Upload
ahmad-rizki-ramadan
View
123
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
makalah populasi
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Tunagrahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai
kemampuan intelektual di bawah rata – rata. Tuna grahita adalah kata lain dari retardasi
mental dan cacat mental. Anak tuna grahita memiliki keterbatasan dalam hal berpikir,
kemampuan berpikir rendah, perhatiannya dan daya ingatnya lemah, suka berpikir abstrak,
serta kurang mampu berpikir logis.
Sebagai makhluk individu dan sosial, individu tunagrahita mempunyai hasrat untuk
memenuhi segala kebutuhan sebagaimana layaknya anak normal lainnya, tetapi upaya
individu tersebut lebih sering mengalami hambatan atau kegagalan yang berarti karena
kesulitan melakukan penyesuaian diri dan memenuhi tuntutan lingkungan. Lazarus (1976)
mengatakan bahwa penyesuaian diri itu dilakukan karena adanya tuntutan yang bersifat
internal maupun eksternal.
Individu tunagrahita tentunya tidak akan sampai melakukan penyesuaian diri yang
salah jika orang tua dapat menerima kehadiran mereka sekaligus membimbing mereka dalam
menghadapi tuntutan lingkungan, karena pada hakikatnya mereka membutuhkan perhatian
dan dukungan dari keluarga terutama orangtua.
Keluarga mempunyai peranan yang sangat penting dalam perkembangan fisik dan
mental anak karena dengan orangtualah anak pertama kali berinteraksi. Nurhayati (2008)
menjelaskan peran orangtua adalah memberikan dasar pendidikan agama, menciptakan
suasana rumah yang hangat dan menyenangkan, serta memberikan pemahaman akan norma
baik dan buruk yang ada dalam masyarakat.
Kenyataan yang terjadi di masyarakat tentang pengasuhan anak tunagrahita yaitu
banyak orangtua yang justru menyembunyikan anaknya yang tunagrahita dan
membiarkannya tanpa dilatih keterampilan sedikitpun. Orangtua pun terkesan menutup diri
dari lingkungan, sehingga anak menjadi tidak mandiri dan pada akhirnya tidak dapat
menyesuaikan dirinya di lingkungan.
1
BAB I
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN ANAK TUNAGRAHITA
Tunagrahita merupakan asal dari kata tuna yang berarti “merugi” sedangkan grahita
yang berarti “pikiran”. Tunagrahita merupakan kata lain dari Retardasi Mental (Mental
Retardation) yang artinya terbelakang mental. Tunagrahita juga memiliki istilah- istilah
sebagai berikut :
a. Lemah fikiran (feeble minded)
b. Terbelakang mental (Mentally Retarded)
c. Bodoh atau dungu (idiot)
d. Cacat mental
e. Mental Subnormal, dll.
Anak tunagrahita adalah individu yang secara signifikan memiliki intelegensi
dibawah intelegensi normal. Menurut American Asociation on Mental Deficiency
mendefinisikan Tunagrahita sebagai suatu kelainan yang fungsi intelektual umumnya di
bawah rata- rata, yaitu IQ 84 ke bawah. Biasanya anak- anak tunagrahita akan mengalami
kesulitan dalam “Adaptive Behavior” atau penyesuaian perilaku. Hal ini berarti anak
tunagrahita tidak dapat mencapai kemandirian yang sesuai dengan ukuran (standard)
kemandirian dan tanggung jawab sosial anak normal yang lainnya dan juga akan mengalami
masalah dalam keterampilan akademik dan berkomunikasi dengan kelompok usia sebaya.
Anak- anak yang sulit berkomunikasi tidak selamanya itu adalah anak tunagrahita.
Bisa jadi anak yang bergejala demikian tergolong autisme. Antara autisme dan tunagrahita
terdapat perbedaan mendasar sehingga perlakuan yang diberikan pun harus berbeda. Menurut
Mudjito, autisme ialah anak yang mengalami gangguan berkomunikasi dan berinteraksi sosial
serta mengalami gangguan sensoris, pola bermain, dan emosi. Penyebabnya karena antar
jaringan dan fungsi otak tidak sinkron. Ada yang maju pesat, sedangkan yang lainnya biasa-
biasa saja. Survei menunjukkan, anak-anak autisme lahir dari ibu-ibu kalangan ekonomi
menengah ke atas. Ketika dikandung, asupan gizi ke ibunya tak seimbang.
2
Adapun tunagrahita adalah anak yang mengalami hambatan dan keterbelakangan mental,
jauh di bawah rata-rata. Gejalanya tak hanya sulit berkomunikasi, tetapi juga sulit
mengerjakan tugas-tugas akademik. Ini karena perkembangan otak dan fungsi sarafnya tidak
sempurna. Anak-anak seperti ini lahir dari ibu kalangan menengah ke bawah. Ketika
dikandung, asupan gizi dan zat antibodi ke ibunya tidak mencukupi.
Anak tunagrahita memiliki fungsi intelektual tidak statis. Kelompok tertentu,
termasuk beberapa dari down syndrome, memiliki kelainan fisik dibanding teman- temannya,
tetapi mayoritas dari anak tunagrahita terutama yang tergolong ringan, terlihat sama seperti
yang lainnya. Dari kebanyakan kasus banyak anak tunagrahita terdeteksi setelah masuk
sekolah. Tes IQ mungkin dapat dijadikan indikator dari kemampuan mental seseorang.
Kemampuan adaptif seseorang tidak selamanya tercermin pada hasil tes IQ. Latihan,
pengalaman, motivasi, dan lingkungan sosial sangat besar pengaruhnya pada kemampuan
adaptif seseorang.
1Menurut Moh. Amin (1995: 11), mengemukakan bahwa: Anak tunagrahita adalah
mereka yang kecerdasannya jelas berada dibawah rata – rata. Disamping itu mereka
mengalami keterbelakangan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Mereka kurang
cakap dalam memikirkan hal – hal yang abstrak, yang sulit dan berbelit. Mereka kurang atau
terbelakang atau tidak berhasil bukan untuk sehari dua hari atau sebulan dua bulan tetapi
untuk selama – lamanya, dan bukan hanya dalam satu dua hal tetapi dalam segala hal, lebih
– lebih dalam palajaran seperti: mengarang, menyimpulkan isi bacaan, menggunakan symbol
– symbol, berhitung dan dalam semua pelajaran yang bersifat teoritis, dan juga mereka
kurang atau terhambat dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa :
a. Anak tunagrahita memiliki kecerdasan dibawah rata-rata sedemikian rupa
dibandingkan dengan anak normal pada umumnya.
b. Adanya keterbatasan dalam perkembangan tingkah laku pada masa perkembangan.
c. Terlambat atau terbelakang dalam perkembangan mental dan sosial.
d. Mengalami kesulitan dalam mengingat apa yang dilihat, didengar sehingga
menyebabkan kesulitan dalam berbicara dan berkomunikasi.
1 Dipi, Amin. (1995). Ortopedagogik Anak Tunagrahita. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
3
e. Mengalami masalah persepsi yang menyebabkan tunagrahita mengalami kesulitan
dalam mengingat berbagai bentuk benda (visual perception) dan suara (audiotary
perception).
f. Keterlambatan atau keterbelakangan mental yang dialami tunagrahita menyebabkan
mereka tidak dapat berperilaku sesuai dengan usianya.
B. KLASIFIKASI ANAK TUNAGRAHITA
Potensi dan kemampuan setiap anak berbeda-beda demikian juga dengan anak
tunagrahita, maka untuk kepentingan pendidikannya, pengelompokkan anak tunagrahita
sangat diperlukan. Pengelompokan itu berdasarkan berat ringannya ketunaan, atas dasar itu
anak tungrahita dapat dikelompokkan.
1. Tunagrahita Ringan (Debil). Anak tunagrahita ringan pada umumnya tampang atau
kondisi fisiknya tidak berbeda dengan anak normal lainnya, mereka mempunyai IQ antara
kisaran 50 s/d 70. Mereka juga termasuk kelompok mampu didik, mereka masih bisa
dididik (diajarkan) membaca, menulis dan berhitung, anak tunagrahita ringan biasanya
bisa menyelesaikan pendidikan setingkat kelas IV SD Umum.
2. Tunagrahita Sedang atau Imbesil. Anak tunagrahita sedang termasuk kelompok latih.
Tampang atau kondisi fisiknya sudah dapat terlihat, tetapi ada sebagian anak tunagrahita
yang mempunyai fisik normal. Kelompok ini mempunyai IQ antara 30 s/d 50. Mereka
biasanya menyelesaikan pendidikan setingkat kelas II SD Umum.
3. Tunagrahita Berat atau Idiot. Kelompok ini termasuk yang sangat rendah
intelegensinya tidak mampu menerima pendidikan secara akademis. Anak tunagrahita
berat termasuk kelompok mampu rawat, IQ mereka rata-rata 30 kebawah. Anak
tunagrahita berat disebut juga idiot. karena dalam kegiatan sehari-hari mereka
membutuhkan pengawasan, perhatian, bahkan pelayanan yang maksimal. Mereka tidak
dapat mengurus dirinya sendiri apalagi berlindung dari bahaya. Asumsi anak tunagrahita
sama dengan anak Idiot tepat digunakan jika anak tunagrahita yang dimaksud tergolong
dalam tungrahita berat.
Anak luar biasa hanya sedikit berbeda dari anak normal. Namun sesungguhnya
dibalik “keluarbiasaannya” mereka benar-benar luar biasa. Kepercayaan ialah hal yang sangat
4
dibutuhkan dan menjadi bagian yang sangat berharga. Jangan pernah memandang sebelah
mata akan apa yang hanya terlihat dari luarnya.2
C. FAKTOR PENYEBAB KETUNAGRAHITAAN
Terdapat banyak faktor yang dapat menyebabkan seseorang menjadi tunagrahita. Para
ahli dari berbagai ilmu telah berusaha membagi faktor-faktor penyebab ini diantaranya adalah
sebagai berikut :
1. Faktor keturunan
Adanya kelainan kromosom baik autosom (mempunyai kromosom 3 ekor pada
kromosom nomor 21 sehingga anak mengalami Langdon Down’s Syndrome dan pada trisomi
kromosom nomor 15 anak akan menderita Patau’s Syndrome dengan ciri-ciri berkepala kecil,
mata kecil, berkuping aneh, sumbing, dan kantung empedu yang besar. Selain itu, setelah
mencapai masa puber tubuhnya menjadi panjang, gayanya mirip wanita, berpayudara besar.
2. Gangguan metabolisme dan gizi
Metabolisme dan gizi merupakan hal yang penting bagi perkembangan individu
terutama perkembangan sel-sel otak. Beberapa kelainan yang disebabkan oleh kegagalan
metabolisme dan kekurangan gizi diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Phenylketonuria
Salah satu akibat gangguan metabolisme asam amino juga kelainan gerakan enzym
phenylalanine hydroxide. Gejala umum yang nampak adalah tunagrahita, kekurangan
pigmen, microcephaly, serta kelainan tingkah laku.
b. Cretinisme
Disebabkan oleh keadaan hypohyroidism kronik yang terjadi selama masa janin atau
segera setelah melahirkan. Berat ringan kelainan tergantung pada tingkat kekurangan
thyroxin. Gejala utama yang tampak adalah adanya ketidak normalan fisik yang khas dan
ketunagrahitaan dan awal gejalanya dengan kurangnya nafsu makan, anak menjadi sangat
pendiam, jarang tersenyum dan tidur yang berlebihan.
2 http://laraasih.com/pendidikan/tunagrahita-tidak-selalu-idiot.lala
5
3. Infeksi dan keracunan
Adanya infeksi dan keracunan terjangkitnya penyakit-penyakit selama janin masih
berada dalam kandungan ibunya yang menyebabkan anak lahir menjadi tunagrahita.
a. Rubella
Penyakit ini menjangkiti ibu pada dua belas minggu pertama kehamilan. Selain
tunagrahita, ketidak normalan yang disebabkan penyakit ini adalah kelainan pendengaran,
penyakit jantung bawaan, berat badan yang sangat rendah pada waktu lahir dan lain-lain.
b. Syphilis bawaan
Kondisi bayi yang terkena Syphilis adalah kesulitan pendengaran, hidungnya tampak
seperti hidung kudai
c. Syndrome Gravidity beracun
Ketunagrahitaan yang timbul dari Syndrome Gravidity beracun terjadi pada sebagian
bayi yang lahir prematur, kerusakan janin yang disebabkan oleh zat beracun, dan
berkurangnya aliran darah pada rahim dan plasenta.
4. Trauma dan zat radioaktif
Trauma otak yang terjadi di kepala dapat menimbulkan pendarahan intracranial
terjadinya kecacatan pada otak. Ini biasanya disebabkan karena kelahiran yang sulit sehingga
memerlukan alat bantu. Selain itu penyinaran atau radiasi sinar X selama bayi dalam
kandungan mengakibatkan cacat mental microcephaly.
5. Masalah pada kelahiran
Adanya kelahiran yang disertai hypoxia (kejang dan nafas pendek) dipastikan bahwa
bayi yang akan dilahirkan menderita kerusakan otak.
6. Faktor lingkungan
Latar belakang pendidikan orang tua sering juga dihubungkan dengan masalah-
masalah perkembangan. Kurangnya kesadaran orang tua akan pentingnya pendidikan dini
serta kurangnya pengetahuan dalam memberikan rangsang-rangsang positif dalam masa
perkembangan anak dapat menjadi salah satu penyebab timbulnya gangguan atau hambatan
6
dalam perkembangan anak. Kurangnya kontak pribadi dangan anak, misalnya dengan tidak
mengajaknya berbicara, tersenyum, bermain yang mengakibatkan timbulnya sikap tegang,
dingin dan menutup diri. Kondisi demikian akan berpengaruh buruk terhadap perkembangan
anak baik fisik maupun mental intelektualnya.
D. KARAKTERISTIK ANAK TUNAGRAHITA
Karakteristik atau ciri-ciri anak tunagrahita dapat dilihat dari segi :
1.Fisik (Penampilan)
Fungsi-fungsi perkembangan anak tunagraita ada yang tertinggal jauh oleh anak
normal.adapula yang sama atau hampir menyamai anak normal.perkembangan jasmani dan
motorik anak tunagrahita tidak secepat perkembangan anak normal pada umumnya.hasil
penelitian menunjukan bahwa 3 th – 12 th ada dalam kategori kurang sekali. Sedangkan anak
normal pada umur yang sama ada dalam kategori kurang (M.Umardjani,1984). Dengan
demikian tingkat jasmani anak tunagrahita setingkat lebih rendah dibandingkan dengan anak
normal pada umur yang sama. Banyak hasil penelitian menunjukan bahwa pada anak
terbelakang korelasi tersebut lebih besar dari pada yang terdapat pada anak normal.dalam hal
kesegaran jasmani M Umarjani (1984) menemukan bahwa korelasi anak terbelakang putra
dan putri masing – masing 0,96 dengan taraf signifikan 0,01 serta 0,617 dengan taraf
signifikan 0,05.perkembangan motorik mencakup dua hal yaitu gross motor (seperti berjalan,
melompat, melempar) dan fine motor (seperti menulis, menyulam, menggunting dsb) pada
anak-anak yang pertama berkembang adalah gross, sedangkan fine motor.kita mempelajari
gerak-gerak jari dengan mudah, tetapi lain halnya dengan anak tunagrahita mereka
mengalami kesulitan untuk menguasainya. Banyak gerak-gerak yang kita pelajari hampir
secara instingtif, harus dipelajari anak tunagrahita secara khusus. Adapun gerak-gerak yang
termasuk gerak fundamental
2.Intelektual
a. Anak tunagrahita mampu mengetahui atau menyadari situasi, benda-benda dan orang di
sekitarnya, namun mereka tidak mampu memahami keberadaan dirinya. Hal tersebut
disebabkan oleh faktor bahasa yang manjadi hambatan, dikarenakan mereka pada umunya
sulit untuk mengatakan atau menyampaikan kata yang sesuai dengan keadaan yang
diinginkannya.
7
b. Mereka berkesulitan untuk memecahkan masalah-masalah yang ada, tidak mampu
membuat suatu rencana bagi dirinya, dan anak tersebut pun sulit untuk memilih alternatif
pilihan yang berbeda.
c. Mereka sulit sekali untuk menuliskan simbol-angka, sehingga secara umum mereka
memiliki kesulitan dalam bidang membaca, menulis dan berhitung.
d. Kemampuan belajar anak tunagrahita terbatas. Mereka mengalami kesulitan yang berarti
dalam pengetahuan yang bersifat konsep dan dalam menempatkan dirinya dengan keadaan
situasi lingkungannya.
3.Penyesuaian sosial dan keperibadian Anak Tuna Grahita
Perkembangan dorongan (drive) dan emosi berkaitan dengan derajat ketunagrahitaan
seorang anak. Anak tunagrahita berat tidak dapat menunjukkan dorongan pemeliharaan
dirinya sendiri. Mereka tidak bisa menunjukkan rasa lapar atau haus dan tidak dapat
menghindari bahaya. Pada anak tunagrahita sedang, dorongan berkembang lebih baik tetapi
kehidupan emosinya terbatas pada emosi – emosi yang sederhana.
Pada anak terbelakang ringan kehidupan emosinya tidak jauh berbeda dengan anak
normal akan tetapi tidak sekaya anak normal. Anak tunagrahita dapat memperlihatkan
kesedihan tetapi sukar untuk menggambarkan suasana terharu. Mereka bisa mengekspresikan
kegembiraan, tetapi sulit untuk mengungkapkan kekaguman. Kepribaian dan penyesuaian
social merupakan proses yang saling berkaitan.
Kepribadian seseorang mencerminkan cara yang tersebut berinteraksi dengan
lingkungan. Sebaliknya pengalaman – pengalaman penyesuaian diri sangat besar
pengaruhnya terhadap kepribadian. Dalam kepribadian tercakup susunan fisik, karakteristik
emosi, serta karakteristik seseorang. Di dalamnya juga tercakup cara – cara memberikan
respon terhadap rangsangan yang datingnya dari dalam maupun dari luar baik rangsangan
fisik maupun social. Apakah anak tunagrahita memiliki karakteristik khusus dalam
kepribadiannya.
Anak – anak tunagrahita mempunyai beberapa kekurangan. Anak tunagrahita pria
memiliki kekurangan berupa tidak matangnya emosi, depresi, bersikap dingin, menyendiri,
tidak dapat dipercaya, impulsif, lancaag dan merusak. Anak tunagrahita wanita mudah
dipengaruhi, kurang tabah, ceroboh, kurang dapat menahan diri dan cenderung melanggar
8
ketentuan dalam hal lain anak tunagrahita sama dengan anak normal. Kekurangan –
kekurangan dalam hal kepribadian akan berakibat pada proses penyesuaian diri.
Penyesuaian diri merupakan proses psikologis yang terjadi ketika kita menghadapi
berbagai situasi. Seperti anak normal, anak tunagrahita akan menghayati suatu emosi, jika
kebutuhannya terhalangi. Emosi – emosi yang positif adalah cinta, girang, simpatik. Emosi
ini tampak pada anak tuna grahita yang masih muda terhadap peristiwa – peristiwa yang
bersifat konkret, lingkungan bersifat positif terhadapnya, maka mereka akan lebih mampu
menunjukkan emosi – emosi yang positif itu. Emosi – emosi yang negative adalah perasaan
takut, giris, marah, dan benci. Anak terbelakang yang masih muda takut kepada hal – hal
yang mengancam keselamatannya. Anak tunagrahita yang lebih tua takut terhadap hal – hal
yang berkenaan dengan hubungan social.
Dalam tingkah laku social tercakup hal – hal seperti keterikatan dan ketergantrungan,
hubungan kesebayaan, self concept dan tingkah laku moral. Yang dimaksud dengan tingkah
laku keterikatan dan ketergantungan adalah kontak anak dengan orang dewasa (orang lain).
Seperti halnya anak normal, anak tunagrahita yang masih muda mula – mula memiliki
tingkah laku keterikatan kepada orang tua dan orang dewasa yang lain.
Dengan bertambahnya umur keterkaitan ini dialihkan kepada teman sebaya.
Ketergantungan yang tadinya bersifat satu pihak menjadai hubungan yang timbal balik.
Ketika anak merasa takut, giris, tegang, dan kehilangan orang tempat bergantung,
kecenderungan ketergantungannya bertambah. Berbeda dengan anak normal, anak
tunagrahita lebih banyak bersifat bergantung pada orang lain, dan kurang terpengaruh oleh
bantuan social. Dalam hubungan kesebayaan seperti halnya dengan anak kecil menolak anak
yang lain, tetapi setelah bertambah umur, mereka mengadakan kontak dan melakukan
kegiatan – kegiatan yang bersifat kerjasama. Berbeda dengan anak normal, anak tuna grahita
jarang diterima, sering ditolak oleh kelompok serta jarang menyadari posisi diri dalam
kelompok
Indikasi keterlambatan anak Tuna Grahita dalam bidang social umumnya terjadi karena hal-
hal berikut :3
a. Kurangnya kesempatan yang di berikan pada anak tuna grahita untuk melakukan
sosialisasi
3 Efendi, M. (2006). Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta : PT.Bumi Aksara.
9
b. Kekurangan motivasi untuk melakukan sosialisasi
c. Kekurangan bimbingan untuk melakukan sosialisasi
4. Bahasa Anak Tuna Grahita
Secara umum perkembangan bahasa digambarkan oleh Myklebust (1960), meliputi 5 tahap
perkembangan, seperti dapat dilihat dalam gambar berikut :
a. Inerlanguage
Inerlanguage adalah aspek bahasa yang pertama berkembang. Muncul kira – kira pada
usia 6 bulan. Karakteristik perilaku yang muncul pada tahap ini adalah pembentukan konsep
– konsep sederhana, seperti anak mendemonstrasikan pengetahuannya tentang hubungan
sederhana antara satu objek dengan objek yang lainnya. Tahap berikut dari perkembangan
innerlanguage adalah anak dapat memahami hubungan – hubungan yang lebih kompleks dan
dapat bermain dengan mainan dalam situasi yang bermakna. Contohnya menyusun perabot
didalam rumah – rumahan. Bentuk yang lebih komples dari perkembangan innerlanguage
adalah mentransformasikan pengalaman ke dalam symbol bahasa.
b. Receptive Language
Setelah innerlanguage berkembang, maka tahap berikutnya dalah receptive language
muncul. Pada kira – kira umur 8 bulan anak mulai mengerti sedikit – sedikit tentang apa yang
dikatakan orang lain kepadanya, anak mulai merespon apabila namanya dipanggil dan mulai
mengerti perintah. Menjelang kira – kira umur 4 tahunan anak lebih menguasai kemahiran
mendengar dan setelah itu proses penerimaan (receptive process) memberikan perluasan
kepada sistim bahasa verbal. Terhadap hubungan timbal balik antara innerlanguage dengan
receptive language. Perkembangan innerlanguage, melewati fase pembentukan konsep –
konsep sederhana menjadi tergantung kepada receptive language.
c. Ekspressive Language
Aspek terakhir dari perkembangan bahasa adalah bahasa ekspresif (ekspresive
language). Menurut Myklebust ekspresive language berkembang setelah pemantapan
pemahan. Bahasa ekspresif anak muncul pada usia kira – kira 1 tahun.
Perkembangan bahasa erat kaitannya dengan perkembangan kognisi, keduanya mempunyai
hubungan timbale balik. Perkembangan kognisi anak tugrahita mengalami hambatan,
10
karenanya perkembangan bahasanya juga akan terhambat. Anak tuna grahita pada umumnya
tidak bias menggunakan kalimat majemuk, dalam percakapan sehari – hari mereka lebih
banyak menggunakan kalimat tunggal. Ketika anak tunagrahita dibandingkan dengan anak
normal pada CA yang sama, anak tunagrahita pada umumnya mengalami gangguan
artikulasi, kualitas suara, dan ritme. Selain itu anak tunagrahita mengalami kelambatan dalam
perkembangan bicara (ekspresive auditori language). Dalam perkembangan morfologi anak
normal menguasai peningkatan sejumlah morfem sejalan dengan perkembangan umum.
Demikian juga anak tunagrahita dan anak normal yang memiliki MA yang sama
memperlihatkan level yang sama dalam perkembangan morfologi. Akan tetapi anak
tunagrahita yang memiliki CA yang sama dengan anak normal, anak tunagrahita memiliki
tahap lebih rendah dengan perkembangan morfologinya.
Hal terakhir dari perkembangan bahasa berkaitan dengan kemampuan bahasa yang
disebut semantic. Anak – anak memperlihatkan perkembangan semantic sama seperti pada
komponen lainnya. Anak terbelakang menunjukkan perkembangan semantic lebih lambat
dari pada anak normal. Tetapi tidak ada bukti bahwa mereka memiliki perbedaan pola
perkembangan sistaksis. Perkembangan vocabulary anak tunagrahita telah diteliti secara luas.
Hasilnya menunjukkan bahwa anak tunagrahita lebih lambat dari pada anak normal dari pada
kata permenit lebih banyak menggunakan kata – kata positif, lebih sering menggunakan kata
– kata yang lebih umum, hampir tidak pernah menggunakan kata – kata yang lebih umum,
hampir tidak pernah menggukan kata ganti, lebih sering menggunakan kata – kata bentuk
tunggal, dan anak tunagrahita dapat menggunakan kata – kata bervariasi.
E. DAMPAK KETUNAGRAHITAAN
Orang yang paling banyak menanggung beban akibat ketunagrahitaan adalah orang
tua dan keluarga anak tersebut. Oleh karena itu dikatakan bahwa penanganan anak
tunagrahita merupakan psikiatri keluarga. Keluarga anak tunagrahita berada dalam resiko,
mereka menghadapi resiko yang berat. Saudara – saudara anak tersebut pun menghadapi hal
– hal yang bersifat emosional.
Saat yang krisis adalah ketika keluarga itu pertama kali menyadari bahwa anak
tersebut tidak normal seperti yang lain. Jika anak tersebut menunjukkan gejala – gejala
kelainan fisik (misalnya mongolisme) maka kelainan anak dapat segera diketahui sejak anak
dilahirkan. Tetapi jika anak tersebut tidak mempunyai kelainan fisik, maka orang tua hanya
11
akan mengetahui dari hasil penelitian. Cara menyampaikan hasil penelitian sangatlah penting.
Orang tua mungkin menolak kenyataan atau menerima dengan beberapa persyaratan tertentu.
Dalam memberitahukan kepada orang tua hendaknya dilakukan terhadap kedua –
duanya (suami istri) secara bersamaan. Dianjurkan sejak awal sudah diperkenalkan dengan
orang yang juga mempunyai anak cacat. Orang tua hendaknya menyadari bahwa mereka
tidak sendirian. Lahirnya anak cacat (tunagrahita) selalu merupakan tragedy.
Reaksi orang tua berbeda – beda tergantung pada berbagai faktor, misalnya apakah
kecacatan tersebut dapat segera diketahuinya atau terhambat diketahuinya. Faktor lain yang
juga yang sangat penting ialah derajat ketunagrahitaannya dan jelas tidaknya kecacatan
tersebut terlihat orang lain.
Perasaan dan tingkah laku orang tua itu berbeda – beda dan dapat dibagi menjadi :
a. Perubahan tiba – tiba, hal ini mendorong untuk
1. Menolak kehadiran anak dengan memberikan sikap dingin.
2. Menolak dengan rasionalisasi, menahan anaknya di rumah dengan mendatangkan
orang yang terlatih untuk mengurusnya.
3. Merasa berkewajiban untuk memelihara tetapi melakukan tanpa memberikan
kehangatan.
4. Memelihara dengan berlebihan sebagai kompensasi terhadap perasaan menolak.
b. Merasa ada yang tidak beres tentang urusan keturunan
1. Perasaan ini mendorong timbulnya suatu perasaan depresi.
2. Merasa kurang mampu mengasuhnya perasaan ini mehilangkan kepercayaan
kepada diri sendiri dalam mengasuhnya.
3. Kehilangan kepercayaan akan mempunyai anak yang normal.
a. Karena kehilangan kepercayaan tersebut orang tua cepat marah, tingkah laku agresif.
b. Kedudukan tersebut dapat mengakibatkan depresi.
c. Pada permulaan mereka segera mampu menyesuaikan diri sebagai orang tua anak
tunagrahita, akan tetapi mereka terganggu lagi saat – saat menghadapi peristiwa – peristiwa
kritis.
c. Terkejut dan kehilangan kepercayaan diri, kemudian berkonsultasi untuk mendapat
berita – berita yang lebih baik.
12
d. Banyak tulisan yang menyatakan bahwa orang tua merasa berdosa. Sebenarnya perasaan
tersebut tidak selalu ada. Perasaan tersebut bersifat kompleks dan dapat mengakibatkan
depresi.
e. Merasa bingung dan malu, yang mengakibatkan orang tua kurang suka bergaul dan lebih
suka menyendiri.
Adapun saat – saat kritis itu terjadi pada saat berikut :
1. Pertama kali mengetahui bahwa anaknya cacat.
2. Memasuki pada umur sekolah, pada saat tersebut sangat penting kemampuan masuk
sekolah
biasa, sebagai tanda bahwa anak tersebut normal.
3. Meninggalkan sekolah.
4. Orang tua bertambah tua, sehingga tidak mampu lagi memelihara anaknya yang cacat.
Pada saat – saat kritis seperti ini biasanya orang tua lebih mudah merasa saran dan
peyunjuk. Setelah kejutan yang pertama orang tua ingin mengetahui mengapa anaknya
tunagrahita. Mereka dan anak – anaknya yang normal ingin mengetahui apakah sesudah
melahirkan anak yang tuna grahita apakah mereka melahirkan anaknya yang normal.
Pada umumnya masyarakat kurang mengacuhkan anak tunagrahita, bahkan tidak
dapat membedakannya dari orang gila. Orang tua biasanya tidak memiliki gambaran
mengenai masa depan anaknya yang tunagrahita. Mereka tidak mengetahui layanan yang
dibutuhkan oleh anaknya yang tersedia di masyarakat. Saudara – saudaranya ketika
memasuki usia remaja mengetahui hal – hal menyangkut emosionalnya, kehadiran
saudaranya yang tunagrahita dirasakan sebagai beban baginya. Dilihat dari sudut tertentu,
baik juga seandainya anak tunagrahita dipisahkan di tempat – tempat penampungan. Tetapi
bila dilihat dari sudut lain pemisahan seperti ini dapat pula mengakibatkan ketegangan orang
tua, terlebih – lebih bagi ibu – ibu yang selama ini menyayangi orang tersebut.
Adapun Peran Orangtua yang mempunyai anak Tuna Grahita adalah :4
Peran orangtua tidak terlepas dari pola asuh yang diterapkan orangtua dalam
keluarga, dan dukungan orangtua dalam setiap perkembangan anak. Oleh karena itu, maka
dalam hal ini penulis juga akan menjelaskan tentang pola asuh dan dukungan orangtua. Peran
orangtua adalah memberikan dasar pendidikan agama, menciptakan suasana rumah yang
4Nurhayati. (2008). Penyimpangan Sosial:Apa Tugas Orangtua di Hadapan Anak?. http://www.al-shia.com. Diakses tanggal 27 november 2011
13
hangat dan menyenangkan, serta memberikan pemahaman akan norma baik dan buruk yang
ada dalam masyarakat.
F. USAHA PENCEGAHAN TUNAGRAHITA
Berbagai alternative dan upaya – upaya pencegahan yang disarankan antara lain :
· Penyluh genetic, yaitu sesuatu usaha mengkomunikasikan berbagai informasi mengenai
masalah genetika.
· Diagnotis prenatal, yaitu usaha pemeriksaan kehamilan sehingga dapat diketahui lebih dini
apakah janin mengalami kelainan.
· Imunisasi, diakukan terhadap ibu hamil maupun anak balita.
· Tes darah, dilakuka terhadap pasangan yang akan menikah untuk menghindari kemungkian
menurunkan benih – benih kelainan.
· Melalui program KB, pasangan suami istri dapat mengatur kehamilan dan menciptakan
keluarga yang sejahtera baik fisik dan psikis.
· Tindakan operasi, dibutuhkan bila ada kelahiran dengan resiko tinggi misalnya kekurangan
oksigen, adanya trauma pada masa perenatal atau proses kelahiran.
· Sanitasi lingkungan, mengupayakan terciptanya lingkungan yang baik sehingga tidak
menghambat perkembangan bayi atau anak.
· Pemeliharaan kesehatan, terutama pada ibu hamil yang menyangkut pemeriksaan kesehatan
selama hamil, penyediaan vitamin, menghindaari radiasi.
· Intervensi dini, dibutuhkan oleh para orang tua agar dapat membantu perkebangan anak
secara dini.
G.PENANGANAN TUNA GRAHITA
Guru memegang peranan penting dalam pendidikan khusus untuk berbagai jenis
ketidak mampuan termasuk termasuk tunagrahita.Peran apapun yang dimainkan, guru
pendidikan khusus berhadapan dengan situasi yang membutuhkan mereka untuk membuat
keputusan dan rencana pendidikan untuk murid mereka, termasuk penilaian.Terdapat banyak
kasus dimana murid tidak diketahui secara pasti kecacatan yang dialaminya dan sering
14
dianggap sebagai murid yang gagal dalam pembelajaran karena bodoh, malas dan
sebagainya. Maka ujian pengenalan harus dilakukan agar dapat diketahui dengan baik
masalah yang sebenarnya yang menyebabkan murid tersebut tidak mencapai tujuan
pembelajaran.Pelaksanaan uji pengenalan bukanlah hal yang mudah karena menuntut guru
untuk memilikikemampuan untuk melakukan uji tersebut. Contohnya guru harus memiliki
pengetahuan dankeahlian dalam meniai untuk menentukan ketidakmampuan murid luar biasa
seperti berikut:
• Pengumpulan data: Proses mengumpulkan informasi dari berbagai sumber mengenai
murid,seperti rapor sekolah yang ada, sikap dan atensi, informasi dari orang tua dan laporan
guru
.• Analisis : Analisis untuk latar belakang anak-anak dari segi pendidikan, social,
lingkungan,catatan medis, emosi dan pertubuhan, serta perkembangan
.• Penilaian: Menilai murid dari segi perkembangan akademik, intelektual, psikologis, emosi,
persepsi, bahasa, kognitif, dan pengobatan untuk menentukan kelebihan dan kekurangannya
• Penentuan: Menentukan ketidakmampuan atau tingkat kecacatan murid berdasarkan cirri-
ciriuntuk setiap kategori.
• Rencana: Merencanakan program pendidikan yang sesuai untuk murid
denganmenyerahkaannya kepada orang tua.Penilaian dan uji pengenalan adalah proses yang
kompleks yang membutuhkan banyak carauntuk mengumpulkan informasi mengenai murid.
Proses mengumpukan informasi membutuhkan perhatian terhadap interaksi murid dengan
orang tua, guru, dan teman-temannya; berbicaradengan murid dan mereka yang memiliki
hubungan dekat dengannya; meneliti rapor sekolah dancatatan penilaian yang pernah
dilakukan; menilai latar belakang perkembangan dan catatanmedis; menggunakan informasi
berdasarkan kumpulan pengamatan dari orang tua atau guru;menilai kebutuhan dan penilaian
kurikulum; menilai jenis dan tahap pembelajaran murid di saatwaktu tertentu; menggunakan
analisis tugas untuk mengetahui komponen yang dikuasai dankemampuan yang belum
dikuasai; dan mengumpulkan skala mengenai sikap guru terhadapmurid, penerimaan teman
sebaya dan kelasnya.Pengumpulan informasi mengenai murid dengan menggunakan berbagai
metode dan sumber informasi harus memberika gambaran tentang kelebihan dan kebutuhan
murid, kecacatan yang ada padanya, dan dampak terhadap pencapaian pembelajarannya.
Tujuan yang realistis dansesuai harus ditentukan untuk murid tersebut.Selain itu, untuk
15
penanganan anak-anak berkebutuhan khusus seperti tunagrahita sebaiknyadikembangkan
pendidikan inklusif di setiap sekolah. Pendidikan inklusif sesungguhnya memilikitujuan
mulia antara lain memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada semua peserta didik yang
memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan social, potensi kecerdasan serta
bakatistimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuannya dan juga untuk mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang
menghargaikeanekaragaman dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik.Pendidikan
inklusif merupakan salah satu kebijakan pemerintah untuk perluasan akses dan peningkatan
mutu pendidikan bagi semua anak yang mengalami kelainan fisik, mental, social,maupun
kombinasi dari ketiga aspek tersebut dan memiliki masalah dalam hal komunikasi,sensor
motorik, belajar, dan tingkah lakunya untuk mengikuti kegiatan belajar secara bersama-sama
dengan peserta didik pada umumnya.Pembelajaran dalam mewujudkan pendidikan inklusif
bias dilakukan dengan berbagai cara,diantaranya:
• Pertama, membangun lingkungan belajar yang stimulatif, sportif, serta ramah terhadap
ragam potensi kecerdasan anak.
• Kedua, mengembangkan kegiatan belajar yang aktif,kreatif,efektif, dan menyenangkan
sesuaidengan kebutuhan anak.
• Ketiga, merancang kegiatan belajar yang memfungsikan seluruh modus berfikir otak seperti
memori, kognisi, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.
• Keempat, mengembangkan program dan kegiatan belajar yang mendorong
berkembangnyasikap dan cara berfikir kreatif.
• Kelima, membangun pola interaksi social di sekolah antara guru dan murid, murid dan
murid,guru dan guru, guru dan orang tua yang mendorong perkembangan semua anak secara
optimal.• Keenam, menciptakan lingkungan sekolah sebagai taman belajar.
• Ketujuh, mengembangkan kegiatan belajar yang mampu membangun karakter positif anak
sehingga anak memiliki semangat belajar untuk maju dan berkembang
• Kedelapan, membangun kegiatan belajar yang mampu mengembangkan ragam
potensikecerdasan anak baik segi intelektual, social-emosional, fisikal maupun kecerdasan
spiritualnya.Kedelapan aspek diatas sangat membantu anak-anak tunagrahita sehingga
16
mereka bisa tidak dianggap berbeda dan diterima oleh masyarakat serta tidak diperlakukan
secara khusus dan bisa berkembang dan berprestasi seperti anak-anak normal lainnya.
H. PROGRAM PERAWATAN/PELAYANAN BAGI PENYANDANG TUNA
GRAHITA :
1. Parent Education (Pendidikan dari Orang Tua).
Memberikan pengertian kepada orang tuanya untuk dapat menerima keadaan anaknya yang
cacat mental.
2. School Training (Pelatihan di Sekolah)
Pelatihan di sekolah terbatas hanya untuk cacat mental moron.
3. Institutianalization (Institusionalisasi)
Lembaga khusus yang menangani cacat mental. Dasar diadakannya lembaga ini, yaitu :
1) Kehadiran penderita cacat mental tidak diterima keluarganya.
2) Keluarga tidak sanggup merawat (karena kemampuan terbatas). Di lembaga ini, penderita
cacat mental ;
(1) mendapat perawatan medis, dan
(2) diberikan ketrampilan sesuai dengan kemapuan masing-masing.
4. Family Care (Kepedulian Keluarga)
Di rawat di keluarga yang mau dan mampu.
5. Occupational Training (Pelatihan Jabatan)
Gabungan antara lembaga khusus dengan School training , setelah diberikan pendidikan di
sekolah juga diberikan pendidikan ketrampilan khusus dilatih jenis pekerjaan tertentu.
6. Home Training (Pelatihan di Rumah)
Penderita cacat mental sebenarnya cukup dilatih di rumah oleh keluarganya agar
hubungan emosional antara orang tua dan anaknya yang cacat mental harus sama dengan
hubungan orang tua dengan anak — anak yang normal. Saudara — saudara yang normal
17
diberi pengertian oleh orang tuanya bahwa salah satu saudaranya ada yang cacat mental,
maksudnya agar mereka tidak malu mempunyai saudara yang cacat mental. Dapat dilatih cara
berpakaian, cara makan, pemeliharaan tubuh dan harus diberi kesempatan dengan anak —
anak yang lain untuk bermain, tetapi harus tetap diawasi.
B. Program bagi Penyandang Cacat Mental dari Pemerintah , meliputi:
1. Penyediaan aksesibilitas fisik dan non fisik
2. Rehabilitasi :
Melakukan pelayanan medis, psychosocial, dan jasa kejuruan.
(1). Pelayanan medis : pengawasan medis umum, konsultasi medis khusus, rehabilitasi
(merawat/menyusui), fisioterapi, therapy jabatan, therapy suara, laboratorium penyinaran.
(2). Pelayanan psychososial : menasehati, pengujian psikologis, evaluasi kejuruan, sosial
casework , bimbingan keluarga , mengawasi aktivitas sosial dan rekreasi.
(3). Latihan Kejuruan : memperhaiki peralatan, seni, memasak, membuat kain, pendidikan
bisnis, pembuatan perabot kayu, teknik laboratorium mengenai gigi , pendidikan distributif,
teknologi drafting, menjahit, elektronika, teknologi instrumen, laundry, perpustakaan, medis
khusus tentang (merawat/menyusui), memperbaiki motor, memperbaiki mesin kantor,
teknologi percetakan, program pelatihan kerjasama.
3. Bantuan sosial
4. Pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial.
C. Sistem Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial :
1. Pelayanan dan Rehabilitasi Dalam Panti yaitu ; Pemberian pelayanan dan rehabilitasi sosial
kepada penyandang cacat dalam asrama / suatu penampungan (panti) dengan berbagai
fasilitasnya, meliputi pemberian bimbingan sosial, mental, dan fisik serta ketrampilan kerja.
2. Pelayanan dan Rehabilitasi Luar Panti yaitu ; Pemberian pelayanan dan rehabilitasi sosial
dengan mengunakan fasilitas LBK (Loka Bina Karya), UPSK (Unit Pelayanan Sosial
Keliling), dan KUBE (Kelompok Usaha Bersama) dalam rangka mengembangkan
kemampuan fisik, mental, sosial dan keterampilan kerja penyandang cacat.
3. Pelayanan Berbasis Keluarga / Masyarakat yaitu ; Pemberian pelayanan yang bertumpu
pada peran keluarga dan masyarakat denga mendayagunakan secara optimal suber daya,
18
prakarsa dan potensi keluarga dan masyarakat dalam rangka mengembangkan kemampuan
fisik, mental, sosial dan ketrampilan kerja penyandang cacat.
D. Sasaran Pelayanan, meliputi :
1. Kelayanan Penyandang tuna grahita dengan kriteria, sebagai berikut .
(1) Umur 15 — 35 tahun.
(1) Sehat (tidak meninginap penyakit menular) dengan surat keterangan dari dokter.
(2) Mengalami hambatan dan gangguan dalam ketrampilan kerja produktif.
(3) Memiliki hambatan mental psikologis yang menimbulkan rasa rendah diri, lemahnya
kemauan dan kecintaan kerja serta tanggung jawab terhadap masa depan sendiri, keluarga
maupun masyarakat.
(4) Memiliki hambatan dalam melaksanakan fungsi sosial yang terlihat seperti ; tidak
memiliki kemauan dan berkemampuan bergaul dalam titik wajar, berkomunikasi secara
wajar, dan melaksanakan kegiatan masyarakat serta lebih tergantung kepada pihak lain.
(5) Rawan kondisi sosial ekonomi.
(6) Penyandang cacat mental retardasi yang mampu di didik dan di latih.
2. Keluarga dan Masyarakat, meliputi ;
(1) Keluarga dari penyandang cacat mental retardasi.
(2)Masyarakat yang terdiri dari ; Lingkungan sosial penyandang tuna grahita untuk
dipersiapkan sebagai sarana dan mitra dalam rangka menunjang keberhasilan usaha integrasi
penyandang cacat mental retardasi, dan Organisasi Sosial, pengusaha dan lembaga ekonomi
keuangan untuk di motivasi agar ikut berpartisipasi dalam menunjang usaha rehabilitasi bagi
para penyandang cacat retardasi.
19
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Tuna grahita merupakan keterlambatan fungsi kecerdasan secara umum
dibawah usiakronologisnya secara meyakinkan sehingga membutuhkan layanan
pendidikan khusus.Seseorang dikatakan tunagrahita apabila memiliki 3 hal, yaitu
keterhambatan fungsi kecerdasan secara umum di bawah rata-rata, disertai ketidak
mampuan adaptif, dan terjadi selama periode perkembangan (sampai usia 18
tahun).Tunagrahita dapat disebabkan oleh factor keturunan dan bukan keturunan.
Faktor keturunankerusakan pada sel keturunan, seperti kerusakan kromosom, gen,
dan salah satu atau kedua orangtua menderita kelainan atau hanya sebagai pembawa
sifat.Faktor di luar sel keturunan, diantaranya karena factor kekurangan gizi,
kecelakaan (traumakepala), dan gangguan metabolisme.Tunagrahita terbagi menjadi
4 bagian :1. Tunagrahita ringan -skor IQ 50 hingga 752. Tunagrahita sedang-skor IQ
30 hingga 503. Tunagrahita serius- skor IQ 30 ke bawahAnak tunagrahita memang
memiliki kemampuan terbatas,namun mereka masih memilikiharapan dengan melalui
pelatihan dan bimbingan juga kesempatan dan dukungan agar
merekamengembangkan potensi-potensinya sehingga mampu membantu dirinya
sendiri dan memilikiharga diri seperti orang-orang normal lainnya.Intinya adalah
agar anak dapat memfungsikan potensi-potensi yang masih ada dalam
dirinyaterutama agar dia bisa menjalani hidup yang bermartabat.Selain itu, untuk
penanganan anak-anak berkebutuhan khusus seperti tunagrahita
sebaiknyadikembangkan pendidikan inklusif di setiap sekolah. Pendidikan inklusif
sesungguhnya memilikitujuan mulia antara lain memberikan kesempatan seluas-
luasnya kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental,
dan social, potensi kecerdasan serta bakatistimewa untuk memperoleh pendidikan
yang bermutu.
B. SARAN
Hendaknya orang tua yang memiliki anak tuna grahita dapat menerima kehadiran
mereka sekaligus membimbing mereka dalam menghadapi tuntutan lingkungan,
20