Upload
yulis-indah-aristyani-suyono
View
20
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
makalah studi kasus
Citation preview
MAKALAH STUDI KASUS FARMAKOTERAPI
VETERINER
Anggota:
1. Yulis Indah A (125130100111019)
2. Mariana Ruth T H (125130100111025)
3. Prayoga D Satriya (125130100111032)
4. Sandra Rini S (125130101111034)
5. Rian Anggia D (125130101111030)
6. R. Rr. Diah Nibras (125130100111038)
7. Andreas B Malino (125130102111004)
8. Parasmita Anggrian S (125130101111023)
9. Visti Ajeng Naval (115130101111067)
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN
MALANG
2014
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Infeksi saluran kemih adalah infeksi yang terjadi di sepanjang jalan saluran kemih,
termasuk ginjal itu sendiri akibat proliferasi suatu mikroorganisme. Untuk menyatakan
adanya infeksi saluran kemih harus ditemukan bakteri di dalam urin. Suatu infeksi dapat
dikatakan jika terdapat 100.000 atau lebih bakteri/ml urin, namun jika hanya terdapat 10.000
atau kurang bakteri/ml urin, hal itu menunjukkan bahwa adanya kontaminasi
bakteri.Bakteriuria bermakna yang disertai gejala pada saluran kemih disebut bakteriuria
bergejala. Sedangkan yang tanpa gejala disebut bakteriuria tanpa gejala. Pada kasus ini
didapatkan kasus infeksi saluran kemih yang terjadi pada sapi,yaitu Cystitis dan Pielonefritis.
Pada makalah ini akan dibahas mengenai Cystitis dan Pielonefritis yang terjadi pada sapi
ditinjau dari Farmakoterapinya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Menentukan masalah/diagnosis
2. Menentukan tujuan terapi
3. Menentukan terapi:
a. Advice
b. Non drug
c. Drug penentuan golongan obat* dan jenis obat¥ berdasarkan: efficacy, safety,
suitability, costs.
d. Rujukan (apabila perlu)
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Menentukan Masalah/Diagnosis
Kasus yang dibahas kali ini adalah tentang Cystitis dan Pielonefritis pada Sapi.
Infeksi saluran kemih dapat dibagi menjadi Cystitis dan Pielonefritis. Cystitis adalah infeksi
kandung kemih, yang merupakan tempat tersering terjadinya infeksi. Pielonefritis adalah
infeksi pada ginjal itu sendiri. Pielonefritis dapat bersifat akut atau kronik. Pielonefritis akut
biasanya terjadi akibat infeksi kandung kemih asendens. Pielonefritis akut juga dapat terjadi
melalui infeksi hematogen.
Cystitis
Cystitis dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu;
Þ Cystitis primer,merupakan radang yang mengenai kandung kemih radang ini dapat
terjadi karena penyakit lainseperti batu pada kandung kemih, divertikel, hipertropi
prostat dan striktura uretra.
Þ Cystitis sekunder, merukan gejala yang timbul kemudian sebagai akibat dari
penyakit primer misalnya uretritis dan prostatitis
Pielonefritis
Pada sapi biasanya disebabkan oleh Bakteri Corynebacterium renale,kuman ada di
dipyelum karena pembendungan saluran kemih akibat batu-batu kemih, hipertropi
kelenjar prostat. Air kemih yang terbendung merupakan tempat yang baik bagi kuman
berkembang, sehingga menyebabkan infeksi. Pada pemeriksaan patologi anatomi
terlihat ginjal membengkak, banyak cairan, bila diinsisi pyelum ginjal berdilatasi dan
bisa sampai rusak / hancur.
Gejala klinis yang terlihat diantaranya adalah Pada pemeriksaan fisik tampak sakit
sedang sampai berat, panas intermitten disertaimenggigil dan takikardi.Sakit sekitar
ginjal sulit diraba karena spasme otot-otot.Distensi abdomen sangat nyata dan
rebound tenderness mungkin juga ditemukan.
Pelzar (1988).
2.2 Tujuan Terapi
Prinsip pengobatan infeksi saluran kemih adalah memberantas (eradikasi) bakteri dengan
antibiotika.
Tujuan pengobatan :
Menghilangkan bakteri penyebab Infeksi saluran kemih.
Menanggulangi keluhan (gejala).
Mencegah kemungkinan gangguan organ ( terutama ginjal).
Antibiotik yang diberikan diantaranya Penicilin atau Trimethoprimsulfamethoxazole
Tujuan Terapi Pemberian Penicilin G
Pemberian penicillin g mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu
proses biokimia di dalam organisme, khususnya dalam proses infeksi oleh bakteri.
Penicilin g bekerja seperti pestisida dengan menekan atau memutus suatu rantai
metabolisme, hanya saja targetnya adalah bakeri. Penicilin g akan mernghentikan
proses metabolisme bakteri menginfeksi saluran kemih dengan merusak dinding sel
bakteri tersebut. Sehingga, infeksi yang diberikan oleh bakteri tersebut akan berhenti
dan saluran kemih mengalami penyembuhan.
Tujuan Terapi Pemberian Trimethoprimsulfamethoxazole
Jika kedua obat ini dikombinasikan, maka akan menghambat sintesis folat,
mencegah resistensi, dan bekerja secara sinergis. Sangat bagus untuk mengobati
infeksi salruran kemih karena lebih bersifat larut dalam lipid.
Trimethoprinsullfamethoxazole bekerja dengan mencegah infeksi pada saluran kemih
berulang-ulang sehinggna mikroba yang menginfeksi akan cepat mati karena tidak
bisa bermetabolisme.(Jawetz,2002).
2.3 Menentukan terapi:
2.3.1 Advice
Pengobatan infeksi saluran kemih menggunakan antibiotika yang telah
diseleksi terutama didasarkan pada beratnya gejala penyakit, lokasi infeksi, serta
timbulnya komplikasi. Pertimbangan pemilihan antibiotika yang lain termasuk efek
samping, harga, serta perbandingan dengan terapi lain. Tetapi, idealnya pemilihan
antibiotika berdasarkan toleransi dan terabsorbsi dengan baik, perolehan konsentrasi
yang tinggi dalam urin, serta spectrum yang spesifik terhadap mikroba pathogen.
Tata cara pengobatan :
• Menggunakan pengobatan dosis tunggal.
• Menggunakan pengobatan jangka pendek antara 10-14 hari.
• Menggunakan pengobatan jangka panjang antara 4-6 minggu.
• Menggunakan pengobatan pencegaham (profilaksis) dosis rendah.
• Menggunakan pengobatan supresif, yaitupengobatan lanjutan jika
pemberantasan (eradikasi) bakteri belum memberikan hasil.
2.3.2 Non drug
Terapi non-drug yang dapat dilakukan pada sapi dengan diagnosa cystitis dan
pyelonephritis adalah dengan irigasi kandung kemih dengan glicerine-acriflavin atau
glicerine-proflavin dengan perbandingan 1:1000 untuk membersihkan saluran urinari.
Penggunaan acidifier dapat dilakukan untuk mengubah pH urin sebagai tindakan
bakteriostatik menggunakan Amonium klorida atau Sodium asam fosfat. Pemberian
acidifier dilakukan setelah dilakukan kultur bakteri pada urin dan ditemukan adanya
bakteri Corynebacterium renale yang tumbuh sangat baik pada kondisi alkali,
sehingga penambahan acidifier dapat mengganggu kehidupan bakteri. Terapi non-
drug lain yang juga dapata dilakukan adalah pemberian dextrose saline untuk
memperbanyak urinasi dan pencucian bladder. Pada sapi dengan umur relatif tua,
frekuensi urinasi menurun menyebabkan bakteri yang berasal dari luar melalui uretra
(di dalam urin) bertahan lebih lama di kandung kemih dan memberikan waktu yang
lebih lama bagi bakteri untuk menginvasi jaringan dari kandung kemih dan dapat
menyebar menjadi pyelonephritis apabila mencapai pelvis ginjal. Untuk itu, hewan
dengan diagnosa gangguan urinasi ini harus diberi akses penuh air minum yang bersih
setiap saat untuk proses pembersihan urin (Hoard, 1993).
2.3.3 Drug penentuan golongan obat* dan jenis obat¥ berdasarkan: efficacy,
safety, suitability, costs.
No.
Jenis Obat (Nama Generik dan Nama
Dagang/Paten)Efficacy Safety Suitability Cost
1. Penicillin G(Ampicillin, Amoxicillin)
Farmakokinetik:Jumlah ampisilin yang diabsorbsi pada pemberian oral dipengaruhi besarnya dosis dan ada tidaknya makanan dalam saluran cerna. Dengan dosis lebih kecil persentase yang diabsorbsi relatif lebih besar.Pemberian secara intramuscular lebih efektif dibandingkan per oral.
Farmakodinamik:Menghambat sintesis dinding sel bakteri. Penisilin G terdistribusi luas dalam tubuh.
Efek obat:Antibiotik
Efek samping/Toksisitas:Reaksi alergi yang sifatnya ringan sampai sedang berupa berbagai bentuk kemerahan kulit, dermatitis kontak, gaangguan lain pada mulut, demam, tetapi yang tersering adalah kemerahan kulit. Efek toksik penisilin terhadap susunan syaraf menimbulkan gejala epilepsi
Interaksi Obat:Antibiotik bakteriostatik dan bakterisid tidakk boleh dikombinasi karena antibiotik bakteriostatik misalnya kloramfenikol dapat menginhibisi kerja bakterisid dari penicillin.Probenesid menghambat sekresi antibiotik sehingga meningkatkan efek atau toksisitasnya.Probenesid menghambat sekresi antibiotik sehingga meningkatkan efek
Indikasi:infeksi pada kulit , infeksi jaringan mukosa infeksi telinga, hidung, tenggorokan. Infeksi saluran pernafasan bawah. Infeksi saluran urin & genital. Gonorrhoeae akut. Efektif untuk demam tifoid akibat Salmonella typhi yang sudah tidak peka terhadap kloramfenikol.
Kontraindikasi:Pemberian oral merupakan kontraindikasi pada penyakit berat karena kadar penisilin dalam darah rendah.Hipersensitivitas terhadap penisilin merupakan kontraindikasi untuk
Relatif murah dan mudah didapat
atau toksisitasnya pemakaiannya.
Bentuk obat:Pemberian secara injeksi IM, dosis 40.000–22.000 iu/ kg bb/12 jam selama 3 hari.Kemasan vial 3 grbotol 15 gr
2. Trimethoprim-Sulfamethoxazole(Cotrimoxazole)
Farmakokinetik: Di absorbsi dengan baik secara intramuscular
Farmakodinamik:Menghambat sintesis folat, mencegah resistensi dan bekerja secara sinergis. Thrimethoprim lebih bersifat larut dalam lipid dibandingkan Sulfamethoxazole, oleh karena itu Trimethoprim memiliki volume distribusi yang lebih besar dibandingkan dengan Sulfamethoxazole.
Efek Obat:Antibiotik
Efek samping/Toksisitas:Mual, diare, hiperkalemia, ruam, glostitis, stomatitis, pancreatitus, colitis, vertigo, gangguan darah
Interaksi Obat:Anti aritmia: meningkatkan resiko ventrikel aritmia (VT) saat trimetropim (cotrimoxazole) diberikan bersama amiodarone. Hindari penggunaan bersama dengan cotrimoxazole
Antikoagulan: trimetropin mungkin meningkatkan efek koagulasi koumarin
Antiviral:Trimetropim meningkatkan
Indikasi :Infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas termasuk bronkitis, pneumonia, infeksi pada cystic fibrosis. Demam tifoid. Meliodosis. Brucellosis. Granuloma inguinale.
Kontraindikasi:Hipersensitifitas terhadap sulfonamide atau trimetoprim. Porfiria
Bentuk obat: Kemasan botol berisi 100 ml, 250 ml, 1000 ml. Dosis dan Cara Pemakaian
Relatif murah dan mudah didapat
konsentrasi plasma lamivudine
kuda, sapi, babi dan domba/ kambing melalui intramuskuler, intraperitonium atau intravena secara perlahan-lahan dengan dosis 0,05 ml/kg BB. dapat diulang 24 jam kemudian jika perlu.
3. Sulfonamide(Sulfametok
sa-zol)
Farmakokinetik:
Diabsorpsi baik
secara peroral.
Didistribusikan ke
seluruh cairan tubuh
dan penetrasinya
baik ke dalam cairan
serebrospinal. Dapat
juga melewati sawar
plasenta dan masuk
ke dalam air susu.
Sulfa diasetilasi
pada N4, terutama di
hati. Eliminasi sulfa
yaitu melalui filtrasi
glomerulus.
Farmakodinamik :
Sulfonamide
menyaingi PABA
Efek samping :
Hipersensitivitas
(demam, rash,
fotosensitivitas),
gangguan
pencernaan (nausea,
vomiting, diare),
hematotoxicity
granulositopenia
(thrombositopenia,
aplastik anemia) dll.
Interaksi obat :
- Anti Aritmia
meningkatkan
resiko VT saat
diberikan bersama
amiodare.
- Lokal
meningkatkan
Indikasi :
Untuk
pengobatan
infeksi oleh
organisme
sensitive
termasukinfeks
i saluran
kemih, infeksi
saluran napas
termasuk
bronchitis.
Kontraindikasi
:
Hipersensitivit
as kepada
sulfonamide,
porfiria
dengan
menghambat/mengi
kat enzim
dihidropteroat
sintase (DHPS)
sehingga
menghambat
pembentukan asam
folat.
Efek obat :
Menghambat bakteri gram positif dan gram negatif.
resiko
methemoglobinemia
saat diberikan
dengan prilokain.
- Antibakteria meningkatkan resiko kristaluria saat diberikan bersama metheamine.
Perhatian :
Hindari
penggunaan
pada pasien
dengan
gangguan
ginjal & hati
berat, hidrasi
yang cukup
dan pada
gangguan
darah.
Sediaan obat :
- Cairan per
oral 200 mg
- Tablet 100 mg, 400 mg
4. Trimethoprim Farmakokinetik :
Diserap baik dalam
usus &
didistribusikan
dalam cairan dan
jaringan tubuh.
Volume distribusi
lebih besar daripada
sulfonamide.
Trimethoprim
terkonsentrasi dalam
cairan prostatic dan
cairan vagina yang
lebih asam daripada
plasma. Ekskresi
Efek samping :
Megaloblastik
anemia, leukopenia,
granulocytopenia.
Interaksi obat :
- Anti Aritmia
meningkatkan
resiko ventrikel
aritmia (VT) saat
diberikan bersama
amiodarone.
- Antibakterial
Indikasi :
Untuk
pengobatan
infeksi oleh
organisme
sensitive
termasukinfeks
i saluran
kemih, infeksi
saluran napas
termasuk
bronchitis.
Kontraindikasi
dalam urin.
Farmakodinamik :
Mencegah sintesis
THFA & pada tahap
selanjutnya dengan
menghambat enzim
dihydrofolate
reductase yang
mencegah
pembentukan
tetrahydro dalam
bentuk aktif dari
folic acid.
Efek obat :
Menghambat bakteri
gram positif dan
gram negatif.
konsentrasi plasma
trimethoprim
kemungkinan
menurun oleh
rifampicin;
konsentrasi kedua
obat mungkin
meningkat ketika
trimethoprim
diberikan dengan
dapson.
- Sitotoksik meningkatkan resiko kerusakan darah saat diberikan bersama azatriopin, mercaptopurin / metotreksate.
:
Hipersensitivit
as kepada
sulfonamide,
porfiria
Perhatian :
Hindari
penggunaan
pada pasien
dengan
gangguan
ginjal & hati
berat, hidrasi
yang cukup
dan pada
gangguan
darah.
Sediaan obat :
- Cairan per
oral 40 mg / 5
ml
- Tablet 20 mg, 80 mg
Kesimpulan obat golongan antibiotik :
No. Obat Efficacy Safety Suitability Cost
1. Penicilin +++ ++ +++ +++
2. Trimethoprim-Sulfamethoxazole
++ ++ +++ +++
3. Sulfonamide ++ ++ ++ +++
4. Trimethoprim ++ ++ ++ +++
Berdasarkan tabel penentuan golongan obat dan jenis obat berdasarkan: efficacy, safety,
suitability, costs dapat disimpulkan bahwa kami memilih obat jenis Penicillin karena
Antibiotik ini tergolong antibiotik spektrum luas yang dapat membunuh bakteri gram positif
maupun negatif. Selain itu Penicillin juga merupakan antibiotik yang paling sering digunakan
dalam kasus Cystisis dan Pyelonephritis dan harganya juga relatif murah.
2.3.4 Rujukan (apabila perlu)
Tidak perlu diberi rujukan selama infeksi masih di vesica urinaria, jika diberi pengobatan
secara rutin akan sembuh.
BAB 3
KESIMPULAN
Kasus yang dibahas kali ini adalah tentang Cystitis dan Pielonefritis pada Sapi.
Infeksi saluran kemih dapat dibagi menjadi Cystitis dan Pielonefritis. Cystitis adalah infeksi
kandung kemih, yang merupakan tempat tersering terjadinya infeksi. Pielonefritis adalah
infeksi pada ginjal itu sendiri. Pielonefritis dapat bersifat akut atau kronik. Pielonefritis akut
biasanya terjadi akibat infeksi kandung kemih asendens. Prinsip pengobatan infeksi saluran
kemih adalah memberantas (eradikasi) bakteri dengan antibiotika. Pengobatan infeksi saluran
kemih menggunakan antibiotika yang telah diseleksi terutama didasarkan pada beratnya
gejala penyakit, lokasi infeksi, serta timbulnya komplikasi. Terapi non-drug yang dapat
dilakukan pada sapi dengan diagnosa cystitis dan pyelonephritis adalah dengan irigasi
kandung kemih dengan glicerine-acriflavin atau glicerine-proflavin dengan perbandingan
1:1000 untuk membersihkan saluran urinari. Sedangkan untuk terapi drug digunakan adalah
antibiotik Penicillin.
DAFTAR PUSTAKA
Hoard, W.D. 1993. Herd Health. United States of America: W.D Hoard & Sons Company
Jawetz E. Sulfonamid dan trimetoprim. In: Katzung BG (Ed): Farmakologi dasar dan klinik.
Jakarta, EGC.2002
Pelzar Michael: Dasar-dasar Mikrobiologi, jilid 2. UI-Press Jakarta 1988