselenggarakan pada bulan sapar setiap tahun.
Uncul
Uncul merupakan salah satu bagian dari pertunjukan Betawi Ujungan.
Ujungan betawi adalah sebuah kompetisi keahlian memukul bertahan dengan
rotan. Ciri Ujungan Betawi terletak pada musik dan tariannya yang disebut uncul.
Tarian ini berfungsi sebagai perangsang dan tantangan bagi lawannya diarena
Ujungan yang biasanya dilakukan dalam pesta panen.
3. Sistem kepercayaan (Realigi)
Agama mayoritas yang dianut etnik Betawi adalah Islam. Walaupun
pengaruh agama Islam begitu kuat dalam kehidupan sehari-hari orang Betawi,
namun mereka masih mempercayai adanya kekuataan-kekuatan gaib. Misalnya
seperti guna-guna. Mereka percaya bahwa guna-guna dibuat oleh seorang dukun
10
atas suruhan seseorang yang ingin mencelakakan orang lain yang menjadi
sasarannya (musuhnya). Tanda-tanda yang diderita oleh orang yang terkena guna-
guna adalah muntah darah, sakit yang tidak dapat disembuhkan oleh dokter
sehingga menyebabkan kematiannya. Guna-guna ini baru dapat dihilangkan
apabila orang yang terkena guna-guna diobati oleh dukun yang ilmunya lebih
tinggi dari dukun yang membuatnya.
Dewasa ini, ritual-ritual keagamaan yang bercampur dengan kekuataan
mistis sudah semakin jarang dilakukan oleh orang Betawi karena tingkat
pendidikan yang semakin tinggi. Informan menambahkan, hanya orang tua-orang
tua dulu saja yang masih menggunakan ritual-ritual khusus. Khususnya
dikalangan orang Betawi Udik masih mempraktekan bahwa ada hari-hari tertentu
yang dibolehkan untuk mendirikan atap rumah. Mereka masih mempercayai
adanya larangan bulan. Pada larangan bulan ini, mereka mengharamkan diri untuk
tidak melakukan kegiatan-kegiatan besar seperti hajatan pernikahan, khitanan,
mendirikan atap rumah, berpergian jauh dan lain sebagainya.
4. Sistem Peralatan dan Perlengkapan Hidup
a. Rumah Adat
Bentuk rumah Betawi secara umum berkesan sederhana, hal ini juga
menggambarkan sikap hidup sehari-hari orang Betawi yang sederhana. Bahan
bangunan yang banyak dipergunakan adalah kayu atau bambu. Adapun atap
rumah yang sering kali menentukan tipe rumah menggunakan genting. Setidaknya
ada empat tipe bentuk rumah tradisional yang dikenal orang Betawi, yaitu:
Rumah tipe gudang, rumah tipe Bapang, rumah tipe kebaya, dan rumah tipe joglo.
b. Pakaian
Orang Betawi pada umumnya mengenal beberapa macam pakaian.
Namun yang lajim dikenakan adalah pakaian adat berupa tutup kepala (destar)
dengan baju jas yang menutup leher (jas tutup) yang di gunakan sebagai stelan
celana panjang . melengkapi pakain adat pria Betawi ini, selembar kain batik di
lingkarkan pada bagian pinggang dan sebilah belati diselipkan di depan perut.
Para wanita biasanya memakai baju kebaya, selendang panjang yang menutup
kepala serta kain batik.
Dalam kehidupan sehari-hari, pria Betawi pada umumnya menggunakan
celana komprang berukuran tanggung, baju biasa dan kadang-kadang mereka
mengenakan sarung dipinggang. Kain sarung ini tidak diurai, tetapi digulung dan
diikatkan pada pinggang (orang masuk ke sarung dan sarung digulungi). Pakaian
semacam ini sering dipakai dirumah, juga bila mereka pergi ke sawah atau ke
kebun. Kalau pergi sholat, mereka mengenakan kain sarung (diurai), baju koko,
11
dan peci. Baju koko dan celana panjang juga sering dipakai pada acara-acara
setengah resmi. Sementara para wanita mengenakan kain hingga betis, baju biasa
dan tudung. Kalau ke sawah mereka sering mengenakan topi lebar. Bila hendak
melakukan sholat, mereka mengenakan sarung dan mukena.
Pada saat menghadiri acara resmi, biasanya orang Betawi mengenakan
pakaian serong bagi bapak-bapak. Pakaian ini berupa stelan jas tertutup berwarna
gelap, dengan celana pantolan dilengkapi batik yang ujungnya berbentuk serong
dan dikenakan di sekitar pinggang. Aksesorinya adalah kuku macan dan saku
rantai, kopiah dan sepatu pantofel. Sementara para wanita Bagi wanita, mereka
sering mengenakan kebaya panjang, bagian depannya berenda sebagaimana sering
dipakai para encim. Kain panjang yang mereka kenakan berbahan tipis, seperti
batik jelampang Pekalongan. Kutang nenek yang dibordir sesuai dengan warna
kebaya, merupakan pasangan jenis pakaian ini. Tusuk konde cepol mereka
kenakan pada sanggul mereka, dan selendang dengan warna ngejreng juga mereka
kenakan. Selendang ini mereka kenakan sebagai kerudung atau penutup kepala.
c. Perlatan Senjata
Berdasarkan sejarahnya, golok merupakan jenis senjatan tajam milik
masyarakat Melayu. Mereka membawa serta senjata mereka ke bumi Betawi dan
selanjutnya orang Betawi menyebut senjata tersebut sebagai “golok”. Namun
sebutan golok ini ternyata bukan hanya di daerah Betawi saja, tetapi di tempat lain
juga menggunakannya penamaan golok tampaknya muncul dari budaya Jawa
Barat karena di Jawa Barat juga ada senjata yang bentungnya sangat mirip dengan
senjata ini, seperti senjata-senjata yang di miliki oleh orang-orang di Ciomas
(Banten), dan Cibatu (Sukabumi).
5. Sistem Pengetahuan
Di Jakarta sebelum era pembangunan orde baru, orang Betawi terbagi atas
beberapa profesi menurut lingkup wilayah (kampung) mereka masing-masing.
Misalnya di kampung Kemanggisan dan sekitaran Rawabelong banyak dijumpai
para petani kembang (anggrek, kemboja jepang, dan lain-lain). Dan secara umum
banyak menjadi guru, pengajar, dan pendidik semisal K.H. Djunaedi, K.H. Suit,
dll. Profesi pedagang, pembatik juga banyak dilakoni oleh kaum betawi. Petani
dan pekebun juga umum dilakoni oleh warga Kemanggisan.
Kampung yang sekarang lebih dikenal dengan Kuningan adalah tempat
para peternak sapi perah. Di Kemanggisan, banyak di dapati orang-orang yang
ahli dalam pencak silat. Misalnya Ji'ih, teman seperjuangan Pitung dari
Rawabelong. Di kampung Paseban banyak warga adalah kaum pekerja kantoran
sejak zaman Belanda dulu, meski kemampuan pencak silat mereka juga tidak
diragukan. Guru, pengajar, ustadz, dan profesi pedagang eceran juga kerap kali
menjadi profesi mereka.
12
Warga Tebet aslinya adalah orang-orang Betawi gusuran Senayan, karena
saat itu Ganefo yang dibuat oleh Bung Karno menyebabkan warga Betawi pindah
ke Tebet dan sekitarnya untuk "terpaksa" memuluskan pembuatan kompleks
olahraga Gelora Bung Karno yang kita kenal sekarang ini. Dikarenakan asal -
muasal bentukan etnis mereka adalah multikultur (orang Nusantara, Tionghoa,
India, Arab, Belanda, Portugis, dan lain-lain), profesi masing-masing kaum
disesuaikan pada cara pandang bentukan etnis dan bauran etnis dasar masing-
masing.
6. Sistem Kemasyarakatan
Dalam kehidupan sehari-hari, hubungan antara sesama warga dapat
tercermin dalamhubungan keluarga, di mana anak-anak sangat patuh terhadap
orang tuanya, karena padamasyarakat Betawi orang yang lebih tua sangat
dihormati.Sebagai adat kebiasaan pada masyarakat Betawi, bila mereka saling
bertemu dengananggota warganya atau orang yang dikenalnya selalu saling
menyapa. Begitu juga dalamhidup bertetangga, mereka masih memegang teguh
adat tradisi dalam kebiasaan membeisedekah atau punjungan makanan kepada
para tetangga pada waktu tertentu misalnya pada waktu hajatan perrkawinan atau
sunatan.
1. Sistem Kekerabatan
Sistem kekerabatan dikalangan orang Betawi pada umumnya bersifat
bilateral, yaitu suatu sistem kekerabatan di mana dalam pergaulan antar anggota
kerabat tidak dibatasi pada kerabat ayah atau kerabat ibu saja, melainkan meliputi
kedua-duanya. Jadi, dalam sistem kekerabatn ini hubungan anak terhadap sanak
keluarga pihak ayah adalah sama dengan keluarga pihak ibu.
Hubungan saudara antara para orang Betawi selain karena faktor hubungan
darah, juga karena faktor perkawinan. Orang Betawi umumnya menikah dengan
orang Betawi juga, walaupun mereka tidak dilarang menikah dengan orang dari
suku lain. Salah satu penyebabnya adalah karena lingkungan tempat tinggal
mereka sebagian besar orang Betawi juga, sehingga pergaulan mereka terbatas
pada suku bangsanya sendiri.
Dikalangan orang Betawi juga berlaku istilah menyapa dan menyebut
sesuai dengan sistem kekerabatan yang adil dalam bahasa Betawi. Mereka
mengenal istilah menyapa dan menyebut sampai tingkat tujuh turunan. Hal
tersebut dipandang cukup penting untuk diketahui karena apabila seseorang ingin
melakukan hajatan maka dalam salah satu doa yang diucapkan dikirimkan juga
doa-doa untuk para kerabat yang telah meninggal maupun yang masih hidup
sampai tujuh turunan.
13
Isitilah menyapa dipakai ego untuk memanggil seseorang kerabat apabila
ia berhadapan dengan kerabat tadi dalam hubungan pemebicaraan langsung.
Sebaliknya, istilah menyebut dipakai oleh ego apabila ia berhadapan dengan orang
lain, berbicara tentang seorang kerabat sebagai orang ketiga. Inidividu yang
merupakan pusat daripada susunan skema gambar di bawah ini dari suatu susunan
kekerabatan adalah seseorang yang diberi nama ego. Bagan di bawah ini
memperlihatkan skema istilah kekerabatan orang Betawi yang disebut “tujuh
turunan”.
2. Organisasi Sosial
Berdasarkan sejarahnya, pada tahun 1923 Husni Tamrin seorang takoh
masyarakat betawi mendirikan sebuah organisasi sosial bernama “Perkoempoelan
Kaoem Betawi”. Dengan munculnya organisasi ini maka muncullah pengakuan
terhadap adanya orang Betawi sebagai sebuah kelompok etnis dan sebagai satuan
sosial dan politik dalam lingkup yang lebih luas.
Pada masa sekarang, ada sebuah organisasi masyarakat betawi yang hadir
sebagai organisasi kemasyarakatan yaitu Forum Betawi Rempug (FBR). Forum
Betawi Rempug adalah sebuah organisasi kemasyarakatan Betawi. Anggota FBR
sering di mintai bantuan menjaga tanah yang bersangkutan. Sekali mereka harus
berhadapan denga petugas penggusuran. Satu contohnya ketika eksekusi tahan di
komplek bily dan mon pondok kelapa, Jakarta Timur. Seratusan orang FBR dan
forum komunikasi Anak Betawi mesti berhadapan dengan 3 ratus petugas
ketentraman dan ketertiban pemerintah kota Jakarta Timur. Peristiwa itu
mengakibatkan 2 petugas terluka di bagian kepala. Polisi akhirnya menangkap
belasan anggota FBR dan Forkabi dengan barang bukti golok, pisau, samurai, dan
palu besar.
Fadloli El uhir merupakan pigur sentaral organisasi ini. Dia sempat masuk
dalam kepengurusan partai demokrasi Indonesia pimpinan Sorjadi. Menjelang
pemilu 2004, Fadloli ikut membidani lahirnya aliansi-aliansi penyelamat
Indonesia bersama sejumlah tokoh politik dan bekas petinggi polisi sejumlah
deklarator alisnsi-aliansi ini akhirnya menjadi anggota tim sukses pasangan
Wiranto – Salahuddin Wahid. Fadloli juga memiliki hubungan baik dengan
keluarga mantan presiden Soeharto. Pondok pesantrennya di kawasan pondok
kopi, Jakarta Timur, mendapat sumbangan khusus dari keluarga Soeharto, 2 tahun
lalu. Untuk mengabdikannya, salah satu ruangan di pesanteren putri itu di berinya
nama ruang Tien soeharto.
Sekjen FBR, Lutfi Hakim, mengakui adanya sumbngan dari keluarga
soeharto melalui Siti Hardijanti Indra Rukmana bagi pembangunan pesantren
mereka. Tetapi setahun terakhir, FBR telah membuka prusahaan sebagai sumber
14
dana. Perusahaan itu bergerak di bidang konsultan, kontraktor, dan jasa
pengamanan.1
3. Upacara-Upacara Adat Etnik Betawi
Masyarakat Betawi yang di kenal sebagai pemeluk agama islam dan
sebagian besar diantaranya taat menjalankan ajaran-ajaran islam tetap mengenal
berbagai bentuk upacara tradisional disekitar lingkungan hidup manusia. Tradisi
yang sudah berlangsung ratusan tahun dan merupakan warisan nenk moyang
mereka ini masih di laksanakan, meskipun perkembangan pembangunan yang
terjadi di jakarta-lingkungan hidup mereka seolah-olah mendesak mereka
mendorong sebagian besar ‘’orang-orang Betawi’’ meninggalkan nilai-nilai tradisi
mereka.
a. Upacara Masa Kehamilan
Masyarakat Betawi pada umumnya mengenal bentuk upacara nujuh bulan
meskipun nama upacara ini berbeda di beberapa daerah. Misalnya masyarakat
tanjung barat mengenalnya sebagai kekeba, masyarakat kebon kosong
menyebutnya nujuh bulanin atau nujuin.
Maksud upacara kekeba atau nujuh bulanin ini adalah untuk mendapatkan
rasa aman, menyukuru nikmat tuhan dan memohonberkah pada yang maha kuasa
serta sebagai pemberitahuan akan hadirnya seorang anggota baru ditengah-tengah
mereka. Selain itu, ini juga mengadung harapan agar anak yang sedang di
kandung agar lahir dengan selamat menjadi anak yang beriman dan saleh,berbudi
pekerti luhur, serta patuh, dan berbakti kepad kedua orang tuannya. Waktu
upacara biasanya di tentukan menurut perhitungan bulan arab dengan perpatokan
pada bilangan tujuh, yaitu di bulah ketujuh kehamilan. Tanggal yang di tentukan
di pilih antara tanggal 7,17 atau 27. Upacara di lakukan pada pagi hari dan hanya
dilaksanakan hanya pada kehamilan anak yang pertama saja.
Masyarakat Tanjung Barat misalnya, mengenal tiga tahap upacara kekeba,
yaitu pembacaan surat Yusup, mandi nujuh bulan dan ngorog atau ngirag. Selain
beragai perlengkapan lainya, rujak yang terbuat dari tujuh macam buah-buahan
merupakan perlengkapaan utama yang tidak boleh di tinggalkan. Untuk keperluan
mandi disiapkan tempat air, air kembang tujuh rupa, baju, dan tujuh helai kain,
telur ayam mentah, dan minyak wangi.Penggunaan kembang tujuh macam, contoh
yang bisa digunakan adalah: cempaka, kemuning, ros, pandang, kenangan, melati,
dan tanjung memiliki maksud tersendiri. Kembang-kembang yang di pilih tersebit
di utamakan adalah kembang yang banyak di senangi orang. Harapan yang
terkandung adalah agar bayi yang akan lahir tersebut nantinya menjadi orang yang
1 Ibid, h. 246.
15
di senangi oleh masyarakat di sekelilingnya.Setelah pembacaan surat Yusup dan
pembacaan doa selamat, wanita hamil yang akan di pandikan di bimbing oleh
seorang dukun wanita di tempat mandi. Dengan mengucapkan salawat atas nabi
Muhammad SAW, air kembang di siramkan mulai dari atas kepala hingga sampai
ke ujung kaki. Pada siraman ke tujuh, telur di dalam air kembang turut di
siramkan, sehingga menggelinding melalui tubuh dan perut sang calon ibu
tersebut. Keadaan telur setelah sampai ketanah di anggap melambangkan
sesuatu.Acara ngorog atau nyirag adalah acara selanjutnya, yang tidak di benarkan
dan di saksikan oleh umum. Dalam sebuah kamar wanita hamil tersebut di urut
seperlunya untuk merasakan apakah ada kelainan. Apabila di rasakan ada kelainan
letak bayi, maka dukun akan membetulkannya dengan mengusap beberapa kali
perut wanita tersebut sebagai syarat. Seusai di urut, wanita hamil bersujud di
dampingi oleh dukun wanita. dengan mengucapkan bismillah dan salawat, dukun
wanita di ikuti wanita hamil mengambil gulungan kain puth yang telah berisi uang
dan kembang. Kemudian kain tersebut dililitkan ke tubuh wanita hamil tersebut
sampai tujuh kali. Gerakan ini di sebut mengorog. Selama mengorog, kain putih
bergerak dari kanan ke kiri dan sebaliknya. Sementara uang logam yang berada di
dalamnya saling beradu dan menimbulkan bunyi. Bunyi ini lah yang di harapkan
oleh bayi di dalam perut maksudnya adalah agar bayi tersebut nantinya akan
selalu patuh terhadap orang tua, menuruti nasihatnya, menjadi anak yang saleh
dan soleha, hidup bahagia, harum namanya dan di senangi masyarakat. Adapun
kain, kembang dan uang yang di gunakan melambangkan kemakmuran. Seluruh
upacara di akhiri dengan pemberian restu dari para tamu dan acara ramah tamah.
b. Upacara Sekitar Kelahiran
kelahiran pada masyarakat Betawi dianggap sebagai suatu pristiwa penting.
Banyak hal yang harus dilakukan oleh dukun beranak maupun keluarga si bayi.
Salah satunya adalah kerik tangan. Maksud upacara kerik tangan adalah sebagai
serah terima tugas perawatan bayi beserta ibunya dari dukun kepada pihak
keluarga. Upacara biasanya dilakukan setelah bayi puput pusar. Pelaksanaanya
sediri berjalan sederhana dan memakan waktu singkat.Biasanya upacara dibuka
oleh suami istri dengan kata-kata yang berisi maksud mereka untuk melaksanakan
upacara krik tangan. Mengucapakn terima kasih, meminta kerelaan dukun yang
telah merawat “ kotoran-kotoran” selama persalinan. Ucapan tersebut disambut
ema dukun dengan kata-kata yang menyatakan bahwa ia telah rela dan selalu
mendoakan keselamatan dan kesehatan si bayi dan keluarganya.
Upacara kerik tangan yang sering juga disebut cuci tangan dimulai dengan
pembacaan salawat. Dilanjutkan dengan pencucian tangan ema dukun yang di
ikuti oleh ibu dari si bayi. Maksudnya adalah untuk membersihkan diri serta
16
menyucikan hati untuk mengikuti upacara. Selanjutnya ema dukun mengambil
uang logam dari dalam air dan mengerik-ngerik tangan wanita yang baru
melahirkan tersebut, sampai pembacaan salawat ketujuh selesai. Perbuatan
tersebut adalah simbol membersihkan kotoran masing-masing yang mungkin
berada pada orang lain.Upacara disekitar kelahiran semacam ini juga ditemui di
berbagai daerah di Jakarta dengan pariasi-pariasi lokal, khusunya mengenai
syarat-syarat dan tatacara pelaksanaan, namun maksud dan tujuannya sama.
Upacara lain disekitar kelahiran yang juga masih sering dilakukan adalah upacara
gunting rambut dan sunatan untuk bayi perempuan.
c. Upacara Perkawinan
Masyarakat Betawi pada umumnya kebanyakan menikah dengan orang
yang masih memiliki hubungan keluarga. Pada masyarakat marunda misalnya,
kebiasaan seperti ini bertahan karena adanya kepercayaan masyarakat dimana
perkawinan dengan orang luar kurang di benarkan yang dapat menimbulkan
malapetaka. Namun pada masa sekarang ini kebiasaan tersebut sudah mulai
terkikis.
d. Kematian
Penyelenggaraan upacara yang berkaitan dengan perawatan orang
meninggan sampai penguburannya disesuaikan dengan ajaran islam. Apabila yang
meningan adalah seorang pria, padasaat mengantar kepemakaman biasanya yang
ikut mengantar hanya kaum pria saja. Kaum wanita tinggal dirumah dan
menyiapkan sedekahan untuk upacara tahlil yang diadakan pada malam pertama
sampai malam ketujuh, dan dilanjutkan pada malam keemap puluh.
e. Upacara-Upacara Lain, beberapa upacara lain yang dikenal oleh masyarakat
Betawi dan sebagainya diantaranya masih dilaksanakan pada waktu-waktu
tertentu yaitu:
Upacara baritan atau bebarit, pada mulanya bertujuan untuk menghormati
roh halus atau roh nenek moyang sebagai pelindung kampung dalam
perkembangan selanjutnya upacara ini di tunjukan sebagai salam
penyampaian upacara terima kasih kepada yang maha kuasa dan berkah
yang telah di limpahkan, terutama yang menyangkut hasil panen.
17
Upacara mangkeng adalah usaha yang di lakukan masyarakat Betawi
untuk mempengaruhi alam. Dalam hal ini adalah upacara menolak hujan,
khususnya pada saat hajatan perkawinan maupun sunatan.
Upacara sedekah laut, dilakukan sebagai persembahan kepada penguasa
laut agar pada saat para nelayan turun ke laut mencari ikan tidak
mendapat gangguan. Umumnya dilakukan oleh masyarakat Betawi
khususnya di Marunda.
Upacara sero, diselenggarakan oleh setiap individu yang ingin membuat
sero (alat penangkap ikan) baru. Tujuannya adalah agar hasil ikan
tangkapannya banyak.
Upacara melepas perahu baru seperti juga upacara sero bersifat individual
tujuannya adalah untuk meminta agar perahu yang baru di buat kuat dan
awet, membawa rejeki serta selalu selamat dari gangguan mahluk-mahluk
di laut.
Upacara waktu bertani, merupakan upacara yang dilakukan sewaktu akan
memulai pekerjaannya di sawah seperti menanam, menuai sampai
menyimpan padi di lumbung. Maksudnya adalah untuk memohon berkah
dan keselamatan agar hasil panen padi berlimpah.
7. Sistem Mata Pencaharian
Secara umum, sistem mata pencaharian masyarakat Betawi sekarang ini
sangat bervariasi dan heterogen, sesuai tempat tinggalnya masing-masing.
Masyarakat betawi pinggir mayoritas mata pencahariannya adalah
berdanggang dan buruh pabrik, karena letak daerahnya yang ada di pinggir kota
Jakarta. Hal ini disebabkan karena daerah mereka yang sudah mengalami banyak
pembangunan sehingga sulit mencari lahan untuk bertani. Masyarakat betawi
pinggir hidup dengan perekonomian yang menengah kebawah, dan mereka pun
hidup sederhana.
Masyarakat betawi tengah lebih dominan bermata pencaharian buruh
pabrik dan PNS karenakan letak daerah mereka lebih strategis dengan pesatnya
pembangunan yang terjadi pada daerah mereka. Bahasa keseharian mereka pun
sudah mulai meninggalkan bahasa Betawi yang kemudian mereka mengganti
bahasa mereka dengan bahasa yang lebih formal dan modern. Taraf kehidupan
pada masyarakat orang Betawi menengah tergolong ke dalam kelas menengah ke
18
atas, sehingga menyebabkan kesadaran akan pendidikan pada golongan ini pun
sangat tinggi.
Masyarakat betawi udik terletak di daerah-dearah yang masih sepi dengan
pembangunan industri, sehingga mayoritas mata pencaharian masyarakat betawi
uduk ini adalah petani. Di samping itu, bertani merupakan salah satu pekerjaan
yang sudah turun-temurun dalam masyarakat betawi khususnya. Masyarakat
betawi pesisir, adalah masyarkat Betawi yang tinggal di pesisir pantai Jakarta.
Sebagai masyarakat pesisir, mata pencaharian mereka tentu saja adalah nelayan.
Namun, jika hasil laut sedang sepi, biasanya masyarakat Betawi pesisir beralih
profesi menjadi buruh harian, pengrajin dan lain sebagainya.
19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Etnik Betawi merupakan sebuah etnik campuran dari berbagai etnik-etnik
lain seperti : etnik Sunda, Melayu, Bali, Cina, Arab dan lain-lain.
2. Etnik betawi dibagi menjadi tiga, yaitu : betawi udik, betawi tengah dan
betawi pinggir.
3. Bahasa yang digunakan dalam etnik betawi berasal dari bahasa melayu
yang kemudian mengalami percampuran dengan bahasa-bahasa lain yang
dibawa oleh suku-suku pendatang.
4. Kesenian dalam etnik betawi sangat dipengaruhi oleh budaya lain.
5. Mayoritas masyarakat etnik betawi beragama Islam dan sebagian yang
lainnya beragama Kristen
Sistem peralatan dan perlengkapan hidup yang berkembang pada etnik
betawi :
a) Rumah adat : Bentuk rumah Betawi secara umum berkesan sederhana,
hal ini juga menggambarkan sikap hidup sehari-hari orang Betawi
yang sederhana. Bahan bangunan yang banyak dipergunakan adalah
kayu atau bambu. Adapun atap rumah yang sering kali menentukan
tipe rumah menggunakan genting. Setidaknya ada empat tipe bentuk
rumah tradisional yang dikenal orang Betawi, yaitu: Tipe Gudang,
Tipe Bapang, Tipe Kebaya dan Tipe Joglo.
b) Pakaian : Orang Betawi pada umumnya mengenal beberapa macam
pakaian. Namun yang lajim dikenakan adalah pakaian adat berupa
tutup kepala (destar) dengan baju jas yang menutup leher (jas tutup)
yang di gunakan sebagai stelan celana panjang . melengkapi pakain
adat pria Betawi ini, selembar kain batik di lingkarkan pada bagian
pinggang dan sebilah belati diselipkan di depan perut. Para wanita
biasanya memakai baju kebaya, selendang panjang yang menutup
kepala serta kain batik.
c) Peralatan senjata yang paling terkenal dan banyak dijumpai adalah
Golok.
6. Sistem pengetahuan pada masyarakat Betawi berkembang sesuai dengan
perkembangan zaman, dimana Betawi betempat di ibu kota negara
Indonesia.
7. sistem kemasyarakatan : Orang Betawi memiliki iktan persaudaraan yang
sangat kuat antara satu dengan yang lainnya. Karena keterikatan inilah
mereka tidak terlalu sulit apabila mereka berniat hendak melakukan
20
kegiatan-kegiatan seperti upacara perkawinan, khitanan yang
membutuhkan tenaga yang cukup banyak dan biaya yang cukup besar.
8. Sistem mata pencaharian hidup masyarakat betawi Sangat Beragam.
B. Saran
1. Penulis menyarankan perlunya kesadaran generasi muda etnik betawi
sendiri akan kelestarian budaya Betawi.
2. Perlunya ada kejelasan dalam sejarah betawi agar tidak ada
kesimpangsiuran.
21
DAFTAR PUSTAKA
Hars, Nasrudin. Profil Provinsi Republik Indonesia (DKI Jakarta). Jakarta:
Yayasan Bakti Wawasan Nusantara. 1992.
Taendiftia, Emot Rahmat, Syamsudi Musatafa & Atmani R. Gado-gado Betawi
(Ragam Masyarakat Betawi dan Budayanya). Jakarta : Grasindo. 2006
Muhadjir. Bahasa Betawi, Sejarah dan Perkembangannya. Jakarta : Yayasan
Obor Indonesia
Eni Setiati, dkk. Profil Kota Jakarta. Jakarta: Lentera Abadi. 2009.
Castles, Lance The Ethnic Profile of Jakarta, Indonesia vol.I, Ithaca: Cornell
University April 1967
Guinness, Patrick The attitudes and values of Betawi Fringe Dwellers in Djakarta,
Berita Antropologi 8 (September), 1972, pp. 78–159
Knoerr, Jacqueline Im Spannungsfeld von Traditionalität und Modernität: Die
Orang Betawi und Betawi-ness in Jakarta, Zeitschrift für Ethnologie
128 (2), 2002, pp. 203–221
Knoerr, Jacqueline Kreolität und postkoloniale Gesellschaft. Integration und
Differenzierung in Jakarta, Frankfurt & New York: Campus Verlag,
2007
Saidi, Ridwan. Profil Orang Betawi: Asal Muasal, Kebudayaan, dan Adat
Istiadatnya
Shahab, Yasmine (ed.), Betawi dalam Perspektif Kontemporer: Perkembangan,
Potensi, dan Tantangannya, Jakarta: LKB, 1997
Wijaya, Hussein (ed.), Seni Budaya Betawi. Pralokarya Penggalian Dan
Pengem¬bangannya, Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya, 1976
Portal Provinsi jakarta. Betawi Suku (internet). Diakses pada 20 Februari 2014
pukul 02.38, [http://jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/3842/Betawi-
Suku]
Wikipedia Indonesia. Suku Betawi (internet). Diakses Pada 20 Februari 2014
pukul 02.40, [http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Betawi]