Makalah PUU

Embed Size (px)

Citation preview

MAKALAH PERUNDANG UNDANGAN FARMASI

PEMBERIAN OBAT KADALUARSADisusun oleh :

Ufwti Regina NP

(260110090099)

Isma Nurlatifah

(260110090100)

Hawa April Yani

(260110090101)

Jalaludin

(260110097001)

Taofik Al Nur

(260110097002)

Rendi Mulyadi Irawan (260110097003)

Jalaludin

(260110097004)

Fitria

(260110097005)

Ismail Ahsanuddien (260110097006)

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2013Kata Pengantar

Puji syukur kita panjatkan kehadiran Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan. Makalah ini disusun untuk diajukan sebagai tugas mata kuliah Perundang Undangan Farmasi dengan judul Pemberian Obat Kadaluarsa di Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran. Dalam penyusunan makalah ini, tidak sedikit hambatan yang penyusun hadapi. Namun, penyusun menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan makalah ini tidak lain berkat bantuan dari banyak pihak sehingga kendala-kendala yang penyusun hadapi teratasi.

Dalam penyusunan makalah ini, penyusun merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik dalam teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penyusun. Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat penyusun harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang membutuhkan, khususnya bagi penyusun sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai, Amin.

Jatinangor, Mei 2013PenulisDAFTAR ISIHalaman

Kata Pengantari

BAB I

1

Pendahuluan

1Latar Belakang1Tujuan

2Metode Penulisan2BAB II

3Isi / Pembahasan3BAB III

.16Kesimpulan

16Daftar Pustaka....17BAB I

PENDAHULUAN1.1. Latar BelakangKasus kesalahan pemberian obat seperti obat yang sudah kadaluarsa masih banyak terjadi di Indonesia bahkan ada yang sampai menyebabkan kematian. Kasus ini diantaranya dialami oleh Paulus Famiardjo di rumah sakit Pondok Indah Kapuk (PIK) Jakara dan Darmawansyah di RSUD Sanggau Pontianak.

Kasus Paulus Famiardjo terjadi pada tahun 2006. Pada tanggal 9 maret 2006, Paulus datang ke RS PIK dan menjalani pengobatan kanker paru-paru hingga 20 Maret 2006 . Untuk membunuh sel kankernya, pada 22 Maret 2006. Paulus datang lagi dan diberikan obat gemzar yang berfungsi membunuh sel kanker (Firdausjuven, 2006)

Obat gemzar atau gemcitabine tergolong ke dalam kelompok obat-obatan yang disebut dengan antimetabolites. Obat ini dapat dikonsumsi sendiri atau dikombinasikan dengan obat lain untuk kemoterapi kanker payudara, kanker ovarium, kanker pankreas dan kanker paru-paru. Obat ini bekerja dengan cara memperlambat atau menghentikan pertumbuhan sel-sel kanker. Obat ini hanya dapat diperoleh dengan resep dokter (Detik health, 2012).

Demi mengembalikan kondisi kesehatan yang melemah, pihak RS memberikan obat berupa cairan infus lipovenous. Namun cairan obat itu ternyata kadaluarsa 10 Maret 2006. Dan 12 jam kemudian Paulus meninggal dunia setelah diberikan obat kadaluarsa tersebut (Firdausjuven, 2006)Kasus berikutnya dialami oleh Darmawansyah warga Gg Karya, Jl Sultan Syahrir Kecamatan Kapuas Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat terjadi pada agustus 2012. Anaknya Fania (7 tahun), pasien Demam Berdarah Dengue (DBD) di RSUD Sanggau diberikan obat kedaluarsa pihak apotek (Haryanto. 2012).Kejadian tersebut dimulai pada Senin, 21 Agustus 2012 ketika dirinya membawa sang buah hati memeriksakan diri ke RSUD dengan gejala demam tinggi. Dokter kemudian memberikan resep obat untuk ditebus. Kemudian ia pergi ke Apotek yang ada di rumah sakit tersebut. Lalu, diberikanlah obat Aviter sebanyak 10 bungkus. Namun, satu dari 10 bungkus obat itu tertera tanggal yang sudah kedaluarsa. Ia melihat, sembilan bungkus lainnya tertulis masa berlaku (expired) hingga November 2013, tapi yang satu bungkus tertulis November 2011.

Ia mengaku memang sempat mengadukan hal itu langsung ke apotek. Pihak apotek diungkapkannya juga sudah sempat mau menukarkan. Kekecewaan pasien terhadap pihak apotek dirumah sakit tersebut adalah seharusnya apoteker memeriksa obat dengan teliti. Obat fungsinya untuk mengobati namun jika sudah kedaluarsa justru dapat membahayakan jika memang sudah dikonsumsi. Pihak pasien berencana mengadukan hal ini ke balai pengawasan obat dan makanan (POM) (Haryanto. 2012).Obat kadaluarsa (obat expire date) merupakan polemik tersendiri bagi Asisten Apoteker (Tenaga Teknis Kefarmasian) dalam melaksanakan pekerjaan kefarmasian, baik itu di puskesmas; rumah sakit; apotek; atau tempat pelayanan kesehatan lainya. Permasalahannya ialah ketika Asisten Apoteker ataupun Tenaga Teknis Kefarmasian yang ada disalah satu tempat pelayanan kesahatan tersebut diminta untuk ikut bertanggung jawab atas semua obat yang kadaluarsa. Hal ini bisa menimbulkan dampak moril dan materil yang luarbiasa bagi kita untuk dapat menjalankan pekerjaan kefarmasian dengan baik. Karena itu perlulah kita mengetahui bagaimana sebenarnya permasalahan obat kadaluarsa ini, sehingga kita bisa mencari solusi yang terbaik untuk menanganinya (PAFI, 2011).1.2. Tujuan

Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan yang diharapkan bermanfaat bagi kita semua.

1.3. Metode Penulisan

Penyusun mempergunakan metode studi pustaka baik membaca buku-buku yang berkaitan dengan penyusunan makalah ini maupun menggunakan media elektronik.

BAB IIISI

1. Aspek Undang Undang

Banyaknya kasus-kasus dalam dunia kesehatan, seperti malpraktik, pelayanan kesehatan yang tidak sesuai standar, pelayanan kesehatan yang masih bersifat diskriminatif bagi kalangan-kalangan tertentu saja, bahkan sampai ke kasus kesalahan/kelalaian apoteker dalam pemberian obat terhadap pasien. Tampaknya sangat diperlukan sekali aturan hukum untuk mengatasi masalah-masalah seperti ini. Hanya dengan mengacu pada UU kesehatan saja, dirasa masih sangat kurang sekali. Dalam hal ini juga telah diatur dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen. Setidaknya ada ketentuan hukum yang melindungi baik itu bagi tenaga maupun bagi pasien khususnya yang kerap menjadi korban akibat kelalaian tenaga kesehatan. Akan tetapi, UUPK tidak mengatur secara jelas mengenai pasien, pasien dalam hal ini ialah konsumen, sedangkan apoteker atau tenaga kesehatan lainnya disebut sebagai pelaku usaha/produsen.Hubungan antara apoteker dan pasien ini layaknya hubungan antara pelaku usaha dan konsumen diatur dalam UUPK. Apoteker dituntut untuk melindungi pasien dari dampak kerugian yang timbul akibat kesalahan atau kelalaian dalam menjalankan tugasnya.

Sehubungan dengan kerugian dan tanggungjawab dalam hubungan pasien dan apoteker dalam hal kesalahan atau kelalaian apoteker terhadap pasien akibat kesalahan pemberian obat, maka hal ini dirasa adanya hubungan hukum secara sukarela antara pasien dengan apoteker. Disatu pihak pasien mendapatkan hak untuk menggugat ganti rugi berupa biaya, dan kerugian lainnya. Dilain pihak menimbulkan kewajiban bagi apoteker untuk memenuhi tuntutan ganti rugi akibat kesalahan/kelalaian yang telah dilakukannya. Hal tersebut diatur dalam Pasal 4 huruf h, Pasal 7 huruf f dan g, Pasal 19 ayat (1) dan (2), dan Pasal 23 UUPK.

Apoteker yang melakukan kesalahan dalam pelayanan kefarmasian, baik dalam proses peracikan obat maupun dalam pemberian obat terhadap pasien, maka akan menimbulkan kerugian bagi pasien, yang mana konsekuensinya menimbulkan pertanggungjawaban apoteker. Pertanggungjawaban tersebut biasanya dalam bentuk tanggungjawab perdata yang berupa tuntutan ganti rugi dari pasien sebagai pihak yang dirugikan. Salah satu jalan yang mungkin ditempuh adalah dengan menggunakan kualifikasi perbuatan melawan hukum (Onrechtmatigedaad).Jika Dilihat Dari Sudut Pandang Perundang-Undangan Tentu Kasus Tersebut Melanggar Undang-Undang Tepatnya Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

a. Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dibentuk demi memenuhi kebutuhan hukum masayarakat akan pelayanan kesehatan dan juga sebagai pengganti Undang-Undang sebelumnya yaitu undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesjahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Perwujudan hak asasi tersebut kemudian diatur lebih lanjut dalam hak dan kewajiban setiap orang dalam memperoleh kesehatan. Hak setiap orang dalam hal kesehatan yaitu:

a. Hak untuk mendapatkan kesehatan

b. Hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan;

c. Hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau;

d. Hak untuk menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya;

e. Hak mendapatkan lingkungan yang sehat bagi pencapaian derajat kesehatan;

f. fHak mendapatkan informasi dan edukasi tentang kesehatan yang dan seimbang dan bertanggung jawab;

g. Hak memperoleh informasi tentang data kesehatan dirinya termasuk tindakan dan pengobatan yang telah maupun akan diterimanya dari

Sanksi Bagi Apoteker

Berikut ini perlu diketahui tentang adanya sanksi pidana yang diatur dalam undang undang kesehatan. Secara umum sebagian besar sudah tercakup dalam peraturan tersebut, namun untuk sanksi berkaitan dengan tindakan pidana yang dilakukan oleh tenaga kesehatan belum tercakup, walaupun sebagian sudah diatur dalam Kitab Undang undang Hukum Pidana. Bisa juga, akan diatur lebih detail dalam Undang undang tentang Tenaga Kesehatan sebagaimana amanah dari undang undang ini. Berikut secara detail pasal pasal yang menyangkut sanksi pidana yang terdapat pada Bab XX tentang Ketentuan Pidanamulai pasal 190 s/d pasal 201:

Pasal 190 (2). Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan terjadinya kecacatan atau kematian, pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

b. Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Pasien sebagai konsumen juga mendapat perlindungan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK). Menurut Pasal 1 angka 1 UUPK menegaskan bahwa perlindungan huum bagi konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen itu antara lain adalah dengan meningkatkan harkat dan martabat konsumen serta membuka akses informasi tentang barang dan/atau jasa baginya, dan menumbuh kembangkan sikap pelaku usaha yang jujur dan bertanggung jawab.

Adapun hak dan kewajiban konsumen yaitu:

1) hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan atau jasa;

2) hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

3) hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;

4) hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;

5) hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

6) hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

7) hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif berdasarkan suku, agama, budaya, daerah, pendidikan, kaya, miskin dan status sosial lainnya;

8) hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian. Apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan prjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; dan

9) hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perudang-undangan

Sanksi bagi apoteker

Masyarakat boleh merasa lega dengan lahirnya UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, namun bagian terbesar dari masyarakat kita belum tahu akan hak-haknya yang telah mendapat perlindungan dalam undang-undang tesebut, bahkan tidak sedikit pula para pelaku usaha yang tidak mengetahui dan mengindahkan UU Perlindungan Konsumen ini.

Dalam pasal 62 Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tersebut telah diatur tentang pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh Pelaku usaha diantaranya sebagai berikut : 1) Dihukum dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,- (dan milyard rupiah) terhadap : pelaku usaha yang memproduksi atau memperdagangkan barang yang tidak sesuai dengan berat, jumlah, ukuran, takaran, jaminan, keistimewaan, kemanjuran, komposisi, mutu sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau keterangan tentang barang tersebut ( pasal 8 ayat 1 ), pelaku usaha yang tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa ( pasal 8 ayat 1 ), memperdagangkan barang rusak, cacat, atau tercemar (pasal 8 ayat 2), pelaku usaha yang mencantumkan klausula baku bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen di dalam dokumen dan/atau perjanjian.(pasal 18 ayat 1 huruf b).

Pasal 84 yang berbunyi: Barang siapa mengedarkan makanan dan atau minuman yang dikemas tanpa mencantumkan tanda atau label sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2); Serta pasal (5) yang berbunyi menyelenggarakan sarana kesehatan yang tidak memenuhipersyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) atau tidak memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1); dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah) (Anonim c, 2008).2. Aspek Peraturan Pemerintah

Apotek di RSUD Sanggau Kalimantan Barat dan Rumah Sakit Pantai Indah Kapuk (RS PIK) melakukan pelanggaran mengenai penyerahan obat yang telah kadaluarsa, dimana apotek di RSUD tersebut telah melanggar Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2001 Tentang Badan Perlindungan Konsumen Nasional pasal 1, yang berbunyi :1. Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.

2. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

Dalam hal ini apotek di RSUD Sanggau telah melakukan kelalaian yang dapat membahayakan nyawa pasien, yaitu memberikan obat yang telah kadaluarsa.Padahal pada PP 57 Tahun 2001 tentang perlindungan konsumen nasional pasal tersebut telah dijelaskan, bahwa negara telah memberikan perlindungan hukum terhadap konsumen, sehingga dalam kasus ini RSUD dapat dikenakan sanksi .

Apotek di RSUD Sanggau dan Rumah Sakit Pantai Indah Kapuk (RS PIK) juga telah melakukan pelanggaran Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 1998 Tentang Pengamanan Sediaan Farmasi Dan Alat Kesehatan, dimana Barang siapa dengan sengaja memproduksi dan/atau mengedarkan sediaan farmasi berupa obat atau bahan obat yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) huruf a, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 80 ayat (4) Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.

Selain melanggar PP 57 Tahun 2001 dan PP 72 Tahun 2001, juga melanggar Peraturan pemerintah No. 51 tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian

pasal 3 tentang Pekerjaan Kefarmasian dilakukan berdasarkan pada nilai ilmiah, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan, dan perlindungan serta keselamatan pasien atau masyarakat yang berkaitan dengan Sediaan Farmasi yang memenuhi standar dan persyaratan keamanan, mutu, dan kemanfaatan.

Pasal 4 point a. Yaitu memberikan perlindungan kepada pasien dan masyarakat dalam memperoleh dan/atau menetapkan sediaan farmasi dan jasa kefarmasian.

Pasal 14 tentang Pekerjaan Kefarmasian Dalam Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi. Dimana Apoteker sebagai penaggung jawab apotek tidak melakukan pekerjaan yang semestinya, yaitu ditidak melakukan pengawasan dan pengecekan obat sebelum diserahkan kepada pasien. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3781)

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2001 Tentang Badan Perlindungan Konsumen Nasional

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :

1. Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.

2. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 1998 Tentang Pengamanan Sediaan Farmasi Dan Alat Kesehatan BAB XIV Ketentuan Pidana

Pasal 74

Barang siapa dengan sengaja memproduksi dan/atau mengedarkan sediaan farmasi berupa obat atau bahan obat yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) huruf a, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 80 ayat (4) Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.3. Segi Kode Etik dan Sumpah JabatanPada kasus yang terjadi di apotek RSUD Sanggau, dimana seorang pasien diberikan obat yang sudah kadaluarsa oleh pihak apotek, dapat dikategorikan ke dalam kasus pelanggaran kode etik apoteker. Kode etik apoteker Indonesia itu sendiri merupakan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak dan nilai-nilai yang dianut dan menjadi pegangandalam praktik kefarmasian. Dasar Kode Etik sendiri yaitu agar berbuat baik, menjauhkan diri dari kejahatan dan tujuannya adalah melindungi masyarakat, bukan hanya melindungi profesi saja .

seorang Apoteker di dalam menjalankan tugas kewajibannya serta di dalam mengamalkan keahliannya harus senantiasa mengharapkan bimbingan dan keridhaan Tuhan Yang Maha Esa. Apoteker di dalam pengabdiaannya kepada nusa dan bangsa serta di dalam mengamalkan keahliannya selalu berpegang teguh kepada Sumpah/Janji Apoteker. Menyadari akan hal tersebut Apoteker di dalam pengabdian profesinya berpedoman pada satu ikatan moral yaitu kode etik apoteker.

Kode etik apoteker tersebut terdiri dari :

I. Kewajiban Umum.

1. Seorang Apoteker harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan Sumpah Apoteker.

2. Setiap Apoteker harus berusaha dengan sungguh sungguh menghayati dan mengamalkan Kode Etik Apoteker Indonesia.

3. Setiap Apoteker harus senantiasa menjalankan profesinya sesuai kompetensi Apoteker Indonesia serta selalu mengutamakan dan berpegang teguh pada prinsip kemanusiaaan dalam menjalankan kewajibannya.

4. Setiap Apoteker harus selalu aktif mengikuti perkembangan di bidang kesehatan pada umumnya dan di bidang farmasi pada khususnya.

5. Dalam menjalankan tugasnya setiap Apoteker harus menjauhkan diri dari usaha mencari keuntungan diri semata yang bertentangan dengan martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasian.

6. Seorang Apoteker harus berbudi luhur dan menjadi contoh yang baik bagi orang lain.

7. Seorang Apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya.

8. Seorang Apoteker harus aktif mengikuti perkembangan peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan pada umumnya dan di bidang kefarmasiaan pada khususnya.II. Kewajiban Apoteker Terhadap PenderitaSeorang Apoteker dalam melakukan pekerjaan kefarmasian harus mengutamakan kepentingan masyarakat dan menghormati hak asasi penderita dan melindungi makhluk hidup insani.

III. Kewajiban Apoteker Terhadap Teman Sejawat1. Setiap Apoteker harus memperlakukan Teman Sejawatnya sebagaimana ia sendiri diperlakukan.

2. Sesama Apoteker harus selalu saling mengingatkan dan saling menasehati untuk mematuhi ketentuan Kode Etik.

3. Setiap Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk meningkatkan kerjasama yang baik sesama Apoteker di dalam memelihara keluhuran martabat jabatan kefarmasian serta mempertebal rasa saling mempercayai di dalam melaksanakan tugasnya.IV. Kewajiban Apoteker/Farmasis Terhadap Sejawat Petugas Kesehatan Lainnya1. Setiap Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk membangun dan meningkatkan hubungan profesi, saling mempercayai, menghargai dan menghormati sejawat petugas kesehatan.

2. Setiap Apoteker hendaknya menjauhkan diri dari tindakan atau perbuatan yang dapat mengakibatkan berkurangnya/ hilangnya kepercayaan masyarakat kepada sejawat petugas kesehatan lainnya.

Jika seorang Apoteker baik dengan sengaja maupun tak sengaja melanggar atau tidak mematuhi Kode Etik Apoteker Indonesia maka dia wajib mengakui dan menerima sanksi dari pemerintah, ikatan/organisasi profesi farmasi yang menanganinya (ISFI) dan mempertanggungjawabkannya kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Pada kasus yang telah terjadi pada apoteker di apotek RSUD sanggau apoteker tersebut telah melanggar Kode Etik Apoteker Indonesia Bab II tentang Kewajiban Apoteker Terhadap Pasien, dimana pasal 9 berbunyi, Seorang Apoteker dalam melakukan praktik kefarmasian harus mengutamakan kepentingan masyarakat, menghormati hak azasi pasien, dan melindungi makhluk hidup insani, memiliki pedoman pelaksanaan dimana salah satu pedomannya yaitu seorang Apoteker harus yakin bahwa obat yang diserahkan kepada pasien adalah obat yang terjamin mutu, keamanan, khasiat, dan cara pakai obat yang tepat.

Berdasarkan pasal tersebut, apoteker sebagai mitra pasien dalam menjalani pengobatan seharusnya lebih teliti, bertanggung jawab, dan lebih mementingkan kepentingan dan keselamatan pasien. Kasus pemberian obat kadaluarsa ini merupakan medication eror (kesalahan medis) yang sebetulnya bisa dicegah.

Berdasarkan kasus tersebut seorang pasien dapat menuntut apoteker pada undang-undang no 36 tahun 2009 tentang kesehatan Bab VI pasal 58 ayat 1 yang berbunyi Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya.

Apoteker tersebut juga telah melanggar sumpah atau janji apoteker yang diikrarkannya,dimana sumpah tersebut berbunyi :

Demi Allah saya bersumpah/saya berjanji bahwa:

1. Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan terutama dalam bidang kesehatan;

2. Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan saya dan keilmuan saya sebagai Apoteker;

3. Sekalipun diancam, saya tidak akan mempergunakan pengetahuan kefarmasian saya untuk sesuatu yang bertentangan dengan hukum perikemanusiaan;

4. Saya akan menjalankan tugas saya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasian;

5. Dalam menunaikan kewajiban saya, saya akan berikhtiar dengan sungguh-sungguh supaya tidak terpengaruh oleh pertimbangan keagamaan, kebangsaan, kesukuan, politik kepartaian atau kedudukan sosial;

6. Saya ikrarkan Sumpah/Janji ini dengan sungguh-sungguh dan dengan penuh keinsyafan.

Dan apotekertersebut juga tidak melaksanakan asuhan kefarmasian dengan baik,dimana seharusnya seorang apoteker melaksanakan asuhan kefarmasian yaitu

1. Memberikan pelayanan obat kepada pasien atas permintaan dari dokter, dokter gigi atau dokter hewan baik verbal maupun nonverbal

2. Memberikan pelayanan kepada pasien atas permintaan pasien itu sendiri dalam rangka ingin melakukan pengobatan mandiri.

3. Memberikan pelayanan informasi obat.

4. Memberikan pelayanan konsultasi obat.

5. Membuat formulasi obat untuk mendukung proses terapi.

6. Melakukan monitoring efek samping obat.

7. Melaksanakan pelayanan klinik berbasis farmakokinetika.

8. Penatalaksanaan obat sitostatika dan obat yang setara.

9. Melakukan pelayanan evaluasi penggunaan obat.

Sedangkan apoteker tersebut tidak melaksanakan poin : memberikan pelayanan informasi obat, memberikan pelayanan konsultasi obat, melakukan monitoring efek samping obat, serta melakukan pelayanan evaluasi penggunaan obat.Di dalam Kode Etik Apoteker Indonesia Bab II tentang Kewajiban Apoteker Terhadap Pasien, dimana pasal 9 berbunyi, Seorang Apoteker dalam melakukan praktik kefarmasian harus mengutamakan kepentingan masyarakat, menghormati hak azasi pasien, dan melindungi makhluk hidup insani, memiliki pedoman pelaksanaan dimana salah satu pedomannya yaitu seorang Apoteker harus yakin bahwa obat yang diserahkan kepada pasien adalah obat yang terjamin mutu, keamanan, khasiat, dan cara pakai obat. Termasuk obat yang masih layak untuk dikonsumsi oleh pasien.

Berdasarkan pasal di atas, apoteker sebagai mitra pasien dalam menjalani pengobatan seharusnya lebih teliti, bertanggungjawab, dan lebih mementingkan kepentingan dan keselamatan pasien.

Kasus pemberian obat kadaluarsa ini merupakan medication eror (kesalahan medis) yang sebetulnya bisa di cegah. Laporan dari IOM (Institute of Medicine) 1999 secara terbuka menyatakan bahwa paling sedikit 44.000 bahkan 98.000 pasien meninggal di rumah sakit dalam satu tahun akibat dari kesalahan medis (medical errors). Kuantitas ini melebihi kematian akibat kecelakaan lalu lintas, kankerpayudaradan AIDS. Penelitian Bates (JAMA,1995, 274; 29-34) menunjukkan bahwa peringkat paling tinggi kesalahan pengobatan (medication error) pada tahap ordering (49%), diikuti tahap administration management(26%), pharmacy management (14%), transcribing (11%).

BAB IIIKESIMPULAN

apoteker sebagai mitra pasien dalam menjalani pengobatan seharusnya lebih teliti, bertanggung jawab, dan lebih mementingkan kepentingan dan keselamatan pasien. Kasus pemberian obat kadaluarsa ini merupakan medication eror (kesalahan medis). Seorang Apoteker baik dengan sengaja maupun tak sengaja melanggar atau tidak mematuhi Kode Etik Apoteker Indonesia maka dia wajib mengakui dan menerima sanksi dari pemerintah, ikatan/organisasi profesi farmasi yang menanganinya (ISFI) dan mempertanggungjawabkannya kepada Tuhan Yang Maha Esa.

DAFTAR PUSTAKA

Detikhealth. 2012. Gemcitabine. http://health.detik.com/readobat/879/gemcitabine

[diakses tanggal 4 Mei 2013].

Firdausjuven. 2006. RS PIK Dilaporkan - Kasus Dugaan Pemberian Obat Kadaluarsa. http://groups.yahoo.com/group/tionghoa-net/message/45853. [diakses tanggal 4 Mei 2013]

Haryanto. 2012. Apotek RSUD Berikan Obat Kadaluarsa?. http://pontianak.tribunnews.com/2012/08/24/rsud-sanggau-berikan-obat-kadaluarsa. [diakses tanggal 4 Mei 2013]

PAFI. 2011. Obat Kadaluarsa dan Tugas Farmasi. http://pafi-blog.info/obat-kadaluarsa-tugas-farmasi. [diakses tanggal 4 Mei 2013]