Upload
nolaristi-ola
View
10
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
AMSP
Citation preview
BAB I
PROFIL DIT. JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN, DAN KONSERVASI ENERGI
Direktorat Jenderal ini secara resmi dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden No. 24 tahun 2010
tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan
Fungsi Eselon I Kementerian Negara.
Peningkatan peranan EBT dalam bauran energi nasional sudah lama dirasakan urgensi-nya.
Berbagai kebijakan telah dikeluarkan untuk mendorong pengembangan EBT ini. Pembentukan Ditjen
EBTKE merupakan salah satu terobosan penting. Selama ini, bidang EBTKE ditangani terpisah-pisah di
beberapa Ditjen dalam lingkungan Kementerian ESDM.
Secara umum, bidang EBTKE ditangani oleh salah satu direktorat di Ditjen Listrik dan
Pemanfaatan Energi, yaitu Direktorat Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, Untuk jenis EBT
secara spesifik ditangani terpisah oleh Direktorat Jenderal lainnya. Misalnya Panas Bumi dan
Pengelolaan Air Tanah di Ditjen Mineral Batu Bara dan Panas Bumi. Sedangkan yang terkait Bahan
Bakar Nabati, kebijakan niaga ditangani oleh Ditjen MIGAS.
Seiring semakin pentingnya peranan EBTKE, dirasakan perlu dibentuk organisasi Pemerintah
pada level Eselon I. Dengan demikian, diharapkan sinergi pengelolaan bidang EBTKE dapat lebih
terjalin antar stakeholder sehingga peranan EBTKE sebagaimana ditargetkan dalam Perpres No. 5
tahun 2006 sebesar 17% dan eleastisitas energi kurang dari 1 dapat tercapai. Tak lain, ini adalah
panduan menuju “Indonesia Hijau”.
Lahirnya Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (Ditjen EBTKE)
sebagai unit baru di lingkungan Kementerian ESDM merupakan langkah penting dalam upaya
percepatan pengembangan energi baru, terbarukan dan konservasi energi di Indonesia dalam
rangka menjamin ketahanan energi nasional.
Sebagai negara berkembang, kebutuhan energi di Indonesia terus meningkat untuk memenuhi
kebutuhan pembangunan nasional. Dalam beberapa tahun terakhir pertumbuhan konsumsi energi
Indonesia mencapai 7% per tahun. Pertumbuhan ini jauh lebih tinggi dari pertumbuhan konsumsi
energi dunia yang hanya mencapai sekitar 2,6% per tahun. Tingginya laju konsumsi energi ini
mengakibatkan berbagai masalah dan ketimpangan antara lain pengurasan sumberdaya fosil
(minyak bumi, gas bumi, dan batubara) yang jauh lebih cepat dibandingkan dengan kecepatan untuk
menemukan cadangan baru, sehingga diperkirakan dalam waktu yang tidak lama lagi cadangan
energi fosil akan habis dan Indonesia akan sangat tergantung pada energi impor. Sementara itu
potensi energi baru dan terbarukan di Indonesia sangat besar, dan di sisi lain penggunaan energi
masih tergolong boros.
Untuk mengantisipasi kondisi tersebut diatas, upaya diversifikasi dan konservasi energi harus
dipercepat. Diversifikasi energi yaitu penganekaragaman pemakaian energi dengan meningkatkan
pemanfaatan energi baru terbarukan seperti tenaga surya, biomassa, angin, energi air dan panas
bumi. Sedangkan upaya konservasi energi yaitu penggunaan energi yang efisien, meliputi
penggunaan pemanfaat energi yang efisien dan menerapkan management energi di semua sektor
yaitu sektor industri, transportasi, rumah tangga dan komersial.
Struktur Organisasi
Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral. Direktorat Jenderal Energi
Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi dipimpin oleh Direktur Jenderal.
Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi terdiri atas:
1. Sekretariat Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi;
2. Direktorat Panas Bumi;
3. Direktorat Bioenergi;
4. Direktorat Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan; dan
5. Direktorat Konservasi Energi.
TUGAS DAN FUNGSI
Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi mempunyai tugas
merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang energi baru,
terbarukan, dan konservasi energi.
Dalam melaksanakan tugas, Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi
menyelenggarakan fungsi:
a. perumusan kebijakan di bidang energi baru, terbarukan, dan konservasi energi;
b. pelaksanaan kebijakan di bidang energi baru, terbarukan, dan konservasi energi;
c. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang energi baru,terbarukan, dan
konservasi energi;
d. pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang energi baru,terbarukan, dan konserilasi
energi; dan
e. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi
PENGERTIAN ENERGI BARU DAN ENERGI TERBARUKAN
Berdasarkan UU No.30 Tahun 2007 tentang Energi yang dimaksud energi baru adalah energi
yang berasal dari sumber energi baru dan yang dimaksud dengan energi terbarukan adalah energi
yang berasal dari sumber energi terbarukan.
Sumber energi baru adalah sumber energi yang dapat dihasilkan oleh teknologi baru baik yang
berasal dari sumber energi terbarukan maupun sumber energi tak terbarukan, antara lain nuklir,
hidrogen, gas metana batu bara (coal bed methane), batu bara tercairkan (liquified coal), dan batu
bara tergaskan (gasified coal). (Pasal 1 Butir 4 UU No. 30 Tahun 2007 tentang Energi).
Sumber energi terbarukan adalah sumber energi yang dihasilkan dari sumber daya energi yang
berkelanjutan jika dikelola dengan baik, antara lain panas bumi, angin, bioenergi, sinar matahari,
aliran dan terjunan air, serta gerakan dan perbedaan suhu lapisan laut. (Pasal 1 Butir 6 UU No. 30
Tahun 2007 tentang Energi).
Berdasarkan butir-butir diatas maka jenis energi yang ditangani Ditjen EBT adalah:
1. Panas bumi
2. Bioenergi: Bioenergi cair (BBN), Bioenergi Gas (Gas Bio), Bioenergi (Pelet, Briket).
3. Aneka Energi Baru dan Terbarukan: Tenaga Air , Tenaga Surya, Tenaga Angin, Tenaga Samudera,
Tenaga Hidrogen.
4. Coal Bed Methane (CBM), shale gas, nuklir, Batubara Tercairkan, Batubara Tergaskan.
Untuk butir 4 sampai saat ini belum ditangani Ditjen EBT karena:
1. Shale gas dan CBM: masih ditangani Ditjen Migas (sementara).
2. Nuklir: dalam proses pengalihan dari BATAN.
3. Batubara Tercairkan dan Batubara Tergaskan: masih ditangani Ditjen Migas (sementara).
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Indikator Kinerja
Definisi indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan/atau kualitatif yang menggambarkan tingkat
pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan (BPKP, 2000). Sementara di lain pihak,
Lohman (2003) berpendapat bahwa indikator kinerja (performance indicator) merupakan suatu
variabel yang digunakan untuk mengekspresikan secara kuantitatif mengenai efektivitas dan efisiensi
proses atau operasi dengan berpedoman pada target-target dan tujuan organisasi. Jadi jelas bahwa
indikator kinerja merupakan kriteria yang digunakan untuk menilai keberhasilan pencapaian tujuan
organisasi yang diwujudkan dalam ukuran-ukuran tertentu.
Seringkali indikator kinerja (performance indicator) disamakan dengan ukuran kinerja (performance
measure). Akan tetapi, sebenarnya walaupun keduanya merupakan kriteria pengukuran kinerja,
terdapat perbedaan makna dari kedua istilah tersebut. Indikator kinerja mengacu pada penilaian
kinerja secara tidak langsung yakni hal-hal yang sifatnya hanya merupakan indikasi-indikasi kinerja,
sehingga bentuknya cenderung kualitatif. Sedangkan ukuran kinerja adalah kriteria kinerja yang
mengacu pada penilaian kinerja secara langsung, sehingga bentuknya lebih bersifat kuantitatif.
Indikator dan ukuran kinerja ini sangat dibutuhkan untuk menilai tingkat ketercapaian tujuan, sasaran,
dan strategi organisasi.
Dalam suatu organisasi, penilaian kinerja terhadap organisasi merupakan hal yang penting. Hal ini
disebabkan antara kinerja dan penilaian kinerja merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan. Hal ini
seperti yang diungkapkan oleh Mustopadjadja (2002) yang menyebutkan bahwa ada beberapa jenis
indikator yang dapat digunakan dalam pelaksanaan pengukuran kinerja organisasi yaitu sebagai
berikut.
a) Indikator masukan (input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan
dapat berjaan untuk menghasilkan keluaran, dapat berupa dana sumber daya manusia (pegawai).
Informasi kebijakan atau peraturan perundangan dan sebagainya.
b) Indikator proses adalah segala besaran yang menunjukan upaya atau aktifitas yang dilakukan
dalam ranka mengolah masukan menjadi keluaran.
c) Indikator keluaran atau (output) adalah segala sesuatu yang diharapkan langsung dipakai dari
suatu kegiatan yang dapat berupa fisik maupun non-fisik.
d) Indikator hasil (outcome) adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran
kegiatan jangka menengah (efek langsung), hasil nyata dari keluaran suatu kegiatan.
e) Indikator manfaat (benefit) adalah segala sesuatu yang teerkait dengan tujuan akhir dari
pelaksanaan kegiatan, menggambarkan manfaat yang diperoleh dari indicator hasil, menunjukan
hal-hal yang diharapkan untuk dicapai bila keluaran dapat diselesaikan dan berfungsi dengan
optimal (tepat lokasi dan waktu).
f) Indikator dampak (impact) adalah pengaruh yang ditimbulkan baik positif maupun negatif dari
manfaat yang diperoleh dari hasil kegiatan, baru dapat diketahui dalam jangka watu menengah
tau panjang. Ini menunjukan dasar pemikiran dilakukannya kegiatan yang menggambarkan
aspek makro pelaksanaan kegiatan, tujuan kegiatan secara sektoral, regional dan nasional.
B. RENCANA STRATEGIS
Rencana Strategis Ditjen EBTKE merupakan bagian dari Renstra KESDM 2010- 2014. Oleh sebab
itu, kebijakan dan program dalam Renstra Ditjen EBTKE harus selaras dengan kebijakan dan program
dalam Renstra KESDM . Rencana Strategis EBTKE memuat visi, misi, tujuan, sasaran, indikator
kinerja, program dan kegiatan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Ditjen EBTKE. Rencana Strategis
Ditjen EBTKE masih mengacu Rencana Strategis Kementerian ESDM.
VISI DAN MISI
VISI
Terjaminnya ketersediaan energi bersih untuk memenuhi kebutuhan energi nasional (secara
efisien) dalam rangka pembangunan yang berkelanjutan
MISI
1. Memaksimalkan konservasi energi.
2. Mengoptimalkan penyediaan dan mengutamakan pemanfaatan EBT dalam rangka diversifikasi.
3. Meningkatkan peran swasta dalam pengembangan EBT skala besar dan partisipasi masyarakat
dalam pengembangan EBT skala kecil.
4. Meningkatkan produksi dalam negeri/kandungan lokal dalam mendukung pengembangan dan
pemanfaatan EBTKE pada Misi No. 1, 2 dan 3
TUJUAN STRATEGIS
Tujuan strategis disesuai dengan tujuan strategis KESDM. Tujuan strategis Ditjen EBTKE tersebut
merupakan kondisi yang ingin diwujudkan selama periode 5 tahun, adalah:
1. Terjaminnya pasokan energi dan bahan baku domestik, sub sektor EBTKE.
2. Terwujudnya peningkatan investasi sektor energi, sub sektor EBTKE.
3. Terwujudnya peran penting sektor ESDM, sub sektor EBTKE dalam penerimaan negara.
4. Terwujudnya peningkatan peran Sektor ESDM, sub sektor EBTKE dalam pembangunan daerah.
5. Terwujudnya pengurangan beban subsidi BBM dan Listrik
6. Terwujudnya peran penting sektor ESDM dalam peningkatan surplus neraca perdagangan
dengan pengurangi impor
7. Terwujudnya peningkatan efek berantai/ketenagakerjaan
SASARAN STRATEGIS
Sasaran merupakan kondisi yang ingin dicapai setiap tahun. Sasaran ditetapkan berdasarkan
tujuan yang ingin dicapai selama 5 tahun. Sasaran strategis Ditjen EBTKE tahun 2012 adalah sebagai
berikut:
1. Meningkatnya kemampuan pasokan energi untuk domestik
2. Meningkatnya pembangunan infrastruktur energi
3. Meningkatnya pengembangan berbagai sumber energi dalam rangka diversifikasi energi
4. Meningkatnya investasi sub sektor energi baru terbarukan dan konservasi energi (EBTKE)
5. Terwujudnya peran penting sub sektor EBTKE dalam penerimaan negara
6. Terwujudnya peningkatan peran sub sektor EBTKE dalam pembangunan daerah
7. Peningkatan efisiensi pemakaian dan pengolahan Energi
INDIKATOR KINERJA UTAMA
Untuk mewujudkan tujuan-tujuan nasional melalui pencapaian tujuan dan sasaran Kementerian
ESDM, maka telah ditetapakan indikator kinerja utama Ditjen EBTKE
1. Jumlah realisasi PNBP sub sektor EBTKE terhadap APBN untuk mengukur seberapa besar peran
sub sektor EBTKE dalam memenuhi target APBN
2. Jumlah produksi Uap panas bumi, Bioetanol, Biodiesel, Biogas untuk mengukur keberhasilan
target produksi bidang EBTKE
3. Jumlah lokasi pembangunan infrastruktur bidang energi baru terbarukan untuk mengukur
peningkatan pembangunan infrastruktur di bidang energi baru terbarukan
4. Persentase penurunan intensitas energi untuk mengukur tingkat efisiensi penggunaan energi
nasional
5. Persentase penurunan emisi karbon sub sektor energi untuk mengukur tingkat keberhasilan
penurunan emisi karbon subsektor energi
6. Persentasi pemanfaatan BBN pada BBM transportasi untuk mengukur pengembangan berbagai
sumber daya energi dlaam rangka diversifikasi energi
7. Jumlah kapasitas terpasang pembangkit listrik energi baru, terbarukan unutk mengukur
pengembangan berbagai sumber energi dalam rangka diversivikasi energi
8. Pangsa energi baru terbarukan untuk mengukur peran energi terbarukan dalam bauran energi
nasional
9. Jumlah wilayah kerja pertambangan panas bumi yang terlah ditetapkan untuk mengukur hasil
kegiatan pembinaan pengusahaan penetapan WKP panas bumi
10. Jumlah desa mandiri energi (DME) berbasi bahan bakar nabati dan non bahan bakar nabati
unutk mengukur peran sub sektor EBTKE dalam pembangunan daerah
11. Jumlah kabupaten yang mendapatkan alokasi DAK bidang listrik perdesaan (energi perdesaan)
untuk mengukur peran subsektor EBTKE dalam pembangunan daerah
12. Jumlah industry dan bangunan gedung yang telah menerima layanan audit energi unutk
mengukur hasil kegiatan layanan audit energi kepada industry dan bengunan gedung melalui
Program Kemitraan Konservasi Energi
C. RENCANA KERJA TAHUNAN
Hasil penjabaran dari Renstra KESDM Tahun 2010-1014, dimana suatu rencana kerja disusun
setiap tahunnya. Rencana kerja tahunan ini menggambarkan target kinerja yang ingin dicapai dalam
satu tahun pelaksanaan anggaran.
Rencana kerja tahunan ini, juga mengaju kepada indikator kinerja utama (IKU) Ditjen EBTKE
dan Renstra KESDM Tahun 2010-1014.
No Sasaran Indikator Kinerja Target
1 Meningkatnya Kemampuan
pasokan energi untuk domestik
Produksi uap panas bumi 71 juta Ton
2 Meningkatnya Kemampuan
pasokan energi untuk domestik
Produksi bioethanol 6.000 Kilo Liter
3 Meningkatnya Kemampuan
pasokan energi untuk domestik
Produksi biodiesel 900.000 Kilo Liter
4 Meningkatnya Kemampuan
pasokan energi untuk domestik
Produksi bio gas 10.000 M3
5 Meningkatnya pembangunan
infrastruktur energy
Lokasi pembangunan
infrastruktur bidang Panas Bumi
1 lokasi
6 Meningkatnya pembangunan
infrastruktur energy
Lokasi pembangunan
infrastruktur bidang Digester
Biogas
7 lokasi
7 Meningkatnya pembangunan
infrastruktur energy
Lokasi pembangunan
infrastruktur bidang PLTMH
25 lokasi
8 Meningkatnya pembangunan
infrastruktur energy
Lokasi pembangunan
infrastruktur PLTS (Terpusat)
195 lokasi
9 Meningkatnya pembangunan
infrastruktur energy
Lokasi pembangunan
infrastruktur bidang PLT Hybrid
7 lokasi
10 Meningkatnya pembangunan
infrastruktur energy
Lokasi pembangunan
infrastruktur PLT Arus Laut
1 lokasi
11 Meningkatnya pengembangan
berbagai sumber energi dalam
rangka diversifikasi energi
Persentase Pemanfaatan BBN
pada BBM Transportasi
7,5 %
12 Meningkatnya pengembangan
berbagai sumber energi dalam
rangka diversifikasi energi
Kapasitas terpasang total PLTP 1.341 MW
13 Meningkatnya pengembangan
berbagai sumber energi dalam
rangka diversifikasi energi
Kapasitas terpasang total
PLTMH
1.582 MW
14 Meningkatnya pengembangan
berbagai sumber energi dalam
rangka diversifikasi energi
Kapasitas tepasang Total PLTS 2,95 MW
15 Meningkatnya pengembangan
berbagai sumber energi dalam
rangka diversifikasi energi
Kapasitas terpasang total PLT
Hybrid
0,143 MW
16 Meningkatnya pengembangan
berbagai sumber energi dalam
rangka diversifikasi energi
Kapasitas terpasangTotal PLT
Arus Laut
0,01 MW
17 Meningkatnya pengembangan
berbagai sumber energi dalam
rangka diversifikasi energi
Kapasitas terpasang total PLT
Biomassa
10 MW
18 Menignkatknya investasi sub
sektor energi baru terbarukan
dan konservasi energi (EBTKE)
Panas
bumi yang telah
ditetapkan
5 WKP (Wilayah
Kerja
Pertambangan)
19 Menignkatknya investasi sub
sektor energi baru terbarukan
dan konservasi energi (EBTKE)
Lokasi
pengembangan
panas bumi
3 lokasi
20 Terwujudnya peran
penting sub sektor
EBTKE dalam
penerimaan Negara
Jumlah PNBP dari
sub sektor EBTKE
Rp 0,23 triliun
21 Terwujudnya
peningkatan peran
Jumlah Desa
Mandiri Energi
50 DME (Desa
Mandiri Energi)
sub sektor EBTKE
dalam
pembangunan
daerah
(DME) berbasis
BBN dan Non BBN
22 Peningkatan efisiensi pemakaian
dan pengolahan energi
Jumlah penurunan
intensitas energi
6 juta SBM (Standar
Biaya Masukan)/
miliar rupiah
23 Peningkatan efisiensi pemakaian
dan pengolahan energi
Jumlah penurunan
emisi karbon sub
sektor energi
5,07 juta Ton
24 Peningkatan efisiensi pemakaian
dan pengolahan energi
Jumlah industri dan
bangunan gedung
yang telah di audit
energi
797 Objek
PROGRAM DAN KEGIATAN
Untuk mewujudkan tujuan-tujuan Kementerian ESDM melalui pencapaian tujuan dan sasaran Direktorat Jenderal EBTKE, maka telah ditetapkan Program Ditjen EBTKE dengan nomenklatur : “Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE)”. Yaitu :
PROGRAM PENGELOLAAN ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI
Program ini diuraikan menjadi kegiatan-kegiatan yang tertuang didalam DIPA 2012 adalah sebagai berikut:
1. Kegiatan Pembinaan, Pengawasan dan Pengusahaan Panas Bumi2. Kegiatan Pembinaan, Pengawasan dan Pengusahaan Bioenergi3. Kegiatan Pembinaan, Pengawasan dan Pengusahaan Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan4. Kegiatan Perencanaan Energi, Penerapan Konservasi Energi dan Teknologi Energi Bersih5. Kegiatan Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Ditjen Energi Baru
Terbarukan dan Konservasi Energi
BAB 3MERANCANG INDIKATOR KINERJA OUTPUT DAN OUTCOME
No Kinerja Target output Sasaran Target Outcome1 Produksi uap panas bumi 71 juta Ton Meningkatnya Kemampuan pasokan
energi untuk domestik2 Produksi bioethanol 6.000 Kilo Liter Meningkatnya Kemampuan pasokan
energi untuk domestik3 Produksi biodiesel 900.000 Kilo Liter Meningkatnya Kemampuan pasokan
energi untuk domestik4 Produksi bio gas 10.000 M3 Meningkatnya Kemampuan pasokan
energi untuk domestik5 Lokasi pembangunan infrastruktur
bidang Panas Bumi1 lokasi Meningkatnya pembangunan
infrastruktur energy
6 Lokasi pembangunan infrastruktur bidang Digester Biogas
7 lokasi Meningkatnya pembangunan infrastruktur energy
7 Lokasi pembangunan infrastruktur bidang PLTMH
25 lokasi Meningkatnya pembangunan infrastruktur energy
8 Lokasi pembangunan infrastruktur PLTS (Terpusat)
195 lokasi Meningkatnya pembangunan infrastruktur energy
9 Lokasi pembangunan infrastruktur bidang PLT Hybrid
7 lokasi Meningkatnya pembangunan infrastruktur energy
10 Lokasi pembangunan infrastruktur PLT Arus Laut
1 lokasi Meningkatnya pembangunan infrastruktur energy
11 Persentase Pemanfaatan BBN pada BBM Transportasi
7,5 % Meningkatnya pengembangan berbagai sumber energi dalam rangka diversifikasi energi
12 Kapasitas terpasang total PLTP 1.341 MW Meningkatnya pengembangan berbagai
sumber energi dalam rangka diversifikasi energi
13 Kapasitas terpasang total PLTMH 1.582 MW Meningkatnya pengembangan berbagai sumber energi dalam rangka diversifikasi energi
14 Kapasitas tepasang Total PLTS 2,95 MW Meningkatnya pengembangan berbagai sumber energi dalam rangka diversifikasi energi
15 Kapasitas terpasang total PLT Hybrid 0,143 MW Meningkatnya pengembangan berbagai sumber energi dalam rangka diversifikasi energi
16 Kapasitas terpasangTotal PLT Arus Laut 0,01 MW Meningkatnya pengembangan berbagai sumber energi dalam rangka diversifikasi energi
17 Kapasitas terpasang total PLT Biomassa 10 MW Meningkatnya pengembangan berbagai sumber energi dalam rangka diversifikasi energi
18 Panas bumi yang telah ditetapkan 5 WKP (Wilayah Kerja Pertambangan)
Menignkatknya investasi sub sektor energi baru terbarukan dan konservasi energi (EBTKE)
19 Lokasi Pengembangan panas bumi 3 lokasi Menignkatknya investasi sub sektor energi baru terbarukan dan konservasi energi (EBTKE)
20 Jumlah PNBP dari sub sektor EBTKE Rp 0,23 triliun Terwujudnya peran penting sub sektorEBTKE dalam penerimaan negara
21 Jumlah Desa Mandiri Energi (DME) berbasis BBN dan Non BBN
50 DME (Desa Mandiri Energi)
Terwujudnya peningkatan peransub sektor EBTKE dalam pembangunandaerah
22 Jumlah penurunan intensitas energi 6 juta SBM (Standar Biaya Masukan)/ miliar
rupiah
Peningkatan efisiensi pemakaian dan pengolahan energi
23 Jumlah penurunan emisi karbon subsektor energi
5,07 juta Ton Peningkatan efisiensi pemakaian dan pengolahan energi
24 Jumlah industri dan bangunan gedung yang telah di audit energi
797 Objek Peningkatan efisiensi pemakaian dan pengolahan energi
25 Pembinaan, Pengawasan, dan Pengusahaan Panas Bumi
1 Lokasi Meningkatnya kemampuan pasokan energi untuk domestik
26 Pembinaan, Pengawasan, dan Pengusahaan Bioenergi
7 Lokasi Meningkatnya kemampuan pasokan energi untuk domestik
27 Pembangunan infrastruktur energi 236 lokasi Meningkatnya pembangunan infrastruktur energi
28 Pembinaan, pengawasan, pengusahaan, Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan
236 lokasi Meningkatnya pengembangan berbagai sumber energi dalam rangka diversifikasi energi
29 Perencanaan energi nasional 3 kwartal Peningkatan efisiensi pemakaian dan pengolahan Energi
30 Penerapan konservasi energi, dan teknologi energi bersih
Meningkatnya investasi sub sektor energi baru terbarukan dan konservasi energi (EBTKE)
31 Pemberdayaan energi EBTKE pada tiap-tiap daerah
Peningkatan penerimaan negara sub sektor EBTKE
32 Pengembangan kerjasama EBTKE dengan pemerintah daerah
Terwujudnya peningkatan peran sub sektor EBTKE dalam pembangunan daerah, melalui kerjasama pengembangan EBTKE dengan pemerintah daerah
33 Pengembangan kegiatan biogas rumah Terwujudnya pengurangan beban subsidi BBM dan Listrik
34 Pengembangan kerjasama dengan produsen dalam negeri dalam rangka pengembangan EBTKE
Meningkatnya produksi dalam negeri/ konten lokal dalam pengembangan EBTKE
35 Pengembangan dan pembinaan industry baru EBTKE yang membentuk backward linkage dan forward linkage
Terwujudnya lapangan pekerjaan baru pada sektor EBTKE
36 Pembinaan kelompok-kelompok masyarakat peduli penghematan energi
Terwujudnya kelompok-kelompok masyarakat peduli penghematan energi
37 Pengembangan riset pada sektor EBTKE Meningkatnya jumlah riset pada sektor EBTKE
38 Pelatihan dan sosialisasi EBT skala kecil Meningkatnya jumlah pengembang EBT skala kecil
39 Penggunaan gas alam sebagai bahan bakar angkutan umum perkotaan
Peningkatan harga keekonomian EBT
40 Pendidikan dan Pelatihan di bidang Energi Baru dan Terbarukan
Peningkatan jumlah tenaga ahli dan terampil sub sektor EBT