Upload
sinichi-kudo-conan-edogawa
View
92
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
MEMBANGUN DESA PENDIDIKAN
BERBASIS MASYARAKAT
Disusun oleh:
Djajeng Baskoro dan Hidayat
Hidayat 2011 1
Kata Pengantar
Hidayat 2011 2
Bab 1
Pendahuluan
A. Realitas Kualitas Pendidikan di Indonesia
Dalam UUD 1945 disebutkan bahwa negara kita ingin mewujudkan masyarakat
yang cerdas. Untuk mencapai bangsa yang cerdas, harus terbentuk masyarakat yang
madani. Masyarakat madani dapat terbentuk jika memiliki kemampuan dan keterampilan
dalam bidang pendidikan, semangat berusaha, sekaligus menyiapkan potensi generasi
yang siap menghadapi masa depan.
Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini masih memprihatinkan. Ini dibuktikan
antara lain dengan data United Nation Development Parogramma (UNDP) tentang
peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi
dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala yang
menunjukkan, bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Di
antara 182 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-
105 (1998), ke-109 (1999), dan ke -111 (2009).
Sumber: www.kabarindonesia.com
Adapun menurut survei yang pernah dikeluarkan Political and Economic Risk
Consultant (PERC), dinyatakan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia berada pada
urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Realitanya, posisi Indonesia berada di bawah
Vietnam. Data yang dilaporkan The World Economic Forum Swedia, Indonesia memiliki
daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang
disurvei di dunia. Masih menurut survai dari lembaga yang sama, Indonesia hanya
berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia.
Hidayat 2011 3
Salah satu indikatornya adalah tidak meratanya pendidikan di setiap daerah, terutama di
wilayah pedesaan. Hak mendapatkan pendidikan di desa masih harus terus
dikembangkan.
Perbedaan pendidikan kota dan desa memang secara umum berkisar pada masalah
sarana dan prasaran sekolah. Sebagaimana diketahui, hal itu menjadi salah satu hal
penting kenapa sekolah di kota lebih maju daripada di desa. Sarana dan prasarana yang
menunjang untuk kegiatan belajar mengajar sangat membantu peserta didik daripada
yang sarana dan prasarananya tidak menunjang.
Hal lain yang menjadi masalah adalah kurangnya kesadaran untuk
memberdayakan pendidikan di desa oleh masyarakat. Ciri desa dengan pola yang kurang
dinamis terhadap perkembangan merupakan salah satu hal yang menyebabkan mengapa
pendidikan di desa lambat berkembang. Padahal, lingkungan desa yang didiami
masyarakat sebetulnya menyimpan potensi yang memberi dampak positif jika masyarakat
desa itu sendiri mampu mengembangkan/mengolahnya. Keadaan ini bisa timbul jika
masyarakat desa mempunyai tingkat kesadaran akan daya dan upaya yang dimilikinya.
Sumber: www.dennicca.files.wordpress.com
Dalam rangka pemberdayaan ini, upaya yang amat pokok adalah peningkatan
taraf pendidikan, serta akses ke dalam sumber-sumber kemajuan kecakapan hidup seperti
fasilitas pendidikan, informasi, balai latihan, serta fasilitas untuk kegiatan pengembangan
pendidikan di desa. Hal ini dikarenakan program-program umum yang berlaku tidak
selalu dapat menyentuh lapisan masyarakat desa. Oleh sebab itu, diperlukan langkah-
langkah simultan yang bisa membuka pencerahan pada masyarakat desa bahwa
Hidayat 2011 4
pendidikan adalah modal manusia untuk berkembang. Apalagi di zaman sekarang, akses
informasi dan transportasi tidak menjadi penghalang utama.
Sumber: www.koran-jakarta.com
Pendidikan adalah bagian dari masyarakat. Pendidikan yang terintegrasi dalam
pola hidup masyarakat akan menghasilkan sosok masyarakat yang mampu memahami
dan menerima kondisi yang ada. Ke depannya, akan muncul masyakarat yang bisa
berdaya dan mandiri dalam menghadapi segala tantangan keadaan/zaman.
Pembangunan dan pengembangan masyarakat, khususnya masyarakat desa,
merupakan suatu fondasi penting yang dapat memperkuat dan mendorong makin
meningkatnya pembangunan bangsa. Pelibatan masyarakat dalam mengembangkan
pendidikan nonformal dapat menjadi suatu yang memberi makna besar bagi kelancaran
pembangunan.
B. Mewujudkan Desa Mandiri Pendidikan
Mandiri adalah kemampuan memberdayakan diri untuk mengatasi segala
permasalahan dan kebutuhan yang dihadapinya dengan segenap potensi dan kemampuan
yang ada padanya. Adapun, partisipasi dalam menciptakan desa mandiri pendidikan bisa
terdiri dari partisipasi buah pikiran, harta benda, dan tenaga. Dalam makna yang lebih
luas maka tujuan pengembangan desa mandiri pendidikan pada dasarnya adalah
pengembangan demokratisasi, dinamisasi, dan modernisasi masyarakat desa dalam
mengakses pendidikan.
Hidayat 2011 5
Prinsip-prinsip desa mandiri pendidikan yang dikemukakan di sini ialah
keterpaduan, berkelanjutan, keserasian, kemampuan sendiri (swadaya dan gotong
royong), dan kaderisasi. Prinsip keterpaduan memberi tekanan bahwa kegiatan
pengembangan desa mandiri pendidikan didasarkan pada program-program yang disusun
oleh masyarakat dengan bimbingan dari lembaga-lembaga yang mempunyai hubungan
tugas dalam pembangunan masyarakat.
Sumber: www.tubanonline.files.wordpress.com
Prinsip berkelanjutan memberi arti bahwa kegiatan pembangunan desa mandiri
pendidikan itu tidak dilakukan sekali tuntas tetapi kegiatannya terus menerus menuju ke
arah yang lebih sempurna. Prinsip keserasian diterapkan pada program-program
pembangunan desa mandiri pendidikan yang memperhatikan kepentingan masyarakat dan
kepentingan Pemerintah. Prinsip kemampuan sendiri berarti dalam melaksanakan
kegiatan dasar yang menjadi acuan adalah kemampuan yang dimiliki oleh masyarakat
sendiri.
Prinsip-prinsip tersebut memperjelas makna bahwa program-program pendidikan
nonformal berbasis masyarakat harus dapat mendorong dan menumbuhkan semangat
pengembangan masyarakat, termasuk keterampilan apa yang harus dijadikan substansi
pembelajaran dalam pendidikan nonformal. Oleh karena itu, upaya untuk menjadikan
pendidikan nonformal sebagai bagian dari kegiatan masyarakat memerlukan upaya-upaya
yang serius agar hasil dari pendidikan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dalam upaya
peningkatan kualitas hidup mereka.
Hidayat 2011 6
Untuk lebih jelasnya, berdasarkan pendapat Michael W. Galbraith, pendidikan
berbasis masyarakat memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Menentukan sendiri (Self determination)
2. Menolong diri sendiri (Self help)
3. Pengembangan kepemimpinan (Leadership development)
4. Lokalisasi (Localization)
5. Keterpaduan pemberian pelayanan (Integrated delivery of service)
6. Mengurangi tumpang tindih pelayanan (Reduce duplication of service)
7. Menerima perbedaan (Accept diversity)
8. Tanggung jawab kelembagaan (Institutional responsiveness) .
Penjabaran pendidikan berbasis masyarakat berdasarkan pendapat Michael W.
Galbraith tersebut akan dijelaskan dalam bab-bab selanjutnya secara poin per poin.
Hidayat 2011 7
Bab 2
Prinsip Menentukan Sendiri
(Self Determination)
Prinsip menentukan sendiri (Self Determination) mengandung pengertian bahwa
semua anggota masyarakat memiliki hak dan tanggung jawab untuk terlibat dalam
menentukan kebutuhan masyarakat dan mengidentifikasi sumber-sumber masyarakat
yang bisa digunakan untuk merumuskan kebutuhan tersebut.
Kesiapan masyarakat dalam belajar dapat diarahkan dengan pemahaman
pentingnya pendidikan berbasis masyarakat (communihy based education). Dalam hal ini,
diperlukan usaha dalam meningkatkan kesadaran masyarakat pedesaan akan pentingnya
pendidikan dalam menyiapkan generasi yang berkualitas untuk kepentingan masa depan
desa. Hal ini terkait dengan eksistensi serta keberlangsungan hidup dalam rangka
mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan kehidupan yang
berkelanjutan; baik bagi masyarakat di pedesaan pada khususnya maupun bangsa pada
umumnya.
Dengan demikian, masyarakat bisa menjadikan pendidikan sebagai kebutuhan
pokok dalam kehidupan mereka dalam mengembangkan kreativitas dan inovasi dalam
situasi yang baru. Misalnya, masyarakat bisa mengikuti kegiatan Lembaga Kursus dan
Pelatihan (LKP) atau mengikuti Kejar Paket A, Kejar Paket B, Kejar Paket C. Memang,
mau tidak mau masyarakat dituntut untuk lebih terbuka pada perkembangan zaman
globalisasi ini.
Sumber: www.tubanonline.files.wordpress.com
Hidayat 2011 8
Peranan bidang pendidikan berbasis masyarakat (community based education)
merupakan salah satu upaya pembangunan dalam memberantas kebodohan dan
diharapkan mampu memberantas kemiskinan yang terjadi serta dapat meningkatkan
kesejahteraan yang berkelanjutan bagi masyarakatnya. Dalam hal ini, terlebih masyarakat
di pedesaan yang tingkat kesejahteraan hidupnya cukup rendah dibandingkan masyarakat
di sekitar perkotaan yang mudah dan serba cepat dalam mengakses sumber daya yang
tersedia. Dalam pencapaiannya, upaya lain yang dilakukan untuk mendukung tercapainya
pemberantasan kemiskinan melalui partisipasi masyarakat untuk bergotong royong dan
saling membantu dalam melakukan pemberdayaan secara terpadu, berkelanjutan dengan
sasarannya yang jelas.
Sinergitas pembangunan karakter (character building), hal ini mengandung arti
pada satu sisi pendidikan membutuhkan peran masyarakat sebagai media dan sumber
pembelajaran, dan pada sisi lain pendidikan juga harus mampu berperan membentuk
karakter lulusan pendidikan formal maupun nonformal yang mampu menyumbangkan
ilmu, wawasan, keahlian dan sikap diri kepada desa/masyarakat untuk mewujudkan dan
memperkuat kemandirian desa yang dijiwai semangat gotong royong.
Semua itu bisa dilakukan jika ada kesadaran dari masyarakat itu sendiri. Dalam
hal ini, perlu diberi pemahaman kepada masyarakat bahwa jalur pendidikan yang
disediakan oleh pemerintah tidak akan mengandung banyak manfaat jika masyarakat itu
sendiri kurang merespons. Ini diperlukan adanya pendekatan dan program khusus sebagai
ajang sosialisasi pentingnya pendidikan kepada masyarakat.
Bab 3
Hidayat 2011 9
Prinsip Menolong Diri Sendiri
(Self Help)
Prinsip ini mengandung pengertian bahwa anggota masyarakat dilayani dengan
baik dalam pendidikan ketika kemampuan mereka untuk menolong diri mereka sendiri
telah didorong dan dikembangkan. Mereka menjadi bagian dari solusi dan membangun
kemandirian pendidikan dengan lebih baik, bukan tergantung karena mereka beranggapan
bahwa tanggung jawab adalah untuk kesejahteraan mereka sendiri.
Salah satu contoh bagian yang bisa diaplikasikan dalam prinsip ini adalah belajar
menjadi wirausahawan (interpreneur). Wirausahawan adalah seseorang yang
menciptakan sebuah usaha baru. Dalam memulai dan menjalankan usahanya, ia selalu
siap dalam menghadapi resiko dan ketidakpastian. Hal ini tentunya untuk tujuan
mencapai keuntungan dan pertumbuhan dengan mengidentifikasi peluang dan sumber
daya yang diperlukan.
Untung menunjang hal ini, pemerintah telah menyediakan fasilitas Lembaga
Kursus dan Pelatihan, yaitu salah satu bentuk satuan Pendidikan Nonformal yang
diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan,
kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, serta mengembangkan profesi,
bekerja, serta usaha mandiri (wirausaha). Program kursus dan pelatihan ini adalah jenis
keterampilan yang diselenggarakan satuan pendidikan nonformal, dalam hal ini lembaga
kursus dan pelatihan, dalam setiap lembaga kursus dan pelatihan dapat terdiri dari satu
atau lebih program kursus dan pelatihan.
Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) yang disediakan pemerintah ini rata-rata
sudah diakreditasi keberadaannya di setiap daerah. Akreditasi merupakan kegiatan yang
dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan pada jalur formal
maupun informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan berdasarkan kriteria yang
bersifat terbuka. Kriteria tersebut dinyatakan, bahwa standar nasional pendidikan terdiri
atas standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar tenaga kependidikan,
sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan standar penilaian pendidikan yang
harus ditingkatkan secara berencana dan berkala.
Hidayat 2011 10
Peserta bisa semakin mudah meningkatkan keterampilan, pengetahuan, dan
informasi jika ingin membangun suatu bentuk usaha mandiri (wirausaha). Dengan LKP
ini peserta dapat bersinergi untuk menemukan dan mengembangkan hal-hal baru. Apalagi
anda bisa langsung bertanya pada tutor/pembimbing.
Sumber: www./liveskilloke.files.wordpress.com
Adapun Lembaga Kursus dan Pelatihan merupakan salah satu bentuk
penyelenggaraan pendidikan pada jalur pendidikan nonformal mempunyai kaitan yang
sangat erat dengan jalur pendidikan formal. Selain memberikan kesempatan bagi peserta
yang ingin mengembangkan keterampilan pada jenis pendidikan tertentu dan juga
memberikan kesempatan bagi peserta yang ingin mengembangkan pendidikan
keterampilan yang tidak dapat ditempuh dan tidak terpenuhi pada jalur pendidikan
formal.
Jika masyarakat mengikuti kegiatan kursus atau pelatihan ini, kecakapan
hidupnya dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan kemampuan yang
memungkinkan masyarakat dapat hidup mandiri dalam berwirausaha. Ini artinya, dengan
mengikuti kegiatan kursus atau pelatihan, masyarakat akan menemukan manfaat lebih,
yaitu:
- Belajar untuk memperoleh pengetahuan(learning to know)
- Belajar untuk tahu cara belajar (learning to learn)
- Belajar untuk dapat berbuat/melakukan pekerjaan(learning to do)
Hidayat 2011 11
- Belajar agar dapat menjadi orang yang berguna sesuai dengan minat, bakat dan potensi
diri (learning to be)
- Belajar untuk dapat hidup bersama dengan orang lain (learning to live together).
Kecakapan hidup sebagai keterampilan atau kemampuan untuk dapat beradaptasi
dan berperilaku positif, yang memungkinkan masyarakat mampu menghadapi berbagai
tuntutan dan tantangan dalam berwirausaha secara lebih efektif. Kecakapan hidup hidup
masyarakat dalam berwirausaha akan sesuai kelayakan dengan adanya: (1) kecakapan
mengenal diri, (2) kecakapan berpikir, (3) kecakapan sosial, (4) kecakapan akademik, dan
(5) kecakapan kejuruan.
Hidayat 2011 12
Bab 4
Prinsip Pengembangan Kepemimpinan
(Leadership development)
Dalam prinsip ini, para pemimpin lokal harus dilatih dalam berbagai keterampilan
untuk memecahkan masalah, membuat keputusan, dan proses kelompok sebagai cara
untuk menolong diri mereka sendiri secara terus-menerus dan sebagai upaya
mengembangkan masyarakat. Ketika peran pemerintah sangat dominan dan peran serta
masyarakat hanya dipandang sebagai kewajiban, maka masyarakat justru akan
terpinggirkan dari proses pembangunan itu sendiri. Penguatan partisipasi masyarakat
haruslah menjadi bagian dari agenda pembangunan itu sendiri, lebih-lebih dalam era
globalisasi.
Sumber: www.upkciomas.files.wordpress.com
Peran serta seluruh elemen masyarakat dalam pendidikan harus lebih dimaknai
sebagai hak daripada sekadar kewajiban. Kontrol rakyat (anggota masyarakat) terhadap
isi dan prioritas agenda pengambilan keputusan penyelenggaraan pendidikan harus
dimaknai sebagai hak masyarakat untuk ikut mengontrol agenda dan urutan prioritas
pendidikan untuk dirinya atau kelompoknya. Oleh karena itu, tidak akan dapat diterima
jika satu golongan (misalnya tokoh masyarakat) mendiktekan keinginan dan
kepentingannya dalam isi dan prioritas agenda pengambilan keputusan dalam
penyelenggaraan pendidikan.
Hidayat 2011 13
Seiring perkembangan zaman, titik pusat perhatian adalah pada pendekatan ke
arah pendidikan yang lebih berpihak kepada rakyat. Individu bukanlah sebagai objek,
melainkan berperan sebagai pelaku, yang menentukan tujuan, mengontrol sumber daya,
dan mengarahkan proses yang mempengaruhi hidupnya sendiri.
Penyelenggaraan pendidikan yang memihak rakyat menekankan nilai pentingnya
prakarsa dan perbedaan lokal. Oleh karena itu, maka penyelenggaraan pendidikan seperti
itu mementingkan sistem swaorganisasi yang dikembangkan di sekitar satuan-satuan
organisasi berskala manusia dan masyarakat yang berswadaya. Tingkat pengetahuan dan
realisasi diri manusia merupakan jantung konsep pendidikan yang memihak rakyat.
Dalam hal ini, perasaan berharga diri adalah sama pentingnya bagi pencapaian mutu
hidup yang tinggi melalui pendidikan.
Penyadaran diri masyarakat merupakan satu di antara argumen-argumen yang
diajukan oleh Paulo Freire (1984), dan ini adalah inti dari usaha bagaimana bisa
mengangkat rakyat dari kelemahannya selama ini. Kesempitan pandangan dan cakrawala
rakyat diubah ke arah suatu kesadaran, perasaan, pemikiran, dan gagasan bahwa hal-
ihwal dapat menjadi lain dan tersedia alternatif-alternatif melalui pendidikan.
Bentuk aktualisasi dan pernyataan penyadaran diri masyarakat terhadap
pendidikan secara kolektif dapat berupa partisipasinya dalam proses pengambilan
keputusan yang berhubungan dengan kebutuhan dirinya dan kelompoknya dalam
komunitas yang melingkupinya. Cara-cara kolektif berpartisipasi oleh masyarakat bisa
teraktualisasikan dalam bentuk musyawarah dan juga terbentuknya institusi lokal oleh
masyarakat itu sendiri.
Musyawarah adalah sebuah pendekatan kultural khas Indonesia yang dapat
dimasukkan dalam proses eksplorasi kebutuhan dan identifikasi masalah. Musyawarah
juga merupakan bentuk sarana untuk meningkatkan partisipasi dan rasa memiliki atas
keputusan dan rencana pembangunan. Musyawarah dapat merupakan cara analisis
kebutuhan (needs) dan tidak sekadar keinginan yang bersifat superfisial demi pemenuhan
kebutuhan sesaat. Oleh karena itu, pemilihan orang-orang yang mewakili sebagai peserta
musyawarah untuk suatu keperluan seperti merumuskan kebutuhan masyarakat haruslah
benar-benar yang mampu menyalurkan aspirasi masyarakat yang diwakilinya.
Hidayat 2011 14
Langkah lain dalam proses partisipasi masyarakat itu adalah pembentukan
kelompok. Melalui kelompok akan dibina solidaritas, kerja sama, musyawarah, rasa aman
dan percaya kepada diri sendiri (Karsidi, 2001). Salah satu cara yang efektif untuk
membentuk kelompok adalah melalui pendekatan kepentingan yang sama secara
primordial. Dalam kelompok primordial itu, para anggota kelompok akan memperoleh
referensi yang sama.
Dengan bertolak dari kelompok primordial, maka para anggota akan merasakan
adanya hal-hal baru jika mereka bersedia membandingkannya dengan situasi lama. Ini
akan menimbulkan keasyikan dan motivasi tersendiri. Melalui kelompok, para anggota
akan menyusun program, dan bekerja secara sistematis, serta bisa merasakan adanya
perkembangan dan kemajuan sebagai hasil kegiatan mereka. Para pemimpin yang ada di
desa bisa dijadikan sebagai mediator suara masyarakat dengan program yang dijalankan
pemerintah. Sesuai dengan penjelasan sebelumnya, konsep musyawarah adalah solusi
terbaik untuk menghasilkan kesepakatan-kesepakatan dalam pelaksanaan kegiatan
pendidikan di desa.
Hidayat 2011 15
Bab 5
Prinsip Lokalisasi
(Localization)
Dalam prinsip ini terkandung pengertian bahwa potensi terbesar untuk tingkat
partisipasi masyarakat tinggi terjadi ketika masyarakat diberi kesempatan dalam
pelayanan, program dan kesempatan terlibat dekat dengan kehidupan tempat masyarakat
hidup. Hal ini dilatarbelakangi bahwa bangunan seluruh aspek penentu perubahan negara
ini dapat dipastikan tidak lepas dari proses pendidikan, baik formal maupun nonformal.
Dalam aspek ekonomi, politik, kelautan, pertanian, pertahanan, dll. Semua akan berhasil
tepat sasaran, terukur, dan berkelanjutan, apabila didukung dengan konsep pendidikan
yang mengarah pada penguatan untuk perubahan yang mengarah perbaikan dan kemajuan
pada aspek-aspek tersebut.
Disinilah peran signifikan pendidikan dalam berkontribusi membangun sistem
pendidikan berbasis lokalitas. Peran tersebut diwujudkan dengan terbentuknya sistem
pendidikan nasional yang mengarah pada pemberdayaan potensi lokal Indonesia,
misalnya pendidikan berbasis maritim, agraris, dan ciri khas lokal lainnya, sehingga
memperkuat budaya dan potensi lokal yang dapat menopang perkembangan dan
kemajuan pendidikan.
Sumber: www.warsi.or.id
Hidayat 2011 16
Potensi terbesar tingkat partisipasi masyarakat tinggi terjadi ketika masyarakat
diberi kesempatan dalam pelayanan, program dan kesempatan terlibat dekat dengan
kehidupan tempat masyarakat hidup. Pendidikan yang lebih dimaknai dan bersifat
membumi adalah ketika pendidikan itu dekat dengan kondisi dan lingkungan warga
belajar.
Salah satu contohnya adalah dengan penggunaan bahasa ibu dalam proses
kegiatan belajar-mengajar. Dengan menggunakan bahasa ibu dalam menyampaikan
pesan-pesan pendidikan nonformal, sekaligus dapat melestarikan bahasa ibu guna
memperkaya kebudayaan nasional. Pengalihan lintas bahasa dapat terjadi secara dua arah.
Dalam hal ini, jika bahasa ibu dipromosikan di sekolah nonformal, konsep kemampuan
berbahasa dan ketrampilan keaksaraan yang dipelajari oleh warga belajar dalam bahasa
ibu mereka. Singkatnya, kedua bahasa itu bisa saling terpelihara jika lingkungan
pendidikan mendukung warga belajar untuk menggunakan dua bahasa.
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa tanggung jawab pengembangan
pendidikan sebagai proses sosialisasi adalah berada pada orang tua dan kelompok-
kelompok masyarakat yang berkepentingan. Paradigma pengembangan lokalitas tersebut
telah bergeser menuju kepada peluang yang lebar bagi teraktualisasikannya kembali
partisipasi masyarakat, maka perlu segera dilakukan upaya pemulihan dan pengembalian
tanggung jawab masyarakat terhadap pengembangan pendidikan baik yang berbasis
kekayaan lokalnya masing-masing. Sebenarnya yang bertanggung jawab dalam hal ini
adalah justru masyarakat itu sendiri. Mengacu pada lingkup partisipasi masyarakat, maka
dalam pengembangan pendidikan, masyarakat harus dilibatkan sejak dari proses
perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan hasil dan evaluasinya.
Hidayat 2011 17
Bab 6
Prinsip Keterpaduan Pemberian Pelayanan
(Integrated Delivery of Service)
Dalam prinsip ini terkandung pengertian adanya hubungan antaragensi di antara
masyarakat dan agen-agen yang menjalankan pelayanan publik dalam memenuhi tujuan
dan pelayanan publik yang lebih baik. Masyarakat pedesaan yang terberdayakan sebagai
hasil pendidikan yang baik dapat memiliki nilai tambah dalam kehidupan yang tidak
dimiliki oleh masyarakat yang tidak mengenyam pendidikan sama sekali. Dengan
demikian, peranan pendidikan sebagai kebutuhan pokok yang mendasar dan haruslah
terpenuhi bagi masyarakat pedesaan dalam manfaat lainnya untuk meningkatkan taraf
hidup dan kesajahteraan hidup yang berkelanjutan. Dalam kasus yang terjadi,
pembangunan yang menggerus sektor ekonomi, misalnya, dapat tergantikan dengan jenis
usaha baru yang membuat masyarakat bertahan.
Sumber: www.4.bp.blogspot.com
Cara untuk penyaluran partisipasi dapat diciptakan dengan berbagai variasi cara
sesuai dengan kondisi masing-masing wilayah atau komunitas tempat masyarakat dan
lembaga pendidikan itu berada. Kondisi ini menuntut kesigapan para pemegang
kebijakan dan manajer pendidikan untuk mendistribusi peran dan kekuasaannya agar bisa
menampung sumbangan partisipasi masyarakat. Sebaliknya, dari pihak masyarakat
(termasuk orang tua dan kelompok-kelompok masyarakat) juga harus belajar untuk
Hidayat 2011 18
kemudian bisa memiliki kemauan dan kemampuan berpartisipasi dalam pengembangan
pendidikan.
Sebagaimana diamanatkan oleh UU Sisdiknas, 2003 bahwa pemerintah dan
pemerintah daerah berhak mengarahkan, membimbing, membantu, dan mengawasi
penyelenggaraan pendidikan, serta berkewajiban memberikan layanan dan kemudahan
penyelenggaraan pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi.
Pemerintah dan pemerintah daerah juga wajib menjamin tersedianya dana guna
terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara dari usia tujuh sampai usia lima
belas tahun. Lebih dari itu, sebenarnya peluang bagi orang tua/warga dan kelompok
masyarakat masih sangatlah luas.
Untuk itu, maka dalam kondisi kualitas layanan dan output pendidikan sedang
banyak dipertanyakan mutu dan relevansinya, maka pemerintah seharusnya memberikan
peluang yang luas bagi partisipasi masyarakat. Lebih dari itu, pemerintah perlu menyusun
mekanisme sehingga orang tua dan kelompok-kelompok masyarakat dapat berpartisipasi
secara optimal dalam pengembangan pendidikan di Indonesia
Berkenaan dengan upaya untuk mewujudkan pembangunan pendidikan seperti
dimaksud di atas, dibutuhkan langkah-langkah yang sistematis, terpadu dan terencana
dalam membina kerjasama dengan berbagai pihak dalam bentuk kemitraan. Secara
konseptual, kemitraan mengandung makna adanya kerjasama antara satu pihak/agen
pendidikan dengan pihak lainnya disertai pembinaan dan pengembangan usaha atau
program yang berkelanjutan oleh kedua belah pihak dengan memperhatikan prinsip
saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan.
Salah satu contoh mitra untuk membantu mengembangan pendidikan di
masyarakat adalah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Eksistensi Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) yang identik dengan reformis dan visioner adalah sebuah image yang
masih diharapkan terus melekat dalam setiap aktivitasnya, namun di sisi yang lain LSM
juga diharapkan menjadi salah satu pilar penyangga dalam penyelenggaraan pendidikan
non formal sehingga perannya menjadi kian urgen dan tidak dapat dinafikan begitu saja,
apalagi jika dikaitkan dengan implementasi kehendak Undang Undang No. 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, khususnya yang berkenaan dengan peran serta
masyarakat dalam pendidikan sehingga akan terbuka ruang akselerasi yang cukup kepada
Hidayat 2011 19
semua elemen masyarakat termasuk LSM, untuk turut memberikan kontribusi yang
optimal dalam upaya perluasan akses pendidikan non formal.
Konsekuensi sebagai lembaga mitra yang berkiprah pada community development
sector LSM dituntut memiliki program dan kegiatan yang bersifat sinergis dan realistis
dalam rangka kepentingan nasional sehingga tercipta ruang aktualisasi yang konstruktif
bagi mereka, sehingga paradigma lama yang menganggap bahwa persoalan Pendidikan
Nonformal hanya dapat diselesaikan oleh orang Pendidikan Nonformal-Informal (PLS)
sendiri sudah saatnya ditinggalkan untuk bersama-sama merekonstruksi dan
mereformulasi program Pendidikan Nonformal-Informal, agar program yang digulirkan
kepada masyarakat dapat menjadi sebuah solusi untuk menjawab persoalan-persoalan
pendidikan bagi masyarakat marginal.
Iklim kerjasama dan kemitraan yang baik dengan melibatkan LSM sebagai mitra
pemerintah akan menjadi sebuah lahan yang kondusif untuk membangun
profesionalisme, kemandirian, objektivitas dan independensi dalam penyelenggaraan
berbagai program pendidikan nonformal-informal.
Hidayat 2011 20
Bab 7
Mengurangi Tumpang Tindih Pelayanan
(Reduce Duplication of Service)
Dalam prinsip ini, pelayanan masyarakat seharusnya memanfaatkan secara penuh
sumber-sumber fisik, keuangan dan sumber daya manusia dalam ciri khas lokal dan
mengkoordinir usaha mereka. Masyakarat yang berkeinginan kuat untuk maju dan
berkembang harus diberi pelayanan untuk mewujudkan apa yang mereka
programkan/dijalankan.
Untuk melaksanakan paradigma pendidikan berbasis masyarakat pada jalur
nonformal berbasis pelayanan masyarakat, setidak-tidaknva mempersyaratkan lima hal:
1. Teknologi yang digunakan hendaknya sesuai dengan kondisi dan situasi nyata yang
ada di masyarakat. Teknologi yang canggih yang diperkenalkan dan adakalanya
dipaksakan sering berubah menjadi pengkarbitan masyarakat yang akibatnva tidak
digunakan, sebab kehadiran teknologi ini bukan karena dibutuhkan, melainkan karena
dipaksakan. Hal ini membuat masyarakat menjadi rapuh.
Sumber: www.4.bp.blogspot.com
2. Ada lembaga atau wadah yang statusnya jelas dimiliki atau dipinjam, dikelola, dan
dikembangkan oleh masyarakat. Di sini dituntut adanya partisipasi masyarakat dalam
peencanaan, pengadaan, penggunaan, dan pemeliharaan pendidikan luar sekolah. Ketiga,
program belajar yang akan dilakukan harus bernilai sosial atau harus bermakna bagi
kehidupan peserta didik atau warga belajar dalam berperan di masyarakat. Oleh karena
Hidayat 2011 21
itu, perancangannya harus didasarkan pada potensi lingkungan dan berorientasi pasar,
bukan berorientasi akademik semata.
4. Program belajar harus menjadi milik masyarakat, bukan milik instansi pemerintah. Hal
ini perlu ditekankan karena bercermin pada pengalaman selama ini bahwa lembaga
pendidikan yang dimiliki oleh instansi pemerintah terbukti belum mampu
membangkitkan partisipasi masyarakat. Yang terjadi hanyalah pemaksaan program,
karena semua program pendidikan dirancang oleh instansi yang bersangkutan.
5. Aparat pendidikan luar sekolah/nonformal tidak menangani sendiri programnya,
namun bermitra dengan organisasi-organisasi kemasyarakatan. Organisasi-organisasi
kemasyarakatan ini yang menjadi pelaksana dan mitra masyarakat dalam memenuhi
kebutuhan belajar mereka dan dalam berhubungan dengan sumber-sumber pendukung
program.
Bila dikaitkan dengan kebutuhan belajar masyarakat pedesaan, maka perlu
dirancang ujicoba model-model pembelajaran pendidikan nonformal yang relevan dengan
kebutuhan masyarakat. Kegiatan ujicoba ini lebih intensif bila dilaksanakan pada suatu
wilayah/lokasi yang dirancang khusus sebagai lab-site PNF. Selain itu pelatihan bagi para
tenaga tutor dan pembelajaran warga masyarakat akan lebih berhasil bila diselenggarakan
pada lab-site PNF. Dengan demikian sangat diperlukan suatu lab-site PNF yang akan
berfungsi sebagai tempat praktek atau tempat rintisan program-program PNF dan tempat
latihan bagi tutor-tutor dalam membelajarkan warga belajar.
Pendidikan berbasis masyarakat (communihy-based education) merupakan
mekanisme yang memberikan peluang bagi setiap orang untuk memperkaya ilmu
pengetahuan dan teknologi melalui pembelajaran seumur hidup. Kemunculan paradigma
pendidikan berbasis masyarakat dipicu oleh arus besar modernisasi yang menghendaki
terciptanya demokratisasi dalam segala dimensi kehidupan manusia, termasuk di bidang
pendidikan. Mau tak mau pendidikan harus dikelola secara desentralisasi dengan
memberikan tempat seluas-luasnya bagi partisipasi masyarakat.
Sebagai implikasinya, pendidikan menjadi usaha kolaboratif yang melibatkan
partisipasi masyarakat di dalamnva. Partisipasi pada konteks ini berupa kerja sama antara
warga dengan pemerintah dalam merencanakan, melaksanakan, menjaga dan
mengembangkan aktivitas pendidikaan.
Hidayat 2011 22
Bab 8
Prinsip Menerima Perbedaan
(Accept Diversity)
Dalam prinsip ini terkandung pengertian menghindari pemisahan masyarakat
berdasarkan usia, pendapatan, kelas sosial, jenis kelamin, ras, etnis, agama atau keadaan
yang menghalangi pengembangan masyarakat secara menyeluruh. Ini berarti, pelibatan
warga masyarakat perlu dilakukan seluas mungkin dan mereka didorong/dituntut untuk
aktif dalam pengembangan, perencanaan dan pelaksanaan program pelayanan dan
aktifitas-aktifitas kemasyarakatan.
Dalam hal ini, ada beberapa pandangan tentang pemberdayaan masyarakat yang
mencakup hal-hal berikut:
1. Struktural, pemberdayaan pendidikan merupakan upaya pembebasan. Masyarakat
mampu mengenali keadaan yang ada dan mampu memahami struktur rencana
pembangunan yang akan dilaksanakan.
2. Pluralis, pemberdayaan pendidikan sebagai upaya meningkatkan daya seseorang atau
sekelompok orang untuk dapat bersaing dengan kelompok lain. Dalam hal ini diperlukan
sosok masyarakat yang terdidik, terampil, dan mempunyai latar ilmu pengetahuan
melalui proses pendidikan mandiri.
Sumber: www.rumahzakat.org
Hidayat 2011 23
3. Elitis, pemberdayaan pendidikan sebagai upaya mempengaruhi elit, membentuk
aliniasi dengan elit-elit tersebut. Contohnya dalam strata sosial masyarakat. Tokoh
masyarakat hendaknya mampu menjadi penggerak sekaligus penyambung lidah
masyarakat. Dengan demikian, hubungan birokrasi dan masyarakat akan terjalin
harmonis.
4. Post-Strukturalis, pemberdayaan merupakan upaya mengubah wacana serta
menghargai subyektivitas dalam pemahaman realitas sosial. Ini berarti, sebuah
pemberdayaan pendidikan yang dijalankan akan dipahami dampak yang ditimbulkan.
Dengan demikian, masyarakat akan siap sedia mengubah paradigma baru sekaligus
mampu menjaga local genius (kearifan lokal) yang dimilikinya.
Salah satu hal yang patut diperhatikan adalah masalah hak pendidikan bagi anak
di pedesaan. Pengembangan desa peduli pendidikan anak menuntut pelibatan semua
komponen di dalamnya. Kebanyakan pendekatan yang digunakan dalam pengembangan
desa peduli anak adalah model pendekatan berbasis hak (right based). Namun seringkali
implementasi di lapangan sangat berbeda dengan konsep idealnya. Melihat kondisi desa,
maka ada beberapa model pendekatan dan pengembangan strategi yang dapat dilakukan
untuk menjadikan hak pendidikan anak sebagai arus utama pengembangan.
Tokoh agama, institusi dan lembaga yang ada di desa dan pemerintah desa.
Semua harus berperan dalam upaya pengembangan desa ramah anak. Ini adalah sebuah
kerja besar mengubah paradigma masyarakat dan semua komponen yang ada di
dalamnya. Mengubah kebiasaan, adat dan budaya yang telah mengakar kuat.
Dalam mengembangkan desa peduli anak pendekatan yang dilakukan harus
benar-benar dapat menyentuh semua komponen. Pendekatan berbasis hak dengan
berlandaskan budaya lokal adalah pendekatan yang cukup efektif. Model pendekatan ini
cenderung mudah diterima oleh masyarakat mengingat masyarakat desa sangat kental
dengan budaya dan adat istiadat.
Ada empat sasaran strategis dari kegiatan pengembangan desa peduli pendidikan
anak yaitu:
Hidayat 2011 24
1. Anak
Anak harus diberikan pemahaman akan hak dan kewajibannya agar memahami
peran dan tanggung jawab yang harus diembannya dimasa datang. Partisipasi anak perlu
didorong dan di sediakan media/wadah partisipasi yang benar-benar kondusif.
2. Orang tua/Keluarga
Orang tua/keluarga dipandang sebagai sasaran yang cukup penting karena
keluarga menjadi tempat dimana anak tumbuh dan berkembang. Yang pertama dilakukan
adalah penyadaran terhadap orangtua bahwa anak punya hak dan orang tua harus
memperhatikan hak anak ini. Posisi dan peran orangtua/wali adalah penting. Di satu
pihak orangtua/wali mempunyai fungsi fasilitasi terutama dalam perlindungan dan
pemenuhan hak anak.
3. Masyarakat dan Kelompok Masyarakat
Masyarakat dan kelompok masyarakat diharapkan mampu menciptakan sebuah
lingkungan dimana hak-hak anak dihargai dan terpenuhi. Kelompok-kelompok
masyarakat adalah sebuah sarana yang efektif untuk penguatan ekonomi dan advokasi.
Kelompok masyarakat perlu disadarkan dan dilatih mengenai hak-hak anak serta peran
dan tanggung jawabnya terhadap pemenuhan hak anak.
Sumber: www. rumahbacaasmanadia.com
Penguatan pada kelompok-kelompok masyarakat harus lebih khusus dan
disesuaikan dengan basis potensi kelompok.Ini untuk lebih mengefektifkan peran
kelompok di masyarakat dan diharapkan mampu memperkuat ekonomi desa dan
Hidayat 2011 25
mengadvokasi pemenuhan hak-hak anak. Sebuah Aliansi perlu dibentuk untuk
memperkuat proses-proses pemberdayaan dan Advokasi. Aliansi ini yang nanti akan
menjadi sebuah lembaga yang bertindak mengawasi pemenuhan hak anak dan menangani
jika terjadi pelanggaran.
4. Pemerintah dan Institusi pemerintahan
Pemerintah desa dan institusi pemerintahan di desa adalah representasi dari
negara. Dengan kata lain, mereka adalah pemangku tanggung jawab utama terhadap
pemenuhan hak anak di desa. Namun seringkali mereka tidak menyadari hal ini. Untuk
itu para pemangku kewajiban ini perlu disadarkan akan peran penting mereka dalam
pemenuhan hak anak. Penguatan terhadap para pemangku kewajiban ini adalah dengan
memberikan pelatihan tentang Undang-undang Perlindungan anak dan tata kelola
pemerintahan yang baik (Good Governance).
Institusi pemerintahan di tingkat desa Bukan hanya Pemerintah desa. Sekolah,
Puskesmas/ Polindes, LKD/ BPD dan Ranting parpol adalah beberapa institusi
pemerintah (negara) yang ada di desa.
Hidayat 2011 26
Bab 9
Prinsip Tanggung Jawab Kelembagaan
(Institutional Responsiveness)
Pelayanan terhadap kebutuhan masyarakat yang berubah secara terus-menerus
adalah sebuah kewajiban dari lembaga publik sejak mereka terbentuk untuk melayani
masyarakat. Lembaga harus dapat dengan cepat merespons berbagai perubahan yang
terjadi dalam masyarakat agar manfaat lembaga akan terus dapat dirasakan.
Pendidikan sebagai proses pemanusiaan manusia membutuhkan sinergi
antarkomponen dan membutuhkan kesepahaman visi seluruh stake holder yang terlibat.
Komponen pendidikan yang meliputi raw material (input peserta didik), tools (alat-alat
dan sarana prasarana), serta process (metode pembelajaran) adalah sebuah sistem yang
akan menentukan kualitas out put (lulusan), sedangkan stake holder yang terdiri atas
siswa, guru, kepala sekolah, wali murid, dinas terkait dan pemerintah daerah harus sevisi
dan sinergi sehingga memperlancar dan mempermudah pencapaian tujuan baik tujuan
akademis maupun pembentukan moral.
Sebagaimana kita ketahui, lembaga pendidikan di Indonesia dalam UU
diklasifikasikan dalam dua kelompok yaitu: sekolah dan luar sekolah, selanjutnya
pembagian ini lebih rincinya menjadi tiga bentuk:
- informal.
- formal
- dan nonformal
Ketiga klasifikasi di atas di masyarakat memiliki peran yang berbeda-beda,
lembaga pendidikan pertama, yaitu informal atau keluarga, ranah garapannya adalah
lebih banyak di arahkan dalam pembentukan karakter atau keyakinan dan norma.
Lembaga pendidikan kedua, yaitu formal atau sekolah, peran besarnya lebih banyak di
arahkan pada pengembangan penalaran murid. Yang terakhir lembaga pendidikan ketiga,
yaitu masyarakat, peranya lebih banyak pada pembentukan karakter sosial.
Hidayat 2011 27
Pihak birokrasi (pemerintah) harus dapat menyesuaikan prinsip kelembagaan ini.
Dengan demikian, pola memahami kondisi masyarakat mutlak diperlukan sebagai pihak
yang bertanggung jawab dalam penyediaan pendidikan di masyarakat. Dalam rangka ini
ada beberapa upaya yang harus dilakukan:
a. Birokrasi harus memahami aspirasi rakyat dan harus peka terhadap masalah yang
dihadapi oleh rakyat.
b. Birokrasi harus membangun partisipasi rakyat. Berilah sebanyak-banyaknya
kepercayaan pada masyarakat untuk memperbaiki dirinya sendiri. Aparat pemerintah
membantu memecahkan masalah yang tidak dapat diatasi oleh masyarakat sendiri.
c. Birokrasi harus menyiapkan masyarakat dengan sebaiknya, baik pengetahuannya
maupun cara bekerjanya, agar upaya pemberdayaan masyarakat dapat efektif. Ini
merupakan bagian dari upaya pendidikan sosial untuk memungkinkan rakyat membangun
dengan kemandirian.
d. Birokrasi harus membuka dialog dengan masyarakat. Keterbukaan dan konsultasi ini
amat perlu untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, dan agar aparat dapat segera
membantu jika ada masalah yang tidak dapat diselesaikan sendiri oleh rakyat.
e. Birokrasi harus membuka jalur informasi dan akses yang diperlukan oleh masyarakat
yang tidak dapat diperolehnya sendiri.
f. Birokrasi harus menciptakan instrumen peraturan dan pengaturan mekanisme pasar
yang memihak golongan masyarakat yang lemah.
Untuk dapat menjalankan upaya ini, harus ada penitikberatan pada pihak yang
langsung berhadapan dengan masyarakat, baik secara hierarkis seperti aparat desa dan
kecamatan. Hal ini berlaku juga pada tataran fungsional, misalnya pada pendidikan
nonformal. Peran aktif tutor hingga aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) harus
ditingkatkan kinerjanya dengan memberi dukungan yang lebih. Mengapa? Sebab mereka
yang hafal langsung dengan mendapatkan dari objeknya.
Hidayat 2011 28
Bab 10
Penutup
Kita mungkin sudah terbiasa, mendengar ungkapan: “Pendidikan adalah tanggung
jawab bersama antara pemerintah, orang tua, dan masyarakat.” Akan tetapi pada
kenyataannya, sampai saat ini, peran serta masyarakat dapat dikatakan masih sangat
kecil. Mengapa hal ini bisa terjadi? Salah satunya adalah adanya opini masyarakat bahwa
tanggung jawab utama bidang pendidikan hanya terletak di tangan pemerintah. Hal ini
menyebabkan masyarakat merasa hanya ditempatkan sebagai objek dan berakibat
melemahkan kemauan berpartisipasi warga dan kelompok- kelompok masyarakat dalam
pengembangan pendidikan.
Kondisi tersebut telah merugikan pengembangan pendidikan itu sendiri dan
semakin memberatkan pemerintah sebagai penyelenggara negara. Padahal, pendidikan
bukan hanya sebatas hak menerima, tetapi juga kewajiban masyarakat untuk
memberdayakannya. Dengan demikian, ada pola hubungan sinergis antara pelaku
(masyarakat) dan mediator pendidikan (pemerintah). Masyarakat dituntut untuk dapat
menggali potensi pengembangan pendidikan di daerahnya.
Penggalian potensi pendidikan tersebut khususnya bisa dikembangkan di desa-desa.
Pembangunan desa pendidikan bisa diwujudkan dengan adanya pengembangan antara
berbagai pihak. Adapun masyarakat dapat menjadi objek sekaligus subjek pendidikan
dengan difasilitasi pihak terkait (pemerintah). Potensi pendidikan bisa digali dari keadaan
masyarakat itu sendiri, mulai dari kearifan lokal, seni-budaya, sistem kerja, hingga pola
hidup.
Prinsip pendidikan berbasis masyarakat seusai yang dikemukakan Michael W.
Galbraith:
1. Menentukan sendiri (Self determination)
2. Menolong diri sendiri (Self help)
3. Pengembangan kepemimpinan (Leadership development)
4. Lokalisasi (Localization)
Hidayat 2011 29
5. Keterpaduan pemberian pelayanan (Integrated delivery of service)
6. Mengurangi tumpang tindih pelayanan (Reduce duplication of service)
7. Menerima perbedaan (Accept diversity)
8. Tanggung jawab kelembagaan (Institutional responsiveness)
adalah poin-poin penting yang bisa diaplikasikan dalam membangun desa
pendidikan berbasis masyarakat. Kesimpulannya, masyarakat bukan hanya sebagai objek
tetapi juga pelaku dalam pengembangan pendidikan di wilayahnya. Hal ini tentunya
diperlukan pola kerja sama yang sinergis antara pihak terkait (instansi pemerintah),
masyarakat, hingga lembaga swadaya masyarakat (LSM). Komponen-komponen tersebut
adalah agen perubahan yang dapat membawa masyarakat dalam paradigma baru dalam
dunia pendidikan. Dengan demikian, masyarakat akan memahami dan merasakan bahwa
pendidikan dapat diperoleh dimana saja dan bisa dilakukan seluruh kalangan, tanpa
memandang status, profesi, usia, atau jenis kelamin.
Prinsip-prinsip yang telah dijelaskan di muka tiada lain sebagai bagian upaya
membangun desa dengan menciptakan sumber daya manusia berpendidikan dan siap
menghadapi segala perubahan serta tantangan zaman.
Hidayat 2011 30
DAFTAR PUSTAKA
Abustam M. Idrus 1990. Gerak Penduduk, Pembangunan dan Perubahan Sosial. Jakarta:
Universitas Indonesia Press.
Faisal, Sanapiah. 1981. Pendidikan Luar Sekolah. Surabaya: CV Usaha Nasional
Fananie, Zainuddin. 1996. Pembangunan Berwawasan Bermartabat Manusia. Surakarta:
Muhammadiyah University Press.
Hall Coombs, Philip, dkk. 1985. Memerangi Kemiskinan di Pedesaan Melalui
Pendidikan Non-Formal. Jakarta: Rajawali Press.
Joesoef, Soelaiman.2004. Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah.Jakarta: PT Bumi
Aksara.
Koentjaraningrat. 1984. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: PT
Gramedia.
Sastrapratedja, M dkk. 2004. Pendidikan Manusia Indonesia. Jakarta : Penerbit Buku
Kompas.
Soeharto, Edi. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Masyarakat. Bandung:
PT. Refika Aditama.
Suharto, Edi. 1997. Pembangunan, Kebijakan Sosial dan Pekerjaan Sosial, Spektrum
Pemikiran. Bandung: LSP-STKS.
Hidayat 2011 31
BIODATA PENULIS
Ir. Djajeng Baskoro, M.Pd lahir di Kediri Jawa Timur 48 tahun yang lalu. Sejak Taman Kanak Kanak sampai Sekolah Menengah Atas dilaksanakan di Kota Kediri. Lulus Sarjana Pertanian Jurusan Agronomi tahun 1987 dari Univeritas Sebelas Maret (UNS) Surakarta dan lulus Magiter Pendidikan Jurusan Teknologi Pendidikan tahun 1999 dari Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Jakarta.
Sejak mahasiswa bersama kawan-kawan mahasiswa mendirikan Yayasan Swadaya Sembada di kota Surakarta tahun 1986 dengan fokus kegiatan pada pelayanan pendidikan dan pelatihan kewirausahaan di bidang pertanian dengan lokasi kegiatan di propinsi Jawa Tengah dan Jawa Barat. Tahun 1990 menjadi CPNS dan tahun 1992 menjadi PNS di Direktorat Pendidikan Masyarakat Direktorat Jenderal Diklusepora. Tahun 1995 diberi kepercayaan menjadi Kepala Seksi Sistem dan Metoda dan tahun 2003 menjadi Kepala Sub Direktorat Pendidikan Tenaga Teknis Direktorat Tenaga Teknis Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah. Tahun 2004 – 2008 diberikan amanah untuk menjadi Kepala Balai Pengembangan Pendidikan Nonformal dan Informal Regional V Makassar. Tahun 2008-2009 kembali ke Direktorat Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal menjadi Kepala Bagian Perencanaan. Tahun 2009 sampai dengan sekarang diberikan anakah kembali menjadi Kepala Pusat Pengembangan Pendidikan Nonformal dan Informal Regional I Bandung.
Hidayat 2011 32