Upload
phungdieu
View
254
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
1. Abdul Kadir, MM.MA
2. Syarifudin, SE
3. Dahlan
4. Sri Handayani, A. Md
5. Rusdiani, S. Sos
Tim Riset
2
Negara demokrasi Pemilu adalah salah satu bentuk demoktrasi namum dalam pelaksanaannya mengalamni
beberapa persoalan terkait dengan partisipasi dalam pemilu diantaranya adalah fluktuasi
kehadiran pemilih ke TPS, suara tidak sah yang tinggi, gejala politik uang, misteri derajat melek
politik warga, dan langkanya kesukarelaan politik. Masalah tersebut perlu didedah sedemikian rupa
untuk diketahui akar masalah dan dicari jalan keluarnya. Harapannya, partisipasi dalam pemilu
berada pada idealitas yang diimajinasikan. Oleh karena itu, denga adanyar program riset menjadi
aktivitas yang tidak terhindarkan dalam manajemen pemilu.
Melek politik atau disebut juga political literacy merupakan salah satu faktor yang berperan dalam kualitas
pemilu di suatu Negara. Melek politk bukan hanya sebuah keharusan bagi warga Negara (pemilih), tetapi
juga bagi semua stake holder pemilu. Ada suatu pandangan yang masih perlu dibuktikan secara empirik
bahwa perilaku kontestan pemilu yang memiliki pemahaman politik yang rendah akan menyebabkan
melemahnya integritaspemilih.
Berbagai teori mengatakan bahwa tingkat kesadaran politik warga negara yang baik akan
meningkatkan rasionalitas pemilih dalam menentukan pilihan-pilihan politiknya, termasuk memilih untuk tidak
memilih karena latar belakang kontestan yang berkompetisi dianggap tidak layak menurut perspektif
pemilih tersebut. Fakta ini terlihat di Negara-negara maju, yang notabene kesadaran politik warga negaranya
sudahbaiknamuntingkatpartisipasidipemilujustrutergolongrendah.
Di Negara-negara berkembang termasuk Indonesia, sebenarnya baik secara formal maupun non formal
pendidikan kewarganegaraan dan pendidikan politik sudah banyak dilakukan. Namun kualitas pemilu kita
masih belum maksimal, terutama dalam hal penentuan pilihan-pilhan dari pemilih. Sebagaimana
dikemukakan sebelumnya, salah satu faktor penyebabnya adalah belum semua stake holder pemilu menyadari
arti pentingnya kualitas pemilu terhadap kemajuan kehidupan berbangsa dan bernegara. Padahal kualitas pemilu
merupakan indikator yang penting untuk mendapatkan aktor-aktor politik yang baik dan berkualitas, termasuk
pemimpindiberbagaitingkatan.
Selain itu perilaku berdemokrasi juga merupakan bagian yang sangat penting dalam mencapai pemilu yang baik
dan berkualitas, termasuk dalam hal kesadaran terhadap menerima perbedaan, baik dalam konteks pilihan
politik maupun dalam konteks yang lebih luas seperti etnis, agama dan entitas politik lainnya.
PENDAHULUAN
Berdasarkan permasalahan di atas perlu dilakukan kajian yang lebih dalam terhadap pengaruh- pengaruh
melek politik terhadap kedewasaan perilaku berdemokrasi yang secara lebih jauh berdampak terhadap kualitas
demokrasikhususnyadiKabupaten Paser
BATASAN PENELITIAN
Agar penelitian ini lebih fokus dan bermakna, batasan-batasan yang perlu dirumuskan dalam penelitian ini adalah
untukmendapatkaninformasitentang:
Seberapa tinggi melek politik pemilih di Kabupaten Paser
Bagaimana cara yang efektif untuk meningkatkan melek politik warga;
Faktor apa saja yang berpengaruh terhadap peningkatan melek politik masyarakat; dan
Kebijakan apa saja yang perlu dirumuskan untuk peningkatan melek politik masyarakat
4
Reset ini memfokuskan kepada melek politik (political literacy) dari masyarakat Kabupaten Paser yang
sudah memiliki hak politik. Guna memahami, menjawab, dan menganalisis terhadap fokus penelitian
sangat diperlukan kerangka teori yang menjadi landasan dalam melakukan penelitian. Dalam memahami melek
politik masyarakat Kabupaten Paser harus dilihat juga pada partisipasi politiknya. Ketika partisipasi pemilih
terjadi, maka kesadaran politik masyarakat yang terlibat dalam setiap momentum Pemilu bisa dilihat pada
perilakunya. Untuk itu sangat penting dimasukan teori yang berhubungan dengan perilaku pemilih.
Kemudian masuk ke konsep/pemahaman dari political literacy guna sebagai rambu-rambu menganalisis dan
mengupas hasil penelitian. Ketiga kerangka teori yang dijadikan landasandijabarkansatupersatu.Berikutini
penjelasannya.
Analisis pemilihan umum banyak pemikiran dan teori yang membahas pemilih. Hampir sebagian besar
pemilih mengatakan sebagai objek yang diikut sertakan dalam kegiatan kepemiluan. Pemilih menurut
pandangan umum masih terkotak pada definisi pihak yang diikut sertakan dalam keseluruhan rangkaian
kepemiluan.KehadirandanpartisipasiPemilihsangatlahpentingdalamtatanan demokrasi.
Dorongan aktif itu dapat berupa mencari informasi tentang kebijakan publik di media massa, dokumen
anggaran daerah, hingga profil mendalam dari calon yang maju dalam pemilu. Literasi politik dalam konteks
pemilu dipahami sebagai kemampuan masyarakat untuk mendefinisikan kebutuhan mereka akan substansi
politik terutama perihal pemilu. Mengetahui strategi pencarian informasi apa, siapa, dan mengapa mereka harus
memilih? Memiliki kemampuan untuk mengakses informasi seputar kandidat yang akan mewakili mereka
nantinya.6
Namun tentu saja tidak sebatas itu, karena pada dasarnya orang-orang harus juga mengetahui tentang pemilu
baik dalam hal penyelenggaranya, teknis penyelenggaraan, atau sistem secara menyeluruh.7 Secara
konseptual, tingkat melek politik yang tinggi ditandai dari pemahaman umum dalam mengetahui sistem-sistem
pemilu yang cuku beragam.
Pengetahuan tentang pemilu cukup penting dipahami sebelum orang memahami kandidat-kandidat. Tanpa
memahami sistem pemilu akan menghasilkan kesalahan dalam pemberian hingga pengawasan terhadap suara
yang terkumpul.
KERANGKA TEORITIS
Untuk itulah diperlukan satu pengukuran terkait tingkat melek politik warga di tiap-tiap wilayah agar
penyelenggara pemilu mengetahui masalah yang ada di lingkungan pemilih sehingga kebijakan yang diambil
efektifdalammenyelesaikanpersoalan.Pengukuraninipentinguntukmeningkatkanpartisipasi pemilih.
Pasalnya, alasan tidak memilih pada setiap orang berbeda-beda. Maka penting dalam pengukuran tersebut
menanyakan apa alasan yang bersangkutan tidak menggunakan hak pilihnya ketika pemilu.10 Selanjutnya,
apabila tida.k terdaftar di daftar pemilih tetap, apakah orang tersebut memiliki melek politik dengan berinisiatif
mendatangi petugas untuk melaporkan. Termasuk yang paling penting adalah apakah pemilih merasa
optimis penggunaanhaksuaranya dapat mengubahnegara ataunasib bangsa atau tidak.
1. Umum:
a. Mentradisikan kebijakan berbasis riset atas persoalan-persoalan yang berkaitan
dengan Melek pemilu masyarakat Kabupaten Paser pada pemilu legislative tahun
2014
b. Bahan penyusunan kebijakan untuk meningkatkan dan memperkuat partisipasi
warga dalam pemilu dan setelahnya
2. Khusus:
a. Menemukan akar masalah atas persoalan-persoalan yang terkait dengan
partisipasi dalam pemilu khususnya dalam melek tingkat melek politik warga
Kabupaten Paser
b. Terumuskannya rekomendasi kebijakan atas permasalahan yang dihadapi dalam
kaitannya dengan partisipasi dalam pemilu
c. Melaksanakan surat KPU kabupaten Paser Nomor : 90.1/KPU-kab-021-436/VI/015
perihal Riset Partisipasi Masyarakat dan Surat Ketua STIT IbnuRusyd Nomor :
B.96/STIT-IR/Sek/VI/2015 perihal pelimpahan Riset .
d. Sebagai bahan refrensi untuk penelitian berikutnya yang lebih mendalam tentang
kepemiluan.
Tujuan
6
Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan manfaat teoretes berupa kontribusi
konsepsional berupa pemahaman multi-disipliner tentang Melek Politik yang selama ini
dianggap kurangnya masyarakat berpartisipasi dalam pemilu. Dalam konteks manfaat praktis,
hasil penelitian ini diharapkan memberikan konstribusi praktis bagi para penyelenggara
pemilu dan sesama peneliti pemula berupaupaya-upaya meningkatkan kesadaran kritis
(critical conciousness) di tengah-tengah masyarakat secara objektif terhadap respon dan peran
social politik masyarakat terhadap Melek Politik
Metode riset dapat dipilih antara kuantitatif dan kualitatif dengan melihat faktor- faktor yang seperti
yang tertuang pada batasan penelitian. Sumber data yang diperlukan dalam survei ini adalah data yang dapat
menggambarkan permasalahan yang ada, sehingga diperoleh gambaran mengenaiobjekyangditeliti. Jenisdata
yangdiperlukandalampenelitianini,yaitu:
a) Data Primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari objek yang akan diteliti. Data ini berupa
hasil surveykuantitatif dankualitatif yang dilakukandalam bentukFGD danwawancara mendalam.
b) Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung (buku-buku laporan-laporan,
dokumen-dokumen dan literatur lainnya yang diperlukan dalam survei ini).
Teknikpengumpulandatadalamsurveiinisebagaiberikut:
a) Data primer yang berasal dari survey kuantitatif berupa kuesioner dilakukan dengan metode
wawancara kepada responden. Basis populasi adalah penduduk Kota Banda Aceh yang masuk
dalam kategori pemilih (yang sudah memiliki hak pilih);
b) Data primer yang berasal dari survey kualitatif (FGD), berupa catatan dan rumusan yang
diperoleh dari hasil FGD dengan nara sumber (responden) yang berasal dari berbagai elemen stake
holder pemilu, seperti penyelenggara, tokoh masyarakat, representasi pemilih, aktifis LSM yang
bergerakdibidangdemokrasi,pengurusparpoldananggotaparlemen;
c) Data sekunder dilakukan dengan cara dokumentasi (studi kepustakaan), yaitu peneliti
Metodoligi Survey
Manfaat Riset
mengumpulkan data dengan mencari data yang diperlukan dari dokumen atau dan literatur yang
meliputiarsip,buku, jurnal,penelitian terdahuluyangterkaitdengansurvei ini.
Populasi dalam survei kuantitatif, yaitu masyarakat umum Kabpaten Paser yang mempunyai hak pilih dengan
jumlah 240 ribu Jiwa memilihan sampel menggunakan Probabilty sampling, yaitu teknik pengambilan
sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi
anggota sampel. Teknik yang digunakan pada penelitian ini adalah sample random sampling (sampel acak
sederhana) karena pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan
strata yang ada pada populasi tersebut. Pengambilan sampel ini menggunakan rumus Slovin dengan nilai
presisi 95% (sampling error sebesar 0,05), maka didapatkan hasil jumlah sampel sebesar 398 yang dibulatkan
menjadi400sampel.
Jumlah sampel ini akan terbagi secara proporsional dengan jumlah penduduk/populasi pada 6
kecamatan di Kabupaten Paser. Y a i t u s e b a g a i b e r i k u
Tabel1. Distribusi jumlahsampelperkecamatandiKabupaten Paser
JUMLAH DAN JENIS PEMILIH PER DAPIL
PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPR, DPD DAN DPRD
TAHUN 2014
DAPIL 1 ( SATU )
No. KecamatanKel./
Desa
No
Tps
D P TDpk Dptb Total
Lk Pr Jumlah
1 Long Kali 23 69 9,921 8,711 18,632 327 54 19,013
2 Long Ikis 26 100 15,24 13,80 29,048 444 294 29,786
Grand Total 49 169 25,168 22,512 47,680 771 348 48,799
8
DAPIL 2 ( DUA )
No.Kecamatan Kel./Desa
No
Tps
D P TDpk Dptb Total
Lk Pr Jumlah
1 Kuaro 13 60 10,785 9,381 20,166 16 41 20,223
2 Batu Sopang 9 43 6,187 5,455 11,642 54 0 11,696
3 Muara Komam 13 32 4,602 4,147 8,749 26 2 8,777
4 Muara Samu 9 16 2,335 1,893 4,228 34 25 4,287
Grand Total 22 48 6,937 6,040 12,977 130 68 13,064
DAPIL 3 ( TIGA )
No. Kecamatan Kel./DesaNo
Tps
D P TDpk Dptb Total
Lk Pr Jumlah
1 Tanah Grogot 16 136 24,048 22,821 46,869 242 89 47,200
Grand Total 16 136 24,048 22,821 46,869 242 89 47,200
DAPIL 4 ( EMPAT )
No. Kecamatan Kel./DesaNo
Tps
D P TDpk Dptb Total
Lk Pr Jumlah
1Pasir
Belengkong15 60 10,198 9,091 19,289 42 0 19,331
2 Batu Engau 13 34 5,957 5,001 10,958 654 263 11,875
3Tanjung
Harapan9 24 3,452 3,149 6,601 84 8 6,693
Grand Total 22 58 9,409 8,150 17,559 738 271 18,568
DAFTAR PEMILIH, PENGGUNA HAK PILIH DAN SUARA SAH
DALAM PEMILU DPRD KABUPATEN PASER TAHUN 2014
No Dapil
Jumlah
Pemilih
DLM DPT
Pengguna
Hak Pilih
Suara PersentaseJumlah
KursiSahTidak
Sah
Partisipasi
pemilih
Tingkat
Keabsanhan
1 Paser - 1 49.585 36.159 34.749 1.410 72.92 96.10 8
2 Paser – 2 46.937 33.438 31.996 1.442 71.24 95.69 8
3 Paser – 3 49.239 33.491 32.347 1.144 68.02 96.58 8
4 Paser - 4 38.742 27.747 26.496 1.251 71.62 95.49 6
Jumlah 184.503 130.835 125.588 5.247 70.91 95.99 30
Partisipasi pileg 185.770 116.700 115.820 880 62.82 99.35
Time Line Kerja Survey
Jadwal pelaksanaan survey melek politik warga Kabupaten Paser mengacu kepada term of reference (TOR)
yang dikeluarkan oleh KPU Pusat. Secara nasional penelitian dilaksanakan dalam rentang waktu dari Bulan
Juni sampai dengan Juli 2015. Untuk kasus Kota Banda Aceh dilaksanakan mulai dari tanggal 5 Juli 2015 sampai
dengan 25 Juli 2015
Tabel2.Jadwalkegiatansurvey
No. Kegiatan Jumlah
1 Rapattim 5Juni 2015
2 Turun lapangan 6 Juli–12 Juli 2015
3 Olahdata 13 –20Juli 2015
4 Pembuatan laporan 21–27Juli 2015
5 Konferensi pershasil survei 30 Juli 2015
10
56>2%
17-253%
46-5514% 26-35
40%
36-4532%
Gambar 2. Komposisi kelompok usia responden
Profil Responden
Salah satu informasi penting yang perlu dilakukan dalam Penelitian Tingkat Melek Politik Warga Kota
Kabupaten Paser adalah profil responden. Beberapa variable yang diamati dalam penelitian ini adalah: (1)
Informasi (2) Usia responden; (3) Tingkat pendidikan responden; (. Secara lebih rinci, informasi masing-
masingvariableterlihatpadapenjelasandibawahini.
Informasi, studi yang dilakukan menampilkan
hubungan antar variabel, misalnya hubungan
antara Media dengan tingkat pemahaman
terhadap pemilu. Untuk itu sebelumnya perlu
dilihat rasio antara responden Televisi dan
Koran. Berdasarkan hasil interprestasi data,
diperoleh informasi bahwa rasio antara antara
responden Televisi dan Koran masing-
masing adalah 55% dan 45% sebagaimana
terlihatpadagambar1.
Usia Responden, penelitian ini membagi usia responden menjadi lima kelompok, yaitu 17-25 tahun, 26-35
tahun, 36-45 tahun, 46-55 tahun, 56-> tahun . Berdasarkan hasil studi diperoleh bahwa jumlah responden
yang berusia 17-25 tahun (3%), 26-35 tahun
(40%), 36-45 tahun (32%), 46-55 tahun
(14%), 56> (2%). Penelitian ini tidak secara
spesifik membagi secara rata jumlah
responden untuk masing-masing kelompok
usia, namun responden yang terambil secara
acak dan tak sengaja didominasi kelompok
usia 21-40 tahun (71%). Temuan khusus
55% 45%
Gambar 1. Profil responden berdasarkan gender
Gambar 1. Profil responden berdasarkan gender
televisi
koran55 %45 %
Hasil Penelitian
terjadi pada kelompok usia 17-20 tahun. Persentase yang bersedia menjadi responden sangat rendah, karena
mereka merasa tidak cukup mampu memberikan informasi yang dibutuhkan sehingga cenderung
memintaorangtuanyaataukakakuntukmenjadiresponden.
Tingkat Pendidikan, secara umum tingkat pendidikan warga Kota Banda Aceh yang terambil tersebar mulai dari
sekolah dasar sampai master (S2) dengan komposisi yang bervariasi. Berdasarkan hasil studi diperoleh bahwa
komposisi tingkat pendidikan SD (3%), SMP/MTs (6%), SMA/MA/SMK (47%),
D3/D4 (12%), S1 (28%),dan
S2 (4%). Sementara itu, tidak
ada satupun yang
berpendidikan S3 (doctor).
Dari temuan ini tergambar
bahwa mayoritas responden
atau mewakili seluruh warga
Kota Banda Aceh
berpendidikan SMA/SMK ke
atas, yaitu mencapai 91%,
hanya 9% yangberpendidikan
sekolahdasarsampaiSMP/MTssebagaimanaterlihatpadagambar3.
Informasi profil responden ini dapat dihubungkan dengan beberapa variabel penting dalam penelitian ini,
seperti pemahaman terhadap jenis-jenis pemilu, alasan sesorang memilih anggota legislatif dan kandidat dalam
pilkada berdasarkan masing-masing perbedaan variabel profil responden.
Bila kita bandingkan temuan-temuan dalam studi ini dengan data kependudukan yang dikeluarkan BPS untuk
beberapa variable memiliki korelasi yang cukup kuat. Misalnya dalam hal rasio jumlah penduduk laki-laki dan
perempuan, terlihat bahwa laki-laki 51,51% dan perempuan 48,49%. Dari tingkat pendidikan dapat
dibandingkan
S128%
S24%
SD3%
SMP/MTs6%
D3/D412%
SMA/SMK/MA
47%
Gambar 3. Komposisi tingkat pendidikan responden
12
2013
Ta
h
un
2012
2011
2010
0 20
40
60
80
100Persentase penduduk (%)
Angka Melek Huruf Usia 15+ Tahun Indeks Pembangunan Manusia
-
Gambar 4. Trend IPM dan Melek Huruf Tahun2010-2013
Gambar 5. Hubungan antara lama tingkat pendidikan dengan (A) mengetahui tentang Pemilu, dan (B)Mengetahui ada berapa jenis Pemilu saat ini
dengan indeks pembangunan manusia
(IPM) dan angka melek huruf umur 15+
penduduk Kabupaten Paser Berdasarkan
data BPS terlihat sebagaimana gambar 4
disamping. Dengan demikian hasil studi
terkait dengan profil responden dapat
diproyeksikan menjadi informasi yang linear
denganprofilwarga Kabupaten Paser
Bila dilihat hubungan antara tingkat pendidikan dengan pemahaman tentang Pemilu, ternyata tidak serta merta
tingkat pendidikan berpengaruh langsung terhadap pemahaman Pemilu. Pengetahuan pemilih ternyata lebih
dipengaruhi oleh sumber informasi seputar pemilu yang di dapat (gambar 9). Berdasarkan hasil yang diperoleh
menunjukkan bahwa informasi dari surat kabar, internet dan televisi sangat dominan berpengaruh terhadap
informasi tentang Pemilu (gambar 10). Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Silverblatt (2005)
yang menyatakan bahwa kemampuan mengamalkan (karakter) media literasi seseorang dapat memandang
secara kritis semua yang dia lihat dan dengar dalam media komunikasi baik itu suratkabar, majalah, televisi,
film hingga konten media siber. Selain itu juga termasuk kemampuan dalam mengkomunikasikan pesan dengan
berbagai media komunikasi dengan bijak.
120.0% 90.0%
100.0%80.0%
70.0%80.0% 60.0%
60.0%50.0%
40.0%40.0% 30.0%
20.0% 3.8% 2.1% 1.8% 6.3%20.0%
10.0%0.0% 0.0%
Ya Tidak Satu Dua Tiga Empat
Pada penelitian ini diperoleh bahwa 98% responden mengetahui apa itu Pemilu. Hanya 2% yang menjawab
tidak mengetahui. Setelah ditelusuri lebih lanjut, bahwa yang tidak mengetahui apakah berasal dari kalangan
berpendidikan atau tidak mendapatkan pendidikan yang cukup. Ternyata mereka berasal dari kalangan
berpendidkan (1,8% dari kalangan berpendidikan S1 dan 6,3% dari lulusan S2). Dalam hal ini dianggap outlier,
karena secara normal tidak ada alasan yang kuat bahwa lulusan S1 dan S2 tidak mengetahu sama sekali tentang
Pemilu.
Menurut Hanta Yuda (2014)12, dalam data hasil survei yang merangkum fakta pada bulan Oktober 2013,
(74%) menyatakan bahwa media mempengaruhi pilihan politik mereka, sementara sisanya, (8%) menyatakan
tidak berpengaruh, dan (18%) menyatakan tidak tahu/tidak menjawab. Pada periode survei kedua, yakni bulan
Desember 2013, data hasil survei menunjukan peningkatan pengaruh media terhadap pilihan politik masyarakat.
Sebanyak (75%) responden menyatakan berpengaruh, sementara (8%) menyatakan tidak berpengaruh, dan
(17%) tidak tahu/tidak menjawab. Menelisik fakta lain, data hasil survei ini juga menunjukan, media juga
memegang peranan sebagai sumber informasi publik terhadap Parpol. Sedangkan data hasil survey periode
Oktober 2013, menunjukan fakta bahwa, sebanyak (46,91%) responden menyatakan, menjadikan
pemberitaan media massa sebagai sumber informasi mereka akanParpol.Sementara (23,01%)menyatakan, iklan
Parpol di media massa menjadi sumber informasi lain bagi masyarakat. Sementara itu, Sosialisasi tatap muka
Parpolhanyamenempati urutan kelima dengan
(2,77%) suara responden, diikuti dengan ketokohan Parpol di peringkat enam dengan (1,78%) suara
responden.
Mengacu kepada hasil penelitian Sebelum, pada studi tingkat melek politik warga K a b u p a t e n
P a s e r ini ditemukan bahwa pada Pemilu terakhir, Tahun 2014, sumber informasi yang paling dominan
diperoleh oleh warga adalah dari surat kabar, internet dan televisi yang mencapai 64%, kemudian dari
sosialisasi KIP/baliho sebesar 19%, lain-lain 8%, dari parpol/caleg/tim kampanye sebesar 7% Untuk
menguji apakah informasi yang diterima dianggap layak atau tidak, dengan menggunakan skala likert,
apakah seluruh sumber informasi pemilu yang diterima dianggap sangat layak, layak, sedang, tidak layak
dan sangat tidak layak. Ternyata dari hasil studi ini diperoleh bahwa yang mengatakan sangat layak hanya
2%, layak 59%, sedang 30%, tidaklayak 7% dansangat tidak layakhanya 2%.
Pemilu dan Sumber Informasi
14
Parpol/Caleg/Tim
Kampanye
Lain-lain8%Sekol
ah2%
7%
Sosialisasi KIP
danSpanduk/Baliho
19%
SuratKabar,internet
dantelevisi64%
. Komposisi sumber informasiPemilu
Hal yang unik dari hasil studi ini adalah 98% responden yang diwawancarai menyatakan pernah
memberikan hak suara pada Pemilu. Namun setelah ditanya lebih lanjut, narasumber menyatakan bahwa sejak
Pemilu era reformasi tahun 1999, tidak semua pemilu termasuk Pemilihan Kepala Daerah pernah diikuti. Hal ini
memberikan sebuah informasi berharga bahwa walapun sebagian besar warga Kota Banda Aceh memiliki
kesadaran politik yang tinggi, namun kondisi ini tidak linear dengan tingkat partisipasi pemilih (Voter turn
out). Berdasarkan laporan KIP Kota Banda Aceh, tingkat partisipasi pemilih di Banda Aceh sangat fluktuatif
sejak Pemilu Tahun 1999. Kasus yang terakhir terlihat pada Pilpres 2014, hanya 53,26% dari DPT yang
menggunakan hak pilihnya atau berpartisipasi dalam Pemilu, sedangkan 47% memilih Golput. Hasil ini
menurun sebanyak 10% dibandingkan Pemilu Legislatif di 2014, dimana tingkat partisipasi pemilih sebesar
63%. Demikian juga yang terjadi pada pemilu-pemilu sebelumnya.
Pada bagian selanjutnya juga dilihat apakah ada pengaruh informasi yang diterima terhadap partisipasi mereka
dalam Pemilu, ternyata 53% menyatakan tidak memberi pengaruh, dan 47% yang menyatakan berpengaruh.
Temuan menarik ini bisa dijadikan argumen terhadap rendahnya partisipasi warga Kabupaten Paser
Berdasarkanserangkaianwawancaradengannarasumber,mendapatkaninformasibahwamasyarakat Kota Banda
Aceh sangat memahami Pemilu, namun hanya sebatas tata caranya bukan pada subtansi nilai-nilai kepemiluan itu
sendiri. Seharusnya mampu membangun pemahaman bahwa tujuan Pemilu bukan sekedar seremonial tetapi
mewujudkan kesejahteraan bagi warga/masyarakat. Kondisi itu tidak ditemukan pada saat wawancara mendalam
dengan narasumber.
Sangattidak
Sangat layak
2%
layak2%
Tidaklayak7%
Layak59%
Sedang
30%
Bagaimana penilaian terhadap informasi tentangPemilu yang diterima
hak-hak politik yang melekat di dirinya sendiri. Menurutnya yang diketahui sebatas memilih Caleg dan partai
politik, kepala daerah, dan presiden. Jawaban sama dikatakan para responden lainnya. Mereka yakni
“masyarakat Kabupaten Paser” terjebak pada seremonial prosedur yang rutin dilakukan pemerintah melalui
Pemilu. Kelemahan pemahaman akan hak-hak politik mereka lebih menitikberatkan kepada kegiatan sosialisasi
dan pendampingan yang masih kurang intensif dilakukan oleh pemerintah maupun badan penyelenggara.
Dampak dirasakan jika sosialisasi dari badan penyelenggara Pemilu masih kurang masifmaka partisipasi
pemilih semakin berkurang. Terbukti pengalaman penyelenggaraan Pemilu 2014 yakni pemilihan legislatif 9
April 2014 mencapai 63 persen dari 240 ribu lebih jumlah pemilih. Sedangkan partisipasi di pemilihan
presiden hanya 53 persen dari 240 ribu lebih jumlah pemilih. Jadi mengalami penurunan sebesar 6 persen,
bahkan bisa disimpulkan bahwa partisipasi pemilih di Kabupaten masih sangat rendah dari target awal Komisi
Pemilihan Umum sebesar 74 persen (sumber KIP Kabupaten Paser, 2015).
Berbicara partisipasi dalam Pemilu hampir bisa dikatakan seluruh masyarakat Kabupaten Paser pernah
mengikuti pesta demokrasi melalui Pemilu (Pilkada, Pileg, dan Pilpres). Sangat minim menjawab dari
seluruh responden menjawab tidak pernah. h.
Temuan lainnya tentang penyerapan informasi sehubungan jenis Pemilu masih tidak seragam
menjawabnya. kuantitatif hanya 2% yang tidak mengetahui tentang Pemilu, selebihnya 98% mengetahui
tentang Pemilu. Faktor menyebabkan ketidakikutsertaan (partisipasi) warga Kabupaten Paser di Pemilu,
disebabkan tidak terdata sebagai Pemilih karena tidak memiliki KTP, apatis dengan sistem Pemilu yang
berlaku di Indonesia, dan tidak peduli dengan Pemilu karena kesibukan rutinitas kerja.
Mengatasi masalah tersebut sangat diperlukan pendidikan politik bagi mereka yang tidak peduli dengan
keterlibatan di Pemilu. Faktanya dengan pertanyaan peran partai politik dalam menyebarkan informasi
dan pendidikan politik hanya mendapatkan sebesar 7%. Ini dapat disimpulkan bahwa peran-peran
pendidikan politik yang seharusnya menjadi tanggung jawab partai kepada konstituennya tidak berjalan.
Dengan demikian pengelolaan manajemen kepartaian kurang peduli terhadap urusan pendidikan
politik bagi konstituennya.
Memberikan penyadaran agar warga Kabupaten Paser melek politik perlu dimaksimalkan keberadaan
Pangkalan Ojek selain sosialisasi yang dilakukan KPU dan Pemerintah Kabupaten Paser. WalaupunKabupaten
Paser lebih berpengaruh penyebaran informasi kepemiluan dan pendidikan politik melalui penggunaan surat
16
kabar, internet, dan televisi begitulah hasil survey Jaringan Survey Inisiatif. Akan tetapi memiliki korelasi
keberadaan Pangkalan Ojek dan internet. Menurut sejumlah responden yang ditanyakan di Pangkalan Ojek
mengatakan mereka menyerap informasi dari internet ketika penyediaan akses internet diberikan oleh pemilik
Pangkalan Ojek
Kecenderungan yang sama terjadi pada kelompok pemilih pemula, ternyata kelompok usia sangat muda (17-
20 tahun), alasan memilih kandidat calon kepala daerah hanya disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu kandidat
yang bagus visi misinya (85,7%) dan kandidat yang bagus rekam jejaknya (14,3) (gambar 19. Hasil ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Hendrastomo dkk (2014) menunjukkan bahwa beberapa hal yang
mempengaruhi sosialisasi politik bagi pemilih pemula adalah kebiasaan, aktivitas sosial, lingkungan sosial,
relasi sosial, media sosial. Pandangan pemilih terhadap partai politik melihat pada pentingnya identitas
kepartaian partai politik sebagai dasar pertimbangan pemilihan, melemahnya kepercayaan terhadap partai
politik menjadi sebuah indikasi bahwa partai tidak lagi memiliki kekuasaan mengikat orientasi politik
masyarakat, strategi money politic dalam sosialisasi partai menjadi hal yang mempengaruhi pemilih pemula
untuk tidak memilih partai tersebut. Dasar pertimbangan pemilih menentukan pilihan berdasarkan sosok
caleg disebabkan oleh beberapa hal yakni ideologi, prestasi, track record atau latar belakang caleg, metode
sosialisasi. Alasan pemilih lebih memilih sosok calon anggota legislatif daripada partai politik menempatkan
rasionalitaspemilihpemula
yang lebih melihat pada track record calon pemimpin dan melemahnya kepercayaan terhadap partai politik,dan
tidakdisepakatinyasistemmoneypolitic21.
Sama seperti yang terjadi pada kelompok perempuan, pada pemilu legislatif, kecenderungan pemilih pemula
dalam menentukan pilihannya juga didasarkan kepada alasan-alasan yang rasional dan positif, dimana 57,1%
memilih parpol/caleg yang bagus programnya, 42,9% memilih karena alasan parpol/calegyangbersih
Pemilih pemula memiliki karakteristik yang berbeda dengan orang-orang tua pada umumnya. Pemilih pemula
cenderung kritis, mandiri, independen serta tidak puas dengan kemapanan, pro perubahan dan sebagainya.
Karakteristrik itu cukup kondusif untuk membangun komunitas pemilih cerdas dalam pemilu yakni pemilih
yang memiliki pertimbangan rasional dalam menentukan pilihannya. Misalnya karena integritas tokoh yang
dicalonkan partai politik, track record atau program kerja yang ditawarkan. Karena belum punya pengalaman
memilih dalam pemilu, pemilih pemula perlu mengetahui dan memahami berbagai hal yang terkait dengan
pemilu. Misalnya untuk apa pemilu diselenggarakan, apa saja tahapan pemilu, siapa saja yang boleh ikut
serta dalam pemilu, bagaimana tata cara menggunakanhakpilihdalampemiludansebagainya.
Pengetahuan politik pemilih pemula sebenarnya tidak jauh berbeda dengan kelompok pemilih lainnya. Perilaku
pemilih masih erat dengan faktor sosiologis dan psikologis dalam menjatuhkan pilihan politiknya jika ditinjau
dari studi voting behaviors. Namun yang membedakan pemilih pemula dan kelompok lainnya adalah soal
pengalaman politik dalam menghadapi pemilu. Preferensi yang dijadikan sandaran dalam melakukan
pemilihan cenderung tidak stabil atau mudah berubah-rubah sesuai dengan informasi atau preferensi yang
melingkarinya. Faktor yang sangat penting adalah bagaimana pemilih pemula tak menjatuhkan pilihan
politiknya karena faktor popularitas belaka. Kecenderungan pemilih pemula akan menaruh simpati kepada
kandidat atau caleg dari kalangan selebriti dibandingkan dengan kandidat/caleg non selebriti. Oleh
karena itu, segenap komponen atau orang
yang memiliki otoritas wajib meliterasi (politik) pemilih pemula supaya menjadi pemilih yang kritis dan
rasional (critical and rational voters). Artinya dalam menjatuhkan pilihannya bukan karena faktor
popularitas, karena faktor rekam jejak, visi misi, kredibilitas dan pengalaman birokrasi. Upaya tersebut
adalah bagian dari political empowerment bagi warga negara terutama perilaku pemilih pemula dan karena
melihatpotensisuarapemilihpemulayangsignifikanpadaPemilu2014.
PartisipasiPemilih
Partisipasi politik itu merupakan kegiatan yang dilakukan warga negara untuk terlibat dalam proses
pengambilan keputusan dengan tujuan untuk memepengaruhi pengambilan keputusan yang dilakukan
pemerintah. Partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalm
kehidupan politik, yaitu dengan jalan memilih pimpinan negara dan secara langsung atau tidak langsung
,mempengaruhi kebijakan pemerintah (public policy) (Budiarjo: 1982).
Kegiatan tersebut mencakup tindakan seperti memberikan suara dalam pemilihan umum, menghadiri rapat
umum,menjadi anggota suatu partai atau kelompok kepentingan, mengadakan hubungan (contacting)
dengan pejabat pemerintah atau anggota parlemen dan sebagainya. Menurut Samuel P. Huntington & Joan M
Nelson, Partisipasi politik adalah kegiatan warga negara yang bertindak sebagai pribadi-pribadi yang dimaksud
untuk mempengaruhi pembuatan keputusan oleh pemerintah. Partisipasi bisa bersifat individual atau kolektif,
terorganisir atau spontan mantap atau sporadik, secara damai atau dengankekerasan, legal atau illegal, efektif atau
tidakefektif(Huntington:1994).
Berdasarkan hasil interpretasi data penelitian Tingkat Melek Politik Warga Kabupaten Paser ditemukan bahwa
secarapsikologismasyarakatmemiliki animoyangtinggiuntukberpartisipasidalampemilu.Hal
18
ini terlihat dari respon responden ketika ditanya apakah Saudara pernah memilih. 97% menyatakan pernah,
namun ketika dilakukan wawancara lebih jauh, partisipasi mereka dalam pemilu tidak berlangsung secara
kontinyu dan konsisten. Artinya ada kalanya mereka berpartisipasi ada kalanya tidak. Ketika ditanya
alasannya jawaban yang dominan
disebabkan karena merasa tidak ada calon yang layak (34%), selanjutnya siapapun terpilih tidak
berpengaruh terhadap saya (28%), dan karena sibuk dan tidak ada waktu ke TPS (20%). Data lengkap terlihat
pada gambar 21. Fenomena ini memberikan gambaran ada 3 hal pokok yang menjadi salah satu penyebab
menurunnyapersentasepartisipasipemilihdaripemilukepemilusejakTahun1999:
a. Ada sebuah harapan besar warga Negara Indonesia ketika Pemilu reformasi dilakukan Tahun 1999. Pada saat
itu rakyat Indonesia menginginkan lahirnya anggota parlemen yang memiliki komitmen yang kuat dalam
membangun Indonesa di berbagai tingkatan, mulai dari DPRK sampai DPRRI. Namun yang terjadi justru
sebaliknya, rakyat hanya menjadi objek politik ketika tidak ada perubahan yang signifikan yang dirasakan.
Gejala ini kemudian menimbukan apatisme yang semakin lama semakin dalam bagi rakyat, sehingga
berimbas ke semangat dalam memberikan suaranya dalampemilu;
b. Terjadinya sebuah persepsi permanen bahwa sejauh ini baik secara individu maupun kolektif belum ada yang
mampu mendorong lahirnya dampak langsung terhadap proses pemilu, apalagi ditambah dengan
terbukanya peluang yang besar bagi kontestan dan penyelenggara untuk melakukan kecurangan yang
mencederai nilai-nilai demokrasi tanpa pernah ada sebuah penegakan hukum yang setimpal dengan
tingkatpelanggaranyangdilakukan;
c. Belum ada regulasi permanen yang memberikan ruang bagi pemilih untuk dapat menyalurkan hak pilihnya
secara lebih mudah dan sederhana, bahkan bagi kalangan tertentu yang memiliki rutinitas yang padat tidak ada
satupun media yang dapat membantu mereka agar tetap dapat berpartisipasi;
Siapapunterpilihtidak
berpengaruhterhadapsaya
28%
Merasa tidakadacalon yang
layak34%
Tidakmaumemilih(tanpa
alasan)3%
Sibukdantidakada
waktu keTPS20%
Tidakterdaftarsebagai
pemilih5%
Penyelenggara
tidakfair3%
Keterbatasanfisik7%
Gambar 21. Alasan responden tidak berpartisipasi dalamPemilu
Dalam konteks ini terlihat seolah-olah ada hubungan yang linear antara peningkatan wawasan dan pendidikan
suatu bangsa dengan penurunan partisipasi pemilih dalam pemilu. Beberapa potensi yang mungkin terjadi
dengan peningkatan kesadaran politik warga adalah meningkatnya daya kritis dan penolakan terhadap prilaku-
prilaku yang lari dari nilai-nilai kebenaran. Kehadiran media massa yang lebih massif dalam menghadirkan
informasi seputar pemimpin, anggota parlemen, prilaku anggota dewan saat sidang di parlemen akan semakin
memperjelas kinerja dan aspek moral dari orang-orang yang sebelumnya dipercaya mengemban amanah.
Asumsi ini dudukung oleh temuan dalam penelitian ini yang melihat apakah informasi tentang pemilu
berpengaruh terhadap partisipasi di pemilu
PendidikanPemilih
Dalam setiap pemilu, pemilih dan pendidikan merupakan hal yang diperlukan untuk memastikan bahwa semua
pemilih baik laki-laki dan perempuan sama-sama memahami hak-hak mereka, sistem politik mereka,
kontestan yang akan mereka pilih, dan mekanisme pemilihan yang ditetapkan. Agar pemilu berlangsung
sukses dan demokratis, pemilih harus memahami hak dan tanggung jawab mereka, dan harus cukup memahami
informasi tatacara pemberian suara yang sah secara hukum yang berlaku. Hal ini menjadi salah satu media untuk
meningkatkan partisipasi pemilih. pendidikan pemilih dan pendidikan kewarganegaraan bahkan lebih penting,
di mana situasi politik yang belum terlalu stabil agar terbuka peluang yang lebih besar untuk kemajuan wilayah
tersebut.
Pendidikan pemilih Istilah umumnya digunakan untuk menggambarkan penyebaran informasi, bahan dan
program yang dirancang untuk menginformasikan kepada pemilih tentang perihal spesifik dan mekanisme
proses pemungutan suara untuk pemilihan tertentu. Pendidikan pemilih juga melibatkan pemberian informasi
tentang siapa yang berhak untuk memilih dan dipilih; di mana dan bagaimana cara mendaftar; bagaimana
pemilih dapat mengakses daftar pemilih untuk memastikan mereka telah terdaftar; dan bagaimana mengajukan
keluhan.
Peran Partai Politik dalam Pendidikan Politik, hampir di semua negara di dunia, dalam sistem
ketatanegaraan peran parpol dituntut untuk berperan dalam memberikan pendidikan politik bagi warga negara.
Bahkan Indonesia memberikan alokasi dana tertentu bagi parpol untuk melakukan pendidikan politikbagiwarga
negara yang sudah berhak memilih, termasuk pemilih pemula. Namun sejauh ini peran itu belum dijalankan
dengan baik oleh parpol. Indikasi sederhana yang memperkuat pernyataan tersebut diantaranya adalah pihak
parpol belum berhasil menunjukkan korelasi antara jumlah kartu anggota parpol dengan perolehan suara
pada saat pemilu. Selain itu setiap parpol berkewajiban memastikan konstituennya terdaftar sebagai pemilih
20
yang dibuktikan dengan nama yang tercantum dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT). Padahal persoalan DPT
termasuk salah satu faktor penentu sukses tidaknya suatu pemilu. Munculnya dugaan penggelembungan suara
yang disinyalir oleh parpol/kandidat terjadi karena tidak adanya fungsi kontrol parpol terhadap DPT yang
dikeluarkan oleh pihak penyelenggara pemilu. Asumsi ini diperkuat dengan temuan dalam penelitian
bahwa 89% responden menyatakan parpol belum menjalankan perannya dalam pendidikan politik, hanya 11%
responden yang menyatakan parpol sudah melakukan pendidikan politik (gambar 27). Selain itu, sebagian
responden (36,3%) juga tidak mengetahui bahwa parpol punya tanggungjawab dalam memberikan
pendidikan politik bagi warga negara. Menariknya ada 63,7% yang mengetahui bahwa parpol ikut
bertanggungjawab terhadap pendidikan politik (gambar 28). Dengan informasi ini tergambarkan bahwa
pemilih khususnya di Kota Banda Aceh berada pada posisi menunggu sikap pro aktif dari parpol untuk
meningkatkan melek politik warga, termasuk dalam hal ini adalah untuk meningkatkan partisipasi
pemilih. Dengan Undang-undang Parpol yang terbaru yaitu UU No 8 Tahun 2015, maka setiap parpol akan
diaudit penggunaan dana subsidi pemerintah untuk tujuan pendidikan politik digunakan dengan seharusnya
atau tidak.
Pengukuran Intensitas Melek Politik
Dalam sejarah pemilu di Indonesia, belum pernah dilakukan proses pengukuran intensitas melek politik (political
literacy) warga negara. Namun dengan adanya fakta yang terus berlanjut tentang menurunnya partisipasi pemilih,
menyebabkan KPU menggagas studi untuk mencari benang merah antara berbagai permasalahan seputar pemilu
dengan partisipasi pemilih. Khusus untuk penelitian Tingkat Melek Politik Warga Kabupaten Paser ini, dicoba
diformulasikan suatu indeks yang diharapkan mendekati kebenaran dalam hal pengukuran intensitas melek
politik. Tentu saja formula ini asih perlu dikaji lebih lanjut apakah memang dapat dijadikan sebagai alat untuk
pengukuran intensitas melekpolitik. Meskipun penelitian ini menggunakan dua pendekatan, yaitu kuantitatif dan
kualitatif, namun pada alat ukur penelitian yang bersifat kuantitatif di berikan suatu skala pengukuran dalam
bentuk label Melek Politik Tinggi (MT), Melek Politik Sedang (MS) dan Melek Politik Rendah (MR)
berdasarkan pilihan jawaban dari responden. Dari keseluruhan pertanyaan yang diajukan (10) pertanyaan,
selanjutnya masing-masingkategoriMT,MS,danMRdiakumulasikanpermasing-masingbagian.
Pada bagian pertama: Informasi umum diberi bobot yang paling rendah, yaitu 20% dari skor total, bagian
kedua: Pemilu dan sumber informasi diberi bobot 35% dari skor total, dan pada bagian ketiga: Pendidikan
politik dan partai politik diberi bobot paling tinggi, yaitu 45%. Selanjutnya nilai masing- masing kategori
dihitungberdasarkanpersamaandibawahini:
dimana:
n=frequensihasilobservasi
At=PertanyaankelompokAyangmasukkategoritinggi As =
Pertanyaankelompok A yang masukkategori sedang Ar =
Pertanyaan kelompok A yang masuk kategori rendah Bt=
PertanyaankelompokByangmasukkategoritinggi Bs =
PertanyaankelompokB yang masukkategori sedang Br =
Pertanyaan kelompok B yang masuk kategori rendah Ct =
Pertanyaan kelompok C yang masuk kategori tinggi Cs =
PertanyaankelompokC yang masukkategori sedang Ct =
Pertanyaan kelompok C yang masuk kategori rendah IMPT =
indeksmelekpolitikkategori tinggi
IMPS= indeks melekpolitikkategori sedang
IMPR=indeksmelekpolitikkategori rendah
Selanjutnya dibandingkan antara nilai akhir masing-masing kategori, MT: MS: MR. Bila MT lebih besar dari MS
dan MR maka secara umum dinyatakan sebagai melek politik berkategori tinggi; bila MS lebih tinggi
dibandingkan dengan MT dan MR maka secara umum dinyatakan sebagai melek politik berkategori
sedang; dan bila MR lebih tinggi dibandingkan dengan MT dan MS maka secara umum dinyatakan sebagai
melekpolitikberkategorirendah.
Berdasarkan hasil pengukuran untuk studi di Kota Banda Aceh diperoleh hasil sebagai berikut: Skor MT = 1008,
73; skor MS = 212,90; dan skor MR = 108,68. Dengan demikian warga Kota Banda Aceh dinyakan berada
pada tingkatan melek politik tinggi. Hasil ini juga dapat ditunjukkan dalam bentuk kurva simulasi yang
22
menunjukkan posisi garis dari kurva yang terbentuk. Dari kurva akan terlihat garis yang dominan dari setiap
pertanyaan pada questioner. Kurva hasil simulasi terlihat pada gambar 31 di bawah ini.
Tingkat melek politik (political literacy) warga Kabupaten Paser tergolong tinggi, dibuktikan dengan
beberapa indikator, seperti kesadaran politik terhadap penentuan pilihan parpol/caleg yang bersaing
dalam pemilu;
Tingkat pendidikan warga tidak terlalu signifikan berpengaruh terhadap tingkat melek politik warga
Kabupaten Paser, namun yang lebih dominan berpengaruh terhadap tingkat melek politik adalah
media yang digunakan untuk mendesiminasi informasi yang terkait dengan Pemilu;
Jenis media yang paling berpengaruh terhadap peningkatan political literacy adalah surat kabar,
internet dan televisi, sedangkan parpol dan tim kampanye kandidat belum mampu menjalankan
peran dengan baik dalam melakukan pendidikan politik bagi masyarakat, khususnya pemilih;
Perempuan dan pemilih pemula di Kabupaten Paser lebih rasional dalam penentuan pilihan
parpol/caleg atau kandidat kepala daerah dalam pemilu, dimana yang menjadi alasan utama dalam
memilih adalah disebabkan oleh faktor program kerja caleg serta faktor rekam jejak partpol/caleg
Rekomendasidansarandaripenelitianiniadalah:
Tingat melek politik warga Kabupaten Paser yang sudah baik ini perlu terus dipelihara dan
ditingkatkan melalui peningkatan frekuensi diseminasi informasi pemilu melalui media surat kabar,
internet dan televisi dengan program-program yang inovatif;
Diperlukan upaya serius dari seluruh stake holder pemilu, khususnya kontestan yang bersaing dalam
pemilu untuk mengeksplorasi metode-metode yang dapat meningkatkan partisipasi pemilih;
Peran parpol sebagai pihak yang bertanggungjawab dalam memberikan pendidikan politik bagi warga
Negara harus sangat maksimal, apalagi Negara sudah memberikan kompensasi kepada parpol untuk
melakukan pendidikan politik bagi warga negara.
Kesimpulan dan Saran
Surbakti, Ramlan, 1992, Memahami Ilmu Politik, Gramedia Widya Sarana, Jakarta.
Mar’at, 1992, Perubahan serta Pengukurannya, Gramedia Widya Sarana, Jakarta.
Asfar, M, 2004, Pemilu dan Perilaku Memilih 1955-2004, Pustaka Utama,
Marbun, B.N, 2007,Kamus Politik, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta
Budiarjo, Miriam, 1982, Partisipasi dan Partai Politik, PT. Gramedia, Jakarta.
Huntington, Samuel, 1994, Partisipasi Politik di Negara Berkembang, Rineka Cipta, Jakarta.
Daftar Pustaka
24
LAMPIRAN I
Quisioner Kualitatif
LEMBAR KOESIONAR KEPEMILUAN
RESPON MASYARAKAT TERHADAP MELEEK POLITIK
DI KABUPATEN PASER
PADA PEMILU LEGISLATIF 2014
Petunjuk pengisian
1. Kosioner ini semata-mata untuk keperluan pendidikan pemilih, mohon dijawab dengan jujur
2. Baca dan jawablah semua pertanyaan dengan teliti tanpa ada yang terlewatkan
3. Berikan tanda silang (x) pada jawaban yang menurut anda tepat
4. Silahkan memberikan jawaban jika pilih jawaban tidak terdapat dalam kosioner
5. Jawaban boleh lebih dari satu
6. Coret ( === ) yang tidak perlu
Data Responden
Nama : ………………………………………………
Alamat : ………………………………………………
Jenis Kelamin : ………………………………………………
Kosioner / Pertanyaan
1. Apakah Pendidikan terakhir anda?
a. Tidak tamat SD
b. Tamat SD
c. Tamat SMP sederajat
d. Tamat SMA Sederajat
e. Diploma
f. Tamat Sarjana
2. Berapak Usian Anda?
a. 17 – 25
b. 26 – 35
c. 36 – 45
d. 45 – 55
e. ………
3. Apakah adnda menggunakan hak pilih pada Pileg Tahun 2014?
a. Ya
b. Tidak
4. Apakah anda pernah terlibat sebagai penyelenggara pemilu?
a. Pernah
b. Tidak Pernah
5. Darimanakah anda mengenali calon anda ?
a. Koran
b. Majalah
c. Baleho /Spanduk
d. TV
e. …………………………….
26
6. Apakah anda Sering Menonton Televisi ?
a. Kadang-kadang
b. Sering
c. Sering kali
d. ……………………….
7. Acara televise apa yang anda senangi ?
a. Berita Politik
b. Berita criminal
c. Berita Sosial
d. ………………………….
8. Apakah anda suka membaca ?
a. Tidak Suka
b. Suka
c. Sangat Suka
d. …………………
9. Jenis bacaan apa yang anda senangi?
a. Buku
b. Koran
c. Majalah
d. ……………….
10. Apakah anda suka membaca sekmen Politik ?
a. Tidak Suka
b. Suka
c. Sangat Suka
d. …………………