10
JTM Vol. XVIII No. 3/2011 135 ANALISIS INJEKSI CO 2 KE DALAM RESERVOIR GAS DAN AQUIFER UNTUK MENINGKATKAN FAKTOR PEROLEHAN GAS Lucky Bagus Waskito 1 , Sutopo 1 Sari Injeksi gas CO 2 ke dalam reservoir gas alam dapat menyimpan gas lebih besar dibandingkan dengan reservoir minyak terproduksi dengan nilai volume pori hidrokarbon awal yang sama, karena gas dapat dimampatkan hingga tiga puluh kali lebih besar dari pada minyak atau air. Tujuan dari studi ini adalah untuk memperkenalkan metode sederhana dari mekanisme injeksi CO 2 ke dalam reservoir gas untuk meningkatkan faktor perolehan gas dan mengisi reservoir dengan gas CO 2 menggunakan GEM (Generalized Equation-of-state Model compositional reservoir simulator). Aplikasi dari studi ini akan memberikan kontribusi dalam penurunan emisi gas CO 2 di atmosfer, sehingga sangat berguna dalam meminimalisir peningkatan emisi gas rumah kaca selama aktivitas industri minyak dan gas berlangsung.Dalam studi ini dibangun model reservoir homogen berpola inverted 5-spot dengan luas 40 acres dan tebal 150 ft. Hasil simulasi dari injeksi CO 2 ketika reservoir telah terproduksi dan ketika injeksi dilakukan bersamaan dengan waktu produksi sebagai pressure maintenance menunjukkan bahwa terjadi peningkatan faktor perolehan gas hingga 7,3%. Injeksi CO 2 akan dihentikan ketika konsentrasi gas CO 2 dalam gas yang terproduksi mencapai 20%, atau disebut sebagai waktu penerobosan. Titik perforasi sumur injeksi CO 2 dilakukan pada zona gas dan zona air, untuk melihat bagaimana pengaruh kelarutan CO 2 dalam air terhadap peningkatan faktor perolehan gas dan penyimpanan CO 2 dalam reservoir. Kata kunci: injeksi gas CO 2 , pressure maintenance, reservoir terproduksi, waktu penerobosan, peningkatan faktor perolehan gas Abstract CO 2 injection into a natural gas reservoir could add more gas storage rather than an injection into a producing oil reservoir with the same initial hydrocarbon pore volume.This situation is caused by the gas character itself, which could be compressed up to thirty times greater than oil and water. In the other hand, the purpose of this study is to introduce a simple kind of method contrasting the mechanism of CO 2 injection into a reservoir to increase the gas recovery factor and to fill up the reservoir with CO 2 gasses using Generalized Equation-of-state Model compositional reservoir Simulator or abbreviated as GEM. The application of this study will contribute to reduce the CO 2 gas emission in the atmosphere and it would be really useful in minimizing the increase of greenhouse gas emission during activities by oil and gas industries.Within this study, it was created a homogeneous reservoir model with an inverted 5-spot pattern with an area about 40 acres and thickness around 150 feet. The simulation results from the CO 2 injection when the reservoir have been producing (abandon reservoir) and when the injection took place as the pressure maintenance along with the production was done simultaneously. Contrasting to these 2 simulations and its results, it was found out that,the usage of CO 2 injection had successfully increased the gas recovery factor up to 7.3 percent from its previous natural displacement. According to the simulation study, the CO 2 injection will be stopped when the concentration of CO 2 in the producing gas had achieved 20 %, will be referred as the breakthrough time. The perforation point of the CO 2 injection well are perforated at the gas zone and water zone, it is to see how the influence of CO 2 solubility in water affects the increasing recovery factor of gas and the amount of CO 2 storage inside the reservoir. Keywords: CO 2 gas injection, pressure maintenance, abandon reservoir, breakthrough time, enhanced gas recovery 1) Program Studi Teknik Perminyakan, Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan ITB, Jl. Ganesa No. 10 Bandung 40132, Telp.:+62-22-2504955, Fax.:+62-22-2504955, Email: [email protected] I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanasan global dan perubahan iklim merupakan isu lingkungan paling penting saat ini. Pemanasan global dapat menyebabkan perubahan secara fisik maupun biologis pada bumi ini, seperti melelehnya glester di kutub utara dan selatan bumi, peningkatan level permukaan air laut, cuaca ekstrim, meningkatnya kekeringan, banjir, dan kekacauan ekosistem. Menurut Intergovermental Panel on Climate Change (IPCC), aktivitas manusia seperti pembakaran bahan bakar fosil, penggunaan lahan, pertanian, aktivitas industri, dll. Merupakan pemicu terjadinya pemanasan global. Aktivitas manusia sangat menunjang peningkatan konsentrasi emisi gas rumah kaca seperti CO 2 (Karbon dioksida), CH 4 (metana), N 2 O (nitro oksida), PFC (perfluocarbon), HFC (hydrofluocarbon), dan SF 6 (sulfur hexafluoride) dalam atmosfer bumi. Hasilnya lebih banyak energi panas yang tertahan dan terjebak dalam lapisan bawah atmosfer bumi, menyebabkan meningkatnya temperatur permukaan bumi. Untuk mengatasi pengaruh dari pemanasan global banyak usaha dan kerjasama yang dilakukan oleh berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia. Indonesia telah mensahkan konvensi perubahan iklim pada bulan Agustus tahun 1994 aksi No.6 tahun 1994 dan Protokol Kyoto aksi No.17 tahun 2004. Pemerintah indonesia juga berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 26% pada tahun 2020 dibandingkan dengan kondisi saat ini (BAU = Business As Usual), dan 41% dengan bantuan dari luar negeri. Emisi nasional di Indonesia sebesar 1.377 Mton CO 2 pada tahun 2000 dan 1.991 CO 2 Mton pada tahun

MENINGKATKAN FAKTOR PEROLEHAN GAS.pdf

Embed Size (px)

Citation preview

  • JTM Vol. XVIII No. 3/2011

    135

    ANALISIS INJEKSI CO2 KE DALAM RESERVOIR GAS DAN AQUIFER UNTUK MENINGKATKAN FAKTOR PEROLEHAN GAS

    Lucky Bagus Waskito1, Sutopo1

    Sari Injeksi gas CO2 ke dalam reservoir gas alam dapat menyimpan gas lebih besar dibandingkan dengan reservoir minyak terproduksi dengan nilai volume pori hidrokarbon awal yang sama, karena gas dapat dimampatkan hingga tiga puluh kali lebih besar dari pada minyak atau air. Tujuan dari studi ini adalah untuk memperkenalkan metode sederhana dari mekanisme injeksi CO2 ke dalam reservoir gas untuk meningkatkan faktor perolehan gas dan mengisi reservoir dengan gas CO2 menggunakan GEM (Generalized Equation-of-state Model compositional reservoir simulator). Aplikasi dari studi ini akan memberikan kontribusi dalam penurunan emisi gas CO2 di atmosfer, sehingga sangat berguna dalam meminimalisir peningkatan emisi gas rumah kaca selama aktivitas industri minyak dan gas berlangsung.Dalam studi ini dibangun model reservoir homogen berpola inverted 5-spot dengan luas 40 acres dan tebal 150 ft. Hasil simulasi dari injeksi CO2 ketika reservoir telah terproduksi dan ketika injeksi dilakukan bersamaan dengan waktu produksi sebagai pressure maintenance menunjukkan bahwa terjadi peningkatan faktor perolehan gas hingga 7,3%. Injeksi CO2 akan dihentikan ketika konsentrasi gas CO2 dalam gas yang terproduksi mencapai 20%, atau disebut sebagai waktu penerobosan. Titik perforasi sumur injeksi CO2 dilakukan pada zona gas dan zona air, untuk melihat bagaimana pengaruh kelarutan CO2 dalam air terhadap peningkatan faktor perolehan gas dan penyimpanan CO2 dalam reservoir. Kata kunci: injeksi gas CO2, pressure maintenance, reservoir terproduksi, waktu penerobosan, peningkatan faktor perolehan gas Abstract CO2 injection into a natural gas reservoir could add more gas storage rather than an injection into a producing oil reservoir with the same initial hydrocarbon pore volume.This situation is caused by the gas character itself, which could be compressed up to thirty times greater than oil and water. In the other hand, the purpose of this study is to introduce a simple kind of method contrasting the mechanism of CO2 injection into a reservoir to increase the gas recovery factor and to fill up the reservoir with CO2 gasses using Generalized Equation-of-state Model compositional reservoir Simulator or abbreviated as GEM. The application of this study will contribute to reduce the CO2 gas emission in the atmosphere and it would be really useful in minimizing the increase of greenhouse gas emission during activities by oil and gas industries.Within this study, it was created a homogeneous reservoir model with an inverted 5-spot pattern with an area about 40 acres and thickness around 150 feet. The simulation results from the CO2 injection when the reservoir have been producing (abandon reservoir) and when the injection took place as the pressure maintenance along with the production was done simultaneously. Contrasting to these 2 simulations and its results, it was found out that,the usage of CO2 injection had successfully increased the gas recovery factor up to 7.3 percent from its previous natural displacement. According to the simulation study, the CO2 injection will be stopped when the concentration of CO2 in the producing gas had achieved 20 %, will be referred as the breakthrough time. The perforation point of the CO2 injection well are perforated at the gas zone and water zone, it is to see how the influence of CO2 solubility in water affects the increasing recovery factor of gas and the amount of CO2 storage inside the reservoir. Keywords: CO2 gas injection, pressure maintenance, abandon reservoir, breakthrough time, enhanced gas recovery 1)Program Studi Teknik Perminyakan, Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan ITB, Jl. Ganesa No. 10 Bandung 40132, Telp.:+62-22-2504955, Fax.:+62-22-2504955, Email: [email protected]

    I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanasan global dan perubahan iklim merupakan isu lingkungan paling penting saat ini. Pemanasan global dapat menyebabkan perubahan secara fisik maupun biologis pada bumi ini, seperti melelehnya glester di kutub utara dan selatan bumi, peningkatan level permukaan air laut, cuaca ekstrim, meningkatnya kekeringan, banjir, dan kekacauan ekosistem. Menurut Intergovermental Panel on Climate Change (IPCC), aktivitas manusia seperti pembakaran bahan bakar fosil, penggunaan lahan, pertanian, aktivitas industri, dll. Merupakan pemicu terjadinya pemanasan global. Aktivitas manusia sangat menunjang peningkatan konsentrasi emisi gas rumah kaca seperti CO2 (Karbon dioksida), CH4 (metana), N2O (nitro oksida), PFC (perfluocarbon), HFC (hydrofluocarbon), dan SF6

    (sulfur hexafluoride) dalam atmosfer bumi. Hasilnya lebih banyak energi panas yang tertahan dan terjebak dalam lapisan bawah atmosfer bumi, menyebabkan meningkatnya temperatur permukaan bumi.

    Untuk mengatasi pengaruh dari pemanasan global banyak usaha dan kerjasama yang dilakukan oleh berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia. Indonesia telah mensahkan konvensi perubahan iklim pada bulan Agustus tahun 1994 aksi No.6 tahun 1994 dan Protokol Kyoto aksi No.17 tahun 2004. Pemerintah indonesia juga berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 26% pada tahun 2020 dibandingkan dengan kondisi saat ini (BAU = Business As Usual), dan 41% dengan bantuan dari luar negeri. Emisi nasional di Indonesia sebesar 1.377 Mton CO2 pada tahun 2000 dan 1.991 CO2 Mton pada tahun

  • Lucky Bagus Waskito, Sutopo

    TMNo.4/

    136

    2005 (Susandi et al., 2007). Sumber emisi gas rumah kaca ini berasal dari pembakaran hutan dan lahan (56-60%), energi (18-20%), pembuangan (8-11%), pertanian (4-5,5%), dan industri (2-3%).

    Tabel 1. Lima negara kontributor gas rumah kaca dan produksi emisi terbesar tahun 2005.

    Negara Total%

    emisi global per tahun

    Total GHG emisi per

    kapita(ton) Cina 17% 5,8 Amerika 16% 24,1 Uni Eropa 11% 10,6 Indonesia 6% 12,9 India 5% 2,1

    Terdapat beberapa jenis dari gas rumah kaca, tetapi yang paling umum dikenal adalah karbon dioksida dan metana. Kebanyakan karbon dioksida dalam udara berasal dari pembakaran hidrokarbon dan gas pembuangan, sedangkan metana bisa berasal dari kebocoran produksi sumur gas, batu bara, atau sumur minyak. Walaupun konsentrasi metana di udara rendah, efek gas rumah kaca (potensi pemanasan global) yang disebabkan oleh metana mencapai 21 kali lebih besar dibandingkan efek dari emisi karbon dioksida (potensi pemanasan global). Indonesia termasuk dalam 5 negara terbesar penghasil emisi gas rumah kaca (PA Goverment Services Inc, 2005). Tabel 1 menunjukan 5 negara kontributor terbesar terhadap emisi gas rumah kaca dan jumlah emisi terproduksi tahun 2005.

    Injeksi CO2 ke dalam resrvoir minyak dan gas bisa memberikan banyak keuntungan dalam meningkatkan produksi minyak dan gas bumi, menghindarkan penurunan permukaan tanah, dan juga meminimalisasi potensi peningkatan emisi karbon dioksida pada atmosfer. Salah satu pembuangan dalam bentuk injeksi CO2 pada reservoir terbesar berada di North Sea, sebanyak 1 juta ton CO2 per tahun dipisahkan dari produksi gas bumi yang berasal dari lapangan Sleipner Vest lalu diinjeksikan kedalam aquifer Utsira. Saat ini kasus yang sama akan coba diaplikasikan untuk lapangan gas Natuna di Indonesia yang mengandung 50 TSCF gas dan 70% nya mengandung karbon dioksida (Jeong, et al., 2004).

    1.2 Keuntungan Injeksi CO2 Injeksi dan penyimpanan CO2 ke dalam reservoir gas akan sangat menarik jika pada prosesnya juga dapat mendatangkan keuntungan dari segi ekonomi. Seiring dengan jalannya produksi gas, tekanan reservoir secara perlahan akan turun hingga tekanan tertentu yang menyebabkan gas mulai sulit diproduksikan secara alami, di saat inilah CO2 bisa diinjeksikan ke dalam reservoir untuk meningkatkan faktor perolehan, atau

    dengan cara lain CO2 diinjeksikan bersamaan dengan waktu produksi untuk menjaga tekanan reservoir agar penurunan tekanannya terjadi lebih lama. Selain itu injeksi CO2 dapat menghindarkan penurunan permukaan tanah, dan juga meminimalisir potensi peningkatan emisi karbon dioksida pada atmosfer shingga dapat berkontribusi pada komitmen pemerintah untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 26% pada tahun 2020. Konsep injeksi CO2 sebagai metode untuk meningkatkan faktor perolehan gas sudah ada dari sekitar 10 tahun yang lalu. Walaupun belum pernah diuji dilapangan pada saat itu, dan masih jarang aplikasinya hingga saat ini, ada dua alasan yang melatarbelakangi hal ini. Pertama, CO2 masih merupakan komoditi yang mahal, teknologi penangkapan dan penyimpanannya pun belum umum, sehingga memerlukan biaya besar untuk penelitian dan aplikasinya, alasan kedua adalah kekhawatiran pencampuran yang berlebihan antara CO2 dengan gas alam utama yang dapat mengakibatkan penurunan tingkatan kualitas gas alam itu sendiri. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperkenalkan metode sederhana dari mekanisme injeksi CO2 ke dalam reservoir gas dan aquifer dengan tujuan untuk meningkatkan faktor perolehan gas dan menyimpan gas CO2 ke dalam reservoir menggunakan GEM (Generalized Equation-of-state Model compositional reservoir simulator). II. METODOLOGI PENELITIAN Dalam penelitian ini ingin diketahui bagaimana pengaruh dari injeksi CO2 ke dalam reservoir gas, menggunakan GEM (Generalized Equation-of-state Model compositional reservoir simulator), yaitu simulator komersial yang sudah umum digunakan dalam industri perminyakan dengan tujuan utama meningkatkan faktor perolehan gas. Sehingga kita akan membandingkan hasil simulasi antara model tanpa injeksi CO2, model injeksi CO2 dengan waktu injeksi bersamaan dengan waktu produksi untuk menjaga tekanan reservoir, dan model injeksi CO2 dengan waktu injeksi setelah reservoir diproduksi ketika tekanan dasar sumur turun (Tabel 2). Pada setiap model injeksi CO2 ini dilakukan 2 titik perforasi, yaitu perforasi pada zona gas (di atas garis Gas Water Contact) dan perforasi pada zona aquifer (dibawah garis Gas Water Contact). Simulasi dilakukan dari tahun 2011 hingga tahun 2050 dengan tekanan reservoir depleted sebesar1000 psi dan disimulasikan dengan 3 laju alir injeksi CO2 yang berbeda, sehingga bisa

  • Analisis Injeksi CO2 ke Dalam Reservoir Gas dan Aquifer untuk Meningkatkan Faktor Perolehan Gas

    137

    diketahui bagaimana pengaruh injeksi CO2 terhadap faktor perolehan gas, peningkatan produksi kumulatif CH4, waktu penerobosan

    ketika 20% CO2 ikut terproduksi, massa CO2 yang dapat diinjeksikan, dan massa CO2 yang tersimpan di reservoir.

    Tabel 2. Skenario simulasi

    Kasus Laju alir injeksi CO2 (ft3/day) Zona perforasi sumur injeksi Waktu injeksi

    Tekanan reservoir (Psi)

    1 tanpa injeksi CO2 - - 3045 2

    50000 Zona Gas awal produksi 3045 3 setelah produksi 1000

    4 Zona Aquifer awal produksi 3045 5 setelah produksi 1000 6

    100000 Zona Gas awal produksi 3045 7 setelah produksi 1000

    8 Zona Aquifer awal produksi 3045 9 setelah produksi 1000 10

    500000 Zona Gas awal produksi 3045 11 setelah produksi 1000

    12 Zona Aquifer awal produksi 3045 13 setelah produksi 1000

    2.1 Model Fluida dan Reservoir Karbon dioksida akan berperan sebagai fluida superkritis pada tekanan dan temperatur tertentu di lapangan. Fluida superkritis memiliki densitas seperti liquid dan difusivitas bisa seperti gas ataupun liquid tergantung pada perubahan tekanan dan temperatur di lapangan (Gambar 1). Karbon dioksida memiliki temperatur kritis 31C (88F) dan tekanan kritis sebesar 7,28 Mpa (1070) psia. Untuk mensimulasikan injeksi CO2 ke dalam reservoir dibangun sebuah model tiga dimensi dengan pola injeksi inverted 5-spot pattern dengan kedalaman reservoir 7.000 ft dan luas area 40 Ha (tebal 150 ft: 15 ft x 10 layers) (Gambar 2), grid didisain lebih kecil pada sekitar titik sumur injeksi dan produksi bertujuan agar model aliran fluida bisa terbaca lebih akurat (Gambar 3). Sumur injeksi diperforasi pada bagian dasar layer zona gas (layer 5) untuk kasus injeksi pada zona gas dan diperforasi pada zona aquifer (layer 8) untuk kasus injeksi zona aquifer, sedangkan sumur produksi diperforasi pada bagian atas layer zona gas (layer 1). Injeksi CO2 pada kedalaman yang relatif lebih dalam dari sumur produksi akan bisa mengurangi CO2 upconing dan mixing (proses pencampuran). Proses pencampuran dicegah oleh perbedaan massa jenis yang kontras yang menyebabkan karbon dioksida mengisi reservoir dari arah bawah ke atas dan membuat gerakan penyapuan yang efektif dalam arah vertikal dan lateral.

    Gambar 1. Plot diagram fasa semi-log CO2 untuk

    menunjukkan bahwa CO2 merupakan fluida superkritis dalam reservoir gas alam (Oldenburg,

    2002)

    Gambar 2. Lokasi sumur produksi dan sumur injeksi

  • Lucky Bagus Waskito, Sutopo

    TMNo.4/

    138

    Gambar 3.Grid model reservoir

    Ada beberapa asumsi yang berlaku dalam simulasi ini, yaitu tekanan awal reservoir sebesar 3.045 psia yang ditentukan berdasarkan gradien tekanan hidrostatik (0,435 psia/ft x 7.000 ft), dan temperatur reservoir 152 F berdasarkan gradien geothermal (75 F + 0,011 F/ft x 7.000 ft). Selain itu asumsi permeabilitas arah-x sama dengan permeabilitas arah-y sebesar 50 md, sedangkan permeabilitas arah-z diasumsikan sebesar 5 md, dan porositas sebesar 0,23 (Tabel 3).

    Tabel 3. Karakteristik model simulasi Sifat Satuan Kasus Area inverted five spot pattern acres 40

    Tebal ft 150 Layers - 10 Voume Bulk ft3 2,61x 108

    Volume Pori ft3 1,51 x 108 Porositas fraction 0,23 Permeabilitas arah-X, Y md 50

    Permeabilitas arah-Z md 5 Temperatur F 152 Tekanan awal reservoir psia 3.045

    Initial Gas In Place (IGIP) ft

    3 1,34 x 1010

    Pada model injeksi setelah reservoir terproduksi, besar tekanan abandon ditentukan sebesar 1.000 psi, dekat dengan tekanan kritis CO2, hal ini sengaja dilakukan karena CO2memiliki kompresibilitas efektif yang tinggi dekat dengan tekanan kritisnya (1.070 psi), selain itu densitas CO2 juga berubah drastis pada tekanan dan temperatur kritisnya. Sehingga pendesakan CH4 oleh CO2 diharapkan akan berjalan dengan maximal pada keadaan tekanan abandon sebesar 1.000 psi. 2.2 Properti Fisik CO2 dan CH4 Walaupun pada kenyataannya gas alam dan CO2 akan bercampur pada tekanan tertentu, sistem CH4-

    CO2 memiliki beberapa karatkeristik yang menarik dan dapat menguntungkan dalam hal peningkatan faktor perolehan gas. Beberapa karakteristik yang dimaksud adalah:

    Densitas CO2 lebih besar 2 sampai 6 kali dari densitas CH4 pada kondisi reservoir, sehingga pendesakan bisa dilakukan.

    Rasio mobilitas CO2 lebih rendah (lebih kental) dibandingkan CH4, sehingga proses pendesakan dapat terjadi dengan stabil.

    Kelarutan CO2 dalam air lebih tinggi dari kelarutan CH4, menyebabkan CO2akan tercampur lebih banyak dalam formasi air, sehingga akan menunda waktu pencampuran CO2 dengan metana.

    Sifat yang dimiliki CH4 dan CO2 ini akan meningkatkan efektifitas dari proses peningkatan faktor perolehan gas pendesakan CH4 yang stabil.

    III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Injeksi CO2 Seperti kita ketahui bersama bahwa injeksi gas CO2 ke dalam reservoir memiliki banyak keuntungan, selain mengurangi emisi gas rumah kaca injeksi CO2 ternyata juga bisa meningkatkan perolehan, khususnya pada lapangan gas dalam pembahasan kita. Semakin banyak CO2 yang dapat diinjeksikan ke dalam reservoir maka akan semakin baik bagi kontribusi pengurangan emisi gas rumah kaca. berdasarkan hasil simulasi, CO2 bisa diinjeksikan hingga 84.039.700 lb dengan laju alir 500.000 ft3/day selama 6.890 hari, yaitu kasus injeksi CO2 untuk menjaga tekanan reservoir dengan titik injeksi pada zona aquifer. Jika ingin melakukan injeksi CO2 sebanyak-banyaknya ke dalam reservoir maka model inilah yang bisa kita pilih, tetapi ada pertimbangan lain berupa jumlah CO2 yang ikut terproduksi, kemampuan peningkatan faktor perolehan, dan ketersediaan CO2 itu sendiri.

    Perbedaan jumlah CO2 yang terinjeksikan terhadap laju alir terlihat sangat jelas pada grafik massa kumulatif CO2 yang diinjeksikan terhadap laju alir injeksi (Gambar 4), besarnya laju alir injeksi CO2 akan berbanding lurus terhadap besarnya jumlah CO2 yang diinjeksikan, perbedaan jumlah injeksi laju alir 50.000 ft3/day dengan 100.000 ft3/day tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan jumlah injeksi dengan laju alir 500.000 ft3/day. Waktu injeksi juga sangat berpengaruh dalam jumlah CO2 yang dapat diinjeksikan. Model dengan injeksi bersamaan pada saat sumur berproduksi mampu menginjeksikan CO2 lebih banyak sebelum mencapai waktu penerobosannya, dibandingkan dengan injeksi setelah reservoir diproduksikan karena pada keadaan ini reservoir telah kosong dan CO2 akan lebih bebas bergerak hingga ikut terproduksikan kembali.

  • Analisis Injeksi CO2 ke Dalam Reservoir Gas dan Aquifer untuk Meningkatkan Faktor Perolehan Gas

    139

    Gambar 4.Massa kumulatif CO2 yang diinjeksikan terhadap laju alir injeksi

    3.2 Massa Kumulatif CO2 yang Tersimpan dalam Reservoir CO2 yang diinjeksikan ke dalam reservoir pada suatu saat akan ikut terproduksi, dan ketika kandungan CO2 yang terproduksi mencapai 20% injeksi akan dihentikan. Jumlah CO2 yang diinjeksikan dikurangi dengan jumlah CO2 yang terproduksi adalah jumlah CO2 yang tersimpan di dalam reservoir. Semakin banyak jumlah CO2 yang tersimpan akan semakin baik dalam hal pengurangan emisi gas rumah kaca. Dari 12 kasus injeksi CO2 yang disimulasikan, efisiensi penyimpanan CO2 dalam reservoir terburuk adalah sebesar 97,78%, artinya dari 100% CO2 yang diinjeksikan 97,78% nya ikut terproduksi. Ini terjadi pada kasus injeksi CO2 setelah reservoir terproduksi, dengan laju alir injeksi 50.000 ft3/day. Sedangkan efisiensi terbaik sebesar 75,98% atau sebanyak 63.856.214 lb CO2 tersimpan, pada kasus injeksi CO2 untuk menjaga tekanan reservoir, dengan titik perforasi pada zona aquifer. Berdasarkan waktu injeksinya dapat terlihat bahwa injeksi yang dilakukan setelah reservoir diproduksikan memiliki kemampuan yang kurang baik dalam hal penyimpanan CO2 dalam reservoir (Gambar 5). Tetapi bisa disimpulkan bahwa injeksi CO2 yang diperforasi pada zona aquifer memiliki kemampuan penyimpanan lebih baik daripada injeksi yang diperforasi pada zona gas, karena adanya efek kelarutan CO2 dalam air., terutama dalam kondisi tekanan rendah.

    3.3 Waktu Penerobosan Metode injeksi dilakukan dengan dua waktu injeksi yang berbeda. Pertama, injeksi dilakukan setelah beberapa tahun sumur berproduksi ketika tekanan reservoir turun (depleted) hingga mencapai tekanan abandon yang ditentukan sebesar1.000 psi. Kedua, injeksi dilakukan dari awal sumur mulai diproduksi yang bertujuan untuk menjaga tekanan (pressure

    maintenance). Penerobosan (breakthrough) terjadi ketika konsentrasi CO2 yang ikut terproduksi mencapai 20% dari total produksi gas, yang paling mempengaruhi waktu penerobosan adalah besarnya laju alir injeksi gas CO2 dan besarnya tekanan dasar sumur, semakin besar laju alir injeksi dan semakin kecil tekanan dasar sumur maka akan semakin cepat juga penerobosan terjadi, selanjutnya adalah titik perforasi injeksi, semakin dekat titik injeksi dengan sumur produksi maka semakin cepat juga waktu penerobosan terjadi (Gambar 6).

    Waktu penerobosan pada model pertama terjadi lebih cepat, karena pada model ini sebagian besar fluida reservoir sudah terangkat ke permukaan dan tekanan reservoir juga sudah turun hingga 1000 psi, kondisi seperti ini akan sangat memudahkan CO2 yang diinjeksikan untuk bergerak lebih bebas dalam reservoir, mendorong CH4, dan akhirnya ikut terproduksikan hingga 20%, lalu injeksi dihentikan. Titik perforasi juga berpengaruh dalam lamanya waktu penerobosan, perforasi yang dilakukan pada zona gas mengakibatkan waktu penerobosan terjadi lebih cepat, karena jarak titik perforasinya lebih dekat dengan titik produksi, sedangkan injeksi pada zona aquifer jarak titik perforasinya lebih jauh dan ada efek kelarutan CO2 dalam air. Waktu penerobosan tercepat pada model pertama adalah 811 hari, yaitu kasus injeksi pada zona gas dengan laju alir terbesar, yaitu 500.000 ft3/day, sedangkan waktu penerobosan terlama dalam model pertama adalah 5.707 hari, kasus injeksi pada zona aquifer dengan laju alir terkecil 50.000 ft3/day.

    Waktu penerobosan pada model kedua terjadi lebih lambat, karena injeksi dilakukan ketika belum ada fluida reservoir yang terangkat dan tekanan reservoir masih sebesar 3,04 psi, reservoir yang masih dalam kondisi awal ini menyebabkan CO2 sulit bergerak dan mengakibatkan waktu penerobosan yang lebih

    0

    50000

    100000

    150000

    200000

    250000

    300000

    350000

    400000

    450000

    500000

    20000 30000 40000 50000 60000 70000 80000 90000

    laju

    alir

    inje

    ksi C

    O2

    (ft3

    /day

    )

    massa injeksi CO2 (lb) (x 1000)perforasi zona gas (depleted) perforasi zona aquifer (depleted)perforasi zona gas (pressure maintenance) perforasi zona aquifer (pressure maintenance)

    Model #1, waktu injeksi CO2 ketika tekanan reservoir turun (depleted)

    Model #2, waktu injeksiCO2 dari awal sumur mulai diproduksi (pressure maintenance)

  • Lucky Bagus Waskito, Sutopo

    TMNo.4/

    140

    lama. Waktu penerobosan tercepat pada model kedua ini adalah 5.844 hari, lebih lama dari waktu penerobosan terlama model pertama (5.707 hari). Pengaruh titik injeksi terhadap waktu penerobosan juga berlaku pada model kedua, injeksi pada zona gas akan menghasilkan waktu penerobosan yang lebih cepat, dan injeksi pada zona aquifer menghasilkan waktu penerobosan paling lama, yaitu 8.243 hari dengan laju alir sebesar 50.000 ft3/day.

    Kesimpulannya titik injeksi CO2 berpengaruh terhadap waktu penerobosan, tetapi pengaruhnya tidak sebesar waktu injeksi, perbedaan waktu penerobosan terbesar bisa dilihat pada kasus injeksi zona aquifer dengan laju alir injeksi 500.000 ft3/day. Waktu penerobosan model pertama 995 hari, sedangkan waktu penerobosan model kedua 6.890 hari, perbedaannya sebesar 5.895 hari dengan kriteria laju alir dan titik perforasi yang sama.

    Gambar 5. Massa kumulatif CO2 yang tersimpan dalam reservoir

    Gambar 6.Waktu penerobosan 20% CO2 terproduksi 3.4 Produksi Kumulatif CH4 Injeksi CO2 akan meningkatkan produksi kumulatif CH4, besarnya peningkatan tergantung dari metode injeksi yang digunakan, dapat dilihat dari hasil simulasi pada Tabel 4, dimana waktu injeksi sangat berpengaruh dalam peningkatan produksi kumulatif CH4. Injeksi yang dilakukan setelah reservoir terproduksi dapat meningkatkan produksi kumulatif lebih baik daripada injeksi yang dilakukan bersamaan dengan waktu produksi. Kondisi reservoir setelah diproduksikan memiliki tekanan yang kecil dan sudah sebagian besar fluidanya terproduksikan secara alami, hal ini menyebabkan CO2 akan bergerak lebih bebas, sehingga penyapuan menjadi lebih luas dan lebih banyak CH4 yang bisa

    terdorong ke permukaan. Dengan laju alir injeksi yang besar (500.000 ft3/day) memungkinkan penyapuan CH4 yang lebih besar juga, tanpa adanya injeksi, produksi kumulatif CH4 sebesar 526.228.000 (lb). Sedangkan jika dilakukan injeksi produksi kumulatif bisa meningkat hingga 561.828.000 (lb), dimana peningkatannya adalah sebesar 35.600.000 (lb) dengan titik injeksi pada zona gas. Titik perforasi sumur injeksi yang berada pada zona gas mampu meningkatkan produksi kumulatif lebih baik dibandingkan dengan injeksi pada zona aquifer (Gambar 7) karena kita bisa mengabaikan efek kelarutan CO2 dalam air dan CO2 akan mendorong CH4 secara langsung ke permukaan.

    0

    50000

    100000

    150000

    200000

    250000

    300000

    350000

    400000

    450000

    500000

    20000 25000 30000 35000 40000 45000 50000 55000 60000 65000 70000

    Laju

    alir

    inje

    ksi C

    O2

    (ft3

    /day

    )

    massa CO2 tersimpan (lb) (x 1000)perforasi zona gas (depleted) perforasi zona aquifer (depleted)perforasi zona gas (pressure maintenance) perforasi zona aquifer (pressure maintenance)

    Model #1, waktu injeksi CO2 ketika tekanan reservoir turun (depleted)

    Model #2, waktu injeksi CO2 dari awal sumur mulai diproduksi (pressure maintenance)

    0

    50000

    100000

    150000

    200000

    250000

    300000

    350000

    400000

    450000

    500000

    0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

    laju

    alir

    inje

    ksi C

    O2

    (ft3/

    day)

    waktu penembusan (hari) (x 1000)bhp 1000 psi gas zone bhp 1000 psi aquifer zonebhp 1000 psi pressure maintenance gas zone bhp 1000 psi pressure maintenance aquifer zone

    Model #1, waktu injeksi CO2 ketika tekanan reservoir turun (depleted)

    Model #2, waktu injeksiCO2 dari awal sumur mulai diproduksi (pressure maintenance)

  • Analisis Injeksi CO2 ke Dalam Reservoir Gas dan Aquifer untuk Meningkatkan Faktor Perolehan Gas

    141

    Tabel 4. Hasil simulasi

    Kasus

    Laju alir injeksi CO2

    (ft3/day)

    Titik Perforasi

    Waktu Penerobosan

    (hari)

    Kumulatif injeksi CO2

    (lb)

    Kumulatif CO2

    Tersimpan (lb)

    Produksi Kumulatif CH4 (lb)

    Faktor Perolehan (%)

    1 - - - - - 526228000 92.2529

    2

    50000

    11 11 5 4651 26977100 26379712 559436000 98.5806

    3 8036 45274000 39699100 557861400 97.0001

    4 11 11 8

    5707 33301200 31543550 559196000 98.3594

    5 8243 58172600 43154120 557317000 96.8081

    6

    100000

    11 11 5 2501 32507800 30024190 560542000 98.74036

    7 6643 56274000 46420100 558105000 97.3025

    8 11 11 8

    3010 37194000 36098350 560099000 98.5501

    9 6044 68065400 52431120 557622000 97.0729

    10

    500000

    11 11 5 811 51573700 36277800 561828000 99.5936

    11 5844 77512200 57892837 559224900 98.4006

    12 11 11 8

    995 56274000 42281500 561275000 99.4235

    13 6890 84039700 63856214 558789000 98.2257

    Gambar 7. Peningkatan produksi kumulatif CH4 terhadap laju alir injeksi CO2 3.5 Faktor Perolehan Gas Setelah simulasi dihentikan pada tahun 2050, peningkatan faktor perolehan tertinggi yang bisa dicapai adalah sebesar 7,3 % (Gambar 8) dibandingkan dengan faktor perolehan tanpa injeksi,atau jika dihitung dalam massa gas sebesar 35.600.000 (lb). Angka ini didapat dari model

    injeksi pada zona gas dengan laju alir 500.000 ft3/day dengan waktu selama 811 hari dan injeksi dilakukan setelah reservoir diproduksikan. Peningkatan faktor perolehan sangat berpengaruh terhadap laju alir, waktu injeksi, dan titik injeksi.Semakin besar laju alir injeksi maka semakin besar juga peningkatan faktor perolehan.

    0

    50000

    100000

    150000

    200000

    250000

    300000

    350000

    400000

    450000

    500000

    557000 558000 559000 560000 561000 562000 563000

    Laju

    alir

    inje

    ksi C

    O2

    (ft3/

    day)

    CH4 production cumm (lb) (x 1000)bhp 1000 psi gas zone bhp 1000 psi aquifer zonebhp 1000 psi pressure maintenance auifer zone bhp 1000 psi pressure maintenance gas zone

    Model #1, waktu injeksi CO2 ketika tekanan reservoir turun (depleted)

    Model #2, waktu injeksi CO2 dari awal sumur mulai diproduksi (pressure maintenance)

  • Lucky Bagus Waskito, Sutopo

    TMNo.4/

    142

    Gambar 8. Perbandingan faktor perolehan dengan dan tanpa injeksi CO2

    Gambar 9. Perbandingan faktor perolehan terhadap laju alir injeksi CO2

    Gambar 10. Faktor perolehan model dengan waktu injeksi bersamaan dengan waktu produksi

    87888990919293949596979899

    100

    09/12/2025 04/09/2028 01/06/2031 25/02/2034 21/11/2036 18/08/2039 14/05/2042 07/02/2045 04/11/2047 31/07/2050 26/04/2053

    Fakt

    or P

    erol

    ehan

    Waktu (tanggal)INJ CO2 depleted Gas Zone 50.000ft3/day Without CO2 INJ

    mulai injeksi CO2

    injeksi CO2 dihentikan

    0

    50000

    100000

    150000

    200000

    250000

    300000

    350000

    400000

    450000

    500000

    96.50% 97.00% 97.50% 98.00% 98.50% 99.00% 99.50% 100.00%

    CO2

    Inje

    ctio

    n ra

    te (f

    t3/d

    ay)

    Faktor perolehanbhp 1000 psi gas zone bhp 1000 psi aquifer zonebhp 1000 psi pressure maintenance gas zone bhp 1000 psi pressure maintenance aquifer zone

    Model #1, waktu injeksi CO2 ketika tekanan reservoir turun (depleted)

    Model #2, waktu injeksiCO2 dari awal sumur mulai diproduksi (pressure maintenance)

    87

    88

    89

    90

    91

    92

    93

    94

    95

    96

    97

    98

    99

    100

    09/12/2025 04/09/2028 01/06/2031 25/02/2034 21/11/2036 18/08/2039 14/05/2042 07/02/2045 04/11/2047 31/07/2050 26/04/2053

    Rec

    over

    y Fa

    ctor

    Waktu (tanggal)

    tanpa injeksi CO2 Dengan injeksi CO2

    injeksi CO2 dihentikan

    titik perpotongan

  • Analisis Injeksi CO2 ke Dalam Reservoir Gas dan AquiferUntuk Meningkatkan Faktor Perolehan Gas

    143

    Gambar 11. Distribusi saturasi gas pada kondisi awal reservoir

    Gambar 12. Distribusi saturasi gas pada kondisi akhir dilakukan simulasi

    Titik injeksi dan waktu injeksi akan saling mempengaruhi, injeksi yang dilakukan pada zona gas dan ketika tekanan reservoir turun peningkatan perolehannya akan lebih baik, sedangkan injeksi yang dilakukan pada zona aquifer dan waktu injeksinya bersamaan dengan waktu produksi akan menghasilkan peningkatan faktor perolehan yang kurang baik (Gambar 9), dimana peningkatan faktor perolehannya hanya sebesar 2,78%. Injeksi yang dilakukan bersamaan dengan waktu produksi grafik faktor perolehannya berada dibawah grafik faktor perolehan model tanpa injeksi pada awalnya. Sehingga pada suatu waktu grafik tersebut berpotongan sebelum injeksi dihentikan, maka menghasilkan nilai faktor perolehan yang lebih tinggi dengan injeksi CO2 (Gambar 10). Dapat dilihat perbedaan saturasi gas sebelum produksi dilakukan (Gambar 11) dan setelah produksi dihentikan (Gambar 12) pada tahun 2050.

    IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan 1. Injeksi CO2 dapat meningkatkan faktor

    perolehan gas dan juga dapat menyimpan CO2 dalam reservoir, berdasarkan hasil studi yang dilakukan peningkatan faktor perolehan didapat hingga sebesar 7,3% (92,25% - 99,59%) dan jumlah CO2 yang tersimpan

    mencapai 63.856.214 lb. Hal yang berpengaruh dalam studi simulasi ini adalah waktu injeksi, laju alir injeksi, dan titik injeksi.

    2. Injeksi yang dilakukan bersamaan dengan waktu produksi sumur untuk menjaga tekanan reservoir memiliki waktu penerobosan yang lebih lama dibanding injeksi CO2 setelah tekanan reservoir turun. Sehingga jumlah CO2 yang diinjeksikan dan tersimpan dalam reservoir lebih besar, tetapi peningkatan faktor perolehannya tidak terlalu besar.

    3. Laju alir injeksi CO2 sangat berpengaruh dalam simulasi ini, baik dalam hal pengingkatan faktor perolehan maupun penyimpanan CO2 dalam reservoir. Semakin besar laju alir injeksi CO2, akan semakin besar kemungkinan CO2 tersimpan dalam reservoir, dan semakin besar laju alir CO2 peningkatan faktor perolehan akan lebih besar juga.

    4. Titik injeksi CO2 pada zona aquifer menghasilkan peningkatan faktor perolehan yang lebih kecil dibandingkan injeksi CO2 pada zona gas, tetapi waktu penerobosannya lebih lama dan massa total CO2 yang diinjeksikan besar jumlahnya, menyebabkan massa kumulatif CO2 yang tersimpan dalam reservoir menjadi lebih banyak.

    4.2 Saran 1. Untuk mendapatkan peningkatan faktor

    perolehan gas yang besar sebaiknya melakukan injeksi CO2 pada zona gas, dan waktu injeksi dilakukan setelah tekanan reservoir turun, karena pada saat itu sudah sebagian besar CH4 terproduksikan sehingga CO2 akan lebih mudah bergerak dan pendesakan CO2 bisa berlangsung dengan efektif.

    2. Dalam upaya pengurangan emisi gas CO2 di atmosfer maka perlu dinjeksikan sebanyak-banyaknya CO2 ke dalam reservoir, dalam tujuan ini injeksi sebaiknya dilakukan bersamaan dengan waktu produksi sumur dimulai dan injeksi dilakukan pada zona aquifer, karena pada kondisi ini CO2 yang terlarut dalam aquifer lebih banyak, sehingga menyebabkan waktu penerobosan yang lebih lama, sehingga massa kumulatif CO2 yang diinjeksikan lebih besar.

    UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Amega Yasutra yang telah banyak membantu memberi masukan dan pembelajaran mengenai software-software simulasi yang digunakan dalam proses pengerjaan penelitian ini.

    DAFTAR PUSTAKA 1. Al-Hashami, A., Ren, S.R., and Tohidi, B.,

    2005. CO2 Injection for Enhanced Gas

  • Lucky Bagus Waskito, Sutopo

    TMNo.4/

    144

    Recovery and Geo-Storage: Reservoir Simulation and Economics: SPE paper 94129.

    2. Barrufet, M.A., Bacquet, A., and Falcone, G., 2009. Analisis of Storage Capacity for CO2 Sequestration of a Depleted Gas Condensate Reservoir and a Saline Aquifer: Petroleum Society Journals, Paper 2009-197.

    3. Clemens, T., and Wit, K., 2002. CO2 Enhanced Gas Recovery Studied for an Example Gas Reservoir: SPE Paper 77348.

    4. Jeong, G.S., 2004. Experimental and Simulation Studies of Supercritical Carbon Dioxide in Depleted Gas Reservoir : Submitted to the office of Graduate Studies of Texas A&M University.

    5. Mamora, D.D., and Seo, J.G., 2002. Enhanced Gas Recovery by Carbon Dioxide Sequestration in Depleted Gas Reservoir: SPE Paper 77347.

    6. Oldenburg, C.M, and Benson, S.M., 2002. CO2 injection and Enhanced gas production and Carbon Sequestration, SPE paper 74365, presented at the SPE International Petroleum Conference and Exhebition in Mexico held in Villahermosa.

    7. Oldenburg, C.M., Pruess, K., and Benson, S.M., 2002. CO2 Injection and Enhanced Gas Production and Carbon Sequestration: SPE Paper 74367.

    8. Sim, S.S.K., Turta, A.T., Singhal, A.K., and Hawkins, B.F., 2008. Enhanced Gas Recovery: Factors Affecting Gas-Gas Displacement Efficiency: Petroleum Society Journals, Paper 2008-145.

    9. Sinisha, A.J,. Duane H.S,. Neal W.S,. and Grant S.B., 2003. Enhanced Gas Recovery (EGR) with Carbon Dioxide Sequestration: A Simulation Study of Effects of Injection Strategy and Operational Parameters: SPE Paper 84813, presented at the SPE Eastern Regional/AAPG Eastern Section Joint Meeting held in Pittsburgh, Pensylvania, USA, 6-20 September 2003.

    10. Stewart, P. B. and Munjal, P., 1970. Solubility of CO2 in pure Water, Synthetic Sea Water: Jour. Chem. and Eng. Data, V.15, No.1, P. 171.

    11. Wiebe, R. and Graddy, V.L., 1947. Solubility of Carbon Dioxide in Water at Various Temperatures and Pressure: Jour. Amer. Chem. Soc., P. 475.