Upload
others
View
30
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
HUKUM ACARA PIDANA
1-t. 0. .:t0\9
Oleh:
C. Djisman Samosir, S.H., M.H.
PENERBIT
.---rl"''ll~~""'"'~A AUliA No. Klo~s •..•.•.•.•• ~.P\~ ••• ~ ••••• t'-~ ~. l nrluk~~.~?.?.~ Tg!~ ~, :.~."}:?.1!t
HUKUM ACARA PIDANA
Oleh:
C. Djisman Samosir, S.H., M.H.
Copyright © 2018 pada PENERBIT NUANSA AULIA
Desain Cover: Media Sembiring Lay Out: Mardiyanto
Montase: Aulia Studio
Cetakan 1: Agustus 2018
Diterbitkan oleh: Penerbit Nuansa Aulia Jl. Permai 20 No. 18
Margahayu Permai, Bandung 40218 Telp {022) 5405300/Fax {022) 5416748
e-mail: [email protected] website: http://www.nuansaaulia.com
ANGGOTA IKAPI
PERPUSTAKAAN NASIONAL
KATALOG DALAM TERBITAN Samosir Djisman, C
Hukum Acara Pidana/oleh C. Djisman Samosir- Cet. 1, Bandung: Nuansa Aulia, 2018.
x + 262 him. : 14,5 x 21 em
ISBN 978-979-071-320-8
1. Hukum acara pidana I. Judul
345.05
Dilarang mengutip, menjiplak, memfotokopi sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit . HAK CIPTA DILINDUNGI OLEH UNDANG-UNDANG
Meneliti dar
ilmu hukum ada~
pengajar di per
mencari credit ~
kajian ilmiah da l1
terakreditasi, tel
Selain itu, kebaf!
suka membaca d serta tampil set
karya ilmiah dile
kritis dan berdel
Kenyataan I menulis buku il ~
mencari dan me
dihargai. Setiap!
bergelut denga
komprehensif i waktu dan pikir,
untuk merespo
cara itu, ilmu (t
Buku ini b
asas-asas huku
prosedural - a
materiil - mes~
(prosedur bera1
pidana harus m
UM ACARA PIDANA
Oleh:
nan Samosir, S.H., M.H.
L8 pada PENERBIT NUANSA AULIA
Cover: Media Sembiring 3Y Out: Mardiyanto ontase : Aulia Studio
akan 1: Agustus 2018
oleh: Penerbit Nuansa Aulia '. Permai 20 No. 18 yu Permai, Bandung 40218 5405300/Fax(022)5416748
[email protected] ttp:/ /www.nuansaaulia.com
ANGGOTA IKAPI
USTAKAAN NASIONAL
OG DALAM TERB!IAN
ana/oleh C. Djisman Samosir- Cet. 1, 12018.
em
8
3 I. Judul
345.05
enjiplak, memfotokopi sebagian atau 1i tanpa izin tertulis dari penerbit. )UNGI OLEH UNDANG-UNDANG
KATA SAMBUTAN
Meneliti dan menuangkan gagasan ke dalam buku ilmiah di bidang
ilmu hukum adalah pekerjaan yang sekarang ini kurang dihargai. Para
pengajar di perguruan tinggi, termasuk di Fakultas Hukum, lebih suka
menca ri credit points (untuk berbagai kepentingan) dengan menulis
kajian ilmiah dalam bentuk artikel pendek yang dimuat di jurnal ilmiah
terakreditasi, terutama akreditasi internasional dan terindeks scopus.
Selain itu, kebanyakan orang, termasuk para pengemban hukum, lebih
suka membaca cepat dan berkomentar sama bergegasnya lewat gawai
serta tampil sebagai pakar dadakan di media-media sosial. Menulis
karya ilmiah dilepaskan dari tujuan utamanya, yaitu berdialog secara
kritis dan berdebat dengan santun untuk mengembangkan ilmu.
Kenyataan bahwa saat ini masih ada penulis yang bersusah payah
menu lis buku ilmiah di bidang hukum (acara pidana), yang berarti tidak
mencari dan mengharapkan pamrih seperti para penulis jurnal, patut
dihargai. Setiap buku adalah undangan terbuka bagi pembaca untuk
bergelut dengan gagasan-gagasan penulis yang dituangkan secara
komprehensif dan mendalam. Para pembaca harus menyediakan
waktu dan pikiran untuk berdialog secara kritis. Jika pembaca tergoda
untuk merespon, dia dapat menulis buku lain yang lebih baik. Dengan
cara itu, ilmu (termasuk di bidang hukum) dapat terus berkembang.
Buku ini berisi tentang rangkaian peraturan yang memuat tujuan,
asas-asas hukum acara pidana, hak dan kewajiban penegak hukum
vis a vis tersangka, terdakwa, dan terpidana berikut analisisnya. Satu
hal yang penting dicermati di sini adalah berlakunya asas legalitas
prosedural - asas yang kurang dikenal dibandingkan asas legalitas
materiil - meskipun sama pentingnya . Pada prinsipnya semua aturan
(prosedur beracara) yang berkaitan dengan proses penegakan hukum
pidana harus memenuhi asas /exscripta, /exstricta, /excerta, lexpraevia
lluluun 1\cm-a Pidana iii
(non-retroaktif). Asas tersebut serupa dengan asas legalitas materiil
berkaitan dengan ikhtiar berkelanjutan mewujudkan negara hukum
Indonesia, penghormatan dan perlindungan hak asasi warga negara,
serta terakhir tata kelola pemerintahan yang baik.
Selamat rnembaca!
Bandung, Agustus 2018
Tristam Pascal Moeliono
Dekan FH Universitas Katolik Parahyangan
iv Hukum Acara J>itlana
Buku Hukum Ac I pergantian HIR (H undang· Undang No pengertian Hukum A Hak dan l<ewajiban
penyidik, Hak dan I<E penasihat Hukum, Ac~
putusan Pengadilan,
Pemberantasan KontR
Menu rut hem at s Fakultas Hukum, pat'< dan para Hakim di bi1
yang belum disajikar
yang budiman dapat
pembaca kami terim<
Saya mengucapk
Aulia atas kesediaam
ebut serupa dengan asas legalitas materiil
berkelanjutan mewujudkan negara hukum
dan perlindungan hak asasi warga negara,
~merintahan yang baik.
Bandun~Agu~us2018
Tristam Pascal Moeliono Dekan FH Universitas Katolik Parahyangan
KATA PENGANTAR
Buku Hukum Acara Pidana ini, antara lain berisi tentang Sejarah Perga ntian HIR (Het Herziene lhlandsch Reglement) menjadi Unda ng-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, pengertian Hukum Acara Pidana, Manfaat Hukum Acara Pidana, Hak dan Kewajiban Tersangka dan Terdakwa, Hak dan Kewajiban Penyidik, Hak dan Kewajiban Penuntut Umum, Hak dan Kewajiban Penasihat Hukum, Acara Pemeriksaan, Alat-alat Bukti dan Pembuktian, Putusan Pengadilan, Upaya Hukum, serta Sekilas Mengenai Komisi
Pemberantasan Korupsi.
Menu rut hem at saya, isi buku ini dapat membantu para mahasiswa Fakultas Hukum, para Penyidik, para Penuntut Umum, para Advokat dan para Hakim di bidang Hukum Acara Pidana. Masih banyak materi yang belum disajikan dalam buku ini, dan untuk itu agar pembaca yang budiman dapat memakluminya. Tentu kritik dan saran dari para
pembaca kami terima dengan lapang dada.
Saya mengucapkan terima kasih banyak kepada Penerbit Nuansa
Aulia atas kesediaannya menerbitkan buku ini.
Bandung,Agu~us2018
Penulis
C. Djisman Samosir, S.H., M.H .
Hukum Acara Pidana V
lstriku tercinta: R. Nainggolan
Anakku: Rosmaita (almarhum), Andes Samosir, Santi Samosir, Mewati Samosir, Yani Samosir
Cucuku: Genesia Gultom, Ester Gultom, Ingram Gultom, Edesius Samosir, Patricia Samosir
Vi Hukrrm Aca1·a Pidana
KATA SAMBUTAN ........ .
KATA PENGANTAR ...... . ~
:::T~R 1:~~:·~~~ .. ~~·~~ A. Sejarah Singkaj
Kitab Undang-1
(Undang-Und~ B. Asas-asas Huki
C. Fungsi Hukum
BAB II HAK DAN KE"' " MENURUT UN
TENTANG HU~ A. Penyidikan .... .
B. Penahanan .. .
c. Penggeledaha
D. Penyitaan ......
BAB Ill HAK DAN KE\A MENURUT U~ TENTANG HUI
A. Wewenang Pf
dalam Kitab U
B. Dasar-dasar V,i
dan Dasar-da5
C. Tugas dan We
D. Bentuk-bentu
BAB IV ACARA PEME
A. Pemeriksaan
B. Pemeriksaan
c. Acara Pemeri
D. Acara Pemeri
1 tercinta: R. Nainggolan
1lmarhumL Andes Samosir, Santi Samosir wati Samosir, Yani Samosir '
om, Ester Gultom, Ingram Gultom, Edesius amosir, Patricia Samosir
DAFTAR lSI
KATA SAMBUTAN .... ...... ..................... ............. ....... .. ... : ........... .
KATA PENGANTAR .................................................................. .
oAFTAR lSI ............... ........... .... ............. .. ..... .... ...... .. .. .. ........... .
BAB I ARTI DAN SIFAT HUKUM ACARA PIDANA ................. ..
A. Sejarah Singkat Terbentuknya Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981) ...................... .
iii
v
vii
1
1
B. Asas-asas Hukum Acara Pidana .... ...... ..................... .. .... 7
C. Fungsi Hukum Acara Pidana ............ ... ........................... 10
BAB II HAK DAN KEWAJIBAN PENVIDIK MENU RUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA ............................ 41
A. Penyidikan ....................................... .. ............................ 51
B. Penahanan ...................................... ... ........................... 61
C. Penggeledahan ................ .. ............................................ 90
D. Penyitaan ..... .. ..... ..... .. ....... .............................. ...... .... ..... 93
BAB Ill HAK DAN KEWAJIBAN JAKSA PENUNTUT UMUM MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA .......... .... ....... ....... 108
A. Wewenang Penuntut Umum yang Diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana ... ... 109
B. Dasar-dasar yang Meniadakan Penuntutan dan Dasar-dasar yang Meniadakan Pemidanaan ........ .. 117
C. Tugas dan Wewenang Kejaksaan Republik Indonesia ... 119
D. Bentuk-bentuk Surat Dakwaan ...... ....... ............. ... ...... ... 130
BAB IV ACARA PEMERIKSAAN ........................... ................... . 141 A. Pemeriksaan di Kepolisian ............... ... ... .. ... ................... 141
B. Pemeriksaan di Persidangan .............. ..... ............ .... .. .... 147
C. Acara Pemeriksaan Biasa ............................................... 149
D. Acara Pemeriksaan Singkat ................... ........................ 153
Hukum Acara Pidana Vii
E. F.
BABV
A.
B.
c. D.
E.
Acara Pemeriksaan Cepat .......... ...... ............................ ..
Acara Pemeriksaan Perkara Pelanggaran Lalu Lintas .... .
AlAT-ALAT BUKTI DAN PEMBUKTIAN ........................ .
Keterangan Saksi ........... ........ ........ ............. ....... ........... .
Keterangan Ahli ........................................................... ..
Surat ... ...... ..... ... .... ................ .. ... .. ... ........... .... ... .... ... ..... .
Petunjuk ..... .... .... .... .. .. .... ..... ... .. ...... .... .. .. .................... .. .
Keterangan Terdakwa ................ .. ...................... .. ...... ... .
BAB VI PUTUSAN PENGADILAN ............................................ .
A. Putusan yang Mengandung Pembebasan Terdakwa
(Vrijspraak) .. ....... ..... ....... ........ .. .. ... .. ... ......................... ..
B. Putusan yang Mengandung Pelepasan Terd akwa dari Segala Tuntutan (Ontslag van Rechtsvervo/ging) ...
C. Putu sa n yang Mengandung Penghukuman Terdakwa (Veroordeling) atau Pemidanaan ........................ ... .. ... .. .
BAB VII DISPARITAS PIDANA DALAM PUTUSAN PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI
(Thou art to be hanger., not for having stolen the horse, but in order that horses may not be stolen (Hence Burnet)) ......................................................... 197
A. Disparitas Pidana Dihubungkan dengan Pemidanaan ... 197
B. Faktor-faktor yang Mengakibatkan
Terjadinya Disparitas Pidana .................. ................... .. .. 200
C. Tujuan Pemidanaan ....................................... .. .......... .... 205
D. Masalah Disparitas Pidana Merupakan Konsekuensi
dari Pemidanaan, Meskipun Tidal< Boleh Terjadi
Disparitas yang Ekstrim atau Tidak Masuk Akal .. .. ........ 210
BAB VIII UPAYA HUKUM .......................................................... 211
A. Upaya Hukum Biasa .......................................... .... .... ..... 211
B. Upaya Hukum Luar Biasa ............................ ............... .. .. 220
C. Pembuktian ............ ... .. ...................................... .. ......... . 233
Viii Hukmu At:a..a Pillana
Jan Cepat ..... .... ...................... ..... ..... ..... 155
1an Perkara Pelanggaran Lalu Lintas .. ... 158
rl DAN PEMBUKTIAN ...... ..... .............. 160
i .... .. .. ........... .......... .... .. ... ...... ... ... ....... .. 162
··· ·· ·· ···· ·························· ······ ··· ··············· ... .............. .. ....................... .. ................... ······· ···················· ····· ······ ·· ······· ·· ·· ··· ····· ··· akwa ... ..... .. ..... ... .... .......... ....... ... .. .. .. ... .
ADILAN ............................................ .
engandung Pembebasan Terdakwa
··· ····· ················ ·· ··· ·· ··· ·· ··· ······· ··· ·········· ·· 2ngandung Pelepasan Terdakwa
Jtan (Ontslag van Rechtsvervolging) ...
2ngandung Penghukuman Terdakwa
:au Pemidanaan .................................. .
\NA DALAM PUTUSAN
K PIDANA KORUPSI
anger, not for having stolen the horse, horses may not be stolen
167
175
177 178
181
182
186
191
........................................ ................. 197
1 Dihubungkan dengan Pemidanaan ... 197 1g Mengakibatkan
·itas Pidana ......................................... 200
lan ..................................................... .. 205
as Pidana Merupakan Konsekuensi
, Meskipun Tidak Boleh Terjadi
kstrim atau Tidak Masuk Aka) .. ...... .... 210
......................................................... 211
lsa ....... ..... .... .. ........ ... ... .. ... ... ............... 211
ar Biasa .. .... .... ....... ........ ... .. ... .. ...... ... ... 220
... ... ...... ..... ... ...... .... ...... .. .. .............. ...... 233
BAB IX SEKELUMIT TENTANG KPK (KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI} ........................ 241
DAFTAR PUSTAKA .......... ..................... ... ..... ..... ........ .......... ..... 249
LAMPl RAN:
1.
2.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1970 tentang Tata Cara Tindakan Kepolisian
Terhadap Anggota-anggota/Pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong ........... .
lnstruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1974 tentang Tata Cara Tindakan Kepolisian Terhadap Pimpinan/Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I dan Tingkat II ..................................... .
251
256
Hukmn 1\cara Pidana ix
X Huknm 1\cara l'idana
ARTI DAN~
A. Sejarah Singkat11 Acara Pidana (Ul Sebagaimana ki
Pidana yang berlaku ~ Undang Nomor 8 T 31 Desember 1981 · Reglement (Staatsb/~ dengan budaya ban~ bangsa Indonesia m suatu ekspresi dari tingkat perkembang tingkat peradaban pengambil keputusa1
Perkembangan surut, seiring deng< pandangan dan penG dan fungsi hukum tE dengan bidang-bidc: budaya seperti pada menimbulkan perso tersebut. Mengede~ berakibat banyakny< bahkan terkesan hul
Oleh karena itL hukum, diperlukan k' para penegak huk1 Terwujudnya suatu p terlepas dari berbag peraturan perundan1
BABI
ARTI DAN SIFAT HUKUM ACARA PIDANA
A. Sejarah SingkatTerbentuknya Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981) Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa Hukum Acara
pidana yang berlaku saat ini adalah yang diatur di dalam UndangUndang Nomor 8 Tahun 1981 yang ditetapkan pada tanggal 31 Desember 1981 sebagai pengganti Het Herziene lnlandsch Reglement (Staatsblaad 1941 Nomor 44), yang telah disesuaikan dengan budaya bangsa Indonesia. Penyesuaian dengan budaya bangsa Indonesia merupakan nilai-nilai yang berkembang atau suatu ekspresi dari jiwa bangsa Indonesia. Dengan demikian, tingkat perkembangan hukum di Indonesia sangat diwarnai tingkat peradaban atau kultural masyarakat dan kebijakan pengambil keputusan yang ada di Indonesia.
Perkembangan hukum di negara kita mengalami pasang surut, seiring dengan pergantian penguasa yang mempunyai pandangan dan pendekatan yang berbeda mengenai keberadaan dan fungsi hukum tersebut. Menempatkan hukum tidak sejajar dengan bidang-bidang lain seperti ekonomi, sosial, politik, budaya seperti pada masa Orde Baru, sudah barang tentu akan menimbulkan persoalan tersendiri pada saat penegakan hukum tersebut. Mengedepankan masalah politik atau kekuasaan akan berakibat banyaknya pelanggaran di bidang hak asasi manusia, bahkan terkesan hukum dipermainkan atau diperjualbelikan.
Oleh karena itu, jelas terlihat bahwa untuk menegakkan hukum, diperlukan kerja sama dan kesungguhan dari pemerintah, para penegak hukum, dan masyarakat secara keseluruhan. Terwujudnya suatu penegakan hukum yang baik dan adil,juga tidak terlepas dari berbagai sarana yang diperlukan seperti perangkat peraturan perundang-undangan yaitu hukum pidana, hukum acara
Hukum 1\cara Pidana 1
pidana dan peraturan pelaksananya, sumber daya manusia yang jujur dan berkualitas, serta kesejahteraan dari penegak hukum tersebut. Selain itu, yang tidal< kalah pentingnya adalah integritas atau kemauan untuk memegang teguh prinsip bahwa penegakan hukum itu untuk kepentingan bangsa dan negara.
Hukum Acara Pidana (Strafprocesrecht), sebagaimana kita ketahui bersama di dalam pembagian hukum pidana digolongkan sebagai hukum pidana formal yang berfungsi antara lain sebagai sarana untuk terwujudnya hukum pidana material. Walaupun tidal< ada kesamaan pendapat di kalangan pakar hukum pidana mengenai pengertian, fungsi, dan tujuan dari Hukum Acara Pidana tersebut, namun yang pasti adalah bahwa keberadaan hukum acara pidana itu menjadi dasar dalam proses peradilan pidana, yang mengatur mengenai hak dan kewajiban tersangka atau terdakwa, hak dan kewajiban dari penyidik, hak dan kewajiban dari jaksa penuntut umum, hak dan kewajiban dari hakim, serta hak dan kewajiban advokat.
Adalah mutlak perlu bagi Negara Republik Indonesia sebagai negara yang merdeka memiliki hukum acara pidana baru yang bersifat nasional dan merupakan hasil karya pembentuk undangundang kita. Usaha ke arah pembentukan hukum acara pidana nasional akhirnya terwujud, setelah tanggal 31 Desember 1981 ditetapkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 LN 1981-76 yang kita kenai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang selanjutnya kita singkat menjadi KUHAP.
Adanya usaha dari pembentuk undang-undang kita untuk membentuk hukum acara pidana baru didasarkan pada penghayatan dan penerapan hukum acara pidana yang diatur di dalam Het Herziene /nlandsch Reqlement(Staatsblad 1941 Nomor 44) dan yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 1 Drt. Tahun 1951 (Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 9, tambahan Lembaran Negara Nomor 81) sudah tidak sesuai dengan citacita hukum nasional. Oleh karena itu, pembentukan undang-
2 Hukum Acara Pitlaua
undang tentafi peradilan bagi dan Mahkama bagi mereka YC1J senantiasa har~ 1945 adalah demikian itu (h terdakwa dapa meningkatkan i sesuai dengan · melaksanakan 1
Pembuata ll unifikatif dilak( tersangka/terd penasihat hukl!! berkembang k pembangunan untuk menyus Pidana yang c
sebuah Panitia
Pada tahu, Semarang ten Manusia, yang Nasional (LPHI Kehakiman de' nasional ters& Undang HukUI Kejaksaan Agt Departemen ~
Pada tahu Acara Pidana t Menteri Keha~ kabinet merr
pelaksananya, sumber daya manusia yang serta kesejahteraan dari penegak hukum 1g tidak kalah pentingnya adalah integritas 1emegang teguh prinsip bahwa penegakan tingan bangsa dan negara.
ma (Strafprocesrecht), sebagaimana kita 3m pembagian hukum pidana digolongkan formal yang berfungsi antara lain sebagai
:lnya hukum pidana material. Walaupun ~ndapat di kalangan pakar hukum pidana
fungsi, dan tujuan dari Hukum Acara Jn yang pasti adalah bahwa keberadaan :u menjadi dasar dalam proses peradilan r mengenai hak dan kewajiban tersangka dan kewajiban dari penyidik, hak dan •enuntut umum, hak dan kewajiban dari ~wajiban advokat.
u bagi Negara Republik Indonesia sebagai memiliki hukum acara pidana baru yang erupakan hasil karya pembentuk undangarah pembentukan hukum acara pidana ujud, setelah tanggal 31 Desember 1981 dang Nomor 8 Tahun 1981 LN 1981-76 m Kitab Undang-Undang Hukum Acara a kita singkat menjadi KUHAP.
i pembentuk undang-undang kita untuk acara pidana baru didasa rkan pada rapan hukum acara pidana yang diatur di ndsch Reglement (Staatsblad 1941 Nomor li dalam Undang-Undang Nomor 1 Drt. Negara Tahun 1951 Nomor 9, tambahan
1or 81) sudah tidak sesuai dengan citaJieh karena itu, pembentukan undang-
undang tenta ng hukum aca ra pidana untuk melaksanakah pera di lan bagi pengadilan da la m lingkunga n peradilan umum dan Mahka mah Agung dengan mengatur hak serta kewajiban bagi mereka yang terkait dengan proses peradilan pidana yang senantiasa harus dilandasi Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 adalah mutlak perlu. Pembuatan undang-undang yang demikian itu (hukum acara pidana) bertujuan agartersangka atau terdakwa dapat memahami hak dan kewajibannya serta dapat meningkatkan pembinaan sikap para pelaksana penegak hukum sesuai dengan fungsi dan wewenang masing-masing pada saat melaksanakan tugasnya.
Pembuatan hukum acara pidana yang berciri kodifikatif dan unifikatif dilakukan dengan memperhatikan hak dan kewajiban tersangka/terdakwa, penyidik, penuntut umum, hakim dan penasihat hukum dan kesadaran hukum dalam masyarakat yang berkembang ke arah modernisasi menurut tingkat kemajuan pembangunan di segala bidang. Kemudian diadakan suatu usaha untuk menyusun Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang dimulai pada tahun 1967 dengan dibentuknya sebuah Panitia Intern Departemen Kehakiman.
Pada tahun 1968 diadakan Seminar Hukum Nasional II di Semarang tentang Hukum Acara Pidana dan Hak-hak Asasi Man usia, yang diselenggarakan oleh Lembaga Pembinaan Hukum Nasional (LPHN). Pada tahun 1973 Panitia Intern Departemen Kehakiman dengan memperhatikan kesimpulan seminar hukum nasional tersebut menghasilkan naskah Rancangan UndangUndang Hukum Acara Pidana, yang kemudian dibahas dengan Kejaksaan Agung, Departemen Hankam termasuk Polri, dan Departemen Kehakiman .
Pada tahun 1974 naskah Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Pidana tersebut setelah disempurnakan, disampaikan oleh Menteri Kehakiman kepada Sekretaris Kabinet. Setelah sekretaris kabinet meminta pendapat Mahkamah Agung, Kejaksaan
Hukum Acara Pidana 3
Agung, Departemen Hankam termasuk Polri, dan Departemen Kehakiman, maka naskah Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Pidana tersebut dibahas lagi dalam rapat koordinasi antara wakil-wakil dari instansi tersebut.
Pada tahun 1979 diadakan pertemuan antara Menteri Kehakiman, Jaksa Agung, dan Kapolri dengan wakil dari Mahkamah Agung untuk membahas beberapa hal yang perlu untuk penyempurnaan Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Pidana, panitia di samping memperhatikan hasilhasil seminar hukum nasionalll di Semarangjuga memperhatikan pendapat ahli hukum lain yang tergabung dalam organisasi profesi seperti Persatuan Advokat Indonesia (Peradin), lkatan Hakim Indonesia (lkahi), Persatuan Jaksa Indonesia (Persaja), Persatuan Sarjana Hukum Indonesia (Persahi) baik yang diajukan melalui seminar maupun kegiatan lain seperti kongres, rapat kerja, dan lain-lain.
Berdasarkan amanat Presiden tanggal 12 September 1979 Nomor R. 06/PU/IX/1979, disampaikan Rancangan UndangUndang Hukum Acara Pidana pada DPR Rl untuk dibicarakan dalam sidang Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia guna mendapat persetujuannya. Pada tanggal9 Oktober 1979 dalam pembicaraan tingkat I, Menteri Kehakiman menyampaikan keterangan pemerintah tentang Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Pidana dalam suatu sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Pada pembicaraan tingkat II yang dilakukan dalam sidang paripurna, fraksi-fraksi dalam Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia memberikan Pemandangan Umum terhadap Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang dilanjutkan dengan jawaban dari Pemerintah.
Pembicaraan tingkat selanjutnya, yaitu pembicaraan tingkat Ill, dilakukan dalam sidang komisi. Diputuskan oleh Badan Musyawarah Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
4 Hokum Acara Pidana
bahwa pembicaraan Hukum Acara Pidana komisi I DPR Republi bersama komisi I De dan pemerintah mu undang Hukum Aca r9 sampai dengan tangg · Rakyat Republik lndon waktu itu dibatasi paG menghasilkan putusaj Kesepakatan Pendapo akan dituangkan dala Hukum Acara Pidana. ·
Untuk membic< Undang-Undang Huk ~
sinkronisasi yang di~ komisi Ill bersama k~
I
Indonesia . Tim sinkro: melakukan rapat pad; dan merumuskan R. Pidana . Rapat-rapat hanya dilakukan di g Indonesia, Senayan, Cipayung Bogar. Sete tahun, tim sinkronis! tanggal 9 Septembe fl Acara Pidana tersebu bersama komisi I De~
Dalam membat Acara Pidana terset mengalami hamba Ketentuan Peralihan hukum pada saat pel hambatan tersebut
ankam termasuk Polri, dan Departemen kah Rancangan Undang-Undang Hukum jibahas lagi dalam rapat koordinasi antara .i tersebut.
diadakan pertemuan antara Menteri :ung, dan Kapolri dengan wakil dari uk membahas beberapa hal yang perlu n Rancangan Undang-Undang Hukum Jenyusunan Rancangan Undang-Undang Janitia di samping memperhatikan hasilsionalll di Semarangjuga memperhatikan lain yang tergabung dalam organisasi
1an Advokat Indonesia (Peradin), lkatan i), Persatuan Jaksa Indonesia (Persaja), Jm Indonesia (Persahi) baik yang diajukan ·un kegiatan lain seperti kongres, rapat
at Presiden tanggal 12 September 1979 979, disampaikan Rancangan UndangPidana pada DPR Rl untuk dibicarakan
·wakilan Rakyat Indonesia guna mendapat mggal9 Oktober 1979 dalam pembicaraan :ehakiman menyampaikan keterangan mcangan Undang-Undang Hukum Acara ang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat :la pembicaraan tingkat II yang dilakukan a, fraksi-fraksi dalam Dewan Perwakilan esia memberikan Pemandangan Umum 1dang-Undang Hukum Acara Pidana yang aban dari Pemerintah.
1t selanjutnya, yaitu pembicaraan tingkat idang komisi. Diputuskan oleh Badan Jerwakilan Rakyat Republik Indonesia
bahwa pembicaraan tingkat Ill Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Pidana dilakukan oleh gabungan komisi Ill bersama komisi I DPR Republik Indonesia. Sidang gabungan komisi Ill bersama komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan pemerintah mulai membicarakan Rancangan UndangUndang Hukum Acara Pidana pada tanggal 24 November 1979 sampai dengan tanggal20 Mei 1980 di gedung Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Senayan, Jakarta. Pembicaraan pada waktu itu dibatasi pada pembahasan materi secara umum yang menghasilkan putusan penting yang terkenal dengan nama "13 Kesepakatan Pendapat" yang mengandung materi pokok yang akan dituangkan dalam pasal-pasal Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
Untuk membicarakan dan merumuskan Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Pidana lebih lanjut, dibentuk tim sinkronisasi yang diberi mandat penuh oleh sidang gabungan komisi Ill bersama komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Tim sinkronisasi bersama wakil dari pemerintah mulai melakukan rapat pada tanggal 25 Mei 1980 untuk membicarakan dan merumuskan Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Rapat-rapat dilakukan secara maraton dan tidak hanya dilakukan di gedung Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Senayan, Jakarta, tetapi juga di Megamendung Cipayung Bogar. Setelah melakukan tugasnya kurang lebih dua tahun, tim sinkronisasi berhasil menyelesaikan tugasnya pada tanggal 9 September 1981, Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Pidana tersebut disetujui oleh sidang gabungan komisi Ill bersama komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Dalam membahas Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Pidana tersebut, tim sinkronisasi bersama pemerintah mengalami hambatan-hambatan dalam membahas Bab Ketentuan Peralihan dan Pasal 115 tentang hadirnya penasihat hukum pada saat pemeriksaan pendahuluan. Namun hambatanhambatan tersebut dapat diatasi dengan melakukan lobbying
Hukum Acara Pidana 5