62
KENDARINEWS.COM - Jumlah tindak pidana pelanggaran dibidang perikanan dan kelautan khususnya di wilayah perairan Sultra, cukup memprihatinkan. Data yang dirilis bidang Pengawasan Sumber Daya Kelautan Perikanan (PSDKP) Sultra menyebutkan, telah terjadi 211 pelanggaran dalam kurun waktu empat tahun terakhir, sejak 2008 sampai 2011 lalu. Dari jumlah tersebut sejumlah kasus telah disidangkan dan mendapat putusan setelah melalui tahap penyidikan dan penuntutan oleh pengadilan. Kabid PSDKP Dinas kelautan dan Perikanan Sultra, GM Dominggus, MS mengungkapkan, umumnya jenis pelanggaran itu didominasi karena kegiatan penangkapan dan pengangkutan ikan tanpa dokumen yang lengkap. Dokumen itu meliputi izin usaha perikanan, surat izin penangkapan ikan dan surat izin kapal penangkap ikan. Selain itu kegiatan penambangan pasir laut dan batu karang tanpa izin dan pelanggaran daerah usaha/jalur penangkapan ikan juga menjadi kasus terbanyak dalam tindak pidana dibidang perikanan dan kelautan. Secara rinci, terdapat 140 kasus kegiatan penangkapan dan pengangkutan ikan tanpa dokumen yang lengkap, 32 kasus penambangan pasir laut dan batu karang tanpa izin dan 22 perkara pelanggaran daerah usaha/jalur penangkapan ikan. Selain kasus tersebut, data temuan pelanggaran lain seperti penggunaan alat tangkap terlarang atau penangkapan dengan bahan peledak maupun bahan kimia juga besar. George menjelaskan, pihaknya serius penanganan tindak pidana itu jika ditemukan. Penyelesaian kasus pelanggaran itu tergantung tingkat dan jenis perbuatan. Untuk skala ringan, tindakan pembinaan dan peringatan umumnya diberlakukan kepada pelaku namun jika pelanggaran itu besar, maka pelaku dikategorikan dalam kasus kriminal lain karena terbukti melanggar aturan perundang-undangan. "Dari beberapa kabupaten pada tahun 2011 lalu, enam kasus telah penyidikan dan sudah di P-21-kan dan ada beberapa tersangka yang telah diputus pengadilan dengan membayar denda dan kurungan penjara", terangnya. Kementerian Kelautan dan Perikanan sendiri telah merekrut pengadil untuk memperkuat jumlah personil dengan

bahan makalah puu

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kerusakan wilayah pesisir

Citation preview

KENDARINEWS.COM - Jumlah tindak pidana pelanggaran dibidang perikanan dan kelautan khususnya di wilayah perairan Sultra, cukup memprihatinkan. Data yang dirilis bidang Pengawasan Sumber Daya Kelautan Perikanan (PSDKP) Sultra menyebutkan, telah terjadi 211 pelanggaran dalam kurun waktu empat tahun terakhir, sejak 2008 sampai 2011 lalu. Dari jumlah tersebut sejumlah kasus telah disidangkan dan mendapat putusan setelah melalui tahap penyidikan dan penuntutan oleh pengadilan.

Kabid PSDKP Dinas kelautan dan Perikanan Sultra, GM Dominggus, MS mengungkapkan, umumnya jenis pelanggaran itu didominasi karena kegiatan penangkapan dan pengangkutan ikan tanpa dokumen yang lengkap. Dokumen itu meliputi izin usaha perikanan, surat izin penangkapan ikan dan surat izin kapal penangkap ikan. Selain itu kegiatan penambangan pasir laut dan batu karang tanpa izin dan pelanggaran daerah usaha/jalur penangkapan ikan juga menjadi kasus terbanyak dalam tindak pidana dibidang perikanan dan kelautan.

Secara rinci, terdapat 140 kasus kegiatan penangkapan dan pengangkutan ikan tanpa dokumen yang lengkap, 32 kasus penambangan pasir laut dan batu karang tanpa izin dan 22 perkara pelanggaran daerah usaha/jalur penangkapan ikan. Selain kasus tersebut, data temuan pelanggaran lain seperti penggunaan alat tangkap terlarang atau penangkapan dengan bahan peledak maupun bahan kimia juga besar.

George menjelaskan, pihaknya serius penanganan tindak pidana itu jika ditemukan. Penyelesaian kasus pelanggaran itu tergantung tingkat dan jenis perbuatan. Untuk skala ringan, tindakan pembinaan dan peringatan umumnya diberlakukan kepada pelaku namun jika pelanggaran itu besar, maka pelaku dikategorikan dalam kasus kriminal lain karena terbukti melanggar aturan perundang-undangan.

"Dari beberapa kabupaten pada tahun 2011 lalu, enam kasus telah penyidikan dan sudah di P-21-kan dan ada beberapa tersangka yang telah diputus pengadilan dengan membayar denda dan kurungan penjara", terangnya. Kementerian Kelautan dan Perikanan sendiri telah merekrut pengadil untuk memperkuat jumlah personil dengan mengirim 20 calon hakim ad hoc Pengadilan Perikanan hasil seleksi Mahkamah Agung untuk menjalani pendidikan dan pelatihan untuk ditempatkan pada tujuh Pengadilan Negeri di Medan, Jakarta Utara, Pontianak, Tual, Bitung, Tanjung Pinang dan Ranai. "Kita berharap mudah-mudahan di Sultra juga dibentuk pengadilan serupa agar penanganan kasus pelanggaran khususnya dibidang perikanan dapat berjalan maksimal", tandasnya. (p8)

http://lokal.kendarinews.com/content/view/32189/430/

LAMPUNG BARAT

Kode

76

Provinsi

Lampung

Kabupaten / Kota

Lampung Barat

Nama Kawasan

Kawasan Konservasi Laut Daerah Lampung Barat

Dasar Hukum

SK Bupati Nomor : B/290/kpts/10-IV/2007

Tipe Kawasan

Kawasan Konservasi Perairan Daerah

Luas Kawasan

14,866.87

Kategori IUCN

VI

Garis Lintang

104005’55,92 LU – 104007’11,97” LS

Garis Bujur

5029’51,30” – 5031’44,99” BT

Efektivitas Kawasan

Informasi Tambahan

Topografi wilayahnya sebagian besar berupa dataran tinggi yang curam, daerah berbukit sampai bergunung yang merupakan bagian dari Bukit Barisan yang membentang dari Utara ke Selatan Sumatera.

Foto

Kondisi Umum

Lampung Barat merupakan salah satu kabupaten di ujung barat Provinsi Lampung. Kabupaten Lampung Barat dibentuk pada tanggal 24 September 1991 melalui UU No. 6 Tahun 1991. Kabupaten Lampung Barat memiliki ± 20% dari panjang pantai Provinsi Lampung.

Dasar hukum penetapan wilayah perairan laut dan pesisir di Pekon Muara Tembulih, Sukanegara, Gedung Cahya Kuningan Kecamatan Ngambur dan Pulau Bertuah Kecamatan Bengkunat Belimbing sebagai Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Lampung Barat adalah SK Bupati No. B/290/kpts/10-IV/2007 yang dikeluarkan pada tanggal 27 Desember 2007. Tujuan pemanfaatan KKLD Lampung Barat untuk yang memiliki luas 14.866,87 Haini adalah sebagai berikut :(a) kawasan pesisir Pantai Muara Tembulih, Sukanegara, Gedung Cahya Kuningan Kecamatan Ngambur diprioritaskan untuk pelestarian penyu dan mendukung kegiatan perikanan berkelanjutan dan ekowisata bahari; dan(b) kawasan Pulau Bertuah Kecamatan Bengkunat Belimbing untuk mendukung kegiatan pelestarian penyu, terumbu karang, perikanan berkelanjutan dan ekowisata bahari.

Letak Geografis

KKLD Kabupaten Lampung Barat terletak pada posisi 104005’55,92″ LU – 104007’11,97″ LS dan 5029’51,30″ - 5031’44,99“ BT ini memiliki luas kawasan sekitar 14.866,87 Ha. Topografi wilayahnya sebagian besar berupa dataran tinggi yang curam, daerah berbukit sampai bergunung yang merupakan bagian dari Bukit Barisan yang membentang dari utara ke selatan sumatera.

Aksesibilitas

Ibukota Kabupaten Lampung Barat di Liwa, yang berjarak sekitar 330 km dari BandarLampung ibukota Propinsi Lampung dan dapat ditempuh melalui jalan darat sekitar 6 jam. Jalan akses dari Liwa menuju ke berbagai ibukota kecamatan di wilayah pesisir dengan mudah ditempuh melalui jalan darat beraspal yang merupakan jalan negara dan propinsi. Sedangkan aksesibilitas antar kecamatan yang terletak di wilayah pesisir mudah ditempuh, baik menggunakan alat transportasi darat melalui jalan negara yang kondisinya cukup baik maupun menggunakan alat transportasi luat (perahu, speed boat).

Iklim

Daerah Lampung Barat memiliki dua tipe iklim yaitu: Tipe Iklim A di sebelah Barat TamanNasional Bukit Barisan Selatan dan Tipe Iklim B di sebelah Timur Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Kelembaban udara di daerah ini tergolong basah (udic) berkisar antara 50 – 80% dengan curah hujan tahunan yang tinggi, yaitu lebih dari 2.000 mm/tahun. Suhu berkisar dari panas (isohypothermic) pada dataran pantai (di bagian barat) sampai dingin (isimesic) di daerah perbukitan.

Kondisi Perairan

Pantai Barat Lampung berhadapan dengan perairan Samudera Hindia, memiliki kondisi yang curam. Gradasi kecuramannya mulai di bagian utara dan berkurang ke bagian selatan. Di perairan Pantai Barat, tipe pasang surut yang ditemui adalah campuran dengan dominasi pasang surut ganda. Iklim di perairan Pantai Barat dipengaruhi oleh Samudera Hindia yang dicirikan oleh adanya angin muson dan curah hujan yang tinggi sekitar 2.500 – 3.000 mm/tahun.Pantai Barat mempunyai gelombang yang paling besar di daerah Lampung, dan gelombang paling besar dapat terjadi di musim Barat. Suhu rata-rata bulanan di permukaan laut berkisar 28 – 29 0C dan salinitas antara 32,50 – 33,60 psu. Arus musim sepanjang tahun mengalir ke arah tenggara hingga barat daya. Kekuatan arus berkisar antara 1 cm/detik hingga 45 cm/detik. Pada musim barat (Nopember-Maret) arus mengalir secara tetap menuju ke arah tenggara dengan kecepatan 27

cm/detik hingga 45 cm/detik dan mencapai maksimum pada bulan Desember. Pada musim timur (April Oktober), kisaran kecepatan arus 1 cm/detik hingga 36 cm/detik dan mencapai kecepatan arus minimum pada bulan Juli berkisar antara 1 cm/detik hingga 5 cm/detik (Wiryawan et al., 2002).

Kondisi Ekonomi Perairan

Penutupan karang hidup di Pulau Pisang adalah 65,75%, yang didominasi karang api atau coral milepora (CME). Sedangkan genus coral lainnya adalahAcropora Sp, Millepora Sp, Fungia Sp, Ctenatis Sp, Montipora Sp, Pocillopora Sp, Porites Sp, Favites Sp, Galaxea Sp, Pavona Sp, Seriatopora Sp, dan Diploria Sp.Jenis Padang Lamun yang ditemukan hanya satu spesies yaituThalasodendrum Sp pada beberapa tempat di pesisir sebelah utara mulai Tanjung Setia, Krui, Pulau Pisang sampai Lemong. Di pesisir sebelah selatan tidak ditemukan Padang Lamun. Diperkirakan hal ini karena susbstrat dan kondisi perairan yang kurang cocok.Satwa-satwa penting yang ada di pesisir Lampung Barat adalah penyu, lumba-lumba, paus dan udang lobster. Penyu bisa ditemukan di hampir seluruh pesisir Lampung Barat. Jenis-jenis penyu yang bisa ditemukan adalah Penyu Hijau (Chelonia mydas), Penyu Sisik (Erethmochelys imbricata), Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea) dan Penyu Belimbing (Dermochelys coriacea). Sementara lumba-lumba dan paus diperkirakan ada di Samudera Hindia seperti lumba-lumba risso/abu-abu (Grampus griseus), lumba-lumba biasa (Delphinus delphis), paus sejati selatan (Eubalaena australis), paus biru (Balaenoptera musculus), paus bersirip (Balaenoptera physalis), lodan/paus kerdil (Kogia breviceps), paus cebol (Kogia simus), dan lumba-lumba pintal (Stenella longirostris) yang sering dekat pulau (Klinowska, 1991; Silalahi dan suwelo, 2003). Terdapat beberapa jenis udang lobster yang ditemukan dibeberapa tempat di Lampung Barat yaitu Udang Mutiara (Panulirus ornatus), Udang Batu (P. penicilatus), Udang Bambu (P. versicolor) dan Udang Hijau (P. homarus).Berdasarkan jumlah hasil tangkapan dan nilai ekonominya, jenis ikan yang menjadi target penangkapan antara lain: cakalang (Katsuwonus pelamis), tuna sirip biru selatan (Thunnus maccoyii), tuna mata besar (Thunnus obesus), tuna abu-abu (Thunnus tonggol), kakap sejati (Lates calcarifer), kakap merah (Lutjanus altifrontalis), setuhuk (Makaira mazara), setuhuk loreng (Tetrapturus mitsukurii), setuhuk hitam (Makaira indica), kerapu bebek (Cromileptes altivelis), kerapu karang (Epinephelus heniochus Fowler), tenggiri (Scomberomorus commenson), tenggiri papan (Scomberomorus guttatus), baronang (Siganus javus), bawal putih (Pampus argenteus), albakora (Thunnus alalunga), madidihang (Thunnus albacores), tongkol (Euthynnus affinis), layaran (isthioporus oriental), layur (Trichiurus savala), ikan pedang (Xiphias gladius), kembung lelaki/banyar (Rastrelliger kanagurta), kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) dan belanak (Valamugil speigleri) , kemudian jenis ikan ekor kuning (Caesio erythrogaster), talang-talang (Chorinemus tala), terubuk (Hilsa toli) , japuh (Dussumieria acuta), lemadang (Coryphaena hippurus), ikan lidah (Cynoglossus lingua), tembang (Sardinella fimbriata), beloso (Saurida tumbil), julung-julung (Hemirhamphus far), gerot-gerot (Pomadasys macullatus), dan swangi mata besar (Priacanthus tayenus). Selain itu jenis ikan yang tercatat dari hasil tangkapan antara lain : layang, selar, cendro, pepetek, lencam, lemuru, kuro/senangin (Eletheronema tetradactylum), cucut (Carcharias dussmieri), mako, kurisi (Nemipterus nematophorus), bijinangka/kuniran (Upeneus sulphureus) dan ikan lainnya. Sedangkan hasil tangkapan jenis udang adalah udang putih (jerbung), udang krosok, udang barong/karang dan udang lainnya.

Kondisi Sosial Ekonomi Budaya

Jumlah penduduk Kabupaten Lampung Barat pada tahun 2004 tercatat 388.113 jiwa yang tersebar di 176 desa dengan total luas wilayah 4.950,40 km2. Kepadatan penduduk rata-rata 78,40 orang/ km2 (BPS Lampung Barat, 2005). Penduduk di wilayah pesisir Lampung Barat sebagian besar berasal dari penduduk asli Lampung dan penduduk pendatang (Jawa, Bali dan Sunda).Etnis Lampung asli terbagi atas berbagai suku yang dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu Peminggir, yang berkediaman di sepanjang pesisir, dan Pepadun yang berkediaman di daerah pedalaman Lampung. Suku Lampung asli di kabupaten Lampung Barat termasuk kelompok Peminggir dengan suku Lampung Krui-Ranau.Secara umum kondisi masyarakat di wilayah pesisir Pantai Barat Lampung Barat berpenduduk etnis Lampung, menggunakan bahasa pengantar harian dan adat istiadat lampung, serta sebagian besar bermatapencaharian di bidang pertanian (tanaman pangan dan perkebunan). Terutama di desa-desa pesisir yang dekat dengan pantai, sebagian penduduk bermatapencaharian sebagai nelayan penangkap ikan di laut.Masyarakat Lampung Barat disebut juga masyarakat Lampung Peminggir atau Sai Batin memiliki tata kehidupan dengan sistem patrilineal; harta pusaka, gelar, dan nama suku diturunkan menurut garis keturunan ayah. Suku bangsa asli yang mendiami wilayah Kabupaten Lampung Barat adalah keturunan dari kerajaan Skala Brak yang banyak mendapat pengaruh dari kerajaan Pagaruyung Sumatera Barat.

Mata Pencaharian

Mata pencaharian penduduk pesisir umumnya petani, sedangkan sebagian lainnya sebagai nelayan, pekebun dan petani ikan. Selain matapencaharian utama, umumnya masyarakat pesisir memiliki pekerjaan sampingan sebagai nelayan, petani, pedagang dan jasa. Penduduk yang bermatapencaharian nelayan terkonsentrasi paling banyak di wilayah pesisir kecamatan Pesisir Tengah (Teluk Krui), kemudian sebagian yang lainnya terkonsentrasi di Pulau Pisang dan sekitarnya (kecamatan Pesisir Utara), di wilayah pesisir desa Tanjung Setia, Biha dan sekitarnya di kecamatan Pesisir Selatan, serta di wilayah pesisir desa Pardasuka dan sekitarnya (kecamatan Bengkunat).Perekonomian Kabupaten Lampung Barat sampai saat ini, masih didominasi oleh peranan sektor pertanian yang mempunyai konstribusi sebesar 60,20%, sisanya adalah sektor pertambangan dan energi, perdagangan dan jasa. Perkembangan pertumbuhan lapangan usaha ini akan berdampak besar terhadap perekonomian Lampung Barat.Sementara itu, untuk kegiatan perikanan, pada tahun 2005, jumlah nelayan adalah sebanyak 1.554 rumah tangga/perusahaan (RTP) yang terdiri dari 456 RTP yang beroperasi menangkap ikan tanpa perahu, 800 RTP menggunakan jukung, 295 RTP menggunakan perahu dengan motor tempel, 1 RTP menggunakan kapal motor kapasitas 5-10 GT dan 2 RTP dengan kapal motor kapasitas 10-20 GT. Jumlah perahu/kapal sebanyak 1.159 unit terdiri dari jukung 821 unit, perahu motor tempel 335 unit, kapal motor 5-10 GT sebanyak 1 unit dan 2 unit Kapal Motor 10-20 GT. Alat Penangkapan Ikan sejumlah 6.268 unit (Statistik Perikanan Kabupaten Lampung Barat, 2005).

Potensi Perikanan

Pertumbuhan usaha perikanan laut di Kabupaten Lampung Barat tergolong rendah, hal ini terkait dengan peningkatan produksi yang relatif kecil. Padahal, potensi lestari perikanan (MSY) di perairan Pantai Barat teridentifikasi lebih dari 17.000 ton/tahun. Selain itu, sampai dengan tahun 2000, Izin Usaha Perikanan yang di terbitkan untuk pengumpulan udang dan ikan mencapai 13 buah. Kendala

utama yang dihadapi bagi pengembangan usaha perikanan adalah kondisi dan ketersediaan sarana/armada penangkapan serta alat tangkap yang kurang mendukung peningkatan produksi perikanan tangkap, sehingga hasil tangkapan belum dapat mencukupi kebutuhan pasar.Sementara itu, laporan Dinas Perikanan dan Kelautan Lampung Barat (2005) menyebutkan bahwa wilayah pesisir Pantai Barat Kabupaten Lampung Barat memiliki potensi di bidang perikanan dan kelautan untuk pengembangan budidaya laut dan air payau. Untuk budidaya laut, lahan potensial yang dapat dimanfaatkan adalah pada perairan yang tertutup atau terlindung dari ombak besar, seperti perairan sekitar teluk. Perairan Pantai Barat masih memiliki kualitas air yang sangat baik dan mempunyai produktivitas yang tinggi, disamping jauh dari pencemaran oleh polutan pabrik dan rumah tangga.

Peluang usaha budidaya laut yang dapat dikembangkan adalah budidaya ikan di keramba jaring apung dan budidaya rumput laut. Komoditas yang sangat potensial untuk dibudidayakan adalah teripang, kakap, kerapu dan baronang. Potensi budidaya air payau di Lampung Barat tercatat seluas 6.500 ha, tersebar di Kecamatan Pesisir Selatan dan Bengkunat 5.000 ha serta Pesisir Utara 1.500 ha yang diperuntukan bagi tambak.

Pendekatan Konservasi

Pendekatan konservasi dalam menetapkan Pekon Muara Tembulih, Sukanegara, Gedung Cahya Kuningan dan Pulau Betuah sebagai Kawasan Konservasi Laut Daerah adalah didasarkan banyaknya penyu yang bisa ditemukan di hampir seluruh pesisir Lampung Barat. Jenis-jenis penyu yang bisa ditemukan adalah Penyu Hijau, Penyu Sisik, Penyu Lekang dan Penyu Belimbing. Selain itu juga ditemukan lumba-lumba dan paus, meski belum ada informasi jenis lumba-lumba dan paus yang ditemukan dan arah migrasinya secara pasti.

Pariwisata

Pantai Barat merupakan kawasan potensial dan terdapat berbagai lokasi wisata yang memiliki daya tarik terutama sebagai lokasi olahraga laut, misalnya memancing, menyelam, dayung, selancar, dan ski air. Lokasi dan obyek wisata tersebut tersebar di Kecamatan Lemong, Pesisir Utara, Pesisir Tengah, Karya Penggawa, Pesisir Selatan, dan Bengkunat. Selain obyek wisata bahari, terdapat juga obyek wisata budaya, antara lain:- Pesta Sakura, yang dilaksanakan untuk merayakan hari raya Idul Fitri, selain sebagai sarana hiburan acara ini juga sebagai ajang mencari jodoh untuk para muda-mudi. Pesta sakura ini di pusatkan di kenali (+ 20 km dari Liwa).- Nabuh Kelukup, kebiasaan menabuh (memukul) kelukup (kentongan raksasa) ini dilakukan pada setiap bulan puasa sebagai tanda waktu masuk sahur, suara kelukup yang cukup besar ini dapat terdengar hingga jarak 10 km, masyarakat yang sering menabuh kelukup ini berdomisili di daerah sekitar Kecamatan Balik Bukit dan Kecamatan Belalau.- Festival Teluk Stabas, kegiatan ini di lakukan rutin menyambut HUT Kabupaten Lampung Barat. Di dalam kegiatan Teluk Stabas ini diadakan perlombaan budaya dan olahraga antara lain: Kebut Pesagi, Kebut Jukung (sampan), Pawai Budaya, Arung Jeram, dan lomba tarian adat tradisional.

Tinggalkan Komentar

LAMPUNG TIMUR

Mei 23, 2013 UMUM

Kabupaten Lampung Timur merupakan salah satu dari enam kabupaten di Provinsi Lampung yang memiliki perairan laut sehingga potensi yang dimiliki sangat beragam mulai dari penangkapan di laut, perairan umum, budidaya laut, budidaya air payau, air tawar dan budidaya perairan umum beserta hasil ikutannya berupa hasil-hasil pengolahan. Besarnya potensi ini karena didukung perairan laut (Laut Jawa), dilewati 35 aliran sungai besar dan kecil serta irigasi teknis Punggur Utara, Way Jepara dan Way Curup juga memiliki cekdam dan danau yang semuanya merupakan potensi untuk kegiatan perikanan tangkap dan budidaya.

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Lampung Timur, Way Kanan dan Kota Metro. Wilayah Kabupaten Lampung Timur membentang pada posisi 1050 15” BT – 1060 20” BT dan 4037’ LS – 50 37’ LS dengan luas daratan ± 5.325,03 Km2 atau sekitar 15 % dari total luas wilayah Provinsi Lampung ditambah daratan di Pulau Segamat dan Perairan Laut yang berbatasan langsung dengan perairan laut Provinsi Banten dan DKI Jakarta.

Dibandingkan dengan Kabupaten / Kota lain di Provinsi Lampung, Kabupaten Lampung Timur masih tergolong Kabupaten baru karena baru terbentuk pada tahun 1999, tetapi walaupun demikian pembangunan Perikanan dan Kelautan di Kabupaten Lampung Timur terus dipacu agar bisa sejajar dengan Kabupaten-Kabupaten lain yang sudah maju, hal ini sesuai dengan Visi Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Timur yaitu :“Terwujudnya Lampung Timur sebagai Pusat Pengembangan Perikanan dan Kelautan bagi kesejahteraan masyarakat“. Untuk mencapai visi tersebut, maka pembangunan perikanan pada hakekatnya adalah meningkatkan taraf hidup petani ikan/nelayan/pengolah, meningkatkan pemanfaatan dan pelestarian Sumber Daya Ikan (SDI) serta meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Dalam upaya mencapai sasaran tersebut, maka pada tahun 2011 telah dilaksanakan berbagai program dan kegiatan antara lain pembangunan sarana dan prasarana, pelestarian sumber hayati perikanan, peningkatan produksi perikanan dan peningkatan mutu hasil perikanan dan peningkatan kualitas serta kuantitas Sumber Daya Manusia (SDM) baik aparatur maupun pelaku usaha perikanan.

 

1.   Geografi

Secara geografis Kabupaten Lampung Timur terletak pada koordinat 105˚ 15’ Bujur Timur hingga 106˚ 20’ Bujur Timur dan 4˚ 45’ Lintang Selatan hingga 5˚ 39’ Lintang Selatan secara administrasi wilayah Lampung Timur berbatasan dengan :

Disebelah Utara dengan Kecamatan Rumbia, Seputih Surabaya, Bandar Surabaya dan Seputih Banyak, Kabupaten Lampung Tengah dan Kabupaten Tulang Bawang.

Sebelah Selatan dengan Kecamatan Tanjung Bintang, Tibung, Palas, dan Sidomulyo Kabupaten Lampung Selatan.

Sebelah Timur dengan Laut Jawa, Provinsi Banten dan DKI Jakarta

Sebelah Barat dengan Kecamatan Bantul dan Metro Raya Kota Metro serta Kecamatan Seputih Raman dan Punggur Kabupaten Lampung Tengah.

Kabupaten Lampung Timur terdiri dari 24 Kecamatan dan 233 Desa. Adapun masing-masing Kecamatan mempunyai luas wilayah dan jumlah desa dapat dilihat pada tabel 1 (satu).

Pada tahun 2011 Kabupaten Lampung Timur berpenduduk 957.479 jiwa yang terdiri dari 492.429 jiwa (51,43 %) berjenis kelamin laki-laki dan 465.050 jiwa (48,57 %) perempuan. Untuk lebih jelasnya jumlah penduduk berumur 15 tahun keatas yang bekerja menurut lapangan usaha dapat dilihat pada tabel 2 (dua).

2.   Topografi

Menurut kondisi topografi Kabupaten Lampung Timur dapat dibagi ke dalam 5 (lima) satuan topografi yaitu :

1. Daerah berbukit sampai bergunung, terdapat di Kecamatan Jabung, Sekampung Udik dan Labuhan Maringgai serta Sukadana dengan ketinggian rata-rata 600 m dpl.

2. Daerah berombak sampai bergelombang yang dicirikan oleh bukit-bukit sempit dengan kemiringan antara 8 % hingga 15 % dan ketinggian antara 50 sampai 200 m dpl.

3. Daerah dataran alluvial, mencakup kawasan yang cukup luas meliputi wilayah bagian timur sampai mendekati pantai timur, juga merupakan bagian hilir dari Way Seputih, Way Sekampung dan Way Pengubuan. Ketinggian kawasan ini berkisar antara 25 hingga 75 meter dpl dengan kemiringan 0 hingga 3 derajat.

4. Dataran rawa pasang surut disepanjang pantai timur dengan ketinggian 0,5 m hingga 1 m dpl.

5. Daerah aliran sungai yaitu Way Seputih, Way Sekampung, Way Penet, Way Kambas dan Way Jepara.

3.   Iklim

Kabupaten Lampung Timur berdasarkan Smith dan Ferguson termasuk dalam kategori B yang dicirikan dengan bulan basah selama 6 bulan yaitu Desember – Juni dengan temperature rata-rata 24˚C – 34˚C. Curah hujan merata tahunan sebesar 2.000-2.500 mm. jenis tanah rata-rata di Kabupaten Lampung Timur umumnya didominsai oleh jenis poldosik merah kuning, kekuning-kuningan, latosol coklat kemerahan, latosol merah, hidromorf kelabu, alluvial hidromorf, regosol coklat kekuningan, latosol merah kekuningan, alluvial coklat kelabu dan latosol merah.

4.   Hidrologi

Di Kabupaten Lampung Timur mengalir satu satuan wilayah sungai utama yaitu SWS Seputih–Sekampung, sedang sungai yang melintasi Kabupaten Lampung Timur berjumlah 73 buah sungai. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 3 (tiga).

Rasio debit air sungai pada musim penghujan dan kemarau pada Daerah Aliran Sungai (DAS) di Kabupaten Lampung Timur umumnya menunjukkan terjadinya kekurangan air pada musim kemarau

dan kelebihan air pada musim penghujan. Pada umumnya menunjukkan angka yang besar yaitu lebih dari 50.

Penyebab utamanya adalah menurunnya fungsi hidrologi kawasan hutan lindung karena berkurangnya vegetasi penutup yang berfungsi sebagai pengatur siklus air dan kondisi tanah setempat yang relatif porous. Perbedaan debit air sungai pada musim penghujan dan musim kemarau yang cukup besar memberikan dampak terhadap ketersediaan air untuk irigasi dan kegiatan perikanan budidaya, khususnya pada musim kemarau.

Potensi Perikanan

http://hipmi-lampung.org

Sebagai daerah yang memiliki wilayah perairan yang cukup luas, Lampung memiliki sumberdaya perikanan laut yang cukup besar, terutama di sekitar Pantai Timur (Laut Jawa), Selat sunda ( Teluk Lampung dan Teluk Semangka, dan Pantai Barat.PERIKANAN TANGKAP l Sejumlah kapal sandar di Pusat 98Pelelangan Ikan (PPI) Lempasing, Lampung Selatan. Potensi perikanan tangkap Lampung tersebar di perairan barat, sebesar 85,379 ton pertahun untuk areal penangkapan sampai 30 mil, sedangkan sampai areal ZEE sebesar 97,845 ton per tahun.

Potensi ikan di perairan barat, sebesar 85,379 ton pertahun untuk areal penangkapan sampai 30 mil, sedangkan sampai areal ZEE sebesar 97,845 ton pertahun.

Maka total potensi ikan tangkap di pantai barat mencapai 182,864 ton pertahun.

Pada perairan pantai timur, potensinya sebesar 11,800 ton pertahun dengan didominasi oleh jenis ikan demesal, sedangkan potensi ikan tangkap diselat sunda sebesar 97,752 ton pertahun dengan di dominasi oleh jenis ikan karang.

Untuk budidaya perikanan laut, potensi lahan yang ada luasnya kurang lebih 10,600 Ha yang menyebar pada Teluk Lampung, Teluk Semangka, Pantai Timur Lampung dan Barat Lampung. Dari potensi lahan yang ada, dialokasikan untuk budidaya ikan kerapu seluas 681 Ha, mutiara seluas 3,999 Ha, rumput laut 1,325 Ha dan kerang – kerangan seluas 4,596 Ha.

Sedangkan lahan yang potensial untuk budidaya air payau, baik untuk kegiatan pembesaran ikan / udang maupun pembenihan, luasnya 61,200 Ha. Potensi tersebut menyebar di Pantai Timur Lampung yang membentang dari utara sampai selatan seluas 52,500 Ha, Teluk Lampung seluas 700 Ha, Teluk Semangka 2,000 Ha dan pantai barat seluas 5,00 Ha. Dan komoditi yang potensial untuk di kembangkan secara budidaya adalah Udang, Ikan Bandeng, Ikan Kakap dan Ikan Kerapu.

Pasar udang asal Lampung sendiri saat ini sudah merambah ke dunia internasional. Hal ini seiring dibukanya pasar baru ke Timur Tengah dan Eropa Timur.

Pasar baru tersebut diproyeksikan Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad dibuka pada tahun ini.

Negara Timur Tengah yang menjadi sasaran yakni Iran dan Arab Saudi. Pemilihan ke dua negara ini karena daya serap pasar terhadap produk udang sangat tinggi.

Penjajakan pasar baru itu dilakukan pemerintah pusat. Di Lampung, sudah ada tiga perusahaan yang mendaftarkan diri untuk memasok udang ke negara tersebut. Ketiganya, yakni PT Central Pertiwi Bahari (CPB), PT Centra Proteina Prima (CP Prima), dan PT Indokom Samudra Persada.

Volume ekspor udang Lampung sendiri tahun 2009 mencapai 34.551,54 ton dengan nilai ekspor 222.701.741,11 dolar AS. PT CP Prima merupakan perusahaan yang tercatat sebagai pengekspor udang tertinggi. Volume ekspornya mencapai 18.230,94 ton dengan nilai 119.042.938,87 dolar AS Sepanjang 2009, negeri Paman Sam tersebut mengimpor sebanyak 8.682 ton udang dari Lampung dengan nilai 57.041.692,75 dolar AS. Peringkat kedua adalah Jepang sebanyak 3.234 ton dengan nilai 21.188.254,15 dolar AS.

Lampung Simpan Potensi Perikanan

BANDAR LAMPUNG (Lampost.co): Potensi perikanan di Provinsi Lampung cukup berlimpah dengan luas perairan laut (12 mil) 24.820,0 Km2 (41,2% dari total luas keseluruhan) termasuk didalamnya luas perairan pesisir 16.625,3 km2. Selain itu, juga Lampung juga memiliki luas perairan umum yang tersebar di kabupaten/kota.

Berdasarkan Data Statistik Tahun 2011 luas areal bersih kegiatan budi daya yaitu tambak 14.050 Ha , Kolam 6.192,31 Ha , Minapadi 1.023,1 Ha Keramba 1.131,9 Ha, KJA 290.15 Ha, budidaya laut 1.031,75 Ha.

Dari seluruh luasan mangrove yang ada tersebut, 34.28% (32.198,6 Ha) dikelola oleh perusahaan 33,98% (31.909,94 Ha) merupakan wilayah Taman Nasional Way Kambas dan sisanya 31.74% (29.811,12 Ha) dimanfaatkan masyarakat.

Terumbu karang di Provinsi Lampung tersebar di empat Kabupaten yaitu Lampung Barat, Lampung Selatan, Lampung Timur, dan Pesawaran. Sedangkan padang lamun berada di Lampung Barat, Tanggamus dan Pesawaran. Namun, potensi perikanan yang cukup besar itu belum dapat memberikan manfaat yang besar kepada masyarakat khususnya nelayan karena belum terkelola dengan baik.

Hal ini terjadi karena masih rendahnya produktivitas dan daya saing usaha kelautan dan perikanan yang antara lain disebabkan struktur armada yang masih didominasi oleh kapal berukuran kecil, belum terintegrasinya sistem produksi hulu dan hilir, dan masih terbatasnya sarana dan prasarana yang dibangun, kata Kepala Dinas Perikanan Provinsi Lampung Zaini Nurman.

Selain itu, dalam pengembangan perikanan budi daya, masih dihadapkan pada permasalahan implementasi kebijakan tata ruang, terbatasnya prasarana saluran irigasi, terbatasnya ketersediaan dan distribusi induk dan benih unggul, dan serangan hama dan penyakit ikan/udang serta adanya pencemaran yang mempengaruhi kualitas lingkungan perikanan budidaya.

Persoalan permodalan juga menjadi kendala bagi nelayan kecil, ujarnya. Masalah kulitas sumber daya nelayan juga menjadi salah satu hambatan dan memengaruhi lemahnya daya saing serta produktivitas. (SAG/L-4)

Sumber http://lampost.co

Ikan Kerapu, Potensial dikembangkan di Lampung Timur

Sukadana – Sektor perikanan di Kabupaten Lampung Timur cukup prospek, sebab daerah tersebut memiliki daerah perairan yang luas, juga didukung sumber daya alam yang cocok untuk dibudidayakan berbagai jenis ikan, terutama ikan yang memiliki ekonomis tinggisaat ini yakni ikan kerapu. Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan (DKP) Lampung Timur, Yudinal, Senin, mengatakan ikan kerapu memiliki nilai ekonomis tinggi, sehingga sangat prospek untuk diusahakan dalam skala budidaya.”Selama ini pasokan ikan kerapu banyak dari tangkapan para nelayan, itu pun hanya mampu memenuhi kebutuhan pasar lokal. Maka budidaya secara modern dan besar masih cukup menjanjikan,” ujarnya.

Dia menjelaskan, harga benih ikan kerapu ukuran 4-5 cm bisa mencapai Rp7.000 per kilogram, kemudian harga ikan kerapu dewasa berkisar Rp20 ribu-Rp30 ribu per kilogramnya. Terutama untuk budidaya ikan kerapu, lanjutnya, sangat cocok dikembangkan di Pulau Segamat atau Pulau Dua, karena memenuhi syarat-syarat kehidupan ikan kerapu tersebut.”Ikan kerapu membutuhkan pasokan air tawar dan asin yang cenderung stabil dan biasanya hidup alami di perairan Pulau Segamat, dekat dengan pantai Taman Nasional Way Kambas,” jelasnya.

Sementara itu, Kabupaten Lampung Timur saat ini terus menawarkan berbagai peluang investasi daerah tersebut, khususnya terkait budidaya ikan kerapu, karena pemanfaatannya belum maksimal, sedangkan permintaan ikan kerapu untuk diekspor semakin meningkat setiap tahunnya.

Selama ini pasokan ikan kerapu masih mengandalkan hasil tangkapan dari alam, yang tentu saja belum mencukupi permintaan pasar. Sehingga, pengembangan ikan kerapu skala budidaya sangat menjanjikan di daerah itu.

Kepala Kantor Penanaman Modal (KPM) Lampung Timur, Mulyanda, di Sukadana, menjelaskan, potensi perikanan di Kabupaten Lampung Timur cukup besar, sebab dari total lahan perikanan seluas 22.548,05 hektare, yang dimanfaatkan baru 15.909,29 hektare. “Lampung Timur memiliki potensi untuk pengembangan perikanan darat atau air tawar, perikanan perairan umum di Wilayah Pantai Timur Sumatera, dan potensi pertambakan rakyat yang belum tergarap seluruhnya,” paparnya.

Dia menjelaskan, apabila investasi budidaya ikan kerapu dikembangkan secara maksimal, maka berprospek meningkatkan pendapatan masyarakat dan devisa negara. Apalagi jenis ikan kerapu itu memiliki pangsa pasar yang luas, baik domistik maupun ekspor.”Permintaan ikan kerapu terus meningkat dari tahun ke tahun hingga ke manca negara, seperti Singapura, Hongkong, Taiwan, dan China,” jelasnya.Dia menambahkan, jenis ikan kerapu yang diminati pasar manca negara, yakni ikan kerapu macan dan ikan kerapu bebek, yang banyak ditemukan di perairan laut Lampung Timur.

Sumber http://lampungtimurkab.go.id

KELAUTAN DAN PERIKANAN

KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

POTENSI

Laut : 108 Km x 4 mil ( 1 mil = 1,852 Km) = 200.016 Km

Perikanan : 22.548,05 Ha

Pemanfaatan :15.909,29 Ha

Tambak Rakyat : 8.000 Ha

Pemanfaatan : 4728 Ha

Komoditas        

1. Laut : Udang, Ikan pari, Kakap, dan jenis ikan laut lain yang ada di pantai pesisir timur.

2. Air Tawar : Udang, Ikan Patin, Lele, Ikan Mas, Gurame, dan sebagainya.

PELUANG INVESTASI

Program Prioritas Pengembangan Potensi Perikanan dan Kelautan yang Ditawarkan:

1. Pembangunan Dermaga Perikanan dan TPI.

2. Industri Perikanan/Pengolahan Pasca panen.

3. Pemasaran produk

4. Pemberian kredit lunak petani ikan dan nelayan.

5. Could Storage Plant

Tinggalkan Komentar

LAMPUNG SELATAN

Mei 23, 2013 UMUM

2.1   Pelabuhan Perikanan

Menurut Lubis (2006), pelabuhan perikanan adalah suatu wilayah perpaduan antara wilayah daratan dan lautan yang dipergunakan sebagai pangkalan kegiatan penangkapan ikan dan dilengkapi dengan berbagai fasilitas sejak ikan didaratkan sampai ikan didistribusikan. Pelabuhan perikanan adalah pusat pengembangan ekonomi perikanan ditinjau dari aspek produksi, pengolahan dan pemasaran, baik berskala lokal, nasional maupun internasional.

Aspek-aspek pelabuhan perikanan secara terperinci menurut Direktorat Jenderal perikanan 1994 adalah (Lubis 2006):

1. Produksi : Pelabuhan perikanan sebagai tempat para nelayan untuk melakukan kegiatan-kegiatan produksinya, mulai dari memenuhi kebutuhan perbekalan untuk menangkap ikan di laut sampai membongkar hasil tangkapannya.

2. Pengolahan : Pelabuhan perikanan menyediakan sarana-sarana yang dibutuhkan untuk mengolah hasil tangkapannya.

3. Pemasaran : Pelabuhan perikanan merupakan pusat pengumpulan dan tempat awal pemasaran hasil tangkapannya.

Menurut Peraturan Menteri kelautan dan Perikanan Nomor PER. 16/MEN/2006 tentang pelabuhan perikanan BAB VII pasal 16, pelabuhan perikanan diklasifikasikan kedalam 4 (empat) kelas, yaitu Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS), Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN), Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP), dan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI). Pelabuhan perikanan diklasifikasikan menjadi empat kategori utama yang memiliki kriteria yaitu:

1. Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS)

2. Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di laut territorial, Zona ekonomi ekslusif Indonesia dan laut lepas;

3. Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurang-kurangnya minus 60 GT;

4. Panjang dermaga sekurang-kurangnya 300 m, dengan kedalaman kolam sekurang-kurangnya minus 3 m

5. Mampu menampung sekurang-kurangnya 100 kapal perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 6.000 GT kapal perikanan sekaligus;

6. Ikan yang didaratkan sebagian untuk tujuan ekspor;

7. Terdapat industry perikanan.

1. Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN)

2. Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di laut territorial dan Zona Ekonomi Eklusif Indonesia;

3. Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurang-kurangnya 30 GT;

4. Panjang dermaga sekurang-kurangnya 150 m, dengan kedalaman kolam sekurang-kurangnya minus 3 m;

5. Mampu menampung sekurang-kurangnya 75 kapal perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 2.250 GT kapal perikanan sekaligus;

6. Terdapat industri perikanan.

1. Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP)

2. Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di perairan pedalaman, perairan kepulauan, dan laut territorial;

3. Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kappal perikanan berukuran sekurang-kurangnya 10 GT;

4. Panjang dermaga sekurang-kurangnya 100 m, dengan kedalaman kolam sekurang-kurangnya 2 m;

5. Mampu menampung sekurang-kurangnya 30 kapal perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 300 GT kapal perikanan sekaligus.

1. Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI)

2. Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di perairan pedalaman dan perairan kepulauan;

3. Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurang-kurangnya 3 GT;

4. Panjang dermaga sekurang-kurangnya 50 m, dengan kedalaman kolam sekurang-kurangnya 2 m;

5. Mampu menampung sekurang-kurangnya 20 kapal perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 60 GT kapal perikanan sekaligus.

fungsi pelabuhan ditinjau dari segi aktivitasnya yaitu sebagai pusat kegiatan ekonomi perikanan baik ditinjau dari aspek pendaratan dan pembongkaran ikan, pengolahan, pemasaran dan pembinaan terhadap masyarakat nelayan. Fungsi tersebut dapat dirinci sebagai berikut (Lubis 2006):

(1) Fungsi pendaratan dan pembongkaran

(2) Fungsi pengolahan

(3) Fungsi pemasaran

(4) Fungsi pembinaan terhadap masyarakat nelayan.

Menurut Lubis (2006) dalam pelaksanaan fungsi dan peranannya, pelabuhan perikanan dilengkapi berbagai fasilitas. Kapasitas dan jenis fasilitas yang terdapat di suatu pelabuhan perikanan umumnya akan menentukan skala atau tipe dari suatu pelabuhan dan akan berkaitan pula dengan skala perikanannya. Fasilitas-fasilitas tersebut berupa fasilitas pokok, fungsional, dan fasilitas penunjang.

Peranan pelabuhan perikanan atau pangkalan pendaratan ikan dikelompokkan menjadi tiga oleh Direktorat Bina Prasarana Perikanan (1982) videGigentika (2010), yaitu:

1. Pusat aktivitas produksi, yaitu:

Tempat mendaratkan hasil tangkapan

Tempat untuk persiapan operasi penangkapan ikan

1. Pusat distribusi, yaitu:

Tempat transaksi jual beli ikan

Terminal untuk mendistribusikan ikan

Pusat pengolahan hasil laut

1. Pusat kegiatan masyarakat nelayan

Pusat kehidupan masyarakat nelayan

Pusat pembangunan ekonomi masyarakat nelayan

Pusat lalu lintas dan jaringan informasi antar nelayan maupun masyarakat luar

2.2Keadaan Umum Wilayah Lampung dan PPP Lempasing

2.2.1 Keadaan umum daerah lampung

Secara geografis kota Bandar Lampung terletak pada 5020’ – 5030’ LS dan 105028’ – 105037’ BT. Ibukota propinsi Lampung terletak di Teluk Lampung yang terletak di ujung selatan pulau Sumatera (BPS Kota Bandar Lampung, 2007). Luas Bandar Lampung adalah 197 km2 yang terdiri dari 13 kecamatan dan 98 kelurahan. Secara administrasi, kota Bandar Lampung berbatasan dengan:

a) Bagian utara: kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan

b) Bagian selatan: kecamatan Padang Cermin dan kecamatan Ketibung, kabupaten Lampung Selatan serta Teluk Lampung

c) Bagian barat: kecamatan Gedung Tataan dan Padang Cermin Kabupaten Lampung Selatan

d) Bagian Timur: kecamatan Tanjung Bintang kabupaten Lampung Selatan (BPS Kota Bandar Lampung, 2007).

2.2.2 Sejarah dan perkembangan ppp lempasing

Pembangunan pelabuhan perikanan ini berawal dari semakin berkembangnya usaha perikanan tangkap di Kota Bandar Lampung. Selain itu, semakin meningkatnya permintaan masyarakat Kota Bandar Lampung khususnya dan masyarakat Propinsi Lampung pada umumnya terhadap kebutuhan ikan segar dari tahun ke tahun.

UPTD PP Propinsi Lampung (2003) dalam Yuliati (2005) menyatakan bahwa perencanaan pembangunan PPP Lempasing sudah dilakukan sejak tahun 1982 berikut analisis studi kelayakan dan

sampai pada tahun 2003 sudah mengalami swepuluh tahap pembangunan. Tahapan-tahapan pembangunan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Pembangunan Tahap I (tahun1982)

Meliputi perencanaan pembangunan dan analisis studi kelayakan.

1. Pembangunan Tahap II (tahun 1982-1988)

Meliputi pembebasan lahan dan penyediaan lahan untuk pendirian lokasi pelabuhan perikanan Lempasing.

1. Pembangunan Tahap III (tahun 1989)

Pembangunan tahap ini meliputi pembangunan dermaga, kolam pelabuhan, kantor administrasi, gedung pelelangan, areal perbaikan jaring, penyediaan sumber air tawar, mesin genset/instalasi, bengkel, drainase, rumah mesin, jalan masuk ke lingkungan pelabuhan perikanan, pos jaga dan pagar.

1. Pembangunan Tahap IV (tahun 1992)

Meliputi pembangunan gedung pengepakan, slipway, pengerukan kolam pelabuhan, balai pertemuan nelayan dan tempat ibadah.

1. Pembangunan Tahap V (tahun 1994)

Melakukan penambahan panjang dermaga.

1. Pembangunan Tahap VI (tahun 1995)

Pembangunan turap yang berada di sekitar areal bengkel.

1. Pembangunan Tahap VII (tahun 1997)

Melakukan penambahan luas areal pada dermaga, pengerukan kolam pelabuhan, gedung pelelangan, gedung pengepakan, areal parkir, drainase, jalan menuju lingkungan pelabuhan perikanan dan pagar.

1. Pembangunan Tahap VIII (tahun 2000)

Melakukan penambahan panjang dermaga, pengerukan kolam pelabuhan, gedung pengepakan, unit pengolahan limbah, tempat istirahat, sumber air tawar, bengkel, depot es, depot BBM, genset, listrik PLN, gedung WASKI, MCK, drainase, pagar dan pembelian kendaraan pelabuhan perikanan.

1. Pembangunan Tahap IX (tahun 2001)

Melakukan penambahan panjang dermaga, perluasan tanah, gedung pelelangan, bangsal pengepakan, unit pengolahan limbah, tempat istirahat, sumber air tawar,bengkel, areal parkir, SPBM, jaringan air bersih, watertreatmentplant dan drainase.

10. Pembangunan Tahap X (tahun 2002)

Meliputi pendirian kantor administrasi, perlengkapan pelelangan, drainase, gapura, bak sampah, gerobek sampah, plang himbauan dan jalan masuk ke lingkungan pelabuhan perikanan.

Pengelolaan PPP Lempasing mulai dilakukan pada tahun 1989 dan mulai beroperasi penuh pada tahun 1992. Pada tahun 2001 dibentuk pengelolaan PPP Lempasing dibawah kelembagaan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pelabuhan Perikanan pada Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Lampung. Pengelolaan ini tidak hanya mencakup PPP Lempasing saja namun seluruh Pelabuhan Perikanan yang ada di Lampung.

Dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya, kepala PPP Lempasing bertanggung jawab kepada kepala UPTD Pelabuhan Perikanan Propinsi Lampung dimana kepala UPTD Pelabuhan Perikanan Propinsi Lampung bertanggung jawab secara langsung kepada Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Lampung (Yuliati 2005).

2.3 Potensi Perikanan Wilayah Lampung dan PPP Lempasing

Potensi sumberdaya wilayah pesisir dan laut ini secara garis besar dapat dibagi kedalam tiga kelompok, yaitu sumberdaya dapat pulih (renewable resources), sumberdaya tak dapat pulih (non-renewable resources), dan jasa-jasa lingkungan (enviromental services). Pada tanggal 7 Mei 1999 Pemerintah Indonesia menetapkan UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Dengan adanya UU ini membawa implikasi baru bagi pembangunan di wilayah pesisir. Bila sebelumnya seluruh wilayah perairan laut Indonesia berada pada wewenang pemerintah pusat, maka dengan UU No. 22 tahun 1999, Pemerintah Daerah memiliki wewenang atas sebagian wilayah perairan laut.

Pelaksanaan UU No. 22 tahun 1999 ini minimal memiliki dua implikasi terhadap kegiatan sumberdaya pesisir dan laut, khususnya dalam hal perwilayahan daerah penagkapan ikan, yaitu: (1) Daerah Propinsi harus dengan lebih pasti mengetahui potensi perikanan serta batas-batas wilayahnya sebagai dasar untuk menentukan jenis dan tipe kegiatan perikanan yang sesuai di daerahnya, (2) Daerah Propinsi harus mampu mengalokasikan 4 mil laut dari 12 mil laut yang berada di bawah wewenangnya kepada Kota/Kabupaten yang selanjutnya dikelola pemanfaatannya.

Wilayah pesisir Lempasing, Bandar Lampung memiliki potensi sumberdaya perikanan yang tinggi, baik untuk pengembangan budidaya perikanan maupun kegiatan penangkapan ikan. Saat ini tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan di wilayah tersebut masih belum optimal. Sistem penangkapan ikan oleh nelayan di Lempasing masih bersifat artisanal atau terbatas pada perairan pantai. Hal ini disebabkan kurangnya pembinaan dan belum dibangunnya sistem informasi yang dapat diakses oleh nelayan dengan mudah dan cepat. Masyarakat nelayan hanya mengandalkan pengalaman dan kebiasaan dalam menangkap ikan tanpa didukung oleh data dan informasi yang akurat mengenai daerah-daerah penangkapan ikan yang potensial. Selain itu, fasilitas armada penangkapan ikan juga masih terbatas, baik ukuran maupun jumlahnya, sehingga tidak dapat menjangkau daerah-daerah penangkapan ikan yang potensial. Demikian pula halnya dengan kegiatan budidaya laut dan tambak udang yang belum dikembangkan. Dari analisis tersebut juga diketahui nilai hasil tangkapan maksimum lestari atau maximum sustainable yield (MSY) adalah 15.696,56 ton/tahun, sedangkan upaya penangkapan yang optimum (F) adalah 339.717,36 trip sampai tahun 2005.

Berdasarkan Laporan Dinas Perikanan dan Kelautan Bandar Lampung, produksi perikanan tangkap di wilayah Lempasing ini baru mencapai 7.289,4 ton dengan nilai produksi Rp 61.307.318.000. Tingkat pemanfaatan pada tahun 2005 ini baru mencapai 46,44% dari nilai MSY, sehingga masih memungkinkan untuk ditingkatkan. Rendahnya tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan di wilayah pesisir Lempasing, Bandar Lampung disebabkan beberapa hal, antara lain armada penangkapan ikan yang masih bersifat artisanal dan 1.554 rumah tangga perikanan tangkap laut di pesisir Lempasing, Bandar Lampung, hampir separuhnya atau kurang lebih 49,8% (800 RTP) masih mengunakan perahu/jukung tanpa motor, 28,6% (456 RTP) tanpa perahu, 21,4% (295 RTP) menggunakan motor tempel, 1 RTP yang menggunakan kapal motor 5 – 20 GT, dan hanya 2 RTP yang menggunakan kapal motor 20 – 30 GT. Tentu ini menjadi kendala bagi pengembangan usaha penangkapan, karena armada penangkapan yang digunakan memiliki kapasitas penangkapan yang kecil dan daya jelajah perairan yang terbatas sehingga tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan di Lempasing, Bandar Lampung manjadi terbatas. Selain keterbatasan armada perikanan tangkap, alat penangkapan ikan yang terdapat di sepanjang pantai Lempasing, Bandar Lampung juga tergolong sederhana. Umumnya alat tangkap yang digunakan oleh nelayan adalah pancing rawai, dari 6.267 unit alat tangkap yang terdata oleh dinas Perikanan dan Kelautan Lempasing lebih kurang 35,3% berupa pancing rawai. Selain pancing rawai terdapat alat tangkap utama lain yang digunakan oleh nelayan di Lempasing yaitu berupa jaring insang (sekitar 33,3%). Selain ketiga jenis alat tangkap di atas, terdapat beberapa alat tangkap lain yang sering digunakan oleh nelayan setempat untuk menangkap ikan yaitu, jaring klitik (5%), jala tebar (0,6%), pukat pantai (0,3%) serta beberapa alat tangkap lain berupa pancing cumi, tombak, garpu, atau alat penangkap kerang dan teripang.

1. 3.       Hasil dan Pembahasan

3.1   Keadaan umum perikanan

1. Fasilitas Di PPP Lempasing

PPP Lempasing terletak di Kecamatan Telukbetung Barat Kota Bandar Lampung dengan luas lahan 42.500 m2. Fasilitas pokok adalah fasilitas dasar yang diperlukan dalam kegiatan di suatu pelabuhan. Fasilitas ini berfungsi untuk menjamin keamanan dan kelancaran kapal sewaktu berlayar keluar-masuk pelabuhan maupun sewaktu berlabuh di pelabuhan (Lubis, 2006).

Fasilitas pokok di PPP Lempasing tahun 2006

No Fasilitas Sub-unit

1 Lahan 42.500 m2

2 Dermaga 275 m2

3 Kolam pelabuhan 27.500 m2

4 Turap / Revetmen 87 m2

5 Rambu Navigasi 4 buah

Sumber: Profil PPP Lempasing (2006) dalam Pujiyani (2009)

Fasilitas penunjang merupakan fasiltas yang tidak secara langsung meningkatkan peran pelabuhan agar para pelaku kegiatan di pelabuhan mendapat kenyamanan dalam melakukan aktifitas.

Fasilitas penunjang di PPP Lempasing tahun 2006

No Fasiltas Sub-unit

1 Tempat ibadah 36 m2

2 Kendaraan roda dua 2 unit

3 Drainase 800 m2

4 Jalan 400 m2

5 Plang himbauan 4 buah

6 Mess operator 2 buah

7 Gudang perahu layar 50 m2

8 Luncuran perahu layar 1 unit

Sumber: Profil PPP Lempasing (2006) dalam Pujiyani (2009)

Fasilitas fungsional merupakan fasilitas suprastruktur yang berfungsi untuk meningkatkan nilai guna dari fasilitas pokok sehingga dapat menunjang katifitas di pelabuhan.

Fasilitas fungsional di PPP Lempasing tahun 2006

No Fasilitas Sub-unit

1 Gedung TPI 520 m2

2 Listrik PLN 15 KVA

3 Instalasi air tawar 3 unit

4 Depot es 42 m2

5 Gudang mesin 12 m2

6 Selter nelayan 100 m2

7 Areal perbaikan jaring 200 m2

8 Unit pengolah limbah 2 unit

9 Depot BBM 42 m2

10 SPBN 420 m2

11 Slipway 2 unit

12 Bengkel 200 m2

13 Gedung pertemuan nelayan 200 m2

14 Rumah genset 12 m2

15 Areal parker 3.800 m2

16 Kantor administrasi 145 m2

17 Pagar 1.500 m 2

18 SSB 1 unit

19 Jaringan air bersih 385 m

20 Pengolah limbah padat 1 unit

Sumber: Profil PPP Lempasing (2006) dalam Pujiyani (2009)

1. Unit Penangkapan Ikan

a) Kapal

Menurut UU No 31 tahun 2004 tentang perikanan, kapal, perahu atau alat apung yang digunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan dan penelitian/eksplorasi perikanan.

Jumlah kapal di PPP Lempasing tahun 2003-2007

Tahun Perahu Tanpa Motor

Kapal Motor

Jumlah< 10 GT 10-20 GT 20-30 GT

2003 175 298 45 10 881

2004 102 281 28 25 665

2005 78 295 39 36 638

2006 70 298 21 17 573

2007 72 298 34 24 642

Sumber: Profil PPP Lempasing (2006) dan data sekunder 2006-2007 diolah dalam Pujiyani (2009).

b) Alat penangkap ikan

Alat tangkap yang digunakan di PPP Lempasing umumnya merupakan alat tangkap dengan ukuran yang tidak terlalu besar.

Jumlah alat tangkap di PPP Lempasing tahun 2003-2007

Jenis Alat Tangkap

Tahun

2003 2004 2005 2006 2007

Cantrang 73 59 48 40 44

Purse seine 34 36 40 29 64

Payang 50 44 45 45 52

Rampus 67 51 43 37 35

Pancing 56 50 50 25 35

Pelele 40 42 39 29 40

Jumlah 320 282 265 205 270

Sumber: Profil PPP Lempasing (2006) dan data sekunder 2006-2007 diolah dalam Pujiyani (2009).

c) Nelayan

Nelayan di PPP Lempasing terdiri dari nelayan lokal yaitu nelayan yang bermukin di Lempasing. Nelayan-nelayan ini berasal dari Jawa Timur, Indramayu dan Cirebon. Selain itu, PPP Lempasing sering juga disinggahi nelayan-nelayan pendatang yang berasal dari Sibolga, Jawa (Tegal, Cirebon, Indramayu) dan Bugis.

Jumlah nelayan di PPP Lempasing tahun 2007

Nelayan Jumlah (orang)

Cantrang 400

Purse seine 612

Payang 410

Rampus 185

Pancing 125

Pelele 145

Jumlah 1.877

Sumber: Profil PPP Lempasing (2006) dan data sekunder 2006-2007 diolah dalam Pujiyani (2009).

1. Produksi dan Nilai Produksi

Produksi hasil perikanan di PPP Lempasing terdiri dari berbagai macam jenis hasil tangkapan, antara lain tenggiri (Scomberomorus commenson), kembung (Rastreliger kanagurta), bawal (Pampus argentus), tongkol (Euthynnus spp.), tembang (Sardinellafimbriata), teri (Stolephorus spp).

Produksi dan nilai produksi di PPP Lempasing tahun 2003-2007

Tahun Produksi Nilai produksi (Rp)

2003 4.658.000 20.029.400.000

2004 6.660.000 33.509.000.000

2005 5.809.500 47.112.566.000

2006 3.319.276 17.634.855.677

2007 2.812.245 18.379.855.704

Sumber: Profil PPP Lempasing (2006) dan data sekunder 2006-2007 diolah dalam Pujiyani (2009).

3.2 Potensi Perikanan Wilayah Lampung

Potensi perikanan wilayah lampung pada tahun 2010 yaitu sebanyak 132.333,52 ton, turun dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 173.082,25 ton. Menurut Makmur Hidayat, Kepala Bidang Perikanan Tangkap Dinas Kelautan Dan Perikanan Provinsi Lampung, Lampung memiliki potensi kelautan dan perikanan yang besar mulai dari perikanan darat, laut, pesisir dan pulau-pulau kecil, dengan luas perairan laut 24,820 km2 atau 41,2 persen dari wilayah Provinsi Lampung, dengan panjang garis pantai 1.105 km dan 130 buah pulau kecil. Menurutnya, dengan potensi tersebut, produksi perikanan tangkap baru mencapai sekitar 41 persen. Sedangkan produksinya diperkirakan sebanyak 388 ribu ron per tahun. Di sisi lain, perkembangan produksi perikanan tangkap di Lampung masih relatif kecil sehingga diperlukan upaya untuk mengoptimalkan hasil tangkapan.

Produksi hasil tangkapan yang terdapat di PPP Lempasing berdasarkan asalnya bersumber dari dua tempat, yaitu hasil tangkapan yang didaratkan dari laut dan hasil tangkapan yang didatangkan dari darat/daerah lain. Hasil tangkapan yang didaratkan dari laut di PPP Lempasing biasanya berasal dari daerah penangkapan ikan di sekitar perairan Teluk Lampung, anatara lain di sekitar perairan Pulau Legundi, Pulau Tegal, Pulau Kubur, Teluk Semangka, Pulau Sebesi, Pulau Krakatau, Labuhan Maringgai dan Kota Agung. Hasil tangkapan yang didatangkan dari daerah lain di PPP Lempasing biasanya berasal dari daerah di luar Kota Bandar Lampung, bahkan ada yang didatangkan dari luar Provinsi Lampung, antara lain Labuhan Maringgai Bengkulu dan sibolga dengan menggunakan transportasi darat (Yuliati 2005).

Menurut Malanesia, dkk (2008), perairan laut Kabupaten Lampung Selatan berbentuk teluk, yaitu Teluk Lampung dengan kedalaman rata-rata 25 m, di mulut teluk kedalaman berkisar antara 35-75 m (di Selat Legundi), ke arah kepala teluk perairan mendangkal sekitar 20 m pada jarak relatif dekat dengan pantai. Tipe pasang surut yang ada di perairan Teluk Lampung adalah tipe campuran dengan kecenderungan ke arah semi diurnal. Hal ini disebabkan oleh pengaruh pasang surut Samudera Hindia dan Laut Jawa. Kisaran tinggi pasang surut sekitar 180 cm, dengan surut terendah sekitar 91 cm dan pasang tertinggi sekitar 95 cm.

Pemasaran yang dilakukan oleh PPP Lempasing hanya ke pasar lokal disekitar Lampung. PPP Lempasing tidak mendistribusikan hasil perikanan untuk kebuthan ekspor, karena ikan hasil

tangkapan hanya ikan wilayah perairan pantai yang relatif kecil tidak termasuk ukuran ikan untuk ekspor yang meminta ikan ukuran besar.

3.3 Potensi Sumberdaya Manusia (Nelayan)

Berdasarkan laporan Koran Kompas Kamis, 28 April 2011,angka produksi perikanan tangkap Lampung per tahun hanya sekitar 42 persen dari potensi perikanan tangkap sebanyak 338.000 ton. Produksi hasil tangkapan tidak maksimal karena terbatasnya peralatan tangkap dan kurangnya sumber daya manusia yang andal pada bidang perikanan. Menurut Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Lampung Untung Sugiyatno (dalam Kompas), pada acara ruwat laut di pantai Sukaraja, Bandar Lampung, mengatakan, berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS) Lampung, produksi perikanan tangkap Lampung 2007 sebesar 145.000 ton. Padahal, Lampung memiliki potensi yang cukup besar sekitar 338.000 ton.

Berdasarkan data Dinas Kelautan dan Perikanan Lampung, puluhan ribu nelayan menjalankan usaha penangkapan ikan. Mereka tersebar pada beberapa pelabuhan perikanan di Lampung, mulai dari Labuhan Maringgai di Lampung Timur, Kalianda di Lampung Selatan, Lempasing di Bandar Lampung, hingga Kota Agung, Tanggamus. Sebanyak 11.117 nelayan di antaranya menjalankan usaha penangkapan ikan dengan kapal ukuran 5-10 gross ton (GT). Mereka sanggup melaut hingga jarak kurang dari 10 mil laut. Namun, masih lebih banyak nelayan yang menangkap ikan dengan perahu jukung atau payang yang jangkauannya terbatas kurang dari 3 mil laut.Rata-rata nelayan Lampung melaut hanya dua hari. Nelayan asal Lampung juga jarang yang mau melaut hingga jarak lebih dari 12 mil laut. Dengan demikian, hasil tangkapan menjadi lebih terbatas.Untuk meningkatkan produksi, DKP Lampung membantu penyediaan kapal ikan berukuran besar. DKP Lampung melalui Koperasi Mina di setiap pelabuhan perikanan di Lampung membantu secara bergulir satu kapal berukuran 25 GT yang sanggup melaut sejauh 12 mil.

Lampung memiliki potensi kelautan dan perikanan yang besar mulai dari perikanan darat, laut, pesisir dan pulau-pulau kecil, dengan luas perairan laut 24,820 km2 atau 41,2 persen dari wilayah Provinsi Lampung, dengan panjang garis pantai 1.105 km dan 130 buah pulau kecil. Dengan potensi tersebut, produksi perikanan tangkap baru mencapai sekitar 41 persen. Padahal produksinya diperkirakan sebanyak 388 ribu ton/tahun. Dan bila angka penangkapan nelayan besar tentu bisa meningkatkan kesejahteraan nelayan. Perkembangan produksi perikanan tangkap di Lampung masih relatif kecil sehingga diperlukan upaya untuk mengoptimalkan hasil tangkapan. Khusus hasil tangkapan laut sehingga nelayan harus memiliki armada atau kapal besar berbobot di atas 30 GT serta peralatan lain. Dengan demikian peningkatan hasil tangkapan tangkapan bisa tercapai dan berpengaruh positif terhadap roda perekonomian nelayan setempat. Dengan potensi tersebut, produksi perikanan tangkap baru mencapai sekitar 41 persen. Padahal produksinya diperkirakan sebanyak 388 ribu ron per tahun dan bila angka penangkapan nelayan besar tentu saja bisa meningkatkan kesejahteraan nelayan.

Adapun beberapa isu pengembangan wilayah pesisir Propinsi Lampung berdasarkan hasil survey yang terjadi di sekitar desa-desa pesisir di Kecamatan Padang Cermindan Punduh Pidada. Beberapa permasalahan tersebut adalah:

a.) Rendahnya Kualitas Sumberdaya Manusia (SDM)

Rendahnya kualitas SDM di wilayah pesisir tidak hanya terjadi pada masyarakat pesisir saja, tapi juga terjadi pada pada SDM desa non pesisir. Rendahnya kualitas SDM tersebut serta hubungannnya dengan rendahnya tingkat pendidikan masyarakat, baik pendidikan formal maupun informal.

b.) Rendahnya Penaatan dan Penegakan Hukum

Rendahnya penaatan dan penegakan hokum tidak terlepas dari rendahnya kualitas sumberdaya manusia, baik di kalangan masyarakat maupun aparat penegak hukum. Hal ini antara lain tercermin dari sikap dan pengetahuan masyarakat tentang hukum yang masih rendah, khususnya yang berhubungan langsung UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta UU No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaaan Lingkungan Hidup.

Beberapa kegiatan masyarakat di daerah tersebut masih mencerminkan rendahnya penaatan dan penegakan hokum dapat terlihat dari adanya pencemaran dan perusakan lingkungan, seperti penggunaan bom dan racun sianida untuk menangkap ikan, pengambilan terumbu karang, dan lain-lain.

c.) Penataan Ruang Wilayah Pesisir yang Belum Optimal

Penyusunan rencana tata ruang yang telah dilakukan selama ini belum mengintegrasikan wilayah pesisir, baik RTRW Propinsi Lampung maupun RTRW Kabupaten Lampung Selatan. Dalam kenyataannya, pelaksanaan pemanfaatan tata ruang di wilayah pesisir telah banyak terjadi pelanggaran, misalnya pendirian bangunan atau pengusahaan tambak di sempa dan pantai yang menyebabkan rusaknya hutan mangrove di jalur hijau (green belt ). Kondisi tersebut ditunjang oleh belum adanya peraturan yang mendukung secara tegas upaya penataan ruang wilayah dan merupakan salah satu pemicu terjadinya konflik kepentingan berkepanjangan.

d.) Degradasi Habitat Wilayah Pesisir

Habitat penting di sepanjang pesisir Kecamatan Padang Cermin dan Punduh Pidada meliputi mangrove, terumbukarang, padang lamun, pantai berpasir dan hutan pantai. Degradasi habitat wilayah pesisir disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: rendahnya penataan dan penegakan hukum, eksploitasi pragmatif dari potensi kekayaan yang terkandung di dalam habitat tersebut, kebutuhan lahan pemukiman, kesalahan prosedur dalam aktivitas penangkapan ikan yang merusak. Beberapakegiatanmasyarakat yang dapat dikategorikan sebagai perusakan lingkungan, antara lain terlihat dari berbagai aktivitas, seperti:

• Penggunaan bom dan racun sianida untuk menangkap ikan

• Pengambilan terumbu karang sebagai bahan bangunan

• Pengambilan anemone untuk dijual sebagai hiasan akuarium laut.

• Pengalihan kawasan mangrove untuk tambak udang (Desa Sidodadi, Hurun, Hanura, Gebang, Sukajaya Lempasing, Durian, Bawang).

• Konversi kawasan hutan menjadi lading atau perkebunan pada lahan dengan tingkat kecuraman yang berpotensi menimbulkan longsor dan banjir.

• Penggalian tanah daratan (bukit) untuk menimbun tambak udang, sehingga menyebabkan kerusakan pada lahan daratan dan rawan longsor (antara lain terdapat di Desa Sidodadi).

e.) Pencemaran Wilayah Pesisir

Wilayah pesisir merupakan tempat terakumulasinya segala macam limbah yang dibawa melalui aliran air baik limbah cair maupun padat. Sampah sering ditemukan sepanjang pantai dan pemukiman kumuh yang bersanitasi buruk.Beberapa aktivitas masyarakat yang berpotensi dan telah menimbulkan pencemaran antara lain:

• Terjadinya pencemaran laut yang disebabkan oleh aktivitas tambak udang. Limbah yang berasal dari tambak udang dapat berupa bahan organik yang berasal dari sisa pakan ataupun hasil metabolism udang mengandung unsur nitrogen yang tinggi, sehingga dapat menyebabkan terjadinya eutrofikasi; sedangkan bahan-bahan kimia yang digunakan dalam kegiatan budidaya udang.

• Pencemaran yang berasal dari limbah domestik (rumah tangga) yang dibuang kelaut dapat meningkatkan kadar bahan organik dan sampah plastik. Hal ini banyak dijumpai di beberapa desa, seperti Desa Sukajaya Lempasing, Ketapang (Desa Durian), dan Sidodadi.

Habitat penting di sepanjang pesisir Kecamatan Padang Cermin dan Punduh Pidada meliputi mangrove, terumbu karang, padang lamun, pantai berpasir dan hutan pantai. Degradasi habitat wilayah pesisir disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: rendahnya penataan dan penegakan hukum, eksploitasi pragmatif dari potensi kekayaan yang terkandung di dalam habitat tersebut, kebutuhan lahan pemukiman, kesalahan prosedur dalam aktivitas penangkapan ikan yang merusak. Beberapa kegiatan masyarakat yang dapat dikategorikan sebagai perusakan lingkungan, antara lain terlihat dari berbagai aktivitas, seperti:

• Penggunaan bom dan racun sianida untuk menangkap ikan

• Pengambilan terumbu karang sebagai bahanbangunan

• Pengambilan anemone untuk dijual sebagai hiasan akuarium laut.

• Pengalihan kawasan mangrove untuk tambak udang (Desa Sidodadi, Hurun, Hanura, Gebang, Sukajaya Lempasing, Durian, Bawang).

• Konversi kawasan hutan menjadi lading atau perkebunan pada lahan dengan tingkat kecuraman yang berpotensi menimbulkan longsor dan banjir.

• Penggalian tanah daratan (bukit) untuk menimbun tambak udang, sehingga menyebabkan kerusakan pada lahan daratan dan rawan longsor (antara lain terdapat di Desa Sidodadi).

e.) Pencemaran Wilayah Pesisir

Wilayah pesisir merupakan tempat terakumulasinya segala macam limbah yang dibawa melalui aliran air baik limbah cair maupun padat. Sampah sering ditemukan sepanjang pantai dan pemukiman kumuh yang bersanitasi buruk. Beberapa aktivitas masyarakat yang berpotensi dan telah menimbulkan pencemaran antara lain:

• Terjadinya pencemaran laut yang disebabkan oleh aktivitas tambak udang. Limbah yang berasal dari tambak udang dapat berupa bahan organik yang berasal dari sisa pakan ataupun hasil metabolisme udang mengandung unsur nitrogen yang tinggi, sehingga dapat menyebabkan terjadinya eutrofikasi; sedangkan bahan-bahan kimia yang digunakan dalam kegiatan budidaya udang.

• Pencemaran yang berasal dari limbah domestik (rumah tangga) yang dibuang kelaut dapat meningkatkan kadar bahan organik dan

Tinggalkan Komentar

KABUPATEN TULANG BAWANG

Mei 23, 2013 UMUM

1. Potensi

Sumber daya Kabupaten Tulang Bawang sebagai berikut :

a. Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup

Pengoptimalisasi pembangunan sumber daya alam dan lingkungan hidup di Kabupaten Tulang Bawang secara profesional, dilakukan agar mendapatkan hasil yang lebih maksimal bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD), tanpa mengabaikan pelestarian lingkungan hidup, serta partisipasi masyarakat dalam memelihara kelestarian dan mutu lingkungan hidup.

b. Sumber Daya Manusia

umber Daya Manusia yang berkualitas sangat diperlukan bagi pengembangan wilayah Tulang Bawang di masa yang akan datang. Jumlah penduduk Kabupaten Tulang Bawang yang lebih kurang sekitar 250 ribu jiwa, menjadi sebuah potensi besar jika dapat terus dikembangkan dan ditingkatkan kualitasnya, untuk memberikan kontribusi yang maksimal bagi pembangunan daerah.

Untuk itu melalui Dinas Pendidikan, pemerintah daerah telah berupaya meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan masyarakat sekaligus peningkatan SDM Tulang Bawang. Langkah nyata yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Tuiang Bawang dalam rangka meningkatkan mutu SDM yang berkualitas dan profesional adalah melalui kursus-kursus ketrampilan seperti otomotif menjahit, elektronik, sulaman, anyaman. Selain itu mulai dilakukannya kerjasama dengan sekolah-sekolah kejuruan, untuk melatih masyarakat yang putus sekolah dengan ilmu tepat guna, seperti Sekolah Menengah Pertanian, yang melakukan penggemukan sapi potong dengan harapan masyarakat dapat mandiri dan berjiwa wiraswasta.

Fasilitas pendidikan di Kabupaten Tulang Bawang pun berkembang cukup pesat, mulai dari jenjang TK, SD, SMP, SMA/SMK hingga perguruan tinggi.

c. Sumber Daya Air

Secara historis sungai-sungai Tulang Bawang merupakan denyut nadi perekonomian di daerah Tulang Bawang.

Dengan 2 sungai besar yaitu Way Tulang Bawang dan Way Mesuji, disamping sungai-sungai lainnya, seperti Way Pidada, Way Kanan, Way Kiri dll, ditambah potensi laut yang ada di daerah Rawajitu dan Gedung Meneng, jika dikelola dengan optimal dan profesional sangat menjanjikan sebagai salah satu aset untuk pembangunan daerah sekaligus peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Sumber daya air yang ada di Kabupaten Tulang Bawang, disamping dipergunakan untuk budidaya perikanan, juga dijadikan sumber penting bagi pengairan di daerah pertanian, serta dijadikan prasarana transportasi maupun pariwisata.

d. Sarana Prasarana Wilayah

Untuk memenuhi kebutuhan berbagai fasilitas umum, dalam beberapa tahun terakhir telah dibangun dan dioperasionalkan berbagai fasilitas yang diperlukan di Kabupaten Tulang Bawang. Adapun secara fisik berbagai fasilitas umum tersebut, diantaranya mulai dari jalan, terminal, rumah sakit, perkantoran, pasar, taman makam pahlawan sampai dengan universitas, sekolah unggulan dan berbagai fasilitas lainnya, yang kesemuanya diharapkan dapat bermanfaat bagi seluruh masyarakat yang berada di Kabupaten Tulang Bawang.

Dengan tanpa mengabaikan wilayah lain, khusus untuk meningkatkan pembangunan di Kota Menggala sebagai ibukota Kabupaten, berbagai upaya juga dilakukan, seperti perawatan priodik jalan-jalan kota, pemasangan lampu jalan, pembuatan taman kota, menjaga kebersihan kota dan lain-lain, yang diharapkan dapat memperindah Kota Menggala, agar dapat menampakkan ciri khasnya sebagai Ibukota Kabupaten, sekaligus untuk mendukung dipertahankannya prestasi Sertifikat Piagam Adipura di Tahun 2011 dan Piala Adipura di tahun 2012 ditahun-tahun berikutnya.

Disamping itu untuk mendukung pembangunan daerah, khususnya di kawasan transmigrasi, salah satu mega program yang menjadi pilot project secara nasional adalah pelaksanaan program pembangunan Kota Terpadu Mandiri (KTM) di wilayah Mesuji, yang juga merupakan program unggulan dari Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI.

Meskipun wilayah KTM tersebut saat ini telah masuk Kabupaten Mesuji, namun Kabupaten Tulang Bawang memiliki andil yang cukup besar dalam mendukung keberhasilannya hingga tahun 2009.  Setelah sukses dengan KTM Mesuji, bahkan kini Pemerintah Kabupaten Tulang Bawang juga merencanakan akan  mengglirkan program KTM yang ke-2, yaitu yang akan dibangun dengan memanfaatkan wilayah Sungai Luar dan Pacing Kecamatan Menggala.

2. Sumberdaya Perikanan

Wilayah Tulang Bawang sangat potensial untuk pengembangan sektor perikanan. Sejak jaman dahulu, nenek moyang daerah ini telah dikenal sebagai penghasil ikan dengan jumlah yang cukup besar.Pengembangan sektor perikanan di Tulang Bawang, tersebar di seluruh kecamatan di daerah ini.

Usaha perikanan merupakan usaha terpadu yang mempunyai kegiatan penangkapan atau pembudidayaan ikan termasuk kegiatan mengangkut, menyimpan, dan mengawetkan ikan, sampai pemasaran hasilnya untuk tujuan komersial yang dapat dilakukan oleh usaha perorangan maupun badan hukum Indonesia.

Pembangunan di bidang perikanan, diarahkan untuk meningkatkan pendapatan dan taraf hidup para nelayan, dengan berbagai usaha peningkatan kualitas, dan kuantitas produksi, melalui pengembangan keramba apung di perairan sungai dan rawa, pengembangan kolam dan tambak, pembina nelayan umum, nelayan laut, serta petani tambak udang.

Pada Tahun 2002, hasil-hasil produksi perikanan Tulang Bawang bahkan telah mampu menembus pasar internasional, dengan melakukan eksport ke negara Amerika, Hongkong, dan Jepang. Total volume eksport ke 3 negara tersebut adalah sebesar 8.734,40 ton, dan nilai eksport sebesar 96.078.400 US Dolar.

Kabupaten Tulang Bawang juga pernah menjadi sentra budidaya Udang terbesar di Indonesia, bahkan di Asia. Tercatat ada dua perusahaan besar yang bergerak di bidang budidaya udang, yaitu: PT. Dipasena Citra Dharmaja, yang berlokasi di Kecamatan Rawa Jitu Timur dan PT. Centra Pertiwi Bahari, yang berlokasi di Kec. Gedung Meneng.

Di sektor perikanan, dengan memiliki luas wilayah perairan yang terdiri dari laut, sungai dan rawa yang cukup menjanjikan untuk dikembangkan, dari berbagai komoditas perikanan berupa ikan, kerang, udang, kepiting, rajungan dan biota laut lainnya, ditafsirkan dapat dihasilkan Tulang Bawang sebesar 56.400,3 ton per tahun.

Sedangkan dari sekitar 1.408 Rumah Tangga Perikanan (RTP), pada tahun 2008 tercatat produksi penangkapan ikan dari laut adalah sebesar 16.280,19 ton. Kemudian untuk penangkapan di perairan umum seperti sungai, rawa dan danau, produksi ikan air tawar tahun 2008 adalah sekitar 4.428,18 ton, yang juga telah memenuhi kebutuhan pasar sampai ke Jakarta dan beberapa daerah di Lampung.

Selain itu juga masih ada berbagai produksi perikanan lain dari Kabupaten Tulang Bawang seperti pada usaha budidaya air payau yang memiliki potensi luas 64.250 Ha, dan budidaya keramba apung yang saat ini tercatat telah ada 1.464 unit keramba, yang sebagian besar memanfaatkan potensi Sungai Tulang Bawang yang diperkirakan dapat menampung sekitar 50.000 unit keramba.

Tidak hanya itu, potensi perikanan Tulang Bawang juga ditunjukkan dari produksi ikan olahan yang mencapai 1.500 ton per tahun, antara lain yang terdiri dari ikan kering, ikan asap, ikan asin dan rajungan.

Sedangkan guna meningkatkan pelayanan dan kemudahan dalam memasarkan hasil produksi perikanan, telah dilakukan pembinaan dan pengembangan terhadap beberapa Tempat Pelelangan Ikan (TPI), yaitu diantaranya Kuala Teladas Kecamatan Dente Teladas.

3. Pemasaran

Selain industri dan perusahaan, Koperasi dan usaha-usaha ekonomi lainnya turut mendukung dinamisnya perekonomian Kabupaten Tulang Bawang. Tahun 2013 tercatat ada 103 unit koperasi aktif,50 Koperasi tidak aktif, 153 Induk Koperasi dan terdapat 151 Koperasi Primer, 18 Koperasi KUD serta 135 Koperasi non KUD. Untuk sektor industri terdapat 1.603 Pengusaha Mikro, 107 Pengusaha Kecil, 9 Pengusaha Menengah Sementara itu untuk data perdagangan sampai dengan tahun 2012 di Kabupaten Tulang Bawang.terdapat 19 pasar tradisional.

Sedangkan upaya promosi atau pemasaran hasil-hasil produksi dari usaha-usaha ekonomi tersebut, dilakukan diantaranya dengan berpartisipasi dalam setiap penyelenggaraan pameran, baik lokal maupun nasional, seperti Pameran Inacraf di Jakarta, Festival Krakatau di Bandar Lampung, Lampung Ekspo dan Batam Ekspo, serta pameran pembangunan Tingkat Propinsi Lampung yang diikuti secara kontinu setiap tahun.

Sementara itu, melihat besarnya potensi yang dimiliki, maka guna meningkatkan pendapatan daerah, Pemerintah Kabupaten Tulang Bawang pun senantiasa membuka peluang yang luas bagi para investor baik lokal, dalam negeri maupun luar negeri, untuk menanamkan investasinya di berbagai sektor yang ada, sehingga hal ini diharapkan dapat makin mengoptimalkan pembangunan dan kemajuan daerah, serta kesejahteraan masyarakat.

http://kelompokenamsipt.wordpress.com/

1.1   Latar belakang

Perikanan tangkap merupakan kegiatan ekonomi penting bagi provinsi Lampung karena kontribusinya dalam penyediaan pangan yang berasal dari laut seperti jenis ikan, udang, cumi, kerang dan hewan lunak lainnya. Pembangunan sarana dan prasarana perikanan berguna untuk mendukung kegiatan eksploitasi penangkapan ikan di laut, mengingat potensi perikanan yang cukup besar di wilayah perairan Indonesia umumnya dan perikanan Lampung khususnya.

Dalam upaya membangun dan mengembangkan sektor perikanan diperlukan prasarana yang mendukung tujuan tersebut yaitu berupa Pelabuhan Perikanan atau Pangkalan Pendaratan Ikan. keberadaan prasarana tersebut diharapkan dapat mengoptimalkan pemanfaatan potensi sumberdaya ikan dan berfungsi sebagai pusat pengembangan masyarakat nelayan, agribisnis dan agroindustri yang berdampak positif bagi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan nelayan.

Potensi perikanan wilayah lampung pada tahun 2010 yaitu sebanyak 132.333,52 ton, turun dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 173.082,25 ton. Menurut Makmur Hidayat, Kepala Bidang Perikanan Tangkap Dinas Kelautan Dan Perikanan Provinsi Lampung, lampung memiliki potensi kelautan dan perikanan yang besar mulai dari perikanan darat, laut, pesisir dan pulau-pulau kecil, dengan luas perairan laut 24,820 km2 atau 41,2 persen dari wilayah Provinsi Lampung, dengan panjang garis pantai 1.105 km dan 130 buah pulau kecil. Menurutnya, dengan potensi tersebut, produksi perikanan tangkap baru mencapai sekitar 41 persen. Sedangkan produksinya diperkirakan sebanyak 388 ribu ron per tahun.

Informasi yang akurat tentang potensi perikanan yang ada di daerah penangkapan ikan sekitar Lempasing diperlukan untuk pengembangan dan pemanfaatan Lempasing. Pengetahuan akan potensi dan tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan di suatu perairan merupakan informasi penting untuk mengetahui sejauh mana PPP Lempasing sudah dimanfaatkan sesuai dengan potensi yang telah ada. Potensi perikanan laut propinsi Lampung, khususnya Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Lempasing meliputi Perairan Pantai Barat Lampung, Selat Sunda dan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) Samudera Hindia (Harto 1995). Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan Lampung (2006) dalam Pujiyani (2009), PPP Lempasing yang terletak di teluk Lampung merupakan pelabuhan perikanan yang berada di selatan Pulau Sumatera. Alat tangkap yang dominan dipergunakan di Lempasing terdiri dari Payang (60 buah), purse seine (37 buah) dan pancing (95 buah). Harga untuk

setiap jenis ikan ditetapkan melalui proses pelelangan murni dimana juru lelang memberikan penawaran harga, kemudian peserta lelang melakukan tawar-menawar sehingga mencapai penawaran tertinggi. Penetapan harga pada saat pelelangan dipengaruhi oleh jumlah hasil tangkapan dan mutu ikan yang didaratkan. Jenis ikan yang didaratkan antara lain ikan bawal putih (Pampus argentus), ikan kembung (Rastreliger kanagurta) dan ikan tenggiri (Scomberomerus commenson).

1.2   Tujuan

1. Mengetahui potensi perikanan di wilayah lampung

2.       TINJAUAN PUSTAKA

2.1   Pelabuhan Perikanan

Menurut Lubis (2006), pelabuhan perikanan adalah suatu wilayah perpaduan antara wilayah daratan dan lautan yang dipergunakan sebagai pangkalan kegiatan penangkapan ikan dan dilengkapi dengan berbagai fasilitas sejak ikan didaratkan sampai ikan didistribusikan. Pelabuhan perikanan adalah pusat pengembangan ekonomi perikanan ditinjau dari aspek produksi, pengolahan dan pemasaran, baik berskala lokal, nasional maupun internasional.

Aspek-aspek pelabuhan perikanan secara terperinci menurut Direktorat Jenderal perikanan 1994 adalah (Lubis 2006):

1. Produksi : Pelabuhan perikanan sebagai tempat para nelayan untuk melakukan kegiatan-kegiatan produksinya, mulai dari memenuhi kebutuhan perbekalan untuk menangkap ikan di laut sampai membongkar hasil tangkapannya.

2. Pengolahan : Pelabuhan perikanan menyediakan sarana-sarana yang dibutuhkan untuk mengolah hasil tangkapannya.

3. Pemasaran : Pelabuhan perikanan merupakan pusat pengumpulan dan tempat awal pemasaran hasil tangkapannya.

Menurut Peraturan Menteri kelautan dan Perikanan Nomor PER. 16/MEN/2006 tentang pelabuhan perikanan BAB VII pasal 16, pelabuhan perikanan diklasifikasikan kedalam 4 (empat) kelas, yaitu Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS), Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN), Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP), dan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI). Pelabuhan perikanan diklasifikasikan menjadi empat kategori utama yang memiliki kriteria yaitu:

1. Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS)

2. Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di laut territorial, Zona ekonomi ekslusif Indonesia dan laut lepas;

3. Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurang-kurangnya minus 60 GT;

4. Panjang dermaga sekurang-kurangnya 300 m, dengan kedalaman kolam sekurang-kurangnya minus 3 m

5. Mampu menampung sekurang-kurangnya 100 kapal perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 6.000 GT kapal perikanan sekaligus;

6. Ikan yang didaratkan sebagian untuk tujuan ekspor;

7. Terdapat industry perikanan.

1. Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN)

2. Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di laut territorial dan Zona Ekonomi Eklusif Indonesia;

3. Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurang-kurangnya 30 GT;

4. Panjang dermaga sekurang-kurangnya 150 m, dengan kedalaman kolam sekurang-kurangnya minus 3 m;

5. Mampu menampung sekurang-kurangnya 75 kapal perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 2.250 GT kapal perikanan sekaligus;

6. Terdapat industri perikanan.

1. Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP)

2. Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di perairan pedalaman, perairan kepulauan, dan laut territorial;

3. Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kappal perikanan berukuran sekurang-kurangnya 10 GT;

4. Panjang dermaga sekurang-kurangnya 100 m, dengan kedalaman kolam sekurang-kurangnya 2 m;

5. Mampu menampung sekurang-kurangnya 30 kapal perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 300 GT kapal perikanan sekaligus.

1. Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI)

2. Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di perairan pedalaman dan perairan kepulauan;

3. Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurang-kurangnya 3 GT;

4. Panjang dermaga sekurang-kurangnya 50 m, dengan kedalaman kolam sekurang-kurangnya 2 m;

5. Mampu menampung sekurang-kurangnya 20 kapal perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 60 GT kapal perikanan sekaligus.

fungsi pelabuhan ditinjau dari segi aktivitasnya yaitu sebagai pusat kegiatan ekonomi perikanan baik ditinjau dari aspek pendaratan dan pembongkaran ikan, pengolahan, pemasaran dan pembinaan terhadap masyarakat nelayan. Fungsi tersebut dapat dirinci sebagai berikut (Lubis 2006):

(1) Fungsi pendaratan dan pembongkaran

(2) Fungsi pengolahan

(3) Fungsi pemasaran

(4) Fungsi pembinaan terhadap masyarakat nelayan.

Menurut Lubis (2006) dalam pelaksanaan fungsi dan peranannya, pelabuhan perikanan dilengkapi berbagai fasilitas. Kapasitas dan jenis fasilitas yang terdapat di suatu pelabuhan perikanan umumnya akan menentukan skala atau tipe dari suatu pelabuhan dan akan berkaitan pula dengan skala perikanannya. Fasilitas-fasilitas tersebut berupa fasilitas pokok, fungsional, dan fasilitas penunjang.

Peranan pelabuhan perikanan atau pangkalan pendaratan ikan dikelompokkan menjadi tiga oleh Direktorat Bina Prasarana Perikanan (1982) videGigentika (2010), yaitu:

1. Pusat aktivitas produksi, yaitu:

Tempat mendaratkan hasil tangkapan

Tempat untuk persiapan operasi penangkapan ikan

1. Pusat distribusi, yaitu:

Tempat transaksi jual beli ikan

Terminal untuk mendistribusikan ikan

Pusat pengolahan hasil laut

1. Pusat kegiatan masyarakat nelayan

Pusat kehidupan masyarakat nelayan

Pusat pembangunan ekonomi masyarakat nelayan

Pusat lalu lintas dan jaringan informasi antar nelayan maupun masyarakat luar

2.2Keadaan Umum Wilayah Lampung dan PPP Lempasing

2.2.1 Keadaan umum daerah lampung

Secara geografis kota Bandar Lampung terletak pada 5020’ – 5030’ LS dan 105028’ – 105037’ BT. Ibukota propinsi Lampung terletak di Teluk Lampung yang terletak di ujung selatan pulau Sumatera (BPS Kota Bandar Lampung, 2007). Luas Bandar Lampung adalah 197 km2 yang terdiri dari 13 kecamatan dan 98 kelurahan. Secara administrasi, kota Bandar Lampung berbatasan dengan:

a) Bagian utara: kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan

b) Bagian selatan: kecamatan Padang Cermin dan kecamatan Ketibung, kabupaten Lampung Selatan serta Teluk Lampung

c) Bagian barat: kecamatan Gedung Tataan dan Padang Cermin Kabupaten Lampung Selatan

d) Bagian Timur: kecamatan Tanjung Bintang kabupaten Lampung Selatan (BPS Kota Bandar Lampung, 2007).

2.2.2 Sejarah dan perkembangan ppp lempasing

Pembangunan pelabuhan perikanan ini berawal dari semakin berkembangnya usaha perikanan tangkap di Kota Bandar Lampung. Selain itu, semakin meningkatnya permintaan masyarakat Kota Bandar Lampung khususnya dan masyarakat Propinsi Lampung pada umumnya terhadap kebutuhan ikan segar dari tahun ke tahun.

UPTD PP Propinsi Lampung (2003) dalam Yuliati (2005) menyatakan bahwa perencanaan pembangunan PPP Lempasing sudah dilakukan sejak tahun 1982 berikut analisis studi kelayakan dan sampai pada tahun 2003 sudah mengalami swepuluh tahap pembangunan. Tahapan-tahapan pembangunan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Pembangunan Tahap I (tahun1982)

Meliputi perencanaan pembangunan dan analisis studi kelayakan.

2. Pembangunan Tahap II (tahun 1982-1988)

Meliputi pembebasan lahan dan penyediaan lahan untuk pendirian lokasi pelabuhan perikanan Lempasing.

3. Pembangunan Tahap III (tahun 1989)

Pembangunan tahap ini meliputi pembangunan dermaga, kolam pelabuhan, kantor administrasi, gedung pelelangan, areal perbaikan jaring, penyediaan sumber air tawar, mesin genset/instalasi, bengkel, drainase, rumah mesin, jalan masuk ke lingkungan pelabuhan perikanan, pos jaga dan pagar.

4. Pembangunan Tahap IV (tahun 1992)

Meliputi pembangunan gedung pengepakan, slipway, pengerukan kolam pelabuhan, balai pertemuan nelayan dan tempat ibadah.

5. Pembangunan Tahap V (tahun 1994)

Melakukan penambahan panjang dermaga.

6. Pembangunan Tahap VI (tahun 1995)

Pembangunan turap yang berada di sekitar areal bengkel.

7. Pembangunan Tahap VII (tahun 1997)

Melakukan penambahan luas areal pada dermaga, pengerukan kolam pelabuhan, gedung pelelangan, gedung pengepakan, areal parkir, drainase, jalan menuju lingkungan pelabuhan perikanan dan pagar.

8. Pembangunan Tahap VIII (tahun 2000)

Melakukan penambahan panjang dermaga, pengerukan kolam pelabuhan, gedung pengepakan, unit pengolahan limbah, tempat istirahat, sumber air tawar, bengkel, depot es, depot BBM, genset, listrik PLN, gedung WASKI, MCK, drainase, pagar dan pembelian kendaraan pelabuhan perikanan.

9. Pembangunan Tahap IX (tahun 2001)

Melakukan penambahan panjang dermaga, perluasan tanah, gedung pelelangan, bangsal pengepakan, unit pengolahan limbah, tempat istirahat, sumber air tawar,bengkel, areal parkir, SPBM, jaringan air bersih, watertreatmentplant dan drainase.

10. Pembangunan Tahap X (tahun 2002)

Meliputi pendirian kantor administrasi, perlengkapan pelelangan, drainase, gapura, bak sampah, gerobek sampah, plang himbauan dan jalan masuk ke lingkungan pelabuhan perikanan.

Pengelolaan PPP Lempasing mulai dilakukan pada tahun 1989 dan mulai beroperasi penuh pada tahun 1992. Pada tahun 2001 dibentuk pengelolaan PPP Lempasing dibawah kelembagaan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pelabuhan Perikanan pada Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Lampung. Pengelolaan ini tidak hanya mencakup PPP Lempasing saja namun seluruh Pelabuhan Perikanan yang ada di Lampung.

Dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya, kepala PPP Lempasing bertanggung jawab kepada kepala UPTD Pelabuhan Perikanan Propinsi Lampung dimana kepala UPTD Pelabuhan Perikanan Propinsi Lampung bertanggung jawab secara langsung kepada Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Lampung (Yuliati 2005).

2.3 Potensi Perikanan Wilayah Lampung dan PPP Lempasing

Potensi sumberdaya wilayah pesisir dan laut ini secara garis besar dapat dibagi kedalam tiga kelompok, yaitu sumberdaya dapat pulih (renewable resources), sumberdaya tak dapat pulih (non-renewable resources), dan jasa-jasa lingkungan (enviromental services). Pada tanggal 7 Mei 1999 Pemerintah Indonesia menetapkan UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Dengan adanya UU ini membawa implikasi baru bagi pembangunan di wilayah pesisir. Bila sebelumnya

seluruh wilayah perairan laut Indonesia berada pada wewenang pemerintah pusat, maka dengan UU No. 22 tahun 1999, Pemerintah Daerah memiliki wewenang atas sebagian wilayah perairan laut.

Pelaksanaan UU No. 22 tahun 1999 ini minimal memiliki dua implikasi terhadap kegiatan sumberdaya pesisir dan laut, khususnya dalam hal perwilayahan daerah penagkapan ikan, yaitu: (1) Daerah Propinsi harus dengan lebih pasti mengetahui potensi perikanan serta batas-batas wilayahnya sebagai dasar untuk menentukan jenis dan tipe kegiatan perikanan yang sesuai di daerahnya, (2) Daerah Propinsi harus mampu mengalokasikan 4 mil laut dari 12 mil laut yang berada di bawah wewenangnya kepada Kota/Kabupaten yang selanjutnya dikelola pemanfaatannya.

Wilayah pesisir Lempasing, Bandar Lampung memiliki potensi sumberdaya perikanan yang tinggi, baik untuk pengembangan budidaya perikanan maupun kegiatan penangkapan ikan. Saat ini tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan di wilayah tersebut masih belum optimal. Sistem penangkapan ikan oleh nelayan di Lempasing masih bersifat artisanal atau terbatas pada perairan pantai. Hal ini disebabkan kurangnya pembinaan dan belum dibangunnya sistem informasi yang dapat diakses oleh nelayan dengan mudah dan cepat. Masyarakat nelayan hanya mengandalkan pengalaman dan kebiasaan dalam menangkap ikan tanpa didukung oleh data dan informasi yang akurat mengenai daerah-daerah penangkapan ikan yang potensial. Selain itu, fasilitas armada penangkapan ikan juga masih terbatas, baik ukuran maupun jumlahnya, sehingga tidak dapat menjangkau daerah-daerah penangkapan ikan yang potensial. Demikian pula halnya dengan kegiatan budidaya laut dan tambak udang yang belum dikembangkan. Dari analisis tersebut juga diketahui nilai hasil tangkapan maksimum lestari atau maximum sustainable yield (MSY) adalah 15.696,56 ton/tahun, sedangkan upaya penangkapan yang optimum (F) adalah 339.717,36 trip sampai tahun 2005.

Berdasarkan Laporan Dinas Perikanan dan Kelautan Bandar Lampung, produksi perikanan tangkap di wilayah Lempasing ini baru mencapai 7.289,4 ton dengan nilai produksi Rp 61.307.318.000. Tingkat pemanfaatan pada tahun 2005 ini baru mencapai 46,44% dari nilai MSY, sehingga masih memungkinkan untuk ditingkatkan. Rendahnya tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan di wilayah pesisir Lempasing, Bandar Lampung disebabkan beberapa hal, antara lain armada penangkapan ikan yang masih bersifat artisanal dan 1.554 rumah tangga perikanan tangkap laut di pesisir Lempasing, Bandar Lampung, hampir separuhnya atau kurang lebih 49,8% (800 RTP) masih mengunakan perahu/jukung tanpa motor, 28,6% (456 RTP) tanpa perahu, 21,4% (295 RTP) menggunakan motor tempel, 1 RTP yang menggunakan kapal motor 5 – 20 GT, dan hanya 2 RTP yang menggunakan kapal motor 20 – 30 GT. Tentu ini menjadi kendala bagi pengembangan usaha penangkapan, karena armada penangkapan yang digunakan memiliki kapasitas penangkapan yang kecil dan daya jelajah perairan yang terbatas sehingga tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan di Lempasing, Bandar Lampung manjadi terbatas. Selain keterbatasan armada perikanan tangkap, alat penangkapan ikan yang terdapat di sepanjang pantai Lempasing, Bandar Lampung juga tergolong sederhana. Umumnya alat tangkap yang digunakan oleh nelayan adalah pancing rawai, dari 6.267 unit alat tangkap yang terdata oleh dinas Perikanan dan Kelautan Lempasing lebih kurang 35,3% berupa pancing rawai. Selain pancing rawai terdapat alat tangkap utama lain yang digunakan oleh nelayan di Lempasing yaitu berupa jaring insang (sekitar 33,3%). Selain ketiga jenis alat tangkap di atas, terdapat beberapa alat tangkap lain yang sering digunakan oleh nelayan setempat untuk menangkap ikan yaitu, jaring klitik (5%), jala tebar (0,6%), pukat pantai (0,3%) serta beberapa alat tangkap lain berupa pancing cumi, tombak, garpu, atau alat penangkap kerang dan teripang.

1. 3.       Hasil dan Pembahasan

3.1   Keadaan umum perikanan

1. Fasilitas Di PPP Lempasing

PPP Lempasing terletak di Kecamatan Telukbetung Barat Kota Bandar Lampung dengan luas lahan 42.500 m2. Fasilitas pokok adalah fasilitas dasar yang diperlukan dalam kegiatan di suatu pelabuhan. Fasilitas ini berfungsi untuk menjamin keamanan dan kelancaran kapal sewaktu berlayar keluar-masuk pelabuhan maupun sewaktu berlabuh di pelabuhan (Lubis, 2006).

Fasilitas pokok di PPP Lempasing tahun 2006

No Fasilitas Sub-unit

1 Lahan 42.500 m2

2 Dermaga 275 m2

3 Kolam pelabuhan 27.500 m2

4 Turap / Revetmen 87 m2

5 Rambu Navigasi 4 buah

Sumber: Profil PPP Lempasing (2006) dalam Pujiyani (2009)

Fasilitas penunjang merupakan fasiltas yang tidak secara langsung meningkatkan peran pelabuhan agar para pelaku kegiatan di pelabuhan mendapat kenyamanan dalam melakukan aktifitas.

Fasilitas penunjang di PPP Lempasing tahun 2006

No Fasiltas Sub-unit

1 Tempat ibadah 36 m2

2 Kendaraan roda dua 2 unit

3 Drainase 800 m2

4 Jalan 400 m2

5 Plang himbauan 4 buah

6 Mess operator 2 buah

7 Gudang perahu layar 50 m2

8 Luncuran perahu layar 1 unit

Sumber: Profil PPP Lempasing (2006) dalam Pujiyani (2009)

Fasilitas fungsional merupakan fasilitas suprastruktur yang berfungsi untuk meningkatkan nilai guna dari fasilitas pokok sehingga dapat menunjang katifitas di pelabuhan.

Fasilitas fungsional di PPP Lempasing tahun 2006

No Fasilitas Sub-unit

1 Gedung TPI 520 m2

2 Listrik PLN 15 KVA

3 Instalasi air tawar 3 unit

4 Depot es 42 m2

5 Gudang mesin 12 m2

6 Selter nelayan 100 m2

7 Areal perbaikan jaring 200 m2

8 Unit pengolah limbah 2 unit

9 Depot BBM 42 m2

10 SPBN 420 m2

11 Slipway 2 unit

12 Bengkel 200 m2

13 Gedung pertemuan nelayan 200 m2

14 Rumah genset 12 m2

15 Areal parker 3.800 m2

16 Kantor administrasi 145 m2

17 Pagar 1.500 m 2

18 SSB 1 unit

19 Jaringan air bersih 385 m

20 Pengolah limbah padat 1 unit

Sumber: Profil PPP Lempasing (2006) dalam Pujiyani (2009)

1. Unit Penangkapan Ikan

a) Kapal

Menurut UU No 31 tahun 2004 tentang perikanan, kapal, perahu atau alat apung yang digunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan dan penelitian/eksplorasi perikanan.

Jumlah kapal di PPP Lempasing tahun 2003-2007

TahunPerahu Tanpa Motor

Kapal Motor

Jumlah< 10 GT 10-20 GT 20-30 GT

2003 175 298 45 10 881

2004 102 281 28 25 665

2005 78 295 39 36 638

2006 70 298 21 17 573

2007 72 298 34 24 642

Sumber: Profil PPP Lempasing (2006) dan data sekunder 2006-2007 diolah dalam Pujiyani (2009).

b) Alat penangkap ikan

Alat tangkap yang digunakan di PPP Lempasing umumnya merupakan alat tangkap dengan ukuran yang tidak terlalu besar.

Jumlah alat tangkap di PPP Lempasing tahun 2003-2007

Jenis Alat Tangkap

Tahun

2003 2004 2005 2006 2007

Cantrang 73 59 48 40 44

Purse seine 34 36 40 29 64

Payang 50 44 45 45 52

Rampus 67 51 43 37 35

Pancing 56 50 50 25 35

Pelele 40 42 39 29 40

Jumlah 320 282 265 205 270

Sumber: Profil PPP Lempasing (2006) dan data sekunder 2006-2007 diolah dalam Pujiyani (2009).

c) Nelayan

Nelayan di PPP Lempasing terdiri dari nelayan lokal yaitu nelayan yang bermukin di Lempasing. Nelayan-nelayan ini berasal dari Jawa Timur, Indramayu dan Cirebon. Selain itu, PPP Lempasing sering juga disinggahi nelayan-nelayan pendatang yang berasal dari Sibolga, Jawa (Tegal, Cirebon, Indramayu) dan Bugis.

Jumlah nelayan di PPP Lempasing tahun 2007

Nelayan Jumlah (orang)

Cantrang 400

Purse seine 612

Payang 410

Rampus 185

Pancing 125

Pelele 145

Jumlah 1.877

Sumber: Profil PPP Lempasing (2006) dan data sekunder 2006-2007 diolah dalam Pujiyani (2009).

1. Produksi dan Nilai Produksi

Produksi hasil perikanan di PPP Lempasing terdiri dari berbagai macam jenis hasil tangkapan, antara lain tenggiri (Scomberomorus commenson), kembung (Rastreliger kanagurta), bawal (Pampus argentus), tongkol (Euthynnus spp.), tembang (Sardinellafimbriata), teri (Stolephorus spp).

Produksi dan nilai produksi di PPP Lempasing tahun 2003-2007

Tahun Produksi Nilai produksi (Rp)

2003 4.658.000 20.029.400.000

2004 6.660.000 33.509.000.000

2005 5.809.500 47.112.566.000

2006 3.319.276 17.634.855.677

2007 2.812.245 18.379.855.704

Sumber: Profil PPP Lempasing (2006) dan data sekunder 2006-2007 diolah dalam Pujiyani (2009).

3.2 Potensi Perikanan Wilayah Lampung

Potensi perikanan wilayah lampung pada tahun 2010 yaitu sebanyak 132.333,52 ton, turun dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 173.082,25 ton. Menurut Makmur Hidayat, Kepala Bidang Perikanan Tangkap Dinas Kelautan Dan Perikanan Provinsi Lampung, Lampung memiliki

potensi kelautan dan perikanan yang besar mulai dari perikanan darat, laut, pesisir dan pulau-pulau kecil, dengan luas perairan laut 24,820 km2 atau 41,2 persen dari wilayah Provinsi Lampung, dengan panjang garis pantai 1.105 km dan 130 buah pulau kecil. Menurutnya, dengan potensi tersebut, produksi perikanan tangkap baru mencapai sekitar 41 persen. Sedangkan produksinya diperkirakan sebanyak 388 ribu ron per tahun. Di sisi lain, perkembangan produksi perikanan tangkap di Lampung masih relatif kecil sehingga diperlukan upaya untuk mengoptimalkan hasil tangkapan.

Produksi hasil tangkapan yang terdapat di PPP Lempasing berdasarkan asalnya bersumber dari dua tempat, yaitu hasil tangkapan yang didaratkan dari laut dan hasil tangkapan yang didatangkan dari darat/daerah lain. Hasil tangkapan yang didaratkan dari laut di PPP Lempasing biasanya berasal dari daerah penangkapan ikan di sekitar perairan Teluk Lampung, anatara lain di sekitar perairan Pulau Legundi, Pulau Tegal, Pulau Kubur, Teluk Semangka, Pulau Sebesi, Pulau Krakatau, Labuhan Maringgai dan Kota Agung. Hasil tangkapan yang didatangkan dari daerah lain di PPP Lempasing biasanya berasal dari daerah di luar Kota Bandar Lampung, bahkan ada yang didatangkan dari luar Provinsi Lampung, antara lain Labuhan Maringgai Bengkulu dan sibolga dengan menggunakan transportasi darat (Yuliati 2005).

Menurut Malanesia, dkk (2008), perairan laut Kabupaten Lampung Selatan berbentuk teluk, yaitu Teluk Lampung dengan kedalaman rata-rata 25 m, di mulut teluk kedalaman berkisar antara 35-75 m (di Selat Legundi), ke arah kepala teluk perairan mendangkal sekitar 20 m pada jarak relatif dekat dengan pantai. Tipe pasang surut yang ada di perairan Teluk Lampung adalah tipe campuran dengan kecenderungan ke arah semi diurnal. Hal ini disebabkan oleh pengaruh pasang surut Samudera Hindia dan Laut Jawa. Kisaran tinggi pasang surut sekitar 180 cm, dengan surut terendah sekitar 91 cm dan pasang tertinggi sekitar 95 cm.

Pemasaran yang dilakukan oleh PPP Lempasing hanya ke pasar lokal disekitar Lampung. PPP Lempasing tidak mendistribusikan hasil perikanan untuk kebuthan ekspor, karena ikan hasil tangkapan hanya ikan wilayah perairan pantai yang relatif kecil tidak termasuk ukuran ikan untuk ekspor yang meminta ikan ukuran besar.

3.3 Potensi Sumberdaya Manusia (Nelayan)

Berdasarkan laporan Koran Kompas Kamis, 28 April 2011,angka produksi perikanan tangkap Lampung per tahun hanya sekitar 42 persen dari potensi perikanan tangkap sebanyak 338.000 ton. Produksi hasil tangkapan tidak maksimal karena terbatasnya peralatan tangkap dan kurangnya sumber daya manusia yang andal pada bidang perikanan. Menurut Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Lampung Untung Sugiyatno (dalam Kompas), pada acara ruwat laut di pantai Sukaraja, Bandar Lampung, mengatakan, berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS) Lampung, produksi perikanan tangkap Lampung 2007 sebesar 145.000 ton. Padahal, Lampung memiliki potensi yang cukup besar sekitar 338.000 ton.

Berdasarkan data Dinas Kelautan dan Perikanan Lampung, puluhan ribu nelayan menjalankan usaha penangkapan ikan. Mereka tersebar pada beberapa pelabuhan perikanan di Lampung, mulai dari Labuhan Maringgai di Lampung Timur, Kalianda di Lampung Selatan, Lempasing di Bandar Lampung, hingga Kota Agung, Tanggamus. Sebanyak 11.117 nelayan di antaranya menjalankan usaha penangkapan ikan dengan kapal ukuran 5-10 gross ton (GT). Mereka sanggup melaut hingga jarak kurang dari 10 mil laut. Namun, masih lebih banyak nelayan yang menangkap ikan dengan perahu

jukung atau payang yang jangkauannya terbatas kurang dari 3 mil laut.Rata-rata nelayan Lampung melaut hanya dua hari. Nelayan asal Lampung juga jarang yang mau melaut hingga jarak lebih dari 12 mil laut. Dengan demikian, hasil tangkapan menjadi lebih terbatas.Untuk meningkatkan produksi, DKP Lampung membantu penyediaan kapal ikan berukuran besar. DKP Lampung melalui Koperasi Mina di setiap pelabuhan perikanan di Lampung membantu secara bergulir satu kapal berukuran 25 GT yang sanggup melaut sejauh 12 mil.

Lampung memiliki potensi kelautan dan perikanan yang besar mulai dari perikanan darat, laut, pesisir dan pulau-pulau kecil, dengan luas perairan laut 24,820 km2 atau 41,2 persen dari wilayah Provinsi Lampung, dengan panjang garis pantai 1.105 km dan 130 buah pulau kecil. Dengan potensi tersebut, produksi perikanan tangkap baru mencapai sekitar 41 persen. Padahal produksinya diperkirakan sebanyak 388 ribu ton/tahun. Dan bila angka penangkapan nelayan besar tentu bisa meningkatkan kesejahteraan nelayan. Perkembangan produksi perikanan tangkap di Lampung masih relatif kecil sehingga diperlukan upaya untuk mengoptimalkan hasil tangkapan. Khusus hasil tangkapan laut sehingga nelayan harus memiliki armada atau kapal besar berbobot di atas 30 GT serta peralatan lain. Dengan demikian peningkatan hasil tangkapan tangkapan bisa tercapai dan berpengaruh positif terhadap roda perekonomian nelayan setempat. Dengan potensi tersebut, produksi perikanan tangkap baru mencapai sekitar 41 persen. Padahal produksinya diperkirakan sebanyak 388 ribu ron per tahun dan bila angka penangkapan nelayan besar tentu saja bisa meningkatkan kesejahteraan nelayan.

Adapun beberapa isu pengembangan wilayah pesisir Propinsi Lampung berdasarkan hasil survey yang terjadi di sekitar desa-desa pesisir di Kecamatan Padang Cermindan Punduh Pidada. Beberapa permasalahan tersebut adalah:

a.) Rendahnya Kualitas Sumberdaya Manusia (SDM)

Rendahnya kualitas SDM di wilayah pesisir tidak hanya terjadi pada masyarakat pesisir saja, tapi juga terjadi pada pada SDM desa non pesisir. Rendahnya kualitas SDM tersebut serta hubungannnya dengan rendahnya tingkat pendidikan masyarakat, baik pendidikan formal maupun informal.

b.) Rendahnya Penaatan dan Penegakan Hukum

Rendahnya penaatan dan penegakan hokum tidak terlepas dari rendahnya kualitas sumberdaya manusia, baik di kalangan masyarakat maupun aparat penegak hukum. Hal ini antara lain tercermin dari sikap dan pengetahuan masyarakat tentang hukum yang masih rendah, khususnya yang berhubungan langsung UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta UU No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaaan Lingkungan Hidup.

Beberapa kegiatan masyarakat di daerah tersebut masih mencerminkan rendahnya penaatan dan penegakan hokum dapat terlihat dari adanya pencemaran dan perusakan lingkungan, seperti penggunaan bom dan racun sianida untuk menangkap ikan, pengambilan terumbu karang, dan lain-lain.

c.) Penataan Ruang Wilayah Pesisir yang Belum Optimal

Penyusunan rencana tata ruang yang telah dilakukan selama ini belum mengintegrasikan wilayah pesisir, baik RTRW Propinsi Lampung maupun RTRW Kabupaten Lampung Selatan. Dalam

kenyataannya, pelaksanaan pemanfaatan tata ruang di wilayah pesisir telah banyak terjadi pelanggaran, misalnya pendirian bangunan atau pengusahaan tambak di sempa dan pantai yang menyebabkan rusaknya hutan mangrove di jalur hijau (green belt ). Kondisi tersebut ditunjang oleh belum adanya peraturan yang mendukung secara tegas upaya penataan ruang wilayah dan merupakan salah satu pemicu terjadinya konflik kepentingan berkepanjangan.

d.) Degradasi Habitat Wilayah Pesisir

Habitat penting di sepanjang pesisir Kecamatan Padang Cermin dan Punduh Pidada meliputi mangrove, terumbukarang, padang lamun, pantai berpasir dan hutan pantai. Degradasi habitat wilayah pesisir disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: rendahnya penataan dan penegakan hukum, eksploitasi pragmatif dari potensi kekayaan yang terkandung di dalam habitat tersebut, kebutuhan lahan pemukiman, kesalahan prosedur dalam aktivitas penangkapan ikan yang merusak. Beberapakegiatanmasyarakat yang dapat dikategorikan sebagai perusakan lingkungan, antara lain terlihat dari berbagai aktivitas, seperti:

• Penggunaan bom dan racun sianida untuk menangkap ikan

• Pengambilan terumbu karang sebagai bahan bangunan

• Pengambilan anemone untuk dijual sebagai hiasan akuarium laut.

• Pengalihan kawasan mangrove untuk tambak udang (Desa Sidodadi, Hurun, Hanura, Gebang, Sukajaya Lempasing, Durian, Bawang).

• Konversi kawasan hutan menjadi lading atau perkebunan pada lahan dengan tingkat kecuraman yang berpotensi menimbulkan longsor dan banjir.

• Penggalian tanah daratan (bukit) untuk menimbun tambak udang, sehingga menyebabkan kerusakan pada lahan daratan dan rawan longsor (antara lain terdapat di Desa Sidodadi).

e.) Pencemaran Wilayah Pesisir

Wilayah pesisir merupakan tempat terakumulasinya segala macam limbah yang dibawa melalui aliran air baik limbah cair maupun padat. Sampah sering ditemukan sepanjang pantai dan pemukiman kumuh yang bersanitasi buruk.Beberapa aktivitas masyarakat yang berpotensi dan telah menimbulkan pencemaran antara lain:

• Terjadinya pencemaran laut yang disebabkan oleh aktivitas tambak udang. Limbah yang berasal dari tambak udang dapat berupa bahan organik yang berasal dari sisa pakan ataupun hasil metabolism udang mengandung unsur nitrogen yang tinggi, sehingga dapat menyebabkan terjadinya eutrofikasi; sedangkan bahan-bahan kimia yang digunakan dalam kegiatan budidaya udang.

• Pencemaran yang berasal dari limbah domestik (rumah tangga) yang dibuang kelaut dapat meningkatkan kadar bahan organik dan sampah plastik. Hal ini banyak dijumpai di beberapa desa, seperti Desa Sukajaya Lempasing, Ketapang (Desa Durian), dan Sidodadi.

Habitat penting di sepanjang pesisir Kecamatan Padang Cermin dan Punduh Pidada meliputi mangrove, terumbu karang, padang lamun, pantai berpasir dan hutan pantai. Degradasi habitat

wilayah pesisir disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: rendahnya penataan dan penegakan hukum, eksploitasi pragmatif dari potensi kekayaan yang terkandung di dalam habitat tersebut, kebutuhan lahan pemukiman, kesalahan prosedur dalam aktivitas penangkapan ikan yang merusak. Beberapa kegiatan masyarakat yang dapat dikategorikan sebagai perusakan lingkungan, antara lain terlihat dari berbagai aktivitas, seperti:

• Penggunaan bom dan racun sianida untuk menangkap ikan

• Pengambilan terumbu karang sebagai bahanbangunan

• Pengambilan anemone untuk dijual sebagai hiasan akuarium laut.

• Pengalihan kawasan mangrove untuk tambak udang (Desa Sidodadi, Hurun, Hanura, Gebang, Sukajaya Lempasing, Durian, Bawang).

• Konversi kawasan hutan menjadi lading atau perkebunan pada lahan dengan tingkat kecuraman yang berpotensi menimbulkan longsor dan banjir.

• Penggalian tanah daratan (bukit) untuk menimbun tambak udang, sehingga menyebabkan kerusakan pada lahan daratan dan rawan longsor (antara lain terdapat di Desa Sidodadi).

e.) Pencemaran Wilayah Pesisir

Wilayah pesisir merupakan tempat terakumulasinya segala macam limbah yang dibawa melalui aliran air baik limbah cair maupun padat. Sampah sering ditemukan sepanjang pantai dan pemukiman kumuh yang bersanitasi buruk. Beberapa aktivitas masyarakat yang berpotensi dan telah menimbulkan pencemaran antara lain:

• Terjadinya pencemaran laut yang disebabkan oleh aktivitas tambak udang. Limbah yang berasal dari tambak udang dapat berupa bahan organik yang berasal dari sisa pakan ataupun hasil metabolisme udang mengandung unsur nitrogen yang tinggi, sehingga dapat menyebabkan terjadinya eutrofikasi; sedangkan bahan-bahan kimia yang digunakan dalam kegiatan budidaya udang.

• Pencemaran yang berasal dari limbah domestik (rumah tangga) yang dibuang kelaut dapat meningkatkan kadar bahan organik dan

1. 4.       KESIMPULAN DAN SARAN         

 

4.1   Kesimpulan

Propinsi Lampung memiliki potensi kelautan dan perikanan yang besar mulai dari perikanan darat, laut, pesisir dan pulau-pulau kecil, dengan luas perairan laut 24,820 km2 atau 41,2 persen dari wilayahnya, dengan panjang garis pantai 1.105 km dan 130 buah pulau kecil. Akan tetapi Potensi tersebut masih belum optimal dimana produksi perikanan tangkap baru mencapai sekitar 41 persen. Sedangkan produksinya diperkirakan sebanyak 388 ribu ron per tahun. Di sisi lain, perkembangan produksi perikanan tangkap di Lampung masih relatif kecil sehingga diperlukan upaya untuk mengoptimalkan hasil tangkapan.

4.2 Saran

Dalam rangka mengoptimalkan pengembangan kawasan pesisir dan perikanan Propinsi Lampung sebaiknya pemerintah daerah Propinsi Lampung bekerjasama dengan pemerintah kota/kabupaten dapat menyusun program pembangunan yang berkelanjutan dengan mempertimbangkan kondisi biofisik pesisir setempat serta memprioritaskan penangangan untuk mengatasi masalah-masalah yang ada.

Daftar Pustaka

 

BPPT-PSL UNILA. 1989. Studi Amdal di Kawasan Pangkalan Utama TNI AL Teluk Rataidan Daerah Sekitarnya.Proyek Perencanaan Lantama TNI AL Teluk Ratai. Jakarta.

CRMP. 1998. Status Mangrove dan TerumbuKarang di Lampung. Proyek Pesisir Publication.Tec. Report TE-99/11-I. CRC-URI. Jakarta.

Harto Budi. 1996. Studi Kemungkinan Pengembangan Pangkalan Pendaratan Ikan Lempasing, Teluk Betung Barat, Bandar Lampung. [Skripsi]. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 103 halaman.

Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan. 1999. Kabupaten Lampung Selatan Dalam Angka Tahun 1999. Kalianda.

Pemerintah Propinsi Lampung. 2002. Atlas Sumberdaya Wilayah Pesisir Lampung. Cetakan ke-2.Bekerjasama dengan Proyek Pesisir PKSPL IPB. Bandar Lampung.

Pujiyani Rika. 2009. Kondisi Perikanan Tangkap di Pelabuhan Perikanan Pantai Lempasing, Bandar lampung.[Skripsi]. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 88 halaman.

Yuliati Ika. 2005. Kajian Informasi Avant Pays Maritime Bagi Armada Penangkapan Ikan Yang Berbasis Di Pelabuhan Perikanan Pantai Lempasing, Bandar Lampung.[Skripsi]. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Anonim.2008. http://nasional.kompas.com/read/2008/04/28/02214971/hanya. [29 April 2011 ]

Anonim.2009. http://www.sumberdayaperikananunila.blogspot.com/. [29 April 2011]

http://ikansarui.wordpress.com/2011/09/25/25/