Upload
messi4
View
84
Download
11
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Filsafat
Citation preview
MAKALAH METODOLOGI ILMUMATA KULIAH FILSAFAT
Oleh :Danar Lesmana 15915007Riski Maulina 15915011Ulin Nuha Rahmawati 15915044Hanny Rufaidah D. 15915055
PROGRAM STUDI MAGISTER PSIKOLOGI PROFESI (S2)FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIAYOGYAKARTA
2015
A. PENGERTIAN METODOLOGI
Metodelogi berasal dari kata metode dan logos. Metodelogi bisa diartikan
sebagai ilmu yang membicarakan tentang metode-metode. Kata metode berasal
dari bahasa Yunani yaitu methodos artinya sambungan kata depan meta
(menuju, melalui, mengikuti, sesudah) dan kata benda hodos (jalan, perjalanan,
cara, arah). Kata methodos sendiri berarti penelitian, metode ilmu, hipotesis
ilmiah, uraian ilmiah. Metode ialah cara bertindak menurut sistem aturan
tertentu. Tujuan agar kegiatan praktis terlaksana secara rasional dan terarah,
agar mencapa hasil yang maksimal. (Baker, 1984)
Pengertian metode berbeda dengan metodologi. Metode adalah suatu jalan
petunjuk pelaksanaan atau petunjuk teknis sehingga memiliki sifat yang praktis.
Metode bisa dirumuskan suatu proses atau prosedur yang sistematik
berdasarkan prinsip dan teknik ilmiah yang dipakai oleh disiplin bidang studi
tertentu untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan metodologi disebut juga
science of methodos, yaitu ilmu yang membicarakan cara, jalan atau petunjuk
praktis dalam penelitian, sehingga metodologi penelitian membahas konsep
teoritis berbagai metode (Surajiyo, 2008). Bagi ilmu-ilmu seperti sosiologi,
antropologi, politik, komunikasi, ekonomi, hukum, serta ilmu-ilmu kealaman,
metodologi adalah merupakan dasar-dasar filsafat ilmu dari suatu metode, atau
dasar dari langkah praktis penelitian.
Menurut Supartono (2005) mengatakan metodologi adalah pengkajian
mengenai model atau bentuk metode, aturan yang harus dipakai dalam kegiatan
ilmu pengetahuan. Jika dibandingkan antara metode dan metodologi, maka
metodologi lebih bersifat umum dan metode lebih bersifat khusus. Dengan kata
lain dapat dipahami bahwa metodologi bersangkutan dengan jenis, sifat dan
bentuk umum mengenai cara-cara, aturan dan patokan prosedur jalannya
penyelidikan, yang mengambarkan bagaimana ilmu pengetahuan harus bekerja.
Adapun metode adalah cara kerja dan langkah-langkah khusus penyelidikan
secara sistematik menurut metodologi itu, agar tercapai suatu tujuan, yaitu
kebenaran ilmiah.
B. BEBERAPA PANDANGAN TENTANG PRINSIP METODOLOGI
1. Rene DescartesRene Descartes mengusulkan suatu metode umum yang memiliki
kebenaran yang pasti. Dalam karyanya termasyhur Discourse on Method,
risalah tentang metode, diajukan enam bagian penting (Dalam Rizal
Mustansyir, dkk., 2001) sebagai berikut:
a. Membicarakan masalah ilmu-ilmu yang diawali dengan menyebutkan
akal sehat (common sense) yang pada umumnya dimiliki semua orang.
Menurut Descartes, akal sehat ada yang kurang, ada pula yang lebih
banyak memilikinya, namun yang terpenting adalah penerapannya
dalam aktivitas ilmiah. Metode yang ia coba temukan merupakan upaya
untuk mengarahkan nalarnya sendiri secara optimal.
b. Menjelaskan kaidah-kaidah pokok tentang metode yang akan
dipergunakan dalam aktivitas ilmiah. Descartes mengajukan empat
langkah atau aturan yang dapat mendukung metode yang dimaksud
sebagai berikut (dalam Rizal Mustansyir,dkk.,2001).
1. Janganlah pernah menerima baik apa saja sebagai benar, jika
Anda tidak mempunyai pengetahuan yang jelas mengenai
kebenarannya.
2. Pecahkanlah tiap kesulitan Anda menjadi sebanyak mungkin
bagian dan sebanyak yang dapat dilakukan untuk mempermudah
penyelesaiannya secara lebih baik.
3. Arahkan pemikiran Anda secar tertib, mulai dari objek yang paling
sederhana dan paling mudah diketahui, lalu meningkat sedikit demi
sedikit.
4. Buatlah penomoran untuk seluruh permasalahan selengkap
mungkin, dan tinjauan ulang secara menyeluruh sehingga Anda
dapat merasa pasti tidak sesuatupun yang ketinggalan.
c. Menyebutkan beberapa kaidah moral yang menjadi landasan bagi
penerapan metode sebagai berikut:
1. Mematuhi undang-undang dan adat istiadat negeri, sambil
berpegang pada agama yang diajarkan sejak masa kanak-kanak;
2. Bertindak tegas dan mantap, baik pada pendapat yang paling
meyakinkan maupun yang paling meragukan;
3. Berusaha lebih mengubah diri sendiri daripada merombak tatanan
dunia.
d. Menegaskan pengabdian pada kebenaran yang acapkali terkecoh oleh
indra.
e. Menegaskan perihal dualisme dalam diri manusia, yang terdiri atas dua
substansi, yaitu res cogitans (jiwa bernalar), dan res extensa (jasmani
yang meluas).
f. Dua jenis pegetahuan, yaitu pengetahuan spekulatif dan pengetahuan
praktis.
2. Alfred Jules AyerAjaran terpenting dari Alfred Jules Ayer yang terkait dengan masalah
metodologi dalam prinsip verifikasi. Ayer termasuk salah satu penganut
Positivisme Logika yang muncul setelah Moritz Schlik. Positivisme logic
berprinsip sesuatu yang tidak dapat diukur itu tidak mempunyai makna.
Dengan demikian makna sebuah proposisi tergantung apakah kita dapat
melakukan verifikasi terhadap proposisi yang bersangkutan’. (Rizal
Mustansyir, dkk.,2001). Walaupun tokoh Positivisme Logik secara umum
menerima prinsip verifikasi sebagai tolak ukur untuk menentukan konsep
tentang makna, namun mereka membuat rincian yang cukup berbeda
mengenai prinsip verifikasi itu sendiri. Prinsip verifikasi itu merupakan
pengandaian untuk melengkapi suatu kriteria, sehingga melalui kriteria
tersebut dapat ditentukan apakah suatu kalimat mengandung makna atau
tidak.
3. Karl Raimund Popper
Popper seorang filsuf kontemporer yang melihat kelemahan dalam prinsip
verifikasi berupa sifat pembenaran (justification) terhadap teori yang telah
ada. Popper mengajukan beberapa prinsip sebagai berikut:
1. Popper menolak anggapan umum bahwa suatu teori dirumuskan dan
dapat dibuktikan kebenarannya melalui prinsip verifikasi oleh kaum
posititivistik.
2. Cara kerja metode induksi yang secara sistematis dimulai dari
pengamatan (obeservasi) secara teliti gejala yang sedang diselidiki.
3. Popper menawarkan pemecahan baru dengan mengajukan prinsip falsi-
fiabilitas, yaitu bahwa sebuah pernyataan dapat dibuktikan
kesalahannya.
Bagi Popper, ilmu pengetahuan dapat berkembang maju manakala suatu
hipotesis telah dibuktikan salah, sehingga dapat digantikan dengan hipotesis
baru.
4. Michael PolanyiMenurut Michael Polanyi pengembangan ilmu pengetahuan menuntut
kehidupan kreatif masyarakat ilmiah yang pada gilirannya didasarkan pada
kepercayaan akan kemungkinan terungkapnya kebenaran-kebenaran yang
hingga kini masih tersembunyi. Tugas filsafat terutama adalah membedah
penyakit-penyakit pikiran yang hanya dapat dilakukan dengan mengajukan
pertanyaan mendasar terhadap setiap pandangan yang mendasari
masyarakat. Tujuan dari metode maieutika tekhne yaitu untuk menemukan
alternative-alternatif baru bagi hidup manusia sebagai manusia dan sebagai
masyarakat. (M. Mukhtasar, 1997, hlm. 24). Kekeliruan tesis Positivisme
tidak hanya pada sikapnya yang menolak cita rasa estetis, dan nilai moral
serta ikatan social, karena menggangapnya sebagai realitas subjectif,
melainkan juga pada pandanganya bahwa sesuatu masyarakat tidak dapat
dibangun atas dasar yang berakar pada prinsip moral abstrak, tetapi berakar
pada tradisi masyarakat.
Secara structural, segi ilmu pengetahuan tidak terungkap melibatkan
dua hal atau dapat disebut dua term ilmu pengetahuan tidak terungkap.
Polanyi menyebut term pertama dengan term proksimal, yaitu term yang
lebih dekat, dan term kedua adalah term distai, yaitu term yang lebih jauh.
Hubungan kedua term tersebut disebut sebagai hubungan fungsional yaitu,
kita mengetahui term pertama hanya dengan mengandalkan diri pada
kesadaran kita tentangnya agar memberikan perhatian pada term kedua.
Jadi, Polanyi telah merintis suatu model perkembangan baru ilmu-ilmu
dengan memadukan secara jernih antara nilai dan fakta, sehingga ilmu-ilmu
dikembangkan dapat sejalan dengan perkembangan masyarakat.
D. PENELITIAN DENGAN METODE FILSAFAT
Uraian metode-metode filsafat harus bersifat metodis. Maka perlu
ditetapkan metode manakah yang harus dipergunakan. Metode – metode
yang tidak bisa dipisahkan dalam filsafat Aristoteles telah termuat banyak
penelitian empiris, dan metode induktif telah mendapat tempat dalam karya-
karya logikanya (Organon). Pada zaman Albertus Agung (1205-1280) dan
Roger Bacon (1210-1292) metode-metode yang sebenarnya bukan filosofis
itu sudah jauh lebih maju, namun metode yang bermacam-ragam baru
bener-bener mulai dibedakan sejak munculnya ilmu-ilmu empiris. Pemula itu
lazimnya diletakan pada Galileo Galilei(1564-1642) dan Francis Bacon(1561-
1626) (Edwards (ed.), The Encyclopedia of Philosophy, 7-339).
Meskipun demikian makin lama kaburlah perbedaan tepat antara
metode-metode bukan filosofis yang metode filsafat Francis Bacon ingin
menggantikan saja logika tradisional dengan logika induktif seperti diuraikan
dalam karyanya Novium Organum. Decatres (1596-1650) masihmencari
metode dasar bagi semua ilmu, termasuk filsafat di dalam ilmu pasti. Dan
Newton (1662-1727) mengusul memakai metode ilmu alamsaja sebagai “
Aturan-aturan berpikir dalam filsafat”. Bahkan zaman sekarang pun ada
banyak perbedaan pendapat mengenai metode-metode dan kaidah-kaidah
pembagianya.
Uraian mengenai metode-metode ilmiah pada umumnya dan metode
filsafat pada khusunya terjadi dalam yang disebut “metodologi”. Isi
metodologi ini ialah : analisa dan penyusunan asas-asas dan jalan-jalan yang
mengatur penelitian ilmiah pada umumnya, serta pelaksanaannya dalam ilmu
khusus. Namun metodologi ini dapat dipaham menurut tiga cara :
1. Metodologi empirisMetodologi, sejauh dibedakan dari logika dan filsafat ilmu
pengetahuan, meneliti metode-metode ilmiahsecara induktif (C. Hilis Kaiser,
The Method of Methodology; dalam P. Hentle dan kawan-kawan (ed.)
Stucture, method and meaning, essay in horror of H.M. Sheffer; New York,
The Liberal Arrts Press, 1951, bermacam-macam metode seperti lazim
dipergunakan dengan menguraikan dan membandingkan metode-metode itu
disaring, sehingga tercapai jumlah corak-corak umum yang termuat dalam
semua metode (metodologi umum).
Dengan demikian dari satu pihak, metodologi ini dapat menentukan
hubungan antara ilmu-ilmu dapat menguji dan membersihkan metode
khusus, dan mungkin juga menggolongkan ilmu-ilmu menurut beberapa
metode pokok.
Kelemahan metodologi semacam ini adalah bahwa tidak mampu
memberikan kaidah yang tegas dan mutlak. Justru dalam hal menguraikan
metode filsafat, kebanyakan filsuf akan menolak kompentensi metodologi ini.
2. Logika Penelitian metode-metode dapat juga dipandang sebagai bagian
dalam rangka logika. (D.D. Runes(ed.), The Dictionary of Philosophy, New
York, Philosophical Libarry, 1942,hlm.196). dalam hal ini logika umumnya
merupakan teori dasariyah mengenai asas dan jalan-jalan pemikiran;
metodologi sendiri menjadi cabang logika yang menerapkan logika umum itu
pada ilmu-ilmu khusus. Memamg logika tidak lain merupakan metode
berpikir. Namun, meskipun praktis dan berguna logika itu buka denfinitif.
Sebetulnya masing-masing ilmu pengetahuan mempunyai “logika”-nya
sendiri, dan itu justru metodenya. “Metode” itu ditemukan dan dikembangkan
bersama dengan mengadakan refleksi atas obyeknya. Terutama filsafat
mengembangkan dan mempertanggungjawabkan logikanya (dan
metodenya). Macam –macam metode : logika “aristoteles” sangat berkaitan
pada filsafat yang bersifat “skolastik” dan tidak begitu sesuai dengan filsafat
Hegel atau dengan fenomologi.
3. Filsafat Ilmu PengetahuanMetodologi memahami sebagai filsafat ilmu pengetahuan. Bukan
dimaksudkan filsafat bukan tak lain hanya merupakan Filsafat ilmu
pengetahuan yang dimaksudkan ini menguraikan metode ilmiah sesuai
dengan hakekat pengertian manusia. Dapat ditemukan kategori-kategori
umum yang hakiki bagi segala pengertiannya. Jadi berlaku pula bagi semua
ilmu. Kemudian diberikan tempat sendiri kepada masing-masing ilmu
pengetahuan di dalam jenjang bidang-bidang pengetahuan manusia. Filsafat
ilmu mampu memberikan penjelasan mutlak, dan menentukan kaidah-
kaidah definitive bagi metode ilmiah pada umumnya, bagi metode-metode
khusus. Maka metodologi (filosofi) ini dapat menyatakan salah satu metode
atau segi metodis “salah” atau “benar” yang disebut metodologi empiris, dan
logika dapat memberikan bantuan praktis bagai penentuan ini.
E. METODOLOGI FILSAFAT UMUM
Dalam uraian ini bukan dimaksudkan menguraikan semua metode
ilmiah khusus. Tugas pokok hanyalah membicarakan metode-metode pada
bidang filsafat sendiri. Maka cukuplah sekedar menyebut beberapa garis
umum yang juga berlaku bagi metode filsafat.
a. Metode dan obyekIlmu-ilmu diberikan menurut obyek formal pribadi. Masing-masing
ilmu mempunyai obyek formal khas, dan Aritoteles telah berpendapat bahwa
masing-masing objek formal diteliti menurut metode berbeda pula. Maka
objek (formal) dan metode berhubungan erat.
Seperti obyek dan metode, begitu pula hubungan antara teori dan
logika. Teori ialah seluruh uraian sistematis metodis, mengenai bidang ilmiah
tertentu. Logika ialah seluruh jalan pikiran terperinci yang menghasilkan teori
tersebut, dimana teori dan logika saling mengandalkan, maka setiap bidang
ilmiah memiliki logika sendiri.
Hubungan obyek-metode(dari teori-logika) itu berdasarkan hubungan
seperti ada dalam pengetahuan manusia pada umumnya antara subyek dan
obyek(menurut filsafat ilmu pengetahuan). Metode dan obyek berkembang
bersama-sama. Setiap ilmu mewujudkan metodenya sendiri, sambil
berjalan ; setiap metode membukakan obyek penelitian sambil berjalan. Oleh
karena itu, penentuan metode pertama termasuk kompentensi masing-
masing ilmu pengetahuan, sebab menuntut adanya pengetahuan mendalam
mengenai obyek formal pribadi. Masing- masing ilmu memikirkandan
membicarakan metodenya sendiri. Namum untuk memerincikan metode itu
ilmu mendapatkan bantuan dan sumbangan dari metodologi empiris,
darilogika, dan dari filsafat ilmu pengetahuan.
b. Metode – Metode Ilmiah UmumSistematisasi metode-metode ilmiah kerap mengacaukan metode-
metode umum yang berlaku bagi semua ilmu dan bagi segala pengetahuan,
dan metode-metode yang hanya berlaku bagi ilmu khusus. Metode-metode
umumkerap dikaitkan dengan ilmu pengetahuan tertentu. Misalnya : metode
rasional dibatasi pada filsafat, metode sistetis menunjukan metode filsafat
tertentu, metode induktif dibatasi pada ilmu eksperimental,metode deduktif
dibatasi ilmu pasti, metode introspeksi dibatasi pada ilmu psikologi.
Tetapi sebenarnya dapat disebut sejumlah unsur-unsur dan ‘metode-
metode’ umum yang berlaku bagi jalan pengetahuan manusia pada
umumnya. Jadi berlaku pula bagi semua ilmu pengetahuan tanpa
pengecualian.
a. Unsur umum dalam subyek :
Bertanya, bersikap, ragu-ragu, pada umumnya sikap kritis, tidak apa-
apa diterima begitu saja, atau dengan bebas dari penelitian
Penerapan dan pemahaman (rasional)
Intuisi (konkrit) dan abstraksi (konseptual)
Refleksi (intropeksi, lebih subjektif), dan observasi pengamatan,
deskripsi, eksperimen (ekstrospeksi, lebih objektif)
b. Unsur metodis secara umum :
Titik pangkal (aksioma)
Definisi
Pembagian
Hipotesa
Contoh analogi
Perbandingan
Pembuktian
Verifikasi
c. Dua situasi ilmiah yang berbeda :
Metode penelitian (inventif) : jalan tertentu untuk lebih mendasari
atauuntuk memperluas pengethauan ilmiah
Metode pembicaraan (edukatif) : jalan tertentu untuk mempelajari dan
mengajar teori ilmiahyang sudah terbentuk.
d. Dua pendekatan yang fundamental :
Metode historis-elektif-eliminatif : dipelajari aliran-aliran dan teori-teori
pada bidang tertentu yang muncul sepanjang sejarah; dengan
membandingkan dan menganalisanya mereka disaring, sampai
tinggallah teori yang dianggap paling memuaskan.
Metode sistematis : dalam dialog dengan aliran dan teori lain, secara
sistematis-metodis dibangun teori yang meliputi semua segi dan soal
pada bidang penelitian.
e. Dua pengarahan penelitian yang fundamental :
Metode aposteriori (kerap disebut ‘kritis’); hal yang menjadi titik-tolak
itu tergantung ‘adanya’ dari hal yang dicari :
1.1. Analisa / reduksi struktural :
- Dari keseluruhan kompleks ke bagian yang sederhana;
- Dari fakta-fakta atau gejala ke hakekat atau syarat-syarat; ini
kerap sama dengan :
1.2. Induksi :
- Dari yang singular ke universal;
- Dari yang khusus atau berdetail ke yang umum;
1.3. Regresi : dari akibat ke sebab;
- Entah retrospektif : dari ‘sekarang’ ke ‘dahulu’;
- Entah dari penglihatan masa depan ke ‘sekarang’;
Metode apriori (kerap disebut “spekulatif”) : hal yang menjadi titik-
tolak, menurut ‘adanya’ mendahului hal yang dicari :
1.4. Sintesa / produksi struktural :
- Dari bagian yang sederhana ke keseluruhan kompleks;
- Dari hakekat atau syarat-syarat ke fakta-fakta atau gejala; ini
kerap sama dengan :
1.5. Deduksi :
- Dari yang universal ke yang singular;
- Dari yang umum ke yang khusus atau mendetail;
1.6. Progresi : dari sebab ke akibat
- Entah evolutif : dari ‘dahulu’ ke ‘sekarang’;
- Entah prospektif : dari ‘sekarang’ ke ‘masa depan’.
Segala unsur tersebut dalam nomor 04.2 ini tidak dapat lepas satu sama
lain. Mereka merupakan satu keutuhan yang kait-mengait dan saling
menentukan sebagai bagian-bagian dalam satu struktur. Unsur-unsur tersebut
semua bersana ditemukan dalam segala gaya berpikir dan pada segala taraf
pengetahuan. Mereka merupakan unsur-unsur hakiki, dan satu pun tidak dapat
ditinggalkan. Maka tidak mengherankan bahwa unsur-unsur itu juga diuraikan
dalam metodologi impiris dan dalam logika. Tetapi akhirnya justru filsafat (ilmu)
pengetahuan harus memberikan penilaian definitif, dan menentukan kedudukan
tepat bagi unsur-unsur itu dalam struktur pengertian manusia (Bdk. Klaus-Bühr,
Philosophisches Wörterbuch, hlm. 352).
F. METODE_METODE IMIAH KHUSUS
Masing-masing ilmu pengetahuan mempunyai merode (dan logika)
tersendiri. Sebaiknya metode demikian langsung disebut : metode ilmu pasti,
metode ilmu alam, metode sosiologi, metode filsafat, dan sebagainya.
Dengan demikian dicegah banyak dalah paham.
Di dalam semua metode ilmiah khusus ini diterapkan semua unsur
metodis umum yang tersebut nomor 04.2. Namun sesuai dengan sifat ilmu
tertentu (menurut obyek formal), unsur-unsur itu semua bersama mendapat
arti dan sifat lain dan lain. Dan dalam rangka metode ilmiah khusus juga
menjadi mungin unsur-unsur tertentu mendapat tekanan dan kedudukan
yang berbeda. Misalnya induksi mempunyai arti dan fungsi lain dalam ilmu
pasti, dalam ilmu alam, ilmu mendidik, atau dalam filsafat. Begitu juga halnya
dengan analogi, contoh, dan sebagainya.
Dalam rangka mata kuliah ini tidak akan diuraikan metode-metode
ilmiah khusus semua. Pemahaman itu harus dicari pada sumber lain. Hanya
akan dihadapi pertanyaan mengenai metode khusus yang berlaku bagi
filsafat.
1. Metode Filsafat
Filsafat juga memiliki metodenya sendiri. Namun, pada bidang filsafat
paling sulit bicara mengenai satu metode filosofis; sebab nyatanya ada
aneka-ragam metode, seperti pula ada banyak macam filsafat. Namun
metode filsafat tetap mengikuti hakekat umum, seperti telah disebut
beberapa unsurnya.
2. Metode dan Obyek Filsafat
Pada bidang filsafat pun metode dan obyek formal tidak dapat
dipisahka. Seperti masing-masing filsafat menentukan obyek formal filsafat
menurut pemahamannya sendiri-sendiri, begitu juga mereka masing-masing
mempunyai metodenya dan logikanya sendiri, sesuai dengan obyek formal
itu dan uraian teorinya. Teranglahperbedaan misalnya antara realisme
Aristoteles, idealisme, positivisme,materialisme, eksistensialisme.
Metode ini dikembangkan bersama dengan meulasnya pemahaman
akan kenyataan (obyek), sambil jalan. Filsafat tidak menerima kewibawaan di
luar filsafat yang mau membahasnya. Begitu juga ia tidak menerima
kompetensi lahiriah untuk menilai metodenya. Filsafat sendiri bicara
mengenai metodenya sendiri, menurut metodenya sendiri. Metode itu
dijelaskan, dipertanggungjawabkan, dibelanya; dan kemudian diperkuatnya
justru oleh pandangannya megenai manusia dan dunia. itu terutama terjadi
dalam filsafat (ilmu) pengetahuan. Metode itu seusai pula dengan
pemahamannya mengenai filsafat, dan mengenai relasi filsafat dengan ilmu-
ilmu khusus lainnya. Masing-masing filsafat mengajukan “claims of discovery
of the correct method” (Edwards (ed.), The Encyclopedia of Philosophy, 6-
218). Mereka berpandangan bahwa hanya ada satu cara tepat untuk
berfilsafat itu.
Dari lain pihak kerap ada perbedaan menyolok antara apa yang benar-
benar dikerjakan seorang filsuf, dan tuntunan metodologinya (Edwards (ed.),
The Encyclopedia of Philosophy, 6-218). Misalnya : keragu-raguan
Descrates itu bukan universal, argumentasi Hume bukan bersifat
eksperimental; Tractus karya Wittgenstein sebagian besar tidak berupa
uncovering of nonsense.
3. Pemakaian Metode-metode ilmiah UmumMasing-masing metode filsafat juga dengan sendirinya memakai dan
menghayati unsur-unsur metodis umum seperti berlaku bagi semua
pengertian manusiawi (04.2): penerapan, rasio, induksi, deduksi, dan
sebagainya : Namun setiap filsafat menerapkannya menurut gayanya sendiri.
Kadang-kadang cara dan tekanan khusus itu nampak dalam nama aliran
filsafat (segi subyektif); rasionalisme, pragmatisme, fenomenologi,
positivisme, empirisme. Namun, lebih kerap nama aliran menekankan
pengarahan obyekformal (segi obyektif) : realisme, idealisme, materialisme,
monisme, essensialisme, vitalisme. Tetapi bagaimanapun mereka pula harus
mmeberi arti dan fungsi kepada semnua unsur metodis umum itu.
4. Metode Filsafat yang KhasSoal paling pokok yang harus dihadapi akhirnya ialah : kekhasan
metode filsafat. Tetapi itu pula soal yang paling sulit dijawab. Rupanya tidak
ada metode filsafat umum. Masing-masing filsafat memajukan haknya bahwa
dialah mempunyai metode umum yang dimaksudkan itu, dan menolak metode
filsafat lain.
Maka dalam usahanya untuk menggambarkan metode filsafat umum,
banyak ahli metodologi lari kembali ke unsur-unsur metodis umum saja,
dengan berkata misalnya bahwa bagi filsafat berlakulah metode induktif-
deduktif. Namun itu belum cukup. Kemudian, untuk menjelaskan kekhususan
filsafat dibandingkan dengan ilmu-ilmu khusus lainnya, mereka terpaksa pula
menyinggung soal apakah filsafat itu, dan apakah obyek formalnya. Memang,
mengenai arti filsafat dan obyek formalnya ada pula beberapa hal umum yang
dapat dikatakan; dicari hakekat kenyataan yang sedalam-dalamnya. Tetapi
setiap spesifikasi membaharui perselisihan.
Metode filsafat umum tidak dapat ditemukan dengan menyaring semua
metode filsafat saja, dan menyuling darinya sesuatu yang murni. Penentuan
metode filsafat ialah usaha filosofis, yang melibatkan pula pemahaman tentang
filsafat dan tentang obyek formalnya. Menyangkut filsafat (ilmu) pengetahuan,
dan filsafat sistematik seluruhnya. Maka selalu berupa pilihan filosofis.
5. Metode-metode Filsafat KonkritSepanjang sejarah filsafat telah dikembangkan sejumlah metode-
metode filsafat yang berbeda dengan cukup jelas. Yang paling penting dapat
disusun menurut garis historis sebagai berikut, (bdk. Runes, Dictionary of
Philosophy, hlm. 196-197) :
1) Metode kritis : Sokrates, Plato.Bersifat analisa istilah dan pendapat. Merupakan hermeneutika, yang
menjelaskan kayakinan, dan memperlihatkan pertentangan. Dengan jalan
bertanya (berdialog), membedakan, membersihkan, menyisihkan dan
menolak, akhirnya ditemukan hakekat.
2) Metode intuitif : Plotinos, Bergson.Dengan jalan instrospeksi intuitif, dan dengan pemakaian simbol-simbol
diusahakan pembersihan intelektual (bersama dengan persucian moral),
sehingga tercapai suatu penerangan pikiran. Bergson: dengan jalan
pembauran antara kesadaran dan proses perubahan, tercapai pemahaman
langusng mengenai kenyataan.
3) Metode skolastik : Aristoteles, Tomas Aquinas, filsafat abad pertengahan.
Bersifat sintesis-deduktif. Dengan bertitik-tolak dari definisi-definisi atau
prinsip-prinsip yang jelas dengan sendirinya, ditarik kesimpulan-kesimpulan.
4) Metode matematis : Descrates dan pengikutnya.
Melalui analisa menggenai hal-hal kompleks, dicapai intuisi akan hakekat-
hakekat ‘sederhana’ (ide terang dan berbeda dari yang lain); dari hakekat-
hakekat itu dideduksikan secara matematis segala pengertian lainnya.
5) Metode empiris : Hobbes, Locke, Berkeley, Hume.Hanya pengalamanlah menyajikan pengertian benar; maka semua
pengertian (ide-ide) dalam introspeksi dibandingkan dengan cerapan-
cerapan (impressi) dan kemudian disusun bersama secara geometris.
6) Metode transendental : Kant, neo-skolastik.Bertitik-tolak dari tepatnya pengertian tertentu, dengan jalan analisa diselidiki
syarat-syarat apriori bagi pengertian sedemikian.
7) Metode dialektis : Hegel, Marx.Dengan jalan mengikuti dinamik pikiran atau alam sendiri, menurut triade
tesis, antitesis, sintesis dicapai hakekat kenyataan.
8) Metode fenomenologis : Husserl, eksistensialisme.Dengan jalan beberapa pemotongan sistematis (reduction), refleksi, atas
fenonim dalam kesadaranmencapai penglihatan hakekat-hakekat murni.
9) Metode neo-positivistis.
Kenyataan dipahami menurut hakekatnya dengan jalan mempergunakan
aturan-aturan seperti berlaku pada ilmu pengetahuan positif (eksakta).
10) Metode analitika bahasa : Wittgenstein.Dengan jalan analisa pemakaian bahasa sehari-hari ditentukan sah atau
tidaknya ucapan-ucapan filosofis.
G. UNSUR-UNSUR METODOLOGI
Unsur-unsur metodologi sebagaimana telah dirumuskan oleh Bakker
dan Zubair (dalam Sudarto, 1997) antara lain dijelaskan sebagai berikut :
1. InterpretasiInterpretasi artinya yaitu menafsirkan atau membuat tafsiran, tetapi
yang tidak bersifat subjektif (menurut selera orang yang menafsirkan), tetapi
harus bertumpu pada evidensi objektif, untuk mencapai kebenaran yang
autentik. Penafsirkan dengan tidak secara subjektif bukan berarti kegiatan
interprestasi ini dikerjakan sesuka karangan sang peneliti, akan tetapi tetap
harus bertumpu pada kenyataan yang telah diamati. Kenyataan itu bisa
berupa fakta. Dan fakta ini bisa berupa data (kenyataan-kenyataan yang
sudah tercatat), atau gejala (sesuatu yang nampak sebagai tanda adanya
peristiwa atau kejadian). Namun, dalam filsafat yang si peneliti berhadapan
langsung dengan manusia hidup atau dalam bahasa lain lebih dekat dengan
ilmu sosial dan human. Maka suatu fakta dapat dibedakan menjadi dua yang
pertama secara fisik (kulit, badan, kepala, mata), dan secara ekspresi
manusia (bahasa, tingkah laku, tarian). Hal itulah yang dimaksudkan harus
bertumpu pada evidensi objektif, dan mencapai kebenaran otentik. Dengan
interpretasi ini diharapkan manusia dapat memperoleh pengertian,
pemahaman atau Verstehen. Pada dasarnya interpretasi berarti tercapainya
pemahaman yang benar mengenai ekspresi manusiawi yang dipelajari.
2. Induksi dan DeduksiInduksi (dari khusus ke umum) pada dasarnya
disebut generalisasi. Ilmu eksakta mengumpulkan data-data dalam jumlah
tertentu, dan atas dasar itu menyusun suatu ucapan umum. Dalam penelitian
ilmu sosial ilmu ini sering disebut dengan Humanistik atau Humaniora. Kasus
manusia yang konkret dan individual dalam jumlah terbatas, di analisis dan
pemahaman yang di temukan di dalamnya di rumuskan secara umum.
Ucapan umum maksudnya adalah pemahaman yang sudah dirumuskan
yang didapat dari hasil meneliti.
Deduksi (dari umum ke mkhusus), setelah pengertian secara umum
telah didapati maka, dibuatlah eksplitasi dan penerapan lebih khusus. Dari
pemahaman yang masih bersifat general tadi (transendental), mungkin dapat
dibuat deduksi mengenai segi sifat-sifatnya yang lebih khusus
3. Koherensi InternKoharensi yaitu usaha untuk memahami secara benar guna
memperoleh hakikat dengan menunjukkan semua unsur struktural dilihat
dalam suatu struktur yang konsisten, sehingga benar-benar merupakan
internal structure atau internal relation. Misalnya mengenai hakikat manusia
baru muncul pemahaman, kalau dilihat hubungan antara kebebasan, nafsu,
dan pengaruh lingkungan khususnya orang lain
4. HolistisHolistis merupakan tinjauan secara lebih dalam untuk mencapai
kebenaran secara utuh, dimana objek dilihat dari interaksi dengan seluruh
kenyataannya. Holistik juga merupakan corak yang khas atau suatu
kelebihan dalam konsepsi filosofis. Identitas objek akan terlihat bila ada
korelasi dan komunikasi dengan lingkungannya. Misalnya, pada penulis
naskah berita, atau pelaku sejarah hidup dalam interaksi dengan zamannya
dan latar belakangnya. Ia selalu melakukan hubungan aksi-reaksi sesuai
dengan tematik zamannya
5. Kesinambungan HistorisJika ditinjau dari perkembangannya, manusia itu adalah makhluk
historis. Artinya mereka berkembang dalam pengalaman dan pikiran
bersama sesuai dengan zamannya. Dalam relasi dengan dunia mereka
berhak membentuk nasib atau nasiblah yang membentuk mereka.
Rangkaian kegiatan atau peristiwa dalam kehidupan manusia merupakan
sebuah proses yang saling berkesinambungan untuk menbentuk diri
manusia, dan itu merupakan mata rantai yang tidak akan terputus. Dengan
itulah harkat manusia yang unik dapat diselami.
6. IdealisasiIdealisasi merupakan proses untuk membuat ideal, artinya upaya
dalam penelitian untuk memperoleh hasil yang ideal atau sempurna.
7. KomparasiKomparasi adalah suatu usaha membandingkan sifat hakiki dalam
objek penelitian untuk menentukan secara tegas kesamaan dan perbedaan
sesuatu sehingga hakikat objek bisa dipahami secara murni. Komparasi
dapat diadakan dengan objek lain yang sangat dekat dan serupa dengan
objek utama. Komparasi juga dapat diadakan dengan objek lain yang sangat
berbeda dan jauh dari objek utama. Dalam perbandingan itu dimaksimalkan
perbedaan-perbedaan yang berlaku untuk dua objek, namun sekaligus dapat
ditemukan beberapa persamaan yang mungkin sangat strategis.
8. HeuristikaHeuristika merupakan metode untuk menemukan jalan baru secara
ilmiah untuk memecahkan masalah. Heuristika benar-benar dapat mengatur
terjadinya pembaharuan ilmiah dan sekurang-kurangnya dapat memberikan
kaidah yang mengacu.
9. AnalogikalAnalogikal merupakan filsafah meneliti arti, nilai dan maksud yang
diekspresikan dalam fakta dan data. Dengan demikian, akan dilihat analogi
antara situasi atau kasus yang lebih terbatas dengan yang lebih luas.
10. DeskripsiSeluruh hasil penelitian harus dapat dideskripsikan. Data yang
dieksplisitkan memungkinkan dapat dipahami secara mantap.
DAFTAR PUSTAKA
Bakker, A. (1984). Metode-metode filsafat. Jakarta Timur: Ghalia Indonesia
Rizal Mustansyir, M. Hum, dkk. (2004). Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Sudarto. (1997). Metodologi penelitian filsafat. PT Raja Grafindo : Jakarta
Supartono, S. (2005). Filsafat ilmu pengetahuan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Surajiyo. (2008). Filsafat ilmu dan perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi
Aksara