30
TUGAS MATA KULIAH SISTEM OPTIMASI MAKALAH OLEH : 1. DASWIL 2. OKI IRAWAN (NIM : 2012310126) (NIM : 2012310130) JURUSAN TEKNIK ELEKTRO REGULER B 1

MAKALAH OPTIMASI

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: MAKALAH OPTIMASI

TUGASMATA KULIAH SISTEM OPTIMASI

MAKALAH

OLEH :1. DASWIL2. OKI IRAWAN

(NIM : 2012310126)(NIM : 2012310130)

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO REGULER BFAKULTAS TEKNIK INDUSTRI

INSTITUT TEKNOLOGI PADANG2013

OPTIMASI SISTEM HIDROTERMIS JAWA-BALI

1

Page 2: MAKALAH OPTIMASI

DENGAN MENGGUNAKAN METODERANDOM UNIT OUTAGE

1. Pendahuluan

Sistem tenaga listrik harus memperhatikan agar daya listrik yang dibangkitkan pada suatu sistem tenaga listrik harus selalu sama dengan daya yang dibutuhkan konsumen. Dalam sistem interkoneksi semua pembangkit perlu dikoordinir agar dicapai biaya pembangkitan yang minimum dengan tetap memperhatikan mutu dan keandalan dimana menyangkut frekuensi,tegangan dan gangguan.

Agar energi listrik yang disalurkan dari sistem interkoneksi dapat digunakan dan bermanfaat bagi para konsumen, perlu dilakukan operasi sistem tenaga listrik yang matang yang bertujuan untuk menjaga agar bisa diatur sedemikian rupa sehingga biaya operasi seminim mungkin bisa dicapai yaitu melalui suatu metode optimasi.

2. Pengoptimalan Operasi Sistem Hidrotermis Dengan Metode Random Unit Outage

Formulasi metode Random Unit Outage dibuat dalam bentuk biaya total yang diperoleh dari:

Biaya total = OC (t) + EIC (t) (1)

Dimana:OC(t)

EIC(t)

:

:

Operating cost atau biaya operasi untuk suatu periode tertentu sistem (Rp)Expected interruption cost atau biaya energi terputus untuk suatu periode tertentu sebagai fungsi dari tingkat keandalan sistem (Rp)

Operation Cost (OC) atau biaya operasi merupakan biaya pembangkitan yang dikeluarkan untuk membangkitkan sejumlah beban. Tetapi, karena di Indonesia air bernilai gratis, maka pembangkitan dengan menggunakan unit PLTA tidak memerlukan biaya operasi (OC), sehingga biaya operasi hanya diperoleh dari pembangkitan dengan unit termis.

Namun, bagaimanapun juga proses optimasi tetap dilakukan pada kedua kelompok pembangkit tersebut sehingga, dibagi menjadi dua subproblem yang diselesaikan secara bertahap yaitu subproblem hidro, yang dipecahkan dengan menggunakan metode Gradien, dan subproblem termis, yang diselesaikan dengan metode Dynamic Perogramming (DP).

2.1. Subproblem hidro

2

Page 3: MAKALAH OPTIMASI

Walaupun pembangkitan unit hidro tidak memerlukan biaya, namun harus tetap diakumulasikan ke dalam perhitungan biaya operasi agar dihasilkan biaya yang optimum. Oleh karena itu, sebelum dilakukan perhitungan subproblem termis, harus ada koordinasi antara kedua kelompok pembangkitan yang dimasukkan sebagai subproblem hidro. Dalam hal ini, koordinasi dilakukan dengan memakai metode gradient dimana dalam metode ini, unit pembangkit hidro tidak dibebani konstan setiap saat tetapi mengikuti perubahan kenaikan biaya bahan bakar per pembangkitan termis:

MetodeGradient = ( ∂ F ( PT )∂ PT

)Dengan membebankan unit pembangkit termis secara merit loading yaitu

pembebanan yang diurutkan mulai dari unit yang mempunyai biaya pembangkitan terendah (termurah).

Dalam subsistem hidro (Djiteng, 1990: 1990), banyaknya air per satuan waktu (m3/detik) sebagai fungsi daya yang akan dibangkitkan adalah q(PH), perubahan pemakaian air sebagai fungsi kenaikan pembangkitan subsistem hidro menurut deret Taylor hanya memakai suku pertamanya:

Δq(PH) = ∂ q ( PH )

∂ PH

ΔPH (2)

begitu pula untuk subsistem termis, F(PT) adalah biaya bahan bakar per satuan waktu (Rp/Jam) sebagai fungsi daya yang dibangkitkan, maka kenaikan biaya bahan bakar per satuan waktu sebagai fungsi kenaikan pembangkitan subsistem termis adalah:

ΔF(PT) = ∂ F ( PT )

∂ PT

ΔPT (3)

agar didapat hubungan antara Δq(PH) (persamaan (2)) dengan ΔF(PT) (persamaan (3)), dipakai persamaan yaitu:

PB - (PH + PT) = 0 (4)

Dari persamaan (4) tersebut, terlihat bahwa suatu kenaikan nilai PH diikuti dengan penurunan nilai PT dengan jumlah yang sama untuk melayani suatu nilai beban PB, sehingga:

ΔPH = - ΔPT (5)

sementara itu dari persamaan (2) didapat:

3

Page 4: MAKALAH OPTIMASI

ΔPH =

∆ q ( PH )∂ ( PH )∂ PH

kemudian dengan memasukkan persamaan tersebut ke dalam persamaan (5) didapat:

ΔF(PT) = -

∂ F ( PT )∂ PT

∆ q ( PH )∂ q ( PH )

∂ PH

= -

∂ F ( PT )∂ PT

∂ q ( PH )∂ PH

Δq(PH)

= -β.Δq(PH) (6)

dimana

β =

∂ F ( PT )∂ PT

∂ q ( PH )∂ PH

(7)

persamaan (6) menggambarkan penghematan biaya bahan bakar yang dapat dilakukan sebagai fungsi Δq(PH), artinya dengan menambahkan pemakaian air sebesar Δq(PH), akan didapatkan penghematan biaya bahan bakar fungsi ΔF(PT), sebesar mungkin dengan cara melakukannya pada saat β (harga air) mencapai nilai maksimum.

Penyebut dari β yaitu β = ∂ q ( PH )

∂ PH

dianggap konstan.

Oleh sebab itu, nilai β yang maksimum didapat dengan mencari nilai maksimum dari

pembilang β yaitu ∂ F ( PT )

∂ PT

, artinya pada saat ini nilai ∂ F ( PT )

∂ PT

tinggi, PLTA harus

dibebani pada nilai maksimum nya dan pada saat nilai ∂ F ( PT )

∂ PT

rendah, PLTA harus

dibebani pada nilai minimumnya, maka besar daya yang harus dibangkitkan oleh unit

pembangkit hidro pun harus mengikuti perubahan nilai ∂ F ( PT )

∂ PT

tersebut, dengan batas

pembebanan sebesar:

PH min ≤ PH ≤ Pmaks (8)

4

Page 5: MAKALAH OPTIMASI

Yang ditentukan dengan menetapkan suatu nilai P, dimana nilai P merupakan nilai ∂ F ( PT )

∂ PT

yang paling kecil yang boleh dipakai, sehingga:

∂ F ( PT )∂ PT

> P maka PH = PHmaks (9)

dan∂ F ( PT )

∂ PT

< P maka PH = PHmin (10)

pembebanan unit pembangkit hidro di atas dilakukan dengan mengingat batasan pada persamaan (8) serta memperhatikan besar produksi energi (KWh) yang bisa diperoleh dari jumlah air yang diperkirakan masuk (qinflow) ke PLTA dalam suatu periode tertentu, agar total daya hidro yang dibangkitkan dalam periode tersebut tidak lebih kecil atau melebihi perkiraan produksi energi tersebut, hal ini bertujuan agar air bisa terpakai habis sehingga pemanfaatannya efisien.

Dalam makalah ini, hasil perhitungan subproblem hidro yang berupa biaya pembangkitan serta pembebanan unit pembangkit termis tidak akan digunakan untuk perhitungan selanjutnya, yang dipakai hanya hasil pembebanan unit pembangkit hidro untuk setiap jam dalam suatu periode. Hasil yang berupa daya pembangkitan hidro (PH) ini akan dikurangi dengan beban sistem untuk selanjutnya sisanya digunakan untuk perhitungan subproblem termis dengan metode Dynamic Programming.

2.2. Subproblem Termis

Penyelesaian subproblem termis yaitu penentuan kombinasi pembebanan diantara unit-unit pembangkit termis tiap satu jam. Subproblem termis dipecahkan dengan tujuan agar didapat biaya bahan bakar yang minimal dengan menggunakan metode Dynamic Programming dalam mencari alternatif yang optimum berupa kombinasi unit pembangkit termis yang terbaik untuk melayani beban tertentu.

Dynamic Programming adalah suatu cara pemecahan persoalan untuk mencari keluaran yang optimal dari berbagai alternatif (G. Hadley, 1964: 350-358), dalam hal ini ialah unit pembangkit, yang bisa ditempuh untuk memenuhi suatu beban tertentu. Dalam metode ini, peminimalan biaya dilakukan secara bertahap dimana dilakukan terhadap biaya minimum unit 1 yang sudah ditambah dengan biaya unit ke-2. Dari perhitungan ini didapatkan biaya minimum dari dua unit pembangkit serta keluaran unit ke- 2 kemudian dilakukan peminimalan untuk tiga unit. Demikian seterusnya hingga didapatkan biaya minimum untuk m unit pembangkit (m = jumlah unit pembangkit) yang terdapat dalam sistem serta keluaran masing-masing unit tersebut. Keuntungan dari penggunaan metode ini adalah dengan mengetahui cara optimal untuk pengoperasian m unit pembangkit, maka dengan mudah dapat ditentukan cara optimal pengoperasian dari (m + 1) unit pembangkit.

5

Page 6: MAKALAH OPTIMASI

Perumusan pengoptimalan biaya pembebanan dengan metode Dynamic Programming (DP) dapat dinyatakan sebagai berikut:

FM(X) = Minimumkan [fM (Y) + FM-1 (X-Y)] (11)

Dengan batasan – batasan:

Y є YM (12)

(X–Y) є XM-1 (13)

YM = {Y | Y= 0 atau YM min ≤ Y ≤ YM maks} (14)

XM-1 = {X | X = 0 atau X(M-1) min ≤ X ≤ X(M-1) maks} (15)

X(M-1) min = Minimumkan [Y1min, Y2min, Y3min, …, YMmin] (16)

X(M-1) maks = (X1maks + X2 maks + … + XMmaks) (17)

Dimana:FM(X)

FM(Y)

FM-1 (X-Y)

YM min

YM maks

:

:

:

::

Biaya bahan bakar minimum M unit pembangkit dengan beban sebesar X MW (Rp / Jam)Biaya bahan bakar unit pembangkit ke - M dengan beban sebesar Y MW (Rp / Jam)Biaya bahan bakar minimum (M-1) unit pembangkit dengan beban sebesar (X-Y) MW (Rp / Jam)Keluaran minimum unit pembangkit ke-M (MW)Keluaran maksimum unit pembangkit ke-M (MW)

Agar persamaan (11) bisa dipecahkan, harus diketahui dahulu kurva biaya bahan bakar masing-masing unit pembangkit dengan persamaan berikut ini:

fM (Y) = a0 + a1PT + a2PT2 (18)

Dengan menggunakan persamaan dari kurva biaya bahan bakar diatas, maka perhitungan biaya pembebanan dapat dilakukan. Tetapi sebelum perhitungan dilakukan harus ditentukan terlebih dahulu nomor-nomor unit. Penomoran dilakukan dengan cara:

1. Harus selalu diingat adanya batas pembebanan minimum dan maksimum (YM min

& YM maks) pada masing-masing unit pembangkit.2. Sebagai unit ke-1, dipilih unit pembangkit dengan keluaran minimum yang

terkecil.3. Untuk nomor-nomor unit selanjutnya, urutan dibuat berdasarkan pada unit dengan

besar keluaran maksimum yang terkecil sampai unit dengan keluaran maksimum terbesar.

Langkah-langkah perhitungan optimasi pembebanan unit-unit pembangkit termis adalah sebagai berikut:

1. Tentukan dahulu step kenaikan (δ) yang sama antara harga X dan Y;

6

Page 7: MAKALAH OPTIMASI

2. Apabila hanya terdapat sebuah unit pembangkit termis (M=1) dalam sistem, maka beban sistem hanya dapat dilayani oleh satu-satunya unit pembangkit termis tersebut, sehingga biaya bahan bakar minimum dapat ditulis menjadi:

F1(X) = f1(X)

3. Kemudian dengan M=2, yaitu apabila terdapat dua unit pembangkit termis, maka biaya bahan bakar minimum dapat diperoleh dengan:

F2(X) = Minimumkan [ f2(Y) + F1(X-Y)]

Dengan batasan-batasan:X = 0 atau Y1min ≤ X ≤ (Y1maks + Y1maks)

Y = 0 atau Y2min ≤ Y ≤ Y2maks

Untuk mencapai nilai minimum pada suatu harga X MW tertentu yaitu F2(X), maka pernyataan f2(Y) + F1(X-Y) dihitung terlebih dahulu dengan urutan sebagai berikut:

a. Dipilih beban sistem X mulai dari nilai yang sekecil mungkin, kemudian harga X tersebut dibagi untuk unit pembangkit ke-1 sebesar (X-Y) MW dan untuk unit pembangkit ke-2 sebesar Y MW. Kemudian dengan mengubah-ubah harga Y dengan variasi δ, didapatkan nilai yang minimum (F2(X));

b. Dipilih beban sistem X yang lebih besar dan dilakukan kembali proses perhitungan seperti butir 1 di atas;

c. biaya bahan bakar minimum dapat dihitung yaitu: F2(0), F2(YMmin), F2(YMmin + δ), F2(YMmin + 2δ), F2(YMmin + 3δ), …, F2(YMmaks + YM-1maks). Sehingga didapatkan komposisi beban unit 1 dan unit 2 yang menghasilkan biaya bahan bakar minimum untuk berbagai beban sistem.

4. Untuk M=3, 4, … dan seterusnya dapat dihitung dengan cara yang sama sehingga diperoleh F3(X), F4(X), …, FM(X).

Dari proses perhitungan di atas, akan ditentukan keluaran masing-masing unit pembangkit untuk menanggung beban sistem tertentu.

Sementara itu, perhitungan terhadap biaya energi terputus atau expected Interrupted cost (EIC) menggambarkan besarnya resiko yang akan dihadapi apabila kemampuan sistem tidak mampu memenuhi kebutuhan beban sehingga ada beban yang terpaksa dilepas dari sistem. EIC diperoleh dari:

EICt=IEARt.EENStt=1,…….,T (19)

dimana:EICt

IEARt

Expected interrupted costof energy atau biaya energi terputus dalam periode t (Rp)Interrupted energy assessment rate atau tarif perkiraan energi

7

Page 8: MAKALAH OPTIMASI

EENStterputus dalam periode t (Rp/MWh)Expected energy not served atau besar energi yang tidak dapat dilayani (MWh)

Bahasan Expected energy not served (EENS) ini, dilakukan perhitungan dengan metode konvolusi yang berguna untuk menghitung keandalan suatu sistem yaitu melalui parameter LOLP dan EENS. Jika LOLP menggambarkan besarnya probabilitas suatu sistem tidak bisa memenuhi beban sistem, maka EENS menggambarkan besarnya bebansistem yang tidak mampu dipenuhi yang dinyatakan dalam MWh. Dalam metode Random Unit Outage, setiap unit pembangkit bisa mengalami outage atau keluar dari operasi secara acak (random), sehingga LOLP diperoleh melalui proses konvolusi kapasitas masing-masing unit pembangkit dengan menggunakan nilai FOR yang dimiliki.

Jadi, untuk setiap penambahan unit pembangkit, probabilitas keandalannya menjadi:

Pn (X) = Pn-1(X) (FORn) + Pn-1(X-Cn) (1-FOR) (20)

Dimana:PnPn-1CnFORS

Fungsi kurva lama beban setelah ada unit pembangkit ke-n (MW)Fungsi kurva lama beban sebelum ada unit pembangkit ke-n (MW)Besar kapasitas unit ke-n (MW)Nilai FOR unit ke-n

Dalam proses ini, kurva lama beban dibagi kedalam segmen-segmen daya yang sama yang diambil dari gambar kurva beban harian yang telah dibuat berupa histogram beban harian yang menggambarkan berapa lama suatu berlangsung. Di atas setiap segmen terdapat dua angka, angka pertama disebut m0 (momen nol) menggambarkan berapa lama suatu beban dalam suatu segmen berlangsung, yang kedua disebut m1 (momen pertama) menunjukan besarnya energi yang dibutuhkan oleh suatu beban dalam segmen tersebut.

Perhitungan nilai EENS diperoleh dimana nilai EENS adalah penjumlahan nilai m1 dari baris terakhir pada tabel konvolusi yang dihitung mulai dari segmen yang senilai dengan jumlah total kapasitas unit pembangkit ke atas dikurangi dengan kapasitas total seluruh unit yang dikonvolusi yang sebelumnya telah dikalikan nilai LOLP. Tarif perkiraan energi terputus atau dalam bahasa inggris disebut “Interrupted Energy Assessment Rate” (IEAR) merupakan faktor yang penting dalam perkiraan keandalan sistem pembangkitan karena menggambarkan besarnya pengaruh energi terputus terhadap kehidupan negara secara makro. Besarnya IEAR berbeda untuk tiap wilayah dan tipe konsumen yang ditentukan berdasarkan pengaruh terputusnya energiterhadap suatu tempat atau konsumen. Dalam tulisan ini, diasumsikan besarnya IEAR adalah Rp1000/Kwh.

3. Aplikasi dan Analisa Metode Random Unit Outage Untuk Pengoptimalan Operasi Sistem Hidrotermis Jawa-Bali

8

Page 9: MAKALAH OPTIMASI

Metode pengoptimalan operasi sistem hidrotermis yaitu metode Random Unit Outage, dapat digunakan untuk mengoptimalkan sistem Jawa-Bali. Analisa perhitungan dilakukan untuk periode satu minggu pertama dibulan November 2004 yaitu pada tanggal 1-7 November. Data yang dipakai dalam perhitungan diambil dari data unit-unit pembangkit P.T. Indonesia Power dan dari P.T. PLN (PERSERO) P3B Unit UBOS, salah satunya seperti yang terdapat pada tabel 1 dan gambar 1 di bawah ini.

Tabel 1. Data Beban Senin, 1 November 2004*Liem Ek Bien & Ajeng Welly S (2005)

Waktu (Pukul) Beban (MW) Waktu (Pukul) Beban (MW)

1:00 10149 13:00 113322:00 10112 14:00 118293:00 10647 15:00 117354:00 10412 16:00 117275:00 10000 17:00 123306:00 9001 18:00 140347:00 9129 19:00 142108:00 10452 20:00 140769:00 11154 21:00 1364110:00 11380 22:00 1293711:00 11489 23:00 1209512:00 10992 24:00 11534

Total kapasitas terpasang sistem Jawa-Bali adalah sebesar 17114,8 MW dimana salah satu unit pembangkit termis yaitu PLTU Paiton yang besar kapasitas terpasangnya 3240 MW, dibebani konstan selama 24 Jam sebesar 80% dari besar kapasitas terpasangnya, yaitu 80% x 3240 MW = 2592 MW.Untuk unit-unit yang dayanya relatif kecil seperti PLTA Sutami (Jatim), PLTA Jeloktimo (Jateng), PLTA Plengan, PLTA Lamajan, PLTA Cikalong, dan lain-lain juga dibebani konstan dan berperan sebagai beban dasar (Base Load) dengan total daya pembangkitan sebesar 850 MW untuksetiap Jam dalam sehari.

Unit yang menjalani pemeliharaan (Over haul) pada bulan November adalah PLTG/U Muara Karang Unit 1 dan PLTP Kamojang Unit 2 dan 3.

9

Page 10: MAKALAH OPTIMASI

Gambar 1. Kurva Beban Harian Senin, 7 November 2004*Liem Ek Bien & Ajeng Welly S (2005)

3.1. Penyelesaian Subproblem Hidro

Unit-unit pembangkit hidro yang masuk dalam perhitungan ini adalah PLTA dengan kapasitas yang relatif besar yaitu PLTA Saguling, PLTA Jatiluhur, PLTA Cirata, dan PLTA Mrica. Dalam perhitungan dengan menggunakan metode Gradien diperlukan jumlah energi yang bisa dihasilkan oleh unit pembangkit hidro dalam satuhari dimana dalam jangka waktu tersebut volume air dalam kolam tando dianggap konstan. Untuk mengetahui jumlah energi yang dihasilkan unit-unit pembangkit hidro di atas pada waktu periode perhitungan, digunakan data yang telah diketahui yaitu, total produksi energi sistem pada hari Selasa, 13 November 2001 adalah sebesar 240608 MWH. Maka diasumsikan bahwa pada tahun 2004 kemampuan produksi sistem mengalami kenaikan sebanyak 5% sehingga menjadi 252638.4 MWH, diketahui bahwa PLTA berperan sebesar 12% dalam penyediaan daya untuk pemenuhan beban sistem (Djiteng, 2003: 149). Sehingga total energi yang mampu dihasilkan oleh unit pembangkit hidro dalam sehari adalah 12% x 252638.4 MWH = 30316.608 MWH, dengan mengingat pernyataan sebelumnya bahwa PLTA beban dasar mampu memenuhikebutuhan beban sistem sebanyak 850 MW tiap jam dalam sehari. Maka dalam sehari PLTA besar mampu memproduksi energi sebanyak 30316.608 MWH – (850 MW x 24 Jam) = 9916.608 MWH.

Sebelum dilakukan perhitungan, dilihat dulu jadwal pemeliharaan dalam satu minggu ke depan untuk mengetahui unit-unit pembangkit mana saja yang beroperasi pada minggu tersebut, berikut ini merupakan daftar unit-unit pembangkit termis yang masuk dalam perhitungan dan diurutkan berdasarkan merit loading (Nurhidayat, 2003: 78).

Tabel2. Urutan unit pembangkit termis berdasarkan Merit Loading*Liem Ek Bien & Ajeng Welly S (2005)

NoUnit

Pembangkit Nama JenisUnit ke-

BahanBakar

Rp / KWH

Rp106/Jam

1 Suralaya Suralaya PLTU 5 Batubara 111196.472 Suralaya Suralaya PLTU 6 Batubara 111

10

Page 11: MAKALAH OPTIMASI

3 Suralaya Suralaya PLTU 7 Batubara 1114 Suralaya Suralaya PLTU 1 Batubara 115

177.15 Suralaya Suralaya PLTU 2 Batubara 1156 Suralaya Suralaya PLTU 3 Batubara 1157 Suralaya Suralaya PLTU 4 Batubara 1158 Tanjung Priok Tanjung Priok PLTU 3 Batubara 141

12.699 Tanjung Priok Tanjung Priok PLTU 4 Batubara 14110 Semarang Tambak Lorok PLTU 1 Batubara 141

11.56211 Semarang Tambak Lorok PLTU 2 Batubara 14112 Semarang Tambak Lorok PLTU 3 Batubara 141 27.07213 Tanjung Priok Tanjung Priok PLTGU CC 3.3.1 1 Gas 163

182.5614 Tanjung Priok Tanjung Priok PLTGU CC 3.3.1 2 Gas 16315 Perak Grati Perak PLTU 3 Batubara 177

16.99216 Perak Grati Perak PLTU 4 Batubara 17717 Semarang Tambak Lorok PLTGU CC 3.3.1 1 Gas 177

175.58418 Semarang Tambak Lorok PLTGU CC 3.3.1 2 Gas 17719 Perak Grati Grati PLTGU CC 3.3.1 1 Gas 178 82.23620 Tanjung Priok Tanjung Priok PLTGU CC 2.2.1 1 Gas 180

133.221 Tanjung Priok Tanjung Priok PLTGU CC 2.2.1 2 Gas 18022 Semarang Tambak Lorok PLTGU CC 2.2.1 1 Gas 192

117.1223 Semarang Tambak Lorok PLTGU CC 2.2.1 2 Gas 19224 Perak Grati Grati PLTGU CC 2.2.1 1 Gas 192 57.625 Kamojang Kamojang PLTP 1 Uap 225 6.7526 Tanjung Priok Tanjung Priok PLTGU CC 1.1.1 1 Gas 228

84.3627 Tanjung Priok Tanjung Priok PLTGU CC 1.1.1 2 Gas 22828 Perak Grati Grati PLTGU CC 1.1.1 1 Gas 231 34.6529 Tanjung Priok Tanjung Priok PLTGU GTOC 1 Gas 234

58.530 Tanjung Priok Tanjung Priok PLTGU GTOC 2 Gas 23431 Semarang Tambak Lorok PLTGU CC 1.1.1 1 Gas 241

72.332 Semarang Tambak Lorok PLTGU CC 1.1.1 2 Gas 24133 Perak Grati Grati PLTGU GTOC 1 Gas 254 25.434 Semarang Tambak Lorok PLTGU GTOC 1 Gas 254

52.83235 Semarang Tambak Lorok PLTGU GTOC 2 Gas 25436 Muara Karang Muara Karang PLTU 4 MFO 288

95.0437 Muara Karang Muara Karang PLTU 5 MFO 288

Tabel 2. Urutan unit pembangit termis berdasarkan Merit Loading (lanjutan)*Liem Ek Bien & Ajeng Welly S (2005)

NoUnit

PembangkitNama Jenis Unit

ke-BahanBakar

Rp / KWH

Rp106/Jam

38 Perak Grati Grati PLTG 1 Gas 30390.939 Perak Grati Grati PLTG 2 Gas 303

40 Perak Grati Grati PLTG 3 Gas 30341 Muara Karang Muara Karang PLTU 1 MFO 314

80.0742 Muara Karang Muara Karang PLTU 2 MFO 31443 Muara Karang Muara Karang PLTU 3 MFO 31444 Bali Pesanggaran PLTG 3 Gas 320

19.8445 Bali Pesanggaran PLTG 4 Gas 32046 Tanjung Priok Tanjung Priok PLTG 4 Gas 325

1347 Tanjung Priok Tanjung Priok PLTG 5 Gas 32548 Tanjung Priok Tanjung Priok PLTG 1 Gas 325

2649 Tanjung Priok Tanjung Priok PLTG 3 Gas 32550 Bali Pesanggaran PLTG 1 Gas 325

11.751 Bali Pesanggaran PLTG 2 Gas 32552 Muara Karang Muara Karang PLTG GTOC 1 HSD 384

11

Page 12: MAKALAH OPTIMASI

110.59253 Muara Karang Muara Karang PLTG GTOC 2 HSD 38454 Muara Karang Muara Karang PLTG GTOC 3 HSD 38455 Bali Gilimanuk PLTG 1 Minyak

Diesal531 70.623

56 Bali Pesanggaran PLTD 8 MinyakDiesel

536 20.368

57 Bali Pesanggaran PLTD 2 MinyakDiesel

548 15.344

Daya maksimum (PHMaks) yang bisa dibangkitkan oleh keempat unit pembangkit hidro besar adalah sebesar 1743 MW. Dibawah ini merupakan kurva beban harian senin, 1 November 2004 dengan pembebanan konstan oleh PLTA beban dasar dan PLTU Payton sebesar 650 MW + 2592 MW = 3442 MW. Daya yang dibangkitkan oleh kedua unit pembangkit di atas berharga nol dalam kurva biaya bahan perjam sebagai fungsi beban sistem, begitu juga dengan daya maksimum unit pembangkit hidro besar karena pembangkitan dengan tenaga air adalah gratis.

Kurva biaya bahan bakar perjam dibawah ini disusun berdasarkan jumlah energi maksimum yang bisa dibangkitkan oleh suatu unit pembangkit, misalnya untuk unit pembangkit pertama, yaitu PLTU Suralaya unit 1:

P maks = 385 MW

Harga bahan bakarnya = Rp.115/KWH

PLTU Suralaya Unit 1 akan menghabiskan biaya sebesar:

385 MW x 1 x 1000 x Rp.115 = Rp.44.275.000 /jam

Gambar 2. Kurva Biaya Bahan Bakar Per Jam Fungsi Beban Sistem*Liem Ek Bien & Ajeng Welly S (2005)

Dilihat dari kurva data beban harian serta dengan memperhatikan gambar 2, maka diperoleh tabel 3.

Tabel 3. Tabel Kenaikan Harga Bahan Bakar

12

Page 13: MAKALAH OPTIMASI

*Liem Ek Bien & Ajeng Welly S (2005)

Waktu (Pukul) Beban (MW)∂ F ( PT )

∂ PT

1:00 10149 1772:00 10112 1773:00 10647 1774:00 10412 1175:00 10000 1176:00 9001 1637:00 9129 1638:00 10452 1779:00 11154 178

10:00 11380 17811:00 11489 17812:00 10992 17713:00 11332 17814:00 11829 18015:00 11735 18016:00 11727 18017:00 12330 19218:00 14034 24119:00 14210 24120:00 14076 24121:00 13641 23122:00 12937 19223:00 12095 18024:00 11534 180

Berdasarkan tabel 3, dapat disusun kurva ∂ F ( PT )

∂ PT

sebagai fungsi waktu yang

menggambarkan prioritas penggunaan air bagi PLTA besar

Gambar 3. Kurva Prioritas Penggunaan Air*Liem Ek Bien & Ajeng Welly S (2005)

13

Page 14: MAKALAH OPTIMASI

Prinsip dari optimasi unit pembangkit hidro dengan metode gradien adalah menghabiskan air yang tersedia dalam sehari dengan mengikuti naik-turunnya kurva di atas. Jumlah air yang tersedia (dalam bentuk energi) adalah 9916,608 MWH dengan PH Maks = 1743 MW dan PH Min = 7,5 MW. Dari gambar 3., terlihat bahwa prioritas pertama pemenuhan beban oleh PLTA adalah pada saat beban puncak yang berlangsung selama empat jam, jadi sisa energi yang harus dihabiskan adalah:

9916,608 MWH - (1743 MW x 4 Jam) = 2944,608 MWH

Atau dengan kata lain dan dengan berdasarkan pada gambar 3, dipakai pembatasan-pembatasan untuk pembebanan PLTA sebagai berikut:

a. Jika harga ∂ F ( PT )

∂ PT

> 192, maka unit pembangkit hidro dibebani 1743 MW

b. Jika harga ∂ F ( PT )

∂ PT

=192, maka unit pembangkit hidro dibebani 1394,4 MW

c. Jika harga ∂ F ( PT )

∂ PT

<192, maka unit pembangkit hidro dibebani “sisa” dari energi

yang belum habis.

Beban sistem pada hari senin, 1 November 2004, setelah dibebani maksimum selama 4 jam, maka prioritas selanjutnya adalah membebani PLTA sebesar 1394,4 MW selama 2

jam sesuai dengan gambar 3 di atas dimana diketahui bahwa ∂ F ( PT )

∂ PT

= 192, adalah

selama 2 jam, sehingga “sisa” energi menjadi:

2944,608 MWH - (1394,4 MW x 2 Jam) = 155,808 MWH

“sisa” energi tersebut akan di alokasikan pada proritas ke-dua dengan nilai ∂ F ( PT )

∂ PT

sebesar 180 yang berlangsung selama 5 jam, maka untuk setiap jam PLTA akan dibebani sebesar: 155,808 MWH / 5 Jam = 31,16 MW, dengan demikian, air yang tersedia akan terpakai habis dan sangat berpengaruh pada peghematan biaya pembangkitan. Berikut ini ditampilkan waktuwaktu PLTA dioperasikan:

Tabel 4. Waktu Pengoperasian PLTA*Liem Ek Bien & Ajeng Welly S (2005)

Waktu (Pukul) Beban (MW) ∂F(PT)/∂PT

1:00 - 1772:00 - 1773:00 - 1774:00 - 1175:00 - 1176:00 - 1637:00 - 1638:00 - 1779:00 - 178

14

Page 15: MAKALAH OPTIMASI

10:00 - 17811:00 - 17812:00 - 17713:00 - 17814:00 31,16 18015:00 31,16 18016:00 31,16 18017:00 1394,4 19218:00 1743 24119:00 1743 24120:00 1743 24121:00 1743 23122:00 1394,4 19223:00 31,16 18024:00 31,16 180

Total 9916,608 MW

3.2. Penyelesaian Subproblem Termis

Hal pertama yang harus dilakukan dalam menyelesaikan subproblem termis adalah memperoleh karakteristik pembangkitan unit pembangkit termis yang masuk dalam perhitungan terlebih dahulu. Adapun unit-unit pembangkit termis yang diikutsertakan kedalam perhitungan metode Dynamic Programming berjumlah 13 buah seperti yang terdapat pada tabel 5. dibawah ini:

Tabel 5. Unit-unit Pembangkit Untuk Perhitungan Dynamic Programming*Liem Ek Bien & Ajeng Welly S (2005)

NoUnit

PembangkitNama Jenis #

PMin

(MW)

PMaks

(MW)

1 Perak Grati Grati PLTG 1 40 1002 Perak Grati Grati PLTG 2 40 1003 Perak Grati Grati PLTG 3 40 1004 Perak Grati Grati PLTGU GTOC 1 40 1005 Semarang Tambak Lorok PLTGU GTOC 1 40 1046 Semarang Tambak Lorok PLTGU GTOC 2 40 1047 Tanjung Priok Tanjung Priok PLTGU GTOC 1 40 1258 Tanjung Priok Tanjung Priok PLTGU GTOC 2 40 1259 Perak Grati Grati PLTGU CC 1.1.1 1 90 15010 Semarang Tambak Lorok PLTGU CC 1.1.1 1 99 15011 Semarang Tambak Lorok PLTGU CC 1.1.1 2 99 15012 Tanjung Priok Tanjung Priok PLTGU CC 1.1.1 1 105 18513 Tanjung Priok Tanjung Priok PLTGU CC 1.1.1 2 105 185

Unit- unit pembangkit termis lain, selain dipakai sebagai bebandasar dengan berdasarkan urutan merit loading, juga ada yang dipakai sebagai peban puncak yang dibangkitkan jika suatu beban sistem pada suatu waktu belum dapat terpenuhi yaitu unit-unit pembangkit yang harga bahan bakarnya mahal. Keduanya dibebankan secara

15

Page 16: MAKALAH OPTIMASI

Merit Loading. Untuk penentuan karakteristik pembangkitan dari 13 buah unit pembangkit diatas diambil salah satu contoh yaitu PLTG Grati unit 1, yaitu:

PT terpasang

PT maks

PT min

===

100,75 MW100 MW40 MW

Tabel 6. Pemakaian Bahan Bakar PLTU Grati unit 1*Liem Ek Bien & Ajeng Welly S (2005)

N F(Rp/jam)

P(MW) P2 P3 P4 PF P2F

1 23858835 40 1600 64000 2560000 954353400 3,8174E+10

2 25356771 50 2500 125000 6250000 1267838550 6,3392E+10

3 27155310 70 4900 343000 24010000 1900871700 1,3306E+11

4 36149750 99 9801 970299 96059601 3578825250 3,543E+11

∑ 112520666 259 18801 1502299 128879601 7701888900 5,8893E+11

Dari tabel di atas, data kemudian dimasukkan ke dalam persamaan matriks yaituB-1. C = A

B=[ 4 259 18801259 18801 1502299

18801 18801 128879601]C=[ 112520666

77018889005.889 E+11 ]

A = B-1. C

[5137835.92181138.1677.06 E+02 ]=[ 3.85 E+01 −1.19 8 .26 E−03

−1.19 3.76 E−08 −2.64 E−048 .26 E−03 −2.64 E−04 1.88 E+11 ] . [1.13 E+08

7.7 E+095.89 E+11 ]

Maka diperoleh persamaan karakteristik pembangkitan dari PLTG Grati unit 1, yaitu:

F = 5137835,92 + 181138,167 PT + 7,06E + 02 PT2 (Rp/Jam)

Proses berikutnya adalah menghitung biaya pembangkitan termurah diantara alternatif yang ada yaitu dengan dynamic programming. Proses perhitungan dilakukan dari unit pembangkit dengan Pmin terkecil, kemudian dilanjutkan dengan unit pembangkit yang mempunyai Pmax terkecil demikian seterusnya dengan menggunakan

16

Page 17: MAKALAH OPTIMASI

biaya pembangkitan untuk membangkitkan sejumlah besar beban yang termurah, dalam hal ini, angkanya tercetak miring dan tebal, angka ini akan digunakan untuk perhitungan selanjutnya. Angka yang tercetak miring dan tebal yang terdapat dalam tabel perhitungan dibawah merupakan biaya pembangkitan minimum yang dihasilkan, yang digunakan untuk perhitungan tahap selanjutnya.

Step kenaikan (δ) = 50 MWM = 1Unit pembangkit ke-1: PLTG Grati unit 1Pmin = 40 MWPmaks = 100 MWF1(Y) = 5137835,92 + 181138,167 PT

+ 705,981924 PT2 (Rp/jam)

Karena hanya 1 unit pembangkit, maka biaya minimum didapat dari satusatunyaunit tersebut seperti tabel 7 berikut ini:

Tabel 7. Biaya Minimum untuk Satu Unit Pembangkit*Liem Ek Bien & Ajeng Welly S (2005)

X (MW) f1 (X) = F1 (Y)

0 5137835.9250 15959699.08100 30311471.86

M = 2Unit pembangkit ke-2: PLTG Grati unit 2Pmin = 40 MWPmaks = 100 MWF2(Y) = 5137835,92 + 181138,167 PT + 705,981924 PT

2 (Rp/jam)

Setelah seluruh perhitungan dilakukan, sampai dengan M=13, maka diperoleh hasil berupa alternatif pembebanan yang digunakan untuk memenuhi beban sistem. Optimasi yang diperoleh dari metode Dynamic Programming ini diterapkan untuk setiap jam.

Tabel 7. Hasil Optimasi Dengan Metode Dynamic Programming*Liem Ek Bien & Ajeng Welly S (2005)

X (MW)Y

(MW)X-Y(MW) f2(Y) F1(X-Y) f2(Y)+F1(X-Y)

0 0 100 5137835,92 5137835,92 10275671,84

50 0 50 5137835,92 15959699,08 21097535

50 50 0 15959699,08 5137835,92 21097535

17

Page 18: MAKALAH OPTIMASI

100 0 100 5137835,92 30311471,86 35449307,78

100 50 50 15959699,08 15959699,08 31919398,16

100 100 0 30311471,86 5137835,92 35449307,78

150 50 100 15959699,08 30311471,86 46271170,94

150 100 50 30311471,86 15959699,08 46271170,94

200 100 100 30311471,86 30311471,86 60622943,72

Sebagai contoh, diambil beban sistem pada hari Senin, 1 November 2004 pukul 19.00 yaitu sebesar 14210 MW.sebelum memenuhi beban sistem dengan kombinasi pembebanan yang diperoleh dari Dynamic Programming, beban sistem diketahui sebelumnya telah dipenuhi oleh:

PLTA Beban DasarPLTU PaitonPLTA BesarUnit-unit termis beban dasar

::::

850 MW2592 MW1743 MW7994 MW +

Total pembangkitan (sementara) : 13179 MWMaka “sisa” beban yang harus dipenuhi oleh ke-13 unit pembangkit yang masuk dalam proses perhitungan Dynamic Programming adalah sebesar:14210 MW – 13179 MW = 1031 MW.

Dengan melihat kembali kepada tabel perhitungan diatas didapat bahwa pembebanan yang mendekati “sisa” beban yang belum terpenuhi adalah sebesar 1033 MW yaitu dengan kombinasi pembebanan seperti pada Tabel 8. pada halaman berikut.

Dalam makalah ini, untuk keperluan perhitungan biaya energi terputus hanya diambil 5 buah unit pembangkit termis yang juga terdapat dalam perhitungan Dynamic Programing beserta nilai FOR-nya seperti yang tertera pada Tabel 9. pada halaman berikut ini.

Tabel 8. Kombinasi Pembebanan*Liem Ek Bien & Ajeng Welly S (2005)

NoUnit

PembangkitNama Jenis #

Pembebanan (MW)

1 Perak Grati Grati PLTG 1 502 Perak Grati Grati PLTG 2 503 Perak Grati Grati PLTG 3 504 Perak Grati Grati PLTGU GTOC 1 1005 Semarang Tambak Lorok PLTGU GTOC 1 1046 Semarang Tambak Lorok PLTGU GTOC 2 1047 Tanjung Priok Tanjung Priok PLTGU GTOC 1 1258 Tanjung Priok Tanjung Priok PLTGU GTOC 2 09 Perak Grati Grati PLTGU CC 1.1.1 1 15010 Semarang Tambak Lorok PLTGU CC 1.1.1 1 15011 Semarang Tambak Lorok PLTGU CC 1.1.1 2 15012 Tanjung Priok Tanjung Priok PLTGU CC 1.1.1 1 013 Tanjung Priok Tanjung Priok PLTGU CC 1.1.1 2 0

18

Page 19: MAKALAH OPTIMASI

Tabel 9. Perhitungan Biaya Energi Terputus*Liem Ek Bien & Ajeng Welly S (2005)

NoUnit

PembangkitNama Jenis #

PMax

(MW)

1 Perak Grati Grati PLTGU CC 1.1.1 1 1502 Semarang Tambak Lorok PLTGU CC 1.1.1 1 1503 Semarang Tambak Lorok PLTGU CC 1.1.1 2 1504 Tanjung Priok Tanjung Priok PLTGU CC 1.1.1 1 1855 Tanjung Priok Tanjung Priok PLTGU CC 1.1.1 2 185

Sebelum dilakukan proses konvolusi dari kelima unit pembangkit diatas, terlebih dahulu dibuat kurva beban harian, dalam contoh perhitungan ini adalah untuk hari senin, 1 November 2004, tetapi, karena hanya lima buah unit yang dimasukkan kedalam perhitungan maka kurva beban harian ini hanya memuat waktu-waktu dimana terdapat pembebanan dari salah satu atau seluruh unit pembangkit yang bersangkutan, sehingga diperoleh kurva beban harian seperti pada halaman berikut ini.

Gambar 4. Kurva Beban Harian 5 Unit Pembangkit*Liem Ek Bien & Ajeng Welly S (2005)

Dengan memperhatikan gambar 4 diatas dan menggunakan persamaan (3), dibuat proses konvolusi dari 5 unit pembangkit yang bersangkutan. Berdasarkan nilai m0 dan m1, maka dihasilkan nilai LOLP dan EENS. Untuk nilai LOLP diambil dari penjumlahan seluruh nilai m0 dari baris terakhir konvolusi (P5(X)) mulai dari segmen 900 MW, yang merupakan jumlah kapasitas total dari kelima unit pembangkit yaitu 850MW, ke atas,jadi nilai LOLP:

LOLP = 0,0513 + 0,0088 + 0,003413 + 0,00033 + 1,2E-04 + 4,80E-06 + 1,7E-06

= 0,063916017 jam/hari

Dari gambar di atas, dibuat histogram beban hariannya seperti yang terdapat pada gambar 5.

19

Page 20: MAKALAH OPTIMASI

Gambar 5. Histogram Beban Harian 5 Unit Pembangkit*Liem Ek Bien & Ajeng Welly S (2005)

Kemudian untuk perhitungan EENS, didapat dari penjumlahan nilai m1 mulai dari segmen 900 MW dari baris terakhir konvolusi (P5(X)) dikurangi dengan jumlah total kapasitas dari 5 unit pembangkit (850 MW) yang telah dikalikan dengan nilai LOLP, yaitu:

EENS = 46,15 + 8,773 + 3,755 + 0,390 + 0,1539 + 0,00672 + 0,00252 -(850x0,063916017)

= 4,904075575 MWh

Setelah diperoleh nilai EENS, dicari dahulu besar biaya energi terputusnya (EIC) untuk tiap jam,sesuai dengan persamaan (19), yaitu:

EIC = EENSt . IEAR

Adapun diasumsikan harga energi terputusnya (IEAR) adalah Rp.1000/KWh.

Maka dengan menggunakan nilai EENS di atas, bias diperoleh biaya energi terputus untuk hari senin, 1 November 2004, yaitu sebesar:

EIC = 4,904075575 MWh x Rp 1000/KWh x 1000

= Rp.4904,075575

Setelah kedua objective function diperoleh, yaitu biaya operasi dan biaya energi terputus.

Maka pada tahap terakhir diperoleh pula biaya total pembangkitan sistem sesuai dengan persamaan (1), yaitu:

20

Page 21: MAKALAH OPTIMASI

Biaya Total = OCt + EICt

= Rp.2,80E + 10 + Rp.4904,075575

= Rp.2,80E+10

Terlihat dari hasil perhitungan di atas besar biaya total tidak berbeda dengan besar biaya operasi, ini dikarenakan sangat kecilnya nilai EIC.

4. Kesimpulan

Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh bahwa:1. Dengan menggunakan metode Gradien untuk menyelesaikan subproblem hidro

didapatkan hasil yang lebih optimal karena jumlah air yang tersedia untuk setiap harinya akan habis terpakai dan pembebanannya lebih efektif karena mengikuti kenaikan harga air.

2. Dengan menggunakan Dynamic Programming untuk menyelesaikan subproblem termis, diperoleh alternativ pembebanan antar unit pembangkit termis yang ekonomis. Selain itu, perhitungan dengan Dynamic Programming bisa dilakukan jauh hari sebelum diperoleh perkiraan beban (kapanpun) dengan tetap memperhatikan jadwal pemeliharaan unit-unit pembangkit.

3. Besar nilai LOLP, EENS, dan biaya total yang dihasilkan dari perhitungan relatif kecil, hal ini disebabkan karena unit pembangkit yang dimasukan kedalam perhitungan tahap terakhir hanya 5 unit, tidak seluruhnya, sehingga, pengaruhnya terhadap biaya total pembangkitan sistem tidak terlalu terlihat.

4. Secara keseluruhan, proses optimasi dengan metode Random unit outage selain prosesnya sederhana, juga memberikan hasil yang ekonomis, singkat, dan memperhatikan keandalan sistem.

21

Page 22: MAKALAH OPTIMASI

Daftar Pustaka

1. Bimantoro jati, Nurhidayat. 2003. Pembagian Beban Yang Ekonomis Antara Kelompok Hidro dan Kelompok Termis Dengan Metode Langrange Multiplier. Jakarta: Trisakti.

2. Hadley, G. 1964. Nonlinear and Dynamic Programming. United State of America: Addison-Wesley Company.

3. Marsudi, Djiteng. 1990. Operasi Sistem Tenaga Listrik. Jakarta: Balai Penerbit dan Humas ISTN.

4. Marsudi, Djiteng. 2003. Pembangkitan Energi Listrik. Jakarta: PT. Jalamas Berkatama dan STT YPLN.

5. Liem Ek Bien & Ajeng Welly S. 2005. Dosen Jurusan Teknik Elektro-FTI, Universitas Trisakti. (blog.trisakti.ac.id/jetri/files/2010/01/9.1.pdf).

22