1
MINGGU, 27 MEI 2018 A khir-akhir ini kalau kita lihat rancangan rumah mod- eren banyak yang mengurangi luasan ruang ser- ambi atau bahkan kadang menghilangkannya. Tampilan serambi seakan hanya menjadi aksen rumah sebagai penanda pintu masuk. Luasan ruang serambi yang kecil sekali sehingga tidak memungkinkan untuk dile- takkan tempat duduk sebagai penunjang kegiatan ber- cengkerama di luar rumah. Beberapa alasan yang mengemuka dari perencana, pengembang atau penghuni rumah karena lebih me- ngutamakan prifacy ruang, keamanan atau karena keter- batasan lahan. Seolah-olah masyarakat sekarang menja- di lebih tertutup dan bercuriga terhadap lingkungannya. Hal tersebut patut disayangkan. Karena sekalipun seder- hana, serambi mempunyai peran yang penting dalam tata ruang rumah tinggal, terutama di daerah tropis. Peran pen- ting tersebut meliputi peran arsitektural, sosial serta iklim. Secara fisik biasanya serambi merupakan ruang yang terbuka dengan naungan atap di atasnya tanpa din- ding penutup kecuali pada sisi ke dalam rumah. Dengan demikian ruang ini akan teduh terhadap pancaran sinar matahari namun terbuka terhadap lingkungan diseki- tarnya. Lantai serambi dibuat lebih tinggi dari halaman untuk menandai perbedaan ruang serta menghindari limpasan air. Seringkali untuk lebih menguatkan batas ruang, sepanjang sisi serambi diberi pagar pendek. Dengan demikian meskipun terlindung dari panas mata hari, namun hubungan dengan lingkungan di sekitarnya masih terjalin leluasa. Pada kondisi nyaman ini serambi kemudian ditata sebagai mana kebutuhannya. Sebagai ruang berbincang, bersantai, istirahat maupun menya- lurkan hoby di luar ruang bahkan kadang kala juga digu- nakan untuk meneduhkan barang-barang kita. Keberadaan teras pada rumah-rumah tradisional di Nusantarapun cukup dominan, hampir semua rumah tra- disional mempunyai serambi yang dalam tampilannya bisa bermacam-macam. Seperti pringgitan pada rumah tradisional Jawa yang selain digunakan sebagai ruang menerima tamu juga sebagai tempat ringgit (wayang kulit) ketika diselenggarakan pertunjukan wayang kulit. Serambi ini bahkan bisa dikembangkan menjadi Pendopo yang digunakan untuk menampung tamu dalam jumlah besar (Santosa, 1997). Serambi pada rumah tradisional Kudus dinamakan Jogosatru. Jogosatru merupakan ser- ambi yang diberi pembatas dinding yang bisa dibuka tutup sehingga menjadi lebih prifat, sebagai gantinya terdapat emperan berundak di sepanjang teritisan (Sardjono, 2012). Pada kelompok rumah Tanean Lanjang di Madura pun serambi dijumpai pada masing masing rumahnya, kelompok rumah ini berderet ke arah Barat Timur yang di- huni oleh kerabat batih (Tulistiyantoro, 2005). Pada rumah tradisional Melayu yang merupakan rumah panggungpun serambi rumah tetap merupakan menjadi bagian rumah yang tak terpisahkan (Rumiawati dan Prasetio, 2013) Ruang Perantara Dalam kajian arsitektural, serambi dalam tatanan ruang rumah boleh dikatakan merupakan ruang peran- tara. Yang mengantarai atau mengantar dari luar (eksteri- or) ke dalam (interior), dari terang ke gelap, dari terbuka ke tertutup dari publik ke prifat. Sebagai ruang perantara, maka karakter ruang serambi dapat mengakomodir dan menjembatani karakteristik dari dua ruang yang dian- tarainya. Serambi menjadi perantara dari lingkungan luar yang terang dengan ruangan dalam yang gelap berupa ru- ang yang teduh, tidak terlalu gelap dan tidak terlalu terang. Pada tampilan bangunan, serambi dengan atap kanopi menjadi representasi keseluruhan rumah, menangkap pandangan dari luar yang terbuka dan mengantar pada pintu masuk ke ruang dalam yang tertutup. Serambi seo- lah menjadi muka yang familiar pada tamu yang datang, mewakili keseluruhan rumah yang mungkin terlalu besar. Dalam hubungannya dengan iklim. Keberadaan ser- ambi merupakan slah satu karakter rumah di daerah tropis. Serambi menunjukkan betapa lingkungan luar masih cukup nyaman bagi kehidupan penghuninya. Agak berbe- da pada rumah-rumah di daerah subtropis dimana cuaca di luar bisa merupakan ancaman yang mematikan bagi penghuni rumah. Oleh karena itu mereka lebih banyak ber- kegiatan di dalam rumah dan membatasi hubungan de- ngan lingkungan luarnya. Adanya serambi ini memberikan kesan rumah menjadi lebih terbuka terhadap lingkungan di sekitarnya. Penghuni rumah juga lebih banyak berhubung- an dengan lingkungan yang ramah iklimnya. Pangarso (2007) mengatakan bahwa rumah bagi masyarakat di dae- rah beriklim tropis lebih merupakan ruang pernaungan dari- pada ruang perlindungan. Dengan adanya atap serambi maka panas serta hujan dapat dihindarkan sementara keti- adaan dinding membuat semilir angin leluasa melewatinya hal ini membuat serambi menjadi salah satu ruang favorit pada rumah tinggal untuk bermacam kegiatan . Ruang serambi sering digunakan oleh penghuni rumah untuk bercengkerama di luar ruang. (53) Agung Budi Sardjono I Anggota IAI Daerah Jawa Tengah; Staf Pengajar Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Semarang. S ayangnya perkembangan desain kon- temporer bangunan kurang memperha- tikan aspek aroma yang pada dasarnya bisa menjadi indikator tentang jumlah po- lutan yang ada di sekitar bangunan. Se- buah desain yang komprehensif semestinya juga memperhatikan aroma sebagai pertimbangan desain. Manusia sebagai makhluk hidup yang paling sem- purna, dalam hidupnya mengandalkan kelima indera yang dimilikinya. Kelima indera tersebut sangat erat kai- tannya dengan desain bangunan. Sebuah desain bangunan yang layak digunakan sebagai sebuah wadah kehidupan semestinya harus mendukung keli- ma indera manusia tersebut. Hal ini dimaksudkan supaya bangunan tersebut dapat menyandang predikat sebagai sebuah pernaungan yang baik bagi kehidupan. Dalam perkembangan desain rancang bangun atau desain arsitektural, perhatian terhadap eksistensi kelima indera manusia ini nampaknya tidak seimbang. Berpijak dari ilmu arsitektur yang lebih menekankan kekuatan visual, maka penilaian ter- hadap karya arsitektur tidak jauh dari sebuah pandan- gan. Lantas bagaimanakah dengan keempat indera yang lain? Apakah sebuah karya desain arsitektur tidak perlu memperhatikan aspek-aspek penilaian dari indera peraba, pendengaran, pengecap, serta penciu- man? Juhani Pallasmaa dalam bukunya The Eyes of The Skin mengungkapkan bagaimana peranan dan pentingnya kelima indera yang dimiliki manusia dalam membangun sebuah paradigma tentang karya arsitek- tur. Sensor jamak yang dimiliki manusia seyogyanya dapat dimanfaatkan sebagai instrumen untuk mencip- takan desain rancang bangun yang lebih mendukung keberlanjutan peradaban manusia. Dalam bahasan tentang rancangan arsitektur sering kali kita mendengar istilah-istilah yang mengkaitkan antara kaidah-kaidah arsitektural yang tujuannya untuk mengoptimalkan sis- tem kerja panca indera manusia dengan fisik bangunan itu sendiri. Pencahayaan misalnya, kaidah ini bertujuan untuk mengoptimalkan indera penglihatan manusia supaya dapat membantu aktivitas manusia dengan baik. Selanjutnya terdapat juga kajian tentang kebisin- gan. Hal ini dimaksudkan untuk mengoptimalkan sis- tem tata suara di dalam bangunan supaya indera pen- dengaran manusia dapat bekerja secara optimal. James Lovelock seorang ilmuan yang mengung- kapkan hipotesa Gaia mengatakan bahwa semua kom- ponen yang ada di bumi akan saling menyatu untuk membentuk sebuah interaksi yang akan menjaga stabili- tas dan keseimbangan keadaan bumi. Hipotesa Gaia memandang bahwa bumi adalah sebuah organisme tunggal yang memiliki kehidupan. Dalam hipotesa GAIA, terdapat 3 elemen penting yang perlu diperhatikan untuk mencapai sebuah desain arsitektur yang baik bagi kehidupan. Ketiga elemen tersebut antara lain kesehatan jasmani, jiwa dan alam. Perpaduan antara ketiga elemen tersebut bertujuan supaya setiap desain bangunan yang dibuat mampu menghadirkan nilai prioritas kehidupan dalam arsitektur yakni Hunian yang mampu dijadikan sebagai ruang harmoni dan penyembuhan bagi fisik dan jiwa penggunanya. Sejalan dengan pola pikir hipotesa GAIA, salah satu cara untuk mendukung terciptanya har- moni kehidupan di dalam bangunan adalah dengan menguatkan kembali unsur aroma di dalam bangunan. Aroma atau scent dalam Bahasa inggris merupakan sa- lah satu kajian yang semestinya juga diperhatikan di da- lam ilmu arsitektur. Aroma sangat berkorelasi dengan in- dra penciuman yang merupakan indra tertajam yang di- miliki oleh manusia. Pengolahan desain bangunan yang mampu memperhatikan unsur aroma baik di dalam maupun di luar ruangan akan mendukung keharmonis- an hubungan antara bangunan dengan penggunannya. Tubuh manusia sangat cepat dalam merespon keadaan sekitar melalui indra penciuman. Reaksi alami yang sering dijumpai ketika mencium aroma tidak sedap yang datang dari berbagai sumber adalah de- ngan mengkerutkan dahi atau menutup hidung dengan tangan. Lantas bagaimana menjawab pertanyaan ten- tang desain yang memperhatikan aroma sebagai salah satu elemen bangunan yang perlu dikaji? Untuk menghindari bau tidak sedap di dalam bangunan yang bertujuan untuk menciptakan lingkung- an yang memiliki aroma alami langkah pertama adalah dengan menghilangkan racun di dalam bangunan. Beberapa cara yang bisa dilakukan antara lain menghi- langkan semua sumber bau yang tidak sedap; ganti dengan barang-barang yang terbuat dari material alam seperti furnitur, penutup lantai, dan gunakan cat yang tidak berbau serta terbuat dari bahan-bahan alami. Bahan serta material alami akan memberikan aroma yang baik bagi pengguna ruang. Langkah lain yang bisa diterapkan adalah dengan menjaga kebersihan selu- ruh ruangan dan lemari. Gunakan material pembersih ruang yang terbuat dari bahan-bahan alami seperti sabun rempah dan sebagainya. Langkah selanjutnya untuk mendukung kebaikan aroma dalam ruang ada- lah dengan memberikan penghawaan alami yang cukup. Ruangan-ruangan yang sering digunakan beraktivitas harus mendapatkan sirkulasi udara yang baik. Ruang tidur, kamar mandi, dapur, toilet adalah ruang-ruang yang rawan dengan bau tidak sedap. Mempengaruhi Otak Pendekatan lain yang bisa dila- kukan untuk menghadirkan aroma yang baik di sekitar bangunan ada- lah dengan mengaplikasikan aroma terapi. Pertama kali dicip- takan oleh bangsa Cina dan India. Aroma terapi yang baik berasal dari ekstrak bunga, daun, akar, biji-bijian alami dan bukan sintetis. Walaupun secara ilmu pengetahuan belum terbuktikan, peran aroma terapi di dalam bangunan dapat membuat keharmonisan ruang semakin ter- cipta, mempengaruhi otak manusia dan membuat rileks, nyaman, serta mengontrol emosi bagi siapa saja yang menghirupnya. Selain aroma terapi, pengharum ruangan alami berupa bunga dan tanaman juga bisa menjadi bahan pertimbangan untuk menghadirkan aroma ruang- an yang mendukung kenyamanan pengguna ruang. Sejak jaman peradaban Yunani dan Romawi kuno ramuan bahan-bahan alami menjadi cara untuk menghadirkan aroma yang baik di sekitar bangunan. Dengan meletakan dan menumbuhkan tanaman, bunga di sekitar bukaan jendela, pintu, dan taman yang dekat dengan ruang guna, meletakkan kayu aromatik seperti kayu pohon cemara, dan cen- dana merupakan cara-cara yang bisa dilakukan untuk mendukung terciptanya aroma yang sedap bagi har- monisasi jiwa, fisik, dan alam lingkungan sekitar. Lavender dalam pot klasik Sebagai usaha untuk menghadirkan aroma yang baik dalam ruangan sekaligus memberikan sentuhan elemen desain yang mempercantik interior ruangan. Dewasa ini sebagai upaya untuk menghadirkan aroma yang baik di dalam ruang, manusia sangat sering bertumpu pada bahan-bahan kimiawi. Tanpa disadari, penggunaan bahan kimiawi ini merupakan sebuah langkah pengkhianatan ter- hadap alam. Kembali lagi apa- bila kita melihat hipotesa Gaia, sejatinya antara bangunan dengan alam dan penggu- nanya memiliki hubungan yang harmonis. Tidak ada unsur kimiawi yang menjadi kajian di dalam hipotesa terse- but. Bahan-bahan alami yang beraroma baik dan fungsinya dalam mengatur psikologis manusia Setiap material alam yang mendukung terciptanya aro- ma yang baik di sekitar ba- ngunan memiliki karakteristik, kegunaan, serta fungsinya masing-masing.Alam sebagai organisme tunggal yang me- miliki kehidupan sudah memi- liki tujuan untuk dapat mendu- kung terciptanya keselarasan hidup bagi makhluk yang bernaung di dalamnya. Lantas bagaimanakah sikap kita sebagai makhluk yang paling mulia menanggapi tawaran alam ini? Jawabannya kem- bali ke pribadi kita masing-masing.(53) Christian Moniaga, ST., M. Ars., IAI I Praktisi & Dosen Program Studi Arsitektur I Fakultas Arsitektur dan Desain I Universitas Katolik Soegijapranata Semarang I [email protected] SUDAH sangat sering kita jumpai di berbagai media kajian tentang desain arsitektur dan desain interior yang membahas tentang bentuk bangunan, warna, ruang, dan tekstur sedangkan aroma sangat jarang ditemukan. Oleh Christian Moniaga Oleh Agung Budi Sardjono Dok IAI

MINGGU, · sebagai penanda pintu masuk. Luasan ruang serambi yang kecil sekali sehingga tidak memungkinkan untuk dile-takkan tempat duduk sebagai penunjang kegiatan ber-cengkerama

  • Upload
    others

  • View
    13

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

MINGGU, 27 MEI 2018

Akhir-akhir ini kalau kita lihat rancangan rumah mod-eren banyak yang mengurangi luasan ruang ser-ambi atau bahkan kadang menghilangkannya.

Tampilan serambi seakan hanya menjadi aksen rumahsebagai penanda pintu masuk. Luasan ruang serambiyang kecil sekali sehingga tidak memungkinkan untuk dile-takkan tempat duduk sebagai penunjang kegiatan ber-cengkerama di luar rumah.

Beberapa alasan yang mengemuka dari perencana,pengembang atau penghuni rumah karena lebih me-ngutamakan prifacy ruang, keamanan atau karena keter-batasan lahan. Seolah-olah masyarakat sekarang menja-di lebih tertutup dan bercuriga terhadap lingkungannya.Hal tersebut patut disayangkan. Karena sekalipun seder-hana, serambi mempunyai peran yang penting dalam tataruang rumah tinggal, terutama di daerah tropis. Peran pen-ting tersebut meliputi peran arsitektural, sosial serta iklim.

Secara fisik biasanya serambi merupakan ruangyang terbuka dengan naungan atap di atasnya tanpa din-ding penutup kecuali pada sisi ke dalam rumah. Dengandemikian ruang ini akan teduh terhadap pancaran sinarmatahari namun terbuka terhadap lingkungan diseki-tarnya. Lantai serambi dibuat lebih tinggi dari halamanuntuk menandai perbedaan ruang serta menghindarilimpasan air. Seringkali untuk lebih menguatkan batasruang, sepanjang sisi serambi diberi pagar pendek.Dengan demikian meskipun terlindung dari panas matahari, namun hubungan dengan lingkungan di sekitarnyamasih terjalin leluasa. Pada kondisi nyaman ini serambikemudian ditata sebagai mana kebutuhannya. Sebagai

ruang berbincang, bersantai, istirahat maupun menya-lurkan hoby di luar ruang bahkan kadang kala juga digu-nakan untuk meneduhkan barang-barang kita.

Keberadaan teras pada rumah-rumah tradisional diNusantarapun cukup dominan, hampir semua rumah tra-disional mempunyai serambi yang dalam tampilannyabisa bermacam-macam. Seperti pringgitan pada rumahtradisional Jawa yang selain digunakan sebagai ruangmenerima tamu juga sebagai tempat ringgit (wayang kulit)ketika diselenggarakan pertunjukan wayang kulit.Serambi ini bahkan bisa dikembangkan menjadi Pendopoyang digunakan untuk menampung tamu dalam jumlahbesar (Santosa, 1997). Serambi pada rumah tradisionalKudus dinamakan Jogosatru. Jogosatru merupakan ser-ambi yang diberi pembatas dinding yang bisa dibuka tutupsehingga menjadi lebih prifat, sebagai gantinya terdapat

emperan berundak di sepanjang teritisan (Sardjono,2012). Pada kelompok rumah Tanean Lanjang di Madurapun serambi dijumpai pada masing masing rumahnya,kelompok rumah ini berderet ke arah Barat Timur yang di-huni oleh kerabat batih (Tulistiyantoro, 2005). Pada rumahtradisional Melayu yang merupakan rumah panggungpunserambi rumah tetap merupakan menjadi bagian rumahyang tak terpisahkan (Rumiawati dan Prasetio, 2013)Ruang Perantara

Dalam kajian arsitektural, serambi dalam tatananruang rumah boleh dikatakan merupakan ruang peran-tara. Yang mengantarai atau mengantar dari luar (eksteri-or) ke dalam (interior), dari terang ke gelap, dari terbuka ketertutup dari publik ke prifat. Sebagai ruang perantara,maka karakter ruang serambi dapat mengakomodir danmenjembatani karakteristik dari dua ruang yang dian-

tarainya. Serambi menjadi perantara dari lingkungan luaryang terang dengan ruangan dalam yang gelap berupa ru-ang yang teduh, tidak terlalu gelap dan tidak terlalu terang.Pada tampilan bangunan, serambi dengan atap kanopimenjadi representasi keseluruhan rumah, menangkappandangan dari luar yang terbuka dan mengantar padapintu masuk ke ruang dalam yang tertutup. Serambi seo-lah menjadi muka yang familiar pada tamu yang datang,mewakili keseluruhan rumah yang mungkin terlalu besar.

Dalam hubungannya dengan iklim. Keberadaan ser-ambi merupakan slah satu karakter rumah di daerah tropis.Serambi menunjukkan betapa lingkungan luar masihcukup nyaman bagi kehidupan penghuninya. Agak berbe-da pada rumah-rumah di daerah subtropis dimana cuaca diluar bisa merupakan ancaman yang mematikan bagipenghuni rumah. Oleh karena itu mereka lebih banyak ber-kegiatan di dalam rumah dan membatasi hubungan de-ngan lingkungan luarnya. Adanya serambi ini memberikankesan rumah menjadi lebih terbuka terhadap lingkungan disekitarnya. Penghuni rumah juga lebih banyak berhubung-an dengan lingkungan yang ramah iklimnya. Pangarso(2007) mengatakan bahwa rumah bagi masyarakat di dae-rah beriklim tropis lebih merupakan ruang pernaungan dari-pada ruang perlindungan. Dengan adanya atap serambimaka panas serta hujan dapat dihindarkan sementara keti-adaan dinding membuat semilir angin leluasa melewatinyahal ini membuat serambi menjadi salah satu ruang favoritpada rumah tinggal untuk bermacam kegiatan .

Ruang serambi sering digunakan oleh penghunirumah untuk bercengkerama di luar ruang. (53)

— Agung Budi SardjonoIAnggota IAI Daerah JawaTengah; Staf Pengajar Departemen Arsitektur Fakultas

Teknik Universitas Diponegoro Semarang.

Sayangnya perkembangan desain kon-temporer bangunan kurang memperha-tikan aspek aroma yang pada dasarnyabisa menjadi indikator tentang jumlah po-lutan yang ada di sekitar bangunan. Se-

buah desain yang komprehensif semestinya jugamemperhatikan aroma sebagai pertimbangan desain.

Manusia sebagai makhluk hidup yang paling sem-purna, dalam hidupnya mengandalkan kelima inderayang dimilikinya. Kelima indera tersebut sangat erat kai-tannya dengan desain bangunan. Sebuah desainbangunan yang layak digunakan sebagai sebuahwadah kehidupan semestinya harus mendukung keli-ma indera manusia tersebut. Hal ini dimaksudkansupaya bangunan tersebut dapat menyandangpredikat sebagai sebuah pernaungan yang baik bagikehidupan. Dalam perkembangan desain rancangbangun atau desain arsitektural, perhatian terhadapeksistensi kelima indera manusia ini nampaknya tidakseimbang. Berpijak dari ilmu arsitektur yang lebihmenekankan kekuatan visual, maka penilaian ter-hadap karya arsitektur tidak jauh dari sebuah pandan-gan. Lantas bagaimanakah dengan keempat inderayang lain? Apakah sebuah karya desain arsitektur tidakperlu memperhatikan aspek-aspek penilaian dariindera peraba, pendengaran, pengecap, serta penciu-man? Juhani Pallasmaa dalam bukunya The Eyes ofThe Skin mengungkapkan bagaimana peranan danpentingnya kelima indera yang dimiliki manusia dalammembangun sebuah paradigma tentang karya arsitek-tur. Sensor jamak yang dimiliki manusia seyogyanyadapat dimanfaatkan sebagai instrumen untuk mencip-takan desain rancang bangun yang lebih mendukungkeberlanjutan peradaban manusia. Dalam bahasantentang rancangan arsitektur sering kali kita mendengaristilah-istilah yang mengkaitkan antara kaidah-kaidaharsitektural yang tujuannya untuk mengoptimalkan sis-tem kerja panca indera manusia dengan fisik bangunanitu sendiri. Pencahayaan misalnya, kaidah ini bertujuanuntuk mengoptimalkan indera penglihatan manusiasupaya dapat membantu aktivitas manusia dengan

baik. Selanjutnya terdapat juga kajian tentang kebisin-gan. Hal ini dimaksudkan untuk mengoptimalkan sis-tem tata suara di dalam bangunan supaya indera pen-dengaran manusia dapat bekerja secara optimal.

James Lovelock seorang ilmuan yang mengung-kapkan hipotesa Gaia mengatakan bahwa semua kom-ponen yang ada di bumi akan saling menyatu untukmembentuk sebuah interaksi yang akan menjaga stabili-tas dan keseimbangan keadaan bumi. Hipotesa Gaiamemandang bahwa bumi adalah sebuah organismetunggal yang memiliki kehidupan. Dalam hipotesa GAIA,terdapat 3 elemen penting yang perlu diperhatikan untukmencapai sebuah desain arsitektur yang baik bagikehidupan. Ketiga elemen tersebut antara lain kesehatanjasmani, jiwa dan alam. Perpaduan antara ketiga elementersebut bertujuan supaya setiap desain bangunan yangdibuat mampu menghadirkan nilai prioritas kehidupandalam arsitektur yakni Hunian yang mampu dijadikansebagai ruang harmoni dan penyembuhan bagi fisik danjiwa penggunanya. Sejalan dengan pola pikir hipotesaGAIA, salah satu cara untuk mendukung terciptanya har-moni kehidupan di dalam bangunan adalah denganmenguatkan kembali unsur aroma di dalam bangunan.Aroma atau scent dalam Bahasa inggris merupakan sa-lah satu kajian yang semestinya juga diperhatikan di da-lam ilmu arsitektur. Aroma sangat berkorelasi dengan in-dra penciuman yang merupakan indra tertajam yang di-miliki oleh manusia. Pengolahan desain bangunan yangmampu memperhatikan unsur aroma baik di dalammaupun di luar ruangan akan mendukung keharmonis-an hubungan antara bangunan dengan penggunannya.

Tubuh manusia sangat cepat dalam meresponkeadaan sekitar melalui indra penciuman. Reaksi alamiyang sering dijumpai ketika mencium aroma tidaksedap yang datang dari berbagai sumber adalah de-ngan mengkerutkan dahi atau menutup hidung dengantangan. Lantas bagaimana menjawab pertanyaan ten-tang desain yang memperhatikan aroma sebagai salahsatu elemen bangunan yang perlu dikaji?

Untuk menghindari bau tidak sedap di dalambangunan yang bertujuan untuk menciptakan lingkung-an yang memiliki aroma alami langkah pertama adalahdengan menghilangkan racun di dalam bangunan.Beberapa cara yang bisa dilakukan antara lain menghi-langkan semua sumber bau yang tidak sedap; gantidengan barang-barang yang terbuat dari material alamseperti furnitur, penutup lantai, dan gunakan cat yangtidak berbau serta terbuat dari bahan-bahan alami.Bahan serta material alami akan memberikan aromayang baik bagi pengguna ruang. Langkah lain yang bisaditerapkan adalah dengan menjaga kebersihan selu-ruh ruangan dan lemari. Gunakan material pembersih

ruang yang terbuat dari bahan-bahan alami sepertisabun rempah dan sebagainya. Langkah selanjutnyauntuk mendukung kebaikan aroma dalam ruang ada-lah dengan memberikan penghawaan alami yangcukup. Ruangan-ruangan yang sering digunakanberaktivitas harus mendapatkan sirkulasi udara yangbaik. Ruang tidur, kamar mandi, dapur, toilet adalahruang-ruang yang rawan dengan bau tidak sedap. Mempengaruhi Otak

Pendekatan lain yang bisa dila-kukan untuk menghadirkan aromayang baik di sekitar bangunan ada-lah dengan mengaplikasikanaroma terapi. Pertama kali dicip-takan oleh bangsa Cina dan India.Aroma terapi yang baik berasal dariekstrak bunga, daun, akar, biji-bijianalami dan bukan sintetis. Walaupunsecara ilmu pengetahuan belumterbuktikan, peran aroma terapi didalam bangunan dapat membuatkeharmonisan ruang semakin ter-cipta, mempengaruhi otak manusiadan membuat rileks, nyaman, sertamengontrol emosi bagi siapa sajayang menghirupnya. Selain aromaterapi, pengharum ruangan alamiberupa bunga dan tanaman jugabisa menjadi bahan pertimbanganuntuk menghadirkan aroma ruang-an yang mendukung kenyamananpengguna ruang. Sejak jaman peradaban Yunani danRomawi kuno ramuan bahan-bahan alami menjadicara untuk menghadirkan aroma yang baik di sekitarbangunan. Dengan meletakan dan menumbuhkantanaman, bunga di sekitar bukaan jendela, pintu, dantaman yang dekat dengan ruang guna, meletakkankayu aromatik seperti kayu pohon cemara, dan cen-dana merupakan cara-cara yang bisa dilakukan untukmendukung terciptanya aroma yang sedap bagi har-monisasi jiwa, fisik, dan alam lingkungan sekitar.

Lavender dalam pot klasik Sebagai usaha untuk menghadirkan aroma yang

baik dalam ruangan sekaligus memberikan sentuhanelemen desain yang mempercantik interior ruangan.

Dewasa ini sebagai upaya untuk menghadirkanaroma yang baik di dalam ruang, manusia sangat seringbertumpu pada bahan-bahan kimiawi. Tanpa disadari,penggunaan bahan kimiawi ini merupakan sebuah

langkah pengkhianatan ter-hadap alam. Kembali lagi apa-bila kita melihat hipotesa Gaia,sejatinya antara bangunandengan alam dan penggu-nanya memiliki hubunganyang harmonis. Tidak adaunsur kimiawi yang menjadikajian di dalam hipotesa terse-but. Bahan-bahan alami yangberaroma baik dan fungsinyadalam mengatur psikologismanusia

Setiap material alam yangmendukung terciptanya aro-ma yang baik di sekitar ba-ngunan memiliki karakteristik,kegunaan, serta fungsinyamasing-masing. Alam sebagaiorganisme tunggal yang me-miliki kehidupan sudah memi-liki tujuan untuk dapat mendu-kung terciptanya keselarasan

hidup bagi makhluk yang bernaung di dalamnya. Lantasbagaimanakah sikap kita sebagai makhluk yang palingmulia menanggapi tawaran alam ini? Jawabannya kem-bali ke pribadi kita masing-masing.(53)

— Christian Moniaga, ST., M. Ars., IAI I Praktisi &Dosen Program Studi Arsitektur I Fakultas Arsitektur

dan Desain I Universitas Katolik SoegijapranataSemarang I [email protected]

SUDAH sangat sering kita jumpai di berbagai media kajian tentang

desain arsitektur dan desain interioryang membahas tentang bentuk

bangunan, warna, ruang, dan tekstursedangkan aroma sangat jarang

ditemukan.

Oleh Christian Moniaga

Oleh Agung Budi Sardjono

Dok I

AI