Upload
hilda-khoirun-nisa
View
38
Download
9
Embed Size (px)
Citation preview
PCI
Penyakit jantung koroner merupakan salah satu penyebab kematian terbesar di Indonesia. Serangan
jantung (myocardial infarction) dengan ST-segment elevation merupakan manifestasi klinis dari
penyakit jantung koroner ini. Kebanyakan pasien meninggal karena keterlambatan penanganan dan
tindakan terhadap serangan ini. Kecepatan waktu penanganan sangat berpengaruh dalam
menurunkan tingkat kematian pada pasien akibat serangan jantung ini.
Banyak sumber menyebutkan bahwa penanganan dengan fibrinolytic therapy merupakan cara
tercepat untuk menghentikan serangan jantung pada pasien sebelum dilakukan tindakan lebih lanjut.
Akan tetapi, publikasi terbaru menyebutkan bahwa tindakan Primary PCI atau Primary Percutaneous
Coronary Intervention yang dilakukan dalam kurun waktu kurang dari 12 jam, mulai dari saat pasien
mengalami serangan jantung sampai dilakukan tindakan adalah penanganan terbaik bagi pasien
yang mengalami serangan jantung dengan ST-segment elevation. Bahkan idealnya tindakan door to
balloon atau tindakan mulai dari pasien masuk pintu UGD sampai dilakukan pemasangan balloon
adalah 90 menit atau kurang. Hasil studi GUSTO II menyebutkan bahwa resiko kematian dan
serangan jantung berulang pada pasien yang mendapatkan fibrinolytic therapy adalah 13.7%,
sedangkan pada pasien yang mendapat tindakan primary PCI adalah 9.6%. Hasil studi tersebut
menunjukkan bahwa Primary PCI dapat menurunkan resiko kematian dan serangan jantung berulang.
PCI (Percutaneous Coronary Intervention), atau yang dikenal juga dengan coronary angioplasty,
merupakan prosedur terapi untuk membuka penyempitan (stenotic) pembuluh darah arteri jantung
pada kasus penyakit jantung koroner yang disebabkan oleh terjadinya penumpukan kolesterol pada
dinding pembuluh darah. Akibat dari penumpukan kolesterol ini, aliran darah menjadi tidak lancar dan
fungsi jantung menjadi terganggu sehingga berpotensi menyebabkan serangan jantung. PCI
dilakukan dengan memasukkan catheter yang telah dilengkapi dengan balloon khusus dan stent yang
akan diarahkan ke titik terjadinya penyumbatan di dalam pembuluh darah arteri untuk membuka
penyumbatan tersebut dan mengembalikan aliran pembuluh darah arteri ke jantung. Tindakan PCI ini
biasanya dilakukan oleh interventional cardiologist. Dengan dilakukannya primary PCI, gejala dari
penyakit jantung koroner, seperti nyeri dada (angina), sesak nafas (dyspnea), dan congestive heart
failure dapat dikurangi dan bahkan dihilangkan.
ProsedurIstilah balloon angioplasty yang umumnya digunakan untuk mendeskripsikan PCI merupakan metode
pemompaan balloon di dalam pembuluh darah arteri untuk menghancurkan plak kolesterol pada
dinding pembuluh darah dan atau dapat juga disertai dengan tindakan lain yaitu pemasangan stent
sesuai dengan indikasi sumbatan yang didapatkan.
Dibandingkan dengan metode konservatif yaitu dengan fibrinolytic therapy (thrombolytic therapy),
primary PCI lebih efektif dalam penanganan myocardial infarction dengan ST-segment elevation.
Fibrinolytic therapy memiliki beberapa keterbatasan, yaitu pertama, beberapa pasien myocardial
infarction memiliki kontraindikasi dengan fibrinolisis. Kedua, adakalanya thrombolysis tidak muncul
pada pasien yang diberi terapi ini, dan ketiga adalah kemungkinan munculnya serangan jantung
kembali walaupun setelah melakukan terapi ini. Keterbatasan-keterbatasan ini dapat diminimalisasi
dengan primary PCI. Berdasarkan hasil CADILLAC trials, diketahui bahwa sebanyak 40.8% pasien
dengan fibrinolytic therapy memiliki resiko mengalami restenosis, sedangkan dengan tindakan
primary PCI resikonya turun menjadi 22.2%.
ResikoTindakan angioplasty juga bukan tanpa resiko. Pasien umumnya dalam keadaan sadar saat tindakan
dilakukan dan rasa tidak nyaman pada dada mungkin dirasakan selama tindakan berlangsung.
Pendarahan pada titik insersi umum terjadi dan kadang juga timbul memar atau hematoma. Reaksi
alergi terhadap contrast dye yang dipakai juga mungkin terjadi. Tetapi, yang patut diwaspadai adalah
resiko komplikasi serius yang mungkin terjadi seperti stroke, ventricular fibrillation (VF) atau
ventricular tachycardia (VT), serangan jantung, dan aortic dissection. Resiko komplikasi ini lebih
mungkin terjadi pada:
- Seseorang berusia 75 tahun ke atas,
- seseorang yang pernah menderita sakit ginjal atau diabetes
- orang dengan kemampuan pompa jantungnya lemah
- orang yang pernah menderiat sakit jantung dan penyumbatan pembuluh darah sebelumnya.
Angiografi Koroner/ Kateterisasi JantungKateterisasi jantung adalah suatu tindakan minimal invasif dengan memasukkan kateter (selang/pipa plastik) melalui pembuluh darah ke dalam jantung dan pembuluh darah koroner yang memperdarahi jantung. Tujuan dari tindakan kateterisasi ini adalah untuk diagnosis dan sekaligus untuk tindakan terapi bila ditemukan adanya suatu kelainan. Ada dua jenis kateterisasi yaitu :
- Kateterisasi koroner : kateterisasi yang ditujukan untuk memeriksa pembuluh koroner yang
memperdarahi jantung.
- Kateterisasi penyadapan jantung : kateterisasi yang ditujukan untuk memeriksa tekanan dan
kandungan oksigen (saturasi) dalam ruang-ruang jantung.
Proses/Prosedur Kateterisasi
Tindakan kateterisasi pada umumnya hanya menggunakan anastesi lokal di daerah kulit. Pasien akan
tetap sadar dan berkomunikasi selama prosedur berlangsung. Anastesi lokal bisa diberikan di daerah
pergelangan tangan (a. radialis) ataupun melalui pangkal paha (a. femoralis). Setelah anastesi lokal,
dilakukan pemasangan selongsong (sheath) pada pembuluh darah di tangan atau kaki, agar kateter
dapat dimasukkan ke dalam pembuluh darah. Dengan kateter khusus akan dimasukkan sampai ke
jantung ataupun pembuluh koroner jantung, dan pasien tidak akan merasakan sakit. Setelah sampai
pada pembuluh koroner jantung, maka zat kontras akan diinjeksikan ke dalam koroner jantung dan
dilihat dengan menggunakan fluroskopi sinar x-ray. Tabung x-ray ini dapat dirubah pada berbagai
posisi sehingga memberikan gambaran yang baik mengenai pembuluh koroner jantung.
Sedangkan untuk kateterisasi penyadapan jantung, kateter akan dimasukkan ke dalam ruang-ruang
jantung seperti atrium, ventrikel, arteri pulmonal, aorta dan vena kava superior dan inferior untuk
mendapatkan gambaran tekanan dan kandungan oksigen (saturasi) di masing-masing ruang jantung.
Zat kontras juga dapat disuntikkan ke dalam ruangan jantung, yang dilihat dengan fluroskopi sinar x-
ray, untuk mendapatkan gambaran anatomi dan aliran darah dari ruang jantung tersebut. Tindakan ini
biasanya dilakukan pada pasien-pasien dengan kelainan jantung bawaan, sehingga didapatkan
informasi yang bermanfaat untuk tindakan selanjutnya (seperti operasi) pada pasien.
Risiko kateterisasi jantung
Risiko tindakan kateterisasi jantung sangatlah kecil, biasanya pemeriksaan kateterisasi berlangsung
tanpa masalah. Risiko minor yang bersifat sementara berupa luka memar akibat suntikan jarum,
reaksi sensitif/kepekaan pada zat kontras, ataupun gangguan irama jantung. Namun komplikasi yang
lebih serius seperti terjadinya serangan jantung atau stroke, perdarahan akibat robekan pembuluh
darah besar, tamponade pernah dilaporkan meskipun sangatlah jarang. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa tindakan kateterisasi jantung adalah tindakan yang aman.
apakah pemeriksaan angiografi koroner?
Pemeriksaan angiografi koroner adalah pemeriksaan pencitraan yang bertujuan untuk menangkap
citra pembuluh darah koroner, khususnya untuk melihat adanya penyempitan di pembuluh darah
koroner. Terlihatnya penyempitan di pembuluh darah koroner merupakan tanda pasti untuk diagnostik
penyakit jantung koroner.
Pemeriksaan angiografi merupakan pemeriksaan pencitraan dengan sinar-x (sinar Rontgen) yang
dilakukan di dalam suatu ruangan khusus yang disebut sebagai ‘cath lab’ (laboratorium tindakan
kateterisasi).
Pada pemeriksaan sinar Rontgen biasa, pembuluh darah tidak akan tampak di dalam foto. Untuk
menangkap gambaran pembuluh darah, dokter perlu menginjeksikan suatu zat kontras di lokasi target
pembuluh darah. Zat kontras membuat citra Rontgen pembuluh darah jadi tampak jelas.
Pada angiografi koroner, dokter perlu menginjeksikan zat kontras di pembuluh darah koroner,
caranya yaitu dengan memasukan suatu kateter hingga mencapai pembuluh darah koroner. Kateter
dimasukan dari pembuluh darah lengan atau pembuluh darah selangkangan hingga menuju jantung.
Ketika ujung kateter telah mencapai target, zat kontras diinjeksikan dan dilakukan pemotretan sinar
Rontgen.
Sejarah adenosin
Adenosin adalah nukleosida purin endogen yang memodulasi proses fisiologis banyak. Sinyal seluler dengan adenosin terjadi melalui empat subtipe reseptor adenosin dikenal (A1, A2A, A2B, dan A3).Konsentrasi adenosin ekstraseluler dari sel normal adalah sekitar 300 nM, namun, dalam menanggapi kerusakan sel (misalnya pada jaringan inflamasi atau iskemik), konsentrasi ini dengan cepat meningkat (600-1,200 nM). Jadi, dalam kaitannya dengan stres atau cedera, fungsi adenosin terutama yang dari sitoproteksi mencegah kerusakan jaringan selama kasus hipoksia, iskemia, dan aktivitas kejang. Aktivasi reseptor A2A menghasilkan konstelasi tanggapan yang pada umumnya dapat diklasifikasikan sebagai anti-inflamasi.Adenosin adalah nukleosida terdiri dari molekul adenin melekat pada molekul gula ribosa (ribofuranose) melalui bagian-β N 9-glikosidik obligasi. Adenosin sering disingkat Ado.
Ketika memasuki sirkulasi adenosin, itu dipecah oleh deaminase adenosin, yang hadir dalam sel darah merah dan dinding pembuluh darah.Dipyridamole, penghambat deaminase adenosin, memungkinkan adenosin menumpuk dalam aliran darah. Hal ini menyebabkan peningkatan vasodilatasi koroner.Kekurangan deaminase adenosin adalah diketahui penyebab imunodefisiensi.
Subtipe reseptor yang berbeda adenosin (A1, A2A, A2B, dan A3) semua trans membran tujuh rentang G-protein reseptor digabungkan. Keempat subtipe reseptor diklasifikasikan lebih lanjut berdasarkan kemampuan mereka untuk baik merangsang atau menghambat aktivitas adenilat siklase. Para A2A dan reseptor A2B pasangan untuk G dan memediasi stimulasi adenilat siklase, sedangkan adenosin A1 dan A3 reseptor pasangan untuk G i yang menghambat aktivitas adenilat siklase. Selain itu, reseptor A1 pasangan untuk G o, yang telah dilaporkan untuk menengahi penghambatan adenosin Ca2 konduktansi +, sedangkan reseptor A2B dan A3 juga pasangan untuk G q dan merangsang aktivitas fosfolipase.
Mekanisme kerja- Aktivasi dari reseptor adenosin A 1 oleh agonis menyebabkan pengikatan G i1/2/3 atau G protein . Pengikatan G i1/2/3 menyebabkan penghambatan adenilat siklase dan, oleh karena itu, penurunan cAMP konsentrasi. Peningkatan dari inositol trifosfat / diasilgliserol konsentrasi disebabkan oleh aktivasi fosfolipase C , sedangkan kadar asam arakidonatdimediasi oleh DAG lipase , yang membelah DAG untuk membentuk asam arakidonat. Beberapa jenis saluran kalium diaktifkan namun N-, P-, dan Q-jenis saluran kalsium terhambat.Reseptor ini memiliki fungsi penghambatan pada sebagian besar jaringan di mana ia bersandar.di otak memperlambat aktifitas metabolisme oleh aktivitas tindakan.
-Mekanisme kegiatan reseptor adenosin A2A, G-protein reseptor di mediasi oleh protein G Reseptor A2A bertanggung jawab untuk mengatur aliran darah dengan vasodilatasi arteri yg meningkatan aliran darah tetapi dapat menyebabkan hipotensi- Adenosin difosfat /ADP adalah produk dari reaksi defosforilasi hidrolisis ATP pada ATPase. ADP dapat kembali menjadi ATP oleh ATP synthase. ATP adalah
energi yang penting dalam molekul dalam selADP disimpan dalam granula platelet padat dan dilepaskan ketika platelet tersebut diaktivasi. ADP berinteraksi dengan keluarga reseptor ADP yang ada di platelet (P2Y1, P2Y12 dan P2X1), yang menyebabkan aktivasi platelet yang lebih jauh. ADP dalam darah diubah menjadi adenosina oleh ecto-ADPase, yang menghambat aktivasi platelet yang lebih jauh melalui reseptor adenosina. Obat anti platelet (Plavix / clopidogrel) menghambat reseptor P2Y12.
Perananya dalam sistem biologis.
Adenosin memainkan peran penting dalam proses biokimia, seperti transfer energi - seperti adenosin trifosfat (ATP) dan adenosin difosfat (ADP) - serta dalam transduksi sinyal seperti adenosin siklik cAMP, monofosfat.Ini juga merupakan neurotransmitter inhibisi, diyakini memainkan peran dalam mempromosikan tidur dan menekan kondisi terbangun, dengan tingkat meningkat dengan setiap jam organisme terjaga.
Penyakit yang dalam tubuh berhubungan atau kelebihan senyawa.
Aksi pada jantungBila diberikan intravena, adenosin menyebabkan blok jantung sementara dalam nodus AV. Ini adalah dimediasi melalui reseptor A1, adenilat adenylyl menghambat, mengurangi cAMP dan sehingga menyebabkan hyperpolarization sel dengan meningkatkan fluks + K lahiriah. Ini juga menyebabkan relaksasi tergantung endotel otot polos seperti yang ditemukan di dalam dinding arteri. Hal ini menyebabkan dilatasi "normal" segmen arteri; yaitu di mana endotelium tidak terlepas dari media tunika oleh plak aterosklerosis. Fitur ini memungkinkan dokter untuk menggunakan adenosin untuk menguji penyumbatan di arteri koroner, dengan melebih-lebihkan perbedaan antara segmen yang normal dan abnormal.Pada individu yang dicurigai menderita supraventricular takikardia (SVT), adenosin digunakan untuk membantu mengidentifikasi irama. SVTs tertentu dapat berhasil diakhiri dengan adenosin. Hal ini termasuk aritmia kembali peserta yang memerlukan AV node untuk entri ulang (misalnya, takikardia AV reentrant (AVRT), AV tachycardia reentrant nodal (AVNRT). Selain itu, takikardi atrium kadang-kadang bisa diakhiri dengan adenosin.Adenosin memiliki efek tidak langsung pada jaringan atrium menyebabkan pemendekan periode refrakter. Ketika diberikan melalui kateter lumen pusat, adenosin telah ditunjukkan untuk memulai atrial fibrilasi karena efeknya pada jaringan atrium. Pada individu dengan jalur aksesori, timbulnya fibrilasi atrium dapat menyebabkan fibrilasi ventrikel yang mengancam jiwa.Irama cepat dari jantung yang terbatas pada atrium (misalnya, fibrilasi atrium, atrial flutter) atau ventrikel (misalnya, takikardia ventrikular monomorfik) dan tidak melibatkan nodus AV sebagai bagian dari rangkaian ulang peserta biasanya tidak diubah oleh adenosin . Namun, tingkat respon ventrikel sementara diperlambat dengan adenosin dalam kasus tersebut.Karena efek adenosin pada AV node-bergantung SVTs, adenosin dianggap sebagai kelas V agen antiarrhythmic. Ketika adenosin digunakan untuk irama yang abnormal cardiovert, itu adalah normal bagi jantung untuk memasukkan detak jantung ventrikel selama beberapa detik. Hal ini dapat membingungkan bagi pasien biasanya sadar, dan berhubungan dengan angina seperti sensasi di dada.
Secara alami purin struktur kafein mengikat beberapa reseptor yang sama seperti adenosin. Efek farmakologi dari adenosin karenanya mungkin tumpul pada orang yang mengambil jumlah besar dari methylxanthines (misalnya, kafein, ditemukan dalam kopi dan teh, atau theobromine, seperti yang ditemukan dalam coklat).
Aksi dalam sistem saraf pusatGeneralized, adenosin memiliki efek penghambatan pada sistem saraf pusat (SSP).Efek stimulasi kafein, di sisi lain, terutama (walaupun tidak seluruhnya) dikreditkan ke penghambatan adenosin dengan mengikat reseptor yang sama, dan karenanya secara efektif memblokir reseptor adenosin dalam SSP. Penurunan aktivitas adenosin menyebabkan peningkatan aktivitas dopamin neurotransmitter dan glutamat.
Interaksi obatDopamin dapat menimbulkan toksisitas pada pasien.Carbamazepine dapat meningkatkan blok jantung.Teofilin dan kafein (methylxanthines) kompetitif memusuhi efek adenosin ini; peningkatan dosis adenosin mungkin diperlukan.Dipyridamole mempotensiasi aksi adenosin, yang membutuhkan penggunaan dosis yang lebih rendah.KontraindikasiKontraindikasi umum untuk adenosin adalah: Gelar 2 atau 3 blok jantung (tanpa alat pacu jantung) Sick sinus syndrome (tanpa alat pacu jantung) Panjang QT syndrome Hipotensi berat Gagal jantung dekompensasi Asma kontraindikasi, relatif (Namun, agonis selektif adenosin sedang diselidiki untuk digunakan dalam pengobatan asma) Racun / obat-induced tachycardiaDalam Wolff-Parkinson-White syndrome, adenosin dapat diberikan jika peralatan untuk kardioversi segera tersedia sebagai cadangan.Efek sampingBanyak orang mengalami kemerahan pada wajah, ruam sementara pada dada, ringan, diaforesis, atau mual setelah pemberian adenosin karena efek vasodilatasi yang. Rasa logam adalah sisi efek ciri administrasi adenosin. Gejala-gejala ini bersifat sementara, biasanya berlangsung kurang dari satu menit. Hal ini klasik terkait dengan rasa "malapetaka yang akan datang", lebih dgn biasa digambarkan sebagai ketakutan. Hal ini berlangsung beberapa detik setelah pemberian dosis bolus, selama ada detak jantung transien yang disebabkan oleh pemberian intravena. Dalam beberapa kasus dapat membuat anggota badan adenosin pasien merasa mati rasa selama sekitar 2-5 menit setelah pemberian intravena tergantung pada dosis (biasanya di atas 12 mg).
Antithrombin
AT adalah molekul protein kecil yang menginaktifasi beberapa
sistem koagulasi. AT adalah glikoprotein dengan berat molekul 58 kDa
yang diproduksi oleh hati dan sel endotel, terdiri dari 432 asam amino,
berisi tiga ikatan disulfida. α-antithrombin adalah bentuk dominan dari
antithrombin ditemukan 90% dalam plasma darah. Sedangkan
β-antithrombin ditemukan kira-kira 10% dalam plasma darah Mekanismenya memblok pembekuan darah dengan menonaktifkan
protein "trombin". Oleh karena itu, disebut "anti-thrombin". Sementara
antithrombin III adalah nama asli yang diberikan untuk protein ini, nama
yang benar sekarang ini hanya antithrombin, dengan menghilangkan
angka "III". Nama-nama lain dan singkatan dari antithrombin ialah
antithrombin III, AT, AT III, dan heparin kofaktor I.
Beberapa perbedaan aktifitas AT pada plasma telah dilaporkan
pertama kali pada pertengahan abad 20, disebutkan klasifikasi dari AT I -
IV. AT I mengacu pada penyerapan trombin ke fibrin setelah trombin
mengaktifkan fibrinogen. AT II mengacu pada kofaktor dalam plasma,
yang bersama-sama dengan heparin mengganggu
CLOPIDOGREL 75 MGKOMPOSISIClopidogrel 75 mg.
INDIKASIMengurangi terjadinya aterosklerosis (infrak miokardial, stroke, dan kematian vaskuler) pada pasien dengan aterosklerosis terdokumentasi oleh stroke yang baru terjadi, infark miokardial, atau penyakit arteri perifer yang telah pasti.
KONTRA INDIKASIPendarahan patologik,pendarahan intrakranial, tukak lambung.
PERHATIANinfak miokard akut,pasien dalam pengobatan dengan asam salisilat,NSAID,heparin,inhibitor glikoprotein atau pengobatan trombolitik, adanya lesi dengan kemungkinan pendarahan,kerusakan ginjal.kerusakan hati, anak-anak usia kurang dari 18 tahun, Hamil,menyusui.
EFEK SAMPINGReaksi alergi, sinkop.palpitasi,astenia,iskemik nekrosis,gagal jantung,kram kaki, konstipasi, vertigo,muntah.
INDEKS KEAMANAN PADA WANITA HAMILBaik penelitian reproduksi hewan tidak menunjukkan risiko pada janin maupun penelitian terkendali pada wanita hamil atau hewan coba tidak memperlihatkan efek merugikan (kecuali penurunan kesuburan) dimana tidak ada penelitian terkendali yang mengkonfirmasi risiko pada wanita hamil semester pertama (dan tidak ada bukti risiko pada trisemester selanjutnya).
KEMASANBox isi 30's Tablet
DOSISSekali sehari 75 mg.
PENYAJIANDikonsumsi bersamaan dengan makanan atau tidak
1. Pengertian
Gambar 1. Kemasan Aspirin
Aspirin (Asetosal) adalah nama dagang untuk jenis obat turunan dari salisilat yang
sering digunakan sebagai senyawa analgesik (penahan rasa sakit atau nyeri minor),
antipiretik (terhadap demam), dan anti-inflamasi (peradangan) yang dikeluarkan oleh
Bayer. Aspirin juga merupakan obat antidemam kuat dan mempunyai efek menghambat
agregasi trombosit pada dosis rendah (40 mg) sehingga selain sebagai analgesik aspirin
dewasa ini banyak digunakan sebagai alternatif dari antikoagulansia sebagai pencegah
infark ke 2 setelah terjadinya serangan (Tjay dan Rahardja, 2002).
Aspirin mengandung zat aktif berupa asam asetilsalisilat. Oleh sebab itu, aspirin
merupakan asam organik lemah yang unik diantara obat-obat AINS dalam asetilasi (dan
juga inaktivasi) siklooksigenase ireversibel. AINS lain termasuk salisilat, semuanya
penghambat siklooksigenase reversible. Aspirin cepat dideasetilasi oleh esterase dalam
tubuh, menghasilkan salisilat, yang mempunyai efek anti-inflamasi, anti-piretik, dan
analgesik (Mycek dkk., 2001). Aspirin (asam asetilsalisilat) mempunyai pKa 3,5. Asam
asetilsalisilat disintesis tahun 1853, tetapi obat ini belum digunakan sampai tahun 1899,
ketika diketahui bahwa obat ini efektif pada artritis dan dapat ditoleransi dengan baik.
Nama aspirin diciptakan dari gabungan kata bahasa Jerman untuk
senyawaacetylspirsäure (spirea, nama genus tanaman asal zat tersebut dan säure,
yang dalam bahasa Jerman berarti asam).
1. B. Struktur kimia
Aspirin mengandung gugus fungsi asam karboksilat, dengan rumus molekul C9H8O4.
Nama IUPAC dari aspirin adalah asam 2-asetilbenzoat. Nama generik aspirin adalah
asetosal. Nama kimia dari aspirin adalah asam asetilsalisilat. Adapun struktur kimia dari
aspirin adalah sebagai berikut :
Gambar 2. Struktur aspirin
1. C. Dosis
Dosis optimum analgesik atau antipiretik aspirin, lebih kecil dari dosis oral 0,6 mg yang
lazim digunakan. Dosis yang lebih besar dapat memperpanjang efeknya. Dosis lazim
dapat diulang setiap 4 jam dan dosis lebih kecil (0,3 g) setiap 3 jam. Dosis untuk anak-
anak sebesar 50-75 mg/kg/hari dalam dosis terbagi.
Dosis anti-inflamasi rata-rata 4 g/hari dapat ditoleransi oleh kebanyakan orang dewasa.
Pada anak-anak, biasanya dosis 50-75 mg/kg/hari menghasilkan kadar darah yang
adekuat. Kadar darah 15-30 mg/dL disertai dengan efek anti-inflamasi
1. D. Efek Utama
1. Efek anti-inflamasi
Aspirin menghambat perlekatan granulosit pada pembuluh darah yang rusak,
menstabilkan membran lisosom, dan menghambrat migrasi leukosit polimorfonuklear
dan makrofag ketempat peradangan, sehingga dapat mengurangi rasa sakit di daerah
peradangan. Sifat anti-inflamasi salisilat dosis tinggi bertanggung jawab terhadap
dianjurkannya obat ini sebagai terapi awal artritis rematoid, demam rematik, dan
peradangan sendi lainnya.
1. Efek Analgesik
Asprin sangat efektif dalam meredakan nyeri dengan intensitas ringan sampai sedang,
namun tidak efektif pada terapi nyeri visera seperti yang menyertai abdomen akut, kolik
ginjal, perikarditis, atau infark miokard. Aspirin menghilangkan nyeri dari berbagai
penyebab seperti yang berasal dari otot, pembuluh darah, gigi, keadaan pasca
persalinan, artritis dan bursitis.
1. Efek anti-piretik
Aspirin menurunkan demam, tetapi hanya sedikit mempengaruhi suhu badan yang
normal. Penurunan suhu badan berhubungan dengan peningkatan pengeluaran panas
karena pelebaran pembuluh darah superfisial. Antipiesis mungkin disertai dengan
pembentukan banyak keringat. Demam yang menyertai infeksi dianggap akibat dari dua
kerja. Pertama pembentukan prostaglandin di dalam susunan saraf pusat sebagai
respon terhadap bakteri pirogen. Kedua efek interleukin-1 pada hipotalamus. Interleukin-
1 dihasilkan oleh makrofag dan dilepaskan selama respon peradangan. Aspirin
menghambat baik pirogen yang diinduksi oleh pembentukan prostaglandin maupun
respon susunan saraf pusat terhadap interleukin-1 dan sehingga dapat mengatur
kembali “pengontrol suhu” dihipotalamus, sehingga memudahkan pelepasan panas
dengan jalan vasodilatasi.
1. Efek terhadap trombosit
Aspirin mempengaruhi hemostatis. Aspirin dosis tunggal sedikit memanjangakan waktu
perdarahan hal ini digambarkan dengan penghambatan agregasi trombosit sekunder
akibat penghambatan sintesis tromboksan. Karena kerja ini bersifat ireversibel aspirin
menghambat agregasi trombosit sampai selama 8 hari sampai terbentuk trombosit baru.
Aspirin mempunyai masa kerja yang lebih panjang dibandingkan senyawa lain
penghambat agregasi trombosit seperti tiklopidin, fenilbutazon, dan dipiridamol.
1. E. Efek Samping
1. Efek terhadap saluran cerna
Pada dosis yang biasa, efek samping utama adalah gangguan pada lambung
(intoleransi). Efek ini dapat diperkecil dengan penyangga yang cocok. Gastritis yang
timbul pada aspirin mungkin disebabkan oleh iritasi mukosa lambung oleh tablet yang
tidak larut, karena penyerapan salisilat nonionisasi di dalam lambung atau karena
penghambatan prostaglandin pelindung. Perdarahan saluran cerna bagian atas yang
berhubungan dengan penggunaan aspirin biasanya berkaitan dengan erosi lambung.
Peningkatan kehilangan darah yang sedikit melalui tinja secara rutin berhubungan
dengan pemberian aspirin dosis tinggi.
1. Efek susunan saraf pusat
Dengan dosis yang lebih tinggi, penderita bisa mengalami “salisilisme” (tinnitus atau
penurunan pendengaran dan vertigo) yang reversibel dengan pengurangan dosis. Dosis
salisilat yang lebih besar lagi dapat menyebabkan hiperpnea melalui efek langsung
terhadap medulla oblongata. Pada kadar salisilat toksik yang rendah, bisa timbul
respirasi alkalosis sebagai akibat peningkatan ventilasi.
1. Efek lain
Aspirin dalam dosis harian 2 g atau lebih kecil biasanya meningkatkan asam urat,
sedangkan dosis lebih dari 4 g/hari akan menurunkan kadar asam urat sampai di bawah
2,5 mg/dL. Aspirin dapat menimbulkan hepatitis ringan yang biasanya asimtomatik,
terutama pada penderita yang mendasarinya seperti lupus eritematosus sistemik serta
artritis rematoid juvenilis dan dewasa. Salisilat dapat menyebabkan penurunan laju
filtrasi glomerulus yang reversibel pada penderita dengan dasar penyakit ginjal. Reaksi
hipersensitivitas biasa timbul setelah meminum aspirin pada penderita asma dan polip
hidung serta bisa disertai dengan bronkokonstriksi dan syok. Reaksi ini diperantarai oleh
leukotrin.
1. G. Mekanisme Aksi
1. Farmakokinetik
Penyerapan: Tingkat penyerapan aspirin dari saluran gastrointestinal (GI) tergantung
pada ada atau tidak adanya makanan, pH lambung (ada atau tidak adanya antasida GI),
dan faktor fisiologis lainnya. Setelah penyerapan, aspirin dihidrolisis menjadi asam
salisilat dalam dinding usus dan selama metabolisme pertama-pass dengan kadar
plasma puncak asam salisilat yang terjadi dalam 1 sampai 2 jam dari dosis.
Distribusi: Asam salisilat secara luas didistribusikan ke seluruh jaringan dan cairan
dalam tubuh termasuk sistem saraf pusat (SSP), ASI, dan jaringan janin. Konsentrasi
tertinggi ditemukan dalam plasma, hati, ginjal, jantung, dan paru-paru. Protein
pengikatan salisilat adalah konsentrasi tergantung, yaitu, nonlinier. Pada konsentrasi
plasma asam salisilat <100 mg / mL dan> 400 mg / mL, sekitar 90 dan 76 persen dari
salisilat plasma terikat pada albumin, masing-masing.
Metabolisme: Aspirin, yang memiliki waktu paruh sekitar 15 menit, dihidrolisis dalam
plasma asam salisilat sehingga kadar plasma aspirin mungkin tidak terdeteksi 1 sampai
2 jam setelah pemberian dosis. Asam salisilat, yang memiliki kehidupan plasma
setengah dari sekitar 6 jam, adalah terkonjugasi dalam hati untuk membentuk asam
salicyluric, glukuronat fenolik salisil, salisil asil glukronat,asam gentisic, dan asam
gentisuric. Pada konsentrasi serum yang lebih tinggi dari asam salisilat, pembersihan
total asam salisilat menurun karena keterbatasan kemampuan hati untuk membentuk
kedua asam glukuronat salicyluric dan fenolik. Setelah dosis aspirin beracun (misalnya,>
10 gram), plasma paruh asam salisilat dapat meningkat menjadi lebih dari 20 jam.
Eliminasi: Penghapusan asam salisilat adalah konstan dalam kaitannya dengan
konsentrasi asam salisilat plasma. Setelah dosis terapi aspirin, sekitar 75, 10, 10, dan 5
persen ditemukan diekskresikan dalam urin sebagai asam salicyluric, asam salisilat,
sebuah glukuronat fenolik asam salisilat, dan glukuronat asil dari asam salisilat, masing-
masing. Sebagai pH urin naik di atas 6,5, pembersihan ginjal salisilat bebas meningkat
dari kurang dari 5 persen menjadi lebih dari 80 persen. Alkalinisasi urin adalah konsep
kunci dalam pengelolaan overdosis salisilat. Pembukaan asam salisilat juga berkurang
pada pasien dengan gangguan ginjal.
1. Farmakodinamik
Efektivitas aspirin terutama disebabkan oleh kemampuannya menghambat biosintesis
prostaglandin. Kerjanya menghambat enzim siklooksigenase secara ireversibel
(prostaglandin Sintetase), yang mengkatalisis perubahan asam arakidonat menjadi
senyawa endoperoksida pada dosis yang tepat, obat ini akan menurunkan pembentukan
prostaglandin maupun tromboksan A2, tetapi tidak leukotrien.
Antagonis Reseptor Glikoprotein IIb/IIIa
Antagonis glikoprotein IIb/IIIa menghambat reseptor yang berinteraksi dengan
protein-protein seperti fibrinogen dan faktor von willebrand. Secara maksimal
menghambat jalur akhir dari proses adesi, aktivasi dan agregasi platelet. Telah
dikembangkan tiga kelas penghambat glikoprotein IIb/IIIa yaitu antibodi murine-
human chimeric (abciximab), bentuk synthetic peptide (eptifibatide) dan bentuk
synthetic nonpeptide (tirofiban dan lamifiban).
Direct antithrombin
Direct antithrombin menghambat formasi trombin tanpa tergantung aktivitas
antithrombin III dan terutama menurunkan aktivitas trombin. Direct antithrombin
yaitu hirudin, hirulog, argatroban, efegatran dan inogatran akan menghambat
ikatan klot trombin secara lebih efektif dibanding penghambat trombin indirek.
Fungsi Vitamin KVitamin K adalah vitamin yang larut dalam lemak. vitamin K diperlukan oleh tubuh dalam proses pembekuan darah secara normal. Vitamin K dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah yang sedikit dan biasanya sudah dapat terpenuhi dalam makanan yang kita makan sehingga tidak membutuhkan suplemen vitamin K.
Manfaat vitamin K
Vitamin K sangat berperan dalam proses pembekuan darah dan juga berperan penting dalam proses pembentukan tulang bersama kalsium dan vitamin D. Kekurangan vitamin K dapat menyebabkan gangguan pembekuan darah sehingga menyebabkan perdarahan yang sulit membeku. Bayi yang baru lahir sangat mudah mengalami perdarahan karena sistem pencernaan bayi yang baru lahir masih steril dan tidak mengandung bakteri yang dapat mensintesis vitamin K sementara air susu ibu mengandung hanya sejumlah kecil vitamin K. Untuk itu bayi diberi sejumlah vitamin K saat lahir untuk mencegah kekurangan vitamin K.
Sumber makanan vitamin K
Vitamin K ditemukan dalam berbagai makanan termasuk sayur-sayuran berdaun hijau, daging, dan produk susu. Vitamin K juga dapat berasal dari bakteri di usus yang mensintesis vitamin K yang kemudian diserap dan disimpan dalam hati.
Gejala dan tanda kekurangan vitamin K
Kekurangan vitamin K jarang terjadi tetapi jika terjadi kekurangan vitamin K maka dapat menyebabkan masalah dengan pendarahan dan pembekuan darah. Dokter mungkin akan meresepkan vitamin K jika hal ini terjadi. Vitamin K juga sering diberikan secara rutin kepada bayi yang baru lahir untuk mencegah masalah pendarahan.
Gejala keracunan vitamin K
Keracunan vitamin K sangat terjadi kecuali bagi mereka yang konsumsi suplemen vitamin K berlebih. Gejala keracunan vitamin K dapat berupa hemolisis sel darah merah, penyakit kuning dan kerusakan otak.
TERAPI ANTI KOAGULAN
Operasi ganti katup pertama kali pada tahun 1960 dimana Harken dan Starr secara terpisah
mengganti katup aorta dengan ball-valve prosthesis. Sejak saat itu, perkembangan bentuk dan
pemahaman dalam katup prostetik berkembang pesat.
Ada beberapa pembagian katup artifisial yang dikenal pada saat ini. Katup biologi yaitu katup
jantung manusia yang diperoleh dari donor setelah mereka meninggal dan dibekukan untuk
digunakan nantinya (homograft). Katup bioprostetis yaitu yang terbuat dari binatang yang telah
dicampur bahan kimia dalam pengolahannya. Dan katup mekanik yang terbuat dari logam,
karbon dan/atau bahan sintetis.
Katup prostetik mekanik lebih tahan lama tetapi juga lebih trombogenik dibandingkan katup
bioprostetik. Keuntungan dari katup bioprostetik adalah lebih fisiologis dan tidak memerlukan
antikoagulan jangka panjang. Perkembangan dalam model dari katup bioprostetik telah
menyempurnakan daya tahan dan resistensi terhadap kerusakan struktur, dan katup ini sekarang
telah banyak digunakan pada pasien usia muda.
1. Katup Mekanik
Ada tiga jenis katup mekanik: caged-ball, single leaflet atau tilting-disk, dan bileaflet
valve.Katup-katup mekanik ini memiliki tiga komponen: okluder (closure
mechanism),housing dansewing ring. Semuanya memiliki derjat regurgitasi yang dapat mencegah
pembentukan trombus pada permukaan katup.
a. Caged-Ball valve
Katup prostetik yang pertama sekali yaitu Starr-Edwards caged-ball valvediperkenalkan pada
tahun 1960. Versi original dari katup ini memiliki bola karet silikon (silastic) yang dapat
bergerak bebas. Model ini didisain secara teori dapat mencegah pembentukan trombus.
Tetapi bagaimanapun bola karet ini dapat menahan aliran darah yang dapat mengakibatkan
terbentuknya tromboemboli.
b. Single leaflet atau tilting-disk
Katup ini terdiri dari orifisium mayor dan minor. Oleh karena adanya tilting disk dapat
memungkinkan aliran darah sentral, risiko terbentuknya tromboemboli lebih rendah dibandingkan
dengan katup caged-ball, namun risiko tromboemboli pada katup ini lebih tinggi dibandingkan
penggunaan katup mekanik bileaflet.Katup single leaflet pertama kali adalah Bjork-Shiley yang
diperkenalkan tahun 1969.
karbon pyloritik yang dikelilingi oleh teflon sewing ring.
Katup Medtronic-Hall tilting-disk yang dikeluarkan pada tahun1977 merupakan
katup jenis single leaflet yang paling sering digunakan.
c. Bileaflet valve
Katup prostetik St Jude Medical disetujui penggunaanya oleh United States Food and Drug
Administration (FDA) pada tahun 1977, merupakan katup bileaflet yang paling sering digunakan
pada sekarang ini. Katup ini terbuat dari karbon pyloritik yang dibungkus oleh grafit dan terdiri
dari dua buah leaflet yang menempel pada cincin. Katup ini memungkinkan aliran darah sentral
yang simetris dan non turbulensi.
2. Katup Bioprostetik
Katup bioprostetik berasal dari porcine (katup jantung babi yang dijahitkan pada struktur katup)
atau yang dibuat dari perikardium sapi (bovine) yang dijahitkan pada struktur katup. Katup
jantung bioprostetik kurang trombogenik dibandingkan katup mekanik dan
tidak memerlukan terapi antikoagulan jangka panjang.
Terapi Anti Koagulan
Faktor-faktor yang berperan dalam pembentukan trombus pada katup prostetik adalah;
perubahan aliran darah dan aktivasi hemostasis yang disebabkan oleh adanya gangguan pada
dinding pembuluh darah selama operasi. Terapi antikoagulan jangka pendek dengan unfractioned
heparin (UFH) atau low-molecular-weight heparin (LWMH) sering digunakan sampai
konsentrasi terapeutik dari vitamin K antagonis tercapai
Pemberian aspirin dan vit K antagonis secara terpisah maupun kombinasi, digunakan untuk
terapi jangka panjang pada pasien dengan katup prostetik. Vitamin K antagonis merupakan satu-
satunya oral antikoagulan yang tersedia untuk pasien katup. Warfarin memiliki rerata waktu
paruh 40 jam dan merupakan vitamin K antagonis yang digunakan secara luas di Amerika Utara.
Jenis antagonis lain yang digunakan di Eropa yaitu acenocoumarol (waktu paruh 8-11 jam), fluin-
dione (waktu paruh 30 jam), dan phenprocoumon (waktu paruh 3-5 hari). Pada praktek klinis
sehari-hari, vit K antagonis sulit untuk digunakan karena obat ini memiliki onset dan offset yang
lambat, dengan respon dosis obat yang bervariasi pada setiap individu, dan interaksi pada
beberapa obat dan makanan.10 Oleh karena itu obat ini harus selalu di kontrol efek anti -
koagulannya, yang akan mengganggu kenyaman pasien dan dengan biaya yang besar. Metode
standard yang digunakan dalam memonitor efek antikoagulan ini yaitu dengan memeriksa
nilai Internasional Normalised Ratio(INR) .
Berikut merupakan algoritma yang diambil dari guideline 2006 American
College of Cardiology (ACC) dan American Herat Association (AHA) dan
Guideline 2008 American College of Chest Physiciant (ACPP) .
Warfarin
Pada tahun 1922, Schofield menemukan penyakit perdarahan akibat mengkonsumsi
tanaman sweet clover hay. Lalu Roderick mengamati hewan yang terkena penyakit tersebut
ternyata didapati defisiensi faktor pembekuan darah berupa prothrombin. Lalu pada tahun 1940,
Link dan rekan – rekannya mempublikasikan purifikasi & sintesis dari dicumarol (3,3-
methylenebis-9 [4-hydroxycoumarin]) komponen aktif pada tumbuhan tersebut. Kemudian zat
tersebut dipatenkan pada Wisconsin Alumni Research Foundation, yang mana kemudian dari
situlah nama warfarin itu didapat. Warfarin kemudian diluncurkan pada tahun 1948.
Vit K adalah kofaktor untuk karboksilasi residu glutamat menjadi karboksiglutamat (G1a)
pada wilayah N-terminal dari protein dependent Vit K. Protein-protein ini yang termasuk di
dalamnya faktor koagulasi II, VII, IX, dan X memerlukan karboksilasi dari Vit K untuk aktivitas
biologis. Dengan menghambat siklus konversi Vit K, warfarin menginduksi produksi hepatik dari
protein dekarboksilasi parsial dengan aktivitas koagulasi yang berkurang.
Karboksilasi mempromosikan ikatan dari faktor dependent koagulasi Vit K dengan
permukaan fosfolipid yang kemudian mempercepat koagulasi darah. Karboksilasi memerlukan
bentuk tereduksi dari Vit K ( Vitamin KH2). Warfarin memblokade pembentukan Vitamin KH2
dengan menghambat enzim Vit K epoxide reduktase. Oleh sebab itu membatasi karboksilasi dari
protein–protein koagulan Vit K dependent. Agonist Vit K juga menghambat karboksilasi dari
protein koagulan pengaturan C dan S. Efek antikoagulasi dari warfarin dapat diatasi dengan Vit
K1 (phytonadione) dosis rendah, karena Vit K1 dapat melampaui Vit K epoxyde reduktase.
Warfarin setelah pemberian peroral pada dasarnya akan diabsorpsi secara komplit dengan
mencapai konsentrasi puncaknya tercapai dalam waktu 4 jam pertama. Efek antikoagulannya
mulai terjadi dalam 24 jam setelah pemberian obat. Durasi dari aksi dosis tunggal warfarin 5 mg
per hari adalah 2 sampai 5 hari.
Pada pasien berusia 60 tahun ke atas terlihat menggambarkan repons waktu protrombin
yang lebih besar terhadap efek antikoagulan. Penyebab peningkatan efek antikoagulan dari
warfarin terhadap kelompok usia ini masih belum diketahui, kemungkinan akibat kombinasi
faktor farmakokinetik dan farmakodinamik. Oleh sebab itu sesuai dengan bertambahnya usia
biasanya diperlukan warfarin dengan dosis yang lebih rendah untuk mencapai level terapeutik
yang diinginkan.
Terapi anti-koagulan pada katup mekanik
Berdasarkan data yang tersedia, sangat beralasan memulai terapi dengan vitamin K antagonis
setelah operasi ganti katup dengan katup mekanik segera setelah hemostasis tercapai, biasanya
dalam 6-24 jam setelah operasi. Tidak ada data tersedia sebagai acuan untuk memutuskan
penggunaan UFH atau LWMH segera setelah operasi sampai nilai INR tercapai pada terapi
vitamin K antagonis. ACC/AHA dan ACCP menyarankan untuk memulai terapi dengan heparin
segera setelah operasi apabila tidak ada masalah pendarahan.
terapi anti-koagulan pada katup bioprostetik
karena ada anggapan peningkatan kejadian tromboemboli pada 3 bulan pertama setelah
operasi dengan katup bioprostetik, banyak studi menyarankan pemberian terapi vitamin K
antagonis untuk 3 bulan pertama. Studi yang dilakukan secara random yang membandingkan
pemberian dosis vit K antagonis pada 108 pasien (kebanyakan pasien dengan posisi aorta)
ditemukan tidak ada perbedaan besar dalam kejadian emboli antara vitamin K antagonis yang
mencapai nilai INR 2.0 – 2.3 dibandingkan dengan nilai INR 2.5 – 4.0 pada pemberian 3 bulan
pertama setelah operasi. Berdasarkan studi ini dapat diterima target nilai INR 2.5 (2.0-3.0) untuk
pasien dengan katup bioprostetik pada posisi aorta. Target nilai INR pada posisi mitral adalah 3.0
(2.5-3.5). Terapi vitamin K antagonis biasanya dimulai segera setelah operasi dan dilanjutkan
sampai dengan 3 bulan.
Pemberian aspirin dosis rendah direkomendasikan ACC/AHA dan ACCP sebagai terapi
alternatif pada 3 bulan pertama setelah operasi. Berdasarkan studi yang ada, aspirin dosis rendah
boleh diberikan selain pemberian warfarin pada 3 bulan pertama setelah operasi pada pasien
dengan katup bioprostetik aorta.
Terapi anti-koagulan pada perbaikan katup
Perbaikan katup biasanya di lakukan pada operasi perbaikan mitral dan trikuspid dengan
menggunakan band annuloplasty dan ring. Cincin anuloplasty ini dijahitkan pada annulus untuk
mencegah dilatasi.
Guideline oleh ESC merekomendasikan penggunaan vitamin K antagonis untuk 3 bulan (target
nilai INR 2.5 range 2.0-3.0), dan European Association for Cardiothoracic Surgery (EACTS)
merekomendasikan vitamin K antagonis atau pemberian antiplatelet untuk 3 bulan setelah operasi
KREATININ KINASEKreatinin kinase atau kreatinin fosfokinase, merupakan enzim yang ada dalam
jumlah besar di dalam sel-sel otot lurik, otot jantung, dan otak, dan dalam jumlah
kecil di dalam jaringan-jaringan organ dalam.
FUNGSI Kadar normal kreatinin kinase 10-120 mikrogram per liter (mcg/L). Karena
kreatinin kinase hanya dapat bertahan dalam jangka waktu yang pendek,
pengambilan sampel darah harus dilakukan dalam 48 jam kelainan pada otot
terjadi (akan lebih baik dalam 24 jam pertama).
Adanya kerusakan pada membran sel akibat kekurangan oksigen atau kerusakan
lainnya dapat melepaskan kreatinin kinase di dalam sel ke sirkulasi seluruh
tubuh. Umumnya, kenaikan kadar kreatinin kinase mempunyai tingkat
sensitivitas yang cukup tinggi terhadap serangan jantung, namun tidak spesifik
untuk kelainan jantung tersebut, karena kreatinin kinase juga terdapat pada
jaringan lainnya. Kadar kreatinin kinase berfungsi dalam membantu diagnosis
serangan jantung, evaluasi adanya nyeri dada, untuk menentukan seberapa
parah kerusakan otot yang terjadi, untuk mendeteksi apakah ada kelainan atau
penyakit pada otot. Pola kenaikan atau penurunan serta waktu pemeriksaan
kadar kreatinin kinase dapat membantu menegakan diagnosis.
KELAINANKadar kreatinin yang tinggi dapat terjadi pada beberapa kelainan, seperti:
1. Trauma pada otak atau stroke;
2. Kejang;
3. Peradangan pada otot;
4. Trauma listrik;
5. Serangan jantung;
6. Peradangan pada otot jantung;
7. Kematian jaringan paru.
Ada beberapa kelainan lain yang menyebabkan kadar kreatinin kinase meingkat,
yaitu seperti hipotiroid(kadar hormon tiroid yang rendah), hipertiroid (kadar
hormon yang tinggi), perandangan selaput pembungkus otot jantung,
dan rabdomiolisis.
Kadar kreatinin kinase di bawah rentang normal dapat terjadi pada penyakit hati
yang diakibatkan konsumsi alkohol dalam jumlah banyak dan dalam waktu lama
serta dapat pula terjadi pada penyakit rheumatoid arthritis.
Namun perlu diketahui beberapa kondisi yang dapat menyebabkan kadar
kreatinin kinase meningkat walaupun sebenanrnya tidak ada kelainan yang
berarti, seperti pemeriksaan yang dilakukan setelah aktivitas fisik yang berat,
setelah dilakukan tindakan pembedahan, dan beberapa obat-obatan (seperti
obat-obatan penurunn kolestrol darah).
TROPONIN
Troponin adalah protein spesifik yang ditemukan dalam otot jantung dan otot rangka.
Bersama dengan tropomiosin, troponin mengatur kontraksi otot. Kontraksi otot terjadi
karena pergerakan molekul miosin di sepanjang filamen aktin intrasel. Troponin terdiri
dari tiga polipeptida :
1. Troponin C (TnC) dengan berat molekul 18.000 dalton, berfungsi mengikat dan
mendeteksi ion kalsium yang mengatur kontraksi.
2. Troponin T (TnT) dengan berat molekul 24.000 dalton, suatu komponen
inhibitorik yang berfungsi mengikat aktin.
3. Troponin I (TnI) dengan berat molekul 37.000 dalton yang berfungsi mengikat
tropomiosin.
Dari tiga polipeptida tersebut, hanya bentuk troponin I (cTnI) dan troponin T (cTnT) yang
ditemukan di dalam sel-sel miokardium, tidak pada jenis otot lain.
cTnI dan cTnT dikeluarkan ke dalam sirkulasi setelah cedera miokardium. Sel-sel otot
rangka mensintesis molekul troponin yang secara antigenis berbeda dengan troponin
jantung.
SKOR TIMI
Angka rata-rata kematian, IMA ataupun pasien dengan
revaskularisasi segera secara signifikan meningkat sesuai dengan peningkatan
jumlah skor risiko TIMI (Rathore dkk, 2005; Soiza dkk, 2006), mulai dari >
5% pada pasien dengan skor risiko 0-1 sampai dengan > 40% pada skor risiko
6 atau 7. (Marc dkk, 2003). Untuk IMA non STE/APTS, penilaian dibagi
menjadi skor 0-2 = risiko rendah, skor 3–4 = risiko sedang dan skor 5–7 =
skor tinggi. Penentuan risiko penting dilakukan untuk penentuan strategi
pengobatan (Antman dkk, 2000). Penentuan risiko berdasarkan skor risiko
TIMI untuk IMA non STE/ APTS seperti dalam tabel 8.
Universitas Sumatera UtaraSkor risiko TIMI untuk IMA STE (tabel 9) menunjukkan hubungan
yang kuat antara kematian dalam 30 hari, sebanyak > 40 kali lipat pada
kelompok dengan skor > 8 dibandingkan dengan skor 0. Sementara kelompok
skor > 5 hanya sebanyak 12% namun > 2 kali lipat dari jumlah populasi
(Morrow dkk, 2000)
Konsep Coronary Artery Bypass Graft (CABG)
1. Pengertian Coronary Artery Bypass Graft (CABG)Coronary Artery Bypass Graft (CABG) merupakan salah satu penanganan intervensi dari penyakit Jantung Koroner (PJK), dengan cara membuat saluran baru melewati arteri koroner yang mengalami penyempitan atau penyumbatan (Feriyawati, 2009). Coronary artery bypass grafting (CABG) merupakan tandur alih pintas arteri koroner ( Graf, 2005).Coronary Artery Bypass Grafting, atau operasi CABG, adalah teknik yang menggunakan pembuluh darah dari bagian tubuh yang lain untuk memintas (melakukan bypass) arteri yang menghalangi pemasokan darah ke jantung. CABG bertujuan untuk membuat rute dan saluran baru pada arteri yang terbendung sehingga oksigen dan nutrisi dapat mencapai otot jantung (Corwin, 2001). Terdapat dua bentuk cangkok bypass :a. Cangkok vena (dari vena safena tungkai) mudah dan cepat dilakukan, namun tingkat kegagalan ± 8% pertahun.b. Cangkok arteri secara teknis lebih sulit untuk dilakukan, namun mempunyai tingkat ketahanan jangka panjang lebih baik, sehingga berhubungan dengan kesembuhan pasien jangka menengah yang lebih baik. Cangkok arteri yang paling sering dilakukan adalah arteri mamaria interna, yang biasanya dihubungkan dengan arteri desendens anterior sinistra.
c. Bedah elektif memiliki tingkat mortalitas ± 1 %. Setelah pembedahan pemberian antiaterogenik harus terus diberikan dengan tepat (Patrick, 2005).
2. Tujuan CABG ( Corwi, 2001)Tujuan prosedur tandur pintas arteri koronaria (coronary artery bypass graft, CABG) adalah meningkatkan aliran darah ke miokardium yang mengalami iskemia akibat lesi aterosklerotik stenotik atau obstruktif di arteri koronaria. 3. Indikasi CABG (Muttaqin, 2009).a. CAD, Penyempitan lebih dari 50% dari left main disease atau left main equivalent yaitu penyempitan yang menyerupai left main arteri misalnya ada penyempitan bagian proksimal dari arteri anterior desenden dan arteri sirkumflex Coronary Artery Disease adalah penyakit yang berkaitan dengan kerusakan arteri koroner seperti angina pektoris dan infark miokard. Beberapa ahli juga menyebutnya dengan istilah Acute Coronary Syndrom (Udjianti, 2010).Menurut Kasuari, ( 2002) penyakit jantung koroner pada mulanya di sebabkan oleh penumpukan lemak pada dinding dalam pembuluh darah jantung ( pembuluh darah koroner), dan hal ini lama kelamaan di ikuti oleh berbagai proses seperti penimbunan jaringan ikat, pengapuran, pembekuan darah dan lain-lain yang ke semuanya akan mempersempit atau menyumbat pembuluh darah tersebut.