68
Membangun Sistem Informasi Desa

Membangun Sistem Informasi Desa

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Sistem Informasi Desa (SID)

Citation preview

Page 1: Membangun Sistem Informasi Desa

1

Membangun Sistem Informasi Desa

Page 2: Membangun Sistem Informasi Desa

2

Membangun Sistem Informasi Desa

Page 3: Membangun Sistem Informasi Desa

3

Membangun Sistem Informasi Desa

MEMBANGUNSISTEM INFORMASI DESA

Page 4: Membangun Sistem Informasi Desa

4

Membangun Sistem Informasi Desa

Dokumen ini, baik sebagian maupun keseluruhan, dapatdigunakan, dimodifikasi, dan disebarluaskan secara bebas,melalui semua bentuk media, untuk tujuan bukan komersial

(non-profit) dengan syarat tidak menghapus atau meng-ubah atribut penulis dan pernyataan hak cipta yang

disertakan dalam dokumen ini.

Page 5: Membangun Sistem Informasi Desa

5

Membangun Sistem Informasi Desa

MEMBANGUNSISTEM INFORMASI DESA

Ambar Sari DewiMuhammad Amrun

COMBINE Resource Institution

2010

Page 6: Membangun Sistem Informasi Desa

6

Membangun Sistem Informasi Desa

Membangun Sistem Informasi Desa

Penulis

Ambar Sari Dewi

Muhammad Amrun

Penyunting

Yossy Suparyo

Edisi 1, Juli 2010

Penerbit

COMBINE Resource Institution

Jl KH Ali Maksum 183 Pelemsewu

Panggungharjo, Sewon, Bantul

Telp/Fax.0274-411123

E-mail: redaksi@kombinasinet

http://combine.or.id

KATALOG DALAM TERBITAN (KDT)

Dewi, Ambar Sari

Membangun Sistem Informasi Desa--Dewi, Ambar Sari dan

Muhammad Amrun--Yossy Suparyo (peny)--Yogyakarta,

COMBINE Resource Instittion: 2010

13,5 x 20 cm; 64 halaman

ISBN: 979-97983968

1. Judul 2. Pengarang 3. Subjek

Page 7: Membangun Sistem Informasi Desa

7

Membangun Sistem Informasi Desa

Daftar Isi

Daftar Isi ~ 5

BAB 1 Ketika Data Tak Sekadar Kumpulan Angka ~ 7

Perencanaan Pembangunan dan Pemerintahan Elektro-

nik ~ 9

Pengalaman Desa Balerante dan Terong~ 16

Desa Balerante ~ 17

Desa Terong ~20

Sistem Informasi Desa Terong ~21

BAB 2 Mengumpulkan Data dan Informasi yang

Berserak ~ 26

Proses Penerapan SID ~ 26

Persiapan Data: Data dasar dan keluarannya ~ 30

Persiapan Sumber Daya Manusia: Tim Pendataan dan

Tim Lema ~ 35

Aplikasi SID: Pengembangan dan Instalasi ~ 39

Pemanfaatan SID ~ 41

Page 8: Membangun Sistem Informasi Desa

8

Membangun Sistem Informasi Desa

Faktor pendukung SID ~ 42

Faktor penghambat SID ~ 46

BAB 3 Sembilan Langkah Membangun Sistem

Informasi Desa Kebutuhan Dasar ~ 48

Sembilan Langkah Membangun SID ~ 52

BAB 4 Belajar Mengelola Informasi dari Desa ~ 59

SID untuk Keterbukaan Informasi Publik ~ 61

SID dan Pengentasan Kemiskinan ~63

Daftar Rujukan ~ 64

Page 9: Membangun Sistem Informasi Desa

9

Membangun Sistem Informasi Desa

BAB 1Ketika Data Tak Sekadar

Kumpulan Angka

Pono (52) duduk termenung. Ia tak habis pikir, mengapakeluarganya tidak menerima bantuan Raskin dari peme-rintah. Padahal keluarga Pono merupakan keluarga palingmiskin di desanya. Pono semakin tak mengerti, mengapaWiryo justru mendapat bantuan. Padahal Wiryo memilikisebuah sepeda motor dan rumahnya berdinding batu bata.

CERITA DI ATAS hanyalah sebuah ilustrasi mengenai

carut-marutnya praktik pendataan dalam program jaringan

pengaman sosial beras untuk warga miskin. Kesalahan dalam

proses pendataan mengakibatkan warga miskin yang seha-

rusnya mendapatkan jatah beras tersingkir, sementara war-

ga kaya justru mendapatkannya. Akhirnya, program ini di-

anggap salah sasaran.

Hingga saat ini persoalan kemiskinan menjadi masaah

yang tak kunjung mendapat titik terang. Menurut Badan

Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin di Indonesia

sebesar 32,53 juta atau 14,15 prosen dari jumlah penduduk

Indonesia. Data ini cenderung tidak berubah, bahkan ber-

kemungkinan bertambah pada 2010 (BPS, 2009).

Page 10: Membangun Sistem Informasi Desa

10

Membangun Sistem Informasi Desa

BPS telah memperkirakan data penduduk miskin melalui

pelbagai metode, namun kondisi kemiskinan yang sesung-

guhnya tidaklah semulus yang dibayangkan. Data dan infor-

masi BPS tidak mampu mencerminkan tingkat keragaman

dan kerumitan kemiskinan yang ada di Indonesia. Sebagai

negara yang memunyai tingkat keragaman dan kerumitan

yang tinggi—ekologi, organisasi sosial, sifat budaya, maupun

bentuk ekonomi yang berlaku—data dan informasi yang

tunggal jelas tidak dapat mencerminkan keseluruhan wila-

yah. Angka-angka kemiskinan ala BPS tidak mampu menja-

wab kepentingan lokal, bahkan justru membingungkan pe-

nentu kebijakan pemerintah kabupaten atau kota.

Sebaliknya, keragaman data yang dibuat dengan skala

indikator yang berbeda juga dapat menimbulkan masalah.

Ada peristiwa di Kabupaten Sumba Timur yang bisa mem-

buktikan adanya perbedaan data antarlembaga pemerin-

tah. Berdasarkan penelitian Edi Suharto, Pemerintah Kabu-

paten Sumba Timur sulit menyalurkan beras untuk orang

miskin karena adanya dua angka kemiskinan yang sangat

berbeda antara Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan

Koordinasi Keluarga Bencana Nasional (BKKBN) pada waktu

itu. Di satu pihak angka kemiskinan Sumba Timur yang diha-

silkan BPS pada 1999 adalah 27 prosen, sementara angka

kemiskinan (keluarga Prasejahtera dan Sejahtera I) yang di-

hasilkan BKKBN pada tahun yang sama mencapai 84 prosen1.

1Suharto, Edi dkk. 2002, Kemiskinan dan Keberfungsian Sosial:

Studi Kasus Keluarga Miskin di Indonesia, Bandung: Lembaga Studi

Pembangunan (LSP) STKS

Page 11: Membangun Sistem Informasi Desa

11

Membangun Sistem Informasi Desa

Data dan informasi kemiskinan yang akurat dan tepat

sasaran sangat diperlukan untuk memastikan keberhasilan

pelaksanaan serta pencapaian tujuan atau sasaran dari kebi-

jakan dan program penanggulangan kemiskinan, baik di

tingkat nasional, tingkat kabupaten atau kota, maupun di

tingkat komunitas. Tentu saja data dan informasi tersebut

perlu disesuaikan dengan kondisi yang sesungguhnya. Data

dan informasi di satu wilayah belum tentu sesuai dan

bermanfaat bagi wilayah lainnya.

Seperti apakah sistem pengelolaan data dan informasi

yang mampu menunjukkan fakta kemiskinan yang sesung-

guhnya? Bagaimana cara menerapkan sistem tersebut? Ba-

gaimana pengaruh penggunaan sistem pengelolaan data

dan informasi tersebut bagi pihak yang terkait?

Buku saku ini ditulis untuk menunjukkan sistem penge-

lolaan data dan informasi yang telah diterapkan di wilayah

Desa Terong, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul, Provinsi

DI. Yogyakarta dan Desa Balerante, Kecamatan Kemalang,

Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Buku saku ini merupakan

secuil rekaman perjalanan kedua desa tersebut dalam me-

ngelola sistem informasi dan data desa yang disebut sebagai

Sistem Informasi Desa (SID)

Perencanaan Pembangunan dan PemerintahanElektronik

Persoalan kesalahan data yang terjadi tentu tidak ber-

diri sendiri. Ada banyak faktor yang memengaruhi perbe-

daan data, mulai di tingkat desa, daerah, hingga pusat.

Faktor tersebut di antaranya adalah adanya perbedaan va-

Page 12: Membangun Sistem Informasi Desa

12

Membangun Sistem Informasi Desa

riabel ukuran kemiskinan, keterlambatan pembaruan data

kemiskinan dalam rentang waktu yang lama, hingga perbe-

daan cara padang tentang kemiskinan antara daerah dan

pusat.

Menilik hal tersebut, upaya sinergi kerjasama antarpe-

mangku kepentingan perlu dilakukan agar persoalan carut-

marut data kemiskinan dapat dikurangi. Ritonga menuliskan

bahwa ukuran-ukuran kemiskinan yang dirancang di pusat

belum sepenuhnya memadai dalam upaya pengentasan ke-

miskinan secara operasional di daerah (Kompas, 04/02/10).

Sebaliknya, informasi-informasi yang dihasilkan dari pusat

tersebut dapat menjadikan kebijakan salah arah karena data

tersebut tidak dapat mengidentifikasikan kemiskinan sebe-

narnya yang terjadi di tingkat daerah yang lebih kecil. Me-

nurutnya, di samping data kemiskinan makro yang diperlu-

kan dalam sistem statistik nasional, pemerintah perlu memiliki

data kemiskinan (mikro) yang lebih rinci di daerah. Selan-

jutnya, sistem statistik yang dikumpulkan secara lokal ter-

sebut diintegrasikan dengan sistem statistik nasional se-

hingga keterbandingan antarwilayah, khususnya keterban-

dingan antarkabupaten dan provinsi tetap terjaga.

Upaya untuk mensinergikan data tersebut saat ini

sangat dimungkinkan dengan dukungan teknologi infor-

masi dan komunikasi. Kemajuan teknologi informasi dan

komunikasi telah mengubah segenap aspek kehidupan ma-

syarakat dan pemerintahan. Teknologi informasi adalah sua-

tu teknologi yang digunakan untuk mengolah data, terma-

suk memproses, mendapatkan, menyusun, menyimpan, me-

manipulasi data dalam pelbagai cara. Teknologi informasi

Page 13: Membangun Sistem Informasi Desa

13

Membangun Sistem Informasi Desa

dipakai untuk menghasilkan informasi yang bermutu, yaitu

informasi yang tepat, teliti, dan tepat waktu.

Informasi tersebut dapat berguna bagi keperluan priba-

di, bisnis, dan pemerintahan. Pemerintah perlu informasi

strategis untuk mengambil keputusan. Dukungan teknologi

informasi dan komunikasi (TIK) dalam pemerintahan umum-

nya dikenal dengan sebutan pemerintahan elektronik (elec-

tronic-Government atau e-govt).

Bank Dunia mengartikan pemerintahan elektronik se-

bagai penggunaan teknologi informasi oleh badan-badan

pemerintahan yang memiliki kemampuan untuk mewujud-

kan hubungan dengan warga negara, pelaku bisnis dan

lembaga-lembaga pemerintahan yang lain. Tujuannya agar

hubungan-hubungan tata pemerintahan (governance) yang

melibatkan pemerintah, swasta, dan masyarakat dapat ter-

cipta sedemikian rupa sehingga lebih efisien, efektif, pro-

duktif, dan responsif. Intinya, pemerintahan elektronik ada-

lah penggunaan teknologi internet yang diharapkan dapat

menjadi wahana untuk mempercepat pertukaran informasi,

menyediakan sarana layanan, dan kegiatan transaksi de-

ngan warga masyarakat, pelaku bisnis, dan tentunya pihak

pemerintah sendiri 2.

Perkembangan Telekomunikasi, Media, dan Informatika

(Telematika) sebagai inisiatif awal penerapan pemerintahan

2 Wahyudi Kumorotomo, Kegagalan Penerapan e-Government

dan Kegiatan Tidak Produktif dengan Internet, diakses dari: http://

kumoro.staff.ugm.ac.id/?act=daftar&id=18&mulai=10 , Juli 2010.

Page 14: Membangun Sistem Informasi Desa

14

Membangun Sistem Informasi Desa

elektronik di Indonesia telah dimulai sejak awal 2005 dengan

digabungkannya Direktorat Jendral Pos dan Telekomunikasi

yang sebelumnya berada di bawah Departemen Perhubung-

an ke dalam Departemen Komikasi dan Informasi. Selanjut-

nya, muncul Instruksi Presiden Nomor 6 tahun 2001 tentang

Telematika dan Instruksi Presiden Nomor 3 tahun 2003

tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan

e-government, sebagai dasar acuan bagi penyelenggaraan

pemerintahan elektronik di pusat dan daerah.

Meski telah mendapat dukungan dan payung hukum

dari pemerintah, penerapan pemerintahan elektronik di In-

donesia tetap memprihatinkan. Penelitian yang dilakukan

Donny B.U mengenai penerapan pemerintahan elektronik

di Indonesia pada 2004, menunjukkan buruknya tata layan-

an pemerintahan elektronik saat itu3. Menurut Donny, ada

468 pemerintah daerah (Pemda) tingkat provinsi dan kabu-

paten atau kota di Indonesia, tapi baru 214 Pemda yang

telah memiliki situs sebagai tahap pertama pembangunan

pemerintahan elektronik. Dari 214 situs tersebut, 186 buah

dapat dibuka, sedangkan 28 buah sisanya tidak dapat di-

buka (dalam perbaikan atau tidak diketemukan).

Temuan Donny di atas menguatkan data Pemering-

katan e-Government di Indonesia (PeGI) yang dilakukan oleh

Direktorat e-Government Direktorat Jenderal Aplikasi dan

3 Donny B.U. , Fakta & Kondisi e-Government di Indonesia, makalah

pada Seminar Teknologi Informasi “”Solusi Permasalahan Social Engi-

neering dalam penerapan E-Government” – Bandung (9 Maret 2004).

Page 15: Membangun Sistem Informasi Desa

15

Membangun Sistem Informasi Desa

Telematika Departemen Komunikasi dan Informatika 20074.

Berdasarkan pemeringkatan tersebut, dapat dikatakan pe-

nerapan pemerintahan elektronik di Indonesia masih tergo-

long kurang. Hal ini ditunjukkan melalui nilai rata-rata kese-

luruhan provinsi yang rendah, yaitu 2,32. Pemeringkatan

ini dilakukan pada 11 situs milik pemerintah setingkat provinsi

se-Indonesia. Dari hasil pemeringkatan tersebut, Provinsi Dae-

rah Istimewa Yogyakarta menempati posisi tertinggi dengan

skor rata-rata 2,90. Posisi terendah ditempati oleh Provinsi

Lampung dengan skor 1,89.

Masih rendahnya penerapan dan kinerja pemerintahan

elektronik di Indonesia tersebut, memiliki dampak yang

cukup sistemik terhadap keakuratan data dan informasi.

Bila kinerjanya demikian, agaknya sulit untuk mengharapkan

data dan informasi dapat dikumpulkan dengan akurat. Terle-

bih, hingga saat ini batas penerapan pemerintahan elektro-

nik berada pada tingkat pemerintah kota atau kabupaten.

Kalaupun ada pemerintahan elektronik pada tingkat yang

lebih rendah (kecamatan dan desa), umumnya hanya seba-

gian kecil dari seluruh aspek yang mendukung pemerintah-

an elektronik. Padahal data kependudukan, misalnya data

Jumlah Penduduk, Kartu Keluarga, Data Penduduk Wajib

KTP, Kelahiran dan Kematian, Perpindahan dan data kepen-

4Pemeringkatan e-Government di Indonesia (PeGI), Direktorat e-

Government Direktorat Jenderal Aplikasi dan Telematika Departemen

Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia tahun 2007 , diakses

di: http://www.aptel.depkominfo.go.id/content/view/103/27//

Page 16: Membangun Sistem Informasi Desa

16

Membangun Sistem Informasi Desa

dudukan lainnya disimpan secara manual dan umumnya

berada di kantor desa.

Kondisi di atas semakin diperparah dengan kenyataan

belum semua desa di Indonesia memiliki komputer yang

dapat mempermudah pekerjaan perangkat desa. Untuk me-

ngetahui data kependudukan di tingkat desa, perangkat

desa umumnya melakukan penghitungan secara manual.

Data penduduk yang tercantum dalam kartu keluarga, di-

jumlah atau ditulis ulang ke dalam sebuah buku induk desa.

Dapat dibayangkan kerja keras yang dilakukan oleh perang-

kat tersebut untuk mendata seluruh penduduk desanya.

Kondisi-kondisi dan masalah-masalah yang telah diurai-

kan di atas mendorong COMBINE Resource Institution (CRI),

perangkat Pemerintah Desa Terong, Kecamatan Dlingo, Ka-

bupaten Bantul dan Perangkat Desa Balerante, Kecamatan

Kemalang, Kabupaten Jawa Tengah untuk membangun se-

buah sistem pengelolaan data dan informasi desa. Sistem

tersebut kemudian diberi nama Sistem Informasi Desa (SID).

Hingga buku ini disusun belum ada pengertian yang

baku mengenai SID. Berdasarkan hasil diskusi kelompok

terarah mengenai SID, Sistem Informasi Desa adalah sistem

pemetaan potensi desa (kependudukan, sumber daya desa,

transparansi seperti keuangan desa) yang akan dikemas da-

lam sebuah aplikasi perangkat lunak5. Sedangkan SID menu-

rut pemahaman perangkat desa merupakan sebuah media

5Hasil Diskusi Kelompok Terarah di CRI

Page 17: Membangun Sistem Informasi Desa

17

Membangun Sistem Informasi Desa

atau sistem informasi yang memberikan informasi kepada

masyarakat 6. Lebih tepatnya, SID merupakan :

“ ... segala sesuatu yang berkaitan dengan desa, tidak hanyadata kependudukan, tanah, pendidikan, dan lainya. Namun,SID ini merupakan data dari seluruh yang ada di desa, mulaidari kegiatan, laporan-laporan, dan masih banyak lagi...”7.

Bentuk nyata dari Sistem Informasi Desa (SID) adalah

rangkaian dari sejumlah perangkat teknologi informasi dan

aplikasi perangkat lunak yang dioperasikan oleh perangkat

desa. Sistem ini yang dibangun sejak 2009 ini digunakan un-

tuk mendukung percepatan peningkatan mutu kerja pela-

yanan publik oleh perangkat desa kepada masyarakat desa

setempat. Masyarakat desa dapat pula mengakses data dan

informasi publik melalui beragam perangkat teknologi in-

formasi, baik di wilayah desa setempat maupun di luar wila-

yah desa. Pemanfaatan sistem ini akan memperkuat dasar-

dasar perencanaan dan pengambilan keputusan dalam pro-

ses pembangun desa. Strategi pengembangan dan peman-

faatan SID ini menjadikan desa siap menjadi desa yang maju,

terbuka, dan tanggung gugat.

Pengembangan aplikasi SID dilakukan oleh Tim ICT (In-

formation and Communication Technology) di CRI. CRI

adalah sebuah lembaga yang mendukung penguatan ko-

6 Sugiyanto, Kepala Bagian Ekonomi dan Pembangunan Desa

Terong, Kecamatan Dlingo, Bantul.7 Nuryanto, Kepala Tata Usaha Badan Permusyawaratan Desa

(BPD), Desa Terong, Kecamatan Dlingo, Bantul.

Page 18: Membangun Sistem Informasi Desa

18

Membangun Sistem Informasi Desa

munitas akar rumput melalui jaringan informasi 8. Menurut

pandangan CRI, desa adalah unit terdekat dengan komu-

nitas akar rumput. Dengan demikian,

“..desa memiliki posisi yang strategis untuk menguatkanmasyarakat. Kenyataannya, selama ini desa diposisikanmenjadi objek pendataan. Banyak pihak dari luar yangmelakukan pendataan dengan cara, metode, dan sesuaidengan kepentingan masing-masing. Akibatnya, datamemiliki banyak versi dan terpisah-pisah.... 9

Perangkat dari kenyataan tersebut, CRI kemudian ber-

sedia membantu pemerintah desa dalam menyatukan data

dan informasi. Lisensi SID dikembangkan dalam platform

sistem perangkat lunak bebas dan terbuka (free and open

source software). SID ini merupakan sistem aplikasi yang

berbasis web dan telah dikembangkan sejak 2005, namun

sistem ini baru diterapkan secara nyata untuk membantu

kinerja desa pada 2009.

Pengalaman Desa Terong dan Balerante

Aplikasi SID telah diterapkan di dua desa, yaitu Desa

Terong, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul dan Desa

Balerante, Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten. Khusus

untuk Kecamatan Kemalang, Sebenarnya terdapat 9 desa di

Kecamatan Kemalang yang telah mendapatkan dan mene-

8Profil lengkap CRI dapat dilihat melalui http://combine.or.id.9Hasil wawancara dengan Akhmad Nasir, Direktur CRI, 7 Juli 2010.

Page 19: Membangun Sistem Informasi Desa

19

Membangun Sistem Informasi Desa

rapkan SID ini, yaitu Desa Balerante, Desa Kendalsari, Desa

Panggang, Desa Sidorejo, Desa Tangkil, Desa Talun, Desa

Tegalmulyo, dan Desa Tlogowatu. Pada penulisan buku,

Desa Balerante dipilih karena menurut penulis, pengem-

bangan SID di Kecamatan Kemalang berawal dari sini10.

Oleh karena Desa Terong dan Balerante memiliki karak-

teristiknya sendiri, maka penerapan SID di dua lokasi terse-

but memiliki kisah dan suka dukanya masing-masing. Kisah

kedua lokasi tersebut akan dibahas pada bab berikutnya.

Pada bagian ini akan memaparkan profil masing-masing

desa untuk memberikan gambaran kondisi desa tersebut.

Desa Balerante

Gunung Merapi merupakan gunung berapi yang paling

aktif di Indonesia. Sejak 1958, gunung ini sudah meletus

sebanyak 68 kali. Letak gunung ini cukup unik, karena le-

rengnya melingkupi tiga kabupaten di Jawa Tengah (Klaten,

Boyolali, Magelang) dan satu Kabupaten di Yogyakarta (Sle-

man). Salah satu desa yang berada di lereng gunung ini

adalah Desa Balerante.

Secara administratif, Balerante adalah desa yang terletak

di Kecamatan Kemalang, Kabupaten, Jawa Tengah. Desa

ini terletak pada ketinggian 900-1.050 di atas permukaan

laut (dpl). Luas wilayah Balerante 831.1230 Ha dan

berbatasan:

10 Wawancara dengan Jainu, Kepala Urusan Pembangunan Desa

Balerante, Kecamatan Kemalang.

Page 20: Membangun Sistem Informasi Desa

20

Membangun Sistem Informasi Desa

Utara : Taman Nasional Gunung Merapi (Gunung

Merapi)

Selatan : Desa Panggang (Kecamatan Kemalang)

Timur : Desa Sidorejo (Kecamatan Kemalang)

Barat : Desa Glagaharjo (Cangkringan, Kabupaten

Sleman, DIY)

Wilayah paling utara Desa Balerante, yaitu Dusun

Sambungrejo, berada di 4 km dari Puncak Gunung Merapi.

Sebagai gunung berapi yang paling aktif, Merapi mem-

bawa berkah bagi mereka yang berada di sekitarnya. Bagi

masyarakat di tempat tersebut, Merapi membawa berkah

material pasir. Setiap kali terjadi erupsi, Merapi memuntah-

kan ribuan kubik pasir. Pasir tersebut kemudian ditambang

untuk digunakan sebagai bahan bangunan.

Desa Balerante dengan jumlah penduduk1.672 jiwa,

merupakan desa yang mendapatkan berkah tersebut. Ku-

rang lebih 60 prosen dari jumlah penduduknya memilik mata

pencarian sebagai penambang pasir tradisional. Disebut tra-

disional, karena penduduk mengambil pasir dengan alat-

alat dan cara yang sederhana, misalnya pacul, keranjang,

dan lain sebagainya. Istilah ini dipakai untuk membedakan

penambang pasir yang menggunakan alat-alat berat seperti

backhoe dan truk untuk mengangkut pasir tersebut. Penam-

bangan tradisional dilakukan di aliran Sungai Woro, yaitu

daerah aliran lahar muntahan gunung Merapi.

Sayangnya, berkah tersebut pada saat yang bersamaan

menjadi musibah bagi pengembangan sumber daya manusia

di Desa Balerante. Dari sektor pendidikan, sebagian besar

Page 21: Membangun Sistem Informasi Desa

21

Membangun Sistem Informasi Desa

penduduk desa adalah lulusan SD. Selepas SD, umumnya

warga desa enggan untuk meneruskan sekolah. Selain kare-

na faktor biaya, mereka cenderung untuk ‘segera terjun

ke sungai’ untuk menambang pasir. Bagi penduduk desa

ini, memperoleh penghasilan Rp 50.000,00 sehari lebih baik

dibanding menghabiskan waktu berjam-jam di sekolah.

Menurut Jainu, upaya untuk ‘mengalihkan’ perhatian

masyarakat, khususnya kaum muda dari pertambangan pasir

ke sektor lain, telah dilakukan oleh sejumlah organisasi atau

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Lebih jauh Jainu

mengatakan:

“Upaya untuk menangani penambangan pasir, LSM danpemerintah, kemarin ada di wilayah atas itu dari tamannasional memberikan fasilitas pelatihan penanaman jamurkuping, dan bantuan bibit untuk di pelihara masyarakat.Itu juga cuma sekali, setelah itu mereka tidak ingin me-ngembangkan lagi, jadi tidak ada tindak lanjut lagi ataukeinginan untuk mengembangkan.” 11

Sebagai desa yang memiliki potensi bencana yang cu-

kup tinggi (bencana gunung meletus) Desa Balerante sangat

memerlukan adanya data yang akurat dan terintegrasi.

Data yang akurat dan terintegrasi akan sangat membantu

ketika terjadi bencana. Misalnya, untuk mengetahui jumlah

korban, penyaluran bantuan, dan lain sebagainya.

Pengalaman pada saat terjadi erupsi Merapi 2006, telah

membuktikan hal ini. Saat itu, Pemerintah Desa Balerante

11 Wawancara dengan Jainu, 8 Juli 2010.

Page 22: Membangun Sistem Informasi Desa

22

Membangun Sistem Informasi Desa

mengalami kesulitan dalam memberikan data yang sahih

kepada Dinas Kesbanglingmas Kabupaten Klaten. Padahal

sebagai lembaga yang memiliki tanggung jawab untuk me-

nyalurkan bantuan, Kesbanglingmas memerlukan data yang

tepat dan teliti. Akibatnya, bantuan untuk Desa Balerante

tidak tersalurkan dengan maksimal. Oleh karena itulah,

menurut Jainu, keberadaan SID menjadi sangat penting.

Desa Terong

Desa Terong secara administratif merupakan satu dari

enam desa yang berada di wilayah Kecamatan Dlingo, Ban-

tul. Desa ini berada di kawasan perbukitan dengan keting-

gian antara 325–350 meter dari permukaan laut. Desa yang

terletak sejauh 25 km dari ibukota Kabupaten Bantul ini

memiliki luas wilayah 775, 8615 Ha dan berbatasan dengan:

- Sebelah utara: Desa Srimulyo, Kecamatan Piyung-

an, Kabupaten Bantul

- Sebelah timur laut: Desa Semoyo, Kecamatan Pa-

tuk, Kabupaten Gunung Kidul

- Sebelah timur: Desa Jatimulyo, Kecamatan Dlingo,

Kabupaten Bantul

- Sebelah selatan: Desa Muntuk, Kecamatan Dlingo,

Kabupaten Bantul

- Sebelah barat: Desa Wonolelo, Kecamatan Pleret,

Kabupaten Bantul

Wilayah Desa Terong ini terbagi dalam sembilan pedu-

kuhan yang terbagi lagi dalam satuan wilayah yang lebih

kecil, yaitu Rukun Tetangga (RT). Tidak ada pembagian wila-

Page 23: Membangun Sistem Informasi Desa

23

Membangun Sistem Informasi Desa

yah dalam tingkat Rukun Warga (RW) di Desa Terong. Terda-

pat sejumlah 40 RT di wilayah Desa Terong. Walaupun berada

di wilayah pelosok perbukitan, tetapi akses dari desa menuju

pusat pemerintahan di kecamatan, kabupaten, dan provinsi

tidak terkendala. Kondisi jalan aspalnya baik. Berdasarkan

data desa pada Februari 2010, jumlah penduduk Desa Te-

rong sebanyak 6.484 orang. Jumlah Kepala Keluarga (KK)

sebanyak 1.605 KK. Jumlah penduduk Desa Terong usia

produktif pada 2009 adalah 4.746 orang.

Sistem Informasi Desa Terong

SID dibangun pada sistem komputerisasi dan berbasis

internet. Berbeda dengan Desa Balerante, Desa Terong telah

memiliki media komunitas sendiri, yaitu Radio Komunitas

Menara Siar Pedesaan. Keberadaan radio komunitas ini sa-

ngat penting dalam memuluskan pengembangan SID di

Desa Terong.

Peran rakom di sini secara aktif menyampaikan adapendataan, promosi SID, dan menyampaikan informasiyang ada dalam SID..12

Dalam pemanfaatannya, SID tersebut didukung dengan

penggunaan beragam media lain dalam sebuah kerangka

perkawinan media. Strategi konvergensi media ini diterap-

kan untuk memudahkan warga mengakses data dan infor-

masi yang diperlukan sesuai dengan media yang dikuasai-

12 Wawancara dengan Nuryanto, 7 Juli 2010.

Page 24: Membangun Sistem Informasi Desa

24

Membangun Sistem Informasi Desa

nya. Ragam media yang dibangun dan membentuk SID Te-

rong ini meliputi:

- Portal Desa Terong

- Radio Komunitas Menara Siar Pedesaan (MSP FM)

- Buletin Warta Terong

- Poster dan Papan Informasi

- Layar Sentuh (Touchscreen)

Keterangan profil sistem setiap media yang digunakan

adalah sebagai berikut:

1. Portal Desa Terong

Portal ini beralamat di http://terong-bantul.web.id aktif

sejak Maret 2010. Media ini menjadi alat penyampai

informasi mengenai Desa Terong kepada khalayak luas di

seluruh dunia. Seluruh data dan informasi tentang Desa

Terong terkumpulkan dan tersimpan di sistem ini yang bisa

diakses dengan beragam media lain pula.

Informasi berupa berita, baik berita tertulis (teks), suara,

foto, dan gambar bergerak, serta laporan tersimpan dalam

halaman dinamis portal ini. Informasi berupa profil wilayah

desa dan profil lembaga desa tersimpan dalam halaman

statis portal ini.

Fitur SMS Gateway di nomor 0812 1551 4000 yang

terpasang di server jaringan dapat menampilkan pesan SMS

dari warga ke halaman muka portal ini. Pengirim pesan

dapat mengirimkan pesan ke nomor di atas dengan for-

mat isi pesan DESA <spasi> isi pesan. Pesan dapat langsung

tampil di beranda portal tanpa disunting dan tersampaikan

Page 25: Membangun Sistem Informasi Desa

25

Membangun Sistem Informasi Desa

secara otomatis ke telepon selular perangkat desa.

2. Radio Komunitas Menara Siar Pedesaan (MSP FM)

Radio siaran komunitas yang mengudara di frekuensi

87.1 MHz dan 107.7 Mhz ini telah dikenal luas oleh

masyarakat Desa Terong. Letak studionya yang berada di

lingkungan Kantor Desa Terong menjadikannya mudah

mengakses beragam informasi yang berasal dari pemerintah

desa. Komputer di studio siaran radio ini terhubungkan ke

jaringan komputer dan internet.

Dengan fasilitas SMS Gateway, pesan dari dan ke layan-

an pesan singkat (SMS) dapat dikelola oleh radio untuk

disiarkan ke publik. Radio ini dapat melayani fungsi berikut:

- Menyiarkan isi berita yang dibuat melalui proses liputan.

Berita yang disiarkan dapat diambil dari berita yang

terunggah di portal Desa Terong. Sebaliknya, berita

yang disiarkan di radio dapat diunggah ke portal Desa

Terong.

- Radio dapat memutar isi suara yang terkait dengan tata

kelola pemerintah Desa Terong yang diminta oleh

masyarakat melalui SMS. Pendengar radio dapat

mengirimkan pesan melalui telepon selular ke nomor

0812 1551 4000 dengan format pesan RADIO <spasi>

isi pesan. Pengelola radio komunitas MSP FM dapat

memutarkan berita dan panduan dalam bentuk suara

yang telah dibuat untuk disiarkan ke publik sesuai

dengan permintaan pendengar.

Page 26: Membangun Sistem Informasi Desa

26

Membangun Sistem Informasi Desa

3. Buletin Warta Terong

Buletin cetak ini digagaskan dalam sesi pelatihan

Pengelolaan Media Komunitas di Desa Terong pada akhir

Maret 2010. Buletin cetak dalam format 4 halaman ukuran

A5 (14 x 21 cm) ini bernama Warta Terong. Buletin Warta

Terong terbit setiap dua minggu sekali dan diedarkan ke

kelompok masyarakat di seluruh wilayah Desa Terong. Versi

dijital buletin cetak ini termuat di portal Desa Terong yang

dapat diunduh langsung.

4. Poster dan Papan Informasi

Media penyampai pesan yang lazim digunakan di

lapangan juga dimanfaatkan, yakni poster dan papan infor-

masi. Ada beberapa jenis media cetak yang dibuat sebagai

poster, spanduk, dan media cetak lain yang akan ditempel-

kan di papan-papan informasi di beberapa titik ruang publik

di wilayah Desa Terong. Media tersebut meliputi:

1. Poster panduan mengurus berkas administrasi di tingkat

desa. Berkas poster ini juga tertampilkan di portal Desa

Terong.

2. Spanduk (banner) sosialisasi nomor SMS 0812 1551 4000.

Format yang disosialisasikan meliputi:

- DESA <spasi> isi pesan: Format ini untuk pesan

yang terkait dengan usul, laporan, dan informasi

warga mengenai situasi desa kepada perangkat

desa.

- RADIO <spasi> isi pesan: Format ini untuk pe-

san yang akan diteruskan ke studio radio komunitas

MSP FM untuk disiarkan ke publik.

Page 27: Membangun Sistem Informasi Desa

27

Membangun Sistem Informasi Desa

5. Layar Sentuh

Satu unit komputer dengan monitor layar sentuh

(touchscreen) telah terpasang di ruang tunggu kantor Desa

Terong. Dengan perangkat ini, masyarakat Desa Terong

dapat mengakses beragam informasi tentang Desa Terong

secara langsung tanpa harus memiliki komputer dan

jaringan internet sendiri. Isi data dan informasi dalam

perangkat ini meliputi:

a) Profil Desa Terong

b) Profil Perangkat Desa Terong

c) Profil Lembaga Kemasyarakatan Desa Terong

d) Berkas Laporan Desa Terong

e) Berkas Panduan untuk urusan administrasi di Desa

Terong

f) Tampilan pesan SMS dari warga (melalui layanan SMS

Gateway).

Page 28: Membangun Sistem Informasi Desa

28

Membangun Sistem Informasi Desa

BAB 2 Mengumpulkan

Data dan Informasi yang Berserak

Proses Penerapan SID

Sistem Informasi Desa (SID) yang telah diterapkan di

Desa Terong dan Desa Balerante, berawal dari kegelisahan

para perangkat desa tersebut terkait dengan tugas-tugas

mereka. Sebagai bagian dari perangkat pemerintahan, pe-

merintah desa sering kali mendapat permintaan data kepen-

dudukan dari perangkat pemerintah yang berada di atas

desa seperti kecamatan atau kabupaten atau provinsi atau

unit teknis lainnya. Persoalannya, permintaan tersebut da-

tang tiba-tiba dan harus dipenuhi saat itu juga.

Bagi perangkat desa, hal ini sangat memberatkan kare-

na mereka mengalami kesulitan menghitung jumlah pen-

duduk kemudian mengelompokkannya berdasar umur. Da-

ta kependudukan yang mereka miliki adalah data di simpan

di buku data kependudukan desa yang cukup tebal. Men-

jumlah data tersebut sudah cukup menyusahkan, apalagi

jika diminta untuk mengelompokkan berdasar kategori

tertentu. Sebagaimana disampaikan oleh Jainu, Kepala Urus-

Page 29: Membangun Sistem Informasi Desa

29

Membangun Sistem Informasi Desa

an Pemerintahan Desa Balerante, Kecamatan Kemalang,

Kabupaten Klaten:

“...setiap bulan pemerintahan di atas desa meminta datapenduduk dengan segera dan harus sahih. Kami sulit untukmewujudkan permintaan tersebut. Karena dia (pemerin-tahan di atas desa-pen) datang ke kantor minta data seka-rang juga. (permintaan) Itu butuh waktu seminggu jugabelum tentu selesai. Kemudian dia (pemerintahan di atasdesa-pen) minta data berdasar kelompok umur, (permin-taan) itu tambah tidak bisa (kami penuhi), pusing itu... “13

Apa yang disampaikan oleh Jainu tersebut diamini oleh

Nuryanto, Teknisi SID Desa Terong. Bahkan agar dapat me-

menuhi permintaan tersebut, pemerintah desa (khususnya

Desa Terong) melakukan sistem indeks, yaitu:

“ngitung lanange piro, wedhoke piro [....] Kadang rentangumur yang diminta itu tidak sesuai dengan data tertulis.Jadi kita harus ngolak-alik (mengutak-utik).. kira-kira umursekian berapa, umur sekian berapa, sesuai permintaan tadi[...] Karena masing-masing instansi itu nek golek data ituberbeda-beda (data yang diminta berbeda). Rentangumurnya, ada yang (meminta) rentang 3 tahun ada yangrentang 5 tahun...”14

Data yang dihasilkan melalui sistem indeks ini tentu saja

tidak akurat karena masih bersifat perkiraan. Untuk menga-

tasi hal tersebut, para perangkat desa tersebut mulai meng-

gagas sebuah sistem yang berfungsi untuk memudahkan

13 Wawancara dengan Jainu, 8 Juli 2010.14 Wawancara dengan Nuryanto, 7 Juli 2010.

Page 30: Membangun Sistem Informasi Desa

30

Membangun Sistem Informasi Desa

kinerja mereka.

Gagasan itu memang tidak muncul begitu saja. Gagasan

untuk membuat sistem ini berangkat dari inspirasi yang

berbeda. Pengalaman dan pengamatan atas jenis sistem

informasi serupa yang telah diterapkan di bidang lain, men-

dorong timbulnya gagasan tersebut. Dari pihak CRI sebagai

lembaga pendamping, gagasan itu muncul setelah Tim Tek-

nologi Informasi dan Komunikasi dari COMBINE Resource

Institution melihat belum semua perangkat desa memunyai

kemampuan dalam mengoperasikan komputer, bahkan se-

kadar untuk mengetik.

Tim CRI kemudian memberikan pelatihan penggunaan

komputer kepada mereka pada Desember 2008 untuk pe-

rangkat pemerintah di 9 desa di kecamatan Kemalang. Dari

hasil pelatihan tersebut, muncullah gagasan untuk mengem-

bangkan sebuah sistem informasi data. Namun, gagasan

tersebut tidak dapat direalisasikan dengan segera karena

pelbagai persoalan.

Dari pihak perangkat desa, Jainu menyatakan bahwa

inspirasi mengenai sistem informasi data tersebut datang

setelah ia mengamati sistem serupa di rumah sakit. Katanya:

“...saya terinspirasi dari rumah sakit, yang selalu bisa mem-beri jawaban ketika kita mau menjenguk orang sakit. Se-orang petugas langsung bisa memberitahu (di mana)kamar orang yang sakit yang mau kita jenguk. Mengapa dirumah sakit yang besar itu bisa, (sedangkan) di desa yangjumlah penduduknya sedikit, kok ga bisa...”15

15 Wawancara dengan Jainu, 8 Juli 2010. Cetak tebal dan kata-

kata dalam kurung adalah tambahan penulis.

Page 31: Membangun Sistem Informasi Desa

31

Membangun Sistem Informasi Desa

Jainu kemudian mencoba membuat sendiri sistem infor-

masi tersebut. Namun apa yang ia lakukan belum maksimal

dan memberikan hasil memuaskan.

Apa yang terjadi di Balerante, berbeda dengan di Desa

Terong. Sebuah tim KKN dari sebuah universitas di Yogya-

karta, telah membantu desa tersebut mengembangkan sis-

tem informasi data ini. Namun, sistem yang dikembang oleh

tim KKN ini belum bisa dimanfaatkan secara maksimal ka-

rena adanya perbedaan aplikasi16. Selain itu, durasi KKN yang

terbatas, ternyata meninggalkan pekerjaan rumah bagi pe-

rangkat desa. Sistem yang sudah dibuat, belum bisa dite-

rapkan karena perangkat desa belum dilatih bagaimana

menggunakan sistem tersebut. Akibatnya, sistem tersebut

mangkrak.

Meski menghadapi pelbagai kendala, gagasan tentang

sebuah sistem informasi data tersebut tidaklah mati. Pihak

CRI memandang bahwa pangkalan data yang akurat dan

mudah serta cepat untuk diakses merupakan modal besar

bagi lembaga pemerintah sebagai dasar pengambilan

keputusan. Pemerintah Desa Terong dan Balerante pun

berkeyakinan untuk dapat menyelenggarakan tata kelola

pemerintahan yang baik, transparan dan tanggung gugat,

diperlukan penyediaan data yang baik17. Oleh karena itu,

16 Menurut Nuryanto, program atau aplikasi yang dibuat oleh

mahasiswa KKN dibuat di spreadsheet milik Windows, ada juga yang

dibuat dengan menggunakan Microsoft Acess. Perbedaan ini cukup

membingungkan perangkat desa. Wawancara , 7 Juli 2010.17 Wawancara dengan Sudirman Alfian, Kepala Desa Terong (7 Juli

2010) dan Jainu, Kaur Pemerintahan Desa Balerante (8 Juli 2010).

Page 32: Membangun Sistem Informasi Desa

32

Membangun Sistem Informasi Desa

ketiga pihak tersebut kemudian bertemu untuk berdiskusi

dan merumuskan bagaimana sistem informasi data yang

baik, murah dan mudah digunakan. Maka pada Septem-

ber 2009 dilakukan pertemuan dengan agenda utama

bagaimana merapikan data desa sehingga bisa digunakan

untuk pelbagai keperluan.

Pertemuan tersebut kemudian menghasilkan sebuah

agenda bersama yaitu membangun sistem informasi desa

atau SID. Dalam pertemuan tersebut, dicapai kesepakatan

tugas antara kedua belah pihak yaitu pihak pemerintah

desa menyiapkan data desa termasuk sumber daya manusia

yang akan bekerja dalam proses ini. Sementara, CRI mulai

analisis kebutuhan untuk membangun sistem tersebut 18.

Secara umum, terdapat 4 tahap penerapan SID di Desa

Balerante dan Desa Terong yang berjalan secara paralel di

tiap tahap. Paralelitas tiap tahap ini dimungkinkan karena

setiap pihak yang terlibat dalam kegiatan ini, bekerja keras

menyelesaikan tugasnya masing. Adapun 4 tahap penerap-

an SID ini adalah Persiapan data, Persiapan Sumber Daya

Manusia, Instalasi aplikasi SID, Pemanfaatan SID. Bagian ini

akan memaparkan bagaimana proses dari masing-masing

tahap berjalan di Desa Terong dan Balerante.

Persiapan Data: Data dasar dan keluarannya

Sistem informasi secanggih apapun, tidak akan berjalan

dengan baik jika tidak didukung oleh ketersediaan data yang

18 Wawancara dengan Mart Widarto, Staf CRI, 6 Juli 2010.

Page 33: Membangun Sistem Informasi Desa

33

Membangun Sistem Informasi Desa

selalu up date. Berangkat dari keyakinan ini, Tim CRI dan

pemerintah ke dua desa sangat bersungguh-sungguh dalam

mempersiapkan dan menyediakan data. Sumber data dalam

SID ini berasal dari tiga hal, yaitu data kependudukan yang

berasal dari Kartu Keluarga, data profil desa yang dikeluar-

kan oleh Departemen Dalam Negeri dan data sumber daya

komunitas yang dikembangkan sendiri oleh tim CRI dan

pemerintah desa. Dari ketiga sumber data tersebut, data

dari Kartu Keluarga adalah sumber data utama yang menjadi

pijakan bagi tim pengembang aplikasi SID untuk memba-

ngun sistem ini.

Data yang telah dikumpulkan kemudian digunakan

oleh tim ICT CRI untuk mengembangkan aplikasi SID. Seba-

gaimana telah disinggung diawal, SID dikembangkan de-

ngan berbasis pada teknologi web. Tujuannya agar data

dapat diakses oleh siapapun dari luar desa (jika desa memiliki

jaringan internet) atau oleh seluruh perangkat desa melalui

Local Area Network/LAN (jika desa tidak memiliki jaringan

internet). Selain itu, sistem yang berbasis web memungkin-

kan kerja sama secara serentak atau kolaboratif. Dengan

demikian, data yang tersimpan data segera diperbarui sesuai

dengan kondisi dan kebutuhan.

Keluaran dari SID yang telah berjalan cukup bagus

adalah Portal Desa Terong (www.terong-bantul.web.id).

Portal desa ini terhubungkan dengan mesin pangkalan data

Sistem Informasi Desa Terong yang menyimpan pangkalan

data, yakni:

Page 34: Membangun Sistem Informasi Desa

34

Membangun Sistem Informasi Desa

a. Pangkalan data kependudukan desa

Pangkalan data ini menyimpan data dasar keluarga

yang mencakup data kependudukan berdasarkan data Kartu

Keluarga (KK) dan data individu per Nomor Induk Kependu-

dukan (NIK). Data di dalamnya dapat diolah secara statistik,

sehingga menghasilkan beberapa tabel data, seperti:

- jumlah total penduduk

- jumlah total kepala keluarga

- jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin

- jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan

- jumlah penduduk berdasarkan pekerjaan

- jumlah penduduk berdasarkan status perkawinan

- jumlah penduduk berdasarkan agama

- jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur,

- jumlah penduduk berdasarkan golongan darah.

Berdasarkan data yang ada, sistem ini dapat melakukan

proses pembuatan berkas atau surat-surat kependudukan.

Berkas yang dapat dicetak secara langsung dari aplikasi ini

dapat digunakan baik sebagai berkas resmi untuk proses

administrasi maupun sebagai arsip desa. Berkas kependu-

dukan yang dapat dicetak secara langsung dari aplikasi SID

meliputi:

- Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK)

- Surat Keterangan Penduduk

- Surat Pernyataan Keterangan Tidak Mampu

Berkas kependudukan yang bisa dibuat format surat-

nya, tapi hanya diarsipkan dalam sistem (tidak dicetak),

Page 35: Membangun Sistem Informasi Desa

35

Membangun Sistem Informasi Desa

meliputi:

- Surat Keterangan Tentang Orangtua

- Surat Keterangan Nikah

- Surat Keterangan Asal Usul

- Surat Pengantar Pengurusan KTP

- Surat Pengantar Pembuatan Kartu Keluarga

- Surat Kematian

- Surat Kelahiran

b. Pangkalan data keuangan desa

Catatan bukti kegiatan administrasi dan transaksi

keuangan di tingkat desa terekam pula dalam sistem ini.

Kegiatan urusan keuangan desa yang bersifat harian, bu-

lanan, dan tahunan dapat disimpan dan dipanggil kembali

datanya dalam format standar yang telah diatur oleh pe-

merintah kabupaten. Aplikasi SID ini dapat mencetak secara

langsung laporan kas buku kecil sebagai bukti transaksi

keuangan desa.

c. Pangkalan data sumber daya desa

Sumber daya desa yang melimpah di Desa Terong meli-

puti bentuknya yang teraga (tangible) maupun yang tak

teraga (intangible). Secara bertahap, data potensi sumber

daya itu akan dikumpulkan dalam pangkalan data ini. Setiap

data yang dikumpulkan didasarkan pada pangkalan data

kependudukan pada tingkat Kepala Keluarga (KK). Pada

tahap ini, mesin pangkalan data SID dapat menyimpan dan

mengolah data sumber daya berikut ini:

Page 36: Membangun Sistem Informasi Desa

36

Membangun Sistem Informasi Desa

- Sumber daya komunikasi dan informasi keluarga desa

(kepemilikan telepon, akses internet, kepemilikan TV,

kepemilikan radio, dan lain-lain)

- Sumber daya ekonomi keluarga desa (jenis usaha

keluarga, keahlian atau keterampilan, jumlah modal,

sumber modal, pasar)

- Sumber daya penanggulangan bencana keluarga desa

(kelompok rentan, keahlian, kepemilikan alat

transportasi, dan lain-lain)

- Sumber daya jaminan sosial keluarga desa (penerima

raskin, penerima gas, penerima Jamkesmas, penerima

BLT, terdaftar DPT)

Dari ketiga data yang ditampilkan di webste desa terse-

but, pangkalan data sumberdaya desa merupakan ide asli

yang berasal dari kebutuhan desa dan CRI. Data yang telah

dikumpulkan tersebut merupakan upaya desa dan CRI untuk

mengetahui potensi desa. Jika terjadi bencana misalnya,

data mengenai kepemilikan alat trasnportasi, akan sangat

bermanfaat untuk membantu evakuasi korban. Data me-

ngenai sumber daya informasi dan komunikasi akan mem-

bantu untuk merumuskan media apa yang paling tepat un-

tuk menyampaikan informasi bagi warga setempat.

Namun, karena ide ini adalah ide yang orisinil, tim CRI

dan desa merasa belum yakin apakah pertanyaan yang di-

ajukan dalam lembar isian ini cukup mudah untuk dipahami

oleh warga desa. Untuk itu, sebelum lembar isian tersebut

diisi oleh warga, tim CRI melakukan ujicoba lembar isian

pendataan sumber daya komunitas. Dari hasil ujicoba, ter-

Page 37: Membangun Sistem Informasi Desa

37

Membangun Sistem Informasi Desa

bukti ada beberapa pertanyaan yang cukup membingung-

kan pengisi lembar isian. Untuk itu tim CRI segera merubah

pertanyaan tersebut sehingga warga desa mampu

menjawabnya.

Persiapan Sumber Daya Manusia: Tim Pendataandan Tim Lema

Sementara tim CRI menyiapkan alat-alat pendataan (ang-

ket atau lembar isian pendataan), desa menyiapkan SDM

yang akan mencari data tersebut. Desa Terong dan Desa

Balerante memunyai kisah penyiapan SDM yang berbeda.

Di Balerante, perangkat desa yang terkait dengan SID, lang-

sung menghubungi ketua-ketua RT dan meminta mereka

untuk mengumpulkan salinan Kartu Keluarga milik warga-

nya. Setelah salinan tersebut dikumpulkan, barulah perang-

kat desa yang berwenang, mengisi data yang sudah diinstall

di komputer19.

Di Desa Terong, prosesnya berjalan cukup panjang. Se-

belum melakukan pendataan, pemerintah desa berinisiatif

untuk mengumpulkan seluruh stakeholder (warga, Badan

Permusyawaratan Desa, Karang Taruna, Radio komunitas)

yang ada di desa tersebut dan melakukan rembug warga.

Rembug warga tersebut menghasilkan kesepakatan sebagai

berikut20:

19 Wawancara dengan Jainu dan Lisno20 Wawancara dengan Sudirman Alfian,

Page 38: Membangun Sistem Informasi Desa

38

Membangun Sistem Informasi Desa

1. Sistem Informasi Desa merupakan proyek yang resmi

dan legal. Pihak BPD dan Pemerintah desa akan

membuat payung hukum berupa peraturan desa.

2. Perlu dibentuk satuan tugas (satgas) yang bertugas

untuk mengoperasionalkan SID, mulai dari pendataan

hingga operasional sehari-hari. Satgas ini terdiri dari

perangkat pemerintah desa, Kepala Dukuh, Ketua RT,

Karang Taruna dan pegiat radio komunitas.

3. Sebagian dari Alokasi Dana Desa (ADD) digunakan

untuk memperlancar penerapan SID. Dana ini digu-

nakan untuk menunjang operasional selama persiapan

hingga SID siap digunakan. BPD dan pemerintah desa

merancang peraturan desa yang terkait dengan

penggunaan dana ADD tersebut.

Terkait dengan tim pendataan, diputuskan bahwa tim

pencari data (tim pendataan) adalah para ketua RT. Mereka

dipilih dengan pertimbangan bahwa mereka telah

mengenal warganya dengan baik dan mengetahui kondisi

riil di lapangan.

Agar data yang dikumpulkan oleh para ketua RT

tersebut valid dan akurat, para ketua RT mendapat pelatihan

pendataan. Pelatihan dilakukan oleh Tim CRI kepada

perangkat desa di Balai Desa Terong. Para perangkat desa

teserbut kemudian melatih tim pendataan. Dalam pelatihan

tersebut, para ketua RT diajari bagaimana mengisi angket

atau lembar isian pendataan. Para ketua RT juga

mendapatkan penjelasan tambahan mengenai item-item

pertanyaan dalam angket tersebut. Harapannya, ketika para

Page 39: Membangun Sistem Informasi Desa

39

Membangun Sistem Informasi Desa

ketua RT berhadapan dengan warganya, mereka mampu

memberikan penjelasan.

Para ketua RT yang telah mendapat pelatihan kemudian

diminta untuk menemui semua kepala keluarga (kk) di

wilayahnya, satu persatu. Ketua RT akan menjelaskan apa

dan bagaimana mengisi lembar isian pendataan. Lembar

isian yang sudah dibawa kemudian diserahkan kepada kk

untuk diisi. Ketua RT lalu membuat janji dengan warga,

kapan lembar isian akan diambil. Pada waktu yang telah

ditentukan, ketua RT mengambil lembar isian yang sudah

diisi warga untuk kemudian langsung disampaikan kepada

tim lema data di tingkat desa. Proses pendataan ini

memerlukan waktu kurang lebih 2 minggu.

Sementara para ketua RT menjalankan tugasnya dalam

mengumpulkan data, satgas SID Desa Terong mulai

melakukan perekrutan tin lema data. Tim ini bertugas untuk

memasukkan data yang sudah dikumpulkan oleh ketua RT

ke dalam mesin pangkalan data SID. Sebelum menjalankan

tugasnya, tim lema data mendapatkan pelatihan. Adapun

pesertanya terdiri dari karang taruna dan relawan dari

jaringan SIAR. Dalam pelatihan ini, tim lema data

mendapatkan materi mengenai bagaimana memasukkan

data yang dikumpulkan oleh RT ke dalam sistem, misalnya

poin-poin apa yang dimasukkan (data dasar sesuai KK, data

sumber daya komunitas), bagaimana membaca kode-kode

dalam lembar isian dan memasukkannya ke dalam mesin

pangkalan data dan lain-lain. Usai mendapatkan pelatihan,

para petugas tim lema data pun mulai bekerja. Data yang

telah terisi dan terkumpul langsung di lema. Proses lema

Page 40: Membangun Sistem Informasi Desa

40

Membangun Sistem Informasi Desa

data dilakukan oleh 6 orang anggota Karang Taruna Desa

Terong dan 4 orang relawan anggota SIAR. Untuk memper-

lancar dan mempercepat proses, CRI meminjamkan 10 buah

komputer yang tersambung secara N computing21.

Banyaknya data yang harus dilemakan, menyebabkan

tim ini harus bekerja keras siang dan malam. Data dari 1605

Kepala Keluarga yang telah mendapatkan lembar isian

pendataan harus segera di lema ke dalam mesin. Namun

proses lemadata tidak semulus yang dibayangkan. Pelbagai

kendala muncul selama proses ini berlangsung. Data yang

kurang lengkap adalah kendala terbesar yang dihadapi oleh

tim ini. Jika tim menemukan data yang kurang lengkap,

lembar isian tersebut segera dikembalikan kepada tim pen-

dataan agar dapat segera dilengkapi. Hal-hal sepele seperti

nomor KK atau nomor handphone yang dimiliki oleh anggo-

ta keluarga, sering kali berakibat fatal karena sistem tidak

mau melanjutkan proses lema.

Banyaknya data yang harus dilemakan pada saat ber-

samaan juga memunculkan masalah teknis. Sistem N-com-

puting memang sangat efesien dalam menekan biaya dan

listrik. Akan tetapi, ketika ribuan data harus dimasukkan

dalam waktu bersamaan, komputer mengalami masalah

(hang atau ngadat). Ibarat ribuan orang yang hendak me-

nuju tujuan yang sama, pada saat bersamaan, melewati

jalan yang sama, tentu saja akan menimbulkan kemacetan

luar biasa. Komputer yang hang menimbulkan problem

21 satu CPU terhubung dengan beberapa monitor

Page 41: Membangun Sistem Informasi Desa

41

Membangun Sistem Informasi Desa

serius bagi tim lema. Sering terjadi, komputer yang hang

menyebabkan semua data yang sudah dimasukkan, terpak-

sa tidak tersimpan. Akibatnya, tim lema harus mengulangi

proses lema dari awal. Selain itu apabila monitor seorang

petugas lema mengalami masalah sehingga harus di restart,

maka 9 monitor yang lain harus ikut restart.

Aplikasi SID: Pengembangan dan Instalasi

Proses pengembangan dan instalasi aplikasi SID oleh tim

CRI, merupakan sebuah proses yang sangat panjang. Pada

2009 tim CRI mulai mengembangkan versi awal SID ini.

Banyaknya modul aplikasi yang akan dikembangkan, membuat

CRI memutuskan untuk menyewa programer. Tugas programer

ini adalah membuat modul aplikasi keuangan22.

Pada akhir 2009 versi awal aplikasi ini sudah selesai di-

kembangkan dan siap diujicobakan. Untuk itu, CRI mulai

mengujicoba kehandalan aplikasi ini secara internal. Setelah

dirasa cukup, tim CRI mulai melakukan ujicoba pemasangan

aplikasi sistem pangkalan data kependudukan desa di Desa

Balerante, Desa Panggang, dan Desa Talun di Kemalang,

Klaten, Jawa Tengah.

Proses ini adalah proses pemasangan pertama aplikasi

SID versi terbaru 2010. Proses dijalankan oleh tim dari CRI

yang terdiri Elanto Wijoyono, Novi Erisa, dan Mart Widarto.

Proses di kantor Desa Balerante diikuti oleh Jainu (Kepala

Urusan Pemerintahan Desa Balerante). Namun, proses in-

22 Diskusi Kelompok Terarah dengan Tim ICT di CRI, 11 Juli 2010

Page 42: Membangun Sistem Informasi Desa

42

Membangun Sistem Informasi Desa

stall ini terkendala oleh kondisi komputer desa yang tidak

memadai yaitu spesifikasi RAM terlalu kecil.

Tak lama berselang, Desa Balerante menemukan masalah

dalam SID. Untuk itu Desa Balerante meminta tim CRI untuk

melakukan pemeriksaan aplikasi SID yang telah terpasang

sejak akhir Januari 2010. Pemeriksaan ulang ini dilakukan

untuk melihat apakah adalah kelemahan atau kesalahan

sistem yang terjadi dalam aplikasi terpasang.

Tim CRI kemudian melakukan instalasi ulang karena

komputer di kantor Desa Balerante diformat seluruh isi dan

program di dalamnya, sehingga aplikasi dan database SID

yang telah ada sebelumnya terhapus. Instalasi ulang telah

dilakukan, sekaligus memasukkan salinan (back up) data-

base kependudukan Desa Balerante yang disimpan oleh Tim

CRI.

Tim CRI kemudian diantarkan oleh Jainu menuju kantor

Desa Panggang. Proses di kantor Desa Panggang diikuti

oleh Lisno (staf Desa Panggang). Beberapa perangkat Desa

Panggang yang lain ada di kantor desa, tetapi yang

mengikuti proses instal aplikasi hanya Lisno. Tim CRI

kemudian diantarkan oleh Jainu hingga rumah kepala Desa

Talun pula dan melakukan proses pemasangan aplikasi SID.

Proses di rumah Kepala Desa Talun diikuti oleh Kepala Desa

Talun.

Di Desa Terong, proses pemasangan aplikasi dilakukan

dengan cara yang sama. Proses dijalankan oleh tim CRI yang

terdiri dari Elanto Wijoyono, Novi Erisa, dan Mart Widarto.

Proses diikuti oleh Nuryanto (Kepala TU Badan Perwakilan

Desa Terong). Tim juga bertemu dengan perangkat desa

Page 43: Membangun Sistem Informasi Desa

43

Membangun Sistem Informasi Desa

yang lain, tetapi urusan teknis pada pemasangan install

aplikasi hanya dilakukan bersama Nuryanto.

Pemanfaatan SID

Setelah SID terpasang di Desa Terong dan Balerante,

perangkat desa pun mulai menggunakan sistem ini untuk

memperlancar kinerja mereka. Selain untuk administrasi data

kependudukan SID digunakan untuk membuat surat-surat

yang lain, seperti SKCK, KTP, dan lain-lain. SID akan memper-

cepat proses-proses pelayanan. sehingga warga yang me-

merlukan surat dapat dengan cepat dapat dilayani. Bahkan

waktu pelayanan hanya memerlukaan waktu kurang lebih

5 menit.

Di Desa Balerante, keberadaan SID sangat membantu

dalam hal penyimpanan berkas (arsip) Kartu Keluarga. Me-

nurut penuturan Jainu, selama ini Desa tidak pernah memiliki

arsip KK. Pihak kecamatan sebagai lembaga yang meng-

otorisasi berkas ini hanya mencetak 1 lembar salinan untuk

disimpan oleh yang bersangkutan. Padahal desa sebenarnya

juga memunyai hak untuk menyimpan salinan kartu ini. Me-

lalui SID, data yang ada di dalam KK kemudian di lema dan

disimpan secara dijital di pangkalan data SID. Jika suatu

saat ada warga masyarakat yang kehilangan KK, mereka

tidak lagi repot mencari pengganti karena semua data telah

di back-up di pangkalan data SID.

Salah satu hal yang sudah dirasakan manfaatnya sejak

SID diterapkan di Desa Terong adalah adanya pangkalan

data golongan darah. Sudah jamak dipahami, setiap kali

situasi darurat terjadi (kecelakaan, operasi besar), seseorang

kesulitan mencari golongan darah yang cocok. Dengan ada-

Page 44: Membangun Sistem Informasi Desa

44

Membangun Sistem Informasi Desa

nya pangkalan data golongan darah ini akan sangat memu-

dahkan pencari donor darah. Beberapa kasus permintaan

golongan darah di Desa Terong, dapat segera di atas berkat

adanya pangkalan data ini 23.

Pemanfaatan SID yang terkait dalam bidang politik

adalah kemampuannya untuk mengelompokkan penduduk

berdasar kelompok umur. Di wilayah Jawa Tengah saat ini

sedang hangat-hangatnya dengan pemilihan kepala daerah.

Untuk mengetahui penduduk yang telah memenuhi syarat

untuk memilih, pemerintah desa tinggal mencari dan

mengelompokkan datanya sesuai kebutuhan. Proses

pengelompokan kelompok masyarakat yang sudah

memenuhi hak pilih dalam pemilu akan mudah di cek

dengan data yang sudah tersimpan dalam pangkalan data

desa. Sistem ini akan mengurangi resiko terjadinya pemilih

ganda. Selain itu untuk mengecek kelompok masyarakat

yang tidak tercantum dalam daftar pemilih juga akan lebih

mudah tidak perlu mendatangi warga masyarkat dari rumah

ke rumah. Pemilukada 24.

2. Faktor pendukung SID

Keberhasilan penerapan SID dipengaruhi oleh pelbagai

hal. Secara umum, terdapat 2 faktor yaitu pendukung dan

faktor penghambat. Dari masing-masing faktor tersebut,

terdapat persoalan teknis dan non teknis. Bagian ini akan

23 Wawancara dengan Sugiyanto24 Wawancara dengan Jainu

Page 45: Membangun Sistem Informasi Desa

45

Membangun Sistem Informasi Desa

menjelaskan faktor teknis dan non-teknis yang mendukung

dan menghambat penerapan SID.

Faktor teknis yang mendukung penerapan SID adalah

faktor-faktor yang terkait dengan teknologi yang digunakan

dalam SID. Untuk bisa menggunakan SID, pemerintah desa

tidak memerlukan perangkat komputer dengan kemam-

puan atau spesifikasi yang canggih. Sebuah komputer

dengan kemampuan standar Prosesor Pentium 3 RAM 256

sudah memadai untuk diisi aplikasi SID.

Faktor teknis lainnya adalah, aplikasi SID ini dikembang-

kan dengan menggunakan sistem operasi bebas-terbuka

(free-open source). Sistem operasi bebas-terbuka dipilih

agar siapapun yang ingin mengembangkan SID, dapat me-

modifikasinya sesuai kebutuhan dan kemampuan yang di-

miliki. Sebagai contoh, di Desa Terong, data mengenai kepe-

milikan alat transportasi sangat penting karena letak Desa

Terong yang cukup jauh dari pusat kota. Jika terjadi situasi

darurat, desa dapat dengan mudah memobilisasi pemilik alat

transportasi tersebut untuk keperluan darurat.

Data tersebut mungkin sesuai bagi Desa Terong. Akan

tetapi, belum tentu sesuai bagi desa atau wilayah yang tidak

memunyai kendala jarak dengan pusat kota atau pemerin-

tahan. Atau data pemilik alat transportasi dapat dikembang-

kan sesuai dengan kondisi setempat.

Selain kedua hal tersebut, SID adalah sebuah sistem

yang berbasis web (web-based). Sengaja dipilih sistem yang

berbasis web, agar data dapat diakses dan diperbarui oleh

siapapun (khususnya yang telah memiliki otorisasi). Apabila

suatu wilayah atau desa memiliki jaringan internet, maka

Page 46: Membangun Sistem Informasi Desa

46

Membangun Sistem Informasi Desa

siapapun, dari belahan dunia manapun dapat mengakses-

nya. Bagi wilayah atau desa yang belum memiliki jaringan

internet, sistem yang berbasis web memungkinkan data da-

pat diakses melalui jaringan lokal. Sistem yang berbasis web

juga memungkinkan terjadinya kerjasama atau gotong ro-

yong, sehingga data dapat selalu diperbarui.

Teknologi sebagai alat, tidak akan dapat digunakan

kalau pemakai alat tersebut tidak mempersiapkan diri.

Pelbagai penelitian telah membuktikan bahwa kegagalan

penerapan pemerintahan elektronik di negara berkembang,

80% disebabkan oleh faktor non-teknis seperti inisiatif yang

top-down atau masalah SDM25. Di Desa Terong dan Desa

Balerante inisiatif berasal dari desa dan pengalaman nyata

perangkat desa. memang, untuk hal-hal yang lebih teknis,

desa memerlukan bantuan dari pihak lain, dalam hal ini

adalah CRI. Akan tetapi, sistem yang dikembangkan

seluruhnya adalah hasil pengolahan gagasan dari semua

pihak yang terlibat.

Sebagaimana telah diuraikan di awal, di Desa Terong

penerapan SID mendapat dukungan dari seluruh elemen

desa. Kerjasama yang solid ini membuahkan hasil yang cu-

kup memuaskan. BPD selaku DPR nya desa, memberikan

dukungan dalam bentuk pembuatan peraturan desa

(Perdes) yang memayungi kegiatan ini. BPD juga memberikan

restu untuk pengalokasian dana ADD bagi kegiatan ini.

25 Wahyudi Kumorotomo, Kegagalan Penerapan e-Government

dan Kegiatan Tidak Produktif dengan Internet, diakses dari: http://

kumoro.staff.ugm.ac.id/?act=daftar&id=18&mulai=10 , Juli 2010.

Page 47: Membangun Sistem Informasi Desa

47

Membangun Sistem Informasi Desa

Menyadari kemampuan SDM desa yang kurang, pe-

merintah desa kemudian melibatkan karang taruna dan pe-

giat radio komunitas dalam proyek ini. Anggota Karang

Taruna dan radio komunitas yang berusia muda, dapat de-

ngan cepat menyerap dan mengaplikasikan pengetahuan

dan ketrampilan baru dibanding generasi yang lebih tua.

Hal inilah yang mendorong cepatnya pengumpulan dan

lema data di Desa Terong.

Namun kinerja anak-anak muda tersebut tidak akan

berarti jika pihak perangkat desa sendiri tidak turut andil

dalam proyek ini. perangkat pemerintah desa dari tingkat

pedukuhan hingga RT, memunyai jasa yang besar dalam

mengumpulkan data. Berkat kerja keras mereka, data dari

penduduk dapat dikumpulkan dan di lema pada mesin SID.

Hal yang sama juga terjadi di Desa Balerante, meski dilakukan

dalam ritme kerja yang berbeda.

Secara eksternal, faktor pendukung lainnya adalah

adanya keharusan atau kewajiban setiap badan publik

untuk menyediakan informasi bagi warga (baik diminta

atau tidak) sesuai amanat UU No 14 tahun 2008 tentang

Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Keberadaan UU tersebut,

sedikit banyak telah mendorong desa untuk selalu siap

dengan pelbagai data dan informasi.

Khusus untuk Desa Terong, faktor eksternal yang

cukup ampuh mendorong penerapan SID adalah adanya

kegiatan Lomba Desa. Pada Mei sampai Juni 2010 di

Kabupaten Bantul diadakan lomba desa. Namun, lomba

desa kali ini tidak seperti lomba desa umunya, karena salah

satu aspek yang dinilai kesiapan desa dalam hal KIP. Dengan

Page 48: Membangun Sistem Informasi Desa

48

Membangun Sistem Informasi Desa

adanya SID, desa terong berhak mewakili Kabupaten Bantul

ke tingkat provinsi. Sayangnya, Desa Terong belum berhasil

menempati posisi puncak dalam Lomba Desa tingkat provinsi,

dan harus puas pada urutan kedua.

3. Faktor penghambat SID

SID yang telah diterapkan di Desa Terong dan Desa

Balerante, bukanlah sistem yang telah selesai dikembangkan

dengan sempurna. Secara teknis, sistem ini masih memiliki

banyak kekurangan. Salah satunya adalah ketidakmampuan

aplikasi ini untuk memanggil kembali data yang sudah

dihapus. Menurut penuturan Tumijo Mulyono, salah satu

data yang paling dinamis adalah data kependudukan. data

kependudukan memerlukan update yang cukup. Misalnya

data kelahiran atau kematian penduduk. Untuk memper-

barui data kelahiran, SID sudah memadai. Persoalannya,

jika ada penduduk yang meninggal dunia, perangkat desa

tidak dapat memanggil kembali nama orang yang sudah

dihapus 26. Persoalan ini tentu saja bukanlah persoalan besar

mengingat sistem ini memang masih terus dikembangkan.

Terkait dengan masalah teknis, persoalan kemampuan

SDM dirasa cukup menghambat penerapan SID. Di Desa

26 Dalam SID, jika desa mendapat laporan kematian, petugas

biasanya menghapus nama orang yang telah meninggal dunia.

persoalannya, jika ahli waris membutuhkan kembali data orang yang

meninggal tersebut, petugas tidak dapat memanggil lagi data

tersebut, alias sudah hilang. Wawancara dengan Tumijo, desa Terong

Page 49: Membangun Sistem Informasi Desa

49

Membangun Sistem Informasi Desa

Balerante khususnya dan Kecamatan Kemalang umumnya,

hanya sedikit perangkat desa yang mampu mengoperasikan

komputer. Hal ini makin diperparah lagi dengan kenyataaan

bahwa di setiap desa di Kecamatan Kemalang, hanya memiliki

satu komputer. Akibatnya proses lemadata berjalan lambat.

Sedikitnya personel yang memiliki pengetahuan dan

ketrampilan dalam bidang teknologi informasi cukup

merepotkan ketika sistem mengalami masalah. Tiap desa

hanya memiliki satu personal yang menguasai teknologi

informasi sehingga jika terjadi kerusakan atau masalah,

perangkat hanya mengandalkan pada personal tersebut.

Page 50: Membangun Sistem Informasi Desa

50

Membangun Sistem Informasi Desa

BAB 3Sembilan Langkah Membangun

Sistem Informasi Desa

Apa yang telah dilakukan di Desa Terong dan Desa

Balerante -termasuk beberapa hal yang mempercepat atau

memperlambat prosesnya- bukanlah sesuatu hal yang luar

biasa sehingga tidak ada yang bisa mengulanginya.

Pembangunan SID adalah sebuah proses kerja sama antara

pelbagai pihak dengan komitmen yang kuat. Dari hasil

pengalaman di kedua desa tersebut, berikut ringkasan

langkah-langkah membangun SID:

Kebutuhan Dasar

Beberapa hal yang harus tersedia sebelum menerapkan

SID adalah:

a. Kebijakan atau keputusan dari pengelola pemerin-

tahan desa

Penerapan suatu sistem untuk menunjang kelancaran

pelaksanaan atau operasional suatu instansi atau lembaga

sangat bergantung dari kebijakan/kesepakatan bersama di

Page 51: Membangun Sistem Informasi Desa

51

Membangun Sistem Informasi Desa

dalam internal organisasi instansi atau lembaga tersebut.

Kebijakan atau kesepakatan tersebut akan berdampak

sistemik, sehingga perlu dirumuskan dengan sungguh-

sungguh. Terkait dengan SID, sebuah keputusan bersama,

yang diambil sebagai bentuk komitmen pemerintah desa

dalam melayani warganya, adalah sebuah keharusan.

Berkaca dari pengalaman di Desa Terong dan Desa Balerante

ditambah pengalaman dari pelbagai negara lain, salah satu

faktor yang dapat mempercepat pembangunan sistem

informasi adalah komitmen dan kepemimpinan yang kuat

dari pemimpin, mulai dari presiden, gubernur hingga kepala

desa. Untuk itu, seorang pemimpin yang memiliki visi dan

kepemimpinan yang kuat, mutlak diperlukan.

b. Kesiapan sumber daya manusia

Kesiapan sumber daya manusia sangatlah penting dalam

membangun SID. Kebijakan atau keputusan desa yang men-

dukung SID saja tidak cukup jika SDM yang mengoperasikan

SID tidak siap atau tidak memiliki kemampuan yang me-

madai. Terkait dengan kesiapan SDM, terdapat dua bagian

SDM yang akan berperan penting, yaitu:

1. SDM non-TIK, yaitu sumber daya manusia yang akan

bertanggung jawab atas ketersediaan data mentah

dari warga. SDM bagian ini akan berkutat dengan

tugas-tugas pencarian data seperti meminta salinan

kartu keluarga (kasus Balerante) atau mengajari warga

mengisi angket pendataan yang telah disiapkan oleh

desa (kasus Terong). SDM nonteknis juga akan bertang-

gung jawab untuk memasukkan data tadi ke dalam

Page 52: Membangun Sistem Informasi Desa

52

Membangun Sistem Informasi Desa

mesin pangkalan data SID.

Terkait dengan tugas dan tanggung jawab SDM

non-teknis, SDM pada bagian ini sebaiknya adalah

mereka yang memiliki kemampuan untuk melakukan

survei dan bisa mengoperasikan komputer. Kemampuan

survei diperlukan agar dalam pencarian data,

pertanyaan-pertanyaan yang terdapat dalam angket

atau lembar isian dapat terisi atau terjawab dengan

lengkap. Sedangkan kemampuan mengoperasikan

komputer diperlukan agar dalam proses memasukkan

data, data yang dimasukkan tidak salah dan lebih

memudahkan pekerjaan.

2. SDM TIK, yaitu sumber daya manusia yang bertanggung

jawab terhadap pengoperasian aplikasi SID. Perlu

dipahami bahwa SID adalah aplikasi komputer. Pelaku

operasional SID (teknisi atau pengelola) wajib memiliki

pengetahuan dasar tentang komputer. Ada dua

tingkatan keahlian atau pengetahuan tentang

komputer untuk menjalankan aplikasi SID ini.

- Administrator Sistem

Keahlian yang harus dimiliki untuk bisa menjadi

Administrator Sistem pada SID adalah:

* memiliki pemahaman tentang pasang atau lepas

aplikasi komputer.

* memiliki pengetahuan dan kemampuan ber-

internet (browsing)

Page 53: Membangun Sistem Informasi Desa

53

Membangun Sistem Informasi Desa

- Petugas atau Pengelola SID

Siapapun dapat menggunakan aplikasi SID asal

memiliki pengetahuan yang cukup mengenai komputer,

misalnya:

* menghidupkan dan mematikan komputer

* menjalankan program atau aplikasi yang terpasang

dalam komputer

Jika SDM di lingkup pemerintahan desa dirasa tidak

memenuhi syarat-syarat di atas, pemerintah desa dapat

bekerja sama dari pihak lain yang dianggap memiliki kemam-

puan tersebut di atas. Misalnya dengan karang taruna, atau

perkumpulan pemuda, atau kelompok perempuan, dan lain

sebagainya. Dengan melibatkan elemen desa lain, diharap-

kan muncul rasa memiliki sehingga SID ini dapat berjalan

dan berkembang dengan baik.

c. Kesiapan perangkat keras atau infrastruktur

SID dapat dipasang pada satu komputer (stand alone)

atau dipasang dalam jaringan komputer. SID yang berbasis

web sangat mendukung untuk dimanfaatkan dalam

jaringan komputer.

Untuk mendukung kinerja aplikasi SID, perangkat keras

yang dibutuhkan untuk menjalankan aplikasi ini adalah satu

komputer dengan spesifikasi minimal memiliki 64 MB RAM

(recommended), 200 MB ruang harddisk, sistem operasi

Windows 98, ME, XP Home Windows NT, 2000, XP Profes-

sional. Tim CRI sangat menyarankan untuk menggunakan

sistem operasi sumber terbuka, seperti Ubuntu, Blankon,

Page 54: Membangun Sistem Informasi Desa

54

Membangun Sistem Informasi Desa

Redhat, dan lain sebagainya. Sebab, sistem operasi terbuka

terbukti ampuh dalam menghadapi virus komputer. Serang-

an virus ini perlu dipertimbangkan dengan baik mengingat

komputer yang telah terinstal SID menyimpan data desa

yang sangat besar dan banyak. Jika terserang virus, dapat

dibayangkan kerja keras yang harus dilakukan untuk me-

restore data tersebut. Selain itu, sistem operasi terbuka

adalah salah satu cara untuk berhemat dan menambah

devisa negara.

Sembilan Langkah Membangun SID

Pengalaman dari Desa Terong dan Balerante yang telah

diuraikan di muka, adalah pengalaman yang dapat direpli-

kasi atau diterapkan ulang di pelbagai wilayah lain di Indo-

nesia. Tentu saja pengalaman tersebut memerlukan penye-

suaian di wilayah yang akan menerapkan SID. Untuk mem-

berikan gambaran apa saja yang dapat dilakukan untuk

membangun SID, di bawah ini adalah langkah-langkah atau

tahap-tahap untuk menerapkan SID.

1. Persiapan: Membuat daftar kebutuhan dasar

Tahapan persiapan adalah tahap penting yang harus

dilakukan oleh siapapun yang ingin membangun SID. Uraian

mengenai tahap ini telah disampaikan di bagian sebelumnya.

2. Pemetaan kebutuhan data dasar

Setiap bagian atau pihak yang berada dalam lingkup

pemerintahan pasti memiliki pengalaman dan kebutuhan-

nya sendiri terkait dengan sistem informasi. Akan tetapi

Page 55: Membangun Sistem Informasi Desa

55

Membangun Sistem Informasi Desa

memenuhi semua keinginan adalah hal yang bukan saja

memboroskan dana dan tenaga, namun juga berpotensi

memunculkan ketidakefisienan. Ujung-ujungnya, data kem-

bali tersebar dan sulit untuk diperiksa keakuratannya.

Oleh karena itu, menentukan data apa saja yang akan

dimasukkan ke dalam SID adalah hal yang harus disiapkan

sejak awal. Pengalaman dari Balerante dan Terong menye-

butkan bahwa kebutuhan akan sistem informasi data ke-

pendudukan adalah hal mendasar yang harus disiapkan.

Kebutuhan ini berangkat dari pengalaman perangkat di

kedua desa tersebut sebagaimana telah di uraikan di awal.

Seiring perjalanan waktu, data kependudukan ini ke-

mudian berkembang dengan adanya penambahan data

sumber daya desa dan data keuangan.

3. Sosialisasi: Untuk memperbesar peran serta masya-

rakat

Setelah seluruh semuanya selesai disiapkan, tahap beri-

kutnya adalah melakukan sosialisasi kepada masyarakat dan

pihak terkait di desa. Sosialisasi ini sangat penting meng-

ingat salah satu sumber data adalah masyarakat atau warga

desa. Dari merekalah data mengenai kependudukan ber-

asal.

Dengan adanya sosialisasi ini, diharapkan masyarakat

mengerti maksud dan tujuan SID dan bersedia bekerjasama.

Dengan demikian, proses pembangunan SID dapat berjalan

lebih lancar.

Page 56: Membangun Sistem Informasi Desa

56

Membangun Sistem Informasi Desa

4. Pendataan: Pemilihan dan pemilahan data dasar dan

data yang termodifikasi.

Tahap berikutnya dari pembangunan SID adalah tahap

pendataan. Tahap ini merupakan kelanjutan dari tahap pe-

metaan kebutuhan data dasar. Pada tahap ini, dilakukan

pemilihan dan pemilahan data berdasar kategori yang telah

disepakati. Perangkat desa yang bertugas bagian ini harus

memahami kebutuhan dan ketersediaan data.

Pada proses ini, sebuah tim yang bertugas untuk men-

cari data dibentuk. Tim ini bertugas untuk mengumpulkan

data yang masih berada di masyarakat. Data yang ada di

masyarakat dapat berupa data yang sudah terdokumentasi,

misalnya berupa berkas kependudukan (kartu keluarga,

akte kelahiran, dan lain-lain). Namun dapat juga berupa

data yang belum terdokumentasi, misalnya data mengenai

perilaku media. Data yang belum terdokumentasi dapat

diperoleh dengan cara melakukan survei atau wawancara.

Untuk memudahkan survei atau wawancara, petugas dibe-

kali angket atau lembar isian yang berisi pertanyaan yang

harus dijawab oleh warga masyarakat.

5. Peningkatan Kemampuan: pelatihan untuk tim penda-

taan dan tim lema

Meskipun tidak semua, namun umumnya kemampuan

sumber daya manusia di desa belum sepenuhnya maksimal.

Oleh karena itu, jika dirasa kemampuan tim SID kurang,

perlu dilakukan peningkatan kemampuan. Salah satu cara

untuk meningkatkan kemampuan adalah dengan memberi-

kan pelatihan dengan topik atau tema tertentu.

Page 57: Membangun Sistem Informasi Desa

57

Membangun Sistem Informasi Desa

Terkait dengan SID, proses pencarian data (pendataan)

mungkin adalah hal baru bagi perangkat desa. Oleh karena

itu, pelatihan mengenai pendataan perlu dilakukan agar

dalam menjalankan tugasnya dapat berjalan dengan lancar.

Materi dalam pelatihan ini mencakup apa dan bagaimana

SID, apa itu data, bagaimana mengisi angket yang benar,

dan lain sebagainya. Materi pelatihan dapat disesuaikan

dengan kebutuhan, situasi dan kondisi di lapangan.

Selain tim pendataan, terdapat satu tim lain yang me-

merlukan perhatian, yaitu tim lema data. Tim inilah yang

bertugas untuk memasukkan data yang sudah dikumpulkan

oleh tim pendataan ke dalam mesin pangkalan data SID.

Untuk menunjang kinerjanya, tim ini memerlukan pelatihan

sebagaimana tim pendataan. Adapun materi dalam pela-

tihan tim lema data misalnya mengenai apa itu data, bagai-

mana membaca kode-kode dalam angket, bagaimana me-

masukkan data ke dalam mesin pangkalan data, dan lain

sebagainya.

6. Lema data: Proses memasukkan data

Tahap berikutnya dalam pembangunan SID adalah lema

data. Sebagaimana telah diuraikan di awal, data yang telah

dikumpulkan kemudian dimasukkan ke dalam mesin pang-

kalan data SID. Tahap ini disebut sebagai tahap lema data.

Pada tahap ini, tim atau petugas yang telah ditunjuk ber-

tanggung jawab untuk memasukkan data dengan baik dan

benar, sehingga keakuratan data dapat dipertanggungja-

wabkan. Dalam tahap ini, penting untuk selalu melakukan

pemeriksaan data, terutama jika terdapat angket atau lem-

Page 58: Membangun Sistem Informasi Desa

58

Membangun Sistem Informasi Desa

bar isian atau berkas yang belum jelas kebenaran datanya.

7. Instalasi: Pemasangan aplikasi

Tahap instalasi atau pemasangan aplikasi, adalah tahap

di mana aplikasi SID dipasang di komputer milik desa. Tahap

ini sebaiknya selesai sebelum tahap lema data dilakukan.

Jika tidak, maka data yang sudah terkumpul akan sia-sia.

Tahap instalasi di Desa Terong dan Balerante, dilakukan oleh

Tim CRI. Hal ini dilakukan karena aplikasi ini masih dalam

taraf pengembangan, sehingga pengawasan dan pendam-

pingan dari pengembang masih sangat diperlukan. Saat

ini aplikasi SID sudah memasuki versi stabil, di mana ke-

mungkinan terjadi gangguan sudah makin kecil. Dengan

demikian, bagi siapapun yang ingin memasang aplikasi ini,

sangat diperbolehkan. Tim CRI telah membuat panduan

tentang bagaimana memasang dan menggunakan aplikasi

ini.

8. Pemanfaatan: Penggunaan SID sesuai kebutuhan

Tahap berikutnya adalah tahap pemanfaatan. SID yang

sudah dilengkapi dengan pangkalan data dan telah terpa-

sang dengan baik, sudah siap digunakan. SID yang digu-

nakan di Desa Terong, dapat digunakan untuk mencetak

berkas.

Adapun berkas kependudukan yang dapat dicetak

secara langsung dari aplikasi SID meliputi:

- Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK)

- Surat Keterangan Penduduk

- Surat Pernyataan Keterangan Tidak Mampu

Page 59: Membangun Sistem Informasi Desa

59

Membangun Sistem Informasi Desa

Berkas kependudukan yang bisa dibuat format

suratnya, tapi hanya diarsipkan dalam sistem (tidak dicetak),

meliputi:

- Surat Keterangan Tentang Orangtua

- Surat Keterangan NIkah

- Surat Keterangan Asal Usul

- Surat Pengantar Pengurusan KTP

- Surat Pengantar Pembuatan KK

- Surat Kematian

- Surat Kelahiran

9. Rencana Pengembangan SID: Mencari peluang

pemanfaatan SID

Tahap terakhir dalam pembangunan SID adalah tahap

membuat perencanaan pengembangan. Pada tahap ini,

yang perlu dilakukan lebih dulu adalah melakukan evaluasi

atas kinerja SID. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui se-

jauh mana efektifitas SID dalam membantu kenierja peme-

rintah desa. Setelah diketahui efektifitasnya, perlu disusun

rencana pengembangan SID. Misalnya, data apa yang perlu

dimasukkan ke dalam SID, terutama yang terkait dengan

desa.

Rencana pengembangan ini umumnya baru dapat di-

tentukan setelah semua pihak yang terkait dalam SID ini

memunyai pengalaman menggunakannya. Sebagai contoh,

Desa Terong bermimpi untuk memasukkan data tentang

kepemilikan tanah. Impian ini muncul setelah melihat feno-

mena perpindahan kepemilikan tanah di desa tetangga

yang sangat tinggi. Desa tidak lagi memiliki kemampuan

Page 60: Membangun Sistem Informasi Desa

60

Membangun Sistem Informasi Desa

untuk mengelola tanah sebagai aset desa. Pelbagai kekha-

watiran terkait dengan kepemilikan tanah tersebut, yang

memunculkan mimpi adanya sebuah sistem informasi kepe-

milikan tanah 27.

1Wawancara dengan Sudirman Alfian, 7 Juli 2010

Page 61: Membangun Sistem Informasi Desa

61

Membangun Sistem Informasi Desa

BAB 4Belajar Mengelola

Informasi dari Desa

“Kamu boleh tinggal di desa, tapi kemajuan bukan hanyamilik orang kota...”28

Ungkapan Sudirman di atas agaknya cukup mewakili

apa yang dirasakan oleh warga dan perangkat Desa Terong.

Anggapan bahwa desa dan penduduknya selalu terbe-

lakang dalam pelbagai hal tampaknya perlu diperiksa ulang

dan diperbaiki. Penerapan SID di Desa Terong dan Desa

Balerante merupakan bukti nyata kemajuan tak hanya milik

orang kota.

Pemerintah Desa Terong memiliki pengalaman memba-

ngun gagasan dan langkah mewujudkan sistem informasi

desa yang mendukung prinsip keterbukaan informasi pub-

lik. Sejak 2008 ketika gagasan mulai dirumuskan secara lebih

28 Wawancara Sudirman Alfian, 8 Juli 2010

Page 62: Membangun Sistem Informasi Desa

62

Membangun Sistem Informasi Desa

terstruktur, pemerintah desa yang terletak di Kecamatan

Dlingo, Kabupaten Bantul, ini mulai membangun jaringan

kerja untuk mewujudkan mimpi mengelola sebuah pang-

kalan data administrasi kependudukan yang terbuka,

dimulai dari tingkat desa.

Pangkalan data ini terbuka baik bagi warga desanya

sendiri maupun bagi para pihak lain di luar desa, yang tak

terbatas oleh ruang dan waktu pelayanan. Konsekuensinya,

sistem manual dan elektronis, offline dan online, bahkan

siaran pun dikembangkan sebagai bagian dari sistem

informasi tersebut. Memasuki 2010 ini, Pemerintah Desa

Terong telah berhasil membangun satu tahap dari impian

tersebut, yakni sebuah pangkalan dataadministrasi kepen-

dudukan yang telah terkumpulkan dan terolah secara dijital

dan siap digunakan sebagai informasi dasar pengambil ke-

putusan untuk pembangunan desa.

Secara teoritis, pengembangan pemerintahan elektro-

nik dapat diklasifikasikan berdasarkan tingkat kerumitan

pengembangan dan fasilitas yang disediakan untuk mela-

yani masyarakat. Beberapa institusi dan pakar telah menge-

mukakan pendapat tentang tingkat pengembangan peme-

rintahan elektronik, namun pada intinya tingkat pengem-

bangan pemerintahan elektronik terdiri dari empat tingkat,

yaitu29:

29 Ali Rokhman, Potret Dan Hambatan E-Government Indonesia,

Inovasi Online, Edisi Vol.11/XX/Juli 2008, http://io.ppijepang.org/

article.php?id=263, diakses pada Juli 2010

Page 63: Membangun Sistem Informasi Desa

63

Membangun Sistem Informasi Desa

1. Tingkat informasi, di mana pemerintahan elektronik

hanya digunakan untuk sarana publikasi informasi pe-

merintah secara on-line, misalnya profil daerah, per-

aturan, berkas, dan formulir.

2. Tingkat interaksi, di mana pemerintahan elektronik

sudah menyediakan sarana untuk interaksi dua arah

antara pejabat pemerintah dengan masyarakat sebagai

pengguna layanan publik, misalnya dalam bentuk sa-

rana untuk menampung keluhan, forum diskusi, atau

hotline nomor telepon atau surat elektronik pejabat.

3. Tingkat transaksi, di mana pemerintahan elektronik

sudah menyediakan sarana untuk bertransaksi bagi

masyarakat dalam menggunakan layanan publik, yakni

transaksi yang melahirkan kesepakatan yang dapat di-

sertai dengan pembayaran sebagai akibat dinikmatinya

layanan publik yang telah digunakan. Misalnya, tran-

saksi untuk pembayaran pajak atau retribusi.

4. Tingkat integrasi, di mana semua pelayanan publik yang

disediakan oleh pemerintah disamping disediakan se-

cara konvensional juga disediakan secara online melalui

pemerintahan elektronik.

Meski masih belum sempurna, penerapan SID di Desa

Terong telah memenuhi aspek-aspek tersebut.

SID untuk Keterbukaan Informasi Publik

Untuk mewujudkan pembangunan iklim pemerintahan

yang demokratis, keterbukaan informasi yang ditunjang oleh

kemajuan teknologi adalah kunci suksesnya. Karena, pada

Page 64: Membangun Sistem Informasi Desa

64

Membangun Sistem Informasi Desa

akhirnya, transparansi tak hanya mendukung peningkatan

kepercayaan masyarakat tetapi berujung pada peningkatan

investasi daerah secara keseluruhan.

Untuk mendukung hal ini, Pemerintah telah mengesah-

kan Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keter-

bukaan Informasi Publik. Undang-undang ini meyakini de-

ngan dibukanya akses informasi masyarakat terhadap infor-

masi publik yang dikelola oleh badan publik, seperti dalam

lembaga pemerintah, maka kesempatan bagi berkem-

bangnya pribadi dan lingkungan sosial warga negara yang

merupakan bagian penting bagi pembentukan ketahanan

nasional itu dapat terwujud. Mensikapi Undang-undang

tersebut, pemerintah Desa Terong berkomitmen untuk me-

nerapkan sistem informasi desa. Menurut Sudirman Alfian,

“Keterbukaan informasi merupakan pilar penting tatapemerintahan yang baik. Sebaliknya, ketertutupan hanyamenghasilkan pemerintahan yang seolah-olah kuat padahalkeropos,” 30

Pemerintah Desa Terong menyadari sudah menjadi ke-

wajiban bagi pemerintah untuk menyediakan informasi, dan

adalah hak warga masyarakat untuk mendapatkan infor-

masi. Untuk itulah pelbagai media (radio komunitas, portal,

pusat layanan pesan singkat (SMS center), dan papan infor-

masi) digunakan di Desa Terong untuk mewujudkan hal ini.

30 Wawancara Sudirman Alfian, 8 Juli 2010

Page 65: Membangun Sistem Informasi Desa

65

Membangun Sistem Informasi Desa

SID dan Pengentasan Kemiskinan

Perdebatan mengenai jumlah penduduk miskin di In-

donesia, tampaknya tidak akan selesai jika persoalan data

dan informasi yang akurat dan terkini tidak segera diselesai-

kan. Semakin panjang perdebatan ini, maka makin panjang

pula derita masyarakat miskin akibat bantuan yang salah

sasaran atau program yang tidak sesuai kebutuhan.

Menurut James Scott, kondisi masyarakat miskin di In-

donesia kini ibarat seseorang yang tenggelam sebatas leher

di samudra yang luas. Sebuah riak yang menerpa wajah,

akan menenggelamkan mereka. Oleh karena itu, penyedia-

an data dan informasi yang akurat dari lini terendah dalam

pemerintahan adalah sebuah keharusan.

Page 66: Membangun Sistem Informasi Desa

66

Membangun Sistem Informasi Desa

Daftar Rujukan

Donny B.U., Fakta & Kondisi e-Government di Indonesia,

makalah pada Seminar Teknologi Informasi ”Solusi

Permasalahan Social Engineering dalam penerapan E-

Government” Bandung (9 Maret 2004).

Rokhman, Ali, Potret Dan Hambatan E-Government Indo-

nesia, Inovasi Online, Edisi Vol.11/XX/Juli 2008, http://

io.ppijepang.org/article.php?id=263, diakses pada Juli

2010

Suharto, Edi dkk. 2002, Kemiskinan dan Keberfungsian

Sosial: Studi Kasus Keluarga Miskin di

Page 67: Membangun Sistem Informasi Desa

67

Membangun Sistem Informasi Desa

Page 68: Membangun Sistem Informasi Desa

68

Membangun Sistem Informasi Desa

9 789799 798398

ISBN 979979839-6