Upload
maria-kehi
View
72
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
ggghghghjg
Citation preview
MAKALAH
WOUND CARE
“Diabetes Mellitus dan Selulitis”
DISUSUN OLEH :
Adrianus Asa Bere Loy
Ajy Pramustyo
Adriani M Ndolu
Cahyo Sang Wahyu
Mariana Kehi
Nita Aprillia Yudi Anggarani
Ro’uffun Nisa Haqqu
Juventus M. A Nahak
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PATRIA HUSADA
BLITAR
2016
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi rahmat
dan karunia-Nya sehingga makalah tentang “Diabetes Mellitus dan Selulitis” ini dapat
terselesaikan. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Wound Care. Saya
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini
dapat diselesaikan sesuai dengan waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah
ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk
pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Blitar, April 2016
Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................
RINGKASAN ...................................................................................................
DAFTAR ISI......................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................
1.1 LATAR BELAKANG..............................................................................
1.2 RUMUSAN MASALAH.........................................................................
1.3 TUJUAN..................................................................................................
BAB II KONSEP PENYAKIT DAN LUKA...................................................
2.1 DEFINISI ................................................................................................
2.2 KLASIFIKASI.........................................................................................
2.3 ETIOLOGI...............................................................................................
2.4 PATOFISIOLOGI....................................................................................
2.5 MANIFESTASI KLINIS.........................................................................
2.6 KOMPLIKASI.........................................................................................
2.7 PENCENGAHAN....................................................................................
2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG.............................................................
2.9 PENATALAKSANAAN.........................................................................
2.10 ASUHAN KEPERAWATAN................................................................
2.11 DIAGNOSA KEPERAWATAN............................................................
2.12 INTERVENSI .......................................................................................
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN............................................................
3.1 PENGKAJIAN UMUM...........................................................................
3.2 PENGKAJIAN LUKA.............................................................................
3.3 PENGKAJIAN NUTRISI........................................................................
3.4 PENGKAJIAN NYERI............................................................................
3.5 ANALISA DATA....................................................................................
3.6 DIAGNOSA KEPERAWATAN..............................................................
3.7 INTERVENSI..........................................................................................
3
3.8 IMPLEMENTASI....................................................................................
3.9 EVALUASI .............................................................................................
BAB IV PEMBAHASAN .................................................................................
SIMPULAN DAN SARAN...............................................................................
KEPUASAN PASIEN.......................................................................................
4
RINGKASAN
Pada tanggal 24 maret 2016 pasien datang ke rumah sakit ngudi waluyo wlingi dengan keluhan bengkak di tangan kiri, dari IGD pasien diantar ke ruang bougenville. Setelah pasien di ruang bougenville pasien menceritakan bahwa pasien mempunyai riwayat jatuh kurang lebih 2 tahun yang lalu tapi hanya di bwah ke dukun dan diolesi minyak tawon. Satu bulan yang lalu timbul benjolan di tangan kiri dan benjolan tersebut semakin hari semakin membesar, oleh keluarga pasien dibawah ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan dan dokter menyarankan pasien untuk rawat inap, selama 3 hari perawatan benjolan tersebut pecah. Pasien mempunyai riwayat penyakit diabetes mellitus kurang lebih 1 tahun yang lalu, pada tanggal 27 maret 2016 benjolan yang sudah pecah di bersihkan atau di rawat dengan menggunakan teknik bersih dan steril, cairan yang digunakan untuk membersihkan luka adalah cairan normal saline dan di tutup menggunakan sufratulle dan kassa kering. Kondisi pasien pada tanggal 28 maret 2016 terdapat luka di tangan bagian kiri.
5
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Selulitis adalah penyebran infeksi pada kulit yang meuas hingga jaringan subkutan.
Penyebab umumnya streptococcus hemolitikus b grup A dan stapyloccocus aureus. Factor
predisposisi mencakup abrasi kerusakan kulit, laserasi (robekan), luka bakar, kulit yang
meradang / eksim, dsb. Meskipun jalur masuk kuman tersebut mungkin saja tak nampak
jelas.
Reaksi alergi dermatitis kontak (misalnya : gigitan serangga, immunisasi, tumbuh-
tumbuhan.dsb) sering kalisalah satu diagnosis sebagaiselulitis, jika terdapat gatal dan tidak
ada nyeri tekan bukanlah suatu selulitis.
Diabetes Melitus adalah sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kelainan
kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Diabetes Mellitus memiliki beberapa
klasifikasi diantaranya Insulin Dependen diabetes mellitus (IDDM) yang dahulu dikenal
dengan nama Juvenil Onset diabetes (JOD), klien tergantung pada pemberian insulin untuk
mencegah terjadinya ketoasidosis dan mempertahankan hidup, sedangkan Non Insulin
Dependen diabetes mellitus (NIDDM), yang dahulu dikenal dengan nama Maturity Onset
diabetes (MOD) terbagi dua yaitu : Non obesitas, Obesitas disebabkan karena kurangnya
produksi insulin dari sel beta pankreas, tetapi biasanya resistensi aksi insulin pada jaringan
perifer.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1) Apa yang dimaksud dengan selulitis dan diabetes mellitus?
2) Apa klasifikasi dari selulitis dan diabetes mellitus?
3) Apa saja penyebab dari selulitis dan diabetes mellitus?
4) Bagaimana patofisologi dari selulitis dan diabetes mellitus?
5) Apa kompliksi dari selulitis dan diabetes mellitus?
6) Apa saja manifestasi klinis dari seluitis dan diabetes mellitus?
7) Apa saja penatalaksanaan dari seulitis dan diabetes mellitus?
6
8) Bagaimana asuhan keperawatan yng diberikn pada pasien selulitis dan diabetes
mellitus?
1.3 TUJUAN
a) Tujuan Umum
Membenerikan pemahaman tentang selulitis dan diabetes mellitus
b) Tujuan Khusus
1. Menjelaskan tentang selulitis dan diabetes mellitus
2. Menjelaskan tentang klasifikasi dari selulitis dan diabetes mellitus
3. Menjelaskan tentang penyebab dari selulitis dan diabetes mellitus
4. Menjelaskan tentang manifestasi klinis dari selulitis dan diabetes mellitus
5. Menjelaskan tentang komplikasi dari selulitis dan diabetes mellitus
6. Menjelaskan tentang bagaimana cara mencengah selulitis7. Menjelaskan tentang pemeriksaan penunjang dari selulitis dan
diabetes mellitus8. Menjelaskan tentang penatalaksanaan selulitis dan diabetes
mellitus9. Menjelaskan tentang asuhan keperawatan yang akan
diberikan dan bagaimana intervensinya
7
BAB II
KONSEP
2.1 DEFENISI
Selulitis merupakan inflamasi jaringan subbkutan dimana proses inflamasi yang
umumnya dianggap sebagai penyebab adalah bakteri S.aureus dan atau streptococcus
(Arif Mutaqin, hal 68, 2011). Selulitis adalah inflamasi supuratif yang juga melibatkan
sebagian jarigan subkutan. Diabetes Melitus adalah sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kelainan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.
2.2 KLASIFIKASI
1. selulitis
Menurut berini, et al (1999) selulitis dapat digolongkan menjadi :
a. Selulitis sirkumskripta serous akut Selulitis yang terbatas pada daerah tertentu yaitu satu atau dua spasia fasial, yang jelas batasnya. Infeksi bakteri mengandung serous, konsistensinya sangat lunak dan spongius
b. Selulitis sirkumskripta supuratif akut Prosesnya hamir sama dengan selulitis sirkumskripta serous akut, hanya infeksi bakteri tersebut juga mengandung suppurasi yang purulen. Enamaan berdasarkan spasia yang dikenainya. Jika berbentuk eksudat yang purulen.
c. Selulitis difus akut Dibagi menjadi beberapa kelas yaitu : Ludwig’s angina Selulitis yang berasal dari inframylohyoid Selulitis senator’s difus peripharingeal Selulitis fasialis difus Selulitis kronik Selulitis difus yang sering dijumpai
2. diabetes mellitus
8
Berdasarkan klasifikasi dari WHO diabetes mellitus dibagi beberapa type yaitu :
1. Diabetes mellitus type insulin, Insulin Dependen diabetes mellitus (IDDM) yang
dahulu dikenal dengan nama Juvenil Onset diabetes (JOD), klien tergantung
pada pemberian insulin untuk mencegah terjadinya ketoasidosis dan
mempertahankan hidup. Biasanya pada anak-anak atau usia muda dapat
disebabkan karena keturunan.
2. Diabetes mellitus type II, Non Insulin Dependen diabetes mellitus (NIDDM),
yang dahulu dikenal dengan nama Maturity Onset diabetes (MOD) terbagi dua
yaitu :
a. Non obesitas
b. Obesitas
Disebabkan karena kurangnya produksi insulin dari sel beta pankreas, tetapi
biasanya resistensi aksi insulin pada jaringan perifer. Biasanya terjadi pada orang
tua (umur lebih 40 tahun) atau anak dengan obesitas.
3. Diabetes Mellitus Type Lain
a. Diabetes oleh beberapa sebab seperti kelainan pankreas, kelainan hormonal,
diabetes karena obat/zat kimia, kelainan reseptor insulin, kelainan genetik
dan lain-lain.
b. Obat-obat yang dapat menyebabkan huperglikemia antara lain :
Furasemid, thyasida diuretic glukortikoid, dilanting dan asam hidotinik.
c. Diabetes Gestasional (diabetes kehamilan) intoleransi glukosa selama
kehamilan, tidak dikelompokkan kedalam NIDDM pada pertengahan
kehamilan meningkat sekresi hormon pertumbuhan dan hormon chorionik
somatomamotropin (HCS). Hormon ini meningkat untuk mensuplai asam
amino dan glukosa ke fetus.
2.3 ETIOLOGI
1. selulitis
Penyakit selulitis disebabkan oleh :
a. Infeksi bakteri dan jamur
9
Disebabkan oleh streptococcus grup A dan staphyococcus aureus. Pada bayi yang terkena penyakit ini disebabkan oleh streptococcus grup B. infeksi dari jamur, tapi infeksi yang diakibatkan jamur termasuk jarang Aeromonas hydrophila, S. numoniae
b. Penyebab lain Gigitan binatang, serangga atau bahkan gigitan manusia, kulit kering, eksim, kulit yang terbakar atau melepuh, diabetes, obesitas, pembengkakan yang kronis pada kaki, penyalahgunaan obat-obatan terlarang, menurunnya daya tahan tubuh, cacar air, malnutrisi, gagal ginjal.
Beberapa factor yang memperparah resiko dari perkembangan selulitis :
UsiaSemakin tua usia, keefktifan system sirkulasi dalam menghantarkan darah berkurang pada bagian tubuh tertentu. Sehingga abrasi kulit potensi mengalami infeksi seperti selulitis pada bagian yang sirkulasi darahnya memprihatinkan
Melemahnya system imunDengan system immune yang melemah maka semakin mempermudah terjadinya infeksi. Contoh pada penderita leukemia lymfotic kronis dan infeksi HIV.penggunaan obat pelemah immune bagi orang yang baru transplantasi organ juga mempermudah infeksi
Diabetes mellitusTidak hanya gula darah meningkat dalam darah namun juga mengurangi system immune tubuh dan menambah resiko infeksi. Diabetes mengurangi sirkulasi darah pada ekstremitas bawah dan potensial membuat luka pada kaki dan menjadi jalan masuk bagi bakteri penginfeksi
Cacar dan ruam saraf Karena penyakit ini menimbulkan luka terbuka yang dapat menjadi jalan masuk bakteri penginfeksi
Pembengkakan kronis pada lengan dan tungkai Pembengkakkan jaringan membuat kulit terbuka dan menjadi jalan masuk bagi bakteri penginfeksi
Infeksi jamur kronis pada telapak atau jari tangan Malnutrisi
Sedangkan lingkungan tropis, panas, banyak debu dan kotoran, mempermudah timbulnya penyakit ini.
2. diabetes mellitus
Secara umum penyebab terjadinya DM tidak diketahui secara pasti, namun
dimungkinkan karena faktor :
10
1. Diabetes Mellitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autuimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pancreas.
2. Diabetes Mellitus Tak Tergantung Insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola
familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin
maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-
sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada
reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler
yang meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien
dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor.
Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang
responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal
antara komplek reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar
glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan
meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar
tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia (Price,1995). Diabetes
Mellitus tipe II disebut juga Diabetes Mellitus tidak tergantung insulin
(DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) yang
11
merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih
ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul
pada masa kanak-kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II,
diantaranya adalah:
a. Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
d. Kelompok etnik
2.4 PATOFISIOLOGI
a) Selulitis
Selulitis terjadi jika bakteri masuk ke dalam kulit melalui kulit yang terbuka. Dua bakteri yang saling sering menyebabkan infeksi ini adalah streptococcus dan staphylococcus. Lokasi paling sering terjadi adalah di kaki, khususnya di kulit daerah tulang kering dan punggung kaki karena cendrung menyebar melalui aliran limfatik dan aliran darah, jika tidak segera tidak diobati selulitis dapat menjadi gawat. Bakteri pathogen yang menembus lapisan luar menimbulkan infeksi pada permukaan kulit atau menimbulkan peradangan. Penyakit infeksi sering terjangkit pada orang gemuk, rendah gizi, kejemuan atau orang tua pikun dan pada orang kencing manis yang pengobatannya tidak adekuat. Gambaran klinis eritema local pada kulit dan system vena dan limfatik pada kedua ekstremitas atas dan bawah. Pada pemeriksaan ditemukan kemerahan yang karakteristik hangat, nyeri tekan, demam dan bakterimia. Selulitis yang tidak berkomplikasi paling sering disebabkan oleh streptococcus grup A, streptococcus lainnya, staphylococcus aureus, kecuali jika luka yang terkait berkembang bakterimia, etiologi microbial yang asti sulit ditentukan, untuk abses lokalisata yang memunyai gejala sebagai lesi kultur pus atau bahan yang diaspirasi diperlukan. Meskipun etiologi abses ini kadang disebabkan oleh campuran bakteri aerob dan anaerob yang lebih komleks bau busuk dan ewarnaan gram pus menunjukkan adanya organism campuran. Ulkus kulit yang tidak nyeri sering terjadi, lesi ini dangkal dan berindurasi dan dapat mengalami super infeksi. Etiologinya tidak jelas tetapi mungkin merupakan hasil perubahan peradangan benda asing, nekrosis dan infeksi derajat rendah.
b) Diabetes Mellitus
12
Diabetes Tipe I. Pada diabetes tipe ini terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses
autoimun. Hipereglikemia-puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak
terukur oleh hati. Disamping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat
disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan
hiperglikemia postprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap
kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul
dalam urine (Glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan diekskresikan ke dalam
urine, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan.
Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan
yang berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (Poliuria)
dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera
makan (Polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup
kelelahan dan kelemahan.
Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan
glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari
asam-asam amino serta substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin,
proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turun menimbulkan
hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan
peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan
lemak. Badan keton merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam basa
tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis diabetik yang diakibatkannya
dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti hiperventilasi, napas bau
aseton dan bila tidak ditangani akan mengakibatkan perubahan kesadaran, koma
bahkan kematian.
Diabetes Tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin yaitu retensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel.
13
Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian
reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Retensi insulin pada diabetes tipe
II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi
tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi retensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah,
harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita
toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang
berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau
sedikit meningkat. Namun demikian jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi
peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan
terjadi diabetes tipe II.
2.5 MANIFESTASI KLINIS
a) Selulitis
Selulitis menyebabkan kemerahan atau peradangan yang terlokalisasi. Kulit
tampak merah, bengkak, licin, disertai nyeri tekan dan teraba hangat. Ruam kulit
muncul secara tiba-tiba dan memiliki batas yang tegas, gejala lain yaitu :
Demam peningkatan suhu tubuh yang menyolok
Nyeri keala
Penurunan kesadaran
Mendadak shock
Hipertensi
Takikardi
Peningkatan rangsang migren
Terkadang koma
b) Diabetes mellitus
Gejala diabetes mellitus type 1 muncul secara tiba–tiba pada usia anak–
anak sebagai akibat dari kelainan genetika sehingga tubuh tidak memproduksi
insulin dengan baik. Gejala–gejalanya antara lain adalah sering buang air kecil,
terus menerus lapar dan haus, berat badan turun, kelelahan, penglihatan kabur,
14
infeksi pada kulit yang berulang, meningkatnya kadar gula dalam darah dan air
seni, cenderung terjadi pada mereka yang berusia dibawah 20 tahun.
Sedangkan diabetes mellitus tipe II muncul secara perlahan–lahan sampai
menjadi gangguan kulit yang jelas, dan pada tahap permulaannya seperti gejala
pada diabetes mellitus type I, yaitu cepat lemah, kehilangan tenaga, dan merasa
tidak fit, sering buang air kecil, terus menerus lapar dan haus, kelelahan yang
berkepanjangan dan tidakgk ada penyebabnya, mudah sakit yang berkepanjangan,
biasanya terjadi pada mereka yang berusia diatas 40 tahun tetapi prevalensinya
kini semakin tinggi pada golongan anak–anak dan remaja.
Gejala–gejala tersebut sering terabaikan karena dianggap sebagai
keletihan akibat kerja. Jika glukosa darah sudah tumpah ke saluran urine sehingga
bila urine tersebut tidak disiram akan dikerubungi oleh semut adalah tanda adanya
gula. Gejala lain yang biasa muncul adalah penglihatan kabur, luka yang lam
asembuh, kaki tersa keras, infeksi jamur pada saluran reproduksi wanita,
impotensi pada pria.
2.6 KOMPLIKASI
a) Selulitis
Bakteremia
Nanah atau local abscess
Supperinfeksi oleh bakteri gram negative
Lymhagitis
Trombophebitis
Selulitis pada mukan atau facial cellulitis pada anak menyebabkan
meningitis sebesar 8%
b) Diabetes mellitus
Komplikasi diabetes mellitus terbagi menjadi 2 yaitu komplikasi akut dan
komplikasi kronik.
1. Komplikasi Akut, ada 3 komplikasi akut pada diabetes mellitus yang penting dan
berhubungan dengan keseimbangan kadar glukosa darah dalam jangka pendek,
ketiga komplikasi tersebut adalah:
15
a. Diabetik Ketoasedosis (DKA)
Ketoasedosis diabetik merupakan defisiensi insulin berat dan akut dari suatu perjalanan penyakit diabetes mellitus. Diabetik ketoasedosis disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata.
b. Koma Hiperosmolar Nonketotik (KHHN)
Koma Hiperosmolar Nonketotik merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat kesadaran. Salah satu perbedaan utama KHHN dengan DKA adalah tidak terdapatnya ketosis dan asidosis pada KHHN.
c. Hypoglikemia
Hypoglikemia (Kadar gula darah yang abnormal yang rendah) terjadi kalau kadar glukoda dalam darah turun dibawah 50 hingga 60 mg/dl. Keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian preparat insulin atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit.
2. Komplikasi kronik
Diabetes Melitus pada adsarnya terjadi pada semua pembuluh darah diseluruh
bagian tubuh (Angiopati Diabetik). Angiopati Diabetik dibagi menjadi 2 yaitu (Long
1996) :
a. Mikrovaskuler
Ginjal
Salah satu akibat utama dari perubahan–perubahan mikrovaskuler adalah perubahan pada struktural dan fungsi ginjal. Bila kadar glukosa darah meningkat, maka mekanisme filtrasi ginjal akan mengalami stress yang menyebabkan kebocoran protein darah dalam urin.
Penyakit Mata (Katarak)
Penderita Diabetes melitus akan mengalami gejala penglihatan sampai kebutaan. Keluhan penglihatan kabur tidak selalui disebabkan retinopati (Sjaifoellah, 1996 : 588). Katarak disebabkan karena hiperglikemia yang berkepanjangan yang menyebabkan pembengkakan lensa dan kerusakan lensa (Long, 1996 : !6).
Neuropati
Diabetes dapat mempengaruhi saraf - saraf perifer, sistem saraf otonom, Medsulla spinalis, atau sistem saraf pusat. Akumulasi sorbital dan perubahan–perubahan metabolik lain dalam sintesa atau fungsi myelin yang dikaitkan dengan hiperglikemia dapat menimbulkan perubahan kondisi saraf.
16
b. Makrovaskuler
Penyakit Jantung Koroner
Akibat kelainan fungsi pada jantung akibat diabetes melitus maka terjadi penurunan kerja jantung untuk memompakan darahnya keseluruh tubuh sehingga tekanan darah akan naik atau hipertensi. Lemak yang menumpuk dalam pembuluh darah menyebabkan mengerasnya arteri (arteriosclerosis), dengan resiko penderita penyakit jantung koroner atau stroke.
Pembuluh darah kaki
Timbul karena adanya anesthesia fungsi saraf – saraf sensorik, keadaan ini berperan dalam terjadinya trauma minor dan tidak terdeteksinya infeksi yang menyebabkan gangren. Infeksi dimulai dari celah–celah kulit yang mengalami hipertropi, pada sel–sel kuku yang tertanam pada bagian kaki, bagia kulit kaki yang menebal, dan kalus, demikian juga pada daerah–daerah yang tekena trauma.
Pembuluh darah otak
Pada pembuluh darah otak dapat terjadi penyumbatan sehingga suplai darah ke otak menurun.
2.7 PENCEGAHAN
Jika memiliki luka :
Bersihkan luka setia hari dengan sabun dan air
Oleskan antibiotic
Tutupi luka dengan perban
Sering-seirng mengganti perban tersebut
Perhatikan jika ada tanda-tanda infeksi
Jika kulit masih normal :
Lembabkan kulit secara teratur
Potong kuku jari tangan dan kaki secar berhati-hati
Lindungi tangan dan kaki
Rawat secar tepat infeksi pada bagian superficial
17
2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG
a) Selulitis
Tidak membutuhkan prosedur lebih lanjut untuk sampai ke tahap diagnosis
(yang meliputi anamnesis, uji laboratorium, sinar x dll) dalam kasus cellulite yang
belum mengalami komplikasi yang mana kriterianya seperti :
Daerah penyebaran belum luas
Daerah yang terinfeksi belum mengalami rasa nyeri atau sedikit nyeri
Tidak ada tanda-tanda systemic seperti demam, teras dingin, dehidrasi,
tachypnea, tachycardia, hypotensi
Tidak ada factor resiko yang dapat menyebabkan penyakit bertambah
parah seperti umur yang sangat tua, daya tahan tubuh yang lemah.
Jika sudah mengalami gejala seperti adanya tanda systemic, maka untuk
melakukan diagnosis membutuhkan penegakan diagnosis tersebut dengan
melakukan pemeriksaan laboratorium seperti :
Complete blood count, menunjukkan kenaikan jumlah leukosit dan rata-
rata sedimentasi eritrosit. Sehingga mengindikasikan adanya infeksi
bakteri
BUN level
Creatinine level
Culture darah
Pembuangan luka
Immounoflurescence : immounoflurescence adalah sebuah teknik yang
dimana dapatmembantu menghasilak diagnose secara pasti pada culture
cellulitis negative, tapi teknik ini jarang digunakan
Penggunaan MRI juga dapat membantu dalam mendiagnosa infeksi
cellulitis yang parah. Mengidentifikasi pyomyositis, necrotizing fasciitis,
dan infeksi selulitis dengan atau tanpa pembentukkan abses pada
subkutaneus.
18
b) Diabetes mellitus
Laboratorium: Tes toleransi glukosa (TTG) memanjang, > 200 mg/dL. Biasanya, tes ini dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar
glukosa darah meningkat di bawah kondisi stress. Gula darah puasa (FBS) ; >140 mg/dl Kadar glukosa sewaktu (GDS) ; >200 mg/dl Urinolisa positif terhadap glukosa dan keton.
Pada respon terhadap defisiensi intraseluler, protein dan lemak diubah
menjadi glukosa (glukoneogenesis) untuk energi.selama perubahanini asam lemak
bebas dipecah menjadi badan keton oleh hepar. Ketosis terjadi ditujukkan oleh
ketonuria.glukosuria menunjukkan bahwa ambang ginjal terhadap reabsorbsi
glukosa tercapai.
Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat, menandakan
ketidakadekuatan kontrol glikemik dan peningkatan propensitas pada terjadinya
ateroskerosis.
Essei hemoglobin glikosilat di atas rentang normal. Tes ini mengukur
presentase glukosa yang melekat pada hemoglobin. Glukosa tetap melekat pada
hemoglobin selama hidup sel darah merah. Rentang normal adalah 5-6%.
2.9 PENATALAKSANAAN
a) Selulitis
Pemeriksaan Laboratorium
CBC (Complete Blood Count), menunjukkan kenaikan jumlah
leukosit dan rata-rata sedimentasi eritrosit. Sehingga
mengidentifikasikan adanya infeksi bakteri
BUN level
Creatinin level
Kultur darah, dilaksanakan bila infeksi tergeneralisasikan telah
diduga mengkultur dan membuat apusangram, dilakukan secara
terbatas pada daerah penampakan luka namun sangat membantu
pada area abses atau terdapat bula.
19
Pemeriksaan laboratorium tidak dilaksanakana apabila penderita belum
memenuhi beberaa criteria seperti area kulit yang terkena kecil, tidak terasa sakit,
tidak ada tanda systemic (demam, dingin, dehidrasi,takipnea,takikardia,
hipotensi), dan tidak ada factor resiko.
b) Diabetes mellitus
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan
aktivitasinsulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi
komplikasi vaskulerserta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes
adalah mencapai kadarglukosa darah normalAda 5 komponen dalam
penatalaksanaan diabetes:
1. Diet
a. Latihan
b. Pemantauan
c. Terapi (jika diperlukan)
d. Pendidikan
2. Perencanan Makan (Meal Planning)
Pada konsensus Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) telah
ditetapkan bahwa standart yang diajurkan adalah santapan dengan komposisi
seimbang berupa karbohidrat (60-70%) protein (10-15%) dan lemak (20-25%).
Apabila diperlukan santapan karbohidrat sampai 70-75% juga memberikan hasil
yang baik. Terutama untuk golongan ekonomi rendah. Jumlah kalori disesuaikan
dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut, dan kegiatan jasmani untuk
mencapai berat badan ideal, jumlah kandungan kolesterol < 300 mg/hr. Jumlah
kandungan serat + 25 g/hr, diutamakan jenis serat larut, konsumsi garam dibatasi
bila terdapat hipertensi, pemanis dapat digunakan secukupnya.
3. Latihan Jasmani
Dianjurkan latihan jasmani teratur, 3-4 kali tiap minggu selama + 0,5 jam yang sifatnya sesuai CRIPE (Continous, Rhytmical, Progresive, Endurance Trainning). Latihan dilakukan terus menerus tanpa berhenti, otot-otot berkonsentrasi dan relaksasi secara teratur, selang-seling antara gerak cepat dan lambat, berangsur-angsur dari sedikit kelatihan yang lebih berat secara bertahap dan bertahan dalam waktu tertentu. Latihan yang dapat dijadikan pilihan adalah jalan kaki, jogging, lari, renang, bersepeda dan berdayung.
20
4. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
a. Sulfonilurea
Obat golongan sulfonilurea bekerja dengan cara Menstimulasi pelepasan insulin yang tersimpan.
Menurunkan ambang sekresi insulin.
Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.
Obat golongan ini biasanya diberikan pada pasien dengan berat badan
normal dan masih bisa dipakai pada pasien yang beratnya sedikit lebih.
Klorpropamid kurang dianjurkan pada keadaan insufisiensi renal dan orang tua
karena resiko hipoglikemia yang berkepanjangan, demikian juga glibenklamid,
untuk orang tua dianjurkan preparat dengan waktu kerja pendek (tolbutamid,
glikuidon). Glikuidon juga diberikan pada pasien DM dengan gangguan fungsi
ginjal atau hati ringan.
b. Biguanid
Biguanid menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai di bawah normal. Preparat yang ada dan aman adalah metformin. Obat ini dianjurkan untuk pasien gemuk (indeks masa tubuh / IMT >30) sebagai obat tunggal. Pada pasien dengan berat lebih (IMT 27-30) dapat dikombinasikan dengan obat golongan sulfonilurea.
c. Inhibitor dan Glukosidase
Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim dan glukosidase di dalam saluran cerna, sehingga menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia pasca prandial.
d. Insulin Sensitizing Agent
Thoazolidinediones adalah golongan obat baru yang mempunyai efek farmakologi meningkatkan sensitivitas insulin, sehingga bisa mengatasi masalah resistensi insulin dan berbagai masalah akibat resistensi insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia.5. Insulin diperlukan pada keadaan :
a. Penurunan berat badan yang cepat
b. Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
c. Ketoasidosis diabetic
d. Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
e. Hiperglikemia dengan asidosis laktat
21
f. Gagal dengan kombinasi obat hipoglikemik oral (OHO) dosis hampir
maksimal
g. Stres berat (Infeksi sitemik, operasi besar, IMA, stroke)
h. Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali
i. Gangguan fungsi ginjal dan hati yang berat
j. Kontraindikasi atau alergi tarhadap OHO
Jenis dan lama kerja Insulin berdasarkan lama kerja, insulin terbagi menjadi
empat jenis, yakni :
a. Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)
b. Insulin kerja pendek (short acting insulin)
c. Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)
d. Insulin kerja panjang (long acting insulin)
e. Insulin campuran tetap (premixed insulin)
Efek samping terapi insulin:
a. Efek samping utama dari terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia.
b. Efek samping yang lain berupa reaksi imun terhadap insulin yang dapat
menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin.
Cara penyuntikan insulin
a. Insulin umumnya diberikan dengan suntikan dibawah kulit (subkutan).
Dengan arah alat suntik tegak lurus terhadap permukaan kulit.
b. Pada keadaan khusus diberikan intramuskular atau intravena secara bolus
atau drip.
c. Terdapat sediaan insulin campuran (Mixed Insulin) antara insulin kerja
pendek dan kerja menengah, dengan perbandingan dosis yang tertentu.
Apabila tidak terdapat sediaan insulin campuran tersebut atau diperlukan
perbandingan dosis yang lain, dapat dilakukan pencampuran sendiri antara
kedua jenis insulin tersebut.
d. Lokasi penyuntikan, cara penyuntikan maupun cara penyinpanan insulin
harus dilakukan dengan benar, demikian pula mengenai rotasi tempat
suntik.
22
e. Apabila diperlukan, sejauh sterilitas penyimpanan terjamin, semprit insulin
dan jarumnya dapat dipakai lebih dari satu kali oleh diabetisi yang sama.
2.10 ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
Data-data yang dikumpul atau dikaji meliputi :a. Identitas Pasien
Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama, suku, bangasa, status perkawinan, pendidikan terakhir, nomor register, pekerjaan pasien, dan nama orang tua/ suami/ istri.
b. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Tanyakan kepada pasien Berapa lama menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
2. Riwayat Penyakit Keluarga
Tanyakan kepada pasien apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan pasien atau penyakit lainnya.
3. Pengkajian
Aktivitas/ Istirahat
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi, AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah
Integritas Ego
Stres, ansietas Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus, penggunaan diuretik.
Neurosensori
23
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,gangguan penglihatan.
Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat) Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
2.11 DIAGNOSA KEPERAWATAN
a) Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis osmotik ditandai
dengan peningkatan haluaran urine, haus
b) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan defisiensi
insulin ditandai dengan penurunan berat badan, kurang minat terhadap makanan.
c) Intoleran aktivitas berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik,
perubahan kimia darah: insufisensi insulin ditandai dengan keyidakmampuan
untuk mempertahankan rutinitas biasa.
d) Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan
fungsi leukosit.
e) Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai penyakit, prognosis, dan
kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang pemajanan/ mengingat,
kesalahan interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi ditandai
dengan pertanyaan, meminta informasi.
f) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ketidakseimbangan glukosa/
insulin dan elektrolit.
g) Resiko cidera berhubungan dengan berkurangnya sensitivitas, hilangnya sensasi
suhu dan nyeri.
24
2.12 INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa
Keperawatan/
Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Intoleransi aktivitas
Berhubungan dengan :
Tirah Baring atau
imobilisasi
Kelemahan
menyeluruh
Ketidakseimbang
an antara suplei
oksigen dengan
kebutuhan
Gaya hidup yang
dipertahankan.
DS:
Melaporkan
secara verbal
adanya kelelahan
atau kelemahan.
Adanya dyspneu
atau
ketidaknyamanan
saat beraktivitas.
DO :
Respon abnormal
dari tekanan darah
atau nadi terhadap
aktifitas
Perubahan ECG :
NOC :
Self Care : ADLs
Toleransi aktivitas
Konservasi energi
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama ….
Pasien bertoleransi
terhadap aktivitas dengan
Kriteria Hasil :
Berpartisipasi dalam
aktivitas fisik tanpa
disertai peningkatan
tekanan darah, nadi dan
RR
Mampu melakukan
aktivitas sehari hari
(ADLs) secara mandiri
Keseimbangan
aktivitas dan istirahat
NIC :
Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan
aktivitas
Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan
Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat
Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi
secara berlebihan
Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas
(takikardi, disritmia, sesak nafas, diaporesis, pucat,
perubahan hemodinamik)
Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik
dalam merencanakan progran terapi yang tepat.
Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang
mampu dilakukan
Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai
dengan kemampuan fisik, psikologi dan sosial
Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber
yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan
Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti
kursi roda, krek
Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai
Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu
luang
Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam beraktivitas
Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas
25
aritmia, iskemia Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan
penguatan
Monitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual
Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Berhubungan dengan :
Ketidakmampuan untuk
memasukkan atau
mencerna nutrisi oleh
karena faktor biologis,
psikologis atau ekonomi.
DS:
- Nyeri abdomen
- Muntah
- Kejang perut
- Rasa penuh tiba-tiba
setelah makan
DO:
- Diare
- Rontok rambut yang
berlebih
- Kurang nafsu makan
- Bising usus berlebih
- Konjungtiva pucat
NOC:
a. Nutritional status:
Adequacy of nutrient
b. Nutritional Status : food
and Fluid Intake
c. Weight Control
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan
selama….nutrisi kurang
teratasi dengan indikator:
Albumin serum
Pre albumin serum
Hematokrit
Hemoglobin
Total iron binding
capacity
Jumlah limfosit
NIC:
Kaji adanya alergi makanan
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi
serat untuk mencegah konstipasi
Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan
makanan harian.
Monitor adanya penurunan BB dan gula darah
Monitor lingkungan selama makan
Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama
jam makan
Monitor turgor kulit
Monitor kekeringan, rambut kusam, total protein,
Hb dan kadar Ht
Monitor mual dan muntah
Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan
jaringan konjungtiva
Monitor intake nuntrisi
Informasikan pada klien dan keluarga tentang
manfaat nutrisi
Kolaborasi dengan dokter tentang kebutuhan
suplemen makanan seperti NGT/ TPN sehingga
26
- Denyut nadi lemah intake cairan yang adekuat dapat dipertahankan.
Atur posisi semi fowler atau fowler tinggi selama
makan
Kelola pemberan anti emetik:.....
Anjurkan banyak minum
Pertahankan terapi IV line
Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila
lidah dan cavitas oval
Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Defisit Volume Cairan
Berhubungan dengan:
- Kehilangan volume
cairan secara aktif
- Kegagalan mekanisme
pengaturan
DS :
- Haus
DO:
- Penurunan turgor
kulit/lidah
- Membran mukosa/kulit
kering
- Peningkatan denyut
nadi, penurunan
tekanan darah,
penurunan
volume/tekanan nadi
- Pengisian vena
NOC:
Fluid balance
Hydration
Nutritional Status : Food
and Fluid Intake
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama…..
defisit volume cairan
teratasi dengan kriteria
hasil:
Mempertahankan urine
output sesuai dengan
usia dan BB, BJ urine
normal,
Tekanan darah, nadi,
suhu tubuh dalam batas
normal
Tidak ada tanda tanda
dehidrasi, Elastisitas
NIC :
Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
Monitor status hidrasi ( kelembaban membran
mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik ),
jika diperlukan
Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi
cairan (BUN , Hmt , osmolalitas urin, albumin,
total protein )
Monitor vital sign setiap 15menit – 1 jam
Kolaborasi pemberian cairan IV
Monitor status nutrisi
Berikan cairan oral
Berikan penggantian nasogatrik sesuai output (50
– 100cc/jam)
Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih
muncul meburuk
Atur kemungkinan tranfusi
Persiapan untuk tranfusi
Pasang kateter jika perlu
27
menurun
- Perubahan status
mental
- Konsentrasi urine
meningkat
- Temperatur tubuh
meningkat
- Kehilangan berat badan
secara tiba-tiba
- Penurunan urine output
- HMT meningkat
- Kelemahan
turgor kulit baik,
membran mukosa
lembab, tidak ada rasa
haus yang berlebihan
Orientasi terhadap waktu
dan tempat baik
Jumlah dan irama
pernapasan dalam batas
normal
Elektrolit, Hb, Hmt
dalam batas normal
pH urin dalam batas
normal
Intake oral dan intravena
adekuat
Monitor intake dan urin output setiap 8 jam
28
Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Kerusakan integritas
kulit berhubungan
dengan :
Eksternal :
- Hipertermia atau
hipotermia
- Substansi kimia
- Kelembaban
- Faktor mekanik
(misalnya : alat yang
dapat menimbulkan
luka, tekanan, restraint)
- Immobilitas fisik
- Radiasi
- Usia yang ekstrim
- Kelembaban kulit
- Obat-obatan
Internal :
- Perubahan status
metabolik
- Tonjolan tulang
- Defisit imunologi
- Berhubungan dengan
dengan perkembangan
- Perubahan sensasi
- Perubahan status nutrisi
(obesitas, kekurusan)
- Perubahan status cairan
- Perubahan pigmentasi
NOC :
Tissue Integrity : Skin and
Mucous Membranes
Wound Healing : primer
dan sekunder
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama…..
kerusakan integritas kulit
pasien teratasi dengan
kriteria hasil:
Integritas kulit yang
baik bisa dipertahankan
(sensasi, elastisitas,
temperatur, hidrasi,
pigmentasi)
Tidak ada luka/lesi
pada kulit
Perfusi jaringan baik
Menunjukkan
pemahaman dalam
proses perbaikan kulit
dan mencegah
terjadinya sedera
berulang
Mampu melindungi
kulit dan
mempertahankan
kelembaban kulit dan
NIC : Pressure Management
Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian
yang longgar
Hindari kerutan pada tempat tidur
Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan
kering
Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua
jam sekali
Monitor kulit akan adanya kemerahan
Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah
yang tertekan
Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
Monitor status nutrisi pasien
Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
Kaji lingkungan dan peralatan yang
menyebabkan tekanan
Observasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman
luka, karakteristik,warna cairan, granulasi,
jaringan nekrotik, tanda-tanda infeksi lokal,
formasi traktus
Ajarkan pada keluarga tentang luka dan
perawatan luka
Kolaburasi ahli gizi pemberian diae TKTP,
vitamin
Cegah kontaminasi feses dan urin
Lakukan tehnik perawatan luka dengan steril
Berikan posisi yang mengurangi tekanan pada
luka
29
- Perubahan sirkulasi
- Perubahan turgor
(elastisitas kulit)
DO:
- Gangguan pada bagian
tubuh
- Kerusakan lapisa kulit
(dermis)
- Gangguan permukaan
kulit (epidermis)
perawatan alami
Menunjukkan
terjadinya proses
penyembuhan luka
30
Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Risiko Cidera
Faktor-faktor risiko
Internal:
Kelemahan, penglihatan
menurun, penurunan
sensasi taktil, penurunan
koordinasi otot, tangan-
mata, kurangnya edukasi
keamanan,
keterbelakangan mental
Eksternal:
Lingkungan
NOC :
Knowledge : Personal
Safety
Safety Behavior : Fall
Prevention
Safety Behavior : Fall
occurance
Safety Behavior :
Physical Injury
Tissue Integrity: Skin
and Mucous Membran
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama….klien
tidak mengalami trauma
dengan kriteria hasil:
- pasien terbebas dari
trauma fisik
NIC :
Environmental Management safety
Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien
Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai
dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien
dan riwayat penyakit terdahulu pasien
Menghindarkan lingkungan yang berbahaya
(misalnya memindahkan perabotan)
Memasang side rail tempat tidur
Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan
bersih
Menempatkan saklar lampu ditempat yang mudah
dijangkau pasien.
Membatasi pengunjung
Memberikan penerangan yang cukup
Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien.
Mengontrol lingkungan dari kebisingan
Memindahkan barang-barang yang dapat
membahayakan
Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau
pengunjung adanya perubahan status kesehatan
dan penyebab penyakit.
31
Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Kurang Pengetahuan
Berhubungan dengan :
keterbatasan kognitif,
interpretasi terhadap
informasi yang salah,
kurangnya keinginan
untuk mencari informasi,
tidak mengetahui sumber-
sumber informasi.
DS: Menyatakan secara
verbal adanya masalah
DO: ketidakakuratan
mengikuti instruksi,
perilaku tidak sesuai
NOC:
Kowlwdge : disease
process
Kowledge : health
Behavior
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama ….
pasien menunjukkan
pengetahuan tentang proses
penyakit dengan kriteria
hasil:
Pasien dan keluarga
menyatakan pemahaman
tentang penyakit, kondisi,
prognosis dan program
pengobatan
Pasien dan keluarga
mampu melaksanakan
prosedur yang dijelaskan
secara benar
Pasien dan keluarga
mampu menjelaskan
kembali apa yang
dijelaskan perawat/tim
kesehatan lainnya
NIC :
Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga
Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan
bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi
dan fisiologi, dengan cara yang tepat.
Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul
pada penyakit, dengan cara yang tepat
Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang
tepat
Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara
yang tepat
Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi,
dengan cara yang tepat
Sediakan bagi keluarga informasi tentang
kemajuan pasien dengan cara yang tepat
Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion dengan cara yang
tepat atau diindikasikan
Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan,
dengan cara yang tepat
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
32
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria
Hasil
Intervensi
Risiko infeksi
Faktor-faktor risiko :
- Prosedur Infasif
- Kerusakan jaringan dan
peningkatan paparan
lingkungan
- Malnutrisi
- Peningkatan paparan
lingkungan patogen
- Imonusupresi
- Tidak adekuat
pertahanan sekunder
(penurunan Hb,
Leukopenia, penekanan
respon inflamasi)
- Penyakit kronik
- Imunosupresi
- Malnutrisi
- Pertahan primer tidak
adekuat (kerusakan kulit,
trauma jaringan,
gangguan peristaltik)
NOC :
Immune Status
Knowledge :
Infection control
Risk control
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama…… pasien tidak
mengalami infeksi
dengan kriteria hasil:
Klien bebas dari
tanda dan gejala
infeksi
Menunjukkan
kemampuan untuk
mencegah timbulnya
infeksi
Jumlah leukosit
dalam batas normal
Menunjukkan
perilaku hidup sehat
Status imun,
gastrointestinal,
genitourinaria dalam
batas normal
NIC :
Pertahankan teknik aseptif
Batasi pengunjung bila perlu
Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
keperawatan
Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat
pelindung
Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai dengan
petunjuk umum
Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan
infeksi kandung kencing
Tingkatkan intake nutrisi
Berikan terapi antibiotik:.................................
Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
Pertahankan teknik isolasi k/p
Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap
kemerahan, panas, drainase
Monitor adanya luka
Dorong masukan cairan
Dorong istirahat
Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala
infeksi
Kaji suhu badan pada pasien neutropenia setiap 4
jam
33
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN UMUM
Pengkajian tgl : 28 – 03 – 2016 jam : 11.00
Tanggal MRS : 24 – 03 – 2016 No.RM : 196866
Ruang : bougenvile Dx. Masuk : DM + Selulitis
Nama : Ny. M jenis kelamin : P
Umur : 85 thn status perkawinan : kawin
Agama : islam penanggung jawab : BPJS
Pendidikan : -
Pekerjaan : -
Suku / Bangsa : jawa, Indonesia
Alamat : klemunan, 4/5 wlingi
Keluhan Utama : klien menyatakan ada luka di tangan kiri dan berdarah
Riwayat penyakit saat ini :
klien datang dengan keluhan bengkak di tangan kiri sejak tadi siang dan klien pernah
jatuh sebelumnya kurang lebih 3 bulan yang lalu tapi hanya dibawah ke dukun dan
diolesi minyak tawon. Setelah itu bengkak di tangan kiri pecah dan keluarga langsung
membawa klien ke RS.
Penyakit yang pernah diderita : -
Penyakit yang pernah diderita keluarga : -
Riwayat alergi : -
Keadaan umum : sedang kesadaran : composmentis
Tanda vital TD : 150 / 80 mmhg, nadi : 90x / menit, suhu : 36,7 0 c, RR : 22x / menit
B1 ( BREATH ) : tidak ada masalah
B2 ( BLOOD ) : tidak ada masalah
B3 ( BRAIN ) : tidak ada masalah
B4 (BLADER) : tidak ada masalah
35
B5 (BOWEL) : tidak ada masalah
B6 (BONE) : kerusakan integritas kulit
Endokrin : tidak ada masalah
Personal Hygiene : tidak ada masalah
Psiko – social – spiritual : tidak ada masalah
Pemeriksaan Penunjang
Hasil Laboratorium tanggal 26 – 03 – 2016
No Jenis pemeriksaan Hasil pemeriksaan Satuan Harga normal Metode
Faal Hemostasis
P. P.T 10,5 “ dtk 10-14 “ Optic coagulometer
A.P.T.T 28,8 “ dtk 25-35” Optic coagulometer
Hematologi
Hema Autolotic II - - Hema analyzer
Terapi
Obat Injeksi : CPIN
Ketorolac
Lanzoperazole
B. PENGKAJIAN LUKA
Factor penghambat penyembuhan luka : infeksi luka
Pengobatan yang berpengaruh pada penyembuhan luka : iimunisuppresan
Status nutris : baik
Tipe luka : selulitis
36
Ukuran luka P : 10cm
L : 3cm
D :1cm
Warna dasar luka : nekrose
Eksudat : kering
Tepi luka : samar, tidak jelas terlihat
Warna kulit sekitar luka : pink / normal
Undermining / goa : tidak ada
Tipe eksudat : bloody
Jaringan yang edema : non pitting edema < 4cm
Jaringan granulasi : terang 50% jaringan granulasi
Epitelisasi : < 25 % epitelisasi
Skala nyeri : 3
Cairan pembersih dan irigasi luka : normal saline
Dressing : balutan kassa kering dan sufratulle
Debridement : mechanical
C. PENGKAJIAN NUTRISI
BB : 50 kg
TB : 160 cm
IMT : BB / (TB / 100)2
IMT : 50/(160/100)2 = 50 /2,56 = 19,53
Klasifikasi nilai IMT
IMT Status gizi kategori
< 17.0 Gizi kurang Sangat kurus
17.0 – 18.5 Gizi kurang Kurus
18.5 – 25.0 Gizi baik Normal
25.0 – 27.0 Gizi lebih Gemuk
>27.0 Gizi lebih Sangat gemuk
Porsi makan 3x sehari ( pagi,siang,malam) dengan porsi makan habis
38
D. PENGKAJIAN NYERILEMBAR PENILAIAN NYERI PADA PASIEN DEWASA (VISUAL AID SCALE)
Pencetus(P)
Kualitas(Q)
Lokasi(R)
Skala (1-10)(S)
Waktu(T)
Penyebab Nyeri Hilang/Berkurang
Nyeri saat di tekan
Nyeri hilang timbul
Tangan bagian kiri
3 < 5 menit Berkurang
No Skala Nyeri Skor
Skor Hari Perawatan Ke-1
Tgl28
2Tgl29
3Tgl30
4Tgl…
5Tgl…
6Tgl…
7Tgl…
8Tgl…
9Tgl…
10Tgl…
1 Tidak nyeri 02 Minor
Nyeri sangat ringan Nyeri tidak nyaman Nyeri dapat ditoleransi
123
3 3 3
3 Moderate Menyusahkan Sangat menyusahkan Nyeri hebat
456
Sereve Sangat hebat Sangat menyiksa Tidak tertahankan Tidak dapat diungkapkan
78910
TOTAL SKOR 3 3 3
Nama dan saraf yang melakukan penilaian
39
Keterangan :0 = Rileks dan nyaman1-3 = Sedikit tidak nyaman4-6 = Nyeri sedang7-10 = Nyeri/tidak nyaman yang parah
1
2
Ds : px menyatakan ada luka di tangan
bagian kiri
Do : terdapat luka di bagian tangan kiri
- Ukuran luka : P : 10 cm
L : 3 cm
D : 1 cm
- Warna luka : nekrose 100%
- Eksudat : kering
- Tepi luka : samar tidak jelas terlihat
- Warna kulit sekitar luka : pink /
normal
- Goa : tidak ada
- Tipe eksudat : bloody
- Jaringan yang edema : non pitting
edema < 4 cm di sekitar luka
Ds : px menyatakan nyeri pada area luka
ketika di tekan
Do :
P : nyeri saat di tekan
Q : nyeri hilang timbul
R : nyeri di sekitar luka
S : skala nyeri 3
T : < 5 menit
Bakteri patongen
Menyerang kulit & jaringan
sub kutan
Meluas ke jaringan yang
lebih dalam
Menyebar secara sistemik
Terjadi peradangan akut
Eritema local pada kulit
Lesi
Kerusakan integritas kulit
Bakteri patongen
Menyerang kulit dan
jaringan sub kutan
Meluas ke jaringan yang
lebih dalam
Menyebar secara sistemik
Terjadi peradangan akut
Oedema, kemerahan
Kerusakan integritas kulit
41
Nyeri tekan
Nyeri
F. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kerusakan integritas kulit
2. Nyeri akut
3. Resiko infeksi
G. INTERVENSI
No Diagnose keperawatan Noc Nic
1
2
Kerusakan integritas kulit
Nyeri akut
* tissue integrity : skin and mucous
membranes
* waint healing : primer and
sekunder
Kriteria Hasil :
- integritas kulit yang baik
dipertahankan (sensasi, elastisitas,
temperature, hidrasi)
- perfusi jaringan baik
- menunjukkan terjadinya proses
penyembuhan luka
* pain level
*pressure management
- jaga kebersihan kulit agar tetap
bersih
- monitor kulit akan adanya
kemerahan
- monitor aktifitas dan mobilisasai
pasien
- monitor status nutrisi pasien
- observasi luka : lokasi, dimensi,
kedalaman luka, granulasi, jaringan
nekrotik, tanda-tanda infeksi
- lakukan teknik perawatan luka
dengan steril
- lakukan pengkajian nyeri secara
42
3 Resiko infeksi
* pain control
* confort level
KH :
- mampu mengontrol nyeri
- melaporkan bahwa nyeri
berkurang
- mampu mengenali nyeri
- tanda vital sign dalam batas
normal
-skala nyeri : 0
- tidak ada gangguan tidur
Setelah dilakukan askep selama
2x24 jam infeksi terkontrol dan
terdeteksi dengan
KH :
- tidak ada tanda – tanda infeksi
- vital sign dalam batas normal
komprehensif
- observasi reaksi non verbal dari
ketidaknyamanan
- kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri
- kurangi factor presipitasi nyeri
- kaji tipe dan sumber nyeri
- ajarkan teknik non farmakologi
- berikan analgesic untuk mengurangi
nyeri
- tingkatkan istirahat
- monitor vital sign
-bersihkan lingkungan setelah dipakai
pasien
- batasi pengunjung bila perlu
- instruksikan kepada keluarga untuk
mencuci tangan saat kontak dan
sesudah kontak
- gunakan sabun anti microba untuk
mencuci tangan
- lakukan cuci tangan sebelum dan
setelah tindakan keperawatan
- gunakan sarung tangan dan baju
sebagai alat pelindung ( UP )
Proteksi infeksi
-monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan local
- monitor hitung granulosit dan WBC
- monitor keretanan terhadap infeksi
- pertahankan teknik aseptic untuk
43
setiap tindakan.
H. IMPLEMENTASI
Tgl/waktu Tindakan keperawatan dan hasil28/3/2016 Kerusakan integritas kulit :
Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih Monitor kulit adanya kemerahan Monitor aktifitas dan mobilisasi pasien Lakukan teknik perawatan luka dengan steril Mengkaji Luka
Resiko nyeri : Mengkaji skala nyeri Kaji TTV Mengajarkan teknik relaksasi Pemberian Obat Luka (Supratul)
29/3/2016 Nyeri: Mengkaji skala nyeri Kaji TTV Mengajarkan teknik relaksasi Memberikan Antibiotik
Kerusakan integritas kulit : Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih Monitor kulit adanya kemerahan Monitor aktifitas dan mobilisasi pasien Lakukan teknik perawatan luka dengan steril Mengkaji Luka
30/3/2016 Nyeri: Mengkaji skala nyeri Kaji TTV Mengajarkan teknik relaksasi Memberikan Antibiotik
Resiko Infeksi : Rawat Luka Mengkaji Luka Pemberian Obat Luka (Supratul)
I. EVALUASI
44
No Dx Hari/tgl/jam Evaluasi Hasil1.
2.
28 Mar 2016 09.30 wib
29 Mar 2016 09.30 wib
S: - klien mengatakan nyeri berkurangO: - TTV TD: 110/90mmhg Sh: 37°c RR: 20x/mnt Nd: 80x/mnt
- P : Nyeri saat ditekan- Q : Seperti di tusuk tusuk dan panas- R : tangan kiri- S : 3- T : 5 menit (Hilang Timbul)
A: masalah teratasi sebagianP: intervensi di lanjutkan 1-4S: klien menyatakan ada luka di tangan kiriO: terdapat luka ditangan kiriA: masalah teratasi sebagianP: Lanjutkan intervensiS: - klien mengatakan nyeri berkurangO: - TTV TD: 110/90mmhg Sh: 37°c RR: 20x/mnt Nd: 80x/mnt
- P : Nyeri saat ditekan- Q : Seperti di tusuk tusuk dan panas- R : tangan kiri- S : 3- T : 5 menit (Hilang Timbul)
A: masalah teratasi sebagian3 30 mar 2016
09.30 wibS: - klien mengatakan nyeri berkurangO: - TTV TD: 120/90mmhg Sh: 36,7°c RR: 20x/mnt Nd: 80x/mnt
- P : Nyeri bertambah saat aktivitas- Q : Seperti di tusuk tusuk dan panas- R : Wajah bagian Kiri (Pipi sampai Jidat)- S : 4- T : 3 menit (Hilang Timbul)
A: masalah teratasi sebagianP: intervensi di lanjutkan 1-4
BAB IV
45
PEMBAHASAN
Kondisi pasien saat rawat luka baik dan keadaan luka pre tindakan adalah luka
masih di balut dengan kassa, di balutan kassa terlihat darah setelah balutan di buka
terdapat gumpalan darah yang sudah membeku (nekrosis 100%) dengan ukuran luka
(panjang : 10 cm, lebar : 3 cm, dalam : 1 cm) dengan warna dasar luka nekrose 100% dan
tipe eksudat bloody. Teknik perawatan luka yang digunakan adalah teknik bersih dan
steril dengan cairan pembersih luka adalah cairan normal saline dan sebelum di balut
dengan kassa kering luka diberi sufratulle. Perkembangan luka selama 3 hari perawatan
luka semakin membaik dan hambatan penyembuhan luka karena adanya infeksi luka dan
warna dasar luka selama perawatan 3 hari nekrose sudah berkurang 10%.
SIMPULAN DAN SARAN
46
A. KESIMPULAN
Selulitis merupakan inflamasi jaringan subbkutan dimana proses inflamasi yang
umumnya dianggap sebagai penyebab adalah bakteri S.aureus dan atau streptococcus
(Arif Mutaqin, hal 68, 2011). Selulitis adalah inflamasi supuratif yang juga
melibatkan sebagian jarigan subkutan. Diabetes Melitus adalah sekelompok kelainan
heterogen yang ditandai oleh kelainan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.
Selulitis adalah penyebran infeksi pada kulit yang meuas hingga jaringan
subkutan. Penyebab umumnya streptococcus hemolitikus b grup A dan stapyloccocus
aureus. Factor predisposisi mencakup abrasi kerusakan kulit, laserasi (robekan), luka
bakar, kulit yang meradang / eksim, dsb. Meskipun jalur masuk kuman tersebut
mungkin saja tak nampak jelas.
B. SARAN
Semoga dengan pembuatan makalah ini, teman-teman semuannya dapat lebih
memahami tentang masalah Selulitis dan khususnya adalah agar sebagai mahasiswa
keperawatan kita harus dapat membuat sebuah ASKEP yang baik untuk dijalankan
kepada pasien-pasien kita nantinnya.
DAFTAR PUSTAKA
47
Arif Mansjoer, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Penerbit Media Aeusculapius FK-UI, Jakarta
Kuncara, H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, EGC, JakartaSmeltzer, Suzanna C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner dan Suddart. (Alih bahasa Agung Waluyo), Edisi 8. Jakarta: EGC.
Suriadi. (2007). Manajemen Luka. Pontianak : STIKEP Muhammadiyah.
David S Perdanakusuma (2007): Anatomi fisiologi dan penyembuhan luka. Short Course wound care update. JW Marriot Surabaya.
Wajan Juni Udjianti (2007): Pengkajian pasien dan luka. Short course wound care update. JW Marriot Surabaya.
48