24
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam evolusi ketidakadilan, pembangunan ekonomi dengan orientasi pada pertumbuhan dan keuntungan saja ternyata semakin memperparah kesenjangan yang diakibatkan oleh ketidakadilan. Masih banyak dari masyarakat perkotaan, termasuk sebagian dari kita yang bersikap acuh pada ketidakadilan yang terjadi di sekelilingnya. Sebagian besar dari masyarakat perkotaan menganggap karena ketidakadilan itu terjadi bukan pada diri mereka sendiri, maka mereka tidak perlu terlalu peduli pada ketidakadilan yang terjadi di sekeliling mereka. Sikap acuh ini banyak ditunjukkan oleh masyarakat yang hidup di daerah perkotaan karena masyarakat di kota cenderung bersifat individualistis sehingga mereka tidak memedulikan orang lain selama kebutuhan mereka terpenuhi. 1

Mku Bi Unpar

Embed Size (px)

DESCRIPTION

bi

Citation preview

Page 1: Mku Bi Unpar

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dalam evolusi ketidakadilan, pembangunan ekonomi dengan orientasi pada

pertumbuhan dan keuntungan saja ternyata semakin memperparah kesenjangan yang

diakibatkan oleh ketidakadilan. Masih banyak dari masyarakat perkotaan, termasuk

sebagian dari kita yang bersikap acuh pada ketidakadilan yang terjadi di

sekelilingnya. Sebagian besar dari masyarakat perkotaan menganggap karena

ketidakadilan itu terjadi bukan pada diri mereka sendiri, maka mereka tidak perlu

terlalu peduli pada ketidakadilan yang terjadi di sekeliling mereka. Sikap acuh ini

banyak ditunjukkan oleh masyarakat yang hidup di daerah perkotaan karena

masyarakat di kota cenderung bersifat individualistis sehingga mereka tidak

memedulikan orang lain selama kebutuhan mereka terpenuhi. Padahal, banyak sekali

kasus ketidakadilan yang ada di sekeliling kita, baik dalam bidang ekonomi, agama,

ras, dan lain-lain.

Di antara sekian banyak bidang, salah satu bidang yang sangat rentan terhadap

ketidakadilan adalah bidang ekonomi karena bidang ekonomi pasti berpengaruh pada

kehidupan masyarakat, khususnya masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Di

dalam penelitian ini, dapat diketahui bahwa banyak ketidakadilan yang dilakukan dari

golongan penguasa atau pejabat daerah.

1

Page 2: Mku Bi Unpar

2

Golongan penguasa atau pejabat daerah merasa berhak untuk mengambil

kebijakan-kebijakan yang dapat memenuhi tujuan mereka tanpa mempertimbangkan

akibat bagi orang kecil yang menjalankan kebijakan tersebut. Mereka merampas

secara perlahan tapi pasti hak-hak yang dimiliki oleh warga desa.Oleh karena itu,

kami mengangkat kasus ketidakadilan dalam bidang ekonomi yang dialami oleh tiga

pedagang kaki lima di daerah Bandung, untuk menyadarkan akan tindak

ketidakadilan yang dialami pula oleh kaum menengah ke bawah.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan sebelumnya,

penulis merumuskan masalahnya sebagai berikut:

1. Siapa saja korban dari ketidakadilan?

2. Siapa yang melakukan ketidakadilan kepada pedagang kaki lima tersebut?

3. Di bidang apa ketidakadilan itu terjadi?

4. Dalam bentuk apa ketidakadilan itu terjadi?

5. Apa dampak dari ketidakadilan tersebut?

6. Apakah mereka berniat atau pernah melakukan tindakan kriminal untuk

mendapatkan uang?

Page 3: Mku Bi Unpar

3

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun maksud dan tujuan penelitian

adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah umum Bahasa Indonesia Universitas

Kristen Maranatha.

1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan data dan informasi yang berhasil dikumpulkan dari hasil

penelitian, studi lapangan dan studi kasus, diharapkan karangan ilmiah ini dapat

berguna bagi semua pihak, antara lain :

1.Bagi penulis,dapat belajar cara hidup yang mandiri dan lebih peka terhadap hidup

pedagang kaki lima.

2.Bagi pembaca, melalui penelitian ini pembaca diharapkan dapat lebih mengetahui

dan menyadari ketidakadilan yang dialami oleh pedagang kaki lima.

3. Bagi lingkungan pendidikan, melalui penelitian yang terbatas ini diharapkan dapat

digunakan sebagai informasi yang dapat menambah pengetahuan dan wawasan

pembaca dan dapat dijadikan bahan referensi atau masukan bagi para pelajar dalam

meneliti lebih lanjut mengenai masalah yang serupa di masa yang akan datang.

1.5 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan penulis dalam melakukan penulisan

karangan ilmiah ini adalah metode sumber data dan teknik pengumpulan data

Page 4: Mku Bi Unpar

4

1.6 Hipotesis

Setelah menentukan rumusan masalah dalam karya ilmiah, penulis

mempunyai beberapa pendapat yang diduga merupakan jawaban atas rumusan

masalah yang telah dikemukakan di atas. Akan tetapi, dugaan sementara itu belum

terbukti kebenarannya karena hal itu baru merupakan dugaan. Beberapa hipotesis

atau dugaan sementara menurut penulis adalah:

1. Korban dari ketidakadilan yang terjadi di daerah Bandung adalah beberapa

pedagang kaki lima.

2. Yang melakukan ketidakadilan terhadap mereka, adalah para penguasa dan

pejabat.

3. Ketidakadilan tersebut terjadi dalam bidang ekonomi.

4. Ketidakadilan ekonomi terjadi dalam bentuk pengambilan hak-hak warga

desa tersebut.

5. Dampak yang ditimbulkan dari ketidakadilan tersebut antara lain, korban

ketidakadilan merasa dirinya dirugikan atas tindakan ketidakadilan tersebut.

6. Karena merasa hidupnya di garis kemiskinan dan menjadi korban

ketidakadilan, mereka mau melakukan apa saja demi mendapatkan uang

termasuk melakukan tindakan kriminal.

Page 5: Mku Bi Unpar

5

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Makna Ketidakadilan

Ketidakadilan berasal dari dua kata yakni tidak dan adil dan imbuhan ke-an.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, tidak merupakan partikel untuk menyatakan

pengingkaran; penolakan; penyangkalan, dsb; tak; tiada. Sedangkan kata adil sendiri

berarti tidak memihak; tidak berat sebelah; berpihak kepada yang benar; berpegang

kepada kebenaran; sepatutnya; tidak sewenang-wenang. Imbuhan ke-an di sini

berfungsi untuk membentuk kata benda. Sehingga ketidakadilan dapat diartikan

sebagai suatu keadaan yang bertentangan dengan hal-hal adil.

Keadilan menunjuk pada suatu keadaan, tuntutan akan keutamaan :

1. Sebagai keadaan: keadilan menyatakan bahwa semua pihak memperoleh apa

yang menjadi hak mereka dan diperlakukan sama.

2. Sebagai tuntutan: keadilan menuntut agar keadaan adil itu diciptakan baik

dengan mengambil tindakan yang diperlukan, maupun dengan menjauhkan diri

dari tindakan yang tidak adil.

3. Sebagai keutamaan: keadilan adalah sikap, tekad, niat untuk melakukan apa pun

yang adil.

Page 6: Mku Bi Unpar

6

Selain itu, penulis juga menyertakan beberapa landasan teori lainnya yang

mendukung tentang keadilan:

1. Pancasila sila ke-2 yaitu “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”

Sila ke-2 mengandung arti bahwa seluruh warga negara wajib diperlakukan adil

dan beradab hak asasi manusianya. Hak asasi manusia merupakan hak dasar

yang secara kodrati melekat pada diri manusia selama manusia hidup.

2. Pancasila sila ke-5 yaitu “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”

Sila ke-5 mengandung arti bahwa setiap warga negara wajib mendapatkan

perlakuan adil dalam bidang hukum, politik, sosial, ekonomi, dan keamanan.

Selain itu, prinsip ini mengandung pengertian adil dan makmur yang dapat

dinikmati oleh selutuh rakyat Indonesia. Itu berarti seluruh rakyat Indonesia

memiliki tanda kependudukan Indonesia. Oleh karena itu, seorang pedagang

kecil pun berhak untuk mendapatkan perlakuan yang adil seperti warga negara

yang lainnya.

Page 7: Mku Bi Unpar

7

BAB III

HASIL PENELITIAN

3.1 Deskripsi Data

3.1.1 Narasumber 1

Bapak Priyo yang berdomisili di Cimahi ini berprofesi sebagai tukang

batagor. Ia mengatakan bahwa ketidakadilan yang dialaminya hanya berupa

pembagian tempat berjualan. Ia tidak memiliki tempat yang pasti untuk berjualan.

Dari satu tempat ke tempat yang lain ia lalui demi mendapatkan keuntungan untuk

menghidupi dua orang anak beserta istrinya. Ia menginginkan satu tempat untuk

berjualan. Tetapi keadaan tidak mendukungnya. Ia tidak punya cukup modal untuk

menyewa tempat yang disediakan oleh pemerintah. Belum lagi harus memberi

pungutan berjualan kepada preman-preman setempat atau pun kepada pemilik gedung

setempat sebagai imbalan menggunakan tempatnya untuk berjualan

3.1.2 Narasumber 2

Pak Sampir berusia 30 tahun ini menceritakan tentang kehidupannya sebagai penjual

mainan anak-anak. Ia berjualan dari pagi hingga sore. Pekerjaannya ini menuntut

kesabaran. Karena dijaman yang sudah serba berteknologi tinggi ini,ia harus menjual

Page 8: Mku Bi Unpar

8

barang-barang yang mungkin tidak akan cepat terjual. Anak-anak sekarang lebih

memilih mainan yang berteknologi tinggi. Contohnya saja Play Station (PS).

Kemajuan jaman membuat anak-anak sudah lupa atau mulai meminimalisasikan

mainan sederhana yang mudah dibuat atau juga dapat menjadi pembelajaran anak. Ia

merasa dirugikan,merasa tidak adil dengan kemajuan jaman sekarang. Dagangannya

tidak selaris dulu sewaktu anak-anak belum mengenal mainan yang menggunakan

teknologi tinggi.

3.1.3 Narasumber 3

Menurut Pak Rusmin, laki-laki berusia 40 tahun, ketidakadilan yang ia alami sebagai

padagang kaki lima adalah dimana ia harus berjualan di sembarang tempat. Ia tidak

memiliki modal untuk menyewa tempat sebagai tempat berjualan. Kini pak rusmin

hanya menggantungkan dirinya pada gerobak keliling yang ia miliki. Ia berjualan

keliling rumah. Dulu ia pernah berniat mendirikan tempat yang tetap untuk berjualan.

Tetapi ia mengurungkan niatnya untuk melanjutkan usaha tersebut. Alasannya adalah

pemerintah setempat merumitkan penjualannya. Pak Rusmin pernah digusur oleh

petugas karena menggunakan area yang tidak seharusnya. Persaingan antar pedagang

juga sering terjadi. Belum lagi bapak juga harus memberi biaya pungutan berjualan

kepada preman-preman setempat sebagai imbalan menggunakan tempatnya untuk

berjualan . Para pedagang memilih berjualan barang yang sama. Segala macam cara

digunakan agar jualannya laku dipasaran. Misalnya,para pedagang berlomba-lomba

menetapkan harga yang murah,rasa yang bervariasi, dan lain sebagainya.

Page 9: Mku Bi Unpar

9

3.2 Pembahasan

Dari hasil wawancara diatas, penulis dapat menemukan bahwa ketidakadilan yang

paling sering terjadi pada pedagang kaki lima adalah ketidakadilan dalam bidang

ekonomi. Walaupun bentuk ketidakadilan yang dialami oleh tiga pedagang tersebut

berbeda-beda, namun menyangkut bidang kehidupan yang sama yakni bidang

ekonomi karena ketidakadilan tersebut berhubungan dengan uang. Dari hasil

wawancara tersebut, penulis mendapatkan bahwa pelaku dari ketidakadilan tersebut

adalah pemerintah yang berkuasa dan mempunyai wewenang yang tinggi untuk

membuat suatu kebijakan. Korban dari ketidakadilan ini tidak lain adalah pedagang

sendiri.

Dari kasus yang dialami beberapa pedagang kaki lima yang berhubungan

dengan sewa tempat berjualan, dapat diketahui bahwa pemerintah mempunyai

rencana jangka panjang untuk menaikkan keuntungan sebesar-besarnya dengan

memberi harga sewa yang harus dibayar agar dapat menggunakan tempat untuk

berjualan. Pemerintah seharusnya tidak memberatkan para pedagang untuk

mengembangkan usahanya. Karena selain berusaha seperti itu, mereka tidak memiliki

lagi pegangan untuk meneruskan hidup. Dengan berjualan mereka mendapatkan

keuntungan yang tentu saja keuntungan tersebut juga akan menguntungkan

pemerintah.

Page 10: Mku Bi Unpar

10

BAB IV

TINJAUAN DARI SEGI SOSIOLOGI

4.1 Akibat dari Ketidakadilan

Ketidakadilan merupakan suatu keadaan di mana orang tidak diberikan apa

yang menjadi haknya. Ketidakadilan yang telah berkuasa sekian lama telah

menimbulkan berbagai derita dan kesengsaraan pada bangsa ini. Ketidakadilan

melahirkan kemiskinan, kebodohan, separatisme dan konflik yang berkepanjangan,

nepotisme, pengangguran, ketimpangan sosial ekonomi, pelanggaran hak-hak

manusia, kejahatan serta ketergantungan dan ketidakbebasan.

4.2 Hubungan Antara Kemiskinan (Akibat dari Ketidakadilan Ekonomi)

Dengan Kelas Sosial dan Perubahan Sosial

Persoalan ketidakadilan dalam bidang ekonomi yang terjadi pada pedagang

kaki lima di Cimahi, yakni suatu keadaan di mana masyarakat belum mampu

memenuhi kebutuhan hidupnya, mau tidak mau terkait dengan adanya kelas-kelas

sosial dan perubahan sosial.

Paul B. Horton dan Chester L. Hunt dalam bukunya yang berjudul “Sosiologi”

menulis:

“Kelas sosial dapat didefinisikan sebagai suatu strata (lapisan) orang-orang yang berkedudukan sama dalam kontinum (rangkaian kesatuan) status sosial.”(Horton,1992:5)1)

Page 11: Mku Bi Unpar

11

Kebanyakan di antara kita bersikap hormat terhadap orang-orang yang kedudukan

sosialnya kita anggap lebih tinggi daripada kedudukan sosial kita; sebaliknya,

memandang rendah orang-orang yang secara sosial kita pandang berada di bawah

kedudukan kita.

4.3 Determinan Kelas Sosial

Beberapa determinan (faktor yang berpengaruh) dalam pembagian kelas-kelas

sosial, antara lain:

1. Pendapatan atau penghasilan seseorang.

Uang diperlukan pada kedudukan sosial atas maupun bawah, perbedaannyanya hanya

terletak pada kuantitas kebutuhan akan uang tersebut. Beberapa warga diambil hak-

haknya dalam menerima penghasilan yang layak. Hal itu terjadi karena tindakan

golongan penguasa, dalam hal ini adalah pemerintah yang bertindak sewenang-

wenang dalam meningkatkan keuntungan bagi dirinya tanpa memperhatikan nasib

rakyat sehingga mengakibatkan kemiskinan.

2. Pekerjaan.

Pekerjaan merupakan determinan kelas sosial yang lainnya. Segera setelah orang-

orang mengembangkan jenis-jenis pekerjaan, mereka pun menyadari bahwa beberapa

jenis pekerjaan tertentu lebih terhormat daripada jenis pekerjaan yang lainnya. Seperti

yang dialami pedagang kaki lima di Cimahi tersebut. Mereka hanya merupakan

pedagang yang tidak mempunyai modal untuk sewa tempat sehingga kelas sosialnya

lebih rendah daripada pemerintah yang menyewakan tempat. Padahal hal tersebut

Page 12: Mku Bi Unpar

12

tidak sebanding dengan pengorbanan yang telah mereka lakukan untuk

mendistribusikan barang-barang dagangannya.

3. Pendidikan.

Kelas sosial dan pendidikan saling mempengaruhi sekurang-kurangnya dalam dua

hal. Pertama, pendidikan yang tinggi memerlukan uang dan motivasi. Kedua, jenis

dan tinggi rendahnya pendidikan mempengaruhi jenjang kelas sosial. Akan tetapi, hal

ini tidak berlaku pada kondisi masyarakat di daerah tersebut. Walaupun sebagian

pedagang tersebut hidup pas-pasan, mereka masih bisa menyekolahkan anak-anaknya

karena biaya sekolah relatif murah dan terjangkau.

4. Komunitas Desa

Kondisi fisik dan sosial desa berbeda dengan kondisi fisik dan sosial kota. Oleh

karena itu, terdapat perbedaan kepribadian dan perilaku antara orang desa dengan

orang kota. Hampir semua penduduk komunitas desa adalah petani atau pekerja

sewaan, bahkan guru dan penjaga toko pun ikut terlibat dalam kehidupan pertanian.

Semua menghadapi masalah dan tugas yang sama, serta sama-sama merasakan betapa

tidak berdayanya mereka dalam menghadapi kehebatan kekuatan alam yang berada di

luar kemampuan manusia. Dalam kasus ketidakadilan ekonomi yang dialami

pedagang dapat diketahui bahwa mereka pun tidak mempunyai kekuatan apapun

untuk melawan golongan penguasa, dalam hal ini adalah pemerintah yang bersikap

sewenang-wenang. Pemerintah seharusnya bertugas untuk menyejahterakan rakyat,

mempersulit proses penyewaan.

Page 13: Mku Bi Unpar

13

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Setelah penulis melakukan penelitian dengan metode studi pustaka dan studi

lapangan dengan teknik wawancara yang telah dikemukakan pada bab sebelummya,

penulis menarik kesimpulan ketidakadilan yang dialami oleh tiga pedagang kaki lima

di Cimahi terjadi dalam bidang ekonomi dan disebabkan oleh kebijakan yang dibuat

oleh penguasa setempat. Aspirasi warga melalui aksi protes tidak pernah ditanggapi

dan pemerintah terus menjalankan kebijakan yang merugikan warga tanpa

memikirkan kesejahteraan rakyat.

Di samping itu, melalui penelitian dan pembahasan masalah, penulis mendapatkan

jawaban atas hipotesis yang telah penulis buat yakni:

1. Hipotesis pertama terbukti benar, karena kami telah menemukan korban dari

ketidakadilan yang terjadi di Cimahi, yaitu beberapa pedagang kaki lima.

2. Hipotesis kedua terbukti benar. Yang melakukan ketidakadilan terhadap

pedagang kaki lima adalah para penguasa dan pejabat. Para penguasa dan

pejabat memanfaatkan kedudukan mereka untuk memperoleh keuntungan

yang sebesar-besarnya tanpa memedulikan nasib rakyat kecil. Bahkan aspirasi

warga melalui aksi protes tidak pernah ditanggapi dan pemerintah terus

Page 14: Mku Bi Unpar

14

menjalankan kebijakan yang merugikan warga tanpa memikirkan

kesejahteraan rakyat.

3. Hipotesis ketiga terbukti benar. Ketidakadilan tersebut terjadi dalam bidang

ekonomi karena menyangkut masalah pemenuhan kebutuhan hidup warga.

4. Hipotesis keempat terbukti benar. Ketidakadilan ekonomi terjadi dalam

bentuk mempersulit sewa tempat.

5. Hipotesis kelima terbukti benar. Dampak yang ditimbulkan dari ketidakadilan

tersebut antara lain, korban ketidakadilan merasa dirinya dirugikan atas

tindakan ketidakadilan tersebut.

6. Hipotesis keenam tidak terbukti benar. Warga sama sekali tidak mempunyai

niat untuk melakukan tidakan kriminal, walaupun mereka hidup miskin

Page 15: Mku Bi Unpar

15

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan dan pembahasan di atas, berikut adalah saran-saran

yang berkaitan dengan hal-hal yang perlu diperhatikan, yang dimaksudkan untuk

memberi masukan kepada:

1. Pemerintah daerah setempat

a. Sebaiknya pemerintah mencari kebijakan lain dalam hal penyewaan

tempat dagang sehingga tidak ada pedagang yang merasa dirugikan.

b. Sebaiknya pemerintah dan pedagang bermusyawarah untuk mencapai

kesepakatan tentang tempat yang diijinkan untuk berdagang dan agar

pemerintah dapat mendengar aspirasi rakyat kecil.

c. Sebaiknya pemerintah pusat bertindak tegas dan bijaksana dalam

ketidakadilan ekonomi.

d. Seharusnya pemerintah lebih adil dalam hal pembagian sembako dan

mengutamakan orang-orang miskin yang lebih memerlukan sembako.

2. Pedagang kaki lima yang menjadi korban ketidakadilan

Sebaiknya para pedagang jangan berputus asa dan terus menyuarakan hak

mereka sampai suara mereka didengar.

Page 16: Mku Bi Unpar

16

DAFTAR PUSTAKA

Horton, Paul B. dan Chester L. Hunt.1992. Sosiologi. Jakarta: Erlangga

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.1999.Kamus Besar Bahasa Indonesia,

cetakan kedua. Jakarta : Balai Pustaka