36
Meningkatkan Produktivitas Nasional

Meningkatkan Produktivitas Nasional

  • Upload
    trandat

  • View
    231

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Meningkatkan Produktivitas Nasional

Volume 4 | Nomor 2 | Edisi Februari 2014 | www.ekon.go. id

Meningkatkan Produktivitas Nasional

http://radiks.fi les.wordpress.com/

Page 2: Meningkatkan Produktivitas Nasional

01 Editorial

Koordinasi Kebijakan Ekonomi

02 Arah Kebijakan Belanja

Negara Tahun 2015

Ekonomi Internasional

03 Dampak Perlambatan

Ekonomi Cina Terhadap

Ekspor Indonesia

Ekonomi Domestik

04 Perkembangan Inflasi dan

Nilai Tukar di Indonesia

Ekonomi Daerah

05 Melirik Trend Upah Daerah

08 Ergonomi dan Peningkatan

Produktivitas Kerja

11 Mendorong Partisipasi

Tenaga Kerja Wanita

12 Meningkatkan Produktivitas

Melalui Implementasi

Program LPN

14 Sejarah Gerakan

Produktivitas di Indonesia

15 Strategi Peningkatan

Produktivitas LPN

Opini Pakar

17 Mendorong Produktivitas

Nasional

KUR

19 Realisasi Penyaluran KUR

Periode Januari 2014

UKM

20 UMKM Bersiap Menyambut

Masyarakat Ekononi ASEAN

Keuangan

22 Memotret Profil Kompetisi

Industri Perbankan

Indonesia

Fiskal & Regulasi Ekonomi

22 Kenaikan TDL Industri, Bagai

Pisau Bermata Dua

Ketenagakerjaan

26 Angka Pengangguran

Februari 2014: Perdebatan

antara Teori Ekonomi dan

Realitas Lapangan

MP3EI

27 Pembangunan

Berkelanjutan

Dalam Mendukung

Percepatan dan Perluasan

Pembangunan Ekonomi

Indonesia

Korporasi/ BUMN

29 Produktivitas dan

Efisiensi BUMN

Kegiatan Menko

30 Working Group

Indonesia - Singapura

IPTEK

30 Peranan Sistem Manajemen

Strategis pada Lembaga

Pemerintahan Negara

Pembina :

Menteri Koordinator

Bidang Perekonomian

Pengarah :

Sekretaris Kementerian

Koordinator

Bidang Perekonomian

Deputi Fiskal & Moneter

Koordinator :

Bobby Hamzar Rafinus

Editor :

Edi Prio Pambudi

Puji Gunawan

Ratih Purbasari Kania

Analis :

Adji Dharma, Alisa Fatimah,

Annida Masruroh

Fitria Faradila, Nia Kurnia

Sholihah, Tasya Shabrina,

Trias Melia

Kontributor :

Tim Pemantauan dan

Pengendali Inflasi, Komite

Kebijakan KUR, Komite

Percepatan dan Perluasan

Pembangunan Ekonomi

Indonesia

Laporan Utama

DAFTAR ISI volume 4 | Nomor 2 | Edisi Februari 201 4 | www.ekon.go. id

Page 3: Meningkatkan Produktivitas Nasional

KKerja produktif pada semua jenis pekerjaan dan tingkat

ketrampilan merupakan prasyarat bagi tercapainya

pertumbuhan ekonomi yang cepat, berkelanjutan, dan

inklusif. Demikian disampaikan dalam buku “The Sum Is

Greater Than The Parts” (Harvard Kennedy School

Indonesia Program dan Gramedia, 2013). Buku ini

mengulas tantangan pembangunan ekonomi Indonesia

ke depan dan menekankan pentingnya peran pekerja

sebagai penghasil pendapatan sekal igus konsumen,

penabung, dan investor. Pekerja merupakan kelompok

terbesar dalam masyarakat yang menjadi penggerak

dan penerima manfaat pembangunan ekonomi. Dengan

peran tersebut maka ketrampilan pekerja merupakan

komponen utama dari ketersediaan modal sumber daya

manusia dalam perekonomian. Negara-negara maju

dengan jumlah tenaga trampil banyak telah mampu

pul ih cepat dari keterpurukan masa lalu seperti Jerman

dan Jepang.

Buku tersebut menyarankan peningkatan produktivitas

pekerja di Indonesia difokuskan kepada membangun

ketahanan pangan, memperbanyak pekerja manufaktur,

dan meningkatkan kual itas pendidikan lebih tinggi.

Peningkatan produktivitas pekerja sektor pertanian

selain akan meningkatkan ketahanan pangan juga akan

mengurangi ketimpangan pendapatan dan kemiskinan

di perdesaan. Indonesia, bersama Brazil dan Kongo,

dini lai memil iki potensi produksi pertanian melalui

pembangunan lahan luas beririgasi maupun intensifikasi

lahan. Kedepan disarankan Indonesia mengembangkan

keunggulan komparatif keberadaan lahan tersebut

menjadi lahan produktif. Keberhasilan dalam

pengembangan produksi minyak kelapa sawit, karet,

dan coklat, disarankan diperluas melalui akselerasi

penel itian di sektor pertanian menghadapi semakin

besarnya porsi petani berusia di atas 40 tahun.

Selanjutnya pengembangan

produktivitas melalui

peningkatan nilai tambah

produksi komoditas sumber daya

alam, yang dikenal dengan

hil irisasi , perlu

mempertimbangkan keterkaitan

antar-sektor yang dapat

menimbulkan biaya langsung

maupun tak langsung . Biaya ini

dapat mengurangi manfaat

upaya hil irisasi , seperti adanya

inefisiensi di dalam mata rantai produksi dan distribusi

serta berkurangnya lapangan kerja. Langkah yang

disarankan antara lain penurunan biaya tinggi dalam

kegiatan logistik. Selain itu perlu terus dilakukan

penyempurnaan ketentuan ketenagakerjaan seperti

sistem pengupahan dan pesangon yang mengurangi

insentif pengembangan kegiatan manufaktur yang

banyak menciptakan lapangan kerja.

Upaya pengembangan pendidikan di Indonesia dinilai

belum mampu memenuhi kebutuhan dunia kerja.

Padahal pendidikan diakui sebagai penentu

pertumbuhan ekonomi. Untuk itu pendidikan tinggi di

Indonesia harus ditingkatkan untuk menjadi fondasi

pertumbuhan yang inklusif. Peningkatan tersebut

mel iputi kual itas program yang diajarkan, kual itas

pengajar perguruan tinggi, kual itas penel itian, serta

koherensi manajemen perguruan tinggi, agar

mendorong perubahan yang diperlukan untuk

mendorong pertumbuhan ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi di Cina selama

periode 2000 - 2010 dicapai dengan peningkatan

kontribusi produktivitas pekerja menggantikan

produktivitas modal . Untuk itu penting sekal i

menciptakan sebanyak mungkin tenaga kerja trampil

dan lapangan kerjanya dalam era bonus demografi

hingga 2025. Hanya dengan langkah tersebut, harapan

Indonesia menjadi negara berpendapatan perkapita di

atas USD 10.000 dapat terwujud satu dasawarsa lagi.

Semoga.

volume IV nomor 2 edisi Februari 2014 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | 01

Bobby Hamzar Rafinus

Editorial

Page 4: Meningkatkan Produktivitas Nasional

02 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | volume IV nomor 2 edisi Februari 2014

Koordinasi Kebijakan Ekonomi

Arah Kebijakan BelanjaNegara Tahun 2015

Tasya Shabrina Yusira

http://www.lomaxfinancial .com.au/

PPerkembangan perekonomian global 2014 diperkirakan

akan tumbuh lebih baik dibandingkan tahun 2013,

namun ekonomi global masih menghadapi resiko

pelemahan pada 2014. Selain potensi resiko pada nilai

tukar, potensi resiko pun berasal dari gejolak l ikuiditas

global dan harga komoditas pasar global . Berdasarkan

ketiga resiko potensi ini diperkirakan terjadi

pertumbuhan tahun 2014 yang sedikit lebih baik

dibandingkan tahun 2013, inflasi yang mulai mereda,

serta neraca perdagangan yang diperkiran masih defisit.

Terjadinya ketidakstabilan perekonomian dil ihat dari

indikator makro menciptakan beberapa tantangan

dalam pembuatan APBN ke depan.

Pertama, pendapatan negara diperkirakan tidak

mencapai target disebabkan oleh target penerimaan

pajak yang tidak tercapai. Kedua, dari sisi belanja

negara, masih terdapat fiscal space APBN yang masih

terbatas disebabkan komposisi belanja negara yang

didominasi oleh belanja mengikat yang bersifat wajib,

sehingga menyebabkan kual itas belanja masih rendah .

Hal ini juga disebabkan oleh alokasi untuk subsidi

energi terutama BBM yang masih tinggi. Ketiga, transfer

daerah yang semakin besar namun tidak diikuti oleh

kual itas belanja daerah yang efektif. Terakhir

merupakan tantangan APBN yang selalu defisit.

Berdasarkan keadaan makroekonomi serta tantangan

yang mungkin dihadapi tersebut, Rencana Kerja

Pemerintah (RKP) untuk tahun 2015 – 2019 merupakan

pembangunan yang diarahkan pada pembangunan

ekonomi kompetitif berbasis SDA, SDM yang

berkualotas, dan peningkatan kemampuan IPTEK. Hal

baru yang ingin dilakukan adalah menjalankan

pembangunan berkelanjutan yaitu pembangunan

manusia (people) untuk mendapatkan keuntungan atau

manfaat (profit) yang nantinya digunakan untuk

pelestarian l ingkungan (planet) dimana semuanya

dibantu dan didukung oleh pemerintah (governance) .

Selain itu pemerintah diarahkan untuk menyiapkan

landasan untuk menghindari middle income trap dan

pembangunan juga disiapkan untuk menyongsong

peluang bonus demografi .

Menimbang target dan tantangan untuk Indonesia ke

depan, tahun 2015 belanja kementerian dan lembaga

akan bersifat baseline budget, yaitu hanya

memperhitungkan kebutuhan pokok penyelenggaraan

pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat, tingat

output (service delivery) yang sama dengan 2014, dan

tetap mengacu pada rencana pembangunan jangka

panjang (RPJP). Hal ini diharapkan akan memberikan

ruang gerak bagi pemerintahan yang baru hasil Pemilu

2014, untuk melaksanakan program/kegiatan sesuai

dengan platform yang direncanakan.

Pagu indikatif belanja kementerian dan lembaga untuk

tahun 2015 adalah sebesar Rp610 tri l iun (resource

envelope) yaitu alokasi dana yang disiapkan untuk

pemerintahan baru yang tidak boleh digunakan untuk

kegiatan lain. Resource envelope tersebut ditampung

untuk kebutuhan operasional dan non operasional .

Alokasi tersebut belum mencakup kebutuhan anggaran

remunerasi yang belum mendapatkan tunjangan

kinerja, cadangan kenaikan anggaran pendidikan, dan

rencana penambahwan coverage PBI.

Referensi

Musrenbangnas Tahun 2014

Page 5: Meningkatkan Produktivitas Nasional

Ekonomi Internasional

volume IV nomor 2 edisi Februari 2014 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | 03

Tasya Shabrina Yusira

Sumber: World Bank

Perbandingan Pertumbuhan Ekonomi China dan Ekspor Indonesia

Dampak Perlambatan Ekonomi CinaTerhadap Ekspor Indonesia

http://www.lomaxfinancial .com.au/

http://www.sunshineandsails.com/

PPada akhir tahun 2012 hingga tahun 2013, ekonomi

dunia memperl ihatkan adaya perlambatan. Di Cina

sendiri , perlambatan laju pertumbuhan disebabkan

oleh turunnya tingkat ekspor khususnya pada sektor

manufaktur. Menurut surveI HSBC Juni 2013 lalu ,

penurunan ekspor pada sektor manufaktur Cina

dipengaruhi oleh turunnya permintaan pasar terbesar

Cina seperti Amerika Serikat dan Eropa.

Grafik perbandingan pertumbuhan China dan

pertumbuhan ekspor Indonesia menunjukkan

pergerakan yang sama antara laju pertumbuhan Cina

dengan laju pertumbuhan ekspor Indonesia.

Menurunnya pertumbuhan Cina membuat tingkat

ekspor terhadap GDP Indonesia juga menurun. Dari hal

ini kita dapat mel ihat bahwa ada ketergantungan

ekspor Indonesia yang tinggi terhadap kondisi

perekonomian Cina.

Perlambatan ekonomi Cina ini menurut pengamat

ekonomi dari Universitas Indonesia, Tel isa Aul ia

Fal ianty, mampu menurunkan laju pertumbuhan

Indonesia. Penurunan pertumbuhan Cina sebesar 1

persen dapat menurunkan pertumbuhan Indonesia

sebesar 0.5 persen, seperti yang dikutip dari Koran

Jakarta.

Cina merupakan trading partner Indonesia yang

terbesar. Oleh karena itu, melambatnya perekonomian

Cina akan menurunkan permintaannya terhadap ekspor

Indonesia. Sektor – sektor yang pal ing terkena dampak

negatif adalah sektor tambang khususnya batu bara,

migas, dan sektor perkebunan khususnya minyak sawit

mentah atau crude palm oil (CPO). Selain itu,

dikhawatirkan dengan menurunnya ekspor Indonesia

terhadap Cina, yang akan terjadi adalah peningkatan

produk impor dari Cina sehingga akan menyebabkan

defisit pada neraca perdagangan.

Page 6: Meningkatkan Produktivitas Nasional

K

04 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | volume IV nomor 2 edisi Februari 2014

Kondisi perekonomian domestik dari suatu negara

dapat dil ihat dari beberapa indikator, di antaranya

adalah inflasi yang dapat diartikan sebagai persentase

perubahan tingkat harga rata-rata untuk barang dan

jasa. Pada jangka pendek, kenaikan tingkat inflasi

menunjukkan pertumbuhan ekonomi. Namun, tingkat

inflasi yang tinggi dalam jangka panjang akan

membawa dampak buruk bagi perekonomian suatu

negara karena menyebabkan harga barang-barang

dalam negeri menjadi lebih mahal dibandingkan

dengan harga barang-barang impor. Inflasi yang

berkepanjangan akan mendorong masyarakat untuk

lebih banyak membil barang impor yang lebih murah

dan barang-barang dalam negeri yang

melemah daya saingnya di pasar

internasional . Selanjutnya, hal tersebut akan

berdampak pada nilai impor yang

meningkat dan nilai ekspor yang menurun.

Selain inflasi , variabel penting lain dalam

perekonomian terutama dalam era

perekonomian terbuka seperti saat ini

adalah nilai tukar atau exchange rate.

Pergeraan nilai tukar membawa pengaruh

yang cukup besar bagi perekonomian suatu

negara karena akan mempengaruhi daya

saing produk domestik dari negara tersebut

di pasar dunia. Dalam kaitannya dengan nilai tukar, kita

mengetahui isti lah Real Effective Exchange Rate (REER)

yang mengukur daya bel i relatif suatu mata uang

dibandingkan dengan mata uang lainnya yang sudah

memasukkan unsur inflasi sehingga mampu

menggambarkan tingkat daya saing suatu negara

dalam perdagangan internasional .

Hubungan antara inflasi dan nilai tukar dapat dijelaskan

melalui teori Purchasing Power Parity (PPP) yang

menjelaskan bahwa kurs mata uang akan berubah

untuk mempertahankan daya bel inya. Dari persamaan

dasar PPP yaitu P = e.P* jika dibuat logaritmanya dan

diambil turunannya maka diperoleh bahwa

(dP/P) = (de/e) + (dP*/P*). Persamaan

tersebut menunjukkan bahwa tingkat inflasi

domestik sama dengan tingkat laju

depresiasi mata uang nasional ditambah

dengan tingkat inflasi internasional . J ika

persamaan awal diubah maka akan diperoleh

persamaan REER = Q = (dP*/P*) yang

mencerminkan perbandingan tingkat harga

pasar internasional dengan tingkat harga

domestik. J ika inflasi dalam negeri

meningkat, maka nilai tukar domestik

terhadap mata uang asing akan cenderung

melemah atau mengalami depresiasi .

Perkembangan Inflasi dan Nilai Tukar di Indonesia

Ekonomi Domestik

Sumber: BPS, diolah

Sumber: BIS, diolah

Page 7: Meningkatkan Produktivitas Nasional

Pada grafik REER, ketika terjadi peningkatan maka

menunjukkan terjadinya apresiasi ni lai tukar dan

sebal iknya depresiasi ni lai tukar ditunjukkan oleh grafik

yang menurun. Terl ihat bahwa pasca krisis 1998 mata

uang Indonesia telah mengalami apresiasi meskipun

tidak sebesar saat sebelum krisis. Namun, setelah tahun

2004, trend nilai tukar rupiah cenderung menunjukkan

terjadinya depresiasi meskipun tidak terlalu tajam.

Pada tahun 2005 terl ihat bahwa inflasi meningkat tajam

akibat adanya kenaikan harga bahan bakar minyak

yang menyebabkan harga faktor-faktor produksi ikut

naik sehingga menyebabkan harga barang-barang pun

meningkat. Hal tersebut kemudian membuat nilai tukar

rupiah terdepresiasi akibat harga barang dalam negeri

meingkat sehingga masyarakat lebih memil ih untuk

mengkonsumsi barang impor yang dinilai lebih murah.

Fenomena berbeda terjadi pada tahun 2009 ketika

inflasi yang terjadi di Indonesia cenderung rendah

tetapi tidak mampu mendorong nilai tukar untuk

mengalami apresiasi . Hal ini di antaranya diisebabkan

oleh rendahnya inflasi yang tidak mampu

meningkatkan ekspor dari Indonesia akibat lesunya

pasar internasional sehingga menurunkan permintaan

asing terhadap barang domestik. Kenaikan harga bahan

bakar yang terjadi pada tahun 2013 membuat tingkat

inflasi meningkat dibandingkan tahun sebelumnya.

Kondisi ini diikuti dengan melemahnya nilai tukar

Indonesia pada tahun tersebut sampai dengan awal

tahun 2014.

Diharapkan nantinya kebijakan-kebijakan pemerintah

dan Bank Indonesia akan mampu untuk menekan

angka inflasi dan menjaganya agar stabil sehingga nilai

tukar akan menguat pada tahun 2014 ini.

volume IV nomor 2 edisi Februari 2014 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | 05

Permasalahan upah di negara-negara berkembang

masih menjadi trending ditengah kelebihan jumlah

angkatan kerja dengan kual itas tenaga kerja yang

rendah. Di Indonesia, permasalahan Upah Minimum

selalu menjadi sorotan berbagai pihak baik ditingkat

pusat maupun daerah.

Menurut data ILO, Upah nominal rata-rata pekerja di

Indonesia naik dari Rp.1.630.193 pada 2012 menjadi

Rp.1.909.478 pada 2013 yang merupakan kenaikan upah

nominal rata-rata yang substansial dalam upah nominal

rat-rata. Upah rii l rata-rata pekerja hanya mengalami

kenaikan tipis atau tetap sama selama beberapa tahun

belakangan ini. Pertumbuhan upah rata-rata ri i l d i

Indonesia lebih rendah dari pada negara-negara

berkembang lainnya. Kecenderungan ini berbeda

dengan pertumbuhan upah minimum yang terjadi

sekarang ini.

Saat ini , kebijakan pengupahan masih bertumpu pada

upah minimum yang berlandaskan pada kebutuhan

hidup layak buruh/pekerja lajang dengan masa kerja

dibawah satu tahun. Penerapan upah minimum masih

sangat minim dan belum bersifat wajib. UU no 13 tahun

2003 adalah peraturan yang mengatur mekanisme

pengupahan, terutama pasal 88 yang memuat

penetapan upah minimum tingkat propinsi dan

kabupaten/kota.

Menurut Permenakertrans No.01 tahun 1999, Upah

minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri

dari upah pokok termasuk tunjangan tetap , yang

berlaku bagi pekerja yang mempunyai masa kerja

Ekonomi Daerah

Nia Kurnia Shol ihah

Melirik Trend UpahDaerah

http://www.medanmagazine.com/

Page 8: Meningkatkan Produktivitas Nasional

06 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | volume IV nomor 2 edisi Februari 2014

Ratih Purbasari Kania

kurang dari satu tahun. Penetapan upah minimum

dilakukan di tingkat propinsi/kabupaten/kota dimana

Gubernur menetapkan besaran upah minimum

propinsi(UMP) atau Upah Minimum

Kabupaten/Kota(UMK) berdasarkan usulan dari dewan

Pengupahan Provinsi/Kab/Kota.

Dalam perkembangannya, penghitungan upah

minimum telah mengalami beberapa revisi sejak awal

mula diadakan, menurut Permenakertrans no.13 tahun

2012 komponen danpelaksanaan tahapan pencapaian

kebutuhan hidup layak, dalam peraturan ini komponen

kebutuhan hidup layak(KHL) terdiri dari 7 kelompok

kebutuhan dan 60 komponen, hal ini merupakan

perubahan dari peraturan sebelumnya yakni

Permenaker No.17 tahun 2005 yang terdiri dari 7

kelompok kebutuhan dan 46 komponen KHL.

Salah satu manfaat adanya upah minimum adalah

memberikan perl indungan bagi sejumlah kecil pekerja

yang berpenghasilan rendah serta memberikan

perl indungan dasar pada struktur upah sehingga

merupakan jarring pengaman terhadap upah yang

terlalu rendah. Permasalahan upah pada terutama

dialami oleh pekerja perempuan dengan pendidikan

rendah, dimana mereka cenderung berada pada

kelompok yang memil iki pertumbuhan upah pal ing

rendah.

Secara spasial , terdapat kesenjangan angkatan kerja

antar daerah , dimana angkatan kerja saat ini akan terus

berkumpul disekitar Pulau Jawa, Pulau Sumatera serta

Pulau Bal i , d imana tingkat partisipasi angkatan kerja

dipedesaan cenderung lebih tingi dibandingkan dengan

wilayah perkotaan.

Pada tahun 2013, kenaikan upah yang tinggi terdapat di

wilayah Jakarta, Kal imantan Timur serta kepulauan Riau.

Tingginya kenaikan upah diwilayah tersebut sedikit

banyak menimbulkan investor mel irik wilayah lainnya

untuk berinvestasi didaerah yang mempunyai tingkat

upah yang lebih rendah.

Berdasarkankan data Kemenakertrans, Pada tahun 2013,

Provinsi yang memil iki UMP diatas 2 juta rupiah adah

Propinsi DKI Jakarta. Adapun Provinsi yang mempunyai

UMP antara 1,5 juta sampai 2 juta adalah Propinsi Aceh,

Sumatera Selatan, Kal imantan tengah, Papua serta

papua Barat. Sedangkan sisanya mempunyai UMP pada

kisaran 830 rribu rupiah sampai 1,5 juta rupiah.

Besarnya UMP wilayah DKI Jakarta yang meningkat dari

RP.1.529.150,- pada tahun 2012 menjadi Rp 2.200.000

pada tahun 2013, dan menjadi Rp. 2.400.000,- pada

tahun 2014, mempengaruhi besarnya UMK wilayah-

wilayah disekitarnya. UMK disekitarnya juga meningkat

cukup signifikan seiring dengan kenaikan upah

minimum di Jakarta. Pada tahun 2014, Upah minimum

Kota bogor sebesar Rp. 2.352.350,- Kabupaten Bogor

sebesar Rp. 2.242.240,- Kota bekasi sebesar Rp.

2.441.954,- Kabupaten Bekasi sebesar Rp.2.447.445,-

serta Kota Depok sebesar yang merupakan kawasan

wilayah Provinsi Jawa Barat. Kabupaten Kota lainnya

sekitar DKI Jakarta yang merupakan bagian dari Propinsi

Banten yakni Kota Tangerang sebesar Rp.2.444.301,-

Kabupaten Tangerang sebesar Rp.2.442.000,- serta Kota

Tangerang Selatan sebesar Rp.2.442.000,-.

Dengan Perkembangan kenaikan upah yang begitu

dinamis pada setiap daerah di Indonesia, maka perlunya

dikaji u lang serta menjadi pemikiran bersama antara

Pemerintah Daerah dan juga pemerintah Pusat untuk

memulai memil irkan penghitungan upah yang berbasis

produktivitas pekerja, karena hal ini tidak saja

mensejahterakan pekerja itu sendiri tetapi juga

meningkatkan produktivitas perusahaan dan

Produktivitas Daerah.

Page 9: Meningkatkan Produktivitas Nasional

Laporan Utama

Mendorong Produktivitas Nasional

Page 10: Meningkatkan Produktivitas Nasional

Laporan Utama

dan

08 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | volume IV nomor 2 edisi Februari 2014

DDalam era global isasi , produktivitas kerja merupakan

syarat utama bagi perusahaan dalam menghadapi

persaingan usaha serta peningkatan pendapatan

perusahaan. Dengan adanya perkembangan teknologi

yang sangat pesat maka peralatan menjadi salah satu

kebutuhan pokok pada berbagai lapangan kerja, karena

teknologi dari peralatan tersebut merupakan penunjang

dalam peningkatan produktivitas kerja. produktivitas

kerja baik sektor industri maupun non industri di lakukan

melalui pendekatan sistem dan pendekatan pekerja.

Produktivitas kerja sangat ditentukan oleh dua faktor

utama yaitu faktor teknis yang merupakan faktor yang

berhubungan dengan penerapan metode kerja yang

lebih efisien serta faktor manusia dalam usaha-usaha

yang dilakukan manusia di dalam menyelesaikan

pekerjaan yang mel iputi : motivasi , d isipl in dan etos

kerja. Oleh karena itu pada industri yang banyak

menggunakan teknologi maka produktivitas akan

ditekankan pada aspek teknis, sedangkan untuk industri

yang bersifat padat karya, upaya peningkatan

produktivitas harus ditekankan pada aspek manusianya.

Dengan meningkatnya penggunaan peralatan dengan

teknologi tinggi, selain menunjang produktivitas juga

mempunyai resiko terjadinya penyakit akibat kerja serta

kecelakaan kerja yang bisa berujung pada kematian.

Menurut ILO, secara global , terdapat 777 juta

kecelakaan kerja setiap tahunnya dan mengakibatkan

2,3 juta pekerja kehilangan nyawa, di Indonesia, 0,75

pekerja Indonesia mengalami kecelakaan kerja yang

mengakibatkan kerugian nasional mencapai Rp 50

tri l iun. Untuk mengantisipasi kejadian tersebut maka

diperlukan adaftasi antara pekerja, proses kerja serta

l ingkungan kerja yg lebih dikenal dengan pendekatan

ergonomi.

Ergonomi menyelaraskan pekerjaan dan l ingkungan

terhadap orang atau sebal iknya dengan tujuan

tercapainya produktivitas dan efisiensi setinggi-

tingginya. Ergonomi menggambarkan informasi

mengenai perilaku manusia, kemampuan, keterbatasan

dan karakteristik lainnya untuk mendisain alat, mesin,

tempat, pekerjaan dan l ingkungan untuk produktivitas,

keselamatan, kenyamanan dan efisiensi dan efektivitas

penggunaan tenaga kerja (McCormick and Saunders

1993).

Ergonomi ditempat kerja mencakup layout tempat kerja

termasuk didalamnya perancangan, desain ruang dan

peralatan, Enginers, peralatan, suppliers, dan pekerja.

Anal isis yang menyangkut ergonomi mel iputi : 1)

Anatomi, fisiologi, dan anthropometri (ukuran) tubuh

manusia, 2) Psikologi yang menyangkut perilaku

manusia, 3) serta kondisi-kondisi kerja yang dapat

mencederai ataupun yang membuat nyaman pekerja.

Ergonomi dilakukan pada pada dunia kerja agar pekerja

merasa nyaman dalam pekerjaannya, sehingga dengan

kenyamanan tersebut diharapkan dapat meningkatkan

produktivitas kerja. Secara umum, ruang l ingkup

ergonomi mencakup: cara pekerja mengerjakan

pekerjaannya, posisi dan gerakan tubuh yang digunakan

ketika bekerja, peralatan yang digunakan, efek bagi

kesehatan.

Tujuan utama dari ergonomi adalah menyediakan

produktivitas yang maksimum dengan biaya yang

minimum. Biaya dimaksud adalah berupa biaya

psikologi serta biaya kesehatan pekerja. Dalam setting

tempat kerja, jarang ditemukan tugas yang melebihi

kapasitas dari pekerja. Beberapa pekerjaan akan

memasukan tugas yang spesifik yang memerlukan

Page 11: Meningkatkan Produktivitas Nasional

jangkauan yang luas ataupun overhead tempat kerja

yang tidak dapat bertahan untuk periode yang lama.

Dengan ergonomi yang mendesain tempat kerja

mengakibatkan lebih banyak orang dapat bekerja tanpa

risiko terjadinya kecelakaan.

Dengan adanya tempat kerja yang aman, maka setiap

pekerja dapat bekerja secara efektif dan efisien.

Sebal iknya, j ika tempat kerja tidak aman dan berpotensi

bahaya akan mengakibatkan kerusakan dan absen tak

terhindarkan dari pekerja sehingga pekerja akan

kehilangan pendapatannya dan produktivitas

perusahaan berkurang.

Diperkirakan bahwa kerugian akibat kecelakaan kerja

setiap tahunnya dan penyakit yang berhubungan

dengan pekerjaan di beberapa negara dapat mencapai

4% Produk Nasional Bruto,

Adapun biaya langsung dan tidak

langsung dan dampak yang

ditimbulkan mel iputi :1) Biaya

medis, 2) Kehilangan hari kerja, 3)

Mengurangi produksi, 4)

Hilangnya kompensasi bagi

pekerja, 5) Biaya waktu/uang dari

pelatihan dan pelatihan ulang

pekerja, 6) Kerusakan dan

perbaikan peralatan, 7) Rendahnya

moral staf, 8) Kehilangan kontrak

karena kelalaian.

Upaya-upaya yang seharusnya

dilakukan untuk mencegah

sehingga meminimalkan potensi

bahaya dalam bekerja adalah

melalui :1) Menyediakan posisi

kerja atau tempat duduk yang sesuai mel iputi sandaran,

kursi/bangku atau tikar bantalan, 2) Mendesain tempat

kerja sehingga alat-alat mudah dijangkau dan bahu

pada posisi netral , ri leks dan lengan lurus ketika bekerja,

3) Mempertimbangkan rotasi tugas dan memberikan

istirahat yang teraturdari pekerjaan intensif, hal ini dapat

mengurangi tingkat kesalahan dan kecelakaan.

Dalam rangka pencegahan penyakit akibat kerja serta

kecelakaan kerja, perlu dilakukan identifikasi resiko yang

bisa terjadi akibat cara kerja yang salah. Faktor resiko

yang terjadi dari cara kerja bisa berupa pengulangan

yang banyak dari kegiatan yang melebihi dari dua jam,

beban berat, postur yang kaku, beban statis, tekanan,

getaran, serta suhu yang ekstrim. Penyakit yang timbul

karena terakumulasinya kerusakan-kerusakan akibat

trauma yang berulang bisa menimbulkan rasa sakit

ataupun kerusakan yang besar, hal ini karena

penumpukan cedera –cedera kecil yang terjadi dalam

waktu lama.

Penyakit yang timbul biasanya terjadi pada pekerjaan

yang monoton, berulang atau kecepatan tinggi, sikap

kerja yang tidak alamiah, Postur yang tidak

netral/canggung, bila terdapat pendukung yang kurang

sesuai, bi la kurang istirahat, penggunaan atau

pengerahan otot yang melebihi kemampuannya,

biasanya gejala yang timbul tidak dirasa atau dianggap

sepele oleh pekerja. Sikap dan interaksi pekerja dengan

sarana kerja akan menentukan efisiensi , efektivitas dan

produktivitas kerja, penggunaan meja dan kursi ukuran

standar oleh pekerja yang

mempunyai ukuran tubuh yang

berbeda jauh ukurannya akan

mempengaruhi terhadap hasil

kerja. Contoh lainnya adalah bila

bekerja dengan menundukkan

leher atau membungkukan

punggung mebihi sudut 30 derajat

bisa dilakukan asalkan waktunya

tidak melebihi dari dua jam. Hal ini

akan menyebabkan rasa sakit pada

leher dan tulang belakang.

Penyusunan tempat kerja dan

tempat duduk yang sesuai harus

diatur sedemikian sehingga tidak

ada akibat serta pengaruh yang

membahayakan bagi kesehatan

pekerja.

Dalam perancangan peralatan dan tempat kerja yang

ergonomis diperlukan pengetahuan yang menyangkut

pengukuran tubuh manusia terutama dimensi tubuh

yang dikenal dengan isti lah antropometri . Hal ini

dimaksudkan karena manusia mempunyai bentuk dan

dimensi ukuran tubuhnya. Faktor-faktor yang

mempengaruhi ukuran tubuh manusia mel iputi : umur,

jenis kelamin, suku bangsa, sosio ekonomi, serta posisi

tubuh. Pada dasarnya perancangan produk harus bisa

dioperasikan diantara rentang ukuran tertentu. Produk

dirancang dengan ukuran yang fleksibel agar dapat

dioperasikan oleh setiap orang yang memil iki berbagai

macam ukuran tubuh.

volume IV nomor 2 edisi Februari 2014 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | 09

"Dengan adanyatempat kerja

yang aman, makasetiap pekerjadapat bekerja

secara efektif danefisien"

Page 12: Meningkatkan Produktivitas Nasional

Pada prinsipnya, ergonomi adalah mencocokkan

pekerjaan untuk pekerja. Hal ini dimaksudkan dengan

mengatur pekerjaan dan area kerja untuk disesuaikan

dengan kebutuhan pekerja, bukan mengharapkan

pekerja untuk menyesuaikan diri . Desain ergonomis

yang efektif menyediakan tempat kerja, peralatan dan

perlengkapan yang nyaman dan efisien bagi pekerja

untuk digunakan. Dengan demikian akan menciptakan

l ingkungan kerja yang sehat , karena proses kerja

terjamin dan teratur sehingga dapat mengendal ikan

serta menghilangkan potensi bahaya. Tenaga kerja akan

memperoleh keserasian antaratenaga kerja, l ingkungan,

cara dan proses kerjanya. Cara pekerja dalam melakukan

proses kerja harus diatur sehingga tidak menimbulkan

ketegangan otot, kelelahan yang berlebihan serta

gangguan kesehatan yang lain.

Pengendal ian ergonomi dilakukan

untuk mengatur agar tubuh pekerja

berada di posisi dan dapat mencegah

serta mengurangi resiko kerja.

Pengendal ian teknik dilakukan

dengan memodifikasi , mendesain

kembal i tempat kerja, bahan, dan

obyek. Sedangkan pengendal ian

administratif berhubungan dengan

manajemen seperti : jadwal kerja,

program pelatihan serta program

perawatan dan perbaikan.

Dengan perkembangan industri

barang dan jasa global telah

meningkatkan kual itas dan

produktivitas perusahaan. Untuk

meningkatkan produktivitas dan

kual itas produk, hal ini berhubungan

dengan disain kondisi tempat kerja.

Pengaturan cara kerja dapat memil iki

dampak besar pada proses pekerjaan

dan hasil kerja. Kesehatan pekerja

berawal dari posisi mesin pengolahan

sampai penyimpanan alat dapat menciptakan hambatan

serta risiko-risiko kerja.

http://backcare.com.au/

Ratih Purbasari Kania

10 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | volume IV nomor 2 edisi Februari 2014

Page 13: Meningkatkan Produktivitas Nasional

Mendorong PartisipasiTenaga Kerja Wanita

Perbandingan Pertumbuhan Tenaga Kerja Laki-laki dan Perempuan

volume IV nomor 2 edisi Februari 2014 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | 11

SSeiring berjalannya arus global isasi , pandangan

terdahulu mengenai keterbatasan ruang l ingkup wanita

di pasar tenaga kerja seringkal i terabaikan. Semakin

tingginya biaya hidup dan keinginan untuk berkarir

mendorong peran wanita dalam pasar tenaga kerja.

Fenomena ini dapat menstimulasi Indonesia agar lebih

produktif sehingga pada akhirnya akan mendorong

pertumbuhan ekonomi. Namun, porsi tenaga kerja

wanita relatif jauh lebih rendah dibandingkan tenaga

kerja pria.

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) wanita

tercatat 50,3% pada bulan Agustus 2013, jauh dibawah

TPAK pria sebesar 83,6%. Berdasarkan kontribusi,

37,53% total tenaga kerja di Indonesia berjenis kelamin

wanita, sedangkan 62,47%nya merupakan pria. Selain

itu, pada tiga tahun terakhir tercatat jumlah tenaga kerja

wanita cenderung mengalami perlambatan, bahkan

pada bulan Agustus 2013, jumlah tenaga kerja wanita

mengalami penurunan sebesar 0,36% yoy. Hal

sebal iknya justru terjadi pada perkembangan jumlah

tenaga kerja pria. Walaupun sempat mengalami

perlambatan namun pertumbuhan jumlah tenaga kerja

pria selama tiga tahun ini selalu menunjukkan angka

yang positif.

Rendahnya jumlah tenaga kerja wanita kerap

dipengaruhi oleh beberapa hal seperti kurangnya jasa

daycare service dan sektor transportasi yang kurang

memadai. Jasa daycare service kerap mengurangi beban

wanita di rumah khususnya dalam mengurus anak,

sehingga wanita dapat pergi bekerja dengan leluasa.

Selanjutnya, fasi l itas sektor transportasi yang memadai

kerap mendukung akses wanita ke tempat kerja.

Mudahnya akses bekerja akan mendorong tingkat

partisipasi tenaga kerja wanita yang tinggi, sehingga

produktivitas tinggi akan tercapai. Selain minimnya jasa

daycare service dan transportasi , masih adanya

pandangan bahwa wanita sudah selayaknya menjadi ibu

rumah tangga juga merupakan salah satu faktor

penghambat partisipasi tenaga kerja wanita di pasar

tenaga kerja Indonesia.

Beberapa kendala yang menghambat masuknya tenaga

kerja wanita dalam pasar tenaga kerja sudah semestinya

diatasi . Salah satu upaya untuk mengatasi kendala

tersebut adalah meningkatkan jasa daycare service.

Selain itu, peningkatan jasa transportasi seiring dengan

pembangunan infrastruktur jalan perlu dilakukan agar

tercipta akses yang baik dan lancar sehingga

memudahkan perjalanan ke tempat bekerja.

Page 14: Meningkatkan Produktivitas Nasional

Bicara mengenai produktivitas, rasa-rasanya tidak bisa

kita pisahkan dengan daya saing. karena dua hal

tersebut sal ing berkaitan dan memil iki hubungan l inier.

Ibaratnya bagai dua sisi dari mata uang (logam) yang

sama. Peningkatan produktivitas, hampir selalu diikuti

dengan membaiknya kondisi daya saing terhadap hal

tersebut.

Secara ekonomis, produktivitas didefenisikan sebagai

peningkatan efisiensi , efektifitas dan kual itas.

meningkatkan nilai tambah dan mengurangi

pemborosan. Produktivitas yang ideal di suatu negara

akan meningkatkan daya saing sekal igus pertumbuhan

ekonomi, serta mutu kehidupan/ kesejahteraan

masyarakat di negara tersebut.

Menurut Yunani Roaidah, anggota Kelompok Kerja

(Pokja) III di Lembaga Produktivitas Nasional ,

peningkatan produktivitas harus mel ibatkan stakeholder

dan memerlukan komitmen dari para pemangku

jabatan ditingkat makro maupun ditingkat mikro.

Peningkatan produktivitas tidak serta merta akan terjadi

tanpa usaha yang sungguh-sungguh dari semua

kalangan yakni instansi pemerintah, pengusaha, pekerja,

dan masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan

berbangsa dan bernegara yang esensinya adalah

peningkatan efisiensi , peningkatan efektivitas dan

peningkatan kual itas.

Kondisi produktivitas dan daya saing nasional Indonesia

masih rendah jika dibandingkan dengan negara

tetangga seperti Singapura, Malaysia, maupun

beberapa negara lain di dunia. Untuk itu, peningkatan

produktivitas perlu dilakukan secara terus-menerus

seiring dengan upaya penguasaan ilmu pengetahuan

dan perkembangan teknologi. Hal tersebut akan

mendukung terciptanya penyelenggaraan program

Selain untuk pekerja, upaya peningkatan produktivitas

juga perlu diberikan kepada wanita ibu rumah tangga.

Pelatihan – pelatihan kewirausahaan baik skala kecil

mapun menengah merupakan salah satu solusi untuk

meningkatkan produktivitas ibu rumah tangga. Prospek

bisnis home industry yang saat ini sedang berkembang

perlu dimanfaatkan secara optimal oleh ibu rumah

tangga. Dengan menjalani bisnis ini , produktivitas ibu

rumah tangga akan meningkat walalupun tanpa bekerja

pada suatu perusahaan atau instansi. Pengembangan

bisnis usaha kecil dan menengah juga perlu dukungan

dari pihak pembiayaan, seperti perbankan ataupun

koperasi mengingat perlu modal yang cukup besar

dalam menjalani usaha. Oleh karena itu, penyaluran

kredit untuk usaha kecil dan menengah, khususnya di

level home industry masih perlu ditingkatkan.

Mengingat jumlah populasi wanita di Indonesia yang

lebih besar dibandingkan pria mendorong potensi

wanita dalam pasar tenaga kerja. Hal ini dipercaya akan

mendorong tingkat produktivitas secara keseluruhan

dan dapat mengurangi tingkat pengangguran di

Indonesia. Dengan berbagai upaya diatas diharapkan

kontribusi wanita dalam pasar tenaga kerja Indonesia

akan meningkat.

Perbandingan Kontribusi Tenaga Kerja

Berdasarkan Gender

Fitria Faradila

MeningkatkanProduktivitas Melalui

Implementasi ProgramLPN

12 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | volume IV nomor 2 edisi Februari 2014

Page 15: Meningkatkan Produktivitas Nasional

pembangunan ekonomi yang berkual itas dan berdaya

saing.

LPN sebagai lembaga non struktural yang berada di

bawah dan langsung bertanggung jawab kepada

Presiden, memil iki tugas untuk memberikan saran dan

pertimbangan kepada Presiden dalam perumusan

kebijakan nasional di bidang produktivitas dan daya

saing nasional . Dalam melaksanakan tugasnya tersebut,

LPN memil iki beberapa fungsi utama seperti :

1. Mengembangkan budaya produktif dan etos kerja

2. Mengembangkan jejaring informasi peningkatan

produktivitas

3. Mengembangkan sistem dan teknologi

peningkatan produktivitas

4. Peningkatan kerajasama dibidang produktivitas

dengan lembaga-lembaga dan organisasi

internasional

Yunani sebagai salah satu pengemban tanggung jawab

LPN menyadari bahwa untuk melakukan gerakan

peningkatan produktivitas nasional diperlukan suatu

strategi peningkatan produktivitas nasional yang secara

komperehensif, terintegrasi , dan berkesinambungan

yang dilaksanakan oleh pemerintah, dunia usaha dan

seluruh masyarakat.

Untuk itu, LPN melalui Strategi Gerakan Peningkatan

Produktivitas Nasional (SGPPN) ditempuh melalui 3

(tiga) tahapan yaitu:

1. Tahap pertama adalah Penyadaran (Awareness

Strategy) , Melalui sosial isasi dengan tujuan

meningkatkan kesadaran, membangun komitmen

akan pentingnya produktivitas dan menanamkan

spirit, sikap mental serta prilaku untuk menerapkan

budaya produktif baik di tingkat individu, keluarga,

pemerintah, dunia usaha dan masyarakat luas;

2. Tahap kedua adalah Peningkatan (Improvement

Strategy) , tahap aksi atau implementasi dengan

mel ibatkan kelompok sasaran serta menggunakan

alat, metode dan tehnik peningkatan produktivitas

baik dalam bidang manajemen maupun teknis;

3. Tahap ketiga adalah Pemel iharaan (Maintenance

Strategy) , yakni tahap ketiga mempertahankan

mutu, standar pelayanan, daya saing yang telah

dicapai dalam tahap kedua. Tahap pemel iharaan

mel iputi monitoring dan pengukuran

(measurement) hasi l peningkatan produktivitas.

Adapun program dan kegiatan peningkatan

produktivitas tersebut mengacu kepada empat strategi

dasar peningkatan produktivitas, yaitu (i)

pengembangan manajemen, (i i ) peningkatan kopetensi

SDM, (i i i ) pengembangan teknologi, (iv) pengembangan

budaya produktif.

Budaya Produktif akan terbentuk melalui penyadaran,

pemahaman, pembelajaran/ pelatihan dan pembiasaan.

Untuk itu, menanamkan budaya produktif harus

dilakukan sejak dini mulai dari diri sendiri , keluarga,

masyarakat dan melalui dunia pendidikan mulai tingkat

terendah sampai perguruan tinggi. Sebagai salah satu

alat untuk membangun sikap mental produktif adalah

melalui penerapan Konsep 5-S (Seiri / Sisih, Seiton /

Susun, Seiso / Sasap, Seiketsu / Sosoh, Shitsuke / Suluh).

5-S atau dikenal dengan sebutan Good House Keeping

merupakan singkatan yang berasal dari bahasa Jepang

dan di terjemahkan kedalam bahasa Indonesia yakni

Seiri / Sisih, Seiton / Susun, Seiso / Sasap, Seiketsu /

Sosoh, Shitsuke / Suluh, adalah suatu cara untuk

membangun dan memelihara sebuah l ingkungan yang

bermutu melalui penyisihan, penyusunan, penyosohan,

pembiasaan dan penyuluhan yang dilakukan di

perkantoran, perusahaan, rumah tangga, sekolah/

universitas, fasi l itas publ ik, dan area pendukung lainnya.

Posisi 5 S dalam upaya peningkatan produktivitas dapat

dil ihat pada Gambar Integrated Productivity

Improvement (IPI) , d i bawah ini :

Namun demikian, menurut Yunani, dalam menjalani

fungsi dan tugasnya, LPN juga menghadapi berbagai

kendala yang menghambat., seperti :

1. Kelembagaan LPN yang berada dibawah

Kemnakertrans menimbulkan persepsi yang kel iru

bahwa produktivitas hanya untuk tenaga kerja dan

tanggungjawab Kemnakertrans.

Integrated Productivity Improvement (IPI)

volume IV nomor 2 edisi Februari 2014 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | 13

Page 16: Meningkatkan Produktivitas Nasional

2. Anggota Tetap LPN secara Ex Oficio adalah Es I

Kementerian, maka rapat kerja dan rapat paripurna

sering tidak optimal , disebabkan

- ketidakhadiran anggota karena kesibukan, dan

diwakilkan kepada pejabat lain di bawahnya

sehingga tidak mempunyai kewenangan

memutuskan.

- Pergantian pejabat yang terlalu cepat, sehingga

pejabat baru harus mempelajari

3. Sarana dan Prasarana Sekretariat LPN yang tidak

memadai, menghambat pelayanan Administrasi

terhadap kelancaran LPN dan selama ini menempel

pada salah satu seksi (eselon IV) di Direktorat

Produktivitas dan Kewirausahaan Kemenakertrans.

4. Keterbatasan SDM Sekretariat yang khusus

menangani LPN, selama ini ditangani oleh Staf

Direktorat Produktivitas dan Kewirausahaan

Kemnakertrans yang disamping melaksanakan

tupoksi juga melayani LPN. Namun demikian

Sekretariat telah berupaya semaksimal mungkin

memberikan pelayanan terbaik kepada LPN.

5. Anggaran LPN dibebankan kepada Anggaran

Belanja Departemen Tenaga Kerja dan

Transmigrasi , c.q Direktorat Produktivitas dan

Kewirausahaan, sehingga anggaran tersebut tidak

dapat memenuhi secara optimal pelaksanaan

program dan kegiatan LPN (sangat terbatas)

tergantung pagu anggaran Kementerian, dan LPN

tidak dapat menggunakan biaya tersebut secara

mandiri .

Untuk itu, LPN tidak bisa berjalan sendiri dalam

meningkatkan produktivitas nasional . Diperlukan juga

komitmen yang kuat dari kementerian/lembaga terkait,

serta kesadaran dari masyarakat untuk menjadi

produktif, yang secara berkelanjutan akan meningkatkan

daya saing bangsa.

Referensi:

Yunani Roaidah, S. Sos

Anggota Pokja III LPN

Sejarah Gerakan Produktivitas di Indonesia

Alisa Fatimah

14 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | volume IV nomor 2 edisi Februari 2014

Sumber:

Lembaga Produktivitas

Nasional (LPN)

Page 17: Meningkatkan Produktivitas Nasional

Pertumbuhan ekonomi yang inklusif mustahil dapat

dicapai tanpa adanya dukungan dari peningkatan

kual itas dan produktivitas sumber daya manusia.

Laporan McKinsey Global Institute (The Archipelago

Economy: Unleashing Indonesia’s Potential, 2012)

menyebutkan bahwa Indonesia saat ini merupakan

negara dengan tingkat perekonomian terbesar ke-16 di

dunia dan memil iki potensi untuk melaju ke peringkat

ke-7 di dunia pada tahun 2030. Namun, untuk

mewujudkan hal tersebut, Indonesia masih memil iki

tantangan untuk meningkatkan produktivitas. Walaupun

produktivitas tenaga kerja saat ini telah menyumbang

sekitar 60% untuk pertumbuhan ekonomi, Indonesia

masih harus meningkatkan pertumbuhan produktivitas

sebesar 60% agar pertumbuhan PDB dapat mencapai

target sebesar 7%.

Untuk menjawab tantangan produktivitas tersebut,

Indonesia telah memil iki sebuah lembaga non struktural

yang dibentuk oleh presiden, yaitu Lembaga

Produktivitas Nasional (LPN). Terbentuk melalui

Peraturan Presiden No.50 Tahun 2005, LPN memil iki

tugas untuk memberikan saran dan pertimbangan

kepada Presiden dalam merumuskan kebijakan nasional

di bidang produktivitas dan peningkatan produktivitas

dalam rangka penguatan daya saing nasional .

Sejak awal terbentuknya di tahun 2005 hingga tahun

2007, LPN telah menghasilkan rekomendasi-

rekomendasi yang terkait dengan penyempurnaan

norma, standard dan prosedur untuk mencegah

hambatan dalam investasi , program peningkatan

kual itas SDM, penyempurnaan tata kerja di beberapa

lembaga pemerintahan dan penggunaan teknologi

informasi secara maksimal agar masyarakat dapat

dengan cepat mengetahui pelayanan-pelayanan yang

diberikan pemerintah. Di tahun 2007, Kajian-kajian

mulai di lakukan dengan memfokuskan LPN pada

rekomendasi perbaikan dan peningkatan produktivitas

di sektor pertanian. Kajian-kajian tersebut antara lain

kajian mengenai Sistem Pengupahan Berdasarkan

Produktivitas (2008), kajian Peningkatan Produktivitas

Sektor Pemerintah (2009), Kajian Efektivitas LPN (2009)

dan Kajian Peningkatan Produktivitas melalui

Pembangunan Klaster Industri Sawit.

Menurut pendapat Ibu Estiarty Haryani, Direktur

Produktivitas dan Kewirausahaan, Kementerian Tenaga

Kerja dan Transmigrasi , Indonesia memil iki potensi yang

Strategi

Peningkatan

ProduktivitasLPN

"Berdasarkan data World Economic Forum, daya saingIndonesia telah meningkat ke peringkat 38 di tahun 2014.

Walaupun daya saing telah meningkat, Indonesia masihtertinggal dari negara-negara lainnya di Asia Tenggara"

volume IV nomor 2 edisi Februari 2014 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | 15

P

Page 18: Meningkatkan Produktivitas Nasional

sangat besar untuk meningkatkan produktivitas

nasional . Bel iau yakin bahwa dengan sebagian besar

penduduk Indonesia yang saat ini berada pada usia

produktif, mel impahnya sumber daya alam yang dimil iki

Indonesia, regulasi sistem dan mekanisme pengelolaan

SDM dan SDA yang sudah tertata baik, dan komitmen

serta konsistensi dari semua pihak untuk meningkatkan

efektifitas dan efisiensi , maka tingkat produktivitas

nasional akan cepat terdorong. Menurutnya, pemerintah

memil iki peran pal ing penting untuk memulai gerakan

peningkatan produktivitas nasional dan LPN dapat

menjadi suatu media bagi seluruh stakeholder untuk

bergerak bersama dalam meningkatkan produktivitas di

Indonesia.

Berdasarkan data World Economic Forum, daya saing

Indonesia telah meningkat ke peringkat 38 di tahun

2014. Walaupun daya saing telah meningkat, Indonesia

masih tertinggal dari negara-negara lainnya di Asia

Tenggara seperti Singapura, Malaysia dan Thailand.

Oleh karena itu, peningkatan daya saing Indonesia

menjadi fokus LPN untuk tahun ini dan beberapa tahun

kedepan.

Ibu Estiarty mengungkapkan bahwa masih terdapat

beberapa hal yang menjadi kendala bagi peningkatan

daya saing Indonesia dan LPN sedang menjalankan

program untuk mengatasi kendala tersebut, yaitu

dengan program perbaikan etos kerja dan peningkatan

hubungan harmonis antara pengusaha dan pekerja

melalui sistem bagi hasil produktivitas. Lanjutnya,

“Upaya peningkatan produktivitas harus menjadi

agenda utama pemerintah di seluruh sektor. Budaya

untuk selalu efisien harus ditanamkan kepada anak-anak

kita sejak di sekolah dasar. Perbaikan-perbaikan tata

kerja kearah yang lebih efisien, hemat biaya, hemat

energi, tidak mencemari atau merusak l ingkungan harus

menjadi budaya kita sehari-hari terutama di unit-unit

usaha.” Dengan strategi peningkatan produktivitas yang

matang, LPN diharapkan akan mampu menggandeng

seluruh pihak terkait untuk berkontribusi terhadap

peningkatan produktivitas pekerja dan pertumbuhan

ekonomi nasional .

Narasumber:

Estiarty Haryani

Direktur Produktivitas dan Kewirausahaan

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Trias Mel ia

16 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | volume IV nomor 2 edisi Februari 2014

Page 19: Meningkatkan Produktivitas Nasional

volume IV nomor 2 edisi Februari 2014 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | 17

Opini Pakar

Mendorong

ProduktivitasNasional

http://ariefinm.fi les.wordpress.com/

Narasumber:

Prof. Payaman Simanjuntak

Wakil Ketua Kelompok Kerja I

Lembaga Produktivitas Nasional

(LPN)

"Indonesia perlu

meningkatan kualitas

SDM, manajemen,

inovasi teknologi dan

budaya produktif agar

dapat meningkatkan

produktivitas"

SSaat ini arus global isasi yang semakin tinggi kerap melanda sejumlah

negara dengan sistem perekonomian terbuka, tidak terkecual i

Indonesia. Tingginya arus global isasi tersebut memacu persaingan

yang ketat antar negara. Salah satu bentuk upaya untuk dapat bersaing

di tengah arus global isasi adalah dengan meningkatkan produktivitas.

Produktivitas mendorong suatu negara berdaya saing tinggi dengan

tingkat produksi yang efektif dan efisien serta tenaga kerja yang

produktif. Produktivitas memil iki dua pengertian yaitu pengertian

kual itatif dan kuantitatif.

Pengertian produktivitas secara kual itatif adalah perbaikan atau

peningkatan kondisi ke arah yang lebih baik. Sementara itu, dari sisi

kuantitatif, produktivitas merupakan perbandingan antara hasil yang

diperoleh dan penggunaan semua sumber yang diperlukan untuk

mencapai hasil tersebut. Secara kuantititatif, produktivitas memil iki tiga

unsur penting yaitu: (i) efisiensi yang berarti jumlah hasil produksi sama

dengan menghemat penggunaan faktor produksi (input oriented) ; (i i )

efektivitas yang berarti dengan jumlah faktor produksi yang sama

dihasilkan jumlah produksi yang lebih besar (output oriented) ; dan (i i i )

kual itas yang berarti meningkatkan nilai tambah dari hasil produksi.

Menurut Prof. Payaman Simanjuntak, dibandingkan dengan tahun 1997

sebelum Indonesia mengalami krisis moneter, produktivitas Indonesia

terus menurun. Berdasarkan data Global Competitiveness Index (GCI)

dari World Economic Forum, pada tahun 1997 peringkat daya saing

Indonesia berada di posisi 15 dari 47 negara, terus menurun menjadi

peringkat 59 dari 60 negara pada tahun 2005. Dalam kurun satu

dekade ini produktivitas Indonesia secara perlahan meningkat

menempati peringkat 38 dari 142 negara. Peningkatan produktivitas

dan daya saing ini terutama berasal dari peningkatan pada

penggunaan teknologi, akses pendidikan dan kesadaran produktif

pada sejumlah perusahaan.

Walalupun sudah mengalami peningkatan, namun peringkat daya

saing Indonesia masih berada di bawah negara tetangga seperti

Page 20: Meningkatkan Produktivitas Nasional

18 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | volume IV nomor 2 edisi Februari 2014

Singapura, Malaysia dan Thailand. Negara dengan

tingkat produktivitas yang tinggi, seperti Singapura,

Malaysia dan Korea Selatan selalu berupaya untuk

meningkatkan kual itas Sumber Daya Manusia (SDM) dan

manajemen, melakukan inovasi teknologi dan

menerapkan budaya produktif dalam segala hal . Seiring

dengan tingginya tingkat produktivitas , daya saing

ketiga negara ini relatif tinggi. Belajar dari ketiga Negara

Asia dengan tingkat daya saing yang tinggi tersebut,

Indonesia perlu meningkatan kual itas SDM, manajemen,

inovasi teknologi dan budaya produktif agar dapat

meningkatkan produktivitas yang kemudian menaikkan

peringkat daya saing sekal igus bargaining position-nya

di dunia.

Lembaga Produktivitas Nasional (LPN) merupakan suatu

lembaga Negara yang mempunyai peran strategis untuk

mendorong produktivitas nasional . Tugas utama LPN

adalah memberikan saran dan pertimbangan kepada

Presiden dalam perumusan kebijakan nasional di bidang

produktivitas dan peningkatan produktivitas dalam

rangka penguatan daya saing nasional .

Secara umum, LPN memil iki empat fungsi utama, yaitu:

(i) pengembangan budaya produktif dan etos kerja; (i i )

pengembangan jejaring informasi peningkatan

produktivitas; (i i i ) pengembangan sistem dan teknologi

peningkatan produktivitas; and (iv) peningkatan kerja

sama di bidang produktivitas dengan lembaga -

lembaga atau organisasi - organisasi internasional .

Memasuki arus global isasi , LPN berupaya untuk

mendorong produktivitas nasional dengan sosial isasi

budaya produktif, mengkaji dan merumuskan

rekomendasi kebijakan pengupahan fleksibel yang

berdasarkan produktivitas, mendorong Gerakan

Peningkatan Produktivitas Nasional (GPPN) secara

terintegrasi dan berkesinambungan, memasukkan

produktivitas dalam kurikulum pendidikan dan

pemberlakuan sistem reward and punishment. Dengan

upaya ini , diharapkan LPN dapat mendorong

produktivitas ke perusahaan dan instansi pemerintah.

Prof Payaman Simanjuntak menambahkan untuk

mendorong produktivitas nasional diperlukan pula

komitmen pol itik dari pemerintah. Artinya pemerintah

memang harus fokus setiap kebijakan menuju

peningkatan produktivitas ke depannya. Hal ini

di lakukan agar baik masyarakat, perusahaan dan instansi

pemerintah memil iki budaya kerja produktif, sehingga

Indonesia dapat maju sebagai negara berdaya saing

tinggi.

Referensi:Simanjuntak, Prof. Dr. Payaman. 2009. Manajemen

Produktivitas: Pengertian, Teori dan Apl ikasi. Jakarta:

Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas

Indonesia

Republ ik Indonesia. 2005. Peraturan Presiden Republ ik

Indonesia No. 50 Tahun 2005 tentang lembaga

Produktivitas Nasional . Jakarta: Sekretariat Negara

Fitria Faradila

https://encrypted-tbn0.gstatic.com/

Page 21: Meningkatkan Produktivitas Nasional

volume IV nomor 2 edisi Februari 2014 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | 19

eal isasi penyaluran KUR

selama Januari 2014

mencapai Rp. 2.3 tri l i iun

dengan jumlah debitur sebasar

156.255 debitur yang tersebar

di 33 provinsi di Indonesia.

Sampai bulan Januari 2014 ini ,

bank nasional yang

menyalurkan KUR sebanyak 7

(tujuh) bank yaitu Bank

Nasional Indonesia (BNI), Bank

Rakyat Indonesia (BRI), Bank

Mandiri , Bank Tabungan

Negara (BTN), Bank Bukopin,

Bank Syariah Mandiri (BSM) dan Bank Negara Indonesia

Syariah (BNI Syariah). Dengan total penyaluran Rp. 2.15

tri l l iun. Sedangkan total proporsi penyaluran di Bank

BPD sebesar Rp. 170.8 mil l iar.

Real isasi penyaluran KUR sacara kumulatif dari akhir

tahun 2007 hingga Januari 2014, total plafon mencapai

Rp. 140,87 tri l iun kepada 10.188.433 debitur dengan

rata-rata kredit sebesar Rp. 13.8 juta/debitur. Bank BRI

adalah penyalur KUR terbesar dengan total plafon

mencapai Rp. 88,9 tri l iun. Selain sektor ritel BRI juga

menyalurkan KUR di sektor mikro yang masing-masing

plafonnya sebesar Rp. 17,3 tri l iun dan Rp. 71,6 tri l iun,

debiturnya 100.913 debitur dan 9.335.142 debitur, rata-

rata kredit Rp. 171,7 juta/debitur dan Rp. 7,7

juta/debitur, serta NPL penyaluran masing-masing 2,6%

dan 1,9%.

Secara sektoral , pada Januari 2014 penyaluran KUR

terbesar terdapat pada sektor perdagangan sebesar Rp

1.46 tri l l iun. Penyerapan terbesar kedua pada sektor

pertanian yaitu sebesar Rp. 400.4 mil l iar. Sementara

untuk sektor perikanan hanya terserap Rp 1.76 mil l iar

dan pertambangan Rp. 1.84 mil l iar.

Penyerapan dana KUR terbesar menurut data per

provinsi masih terkonsentrasi pada wilayah-wilayah di

pulau Jawa dengan penyerapan terbesar di Jawa Tengah

sebesar Rp 22.1 tri l l iun. Penyerapan terbesar berikutnya

di Jawa Timur sebesar Rp 21.2 tri l l iun dan diikuti oleh

KUR

Realisasi Penyaluran Kredit UsahaRakyat (KUR) Januari 2014

Realisasi Penyaluran KUR Berdasarkan Sektor

Ekonomi, Januari 2014

Plafon Penyaluran KUR Kumulatif per Provinsi (Rp Juta), Januari 2014

Page 22: Meningkatkan Produktivitas Nasional

Jawa Barat dengan penyerapan sebesar 17.9 tri l l iun.

Bahkan dana KUR yang diserap di pulau Jawa mencapai

Rp. 73.6 tri l l iun dari total kumulatif dana KUR atau lebih

dari 52 %.

Sebal iknya penyerapan pada wilayah di luar pulau Jawa

maih belum optimal . Hanya sebesar 48 % dan itupun

tersebar di 27 provinsi di luar pulau Jawa. Penyerapan

KUR tebesar di luar pulau Jawa terdapat di Sulawesi

Selatan dengan penyerapan sebesar Rp. 7.8 tri l l iun.

Kemudian Sumatra Utara dengan total penyerapan

sebesar Rp. 6.9 tri l l iun. Daerah lain dengan penyerapan

dana KUR terendah adalah Maluku Utara dan Bangka

Bel itung masing-masing sebesar Rp. 615 mil l iar dan Rp.

644 mil l iar.

Demikian pula dengan perkembangan pada jumlah

debitur KUR. Secara kumulatif sejak November 2007

hingga Januari 2014 jumlah debitur terbesar terdapat

pada provinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah masing-

masing sebanyak 1.779.712 debitur dan 2.371.392

debitur. Sedangkan jumlah debitur pal ing sedikit berada

pada provinsi Maluku Utara dan Sulawesi Barat masing-

masing sebanyak 198.709 debitur dan 199.330 debitur.

20 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | volume IV nomor 2 edisi Februari 2014

saha mikro Kecil Menengah merupakan sektor

usaha yang sering disebut sebagai “kecil-kecil

cabai rawit”. Hal ini terl ihat dari kontribusi

UMKM terhadap PDB Indonesia yang mencapai 57%

dan mampu menyerap 97% dari total 110,81 juta tenaga

kerja nasional (Kementerian Koperasi dan UMKM, 2012).

Setiap tahun pun jumlah UMKM terus bertambah

seiring dengan peningkatan penyerapan tenaga kerja.

UMKM juga meningkatkan devisa negara dalam bentuk

penerimaan ekspor sebesar 27.700 milyar atau 4,86%

dari total ekspor (Yoga, 2011 dan Nagel , 2012). Dalam

investasi nasional , UMKM juga menunjukkan perannya

dengan mengalami peningkatan kontribusi terhadap

total investasi dari tahun ke tahun sejak tahun 2000.

Pada tahun 2000 investasi UMKM hanya sebesar Rp

133,08 tri l iun dan mengalami peningkatan hingga

mencapai Rp 275,27 tri l iun pada tahun 2005 dan terus

meningkat sampai sekarang.

UMKM selalu menjadi perhatian bagi para perumus

kebijakan di Indonesia. Hal Hil l (2001) menyebutkan

bahwa UMKM memegang peran penting dalam

pertumbuhan ekonomi dan mampu meningkatkan

setengah dari output per sektor. Selain itu, UMKM

menjadi alat untuk kepemil ikan bisnis oleh orang

pribumi serta meningkatkan redistribusi aset. UMKM

yang efektif juga mampu menciptakan ikl im yang

kondusif bagi pertumbuhan industri dan meningkatkan

fleksibil itas dalam struktur industri .

Sri Purwanti

UKM

UMKM BersiapMenyambut

Masyarakat EkonomiASEAN

http://statik.tempo.co/

Page 23: Meningkatkan Produktivitas Nasional

volume IV nomor 2 edisi Februari 2014 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | 21

Indonesia menghadapi peluang dan tantangan dalam

menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 nanti.

Dengan semakin terbukanya pasar antarnegara ASEAN

maka persaingan produk dan jasa yang dihasilkan oleh

UMKM akan menjadi lebih ketat. Terbukanya pasar

yang lebih luas memunculkan peluang untuk

meningkatkan penjualan karena target pasar yang lebih

beragam. Semakin dinamisnya ekonomi antarnegara

juga membuka peluang untuk semakin mudahnya akses

terhadap modal dan teknologi yang akan meningkatkan

produktivitas UMKM.

Di samping itu, muncul juga tantangan bagi UMKM

ketika MEA 2015 dicanangkan. Pasar yang semakin luas

juga akan mendorong UMKM untuk meningkatkan

kual itas dari produk dan jasa yang dihasilkan serta

menyesuaikan harga agar dapat bersaing dengan

produk dan jasa yang memil iki tingkat kual itas yang

sama. UMKM juga akan dituntut untuk memenuhi

standardisasi dan sertifikasi produk dan jasa

berdasarkan ketentuan internasional agar dapat

diterima oleh masyarakat di negara-negara tetangga.

Selain itu dengan dipenuhinya standar tersebut, produk

dan jasa juga akan dapat memenuhi kebutuhan pasar

dalam negeri yang nantinya akan dibanjiri oleh produk-

produk asing.

Harapan jangka pendeknya adalah unit-unit usaha

besar bersama dengan UMKM Indonesia akan mampu

berperan aktif dalam pasar ASEAN di tahun 2015 nanti ,

bukan hanya potensi pasar yang besar dari negara kita

saja yang dimanfaatkan oleh negara lain. Apabila

UMKM Indonesia mampu menjawab tantangan dan

mengambil peluang dari diselenggarakannya

Masyarakat Ekonomi ASEAN maka pertumbuhan

Indonesia akan mampu didorong baik dari segi makro

maupun mikro melalui peningkatan PDB dan

penurunan angka pengangguran. Dalam jangka

panjang tentunya akan mampu membentuk

pembangunan ekonomi yang lebih kokoh karena

mengakar kuat melalui UMKM-nya yang tumbuh

dengan baik.

Sumber: BPS (2012), diolah

"Pasar yang semakin luas juga akanmendorong UMKM untuk meningkatkan

kualitas dari produk dan jasa yangdihasilkan..."

Nia Kurnia Shol ihah

Page 24: Meningkatkan Produktivitas Nasional

22 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | volume IV nomor 2 edisi Februari 2014

Keuangan

Memotret Profil Kompetisi IndustriPerbankan di Indonesia

http://shnews.co/

SSudah menjadi kesepakatan umum bahwa industri

perbankan di Indonesia mempunyai karakteristik yang

berbeda dengan industri lainnya sehingga berbeda dari

kondisi industri pada umumnya. Kompetisi yang terlalu

ketat (overcompetition) dalam industri perbankan akan

mendorong bank untuk mengambil excessive risk dalam

kompetisi segmentasi pasar kredit dan deposito. Hal

tersebut dapat menyebabkan ketidakstabilan sistem

keuangan (Broecker 1990, Rhiordian 1993, Bensako dan

Thankor 1992). Dalam penel itiannya Matutes and Vives

(2000) menyatakan bahwa kompetisi yang ketat dalam

pasar deposit akan mengakibatkan excessive risk taking

oleh bank meskipun dalam perbankan sudah terdapat

mekanisme penjamin simpanan. Pada akhirnya hal ini

menimbulkan trade off antara kestabilan dan kompetisi

dalam industri perbankan (Toolsema, 2004).

Terkait trade off antara kompetisi dan kestabilan

perbankan dapat dijelaskan secara umum dengan

menggunakan dua mahzab teori besar dalam Industrial

Organization yang disebut sebagai pendekatan

struktural . Mahzab pertama yaitu Structure Conduct

Performance (SCP) suatu teori yang meyakini bahwa

struktur pasar akan mempengaruhi kinerja suatu

industri . Al iran ini didasarkan pada suatu asumsi bahwa

struktur pasar akan mempengaruhi perilaku dari

perusahaan dan industri secara agregat (Gilbert, 1984).

Pada kompetisi usaha struktur pasar yang

terkonsentrasi cenderung menimbulkan perilaku

kompetisi usaha yang tidak sehat dikarenakan adanya

orientasi profit. Bank mampu memaksimalkan profitnya

(P>MC) karena adanya market power. Hal ini dapat

terjadi pada bank yang mempunyai pangsa pasar yang

sangat dominan.

Dalam kompetisi industri tidak hanya diukur oleh

indikator struktur pasar saja, seperti jumlah perusahaan

dengan pangsa pasarnya yang diukur dengan

herfindahl maupun indeks konsentrasi lainnya, akan

tetapi ancaman adanya entry dapat menjadi salah satu

hal penting yang dapat mempengaruhi perilaku pasar

(Bensako and Thakor, 1992). Ukuran kinerja pada

industri perbankan seperti interest margin dan

profitabil itas perbankan tidak selalu mengindikasikan

adanya kompetisi perbankan. Ukuran derajat kompetisi

ini dipengaruhi oleh banyak faktor seperti kinerja dan

stabil itas perekonomian, tingkat pajak, sistem hukum,

tidak adanya asymmetric information dan faktor spesifik

dari sektor perbankan seperti tingkat preferensi risiko

maupun skala operasional . Ukuran seperti ini dalam

penentuan kompetisi perbankan menjadi kurang sesuai.

Tingkat kompetisi perbankan juga harus diukur dengan

memperhatikan perilaku (conduct) bank. Peri laku ini

tidak saja berkaitan dengan struktur perbankan maupun

kinerja perbankan akan tetapi juga memperhatikan

hambatan untuk masuk ke dalam kompetisi industri

perbankan, dalam hal ini termasuk adanya pembatasan

kepemil ikan asing dan beberapa aktivitas lain yang

membatasi kompetisi antar industri . Tingkat kompetisi

lembaga intermediasi keuangan ini akan memainkan

peranan penting dalam menentukan daya saing

perbankan.

Pendekatan non-struktural untuk model perilaku

kompetisi yang telah dikembangkan adalah Iwata

Model , Panzar dan Rosse (P-R) model , dan Bresnahan

Model . Pendekatan non-struktural mengukur kompetisi

dan menganal isis peri laku kompetisi bank tanpa

menggunakan informasi tentang struktur pasar.

Page 25: Meningkatkan Produktivitas Nasional

volume IV nomor 2 edisi Februari 2014 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | 23

Berdasarkan pendekatan Panzar dan Rosse terdapat

persyaratan dalam menentukan pengujian hipotesis.

Dimana persyaratan tersebut digunakan dalam

pengujian hipotesis yang akan menentukan bentuk

persaingan perbankan. Dalam pengujian hipotesis

tersebut industri perbankan harus memenuhi

persyaratan berikut: industri perbankan dapat

dikategorikan sebagai monopol i untuk nilai H statistik =

0, persaingan monopol istik untuk H statistik yang

mempunyai kisaran nilai antara 0 sampai denagn 1,

sedangkan untuk persaingan sempurna untuk H = 1.

Berdasarkan Statistik Perbankan Indonesia, tahun 2011

yang menjadi dasar untuk segmentasi kelompok bank

berdasarkan kepemil ikan aset. Dengan berdasarkan

kepemil ikan aset tersebut bank dapat dikelompokkan

menjadi tiga kategori, yaitu bank besar dengan

kepemil ikan aset lebih dari 50 tri l iun rupiah, bank

menengah dengan kepemil ikan aset 10 sampai dengan

50 tri l iun rupiah, dan bank kecil dengan kepemil ikan

aset kurang dari 50 tri l iun rupiah. Dalam hal ini bank

kecil pal ing banyak jumlahnya sedangkan bank besar

yang mendominasi pangsa pasar perbankan dari proxy

aset seperti yang tersaji pada Tabel berikut.

Sementara itu, di Indonesia Undang-undang No. 5

tahun 1999 yang menjadi dasar kebijakan antitrust

dengan menganut pendekatan struktural untuk

menentukan tindakan perusahaan yang melawan

hukum berdasarkan dampaknya terhadap persaingan

usaha. Berdasarkan peraturan pemerintah No. 28/1999

pasal 8 (2), bank yang melakukan merger tidak boleh

memil iki aset melebihi 20% dari total aset perbankan

dan angka ini dijadikan threshold.

Dari hasi l anal isis regresi menggunakan metode regresi

panel yang mencakup 102 bank umum di Indonesia

pada periode 2007-2011 menunjukkan bahwa

kompetisi kelompok bank besar dan kelompok bank

menengah bersifat ol igopol i dengan masing–masing

nilai H statistik sebesar -1,46 dan -0,26. Berbeda

dengan kelompok bank kecil yang cukup kompetitif

dengan nilai H statistik sebesar 0,1. Bentuk persaingan

monopol istik bank kecil dikarenakan kelompok bank

kecil di Indonesia cenderung memil iki produk yang

terdifferensiasi , seperti produk simpanan, e-banking,

kartu kredit konsumen dan produk perbankan lainnya.

Sedangkan bentuk persaingan monopol i pada

kelompok bank besar dikarenakan ada beberapa pelaku

industri perbankan yang mendominasi persaingan. Hal

ini dapat dil ihat dari tingkat konsentrasi rasio (CR4)

dengan proxy aset perbankan tahun 2007-2011, dimana

terdapat empat bank umum yang menguasai 45% aset

perbankan di indonesia.

Anida Ul Masruroh

Tiga Kategori Bank Berdasarkan Nilai

Kepemilikan Aset

http://img2.bisnis.com/

Page 26: Meningkatkan Produktivitas Nasional

24 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | volume IV nomor 2 edisi Februari 2014

elalui Permen ESDM No. 30 Tahun 2012,

pemerintah akan melakukan penghapusan

secara bertahap subsidi untuk industri

golongan I-3 dan I-4. Golongan l istrik I-3 yang sudah

menjadi perusahaan terbuka (terdaftar di bursa saham)

adalah golongan industri yang memil iki daya lebih dari

200 Kilo Volt Ampere (Kva) Tegangan Menengah,

sedangkan golongan l istrik I-4 adalah industri yang

memil iki daya 30.000 Kva Tegangan Tinggi.

Pencabutan subsidi melalui penyesuaian TDL ini akan

dilakukan secara bertahap untuk mengurangi tekanan

'seketika' kenaikan biaya bagi perusahaan. Penyesuaian

TDL sebesar 8,6 persen setiap dua bulan bagi golongan

I-3 go publ ic dan penyesuaian TDL sebesar 13,3 persen

setiap dua bulan untuk golongan I-4. Rencana

pencabutan subsidi l istrik bagi golongan industri

tertentu melalui penyesuaian tarif dasar l istrik

(TDL) secara bertahap dinilai sudah tepat.

Korporasi yang sudah melantai di bursa memang

tidak berhak mendapat subsidi l istrik dari negara.

Subsidi l istrik seharusnya diperuntukkan bagi

rumah tangga miskin. Walau dalam

pelaksanaanya mengalami kemunduran hingga

setahun lebih, namun untuk tahun 2014 ini

dipastikan kebijakan ini akan efektif berlaku per

Mei 2014.

Dengan pencabutan subsidi ini , pemerintah akan

bisa menghemat hingga Rp 10,96 tri l iun.

Penghematan ini berasal dari penerapan tariff

adjustment sebesar Rp 2 tri l iun, lalu

penghapusan subsidi pelanggan I-4 Rp 7,57

tri l iun dan penghapusan subsidi pelanggan I-3

yang go publ ic Rp 1,39 tri l iun. Dalam Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2014

subsidi l istrik ditetapkan sekira Rp 81,77 tri l iun yang

terdiri dari Rp 71,36 tri l iun untuk subsidi l istrik, dan Rp

10,41 tri l iun untuk cadangan risiko energi.

Tentunya tujuan dari pencabutan subsdidi ini bukan

semata-mata untuk menghemat pengeluaran

pemerintah untuk subsidi , tetapi untuk meningkat

efisisensi kegiatan ekonomi dan mengal ihkan subsidi

komoditas tersbut untuk bidang lain yang lebih

membutuhkan.

Badan Kebijakan Fiskal melakukan dengan

menggunakan skema skenario. Pada tahun 2014

digunakan skenario 13 dan skenario 14, kedua skenario

tersebut digunakan untuk menguji dampak rasional isasi

TTL tahun 2014. Dari tabel di atas terl ihat bahwa

skenario 14 berdampak lebih besar terhadap

Fiskal dan Regulasi Ekonomi

Sumber: PLN

Sumber: BKF

Kenaikan TDL Industri, Bagai Pisau Bermata Dua

Page 27: Meningkatkan Produktivitas Nasional

volume IV nomor 2 edisi Februari 2014 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | 25

penghematan subisidi dibandingkan skenario 13.

Namun disisi lain, skenario 14 mempunyai dampak

tambahan inflasi , penurunan pertumbuhan ekonomi,

dan tambahan kemiskinan yang lebih besar

dibandingkan skenario 13.

Secara umum kajian ini membuktikan bahwa kenaikan

TDL tidak akan mengganggu pertumbuhan ekonomi

Indonesia secara signifikan. Kajian ini menunjukkan

sensitivitas setiap kenaikan TTL 10% akan menyebabkan

pertumbuhan sektor industri turun sekitar 6%, inflasi

bertambah sekitar 1,2% dan pertumbuhan ekonomi

turun sekitar 0,24%. Dari beberapa skenario yang

disimulasikan, penyederhanaan tarif dengan skenario 13

dan 14 dengan basis tarif Q4 tahun 2013 yaitu tarif rata-

rata atau tarif maksimum digolongannya, lebih memil iki i

dampak minimal terhadap keterlambatan pertumbuhan

perekonomian.

Berbeda dengan asumsi pemerintah, bagi para

pengusaha kenaikan TDL ini melengkapi penderitaan

merek, dimana di tahun sebelumnya terjadi kenaikan

harga BBM (solar) pada Juni dan November 2013 untuk

kenaikan UMR. Kenaikan BBM dan TDL yang hampir

bersamaan tersebut diperkirakan akan berdampak

terhadap sektor industri pengolahan non migas dan

ekonomi makro Indonesia. Tarif l istrik untuk pelanggan

industri I3 dan I4 naik sebesar 8,6% dan 13,3% setiap

dua bulan, berarti kenaikan akan selesai dalam setahun.

Kebijakan ini dirasa sangat memberatkan bagi

pengusaha.

Meski kebijakan TDL berlaku bagi industri besar, namun

industri kecil yang membutuhkan bahan baku produksi

yang dihasilkan oleh industri-industri besar akan

terpengaruh. Hal ini juga akan berimbas naiknya impor

bahan baku, karena bahan baku yang dihasilkan dalam

negeri akan mengalami kenaikan harga seiring dengan

kenaikan biaya operasionalnya. kinerja impor bakal

semakin membengkak. Sebab, harga barang di dalam

negeri akan lebih mahal dibandingkan impor. Disini lah

komitmen pemerintah untuk menggenjot pertumbuhan

industri dalam negeri terutama industri dipertanyakan.

Kenaikan TDL juga akan berimbas pada para pekerja

yang bekerja di sektor industri antara lain rasional isasi

karyawan (PHK) dan optimal isasi jam kerja. Pertama,

rasional isasi karyawan, dengan melakukan PHK

terutama untuk karyawan bagian produksi (buruh) maka

perusahaan bisa melakukan penghematan dalam hal

upah buruh. Penghematan ini akan mengurangi biaya

produksi (biaya tenaga kerja) sehingga akan

mengurangi pos pengeluaran dan bisa dial ihkan untuk

menambah pos biaya l istrik. Kedua, optimal isasi jam

kerja; hal ini berkaitan dengan overtime (jam lembur)

karyawan. Untuk menghemat pengeluaran uang lembur

tentu perusahaan akan melakukan kebijakan yang

cukup ketat dengan meniadakan jam lembur dan tidak

memperbolehkan buruh bekerja lamban.

Pemerintah dituntut bijaksana dan hati-hati dalam

pelaksanaan kebijakan ini , karena bagaimanapun

perekonomian Indonesia sebagaian besar ditunjang dari

sektor industri yang selain meningkatkan pendapatan

negara dari pembanyaran pajak juga mengurangi

pengangguran dengan penyerapan tenaga kerja cukup

besar. Jangan sampai kebijakan pemerintah ini

dianggap hanya bentuk pol itik pencitraan karena

mendekati Pemilu. Pasalnya kebijakan ini dirasa para

pengusaha bertolak belakang dengan upaya

pemerintah mendorong berkembangnya ikl im investasi

di Indonesia.

Sri Purwanti

Page 28: Meningkatkan Produktivitas Nasional

26 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | volume IV nomor 2 edisi Februari 2014

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat

pengangguran terbuka pada Februari 2014 sebesar 5,7

persen (7,15 juta jiwa) atau turun tipis dibandingkan

dengan tingkat pengangguran Februari tahun 2013

yang sebesar 5,82 persen (7,2 juta jiwa). Sebuah angka

penurunan yang tidak begitu menggembirakan

memang. Beberapa pakar dan pengamat pun menilai

rendahnya angka penurunan tersebut disebabkan

melambatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Namun, tidak saja karena melambatnya pertumbuhan

ekonomi, BPS menegaskan ada perubahan data

penghitungan pada data kependudukan di tahun 2014

ini. Acuan BPS berubah dari data yang sebelumnya

estimasi menjadi proyeksi. Terutama dari jumlah

penduduk Indonesia dihitung sebelumnya 238 juta

menjadi 251 juta. Pada februari 2014, BPS mencatat ada

181 juta penduduk Indonesia yang berusia kerja. Dari

angka tersebut, 125 juta merupakan angkatan kerja dan

sisanya non angkatan kerja seperti pelajar, mahasiswa,

dan sebagainya yang tidak aktif mencari kerja.

Lantas timbul pertanyaan mengapa penurunan

pengangguran yang tidak signifikan tersebut dikaitkan

dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi

Indonesia? Bagaimana kedua faktor tersebut sal ing

mempengaruhi?

Pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat

mencerminkan keadaan perekonomian dalam negara

tersebut. Lebih tepatnya hasil pengukuran dari

pertambahan pendapatan nasional agregat dalam

periode tertentu. Salah satu parameter yang umum

digunakan untuk mengukur tingkat pertumbuhan

perekonomian melalui penghitungan Gross Domestic

Product (GDP) atau produk domestik bruto (PDB).

Sedangkan, pengangguran dapat diartikan sebagai

angkatan kerja yang tidak bekerja dan tidak sedang

mencari pekerjaan. Tingkat pengangguran dihitung

dengan membandingkan (rasio) antara jumlah orang

yang menganggur dan jumlah angkatan kerja pada

bulan/tahun tertentu.

Sebuah teori ekonomi, Hukum Okun menekankan

bahwa ada hubungan negatif yang signifikan antara

pertumbuhan ekonomi dan pengangguran. Dengan

kata lain, menurut Hukum Okun jika pertumbuhan

ekonomi (yang diwakil i oleh GDP) meningkat, maka

tingkat pengangguran akan turun, dan begitu pula

sebal iknya.

Akan tetapi nampaknya hal ini tidak berlaku di

Indonesia kal i ini , d imana bukti empiris telah

menunjukkan bahwa di tengah perlambatan

pertumbuhan ekonomi yang sedang dialami Indonesia,

tingkat pengangguran justru turun, dan dengan angka

yang tidak signifikan. Sebuah anomal i yang menarik

untuk ditelusuri memang. Mengapa hal tersebut bisa

terjadi, dan faktor apa saja yang mempengaruhi

ketidakselarasan antara teori ekonomi Hukum Okun

dengan kondisi domestik perekonomian Indonesia?

Penel itian terdahulu yang dilakukan oleh seorang

profesor dalam bidang ekonomi di Monash University,

Austral ia, Imad A Moosa (2008) juga menemukan hasil

yang berlawanan dengan teori tersebut. Menurut Imad,

terdapat tiga alasan mengapa seringkal i real ita yang

ada di negara berkembang kontras dengan bunyi

Hukum Okun, ketimbang di negara maju yang relatif

stabil .

Ketenagakerjaan

Angka PengangguranFebruari 2014 : Perdebatanantara Teori Ekonomi danRealitas Lapangan http://positivepsychologynews.com/

B

Page 29: Meningkatkan Produktivitas Nasional

volume IV nomor 2 edisi Februari 2014 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | 27

Pertama, pengangguran di negara-negara berkembang

bersifat non-sikl ikal , yang dipengaruhi oleh

pengangguran strukturan dan friksional . Dimana

pengangguran struktural sendiri dapat dipicu oleh

perubahan perekonomian yang tidak diimbangi

perubahan dalam kual itas pendidikan.

Kedua, pasar tenaga kerja di negara berkembang

cenderung lebih rigid dibandingkan dengan negara

maju. Permintaan pasar tenaga kerja di negara

berkembang masih didominasi sektor pemerintah,

sedangkan di negara maju sektor privat lebih banyak

menyerap tenaga kerja, akibat banyaknya aktivitas

bisnis yang dijalankan oleh masyarakatnya.

Ketiga, struktur ekonomi negara juga turut andil dalam

hubungan aksi reaksi antara pertumbuhan ekonomi

dan pengangguran. Struktur ekonomi di negara

berkembang biasanya terpusat pada sektor

pemerintahan dan pertanian. Namun sayangnya sektor

pertanian di negara berkembang kurang diberdayakan

untuk penyerapan tenaga kerja, padahal potensi sektor

pertanian yang inovatif dan masif dapat menajdi jalan

keluar untuk penyerapan tenaga kerja di negara

agraris seperti Indonesia.

Sebagai kesimpulan dari tul isan ini , sebaiknya segenap

pihak yang berkompeten dan berwenang dalam

penyerapan tenaga kerja, seyogyanya lebih mendorong

pertumbuhan yang bersifat padat karya (labor

intensive) , seperti pertanian. Selain itu tentunya

memberikan perhatian khusus terhadap sektor ini ,

untuk dapat dijadikan salah satu mata pencaharian

yang menjanjikan upah yang kontinu dan dapat

menghidupi kebutuhan para pekerjanya.

Selain itu, untuk mengatasi pengangguran

struktural/friksional diperlukan program pelatihan

khusus dalam meningkatkan keterampilan (skills)

tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan sektor/lapangan

usaha yang ada di pasar. Program-program pelatihan

dan bantuan di bidang kewirausahaan juga baik untuk

dilakukan agar mereka yang tidak terserap dalam pasar

tenaga kerja, dapat membuat ladang penghasilannya

sendiri sekal igus lapangan pekerjaan bagi yang lain.

Alisa Fatimah

MP3EI

ada tahun 2011 Pemerintah Indonesia telah

meluncurkan rencana pembangunan ekonomi

jangka panjang hingga 2025 - MP3EI yang berisi

tiga strategi dasar kekuatan untuk mencapai tujuan

pembangunan ekonomi (1) mengembangkan enam

koridor ekonomi; (2) memperkuat konektivitas; dan (3)

memperkuat kemampuan nasional sumber daya

manusia, i lmu pengetahuan ,dan teknologi.

MP3EI dirumuskan dengan memperhatikan Rencana

Aksi Nasional Gas Rumah Kaca (RAN - GRK) yang

merupakan komitmen nasional terhadap perubahan

ikl im global . Perubahan ikl im, pergeseran demografis

global , posisi geografis, dan geoekologis membentuk

leverage ekonomi Indonesia di pasar dunia. Hal

tersebut merupakan faktor penting dalam menentukan

arah pembangunan ekonomi Indonesia di masa depan.

Dalam mencapai pertumbuhan ekonomi Indonesia,

MP3EI tidak hanya untuk mempercepat dan

memperluas pembangunan ekonomi, tetapi juga diikuti

dengan memperhatikan pembangunan yang

berwawasan l ingkungan dan bertanggung jawab secara

sosial . Atas dasar hal tersebut, MP3EI menambahkan

konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable

development) untuk menjamin daya dukung ekosistem.

Secara umum konsep pembangunan berkelanjutan

diartikan sebagaimana dikutip dari Laporan Brundland,

yaitu “Pembangunan Berkelanjutan adalah

pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan saat

Pembangunan Berkelanjutan DalamMendukung Percepatan dan Perluasan

Pembangunan Ekonomi Indonesia

Page 30: Meningkatkan Produktivitas Nasional

28 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | volume IV nomor 2 edisi Februari 2014

ini tanpa mengurangi ketersediaan bagi generasi

mendatang untuk memenuhi kebutuhannya”. Konsep

ini menyangkut tiga faktor kebijakan, yaitu

pembangunan ekonomi, pembangunan sosial , dan

perl indungan l ingkungan.

Lebih lanjut, keikutsertaan Indonesia dalam World

Summit on Sustainable Development (WSSD) telah

menunjukkan komitmen Indonesia dalam mencapai

pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Sebagai

bagian untuk memperkuat real isasi pembangunan

berkelanjutan dalam MP3EI, penambahan komponen

keberlanjutan mengikuti kerangka WEHAB yang

disediakan WSSD dengan l ima aspek yang melekat

pada kehidupan manusia, yaitu air (water) , energi

(energy) , kesehatan (health) , pertanian (agriculture) , dan

biodiversitas (biodiversity) .

Dalam pembangunan ekonomi, aspek sosial dan

l ingkungan pada umumnya dianggap sebagai dampak

dan belum dil ihat sebagai penyebab pembangunan itu

sendiri . Hal ini mengakibatkan pembangunan yang

dijalankan menimbulkan tantangan tersendiri terhadap

masalah sosial dan l ingkungan. Nilai perhitungan yang

ditimbulkan dari pembangunan pada umumnya tidak

menginternal isasikan nilai-ni lai perhitungan eksternal

seperti sosial dan l ingkungan.

Dengan memperhatikan konsep pembangunan

berkelanjutan, proses pengambilan kebijakan tidak

hanya didasarkan pada aspek kebijakan ekonomi, tetapi

juga aspek sosial dan l ingkungan. Biaya sosial-ekonomi

yang ditimbulkan serta ketimpangan masalah sosial

dan l ingkungan yang menjadi tantangan pembangunan

di masa datang dapat diminimal isir, sehingga

pembangunan dapat tetap berjalan dengan

memperhatikan kondisi l ingkungan dan sosial .

Melalui konsep ini, MP3EI diharapkan dapat menjadi

suatu mekanisme tidak hanya untuk mempercepat

investasi , perencanaan, kebijakan, dan peraturan

pembangunan, tetapi juga secara bersamaan

menangani dampak yang timbul akibat pertumbuhan

ekonomi yang pesat. Hal ini juga sekal igus menjawab

kebutuhan Pemerintah Indonesia dalam

pengembangan ekonomi untuk pembangunan

berkelanjutan dengan tetap berbasis pada keadilan dan

pemerataan sosial yang mengedepankan l ingkungan

sebagai sebuah keberlanjutan ekosistem (pro-growth ,

pro-jobs, pro-poor, dan pro-environment) .

Arum Hardiyanti

http://kp3eikaltim.fi les.wordpress.com/

Page 31: Meningkatkan Produktivitas Nasional

volume IV nomor 2 edisi Februari 2014 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | 29

eningkatan produktivitias BUMN merupakan

produktivitas pendorong dalam pembangunan

nasional . Oleh karena itu sangat penting bagi

negara untuk terus mengevaluasi dan memperbaiki

produktifitas BUMN.

Saat memberikan sambutan dalam membukan

Indonesia Business-BUMN Expo & Conference (IBBEX)

2010, Preside Susilo Bambang Yudhoyono menyoroti

beberapa hal mengenai BUMN. Di antaranya ialah

performa BUMN yang menunjukkan peningkatan

dengan naiknya aset BUMN sebesar dua kal i l ipat,

peningkatan profit sebesar 11 persen, dan kontribusi

BUMN pada tingkat nasional yang juga meningkat.

Walaupun menunjukkan perbaikan, Presiden

menekankan bahwa BUMN masih memil iki pekerjaan

rumah. BUMN dikatakan masih bisa dan harus bisa

meningkatkan produktivitas, efisiensi , dan daya

saingnya. Bagi BUMN yang tetap tidak bisa efisien,

tidak produktif , tetap merugi, dan tidak ada prospek

apapun, harus dilakukan sesuatu seperti

penggabungan, l ikuidasi atau reformasi dan

restrukturisasi dengan konrol dan pengawasan yang

ketat.

Pada tahun 2013 mulai beredar kabar bahwa BUMN

yang tidak menunjukkan performa yang baik dalam

produktivitas, efisiensi , dan daya saing diusulkan untuk

dijual karena dianggap menambah beban negara.

Seperti yang dilansir Republ ika, Ketua Komisi IV DPR RI

Romahurmuzy mengatakan BUMN yang bisa dijual

bukanlah yang menguasai hajat hidup orang banyak.

Kategori BUMN yang dapat dijual antara lain

pertambangan, perasuransian, dan perbankan. BUMN

yang dalam persaingan bisnis sudah didominasi pihak

swasta juga diusulkan untuk dijual . Namun BUMN

kategori migas, telekomunikasi , kel istrikan dan

transportasi tidak didukung untuk dijual dalam waktu

dekat.

Penjualan sejumlah BUMN dikatakan akan memberikan

keuntungan yang besar dari berbagai sisi . Contohnya

restrukturisasi diperlukan agar manjemen mampu

menunjukkan kinerja yang leih baik. Selain itu,

penjualan BUMN akan memberikan negara

pemasukkan tambahan yang cukup besar, diperkirakan

mencapai Rp 2.274 tri l iun. Ikl im usaha Indonesia juga

diperkirakan menjadi lebih sehat jika rencana ini

direal isasikan.

Permasalahan produktifitas menurut Dibyo Soemantri

Priambodo dalam bukunya, terkait dengan masalah

manajemen BUMN yang mengacu pada activity

oriented sehingga seringkal i menyebabkan

diabaikannya aspek input dan sasaran utama yaitu

komposisi output yang akan dihasilkan menjadi tidak

terukur. Dari sisi lain, sistem manajemen tersebut

seringkal i terjebak dalam berbagai peraturan dan

ketentuan yang kaku. Akibatnya harus mengikuti

prosedur yang berkepanjangan dan akhirnya terjadi

inefisiensi baik dari segi tenaga kerja maupun time

management.

BUMN

Produktifitas danEfisiensi BUMN

Tasya Shabrina Yusira

"Walaupun menunjukkan perbaikan, Presidenmenekankan bahwa BUMN masih memiliki

pekerjaan rumah. BUMN dikatakan masih bisadan harus bisa meningkatkan produktivitas,

efisiensi, dan daya saingnya"

Page 32: Meningkatkan Produktivitas Nasional

30 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | volume IV nomor 2 edisi Februari 2014

Kegiatan Menko

ada Selasa 11 Februari 2014 telah dilaksanakan

Pertemuan Tingkat Menteri Working Group

Ekonomi Indonesia-Singapura di Grand

Copthorne Waterfront Hotel , Singapura. Pertemuan

tersebut dari pihak Indonesia dipimpin oleh Menteri

Koordinator Bidang Perekonomian dan dari pihak

Singapura dipimpin oleh Menteri Perdagangan dan

Industri Singapura.

Dalam pertemuan dibahas perkembangan kerjasama

bilateral di 6 Working Groups yaitu Batam, Bintan,

Karimun (BBK) dan kerjasama SEZs lainnya, seperti

Investment; Air Connectivity; Tourism ; Manpower, dan

Agribusiness, serta isu-isu kerjasama ekonomi bilateral

lainnya.

Secara statistik, Singapura merupakan mitra dagang

terbesar ketiga bagi Indonesia. Total ni lai perdagangan

RI – Singapura tahun 2012 mencapai US$ 43,2 mil iar,

sedangkan pada periode Januari-November 2013

mencapai US$ 38.0. Pada tahun 2012 dan 2013

Singapura juga merupakan investor asing terbesar di

Indonesia.

Dalam kerjasama pengembangan ekonomi BBK dan

Kawasan Ekonomi Khusus dengan Singapura telah

diadakan Joint Investment Promotion untuk

mempromosikan BBK ke negara-negara Asia Timur,

program Capacity Development untuk meningkatkan

pelayanan investasi di BBK, workshop-workshop dalam

rangka meningkatkan efisiensi dan daya saing industri

serta Joint Expert Study on Competitiveness of Batam-

Bintan-Karimun (BBK) untuk melakukan benchmarking

terhadap kawasan sejenis di Asia dalam rangka

meningkatkan daya saing kawasan BBK.

Di bidang investasi , telah diadakan kerjasama

information sharing dan joint promotion ke perusahaan-

perusahaan Singapura terkait proyek-proyek

infrastruktur MP3EI dan fasil itasi kemungkinan bermitra

dengan perusahaan-perusahaan Indonesia. Data

menunjukkan bahwa terdapat peningkatan real isasi

investasi baru di kawasan Batam dengan nilai USD

126.771.792. Selain itu, kerjasama dalam bentuk

kolaborasi investasi asing dan korporasi dalam negeri

juga meningkat seperti masuknya produk-produk

makanan dari Singapura ke retailer lokal .

Terkait dengan konektivitas penerbangan, Amandemen

yang dilakukan atas Indonesia-Singapura Air Service

Agreement telah berhasil memberikan dampak positif

pada peningkatan lalu l intas udara diantara dua negara.

Working Group Indonesia – Singapura

http://ekon.go.id/

Page 33: Meningkatkan Produktivitas Nasional

volume IV nomor 2 edisi Februari 2014 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | 31

Hingga bukan Desember 2013, tercatat peningkatan

sebesar 40% diantara kedua negara.

Untuk bidang pariwisata, Indonesia dengan Singapura

melalui pertemuan ini telah mereal isasikan kerjasama di

bidang wisata kapal persiar (cruise tourism) dengan

telah dilakukannya famtrip dan cruise workshop di

Indonesia hasil kerjasama dua negara. Selain itu

pertemuan juga telah menyepakati untuk kerjasama

promosi tempat-tempat tujuan wisata di Indonesia

yang merupakan sinergi dari dua working group yaitu

WG on Tourism dan WG on Air connectivity dengan

signifikannya peningkatan lalu l intas kedua negara.

Sesuai dengan kesepakatan kedua negara pada

pertemua tingkat Menteri sebelumnya, di bidang

ketenagakerjaan, telah diadakan kerjasama dalam

bentuk Tripartile Workshop on Manpower Management

guna menemukan solusi atas masalah outsourcing dan

minimum wage yang seringkal i menjadi kendala dalam

hubungan industrial antara pemerintah, pengusaha,

dan pekerja (tripartit) . Sedangkan dalam pertemuan kal i

ini , RI dan Singapore telah sepakat untuk melakukan

kerjasama dalam meningkatkan kompetensi caregiver

dan perawat dari Indonesia sehingga dapat memenuhi

standar untuk dapat bekerja di Singapura. Terkait hal

ini , sebagai program awal , pada tahun 2013 KBRI

Singapura melalui Staf Teknis Tenaga Kerja bekerja

sama dengan salah satu NGO Singapura telah

melaksanakan pelatihan singkat/sehari untuk tenaga

kesehatan perawa orang tua di rumah tangga sesuai

dengan kual ifikasi Singapura dimana pesertanya adalah

TKI sektor domestik yang bekerja di Singapura.

DI sektor agribisnis, RI dan Singapura telah

melaksanakan serangkaian kegiatan untuk

meningkatkan ekspor produk-produk pertanian dari

Indonesia ke Singapura, diantaranya adalah program

capacity building untuk petani dan produsen pertanian

di Indonesia. Business Matching antara produsen di

Indonesia dengan supplier dari Singapura serta

kegiatan In-Store Marketing di Singapura. Untuk

kedepannya, RI dan Singapura juga telah setuju untuk

meningkatkan kerjasamanya di bidang ini ke level yang

lebih tinggi dengan memanfaatkan perkembangan

signifikan di sektor perhubungan udara kedua negara.

Kerjasam tersebut rencanya dilakukan dengan

dukungan maskapai penerbangan kedua negara dalam

distribusi produk-produk pertanian di Indonesia,

khususnya dalam hal pemasarannya di Singapura.

Pada akhir pertemuan kedua pimpinan delegasi, Menko

Perekonomian RI dan Menteri Perdagangan dan

Industri Singapura menandatangani Joint Report to

Leaders yang merupakan laporan kepada kepala negara

kedua belah pihak terkait perkembangan kerjasama

ekonomi kedua negara serta upaya-upaya untuk

meningkatkan kerjasama tersebut kedepannya dengan

melalui program dan kegiatan yang konkret yang

dilaksanakan oelh kedua negara.

Referensi:

Divisi Humas, Kementerian Koordiantor Bidang

Perekonomian

Alisa Fatimah

Page 34: Meningkatkan Produktivitas Nasional

IPTEK

Peranan Sistem Manajemen Strategis padaLembaga Pemerintahan Negara

32 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | volume IV nomor 2 edisi Februari 2014

SSalah satu upaya untuk dapat bersaing di tengah arus

global isasi adalah dengan meningkatkan produktivitas.

Produkivitas yang tinggi dapat dicapai salah satunya

dengan meningkatkan kual itas manajemen. Oleh

karena itu diperlukan suatu sistem manajemen strategis

agar implementasi program atau kebijakan dapat

berjalan sesuai dengan perencaan. Sistem manajemen

strategis merupakan suatu proses merumuskan dan

mengimplementasikan untuk mewujudkan visi secara

terus menerus secara terstruktur. Dalam

pelaksanaannya, segala sumber daya harus

dimanfaatkan secara optimal untuk mencapai hasil

yang sesuai dengan target dan tujuan suatu

perusahaan atau instansi. Sistem manajemen strategis

adalah suatu indikator suatu organisasi dapat

berkembang secara terencana dan terukur.

Untuk mendorong produktivitas perusahaan, sistem

manajemen strategis perlu dilakukan agar proses

produksi lebih efisien dan efektif serta tercapai hasil

produksi yang berkual itas tinggi. Hal ini tentu saja akan

memberikan nilai tambah bagi suatu produk dan

perusahaan juga akan mendapatkan profit yang lebih

tinggi. Produktivitas perusahaan yang tinggi

berkontribusi besar terhadap produktivitas Indonesia

secara umum. Namun, untuk meningkatkan

produkivitas Indonesia diperlukan pula produktivitas

yang tinggi di l ingkungan lembaga pemerintahan.

Sama halnya perusahaan, lembaga pemerintah juga

perlu menerapkan sistem manajemen strategis dalam

menjalankan fungsinya.

Seperti yang diketahui, pembiayaan utama program

dan kebijakan yang dilakukan setiap lembaga

pemerintahan berasal dari anggaran negara. Oleh

karena itu, pemerintah memerlukan sistem manajemen

strategis agar pelaksanaan program dan kebijakan

dapat berjalan dengan baik dengan anggaran yang

seefisien mungkin. Selain itu, pemerintah merupakan

pembuat kebijakan dimana kebijakan yang dibuat ini

bukan hanya akan berpengaruh terhadap pemerintah

itu sendiri namun ke masyarakat luas. Dalam

merumuskan kebijakan yang baik dan dapat

berkontribusi positif terhadap masyarakat, seluruh

jajaran pemerintah baik kementerian maupun lembaga

perlu merumuskan perencanaan kebijakan yang

terintegrasi serta berkomitmen untuk memperlancar

implementasi program-program tersebut.

Sayangnya, masih banyak kekurangan pada lembaga

pemerintahan Indonesia saat ini . Rendahnya mutu

pelayanan publ ik dan kual itas infrastruktur serta

ketidakselarasan regulasi pemerintah pusat-daerah

kerap menghambat sejumlah aktivitas ekonomi.

Padahal sejumlah aktivitas ekonomi tersebut dapat

mendorong produktivitas serta pertumbuhan

Indonesia. Adapun dari sisi pemerintah sendiri telah

berupaya untuk mengatasi hal ini dengan menggalakan

program reformasi birokrasi. Kedepannya, proses

reformasi birokrasi ini perlu diintegrasikan dengan

aspek perencaaan, implementasi serta evaluasi yang

baik yang merupakan kunci sistem manajemen

strategis.

Florin Bondar dan Emanuel Rauta dalam jurnalnya

mengungkapkan bahwa sistem perencaan dan

pelaksanaan manajemen strategis pada lembaga

pemerintahan negara dapat ditentukan dari beberapa

indikator, seperti anggaran dan formulasi kebijakan,

pengawasan impementasi kebijakan dan evaluasi.

Ketiga aspek ini diyakini sebagai tolak ukur kinerja

lembaga pemerintahan di negara-negara OECD.

Indikator pertama adalah anggaran dan formulasi

kebijakan. Kedua hal ini tidak dapat dipisahkan satu

sama lain karena untuk merumuskan suatu kebijakan,

pemerintah memerlukan anggaran. Indikator

selanjutnya adalah pengawasan kebijakan. Suatu

perencanaan yang strategis tidak akan berguna apabila

tidak diiringi oleh proses pengawasan. Pengawasan

perencaanan akan penting dilakukan untuk terus

memastikan bahwa program yang dilakukan telah

sesuai dengan target dan tujuan lembaga

pemerintahan. Indikator terakhir, evaluasi. Terdapat

suatu pandangan yang salah bahwa evaluasi baru

Page 35: Meningkatkan Produktivitas Nasional

dilakukan di akhir setelah program selesai dilaksanakan.

Seharusnya proses evaluasi di lakukan secara periodik

selama program atau kebijakan diimplementasikan.

Baru setelah dilakukan evaluasi secara periodik,

di lakukan pula evaluasi secara menyeluruh di akhir

program. Evaluasi secara periodik penting dilakukan

untuk memastikan kebijakan atau program tersebut

berjalan dengan semestinya. Dalam jurnalnya, salah

satu contoh negara yang menerapkan sistem

manajemen strategis terbaik pada l ingkungan

pemerintahan adalah Finlandia.

Finlandia merupakan salah satu negara pal ing efektif

yang menerapkan sistem manajemen strategis di

l ingkungan pemerintahan pusatnya. Dalam

merumuskan kebijakan, segenap pemerintahan

Finlandia berkumpul dan menetapkan Coalition

Agreement. Kebijakan ini nantinya akan diatur langsung

oleh pemerintah pusat dan implementasi akan

diserahkan ke kementerian terkait. Adapun pembiayaan

program sepenuhnya diatur oleh Kementerian

Keuangan. Prosedur pengajuan pembiayaan program

dilakukan melalui proposal serta proposal program

tersebut dibedakan menjadi program yang baru

diajukan dan program lanjutan yang telah dilakukan

sebelumnya.

Terkait proses monitoring, terdapat empat laporan yang

harus dilampirkan yaitu (i) Constitutional Report, yaitu

laporan pemerintah kepada parlemen; (i i ) Annual

Report, yaitu laporan masing-masing kementerian

mengenai program dan capaian anggaran; (i i i ) Laporan

kepada institusi keuangan yang berisi seluruh program

pemerintah dan anal isis dampak keefektivitasan

program ini terhadap ekonomi dan

produktivitas serta informasi anggaran yang

digunakan; dan (iv) Laporan spesifik bidang

tertentu, seperti laporan program kesehatan dan

bantuan sosial . Aspek terakhir dil ihat dari proses

evaluasi. Evaluasi program dilakukan oleh

lembaga independen seperti The Finnish

Institute of Publ ic Management dan lembaga

penel itian lainnya.

Berdasarkan pengalaman sistem manajemen

strategis di negara Finlandia, satu hal penting

yang harus dilakukan pemerintah Indonesia

adalah meningkatkan koordinasi antar lembaga

pemerintahan agar kebijakan lebih terintegrasi

dan dapat memberikan manfaat optimal bagi

masyarakat. Selain itu, kedepannya sistem

pemerintahan Indonesia diharapkan dapat berjalan

lebih baik lagi agar dapat menunjang produktivitas

nasional , sehingga Indonesia dapat bersaing dengan

negara-negara lain di l ingkungan global .

Referensi:

Bondar, Florin dan Emanuel Rauta, Tanpa Tahun.

Strategic Planning and Performance Management -

Best Practice Cases in Central and Local Publ ic

Administration. www.transnational ity.eu [dilansir

tanggal 27 April 2014]

Darwanto, Herry. 2009. Balanced Scorecard Untuk

Organisasi Pemerintah. Jakarta: Bappenas

Fitria Faradila

http://patimes.org/

volume IV nomor 2 edisi Februari 2014 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | 33

Page 36: Meningkatkan Produktivitas Nasional

Untuk informasi lebih lanjut hubungi :

Redaksi Tinjauan Ekonomi dan Keuangan

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian

Gedung Sjafruddin Prawiranegara (d.h. Gd. PAIK II) Lantai 4

Jalan Lapangan Banteng Timur No. 2-4 Jakarta, 1 071 0

Telepon. 021 -3521 843, Fax. 021 -3521 836

Email : [email protected]

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan dapat didownload pada website

www.ekon.go.id