26
79 Bab Lima MENGUBAH HUTAN MENJADI LAHAN PERTANIAN, PERKEBUNAN DAN PETERNAKAN Pengantar Bab lima ini akan membahas bagaimana peran kepemimpinan dalam proses transformasi lahan Alas Cekik menjadi lahan pertanian dan perkebunan serta peternakan. Pasca bermigrasi ke alas Cekik, orang Bali Kristen memulai kehidupan baru. Hutan yang angker ditaklukkan dan dialihkan menjadi area tuai dan sumber penghidupan bagi mereka. Dengan kepemimpinan transformatif dari pemimpin desa (I Made Sela) dan rohani (Pdt. I Made Rungu dan I Made Tjaduk), bagaimana peran kepemimpinan saat situasi konflik dan pengakuan pemimpin yang ada di saat itu serta gambaran “alas Cekikyang mengerikan tersebut yang diubah menjadi lahan produktif. Tidak hanya sampai pada lahan pertanian, namun berubah menjadi perkebunan bahkan sampai peternakan. Kinerja Kepemimpinan Telah disebutkan pada Bab empat bahwa kepemimpinan yang menggerakan proses transformasi sosial ekonomi adalah kepemimpinan kolektif yang bersinergis mendorong, mengarahkan serta memotivasi warga masyarakat Desa Blimbingsari ke arah yang lebih baik dengan kondisi yang lebih baik. Kepemimpinan rohani yang ditunjang oleh institusi gereja dan kepemimpinan formal aparatur desa yang ditunjang oleh Perangkat Pemerintahan Desa. Dalam kurun waktu 75 tahun (dari tahun 1939 s/d 2014) Desa Blimbingsari telah dipimpin oleh dua aras kepemimpinan, baik kepemimpinan rohani maupun kepemimpinan

MENGUBAH HUTAN MENJADI LAHAN PERTANIAN, …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12333/5/D_902008006_BAB V.pdfkepala desa. Untuk itu pada ... Kelompok kedua berjumlah 85 orang laki-laki

  • Upload
    lelien

  • View
    224

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: MENGUBAH HUTAN MENJADI LAHAN PERTANIAN, …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12333/5/D_902008006_BAB V.pdfkepala desa. Untuk itu pada ... Kelompok kedua berjumlah 85 orang laki-laki

79

Bab Lima MENGUBAH HUTAN MENJADI LAHAN PERTANIAN, PERKEBUNAN DAN PETERNAKAN

Pengantar Bab lima ini akan membahas bagaimana peran kepemimpinan

dalam proses transformasi lahan Alas Cekik menjadi lahan pertanian dan perkebunan serta peternakan. Pasca bermigrasi ke alas Cekik, orang Bali Kristen memulai kehidupan baru. Hutan yang angker ditaklukkan dan dialihkan menjadi area tuai dan sumber penghidupan bagi mereka. Dengan kepemimpinan transformatif dari pemimpin desa (I Made Sela) dan rohani (Pdt. I Made Rungu dan I Made Tjaduk), bagaimana peran kepemimpinan saat situasi konflik dan pengakuan pemimpin yang ada di saat itu serta gambaran “alas Cekik” yang mengerikan tersebut yang diubah menjadi lahan produktif. Tidak hanya sampai pada lahan pertanian, namun berubah menjadi perkebunan bahkan sampai peternakan.

Kinerja Kepemimpinan Telah disebutkan pada Bab empat bahwa kepemimpinan yang

menggerakan proses transformasi sosial ekonomi adalah kepemimpinan kolektif yang bersinergis mendorong, mengarahkan serta memotivasi warga masyarakat Desa Blimbingsari ke arah yang lebih baik dengan kondisi yang lebih baik. Kepemimpinan rohani yang ditunjang oleh institusi gereja dan kepemimpinan formal aparatur desa yang ditunjang oleh Perangkat Pemerintahan Desa. Dalam kurun waktu 75 tahun (dari tahun 1939 s/d 2014) Desa Blimbingsari telah dipimpin oleh dua aras kepemimpinan, baik kepemimpinan rohani maupun kepemimpinan

Page 2: MENGUBAH HUTAN MENJADI LAHAN PERTANIAN, …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12333/5/D_902008006_BAB V.pdfkepala desa. Untuk itu pada ... Kelompok kedua berjumlah 85 orang laki-laki

Transformasi Ekonomi Komunitas Blimbingsari

80

kepala desa. Untuk itu pada bagian ini dipaparkan kinerja yang dilakukan oleh dua aras kepemimpinan ini yang secara publik menonjol untuk menelesuri peran mereka yang signifikan.

Adapun kinerja-kinerja unggul yang dikerjakan oleh para pemimpin Desa Blimbingsari yang menonjol, sebagai berikut. Pertama,Kepemimpinan Rohani. Seorang yang bernama Bapak I Made Tjaduk sebagaipemimpin yang berjasa mengawali pembukaan lahan baru yang dikenal sebagi Kawasan Alas Cekik, sebagai cikal bakal wilayah desa Blimbingsari. Ia yang memimpin 30 orang laki-laki dewasa pada tahun 1939 masuk dengan membuka lahan pemukiman. Kelompok kedua berjumlah 85 orang laki-laki dewasa untuk bergabung membangun pemukiman baru itu. I Made Tjaduk sebagai pemimpin yang membakar semangat kelompok masyarakat Desa Blimbingsari dan menancapkan nilai spiritual itu. Berikutnya adalah Bapak I Made Rungu, sebagai pemimpin yang melanjutkan pembangunan areal hutan di Desa Blimbingsari menjadi sebuah pemukiman yang layak bagi kehidupan manusia. Pembangunan infrastruktur jalan direncanakan berbentuk salib bila dilihat dari angkasa, jalan cikal bakal inilah yang menjadi ikon Desa Blimbingsari sesuai dengan nilai spiritual yang dimiliki dan mendorong mereka untuk membangun dan memperbaiki taraf hidupnya. Irigasi desa juga mulai dibangun untuk menjamin pasokan air bagi pembangunan pertanian yang sedang digalakkan.Berikutnya, bapak I Nyoman Nama Suyasa. Sebagai pemimpin rohani yang setia dan tabah dalam memberi contoh dan panutan bagi warga Blimbingsari. Ia termasuk tokoh Desa Blimbingsari yang berjuang dan tidak menyerah dalam menjalani tugas dan tanggungjawabnya sebagai pimpinan rohani dari tahun 1978 sampai dengan 1983. Setelah itu seorang pendeta yang sudah emiritus, Bapak I Ketut Suyaga Ayub, sebagai pemimpin rohani yang intelektual telah membuat perencanaan dan koordinasi semua kegiatan pembangunan yang dikerjasamakan dengan kepala desa, dengan semangat dan etos kerja yang ditanamkan ke warga masyarakat, maka pembangunan desa di Blimbingsari terus bergulir. I Ketut Suyaga Ayub berjuang dalam 2 periode yang berbeda, yaitu periode tahun 1972-1974, dimana beliau meletakkan dasar-dasar bagaimana beriman dalam

Page 3: MENGUBAH HUTAN MENJADI LAHAN PERTANIAN, …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12333/5/D_902008006_BAB V.pdfkepala desa. Untuk itu pada ... Kelompok kedua berjumlah 85 orang laki-laki

Mengubah Hutan Menjadi Lahan Pertanian, Perkebunan dan Peternakan

81

kehidupan sehari-hari untuk membangun desa, membangun keluarga dan ekonominya; kemudian pada periode 2004-2012 yang mendorong warga masyarakat terlibat dalam transformasi lanjutan, yaitu dari desa konvensional menjadi desa wisata yang makmur dan modern. Kedua, Kepemimpinan Kepala Desa. Seorang lagi yang bernama bapak I Made Sela. Sebagaikepala desa pertama yang bertugas dari tahun 1940-1955, sebagai kepala desa ia mendapat banyak tantangan dalam periode membangun itu, karena Desa Blimbingsari sedang mencari bentuk ideal dalam pembangunan sosial ekonominya. Namun dengan ketegaran dan jiwa yang penuh keyakinan pada Kekuasaan Tuhan, ia terus mendorong masyarakat untuk maju dan jangan mundur dalam melakukan pembangunan di desa Blimbingsari. Begitu juga dengan Bapak Yakub Yulianus. Sebagai pemimpin desa yang mengalami kepemimpinan dua periode sebagai kepala desa, yaitu tahun 1978-1981 menjadi kepala desa dengan prestasi membangun fasilitas atau infrastruktur irigasi, perbaikan jalan, rumah ibadah, Kantor Kepala Desa, dan lainnya. Tahun 1981-1998 ia juga mengisi jabatan sebagai kepala desa yang ditunjuk oleh pemerintah diatasnya (Camat) karena prestasi dan kinerja yang diperlihatkannya. Bapak yang masih muda bernama Bapak Made John Rony, lahir di Blimbingsari 23 Mei 1977, anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan I Ketut Mudayana dan Titik Herawati, dipilih menjadi kepala desa dan dilantik tanggal 10 Desember 2007. Walaupun berusiamuda John Ronny memimpin dan menghadapi masalah-masalah dengan tenang. Di dalam masa pelayanannya dia bekerjasama dengan pemimpin rohani (Gereja). Dia berhasil menyelesaikan pembangunan kuri agung, balai desa yang bernama Niti Graha. Balai desa ini adalah balai desa yang termegah diseluruh Jembrana. Didalam kepemimpinannya dia mempunyai kiat-kiat yang kuat, strategi untuk membangun komunitas Desa Blimbingsari seperti memberi bantuan hotmix di jalan-jalan utama, menambah jalan-jalan ke kebun, maupun jalan dibelakang rumah warga. Sering menghadapi masalah batas tanah namun dapat dihadapi dengan baik. Dibawah kepemimpinan John Ronny, Blimbingsari telah terpilih sebagai COBTA (Community Based Tourism Assocition) yang diresmikan oleh bupati tanggal 25 Desember 2011. Blimbingsari

Page 4: MENGUBAH HUTAN MENJADI LAHAN PERTANIAN, …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12333/5/D_902008006_BAB V.pdfkepala desa. Untuk itu pada ... Kelompok kedua berjumlah 85 orang laki-laki

Transformasi Ekonomi Komunitas Blimbingsari

82

COBTA (Community Based Tourism Assocition) terpilih menjadi contoh untuk perkembangan pariwisata Bali Barat.

Peran Pemimpin dalam Proses Membuka Hutan Blimbingsari

“Wit alat-alat tukang ane aluh gati anggon ngewangun hidup ane baru di Alas Cekik punika sawireh ngelah semangat lan mental menyame braye, irage masih nganggo etos megae ane luwung, makane nyidang jani sami makejang ngoyong di desane ene” tandas Gusti Rata.

Artinya, Dengan peralatan tukang yang sangat sederhana, bermodal semangat dan bermental solidaritas mereka memulai kehidupan di kawasan yang masih ‘perawan’ tentu dengan etos kerja yang baik.

Awalnya mereka tidur dan makan minum di tempat terbuka, minggu pertama barulah terbangun rumah-rumah sederhana sebagai tempat mereka berlindung dari panas dan hujan. Namun keadaan ini tidak membuat mereka mudur dan berbalik, mereka tidak pernah mau menoleh ke belakang.Sekali melangkah jangan menoleh ke belakang atau masa lalu. Motto inilah yang menjadi dasar kekuatan kelompok masyarakat desa Blimbingsari bergulat dengan alam.

“Bet gati alas cekikne. Kenken carane apang nyidang i rage nongosin alase ene. Jeg sebilang dine jemet, megae den gaene dugas pidan sing taen nyerah. Ngusahayangalase ene kanti ngelah umah anggon sirep lan medaar, kinum. Ape gen tingalinne ane luwung lan becik diusahange, tur iman kristen punike anggen dasarne metindak kanti jani dados etos megae antuk pemimpin kristen lan pemeimpin desa” ungkap Bapak Gusti Rata (Desember 2009). Artinya: Hutan ini sangat rimbun. Bagaimana caranya kita menempati hutan ini. Hari demi hari mereka lalui dengan semangat dan usaha keras, tidak pernah menyerah.Membuka lahan hutan dan diubah menjadi lahan pemukiman. Apa saja yang dilihat bermanfaat dan menguntungkan diraih dan dikerjakan juga iman kristen sebagai landasan bertindak dan berprilaku bahkan sampai sekarang sebagai etos kerja oleh pemimpin rohani dan pemerintah desa.

Page 5: MENGUBAH HUTAN MENJADI LAHAN PERTANIAN, …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12333/5/D_902008006_BAB V.pdfkepala desa. Untuk itu pada ... Kelompok kedua berjumlah 85 orang laki-laki

Mengubah Hutan Menjadi Lahan Pertanian, Perkebunan dan Peternakan

83

Inilah pula yang menjadi awal dari pembentukan etos kerja yang pantang menyerah, terus membangun dengan tidak mengenal lelah. Satu keinginan mereka yaitu untuk bangkit dan meraih mimpi mereka sebagai kelompok masyarakat yang mandiri dan dihargai serta memiliki pula kehormatan diri. Bangun dan membangun, hanya satu dalam benak mereka untuk menaklukan kawasan Blimbingsari ini. Tepat bulan Januari 1940, kelompok kedua yang berjumlah 85 orang bergabung dengan kelompok pertama. Tabel 5.1. adalah nama-nama angkatan kedua yang berangkat ke Blimbingsari pada bulan Januari 1940 dibawah ini.

Tabel 5.1.Angkatan Kedua yang Berangkat pada Bulan Januari 1940

No. Nama Alias/Nama Asli Daerah Asal 1 Wayan Ngerti Pan Sadrah Desa Anggungan Carangsari

distrik Abiansemal 2 I Wayan Wera Pan Turunel Desa Anggungan Carangsari

distrik Abiansemal 3 Made Waneng Desa Anggungan Carangsari

distrik Abiansemal 4 I Gede Cetog Desa Dalung distrik Kuta 5 Gede Sambeh Pan De Sumatra Desa Dalung distrik Kuta 6 I Gede Saderu Kak De Budi Desa Dalung distrik Kuta 7 I Made Redeg Desa Dalung distrik Kuta 8 Ketut Raun Pan Sudri Desa Dalung distrik Kuta/

Plambingan 9 Ketut Sela Pan De Gubreg Desa Dalung distrik Kuta 10 Made Rentan Pan Sari Desa Dalung distrik Kuta 11 Wayan Celos Pan Cebur Desa Abianbase distrik Mengwi 12 Gede Mundri Pan De Alpius Desa Abianbase distrik Mengwi 13 Gede Kacir Pan De Arip Desa Abianbase distrik Mengwi 14 Nyoman Nenteng Desa Abianbase distrik Mengwi 15 Made Tebing Pan Luh Tampi Desa Abianbase distrik Mengwi 16 Pan Luh Muleg Desa Abianbase distrik Mengwi 17 Wayan Reon Pan Ketut Soka Desa Abianbase distrik Mengwi 18 Made Berata Pan De Marten Desa Abianbase distrik Mengwi 19 Made Naja Desa Abianbase distrik Mengwi 20 Wayan Wara Pan Luh Kasna Desa Abianbase distrik Mengwi 21 Nyoman Gender Desa Abianbase distrik Mengwi 22 Nyoman Dampiyuk Pan De Rata Desa Abianbase distrik Mengwi 23 Gede Ade Pan Made Mara Desa Abianbase distrik Mengwi

Page 6: MENGUBAH HUTAN MENJADI LAHAN PERTANIAN, …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12333/5/D_902008006_BAB V.pdfkepala desa. Untuk itu pada ... Kelompok kedua berjumlah 85 orang laki-laki

Transformasi Ekonomi Komunitas Blimbingsari

84

No. Nama Alias/Nama Asli Daerah Asal 24 Nyoman Embung Pan Gede Togor Desa Abianbase distrik Mengwi 25 Wayan Kubek Pan De Pica Desa Abianbase distrik Mengwi 26 Ketut Gubed Pan Nyeneng Desa Abianbase distrik Mengwi 27 Gede Sengkig Pan Luh Ribkah Desa Abianbase distrik Mengwi 28 Gede Dikit Pan Gede Susadra Desa Abianbase distrik Mengwi 29 Made Gewar Kak Gereja Desa Abianbase distrik Mengwi 30 Made Manis Pan Nyenyep Desa Abianbase distrik Mengwi 31 Gede Klepug Pan Luh Subakti Desa Abianbase distrik Mengwi 32 Made Sambeh Pan Gede

Sutakarma Desa Abianbase distrik Mengwi

33 Wayan Guleh Pan Yadnya Desa Abianbase distrik Mengwi 34 Made Sadra Pan Rimbiik Desa Abianbase distrik Mengwi 35 Nyoman Kutug Pan Wayan Riden Desa Abianbase distrik Mengwi 36 Nyoman Geleng Kak Puja Desa Abianbase distrik Mengwi 37 I Made Lisig Pan Wayan Wareg Desa Abianbase distrik Mengwi 38 I Made Madi Pan Ngh Denia Desa Abianbase distrik Mengwi 39 Nyoman Anteg Pan Darpi Desa Abianbase distrik Mengwi 40 Wayan Rumrum Pan Mungkering Desa Abianbase distrik Mengwi 41 Gede Gebeh Pan Ketut Candri Desa Abianbase distrik Mengwi 42 Gede Gereh Pan Made Mundri Desa Abianbase distrik Mengwi 43 Nyoman Kreweg Pan Kt Sandi Desa Abianbase distrik Mengwi 44 Gede Sugi Pan Luh Siram Desa Abianbase distrik Mengwi 45 Ketut Lara Pan Luh Rahayu Desa Abianbase distrik Mengwi 46 Wayan Rayen Pan Luh Renyan Desa Abianbase distrik Mengwi 47 Made Situh Pan Luh Nyeri Desa Abianbase distrik Mengwi 48 I Wayan Legit Pan Luh Purni Desa Abianbase distrik Mengwi 49 I Wayan Gledeg Pan Sudanti Desa Abianbase distrik Mengwi 50 Nyoman Soken Pan Rai Kundi Desa Abianbase distrik Mengwi 51 I Wayan Gedol Pan Tut Nambrig Desa Abianbase distrik Mengwi 52 Wayan Radeg Pan Gidion Desa Abianbase distrik Mengwi 53 Made Tjandra Pan De Suwindia Desa Abianbase distrik Mengwi 54 Gede Naya Pan De Sudira Desa Abianbase distrik Mengwi 55 I Wayan Wiri Pan Lusin Desa Gaji (Banjar Untal-Untal)

distrik Kuta 56 I Wayan Diblug Pan Jebro Desa Gaji (Banjar Untal-Untal)

distrik Kuta 57 I Wayan Rengkug Pan Luh Rapug Desa Gaji (Banjar Untal-Untal)

distrik Kuta 58 Pan Sepur Desa Gaji (Banjar Untal-Untal)

distrik Kuta

Page 7: MENGUBAH HUTAN MENJADI LAHAN PERTANIAN, …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12333/5/D_902008006_BAB V.pdfkepala desa. Untuk itu pada ... Kelompok kedua berjumlah 85 orang laki-laki

Mengubah Hutan Menjadi Lahan Pertanian, Perkebunan dan Peternakan

85

No. Nama Alias/Nama Asli Daerah Asal 59 I Wayan Gangsar Pan Abil Desa Gaji (Banjar Untal-Untal)

distrik Kuta 60 I Ketut Tumbul Pan Jawi Desa Gaji (Banjar Untal-Untal)

distrik Kuta 61 I Made Kiyeng Pan Jati Desa Gaji (Banjar Untal-Untal)

distrik Kuta 62 I Ketut Parti Kak Jenggot Desa Sading distrik Mengwi 63 Pan Kebias Desa Sading distrik Mengwi 64 Nang Nyangkrig Desa Sading distrik Mengwi 65 Ketut Rameh Pan Adri Desa Sading distrik Mengwi 66 I Ketut Keceg Pan Luh Darma Desa Peguyangan distrik

Kesiman 67 Pan Waran Desa Congkok distrik Mengwi 68 I Wayan Rembiok Desa Congkok distrik Mengwi 69 Putu Griya Desa Bongan – Tabanan distrik

Tabanan 70 Putu Kramas Desa Bongan – Tabanan distrik

Tabanan 71 Ketut Siarna Desa Bongan – Tabanan distrik

Tabanan 72 Ketut Risna Pan Wayan

Sempurna Desa Bongan – Tabanan distrik Tabanan

73 I Nengah Siarma Pan Munri Desa Bongan – Tabanan distrik Tabanan

74 Ngurah Durya Pan Putu Jenar Desa Bongan – Tabanan distrik Tabanan

75 Made Resta Ti Buntut Desa Ulun Uma distrik Mengwi 76 I Wayan Sandi Desa Bubunan – Buleleng distrik

Bubunan 77 Nyoman Raka Desa Penataran – Sepang distrik

Bubunan 78 I Gede Kandi Pan Regog 79 I Made Dogol Pan Suri 80 Made Jare Pan Smion Desa Carangsari 81 Nyoman Maja Pan Wartani Desa Plambingan 82 Made Rungu Pan Sulaksana 83 Made Grondong Dadong Mika Desa Buduk 84 I Nyoman Snitug Pekak Perot 85 Made Kenyur Pan Tjatri Desa Carangsari Sumber: data Sekunder (Pdt Ketut Suyaga Ayub, Blimbingsari, The Promise Land, 2012)

Page 8: MENGUBAH HUTAN MENJADI LAHAN PERTANIAN, …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12333/5/D_902008006_BAB V.pdfkepala desa. Untuk itu pada ... Kelompok kedua berjumlah 85 orang laki-laki

Transformasi Ekonomi Komunitas Blimbingsari

86

Dari sinilah mulai muncul secara alami kepemimpinan untuk mengarahkan dan memotivasi mereka untuk lebih mempunyai etoskerja yang kuat dalam membangun desa Blimbingsari.

Kepemimpinan memainkan peran penting memotivasi, menggerakkan,danmengarahkan masyarakat Desa Blimbingsari. Dalam hal ini kepemipinan rohani Bapak I Made Caduk, dan pemimpin desa I Made Selayang tidak mudah memimpin 30 orang dewasa dengan latarbelakang yang berbeda. Di Pulau Bali berlaku adat yang secara turun-temurun menjunjung tinggikemandirian atau otonomi, bahkan mereka sulit dengan mudah menerima kelompok lain.Semua proses interaksi antar kelompok harus dilakukan secara adat terlebih dahulu.

Sumber: data primer (diolah, 2009)

Gambar 5.1. Gambar Pembagian Tanah Blimbingsari

Setelah berhasil menerabas hutan, langkah selanjutnya adalah

membagi tanah di antara para pemukim baru. Proses pembagian tanah Blimbingsari, dilakukan oleh para perintis pertama yang masuk ke Barak Blimbingsari, yang lokasi barak tersebut berdekatan dengan Dam Eka Santosa. Pembagian tanah dilakukan dengan cara melotre, masing-masing keluarga mendapat dua hektar tanah kebun dan 20 are pekarangan, sedangkan untuk kelian dan pemimpin rohani diberikan tempat yang sentral (lihat gambar 5.1. diatas, yang bernomor dekat

Page 9: MENGUBAH HUTAN MENJADI LAHAN PERTANIAN, …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12333/5/D_902008006_BAB V.pdfkepala desa. Untuk itu pada ... Kelompok kedua berjumlah 85 orang laki-laki

Mengubah Hutan Menjadi Lahan Pertanian, Perkebunan dan Peternakan

87

dengan B (Kantor Desa), C (Gereja Pniel), dan D (SDK Maranatha), adalah tempat sentral menurut informan kunci yang penulis wawancarai). Dari gambar 5.1. yang diarsir (berwarna abu-abu) tersebut adalah tanah pemukiman/pekarangan yang telah di tempati oleh warga Desa Blimbingsari. Sedangkan yang warna hijau adalah tanah kebun atau tegalan yang telah di bagi-bagi menurut jumlah perintis yang ada.

Asal usul namaDesa Blimbingsari mempunyai sejarah yang panjang. Di bawah ini adalah hasil kutipan daribuku Sunarya1, sebagai berikut:

“Nama Blimbingsari mempunyai sejarah yang sangat sederhana, namun di balik kesederhanaannya itu, tersimpan makna yang menyejarah dengan hutan yang mereka buka untuk menjadi sebuah desa yang sangat indah. Konon nama Blimbingsari diambil dari nama salah satu pohon kayu yang ada di hutan itu. Pohon itu disebut kayu “Blimbing”, yang kini dilestarikan di sebelah selatan jalan Sekolah Dasar Kristen Harapan Maranatha (lihat Gambar 5.2. di bawah).

Gambar 5.2. Pohon Kayu Blimbing

Pohon itu tumbuh rimbun dan subur serta sangat indah

dipandang, terutama daun yang muda mulai tumbuh dengan wama daunnya yang merah darah. Jadi pohon kayu blimbing ini tidak seperti

1 Pdt. I Wayan Sunarya, ”Selayang Pandang Sejarah Blimbingsari, Lentera di tengah Hutan Madurgama”, Yayasan Samaritan, 2009.

Page 10: MENGUBAH HUTAN MENJADI LAHAN PERTANIAN, …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12333/5/D_902008006_BAB V.pdfkepala desa. Untuk itu pada ... Kelompok kedua berjumlah 85 orang laki-laki

Transformasi Ekonomi Komunitas Blimbingsari

88

pohon buah blimbing yang dikenal secara umum, yang berbuah lebat, enak dimakan serta dapat menyegarkan tubuh, “karena mengandung vitamin Cyang tinggi” ungkap Pdt Wayan Sunarya, 2009.

Pohon blimbing di desa Blimbingsari adalah pohon kayu, sejenis kayu bakar yang sangat mudah dikemas. Orang-orang Bali Hindu dari Nusa Penida, yang menjadi penghuni tanah hutan kontrakan, mengambil dan mengemas kayu-kayu blimbing itu sebagai kayu bakar untuk dipasarkan di Melaya. Sementara orang-orang Nusa Penida sibuk mengambil dan memasarkan kayu blimbing, para perintis berkonsentrasi mengolah tanah perkebunan dua hektar (2 ha) dan tanah pekarangan 20 are yang menjadi tiang tumpuan hidup masa depan mereka. Setelah beberapa tahun bekerja keras, impian itu menjadi kenyataan. Hal ini terbukti pada tahun 1940-an, sudah ada di antara para perintis yang pulang ke Denpasar membawa hasil bumi mereka dan juga ada yang menjual pisang ke Peken Badung. Pada malam hari mereka menginap di Bale Banjar Gerenceng, yang hanya berjarak sekitar setengah kilometer dari Peken Badung.

Proses Membuka Lahan Pertanian

Seperti digambarkan di atas, lahan yang disediakan bagi migran Bali-Kristen masih berupa huta belukar, dan unutk mengolahnya membutuhkan tenaga dan semangat yang tinggi. Gambar 5.3 dibawah ini menampilkan gambaran tanah desa pertanian saat memulai pertanian mula-mula di Desa Blimbingsari, serta aktivitasnya.

“ Suud nyepeg punyan-punyan ane gede-gede to, ade buin masi nanem kanti lahan punika dadi anggone tanah wiyadin ladang garapan”, tandas Pdt. I Wayan Sunarya. Artinya Sesudah menebangpohon-pohon besar, masih ada proses menanam yang lama sampai lahan baru itu dapat digarap. Membakar tunggul-tunggul besar masih harus dilakukan (lihat gambar 5.3.) agar lahan tersebut bisa ditanami.

Page 11: MENGUBAH HUTAN MENJADI LAHAN PERTANIAN, …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12333/5/D_902008006_BAB V.pdfkepala desa. Untuk itu pada ... Kelompok kedua berjumlah 85 orang laki-laki

Mengubah Hutan Menjadi Lahan Pertanian, Perkebunan dan Peternakan

89

(Sumber; Dokumen GKPB, Dalem Ripeh,Nengah dkk 2012)

Gambar 5.3. Awal pembukaan lahan produktif

Dengan membakar pohon-pohon dan alang-alang, maka

tunggul-tunggul besar tersebut hilang, sehingga petani lebih mudah mengatur sawah ladangnya dengan leluasa. Setelah mencabut tunggul-tunggul dan akar-akar besar, petani mendapat sawah ladang yang bersih, barulah mereka melakukan pembersihan dan mulai membuat irigasi dari sungai yang melewati desa tersebut. Irigasi air itu dinama-kan irigasi Bukit Sari2. Irigasi bukit sari itu mengairi sawah dan ladang-nya dengan cukup baik ke semua lahan Desa Blimbingsari sehingga semua sawah dan ladang seluas 200 hektar, mendapat air yang cukup. Namun irigasi bukit sari setelah tahun 1988 menjadi kering dan tidak dimanfaatkan lagi, karena sudah banyak penduduk yang keluar desa Blimbingsari (lebih detail tentang air irigasi dijelaskan di bab enam).

Petani bekerja keras dan tekun dengan menanam padi dan jagung dengan semangat gotong royong di antara mereka, sehingga petani Blimbingsari mampu menuai hasilnya dan demikian secara terus-menerus (enam bulan panen) sampai mencukupi kebutuhan di masing-masing keluarga Blimbingsari. Pagi jam 06.00 mereka sudah berangkat ke sawah ladangnya untuk mengerjakan lahannya masing-masing dan pulang sore hari sekitar jam 17.00. Yang dikerjakan para petani adalah menggemburkan tanah pertanian mereka dengan bantuan sapi yang diikat dengan ‘nenggala’ suatu alat pembajak sawah

2Wawancara dengan Ibu Wayan Kari, Gusti Rata, Pdt. Wayan Sunarya, dan Pdt. Ketut Suyaga Ayub, 26 November 2009.

Page 12: MENGUBAH HUTAN MENJADI LAHAN PERTANIAN, …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12333/5/D_902008006_BAB V.pdfkepala desa. Untuk itu pada ... Kelompok kedua berjumlah 85 orang laki-laki

Transformasi Ekonomi Komunitas Blimbingsari

90

agar tanah bisa gembur. Penggemburan tanah berlangsung cukup lama, karena lahan yang sangat luas (minimal 2 kali putaran rata). Petani dan bajaknya harus mengelilingi tanah persawahan sehingga gemburnya menjadi rata dan dapat dialiri air irigasi bukit sari agar sedikit berair, sehingga tanah menjadi lebih gembur jikalau menanam padi atau jagung. Setelah tanah digemburkan, baru petani menaburkan bibit padi, lalu didiamkan beberapa bulan sambil terus memantaunya, sampai keluar bulir-bulir padi. Demikian seterusnya sampai dipanen oleh petani.

Menurut Bapak Gusti Rata, ada dua jenis produk yang dihasilkan oleh para petani mula-mula, yaitu jagung dan padi gaga.Padi gaga merupakan salah satu jenis padi yang ada di Blimbingsari, yang hasil panennya dijual ke pasar Melaya, Kecamatan Melaya dan ada juga yang digunakan untuk konsumsi sendiri oleh keluarganya (tidak dijual saat itu). Menanam padi dan jagung dilakukan di lahan pertanian ini, setiap enam bulan secara bergantian. Lahan ini mendapat air dari irigasi bukit sari yang dilewatinya, sehingga lahan menjadi subur dan melimpah hasilnya.

Lahan tegalan dibuka dan diolah menjadi lahan pertanian oleh angkatan pertama dan hasilnya berupa palawija sehingga mereka dapat membantu keluarga-keluarga di tempat asal mereka, seperti Abianbase, Pelambingan, Sading, Untal-Untal, Dalung dan Carangsari. Disamping itu juga lahan tegalan menghasilkan buah kelapa yang dijual kepada pengepul. Hasil penjualan buah kelapa di gunakan untuk konsumsi dan biaya pendidikan anak-anak mereka belajar di Denpasar dan ke luar Bali (dari tingkat SMA sampai Sarjana). Sampai sekarangpun komunitas Desa Blimbingsari mengandalkan hasil pertanian, perkebunan dan peternakan sebagai sumber pemasukan utama

Pada tahun 1947, mereka merasakan pendidikan sangat mendesak, lalu membangun SDK Maranatha di Blimbingsari. Ini merupakan sekolah swasta pertama di Bali. Orang Kristen mempunyai pemahaman yang sangat baik dan mengirim anak-anak mereka bersekolah sampai perguruan tinggi. Di bidang pendidikan, Blimbingsari mendapat rekor paling tinggi di Kecamatan Melaya.

Page 13: MENGUBAH HUTAN MENJADI LAHAN PERTANIAN, …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12333/5/D_902008006_BAB V.pdfkepala desa. Untuk itu pada ... Kelompok kedua berjumlah 85 orang laki-laki

Mengubah Hutan Menjadi Lahan Pertanian, Perkebunan dan Peternakan

91

Beberapa kali menjadi desa teladan di Bali, dalam bidang pembangunan, ekonomi, Keluarga Berencana.

Sawah dan Ladang: Lahan Produktif Orang-orang Bali-Kristen membangun Blimbingsari dengan

tekad yang kuat, mengatur jalan-jalan dengan sangat baik dan luasnya sampai ke kebun-kebun atau tegalan. Pada tahun70-an pertanian di Blimbingsari mulai dialihkan dari tanaman palawija menjadi tanaman keras seperti kopi, kelapa, merica3. Dari hasil produksi itu warga Blimbingsari mampu membiayai pendidikan anak mereka sampai ke perguruan tinggi.

Blimbingsari mempunyai tanah yang subur, hasil pertanian yang melimpah, telah memberikan perubahan pendapatan ekonomi kepada warganya sehingga berkecukupan. Dampak perubahan yang terjadi telah membawa Desa Blimbingsari terus mempersiapkan diri masuk keera globalisasi. Peningkatan sumberdaya manusia menjaga kelestarian alam Blimbingsari menjadi perhatian masyarakat di sana. Seperti diungkapkan Ibu Wendy dari Australia berikut ini:

“Salah satu bukti yang terus dipertahankan oleh masyarakat Blimbingsari sampai saat ini adalah citra diri lingkungan keluarga dan desa asri, rindang, nyaman, bersih, aman dan damai. Citra desa ini telah menjadi daya tarik tersendiri bagi setiap pengunjung yang memasuki tanah Blimbingsari. Kunjungan tamu dari berbagai belahan dunia yang datang ke Blimbingsari, selain belajar tentang nilai-nilai kontekstual dan berwisata rohani, ternyata mereka juga ingin tahu secara pasti tentang sisi unik yang khusus dari sebuah desa kecil di pulau ‘seribu pura’ ini yang mayoritas komunitasnya merupakan orang Kristen”.

Demikianlah kesan Ibu Wendy setelah mengunjungi dan tinggal di Blimbingsari selama kurang lebih 1,5 bulan. Kegiatannya di Blimbingsari adalah membantu mengajar bahasa Inggris, membantu

3Wawancara dengan Bapak Gst Rata sebagai Generasi I yang pindah ke Blimbingsari, tanggal 14 Oktober 2009.

Page 14: MENGUBAH HUTAN MENJADI LAHAN PERTANIAN, …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12333/5/D_902008006_BAB V.pdfkepala desa. Untuk itu pada ... Kelompok kedua berjumlah 85 orang laki-laki

Transformasi Ekonomi Komunitas Blimbingsari

92

pelayanan pusat bermain anak-anak dan memberi bantuan kepada panti asuhan seperti mengajar bahasa inggris, memberikan pelajaran berenang yang baik dan memainkan musik (khususnya seruling)di komunitas Blimbingsari. Setiap Tahun Ibu Wendy dari Australia ini datang dan tinggal menetap di Blimbingsari. Tidak hanya di desa Bimbingsari, juga dia mengajar di Ambyarsari untuk anak-anak SD khususnya belajar bahasa Inggris.

Integrasi Sosial di Blimbingsari Peristiwa awal mula pembukaan lahan hutan ini juga tidak

lepas dari integrasisosial di Desa Blimbingsari. Bisa dibayangkan orang-orang yang datang ke Blimbingsari adalah mereka yang datang dari berbagai daerah di Bali Selatan dengan mengusung berbagai kasta masing-masing dan konflik pun tidak terhindarkan. Menurut wawancara penulis dengan Gusti Rata, Pdt. Wayan Sunarya dan Pdt. Ketut Suyaga Ayub, menyatakan hal yang sama bahwa “disamping karena merasa memiliki kesamaan dan satu keyakinan, sebagai orang Kristen baru dan dibuang, mereka memiliki perasaan yang sama senasib sepenanggungan. Namun disisi lain mereka memiliki strata/kasta sosial yang berbeda-beda yang dibawa dari kampung halamanya (triwangsa)”. Oleh karena itu muncul ketegangan sosial pada masyarakat Kristen Bali. Berbagai contoh ketegangan sosial tersebut diuraikan di bawah ini:

Pertama, ketegangan sosial yang terjadi karena tidak mudah menghadapi kasus perbedaan strata sosial saat itu, karena bagaimana warga yang memiliki kasta tinggi (brahmana) bisa mengakui seorang pemimpin I Made Rungu dari kasta rendah ( sudra). Kedua, ketegangan warga terhadap penggunaan nama triwangsa tersebut di kalangan mereka sebagai satu penghormatan yang sekarang tidak digunakan lagi dalam kehidupan sehari-hari. Itu menunjukkan bahwa dalam proses perubahan ini pasti ada konflik yang terjadi walau konflik itu terkadang menjadi suatu hal yang membuat warga desa semakin kompak dan solider. Sesuai petikan wawancara berikut:

Page 15: MENGUBAH HUTAN MENJADI LAHAN PERTANIAN, …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12333/5/D_902008006_BAB V.pdfkepala desa. Untuk itu pada ... Kelompok kedua berjumlah 85 orang laki-laki

Mengubah Hutan Menjadi Lahan Pertanian, Perkebunan dan Peternakan

93

“kaping pertame inggih punika I Made Rungu dadiang pemimpin desa Blimbingsari sawireh i ragane dadi pendete lan dihormati yadiastun Pdt Made Rungu mekaste sudra”. ungkap Bapak Gusti Rata, Pdt. Wayan Sunarya dan Pdt. Ketut Suyaga Ayub4.

Pemaknaan yang didapatkan dari percakapan dengan informan bahwa, ketegangan sosial berubah menjadi integrasi sosial dengan diakuinya Pdt Made Rungu sebagai pemimpin Desa Blimbingsari saat memasuki Alas Cekik sampai mengolah lahan karena beliau seorang pendeta dan dihormati walau memiliki kasta sudra”.

Hal ini masih terjadi hingga sekarang ini bahwa warga yang memiliki Kasta Brahmana (dewa, agung, gusti) yang notabene memiliki status sosial yang tinggi“ yang memiliki usaha warung kelontong atau menjual daging harus melayani warga desa yang berkasta sudra (wayan, made, nyoman) dengan mengantar ke rumah, mengangkat galon air dan lain-lain. Seperti kasus seorang pendeta bernama Pdt. I Made Rungu yang berkasta sudra, bisa memimpin di gereja yang membawahi kaum brahmana (dewa, agung, gusti).

“kaping kalih inggih punika sukeh asane apang sing nganggo adan triwangsa punike. Sekadi adan anake biasane, yadiastun brahmana, sawireh merase besik ulian dadi nak kristen”, ungkap Bapak Gusti Rata, Pdt. Wayan Sunarya dan Pdt. Ketut Suyaga Ayub5.

Maksudnya terjadi perubahan cara pandang, tidak mudah orang Bali tidak menggunakan nama triwangsa, mereka yang brahmana tidak lagi mengunakan nama brahmana (dewa, agung, gusti), karena merasa menyatu menjadi Kristen dan senasib. Contoh nyata adalah Pdt. Ketut Suyaga Ayub, yang tadinya berkasta “si” tidak lagi memakai nama “si” tersebut yang nota bene triwangsa, dan hanya memakai nama “Ketut”, walau tidak semuanya menghilangkan nama triwangsanya yang melekat di dalam namanya tersebut, seperti Gusti Rata yang tetap menggunakan nama “Gusti”. Artinya penghormatan seharusnya datang dari kelas sudra kepada kelas yang memiliki strata 4 Wawancara 26 Desember 2009. 5Wawancara 26 Desember 2009.

Page 16: MENGUBAH HUTAN MENJADI LAHAN PERTANIAN, …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12333/5/D_902008006_BAB V.pdfkepala desa. Untuk itu pada ... Kelompok kedua berjumlah 85 orang laki-laki

Transformasi Ekonomi Komunitas Blimbingsari

94

sosial tinggi. Namun warga yang memiliki status sosial tinggi (brahmana) tidak mempermasalahkan hal itu.

Hal ini menunjukkan bahwa integrasi sosial tidak selalu ‘harmonis dan indah-indah’ bahkan pada awal pengolahan lahan pun tetap masih ada ketegangan sosial bahkan sampai berdirinya gereja, dan itu dimaknai sebagai ‘penyedap’ walau sempat mereka berkonflik. Tetapi pemimpin rohani saat itu yang menjadi pendeta pertama disegani oleh warga, sehingga tidak lagi terjadi konflik. Berikut petikan wawancara mengenai Pdt. Made Rungu.

Menurut Pdt. Em Ketut Daniel, menyatakan bahwa “Pdt Made Rungu sangat rajin melayani, dan disukai karena kejujurannya. Memiliki tipe pemimpin yang tegas, jujur, dan pemberani”. Kemudian Pdt. Em. Wayan Tamayasa, menyatakan bahwa “Pdt Made Rungu, sebagai pendeta pertama memiliki prinsip, berpegang teguh pada hukum, dan menonjolkan kebersamaan”. Setelah itu, menurut kesaksian Pdt. Em. Nengah Simon, menyatakan bahwa “Pdt Made Rungu, pemimpin yang luar biasa”. Berbeda dengan Pdt. Em. Gusti Putu Jenar, menyatakan bahwa “Pdt Made Rungu, sebagai pemimpin sangat memperhatikan warganya serta berani mengambil keputusan.” Berikut Nengah Budiasa, juga menyatakan keseganannya kepada pdt. Made Rungu bahwa “Pdt Made Rungu, memiliki karaketer yang kuat dan pemimpin transformatif”. Ibu Pdt. Em. Si luh K. Nyeneng, yang telah emeritus juga memberi pandangan menyatakan bahwa “Pdt Made Rungu, pemimpin yang transformatif, dan jadi panutan”. Salah seorang bapak yang sudah almarhum, I Made Sengkug, menyatakan bahwa “Pdt Made Rungu, sangat sabar dan tekun“. Berikut bapak yang pernah menjabat sebagai Bishop GKPB, Pdt. Em. Dr. Wayan Mastra, menyatakan bahwa “Pdt Made Rungu, orangnya tegas, kuat dan pemberani”. Begitu juga, bapak yang terakhir melayani di Pniel GKPB Blimbingsari Pdt. Em, Ketut Suyaga Ayub, menyatakan bahwa “Pdt Made Rungu, setia dan luar biasa sebagai seorang gembala”.6

6 Paulus Subiyanto. 2007. “Berani dan Setia”. Sosok Pendeta Bali Pertama dalam Sejarah Gereja Kristen Protestan di Bali. Hal: 87-97.Penerbit, Vista Mitra

Page 17: MENGUBAH HUTAN MENJADI LAHAN PERTANIAN, …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12333/5/D_902008006_BAB V.pdfkepala desa. Untuk itu pada ... Kelompok kedua berjumlah 85 orang laki-laki

Mengubah Hutan Menjadi Lahan Pertanian, Perkebunan dan Peternakan

95

Perluasan Pemukiman: Ambyarsari dan Parigi Blimbingsari berkembang begitu cepat. Pendatang-pendatang

baru seperti dari Madangan dan keluarga lainnya menyusul. Blimbingsari dikembangkan ke Ambyarsari pada tahun 1947. Hasil wawancara penulis dengan Pdt. Wayan Sunarya menunjukkan bahwa setelah masyarakat Blimbingsari membuka kawasan di Blimbingsari, selanjutnya warga Blimbingsari membuka pemukiman dengan memperluas ke daerah Ambyarsari.

Alasan utama melakukan perluasan ke Ambyarsari karena tanah di Blimbingsari sudah penuh dan masing-masing keluarga memiliki anak lebih dari 2, sehingga mereka berpikir agar anak-anaknya mendapat warisan tanah maka dibukalah pemukiman di Ambyarsari dengan seijin pemerintah saat itu. Atas informasi dari informan, tahun 1940-an dilakukan perluasan ini, dengan mendapat tanah tiap keluarga seluas dua hektar dan 20 are pekarangan7.

Secara Geografis, Ambyarsari adalah sebuah dusun yang terletak di Desa Blimbingsari, Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana, Bali Barat. Kecamatan Melaya merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di Kabupaten Jembrana yang merupakan ujung barat Pulau Bali. Luas wilayah Kecamatan Melaya 19.719 hektar. Wilayah Kecamatan Melaya menurut jenis penggunaan tanah paling luas digunakan untuk tegalan, sawah, pantai, hutan negara dan perkebunan. Secara administratif Kecamatan Melaya terdiri dari sembilan desa, satu kelurahan, 54 banjar dinas dan enam lingkungan. Penduduknya berjumlah 51.964 jiwa terdiri dari 13.203 kepala keluarga (KK)8. Berdasarkan letak geografis dusun Ambyarsari, maka masyarakatnya memiliki mata pencaharian sebagai petani. Tanah tegalan yang dimiliki masing-masing keluarga pun cukup luas. Selain petani ada juga masyarakat yang berprofesi sebagai pegawai negeri, guru, buruh, karyawan dan wiraswasta.

7 Peradaban masyarakat di Ambyarsari sebenarnya diawali oleh munculnya pendatang dari masyarakat Bali wilayah timur dan selatan yang melakukan transmigrasi ke bali Barat, khususnya Blimbingsari. 8 Sejarah Gereja GKPB Ambyarsari, Tim Sejarah, 2009, halaman: 1.

Page 18: MENGUBAH HUTAN MENJADI LAHAN PERTANIAN, …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12333/5/D_902008006_BAB V.pdfkepala desa. Untuk itu pada ... Kelompok kedua berjumlah 85 orang laki-laki

Transformasi Ekonomi Komunitas Blimbingsari

96

Pada awalnya, Ambyarsari adalah sebuah hutan yang tidak berpenghuni. Pada tahun 1946, beberapa orang tua dari dusun Blimbingsari yang tidak mendapatkan bagian tanah dan beberapa orang dari wilayah Bali Timur mengajukan permohonan pembukaan lahan kepada Pemerintah Bali. Pada tahun 1947 pemerintah menindaklanjuti permohonan mereka dengan memberikan ijin pembukaan lahan baru di sebelah Barat enjungan Kelod kauh Blimbingsari. Pembukaan lahan di mulai oleh 44 kepala keluarga (KK)9 yang pertama kali masuk ke daerah Ambyarsari. Nama-nama perintis yang ke 2 yang merabas hutan Ambyarsari untuk pertama kalinya adalah sebagai berikut (lihat tabel 5.2. berikut):

Tabel 5.2. Nama-nama perintis yang merabas hutan Ambyarsari10.

No Nama No Nama 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22

Gusti Made Tangeb, I Made Dugdug, Ketut Trimo, Ketut Lengsag, Made Munggah, Nyoman Mura, Wayan Riden, Nyoman Lanus, Ketut Lemid, Ketut Lasia, Nyoman Tampa, Nyoman Suka, Wayan Warsa, Nyoman Ledang, Wayan Nasa, Made Kincung, Wayan Sandi, Gede Mara, Nyoman Pageh, Wayan Jadi, Ketut Rungken, Wayan Suplig,

23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44

Wayan Berata, Nyoman Berati, Nyoman Adur, Nyoman Sedeng, Nyoman Kuli, Made Reti, Ketut Rupug, Wayan Madra, Made Rembyok, Wayan Tata, Made Tapa, Ketut Cekug, Ketut Berani, Made Mundri, Wayan Tunas, Ketut Sibret, Wayan Degir, Nyoman Gedib, Made Rempi, Wayang Tanggir, Ngurah Lasir, Pan Luh Duduk

Sumber: data Sekunder (diolah 2009)

9 Sejarah Gereja GKPB Ambyarsari, Tim Sejarah, 2009, halaman: 6 10 Sejarah Gereja GKPB Ambyarsari, Tim Sejarah, 2009, halaman: 7

Page 19: MENGUBAH HUTAN MENJADI LAHAN PERTANIAN, …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12333/5/D_902008006_BAB V.pdfkepala desa. Untuk itu pada ... Kelompok kedua berjumlah 85 orang laki-laki

Mengubah Hutan Menjadi Lahan Pertanian, Perkebunan dan Peternakan

97

Kemudian disusul oleh kelompok kedua sebanyak 10 KK. Mereka merabas hutan ini secara bersama-sama, dengan memiliki semangat etos kerja dan modal sosial dibawah pimpinan kelian kelompok I Ketut Berani. Selama perabasan hutan dilakukan, mereka menumpang di desa Blimbingsari11. Beberapa orang yang memiliki keluarga, menumpang di rumah keluarganya, sedangkan yang tidak punya keluarga disediakan tanah untuk tempat tinggal sementara di pinggiran sungai Desa Blimbingsari. Setiap hari mereka berjalan kaki dari Blimbingsari ke Ambyarsari.

Pak Made Sukartha mengatakan bahwa:

“ragane tusing ngelah kenyel lan tusing won bayune, sawireh ragane ngelah semangat megae anggon ngewangun keluargane soang-soang apange lebih luwung hidupne ane dasarne uli iman kristen punika”. Artinya: mereka tidak merasakan lelah atau pun letih, karena mereka memiliki semangat untuk membangun kehidupan mereka supaya menjadi lebih baik yang didasarkan pada iman Kristen.

Bekerja keras merabas hutan dan berjalan kaki dari Blimbingsari ke Ambyarsari adalah sebuah tantangan tersendiri. Selain itu, tentu saja banyak tantangan lain yang mereka hadapi. Namun demikian, tantangan itu dapat mereka lalui dengan baik, sehingga perabasan hutan mendapatkan hasil akhir yang baik. Selanjutnya, lahan yang sudah dirabas dibagi secara merata kepada semua kepala keluarga (KK)12. Setelah pembagian tanah selesai dilakukan dan masing-masing KK mendapatkan bagian tanah yang pasti, lalu mereka melakukan rapat di rumah I Made Rungu untuk membicarakan nama Banjar, pemilihan kelian dinas dan kelian gereja.

Ada beberapa usulan nama yang ada pada waktu itu, antara lain Pangkungsari dan Ambyarsari. Setelah melakukan pergumulan, nama Ambyarsari-lah yang dipilih sebagai nama dusun yang baru ini. Alasan 11 Wawancara dengan Pak Made Sukartha, Di Ambyarsari, tanggal 18 Juli 2010. pukul 10.00 wita 12 Pembagian tanah ini memakai sistem undian, sehingga setiap KK tidak bisa memilih tempat sesuai keinginan masing-masing. Pembagian itu dilakukan per wilayah. 12 KK mendapat bagian di wilayah kangin, 11 KK di wilayah kelod dan 11 KK di wilayah kauh (Sejarah Gereja GKPB Ambyarsari, Tim Sejarah, 2009, halaman: 8)

Page 20: MENGUBAH HUTAN MENJADI LAHAN PERTANIAN, …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12333/5/D_902008006_BAB V.pdfkepala desa. Untuk itu pada ... Kelompok kedua berjumlah 85 orang laki-laki

Transformasi Ekonomi Komunitas Blimbingsari

98

mereka memilih nama Ambyarsari, karena desa-desa sekitar semua memakai akhiran sari. Sedangkan Ambyar artinya berderet atau berjajar. Berdasarkan dua penggalan nama ini, maka bisa disimpulkan arti kata dari Ambyarsari adalah Sari yang berderet atau berjajar dengan dusun-dusun lainnya (Blimbingsari, Palasari, Ekasari). Setelah menggumuli nama dusun, maka diadakanlah pemilihan kelian dinas dan kelian gereja. Kelian dinas yang terpilih adalah Ketut Berani, sedangkan Kelian gereja adalah Wayan Sungkreg. Pada bulan April 1948 mereka mulai menetap di Ambyarsari. Mereka kemudian bercocok tanam di tanah yang mereka terima. Mereka menanami lahannya dengan padi gaga, sehingga tanah yang tadinya hutan menjadi lahan yang produktif baik pertanian, perkebunan dan peternakan13.

Setelah masyarakat Blimbingsari membuka kawasan di Blimbingsari, selanjutnya sampai membuka pemukiman dengan memperluas ke daerah Ambyarsari, tetap ada warga Blimbingsari yang merantau atau bertransmigrasi ke Parigi Sulawesi Tengah. Alasan utama mereka pindahke Parigi Sulawesi Tengah sebagai transmigran,karena tanah yang ditempati di Blimbingsari dan Ambyarsari sudah penuh dan masing-masing keluarga sudah memiliki anak lebih dari empat sampai sembilan, sehingga mereka berpikir agar anak-anaknya mendapat warisan tanah, maka dilakukanlah transmigrasi ke Parigi secara spontan/mandiri. Tidak ada biaya dari pemerintah saat itu. Transmigrasi ini dilakukan pada tanggal 10 April 1960 oleh salah satu informan bernama Gede Susadya (2009-2010) dan keluarganya14. Ada banyak pengalaman baik dan buruk selama perjalanan transmigrasi ke Parigi. Salah satu contoh adalah begitu susahnya jalan dan transportasi yang digunakan sampai mereka tiba di Parigi, dengan jumlah makanan yang terbatas15. Belum lagi kapal yang ditumpangi adalah kapal barang dari pelabuhan di Bali sampai ke Parigi. Tapi akhirnya saudara Susadya tiba dengan selamat di Parigi.

13 Sejarah Gereja GKPB Ambyarsari, Tim Sejarah, 2009, hal: 9 14Wawancara dengan Gede Susadya di Blimbingsari 26 Desember 2009, kebetulan pulang ke Blimbingsari, saat ini beliau menetap di Parigi, Sulawesi Tengah. 15Wawancara dengan Gede Susadya, di Blimbingsari, 26 Desember 2009

Page 21: MENGUBAH HUTAN MENJADI LAHAN PERTANIAN, …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12333/5/D_902008006_BAB V.pdfkepala desa. Untuk itu pada ... Kelompok kedua berjumlah 85 orang laki-laki

Mengubah Hutan Menjadi Lahan Pertanian, Perkebunan dan Peternakan

99

Setelah beberapa saudara yang tiba dan bercocok tanam dengan luas tanah dua hektar yang diperolehnya, mereka (Bali-Kristen di Parigi) menjadi petani yang sukses dan berhasil. Oleh sebab keberhasilannya, banyak warga Blimbingsari ingin mencoba untuk transmigrasi ke Parigi.

“Keberhasilan komunitas Blimbingsari yang bertransmigrasi ke Parigi Sulawesi, dalam bercocok tanam, bertani dan berkebun, karena juga di dasari atas nilai iman Kristen dan etos kerja yang selalu diajarkan oleh pemimpin saat itu” , ungkap pak Gede Susadya

Dari Pertanian ke Perkebunan dan Peternakan Dalam bab lima ini, juga membahas mengenai aktivitas petani

Blimbingsari, tanaman-tanaman apa yang ditanam sampai terjadi perubahan penggunaan lahan dari lahan pertanian ke lahan perkebunan. Petani-petani membawa hasil panennya ke pasar Melaya dan juga ke daerah asalnya di Bali Selatan,menukarkannya dengan saudara-saudaranya di sana dengan barang-barang yang mereka tidak miliki. Sungguh mereka semua adalah pekerja keras dan disiplin dengan berjalan kaki dan hasil penjualan itu digunakan membiaya kehidupan keluarga (sandang, pangan dan papan), serta menyekolahkan anak-anaknya.

Pada tahun 1970-an lahan pertanian diubah menjadi lahan perkebunan (palawija, tanaman keras seperti kelapa, kopi, dan cengkeh) oleh mereka sendiri (komunitas desa Blimbingsari). Penyebab diubahnya lahan pertanian menjadi perkebunan karena: pertama, karena debit air dari irigasi bukit sari kecil.Kedua, karena generasi pertama sudah mulai tua, sehingga sulit untuk mengerjakan/menggarap sawah ladang karena fisiknya sudah tidak mampu lagi.Ketiga karena banyaknya anak-anak muda yang tidak pulang ke Blimbingsari, mereka fokus sekolah ke luar Desa

Page 22: MENGUBAH HUTAN MENJADI LAHAN PERTANIAN, …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12333/5/D_902008006_BAB V.pdfkepala desa. Untuk itu pada ... Kelompok kedua berjumlah 85 orang laki-laki

Transformasi Ekonomi Komunitas Blimbingsari

100

Blimbingsari sehingga tidak ada lagi orang yang menggarap/ mengerjakan sawah pertaniannya16.

Pada saat anak-anak mereka masih di Blimbingsari (SD-SMA) masih ada tenaga yang membantu mereka mengelola tanah pertanian. Disamping karena sudah tua sehingga banyak yang mengalihkan lahan mereka dari pertanian ke perkebunan agar lebih mudah mengerjakannya, tapi masih ada yang berusaha dengan lahan sawahnya seperti Bapak Murji. Bapak Murji sampai saat ini (2013) masih mengelola lahan pertaniannya dan mempunyai 60 are lahan sawah. Secara keseluruhan tanah sawah yang digarap saat ini adalah seluas 4 hektar.

Penyebab Desa Blimbingsari tidak terlihat sebagai desa “sepi” karena pada tahun 1970-an desa ini adalah penghasil palawija, penghasil tanaman keras seperti kelapa, kopi, dan cengkeh. Dari penghasilan tanaman ini, mereka memiliki cukup uang untuk memenuhi kebutuhan pokok keluarga dan hasil panen mereka juga dijual ke pasar Melaya17. Pada awalnya, para petani bisa memenuhi kebutuhannya, namun jika angkatan muda tidak pulang ke kampung halaman Blimbingsari, maka tidak ada lagi yang menjalankan lahan perkebunan tersebut, dan tanah menjadi kering dan tidak subur.

Pertanian yang dikembangkan adalah lahan persawahan yang ditunjang sistem irigasi yang mampu mengairi kebutuhan air bagi sektor pertanianDesa Blimbingsari. Hasil lahan persawahan adalah padi yang dijadikan beras bagi kebutuhan desa dan dikembangkan menjadi komoditi unggulan ke pasar tingkat kecamatan bahkan lintas kabupaten. Ketika lahan pertanian sudah memadai mencukupi kebutuhan penduduk Desa Blimbingsari, bahkan telah dijual secara lintas wilayah, maka warga masyarakat Desa Blimbingsari mulai melihat peluang untuk mengembangkan lahan pertanian dengan perkebunan sesuai dengan kondisi tanah dan iklim setempat. Pak Gusti Rata mengatakan bahwa “Bapak Kepala desa Yakub Yulianus yang selalu mendorong dan membawa perubahan komunitas Blimbingsari 16Wawancara dengan Kepala Desa Blimbingsari, Made John Rony, 26 Desember 2009. 17Wawancara dengan Pdt. I Wayan Sunarya 26 Desember 2009.

Page 23: MENGUBAH HUTAN MENJADI LAHAN PERTANIAN, …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12333/5/D_902008006_BAB V.pdfkepala desa. Untuk itu pada ... Kelompok kedua berjumlah 85 orang laki-laki

Mengubah Hutan Menjadi Lahan Pertanian, Perkebunan dan Peternakan

101

dengan menggalang nilai modal sosial dan etos kerja yang desiplin dan kerja keras, bersama-sama bekerja sama dengan pemimpin rohani saat itu ialah Pdt. Nyoman Nama Suyasa”.

Lahan perkebunan yang tersedia dan dimiliki oleh warga Desa Blimbingsari seluas total 400 ha yang dikembangkan untuk perkebunan kelapa dan coklat/kakao. Hasil coklat tidak diolah, tetapi dijual hasil non olahannya sesuai harga pasar, karena umumnya pada musim tuaian, pedagang-pedagang besar atau pedagang keliling siap untuk membeli hasil kebun coklat masyarakat Desa Blimbingsari

“Adapun hasil dari kebun kelapa, disamping buah kelapa yang dijual, beberapa penduduk juga menjual kelapa ke wilayah lain, seperti Situbundo dalam bentuk kelapa tua yang umumnya dijadikan santan oleh konsumen. Buah kelapa ini juga dikembangkan oleh warga masyarakat menjadi bahan olahan yang memiliki nilai tambah (value added), seperti minyak kelapa asli (organik non olahan), souvenir-souvenir untuk tamu (sapu lidi, batok kelapa atau ‘kau’, kopra”, tandas Kepala Desa Bapak John Ronny.

Fakta lain bahwa pengusaha Blimbingsari seperti Bapak Wayan Murji yang mempunyai usaha hasilpertanian dan perkebunan menggunakan pupuk organik untuk pengelolaan sawahnya, sehingga tidak ada efek negatifnya.Begitu juga sawah dan perkebunan yang dimiliki warga Blimbingsari yang lain sudah menggunakan pupuk organik yang disarankan pemerintah dimana dominasi hasil kebun warga Blimbingsari adalah coklat, kopi dan kelapa.

“Demikian terus dari tahun ke tahun pengelolaan dan pemenuhan kebutuhan hidup komunitas ini dengan memanfaatkan hasil tani dan kebunnya dari tahun 1978-an sampai sekarang. Dengan hasil kebunnyalah warga Desa Blimbingsari ini bisa mengatasi kebutuhan hidupnya. Di samping itu juga peran kepemimpinan memegang peranan penting dalam mengatur dan mengelola warga desa, sehingga melalui arahan sang pemimpin baik rohani maupun pemerintah desa, mereka memiliki semangat dan etos kerja yang pada akhirnya mereka bisa berubah ke jalan yang lebih baik”, ungkap Gusti Rata, 26 Desember 2009.

Page 24: MENGUBAH HUTAN MENJADI LAHAN PERTANIAN, …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12333/5/D_902008006_BAB V.pdfkepala desa. Untuk itu pada ... Kelompok kedua berjumlah 85 orang laki-laki

Transformasi Ekonomi Komunitas Blimbingsari

102

Dari wawancara tersebut, pemimpin mempunyai peran yang sangat penting dalam proses transformasi di Blimbingsari. Pemimpin mencari cara agar warganya memiliki pengetahuan yang baik tentang bertani, berkebun dan beternak. Salah satu cara yang dipakai sang pemimpin adalah penyuluhan dengan bekerja sama dengan aparat desa. Dengan memberi penyuluhan tentang ternak sapi, maka produksi sapi semakin meningkat dan dari segi kualitas semakin baik. Biasanya pemerintah (kecamatan) menunjuk beberapa staf untuk berkunjung ke Blimbingsari guna memberikan penyuluhan. Warga Blimbingsari tidak saja berternak sapi, tetapi juga sekarang berkembang menjadi peternak ayam, babi dan lele. (sudah dibahas di bab tiga secara detail tentang jenis-jenis wirausaha Blimbingsari).

Lahan-lahan yang kosong di Blimbingsari digunakan untuk tambak atau ternak lele, yang dijalankan oleh penduduk/warga Blimbingsari. Hal ini dipengaruhi dan dimotivasi Kepla Desa Made John Rony dan Pdt. Ketut Suyaga Ayub,di samping ada bantuan pemerintah bibit sapi dan lele. Dengan adanya wirausaha ternak sapi dan lele ini, maka warga Blimbingsari dapat meningkatkan kesejahteraannya dengan cara menjual sapi, ikan lele ke pasar Blimbingsari dan pasar Melaya atau dikonsumsi sendiri untuk pemenuhan hidup keluarga.

Lahan-lahan kosong di pekarangan dan lahan kebun dimanfaatkan warga masyarakat Blimbingsari menjadi lahan peternakan, dimana ternak yang dikembangkan yaitu ternak sapi, ternak kambing dan ternak ayam, baik ayam potong maupun ayam petelur. Khusus untuk ternak ayam, warga Blimbingsari menggunakan lahan di persawahan untuk mengembangkannya secara optimal, kerena ternak ayam membutuhkan lingkungan dengan sinar matahari yang banyak. Demikian seterusnya melalui pembenihan, penanaman, pemanenan, secara tidak langsung adalah upaya pemeliharaan dan pembaruan ekosistem, tetapi lebih dari itu, mempertahankan pembaruan kehidupan, yakni kemandirian masyarakat petani. Setiap musim tanam, sebagian dari benih yang dipanen musim sebelumnya ditanam kembali oleh petani. Kesuburan lahan diperkaya dengan

Page 25: MENGUBAH HUTAN MENJADI LAHAN PERTANIAN, …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12333/5/D_902008006_BAB V.pdfkepala desa. Untuk itu pada ... Kelompok kedua berjumlah 85 orang laki-laki

Mengubah Hutan Menjadi Lahan Pertanian, Perkebunan dan Peternakan

103

pemberian pupuk kandang, daun-daunan, sisa panen yang semuanya didapat dari lingkungan sekitarnya. Dengan demikian ada lingkaran yang lengkap, ada siklus regenerasi yang berkelanjutan. Sumber daya alam dilestarikan bagi generasi berikutnya sementara kemandirian masyarakat lokal diseleraskan. Ditunjang oleh sikap mental, iman spritual sebagai modal sosial akhirnya diperoleh kemajuan yang luar biasa, dari hutan yang angker dan mengerikan bertransformasi sebagai desa pertanian dan perkebunan yang terkenal sekarang menjadi desa ‘makmur’ yang memiliki daya ledak pembangunan.

Pengembangan Ekonomi dan Konflik Warga

Perkembangan peternakan yang sangat pesat di Desa Blimbingsari, juga memiliki dampak lingkungan yang menimbulkan masalah yang diprotes oleh warga lainnya, karena peternakan ayammenimbulkan bau yang tidak sedap.

Masalah tersebut akhirnya sampai jugadi tingkat Kabupaten Jembrana, dimana oleh DPRD Jembrana mengeluarkan Perda dalam pengaturan bidang peternakan. Hal ini dapat meredam gejolak yang ada, dimana warga yang berternak dapat melakukan usahanya dengan tertib dan baik sesuai persyaratan lingkungan, sementara warga yang bermukim di sekitarnya tidak terganggu dengan semua hal yang berdampak negatif. Karena saat peternak ayam panen, maka lalat sangat banyak beterbangan ke pemukiman warga dan sangat mengganggu. Disini juga ada konflik antara warga dan pengusaha. Namun konflik warga ini dapat diselesaikan dengan baik oleh pemimpin desa.

Kesimpulan Dalam bab ini, penulis menggambarkan mengenai Alas Cekik,

situasi dan kondisi saat para migran masuk ke hutan Alas Cekik tersebut dan menempati hutan sampai membuka hutan serta kinerja para pemimpin desa baik pemerintahan maupun rohaniawan.

Page 26: MENGUBAH HUTAN MENJADI LAHAN PERTANIAN, …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12333/5/D_902008006_BAB V.pdfkepala desa. Untuk itu pada ... Kelompok kedua berjumlah 85 orang laki-laki

Transformasi Ekonomi Komunitas Blimbingsari

104

Mendorong komunitas warga desa untuk mengubah lahan hutan menjadi lahan produktif.

Proses membuka hutan yang dilakukan oleh migran dilakukan dengan bekerja keras dan saling bergotong royong satu dengan yang lainnya. Tentu tanah yang tidak subur awalnya, yang diubah menjadi tanah produktif dengan Irigasi Batusari. Pembuatan Irigasi Batusari dilakukan oleh para migran yang masuk pada gelombang pertama dan kedua.Disini kepemimpinan sangat memegang peranan yang membawa perubahan bagi komunitas Blimbingsari. Pemimpin Desa yang menonjol saat itu adalah bapak Yakub Yulianus dan Pemimpin rohani adalah Pdt. Nyoman Nama Suyasa yang mampu menggerakan warga masyarakatnya dengan menggalang nilai modal sosial saling solider dan nilai etos kerja yang disiplin, bekerja keras, sehingga komunitas Blimbingsari ini menjadi lebih maju dari sisi ekonomi.

Dengan adanya Irigasi Batusari tersebut hutan yang tadinya tidak subur menjadi lahan produktif sehingga ada sawah dan ladang yang ditanami kopi, kelapa dan palawija. Sehingga Blimbingsari mulai menanam padi gaga yang bisa di konsumsi oleh para migran mula-mula.

Tidak hanya sampai mengubah lahan hutan menjadi produktif, (pertanian, perkebunan dan peternakan) tetapi juga ada perubahan perluasan wilayah, sampai ke daerah Ambyarsari dan Parigi (Sulawesi Tengah), tanaman apa yang ditanam, hasil panennya dibawa/ dipasarkan kemana, dari lahan pertanian berubah menjadi lahan perkebunan di Blimbingsari, dan oleh karena hasil panen petani yang cukup, akhirnya mereka mampu menyekolahkan anak-anak mereka ke luar Pulau Bali maupun keluar kota Denpasar, sampai Desa Blimbingsari kelihatannya menjadi“desa sepi’.