31
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Tunagrahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata – rata. Tuna grahita adalah kata lain dari retardasi mental dan cacat mental. Anak tuna grahita memiliki keterbatasan dalam hal berpikir, kemampuan berpikir rendah, perhatiannya dan daya ingatnya lemah, suka berpikir abstrak, serta kurang mampu berpikir logis. Sebagai makhluk individu dan sosial, individu tunagrahita mempunyai hasrat untuk memenuhi segala kebutuhan sebagaimana layaknya anak normal lainnya, tetapi upaya individu tersebut lebih sering mengalami hambatan atau kegagalan yang berarti karena kesulitan melakukan penyesuaian diri dan memenuhi tuntutan lingkungan. Lazarus (1976) mengatakan bahwa penyesuaian diri itu dilakukan karena adanya tuntutan yang bersifat internal maupun eksternal. Individu tunagrahita tentunya tidak akan sampai melakukan penyesuaian diri yang salah jika orang tua dapat menerima kehadiran mereka sekaligus membimbing mereka dalam menghadapi tuntutan lingkungan, karena pada hakikatnya mereka membutuhkan perhatian dan dukungan dari keluarga terutama orangtua. Keluarga mempunyai peranan yang sangat penting dalam perkembangan fisik dan mental anak karena dengan orangtualah 1

MAKALAH POPULASI

Embed Size (px)

DESCRIPTION

makalah populasi

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Tunagrahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai

kemampuan intelektual di bawah rata – rata. Tuna grahita adalah kata lain dari retardasi

mental dan cacat mental. Anak tuna grahita memiliki keterbatasan dalam hal berpikir,

kemampuan berpikir rendah, perhatiannya dan daya ingatnya lemah, suka berpikir abstrak,

serta kurang mampu berpikir logis.

Sebagai makhluk individu dan sosial, individu tunagrahita mempunyai hasrat untuk

memenuhi segala kebutuhan sebagaimana layaknya anak normal lainnya, tetapi upaya

individu tersebut lebih sering mengalami hambatan atau kegagalan yang berarti karena

kesulitan melakukan penyesuaian diri dan memenuhi tuntutan lingkungan. Lazarus (1976)

mengatakan bahwa penyesuaian diri itu dilakukan karena adanya tuntutan yang bersifat

internal maupun eksternal.

Individu tunagrahita tentunya tidak akan sampai melakukan penyesuaian diri yang

salah jika orang tua dapat menerima kehadiran mereka sekaligus membimbing mereka dalam

menghadapi tuntutan lingkungan, karena pada hakikatnya mereka membutuhkan perhatian

dan dukungan dari keluarga terutama orangtua.

Keluarga mempunyai peranan yang sangat penting dalam perkembangan fisik dan

mental anak karena dengan orangtualah anak pertama kali berinteraksi. Nurhayati (2008)

menjelaskan peran orangtua adalah memberikan dasar pendidikan agama, menciptakan

suasana rumah yang hangat dan menyenangkan, serta memberikan pemahaman akan norma

baik dan buruk yang ada dalam masyarakat.

Kenyataan yang terjadi di masyarakat tentang pengasuhan anak tunagrahita yaitu

banyak orangtua yang justru menyembunyikan anaknya yang tunagrahita dan

membiarkannya tanpa dilatih keterampilan sedikitpun. Orangtua pun terkesan menutup diri

dari lingkungan, sehingga anak menjadi tidak mandiri dan pada akhirnya tidak dapat

menyesuaikan dirinya di lingkungan.

1

BAB I

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN ANAK TUNAGRAHITA

Tunagrahita merupakan asal dari kata tuna yang berarti “merugi” sedangkan grahita

yang berarti “pikiran”. Tunagrahita merupakan kata lain dari Retardasi Mental (Mental

Retardation) yang artinya terbelakang mental. Tunagrahita juga memiliki istilah- istilah

sebagai berikut :

a. Lemah fikiran (feeble minded)

b. Terbelakang mental (Mentally Retarded)

c. Bodoh atau dungu (idiot)

d. Cacat mental

e. Mental Subnormal, dll.

Anak tunagrahita adalah individu yang secara signifikan memiliki intelegensi

dibawah intelegensi normal. Menurut American Asociation on Mental Deficiency

mendefinisikan Tunagrahita sebagai suatu kelainan yang fungsi intelektual umumnya di

bawah rata- rata, yaitu IQ 84 ke bawah. Biasanya anak- anak tunagrahita akan mengalami

kesulitan dalam “Adaptive Behavior” atau penyesuaian perilaku. Hal ini berarti anak

tunagrahita tidak dapat mencapai kemandirian yang sesuai dengan ukuran (standard)

kemandirian dan tanggung jawab sosial anak normal yang lainnya dan juga akan mengalami

masalah dalam keterampilan akademik dan berkomunikasi dengan kelompok usia sebaya.

Anak- anak yang sulit berkomunikasi tidak selamanya itu adalah anak tunagrahita.

Bisa jadi anak yang bergejala demikian tergolong autisme. Antara autisme dan tunagrahita

terdapat perbedaan mendasar sehingga perlakuan yang diberikan pun harus berbeda. Menurut

Mudjito, autisme ialah anak yang mengalami gangguan berkomunikasi dan berinteraksi sosial

serta mengalami gangguan sensoris, pola bermain, dan emosi. Penyebabnya karena antar

jaringan dan fungsi otak tidak sinkron. Ada yang maju pesat, sedangkan yang lainnya biasa-

biasa saja. Survei menunjukkan, anak-anak autisme lahir dari ibu-ibu kalangan ekonomi

menengah ke atas. Ketika dikandung, asupan gizi ke ibunya tak seimbang.

2

Adapun tunagrahita adalah anak yang mengalami hambatan dan keterbelakangan mental,

jauh di bawah rata-rata. Gejalanya tak hanya sulit berkomunikasi, tetapi juga sulit

mengerjakan tugas-tugas akademik. Ini karena perkembangan otak dan fungsi sarafnya tidak

sempurna. Anak-anak seperti ini lahir dari ibu kalangan menengah ke bawah. Ketika

dikandung, asupan gizi dan zat antibodi ke ibunya tidak mencukupi.

Anak tunagrahita memiliki fungsi intelektual tidak statis. Kelompok tertentu,

termasuk beberapa dari down syndrome, memiliki kelainan fisik dibanding teman- temannya,

tetapi mayoritas dari anak tunagrahita terutama yang tergolong ringan, terlihat sama seperti

yang lainnya. Dari kebanyakan kasus banyak anak tunagrahita terdeteksi setelah masuk

sekolah. Tes IQ mungkin dapat dijadikan indikator dari kemampuan mental seseorang.

Kemampuan adaptif seseorang tidak selamanya tercermin pada hasil tes IQ. Latihan,

pengalaman, motivasi, dan lingkungan sosial sangat besar pengaruhnya pada kemampuan

adaptif seseorang.

1Menurut Moh. Amin (1995: 11), mengemukakan bahwa: Anak tunagrahita adalah

mereka yang kecerdasannya jelas berada dibawah rata – rata. Disamping itu mereka

mengalami keterbelakangan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Mereka kurang

cakap dalam memikirkan hal – hal yang abstrak, yang sulit dan berbelit. Mereka kurang atau

terbelakang atau tidak berhasil bukan untuk sehari dua hari atau sebulan dua bulan tetapi

untuk selama – lamanya, dan bukan hanya dalam satu dua hal tetapi dalam segala hal, lebih

– lebih dalam palajaran seperti: mengarang, menyimpulkan isi bacaan, menggunakan symbol

– symbol, berhitung dan dalam semua pelajaran yang bersifat teoritis, dan juga mereka

kurang atau terhambat dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa :

a. Anak tunagrahita memiliki kecerdasan dibawah rata-rata sedemikian rupa

dibandingkan dengan anak normal pada umumnya.

b. Adanya keterbatasan dalam perkembangan tingkah laku pada masa perkembangan.

c. Terlambat atau terbelakang dalam perkembangan mental dan sosial.

d. Mengalami kesulitan dalam mengingat apa yang dilihat, didengar sehingga

menyebabkan kesulitan dalam berbicara dan berkomunikasi.

1 Dipi, Amin. (1995). Ortopedagogik Anak Tunagrahita. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

3

e. Mengalami masalah persepsi yang menyebabkan tunagrahita mengalami kesulitan

dalam mengingat berbagai bentuk benda (visual perception) dan suara (audiotary

perception).

f. Keterlambatan atau keterbelakangan mental yang dialami tunagrahita menyebabkan

mereka tidak dapat berperilaku sesuai dengan usianya.

B. KLASIFIKASI ANAK TUNAGRAHITA

Potensi dan kemampuan setiap anak berbeda-beda demikian juga dengan anak

tunagrahita, maka untuk kepentingan pendidikannya, pengelompokkan anak tunagrahita

sangat diperlukan. Pengelompokan itu berdasarkan berat ringannya ketunaan, atas dasar itu

anak tungrahita dapat dikelompokkan.

1. Tunagrahita Ringan (Debil). Anak tunagrahita ringan pada umumnya tampang atau

kondisi fisiknya tidak berbeda dengan anak normal lainnya, mereka mempunyai IQ antara

kisaran 50 s/d 70. Mereka juga termasuk kelompok mampu didik, mereka masih bisa

dididik (diajarkan) membaca, menulis dan berhitung, anak tunagrahita ringan biasanya

bisa menyelesaikan pendidikan setingkat kelas IV SD Umum.

2. Tunagrahita Sedang atau Imbesil. Anak tunagrahita sedang termasuk kelompok latih.

Tampang atau kondisi fisiknya sudah dapat terlihat, tetapi ada sebagian anak tunagrahita

yang mempunyai fisik normal. Kelompok ini mempunyai IQ antara 30 s/d 50. Mereka

biasanya menyelesaikan pendidikan setingkat kelas II SD Umum.

3. Tunagrahita Berat atau Idiot. Kelompok ini termasuk yang sangat rendah

intelegensinya tidak mampu menerima pendidikan secara akademis. Anak tunagrahita

berat termasuk kelompok mampu rawat, IQ mereka rata-rata 30 kebawah. Anak

tunagrahita berat disebut juga idiot. karena dalam kegiatan sehari-hari mereka

membutuhkan pengawasan, perhatian, bahkan pelayanan yang maksimal. Mereka tidak

dapat mengurus dirinya sendiri apalagi berlindung dari bahaya. Asumsi anak tunagrahita

sama dengan anak Idiot tepat digunakan jika anak tunagrahita yang dimaksud tergolong

dalam tungrahita berat.

Anak luar biasa hanya sedikit berbeda dari anak normal. Namun sesungguhnya

dibalik “keluarbiasaannya” mereka benar-benar luar biasa. Kepercayaan ialah hal yang sangat

4

dibutuhkan dan menjadi bagian yang sangat berharga. Jangan pernah memandang sebelah

mata akan apa yang hanya terlihat dari luarnya.2

C. FAKTOR PENYEBAB KETUNAGRAHITAAN

Terdapat banyak faktor yang dapat menyebabkan seseorang menjadi tunagrahita. Para

ahli dari berbagai ilmu telah berusaha membagi faktor-faktor penyebab ini diantaranya adalah

sebagai berikut :

1. Faktor keturunan

Adanya kelainan kromosom baik autosom (mempunyai kromosom 3 ekor pada

kromosom nomor 21 sehingga anak mengalami Langdon Down’s Syndrome dan pada trisomi

kromosom nomor 15 anak akan menderita Patau’s Syndrome dengan ciri-ciri berkepala kecil,

mata kecil, berkuping aneh, sumbing, dan kantung empedu yang besar. Selain itu, setelah

mencapai masa puber tubuhnya menjadi panjang, gayanya mirip wanita, berpayudara besar.

2. Gangguan metabolisme dan gizi

Metabolisme dan gizi merupakan hal yang penting bagi perkembangan individu

terutama perkembangan sel-sel otak. Beberapa kelainan yang disebabkan oleh kegagalan

metabolisme dan kekurangan gizi diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Phenylketonuria

Salah satu akibat gangguan metabolisme asam amino juga kelainan gerakan enzym

phenylalanine hydroxide. Gejala umum yang nampak adalah tunagrahita, kekurangan

pigmen, microcephaly, serta kelainan tingkah laku.

b. Cretinisme

Disebabkan oleh keadaan hypohyroidism kronik yang terjadi selama masa janin atau

segera setelah melahirkan. Berat ringan kelainan tergantung pada tingkat kekurangan

thyroxin. Gejala utama yang tampak adalah adanya ketidak normalan fisik yang khas dan

ketunagrahitaan dan awal gejalanya dengan kurangnya nafsu makan, anak menjadi sangat

pendiam, jarang tersenyum dan tidur yang berlebihan.

2 http://laraasih.com/pendidikan/tunagrahita-tidak-selalu-idiot.lala

5

3. Infeksi dan keracunan

Adanya infeksi dan keracunan terjangkitnya penyakit-penyakit selama janin masih

berada dalam kandungan ibunya yang menyebabkan anak lahir menjadi tunagrahita.

a. Rubella

Penyakit ini menjangkiti ibu pada dua belas minggu pertama kehamilan. Selain

tunagrahita, ketidak normalan yang disebabkan penyakit ini adalah kelainan pendengaran,

penyakit jantung bawaan, berat badan yang sangat rendah pada waktu lahir dan lain-lain.

b. Syphilis bawaan

Kondisi bayi yang terkena Syphilis adalah kesulitan pendengaran, hidungnya tampak

seperti hidung kudai

c. Syndrome Gravidity beracun

Ketunagrahitaan yang timbul dari Syndrome Gravidity beracun terjadi pada sebagian

bayi yang lahir prematur, kerusakan janin yang disebabkan oleh zat beracun, dan

berkurangnya aliran darah pada rahim dan plasenta.

4. Trauma dan zat radioaktif

Trauma otak yang terjadi di kepala dapat menimbulkan pendarahan intracranial

terjadinya kecacatan pada otak. Ini biasanya disebabkan karena kelahiran yang sulit sehingga

memerlukan alat bantu. Selain itu penyinaran atau radiasi sinar X selama bayi dalam

kandungan mengakibatkan cacat mental microcephaly.

5. Masalah pada kelahiran

Adanya kelahiran yang disertai hypoxia (kejang dan nafas pendek) dipastikan bahwa

bayi yang akan dilahirkan menderita kerusakan otak.

6. Faktor lingkungan

Latar belakang pendidikan orang tua sering juga dihubungkan dengan masalah-

masalah perkembangan. Kurangnya kesadaran orang tua akan pentingnya pendidikan dini

serta kurangnya pengetahuan dalam memberikan rangsang-rangsang positif dalam masa

perkembangan anak dapat menjadi salah satu penyebab timbulnya gangguan atau hambatan

6

dalam perkembangan anak. Kurangnya kontak pribadi dangan anak, misalnya dengan tidak

mengajaknya berbicara, tersenyum, bermain yang mengakibatkan timbulnya sikap tegang,

dingin dan menutup diri. Kondisi demikian akan berpengaruh buruk terhadap perkembangan

anak baik fisik maupun mental intelektualnya.

D. KARAKTERISTIK ANAK TUNAGRAHITA

Karakteristik atau ciri-ciri anak tunagrahita dapat dilihat dari segi :

1.Fisik (Penampilan)

Fungsi-fungsi perkembangan anak tunagraita ada yang tertinggal jauh oleh anak

normal.adapula yang sama atau hampir menyamai anak normal.perkembangan jasmani dan

motorik anak tunagrahita tidak secepat perkembangan anak normal pada umumnya.hasil

penelitian menunjukan bahwa 3 th – 12 th ada dalam kategori kurang sekali. Sedangkan anak

normal pada umur yang sama ada dalam kategori kurang (M.Umardjani,1984). Dengan

demikian tingkat jasmani anak tunagrahita setingkat lebih rendah dibandingkan dengan anak

normal pada umur yang sama. Banyak hasil penelitian menunjukan bahwa pada anak

terbelakang korelasi tersebut lebih besar dari pada yang terdapat pada anak normal.dalam hal

kesegaran jasmani M Umarjani (1984) menemukan bahwa korelasi anak terbelakang putra

dan putri masing – masing 0,96 dengan taraf signifikan 0,01 serta 0,617 dengan taraf

signifikan 0,05.perkembangan motorik mencakup dua hal yaitu gross motor (seperti berjalan,

melompat, melempar) dan fine motor (seperti menulis, menyulam, menggunting dsb) pada

anak-anak yang pertama berkembang adalah gross, sedangkan fine motor.kita mempelajari

gerak-gerak jari dengan mudah, tetapi lain halnya dengan anak tunagrahita mereka

mengalami kesulitan untuk menguasainya. Banyak gerak-gerak yang kita pelajari hampir

secara instingtif, harus dipelajari anak tunagrahita secara khusus. Adapun gerak-gerak yang

termasuk gerak fundamental

2.Intelektual

a. Anak tunagrahita mampu mengetahui atau menyadari situasi, benda-benda dan orang di

sekitarnya, namun mereka tidak mampu memahami keberadaan dirinya. Hal tersebut

disebabkan oleh faktor bahasa yang manjadi hambatan, dikarenakan mereka pada umunya

sulit untuk mengatakan atau menyampaikan kata yang sesuai dengan keadaan yang

diinginkannya.

7

b. Mereka berkesulitan untuk memecahkan masalah-masalah yang ada, tidak mampu

membuat suatu rencana bagi dirinya, dan anak tersebut pun sulit untuk memilih alternatif

pilihan yang berbeda.

c. Mereka sulit sekali untuk menuliskan simbol-angka, sehingga secara umum mereka

memiliki kesulitan dalam bidang membaca, menulis dan berhitung.

d. Kemampuan belajar anak tunagrahita terbatas. Mereka mengalami kesulitan yang berarti

dalam pengetahuan yang bersifat konsep dan dalam menempatkan dirinya dengan keadaan

situasi lingkungannya.

3.Penyesuaian sosial dan keperibadian Anak Tuna Grahita

Perkembangan dorongan (drive) dan emosi berkaitan dengan derajat ketunagrahitaan

seorang anak. Anak tunagrahita berat tidak dapat menunjukkan dorongan pemeliharaan

dirinya sendiri. Mereka tidak bisa menunjukkan rasa lapar atau haus dan tidak dapat

menghindari bahaya. Pada anak tunagrahita sedang, dorongan berkembang lebih baik tetapi

kehidupan emosinya terbatas pada emosi – emosi yang sederhana.

Pada anak terbelakang ringan kehidupan emosinya tidak jauh berbeda dengan anak

normal akan tetapi tidak sekaya anak normal. Anak tunagrahita dapat memperlihatkan

kesedihan tetapi sukar untuk menggambarkan suasana terharu. Mereka bisa mengekspresikan

kegembiraan, tetapi sulit untuk mengungkapkan kekaguman. Kepribaian dan penyesuaian

social merupakan proses yang saling berkaitan.

Kepribadian seseorang mencerminkan cara yang tersebut berinteraksi dengan

lingkungan. Sebaliknya pengalaman – pengalaman penyesuaian diri sangat besar

pengaruhnya terhadap kepribadian. Dalam kepribadian tercakup susunan fisik, karakteristik

emosi, serta karakteristik seseorang. Di dalamnya juga tercakup cara – cara memberikan

respon terhadap rangsangan yang datingnya dari dalam maupun dari luar baik rangsangan

fisik maupun social. Apakah anak tunagrahita memiliki karakteristik khusus dalam

kepribadiannya.

Anak – anak tunagrahita mempunyai beberapa kekurangan. Anak tunagrahita pria

memiliki kekurangan berupa tidak matangnya emosi, depresi, bersikap dingin, menyendiri,

tidak dapat dipercaya, impulsif, lancaag dan merusak. Anak tunagrahita wanita mudah

dipengaruhi, kurang tabah, ceroboh, kurang dapat menahan diri dan cenderung melanggar

8

ketentuan dalam hal lain anak tunagrahita sama dengan anak normal. Kekurangan –

kekurangan dalam hal kepribadian akan berakibat pada proses penyesuaian diri.

Penyesuaian diri merupakan proses psikologis yang terjadi ketika kita menghadapi

berbagai situasi. Seperti anak normal, anak tunagrahita akan menghayati suatu emosi, jika

kebutuhannya terhalangi. Emosi – emosi yang positif adalah cinta, girang, simpatik. Emosi

ini tampak pada anak tuna grahita yang masih muda terhadap peristiwa – peristiwa yang

bersifat konkret, lingkungan bersifat positif terhadapnya, maka mereka akan lebih mampu

menunjukkan emosi – emosi yang positif itu. Emosi – emosi yang negative adalah perasaan

takut, giris, marah, dan benci. Anak terbelakang yang masih muda takut kepada hal – hal

yang mengancam keselamatannya. Anak tunagrahita yang lebih tua takut terhadap hal – hal

yang berkenaan dengan hubungan social.

Dalam tingkah laku social tercakup hal – hal seperti keterikatan dan ketergantrungan,

hubungan kesebayaan, self concept dan tingkah laku moral. Yang dimaksud dengan tingkah

laku keterikatan dan ketergantungan adalah kontak anak dengan orang dewasa (orang lain).

Seperti halnya anak normal, anak tunagrahita yang masih muda mula – mula memiliki

tingkah laku keterikatan kepada orang tua dan orang dewasa yang lain.

Dengan bertambahnya umur keterkaitan ini dialihkan kepada teman sebaya.

Ketergantungan yang tadinya bersifat satu pihak menjadai hubungan yang timbal balik.

Ketika anak merasa takut, giris, tegang, dan kehilangan orang tempat bergantung,

kecenderungan ketergantungannya bertambah. Berbeda dengan anak normal, anak

tunagrahita lebih banyak bersifat bergantung pada orang lain, dan kurang terpengaruh oleh

bantuan social. Dalam hubungan kesebayaan seperti halnya dengan anak kecil menolak anak

yang lain, tetapi setelah bertambah umur, mereka mengadakan kontak dan melakukan

kegiatan – kegiatan yang bersifat kerjasama. Berbeda dengan anak normal, anak tuna grahita

jarang diterima, sering ditolak oleh kelompok serta jarang menyadari posisi diri dalam

kelompok

Indikasi keterlambatan anak Tuna Grahita dalam bidang social umumnya terjadi karena hal-

hal berikut :3

a. Kurangnya kesempatan yang di berikan pada anak tuna grahita untuk melakukan

sosialisasi

3 Efendi, M. (2006). Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta : PT.Bumi Aksara.

9

b. Kekurangan motivasi untuk melakukan sosialisasi

c. Kekurangan bimbingan untuk melakukan sosialisasi

4. Bahasa Anak Tuna Grahita

Secara umum perkembangan bahasa digambarkan oleh Myklebust (1960), meliputi 5 tahap

perkembangan, seperti dapat dilihat dalam gambar berikut :

a. Inerlanguage

Inerlanguage adalah aspek bahasa yang pertama berkembang. Muncul kira – kira pada

usia 6 bulan. Karakteristik perilaku yang muncul pada tahap ini adalah pembentukan konsep

– konsep sederhana, seperti anak mendemonstrasikan pengetahuannya tentang hubungan

sederhana antara satu objek dengan objek yang lainnya. Tahap berikut dari perkembangan

innerlanguage adalah anak dapat memahami hubungan – hubungan yang lebih kompleks dan

dapat bermain dengan mainan dalam situasi yang bermakna. Contohnya menyusun perabot

didalam rumah – rumahan. Bentuk yang lebih komples dari perkembangan innerlanguage

adalah mentransformasikan pengalaman ke dalam symbol bahasa.

b. Receptive Language

Setelah innerlanguage berkembang, maka tahap berikutnya dalah receptive language

muncul. Pada kira – kira umur 8 bulan anak mulai mengerti sedikit – sedikit tentang apa yang

dikatakan orang lain kepadanya, anak mulai merespon apabila namanya dipanggil dan mulai

mengerti perintah. Menjelang kira – kira umur 4 tahunan anak lebih menguasai kemahiran

mendengar dan setelah itu proses penerimaan (receptive process) memberikan perluasan

kepada sistim bahasa verbal. Terhadap hubungan timbal balik antara innerlanguage dengan

receptive language. Perkembangan innerlanguage, melewati fase pembentukan konsep –

konsep sederhana menjadi tergantung kepada receptive language.

c. Ekspressive Language

Aspek terakhir dari perkembangan bahasa adalah bahasa ekspresif (ekspresive

language). Menurut Myklebust ekspresive language berkembang setelah pemantapan

pemahan. Bahasa ekspresif anak muncul pada usia kira – kira 1 tahun.

Perkembangan bahasa erat kaitannya dengan perkembangan kognisi, keduanya mempunyai

hubungan timbale balik. Perkembangan kognisi anak tugrahita mengalami hambatan,

10

karenanya perkembangan bahasanya juga akan terhambat. Anak tuna grahita pada umumnya

tidak bias menggunakan kalimat majemuk, dalam percakapan sehari – hari mereka lebih

banyak menggunakan kalimat tunggal. Ketika anak tunagrahita dibandingkan dengan anak

normal pada CA yang sama, anak tunagrahita pada umumnya mengalami gangguan

artikulasi, kualitas suara, dan ritme. Selain itu anak tunagrahita mengalami kelambatan dalam

perkembangan bicara (ekspresive auditori language). Dalam perkembangan morfologi anak

normal menguasai peningkatan sejumlah morfem sejalan dengan perkembangan umum.

Demikian juga anak tunagrahita dan anak normal yang memiliki MA yang sama

memperlihatkan level yang sama dalam perkembangan morfologi. Akan tetapi anak

tunagrahita yang memiliki CA yang sama dengan anak normal, anak tunagrahita memiliki

tahap lebih rendah dengan perkembangan morfologinya.

Hal terakhir dari perkembangan bahasa berkaitan dengan kemampuan bahasa yang

disebut semantic. Anak – anak memperlihatkan perkembangan semantic sama seperti pada

komponen lainnya. Anak terbelakang menunjukkan perkembangan semantic lebih lambat

dari pada anak normal. Tetapi tidak ada bukti bahwa mereka memiliki perbedaan pola

perkembangan sistaksis. Perkembangan vocabulary anak tunagrahita telah diteliti secara luas.

Hasilnya menunjukkan bahwa anak tunagrahita lebih lambat dari pada anak normal dari pada

kata permenit lebih banyak menggunakan kata – kata positif, lebih sering menggunakan kata

– kata yang lebih umum, hampir tidak pernah menggunakan kata – kata yang lebih umum,

hampir tidak pernah menggukan kata ganti, lebih sering menggunakan kata – kata bentuk

tunggal, dan anak tunagrahita dapat menggunakan kata – kata bervariasi.

E. DAMPAK KETUNAGRAHITAAN

Orang yang paling banyak menanggung beban akibat ketunagrahitaan adalah orang

tua dan keluarga anak tersebut. Oleh karena itu dikatakan bahwa penanganan anak

tunagrahita merupakan psikiatri keluarga. Keluarga anak tunagrahita berada dalam resiko,

mereka menghadapi resiko yang berat. Saudara – saudara anak tersebut pun menghadapi hal

– hal yang bersifat emosional.

Saat yang krisis adalah ketika keluarga itu pertama kali menyadari bahwa anak

tersebut tidak normal seperti yang lain. Jika anak tersebut menunjukkan gejala – gejala

kelainan fisik (misalnya mongolisme) maka kelainan anak dapat segera diketahui sejak anak

dilahirkan. Tetapi jika anak tersebut tidak mempunyai kelainan fisik, maka orang tua hanya

11

akan mengetahui dari hasil penelitian. Cara menyampaikan hasil penelitian sangatlah penting.

Orang tua mungkin menolak kenyataan atau menerima dengan beberapa persyaratan tertentu.

Dalam memberitahukan kepada orang tua hendaknya dilakukan terhadap kedua –

duanya (suami istri) secara bersamaan. Dianjurkan sejak awal sudah diperkenalkan dengan

orang yang juga mempunyai anak cacat. Orang tua hendaknya menyadari bahwa mereka

tidak sendirian. Lahirnya anak cacat (tunagrahita) selalu merupakan tragedy.

Reaksi orang tua berbeda – beda tergantung pada berbagai faktor, misalnya apakah

kecacatan tersebut dapat segera diketahuinya atau terhambat diketahuinya. Faktor lain yang

juga yang sangat penting ialah derajat ketunagrahitaannya dan jelas tidaknya kecacatan

tersebut terlihat orang lain.

Perasaan dan tingkah laku orang tua itu berbeda – beda dan dapat dibagi menjadi :

a. Perubahan tiba – tiba, hal ini mendorong untuk

1. Menolak kehadiran anak dengan memberikan sikap dingin.

2. Menolak dengan rasionalisasi, menahan anaknya di rumah dengan mendatangkan

orang yang terlatih untuk mengurusnya.

3. Merasa berkewajiban untuk memelihara tetapi melakukan tanpa memberikan

kehangatan.

4. Memelihara dengan berlebihan sebagai kompensasi terhadap perasaan menolak.

b. Merasa ada yang tidak beres tentang urusan keturunan

1. Perasaan ini mendorong timbulnya suatu perasaan depresi.

2. Merasa kurang mampu mengasuhnya perasaan ini mehilangkan kepercayaan

kepada diri sendiri dalam mengasuhnya.

3. Kehilangan kepercayaan akan mempunyai anak yang normal.

a. Karena kehilangan kepercayaan tersebut orang tua cepat marah, tingkah laku agresif.

b. Kedudukan tersebut dapat mengakibatkan depresi.

c. Pada permulaan mereka segera mampu menyesuaikan diri sebagai orang tua anak

tunagrahita, akan tetapi mereka terganggu lagi saat – saat menghadapi peristiwa – peristiwa

kritis.

c. Terkejut dan kehilangan kepercayaan diri, kemudian berkonsultasi untuk mendapat

berita – berita yang lebih baik.

12

d. Banyak tulisan yang menyatakan bahwa orang tua merasa berdosa. Sebenarnya perasaan

tersebut tidak selalu ada. Perasaan tersebut bersifat kompleks dan dapat mengakibatkan

depresi.

e. Merasa bingung dan malu, yang mengakibatkan orang tua kurang suka bergaul dan lebih

suka menyendiri.

Adapun saat – saat kritis itu terjadi pada saat berikut :

1. Pertama kali mengetahui bahwa anaknya cacat.

2. Memasuki pada umur sekolah, pada saat tersebut sangat penting kemampuan masuk

sekolah

biasa, sebagai tanda bahwa anak tersebut normal.

3. Meninggalkan sekolah.

4. Orang tua bertambah tua, sehingga tidak mampu lagi memelihara anaknya yang cacat.

Pada saat – saat kritis seperti ini biasanya orang tua lebih mudah merasa saran dan

peyunjuk. Setelah kejutan yang pertama orang tua ingin mengetahui mengapa anaknya

tunagrahita. Mereka dan anak – anaknya yang normal ingin mengetahui apakah sesudah

melahirkan anak yang tuna grahita apakah mereka melahirkan anaknya yang normal.

Pada umumnya masyarakat kurang mengacuhkan anak tunagrahita, bahkan tidak

dapat membedakannya dari orang gila. Orang tua biasanya tidak memiliki gambaran

mengenai masa depan anaknya yang tunagrahita. Mereka tidak mengetahui layanan yang

dibutuhkan oleh anaknya yang tersedia di masyarakat. Saudara – saudaranya ketika

memasuki usia remaja mengetahui hal – hal menyangkut emosionalnya, kehadiran

saudaranya yang tunagrahita dirasakan sebagai beban baginya. Dilihat dari sudut tertentu,

baik juga seandainya anak tunagrahita dipisahkan di tempat – tempat penampungan. Tetapi

bila dilihat dari sudut lain pemisahan seperti ini dapat pula mengakibatkan ketegangan orang

tua, terlebih – lebih bagi ibu – ibu yang selama ini menyayangi orang tersebut.

Adapun Peran Orangtua yang mempunyai anak Tuna Grahita adalah :4

Peran orangtua tidak terlepas dari pola asuh yang diterapkan orangtua dalam

keluarga, dan dukungan orangtua dalam setiap perkembangan anak. Oleh karena itu, maka

dalam hal ini penulis juga akan menjelaskan tentang pola asuh dan dukungan orangtua. Peran

orangtua adalah memberikan dasar pendidikan agama, menciptakan suasana rumah yang

4Nurhayati. (2008). Penyimpangan Sosial:Apa Tugas Orangtua di Hadapan Anak?. http://www.al-shia.com. Diakses tanggal 27 november 2011

13

hangat dan menyenangkan, serta memberikan pemahaman akan norma baik dan buruk yang

ada dalam masyarakat.

F. USAHA PENCEGAHAN TUNAGRAHITA

Berbagai alternative dan upaya – upaya pencegahan yang disarankan antara lain :

· Penyluh genetic, yaitu sesuatu usaha mengkomunikasikan berbagai informasi mengenai

masalah genetika.

· Diagnotis prenatal, yaitu usaha pemeriksaan kehamilan sehingga dapat diketahui lebih dini

apakah janin mengalami kelainan.

· Imunisasi, diakukan terhadap ibu hamil maupun anak balita.

· Tes darah, dilakuka terhadap pasangan yang akan menikah untuk menghindari kemungkian

menurunkan benih – benih kelainan.

· Melalui program KB, pasangan suami istri dapat mengatur kehamilan dan menciptakan

keluarga yang sejahtera baik fisik dan psikis.

· Tindakan operasi, dibutuhkan bila ada kelahiran dengan resiko tinggi misalnya kekurangan

oksigen, adanya trauma pada masa perenatal atau proses kelahiran.

· Sanitasi lingkungan, mengupayakan terciptanya lingkungan yang baik sehingga tidak

menghambat perkembangan bayi atau anak.

· Pemeliharaan kesehatan, terutama pada ibu hamil yang menyangkut pemeriksaan kesehatan

selama hamil, penyediaan vitamin, menghindaari radiasi.

· Intervensi dini, dibutuhkan oleh para orang tua agar dapat membantu perkebangan anak

secara dini.

G.PENANGANAN TUNA GRAHITA

Guru memegang peranan penting dalam pendidikan khusus untuk berbagai jenis

ketidak mampuan termasuk termasuk tunagrahita.Peran apapun yang dimainkan, guru

pendidikan khusus berhadapan dengan situasi yang membutuhkan mereka untuk membuat

keputusan dan rencana pendidikan untuk murid mereka, termasuk penilaian.Terdapat banyak

kasus dimana murid tidak diketahui secara pasti kecacatan yang dialaminya dan sering

14

dianggap sebagai murid yang gagal dalam pembelajaran karena bodoh, malas dan

sebagainya. Maka ujian pengenalan harus dilakukan agar dapat diketahui dengan baik

masalah yang sebenarnya yang menyebabkan murid tersebut tidak mencapai tujuan

pembelajaran.Pelaksanaan uji pengenalan bukanlah hal yang mudah karena menuntut guru

untuk memilikikemampuan untuk melakukan uji tersebut. Contohnya guru harus memiliki

pengetahuan dankeahlian dalam meniai untuk menentukan ketidakmampuan murid luar biasa

seperti berikut:

• Pengumpulan data: Proses mengumpulkan informasi dari berbagai sumber mengenai

murid,seperti rapor sekolah yang ada, sikap dan atensi, informasi dari orang tua dan laporan

guru

.• Analisis : Analisis untuk latar belakang anak-anak dari segi pendidikan, social,

lingkungan,catatan medis, emosi dan pertubuhan, serta perkembangan

.• Penilaian: Menilai murid dari segi perkembangan akademik, intelektual, psikologis, emosi,

persepsi, bahasa, kognitif, dan pengobatan untuk menentukan kelebihan dan kekurangannya

• Penentuan: Menentukan ketidakmampuan atau tingkat kecacatan murid berdasarkan cirri-

ciriuntuk setiap kategori.

• Rencana: Merencanakan program pendidikan yang sesuai untuk murid

denganmenyerahkaannya kepada orang tua.Penilaian dan uji pengenalan adalah proses yang

kompleks yang membutuhkan banyak carauntuk mengumpulkan informasi mengenai murid.

Proses mengumpukan informasi membutuhkan perhatian terhadap interaksi murid dengan

orang tua, guru, dan teman-temannya; berbicaradengan murid dan mereka yang memiliki

hubungan dekat dengannya; meneliti rapor sekolah dancatatan penilaian yang pernah

dilakukan; menilai latar belakang perkembangan dan catatanmedis; menggunakan informasi

berdasarkan kumpulan pengamatan dari orang tua atau guru;menilai kebutuhan dan penilaian

kurikulum; menilai jenis dan tahap pembelajaran murid di saatwaktu tertentu; menggunakan

analisis tugas untuk mengetahui komponen yang dikuasai dankemampuan yang belum

dikuasai; dan mengumpulkan skala mengenai sikap guru terhadapmurid, penerimaan teman

sebaya dan kelasnya.Pengumpulan informasi mengenai murid dengan menggunakan berbagai

metode dan sumber informasi harus memberika gambaran tentang kelebihan dan kebutuhan

murid, kecacatan yang ada padanya, dan dampak terhadap pencapaian pembelajarannya.

Tujuan yang realistis dansesuai harus ditentukan untuk murid tersebut.Selain itu, untuk

15

penanganan anak-anak berkebutuhan khusus seperti tunagrahita sebaiknyadikembangkan

pendidikan inklusif di setiap sekolah. Pendidikan inklusif sesungguhnya memilikitujuan

mulia antara lain memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada semua peserta didik yang

memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan social, potensi kecerdasan serta

bakatistimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan

kemampuannya dan juga untuk mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang

menghargaikeanekaragaman dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik.Pendidikan

inklusif merupakan salah satu kebijakan pemerintah untuk perluasan akses dan peningkatan

mutu pendidikan bagi semua anak yang mengalami kelainan fisik, mental, social,maupun

kombinasi dari ketiga aspek tersebut dan memiliki masalah dalam hal komunikasi,sensor

motorik, belajar, dan tingkah lakunya untuk mengikuti kegiatan belajar secara bersama-sama

dengan peserta didik pada umumnya.Pembelajaran dalam mewujudkan pendidikan inklusif

bias dilakukan dengan berbagai cara,diantaranya:

• Pertama, membangun lingkungan belajar yang stimulatif, sportif, serta ramah terhadap

ragam potensi kecerdasan anak.

• Kedua, mengembangkan kegiatan belajar yang aktif,kreatif,efektif, dan menyenangkan

sesuaidengan kebutuhan anak.

• Ketiga, merancang kegiatan belajar yang memfungsikan seluruh modus berfikir otak seperti

memori, kognisi, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.

• Keempat, mengembangkan program dan kegiatan belajar yang mendorong

berkembangnyasikap dan cara berfikir kreatif.

• Kelima, membangun pola interaksi social di sekolah antara guru dan murid, murid dan

murid,guru dan guru, guru dan orang tua yang mendorong perkembangan semua anak secara

optimal.• Keenam, menciptakan lingkungan sekolah sebagai taman belajar.

• Ketujuh, mengembangkan kegiatan belajar yang mampu membangun karakter positif anak

sehingga anak memiliki semangat belajar untuk maju dan berkembang

• Kedelapan, membangun kegiatan belajar yang mampu mengembangkan ragam

potensikecerdasan anak baik segi intelektual, social-emosional, fisikal maupun kecerdasan

spiritualnya.Kedelapan aspek diatas sangat membantu anak-anak tunagrahita sehingga

16

mereka bisa tidak dianggap berbeda dan diterima oleh masyarakat serta tidak diperlakukan

secara khusus dan bisa berkembang dan berprestasi seperti anak-anak normal lainnya.

H. PROGRAM PERAWATAN/PELAYANAN BAGI PENYANDANG TUNA

GRAHITA :

1. Parent Education (Pendidikan dari Orang Tua).

Memberikan pengertian kepada orang tuanya untuk dapat menerima keadaan anaknya yang

cacat mental.

2. School Training (Pelatihan di Sekolah)

Pelatihan di sekolah terbatas hanya untuk cacat mental moron.

3. Institutianalization (Institusionalisasi)

Lembaga khusus yang menangani cacat mental. Dasar diadakannya lembaga ini, yaitu :

1) Kehadiran penderita cacat mental tidak diterima keluarganya.

2) Keluarga tidak sanggup merawat (karena kemampuan terbatas). Di lembaga ini, penderita

cacat mental ;

(1) mendapat perawatan medis, dan

(2) diberikan ketrampilan sesuai dengan kemapuan masing-masing.

4. Family Care (Kepedulian Keluarga)

Di rawat di keluarga yang mau dan mampu.

5. Occupational Training (Pelatihan Jabatan)

Gabungan antara lembaga khusus dengan School training , setelah diberikan pendidikan di

sekolah juga diberikan pendidikan ketrampilan khusus dilatih jenis pekerjaan tertentu.

6. Home Training (Pelatihan di Rumah)

Penderita cacat mental sebenarnya cukup dilatih di rumah oleh keluarganya agar

hubungan emosional antara orang tua dan anaknya yang cacat mental harus sama dengan

hubungan orang tua dengan anak — anak yang normal. Saudara — saudara yang normal

17

diberi pengertian oleh orang tuanya bahwa salah satu saudaranya ada yang cacat mental,

maksudnya agar mereka tidak malu mempunyai saudara yang cacat mental. Dapat dilatih cara

berpakaian, cara makan, pemeliharaan tubuh dan harus diberi kesempatan dengan anak —

anak yang lain untuk bermain, tetapi harus tetap diawasi.

B. Program bagi Penyandang Cacat Mental dari Pemerintah , meliputi:

1. Penyediaan aksesibilitas fisik dan non fisik

2. Rehabilitasi :

Melakukan pelayanan medis, psychosocial, dan jasa kejuruan.

(1). Pelayanan medis : pengawasan medis umum, konsultasi medis khusus, rehabilitasi

(merawat/menyusui), fisioterapi, therapy jabatan, therapy suara, laboratorium penyinaran.

(2). Pelayanan psychososial : menasehati, pengujian psikologis, evaluasi kejuruan, sosial

casework , bimbingan keluarga , mengawasi aktivitas sosial dan rekreasi.

(3). Latihan Kejuruan : memperhaiki peralatan, seni, memasak, membuat kain, pendidikan

bisnis, pembuatan perabot kayu, teknik laboratorium mengenai gigi , pendidikan distributif,

teknologi drafting, menjahit, elektronika, teknologi instrumen, laundry, perpustakaan, medis

khusus tentang (merawat/menyusui), memperbaiki motor, memperbaiki mesin kantor,

teknologi percetakan, program pelatihan kerjasama.

3. Bantuan sosial

4. Pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial.

C. Sistem Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial :

1. Pelayanan dan Rehabilitasi Dalam Panti yaitu ; Pemberian pelayanan dan rehabilitasi sosial

kepada penyandang cacat dalam asrama / suatu penampungan (panti) dengan berbagai

fasilitasnya, meliputi pemberian bimbingan sosial, mental, dan fisik serta ketrampilan kerja.

2. Pelayanan dan Rehabilitasi Luar Panti yaitu ; Pemberian pelayanan dan rehabilitasi sosial

dengan mengunakan fasilitas LBK (Loka Bina Karya), UPSK (Unit Pelayanan Sosial

Keliling), dan KUBE (Kelompok Usaha Bersama) dalam rangka mengembangkan

kemampuan fisik, mental, sosial dan keterampilan kerja penyandang cacat.

3. Pelayanan Berbasis Keluarga / Masyarakat yaitu ; Pemberian pelayanan yang bertumpu

pada peran keluarga dan masyarakat denga mendayagunakan secara optimal suber daya,

18

prakarsa dan potensi keluarga dan masyarakat dalam rangka mengembangkan kemampuan

fisik, mental, sosial dan ketrampilan kerja penyandang cacat.

D. Sasaran Pelayanan, meliputi :

1. Kelayanan Penyandang tuna grahita dengan kriteria, sebagai berikut .

(1) Umur 15 — 35 tahun.

(1) Sehat (tidak meninginap penyakit menular) dengan surat keterangan dari dokter.

(2) Mengalami hambatan dan gangguan dalam ketrampilan kerja produktif.

(3) Memiliki hambatan mental psikologis yang menimbulkan rasa rendah diri, lemahnya

kemauan dan kecintaan kerja serta tanggung jawab terhadap masa depan sendiri, keluarga

maupun masyarakat.

(4) Memiliki hambatan dalam melaksanakan fungsi sosial yang terlihat seperti ; tidak

memiliki kemauan dan berkemampuan bergaul dalam titik wajar, berkomunikasi secara

wajar, dan melaksanakan kegiatan masyarakat serta lebih tergantung kepada pihak lain.

(5) Rawan kondisi sosial ekonomi.

(6) Penyandang cacat mental retardasi yang mampu di didik dan di latih.

2. Keluarga dan Masyarakat, meliputi ;

(1) Keluarga dari penyandang cacat mental retardasi.

(2)Masyarakat yang terdiri dari ; Lingkungan sosial penyandang tuna grahita untuk

dipersiapkan sebagai sarana dan mitra dalam rangka menunjang keberhasilan usaha integrasi

penyandang cacat mental retardasi, dan Organisasi Sosial, pengusaha dan lembaga ekonomi

keuangan untuk di motivasi agar ikut berpartisipasi dalam menunjang usaha rehabilitasi bagi

para penyandang cacat retardasi.

19

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Tuna grahita merupakan keterlambatan fungsi kecerdasan secara umum

dibawah usiakronologisnya secara meyakinkan sehingga membutuhkan layanan

pendidikan khusus.Seseorang dikatakan tunagrahita apabila memiliki 3 hal, yaitu

keterhambatan fungsi kecerdasan secara umum di bawah rata-rata, disertai ketidak

mampuan adaptif, dan terjadi selama periode perkembangan (sampai usia 18

tahun).Tunagrahita dapat disebabkan oleh factor keturunan dan bukan keturunan.

Faktor keturunankerusakan pada sel keturunan, seperti kerusakan kromosom, gen,

dan salah satu atau kedua orangtua menderita kelainan atau hanya sebagai pembawa

sifat.Faktor di luar sel keturunan, diantaranya karena factor kekurangan gizi,

kecelakaan (traumakepala), dan gangguan metabolisme.Tunagrahita terbagi menjadi

4 bagian :1. Tunagrahita ringan -skor IQ 50 hingga 752. Tunagrahita sedang-skor IQ

30 hingga 503. Tunagrahita serius- skor IQ 30 ke bawahAnak tunagrahita memang

memiliki kemampuan terbatas,namun mereka masih memilikiharapan dengan melalui

pelatihan dan bimbingan juga kesempatan dan dukungan agar

merekamengembangkan potensi-potensinya sehingga mampu membantu dirinya

sendiri dan memilikiharga diri seperti orang-orang normal lainnya.Intinya adalah

agar anak dapat memfungsikan potensi-potensi yang masih ada dalam

dirinyaterutama agar dia bisa menjalani hidup yang bermartabat.Selain itu, untuk

penanganan anak-anak berkebutuhan khusus seperti tunagrahita

sebaiknyadikembangkan pendidikan inklusif di setiap sekolah. Pendidikan inklusif

sesungguhnya memilikitujuan mulia antara lain memberikan kesempatan seluas-

luasnya kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental,

dan social, potensi kecerdasan serta bakatistimewa untuk memperoleh pendidikan

yang bermutu.

B. SARAN

Hendaknya orang tua yang memiliki anak tuna grahita dapat menerima kehadiran

mereka sekaligus membimbing mereka dalam menghadapi tuntutan lingkungan,

20

karena pada hakekatnya mereka membutuhkan perhatian dan dukungan dari

keluarga.

21