Makalah KBK

Embed Size (px)

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN1.1. Latar BelakangIndonesia mempunyai potensi yang baik untuk mengembangkan dan memanfaatkan kekayaan lautnya, termasuk rumput laut (Sulistyowati, 2003). Rumput laut memiliki kandungan metabolit primer dan sekunder. Kandungan metabolit primer seperti vitamin, mineral, serat, alginat, karaginan dan agar banyak dimanfaatkan sebagai bahan kosmetik untuk pemeliharaan kulit. Selain kandungan primernya yang bernilai ekonomis, kandungan metabolit sekunder dari rumput laut berpotensi sebagai produser metabolit bioaktif yang beragam dengan aktivitas yang sangat luas sebagai antibakteri, antivirus, antijamur dan sitotastik (Zainuddin dan Malina, 2009).Rumput laut hijau, merah ataupun coklat merupakan sumber potensial senyawa bioaktif yang sangat bermanfaat bagi pengembangan (1) industri farmasi seperti sebagai anti bakteri, anti tumor, anti kanker atau sebagai reversal agent dan (2) industri agrokimia terutama untuk antifeedant, fungisida dan herbisida (Bachtiar, 2007).Menurut Kordi (2010) bahwa rumput laut banyak dimanfaatkan oleh masyarakat pesisir sebagai obat luar, salah satunya sebagai bahan antiseptik alami. Hasil penelitian Pringgenies et al., (2011) menunjukkan potensi rumput laut sebagai antibakteri patogen yang dapat menyebabkan penyakit infeksi. Salah satu penyakit infeksi yang sering terjadi adalah infeksi pada kulit. Bakteri Staphylococcus epidermidis dan Pseudomonas aeruginosa merupakan kuman patogen yang sering menyebabkan infeksi kulit pada manusia, sedangkan Micrococcus luteus merupakan bakteri yang sering ditemukan menginfeksi kulit ikan (Refdanita et al, 2004; Aydin et al, 2005).Rumput laut adalah salah satu hasil perikanan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan menjadi sumber devisa nonmigas. Secara umum, banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku industri makanan, kosmetik, farmasi dan lain-lain. Ditinjau secara biologi, rumput laut adalah kelompok tumbuhan berklorofil yang terdiri dari satu atau banyak sel dan berbentuk koloni. Didalam alga terkandung bahan-bahan organik seperti polisakarida, hormon, vitamin, mineral dan juga senyawa bioaktif (Putra, 2006).Rumput laut merupakan bagian dari tumbuhan laut perairan yang diklasifikasikan ke dalam 2 kelompok yaitu makro alga dan mikro alga. Rumput laut termasuk pada kelompok makro alga yaitu penghasil bahan-bahan hidrokoloid. Selain mengandung bahan hidrokoloid sebagai komponen primernya, rumput laut juga mengandung komponen sekunder yang kegunaannya cukup menarik yaitu sebagai obat-obatan dan keperluan lain seperti kosmetik dan industri lainnya (Suptijah,2002). Saat ini rumput laut telah dimanfaatkan sebagai bahan baku industri agar-agar, keragenan dan alginat. Produk hasil ekstraksi rumput laut banyak digunakan sebagai bahan pangan, bahan tambahan, atau bahan pembantu dalam industri makanan, farmasi, kosmetik, tekstil, kertas, cat dan lain-lain. Selain itu rumput laut juga digunakan sebagai pupuk dan komponen pakan ternak atau ikan. Melihat begitu besar manfaat dan kegunaannya, tidak salah jika rumput laut sebagai komoditas perdagangan yang prospeknya makin cerah, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri maupun kebutuhan ekspor. Dalam rangka mengoptimalkan pemanfaatan potensi rumput laut, maka pengolahan rumput laut sebagai antibakteri merupakan salah satu alternatif yang perlu diwujudkan.1.2. Rumusan Masalaha. Apa itu rumput laut ?b. Apa saja macam-macam rumput laut ?c. Apa saja manfaat dari rumput laut ?

1.3. Tujuana. Untuk mengetahui dan mengenal rumput lautb. Untuk mengetahui rumput laut jenis apa saja yang berpotensi sebagai tanaman obat

BAB IIPEMBAHASAN2.1. Pengertian Rumput LautRumput laut merupakan bagian dari tumbuhan laut perairan yang diklasifikasikan ke dalam 2 kelompok yaitu makro alga dan mikro alga. Rumput laut termasuk pada kelompok makro alga yaitu penghasil bahan-bahan hidrokoloid. Selain mengandung bahan hidrokoloid sebagai komponen primernya, rumput laut juga mengandung komponen sekunder yang kegunaannya cukup menarik yaitu sebagai obat-obatan dan keperluan lain seperti kosmetik dan industri lainnya (Suptijah,2002).2.2. Habitat Rumput LautSalah satu sumber daya hayati kelautan yang dimiliki Indonesia adalah rumput laut. Rumput laut dibedakan menjadi yaitu Rhodophyceae (rumput laut merah), Phaeophyceae (rumput laut coklat), Chlorophyceae (rumput laut hijau), dan Chyanophyceae (rumput laut hijau-biru) (Munaf, 2000 dalam Diantariani et al. 2008).Eucheuma adalah sekelompok rumput laut merah yang mewakili Suku Eucheumatoideae, digunakan dalam produksi Karagenan, produk penting yang digunakan dalam kosmetik, pengolahan makanan dan industri, serta sumber makanan bagi mereka yang tinggal di Indonesia dan Filipina. Sedangkan Gracilaria adalah genus dari ganggang merah (Rhodophyta) penting untuk kepentingan ekonomi sebagai sebuah agarophyte, serta penggunaannya sebagai makanan untuk manusia dan berbagai jenis kerang. Berbagai spesies dalam genus ditanam di antara Asia, Amerika Selatan, Afrika dan Oseania (Wikipedia, 2013).2.3. Pertumbuhan Rumput LautPertumbuhan Eucheuma mirip dengan spesies tanaman terestrial, di mana Eucheuma memiliki ujung tumbuh, atau meristem apikal, yang juga mampu membagi untuk membentuk cabang-cabang yang tumbuh baru. Eucheuma juga menunjukkan siklus hidup triphasic, terdiri dari gametofit (n) (dioecious), carposporophyte (2n) dan sporophyte (2n). Kedua gametofit dan tahap sporofit lebih kuat yang signifikan untuk pengembangan rumput laut, di mana karakteristik mereka memungkinkan untuk meningkatkan regenerasi vegetatif (wikipedia, 2013).Pertumbuhan pada Gracilaria memiliki siklus hidup dengan fase reproduksi gametofit adalah individu dari fase seksual dan haploid (yaitu berawak tunggal kromosom). Gamet diproduksi pada individu yang berbeda, gametofit jantan dan betina. Oogonium (gamet betina) yang direndam dalam yang talus dari betina dan dibuahi oleh spermatozoa (gamet jantan). Pemupukan menimbulkan fase lain dari siklus hidup, cistocarpo, sebuah conceptculo diploid (yaitu kromosom ganda) yang tumbuh tenggelam dalam talus gametofit betina. Dalam cystocarp membentuk spora, carpsporas (Diploid). Setelah cystocarp mencapai jatuh tempo, carpsporas yang dilepaskan ke lingkungan, menetap di substrat, mereka berkecambah dan tumbuh menjadi tahap ketiga siklus hidup, sebuah bergender individu, tetraesporofito (diploid). Dewasa ini membentuk struktur reproduksi, tetrasporangia melepaskan tetraspores (Haploid). Ini menetap, berkecambah dan tumbuh menjadi gametofit betina atau menutup siklus hidup jantan. Gametofit jantan, wanita dan tetraesporofitos memiliki morfologi yang mirip atau isomorfik. Populasi alami dan tanaman dapat ditemukan individu steril atau tidak dibedakan yang tahap ini fenologi yang mendominasi di beberapa tanaman (Anonim, 2008).2.4. Pemanfaatan Rumput LautAlgae bentik yang berukuran makro yang di Indonesia biasa disebut rumput laut, pemanfaatannya sebagai bahan makanan dan industri sudah banyak dilakukan di Indonesia. Beberapa jenis penghasil agar seperti Gracilaria spp. dan Gelidium spp. dan penghasil karaginan yaitu Eucheuma spp. telah banyak diproduksi di Indonesia baik dari sediaan alami maupun dari budidaya. Produksi rumput laut tersebut dewasa ini kebanyakan dipergunakan untuk bahan baku industri agar dalam negeri dan untuk bahan dagangan ekspor. Sebagian kecil produksi rumput laut yang lainnya antara lain Hypnea spp., Caulerpa spp. dan Ulva spp. dipergunakan sebagai bahan makanan manusia dan ternak secara lokal (Atmadja, 1992). Namun beberapa penelitian lainnya menjelaskan selain rumput laut dapat digunakan sebagai bahan baku industri, rumput laut juga dapat dimanfaatkan sebagai fitoremidiasi di perairan. Rumput laut yang dapat digunakan sebagai fitoremidiasi yaitu jenis Gracillaria dan Eucheuma. Seperti penelitian yang telah dilakukan (Komarawidjaja, 2005) mengenai rumput laut Gracilaria sp sebagai fitoremidiasi pada perairan tambak budidaya, selain itu penelitian lainnya (Perales & Leysa, 2012; Sudiarta & Diantariani, 2008; Diantariani et al. 2008) mengenai Eucheuma sebagai bahan penyerap limbah logam berat di perairan.Rumput laut hijau, merah ataupun coklat merupakan sumber potensial senyawa bioaktif yang sangat bermanfaat bagi pengembangan (1) industri farmasi seperti sebagai anti bakteri, anti tumor, anti kanker atau sebagai reversal agent dan (2) industri agrokimia terutama untuk antifeedant, fungisida dan herbisida (Bachtiar, 2007).Menurut Kordi (2010) bahwa rumput laut banyak dimanfaatkan oleh masyarakat pesisir sebagai obat luar, salah satunya sebagai bahan antiseptik alami. Hasil penelitian Pringgenies et al., (2011) menunjukkan potensi rumput laut sebagai antibakteri patogen yang dapat menyebabkan penyakit infeksi. Salah satu penyakit infeksi yang sering terjadi adalah infeksi pada kulit. Bakteri Staphylococcus epidermidis dan Pseudomonas aeruginosa merupakan kuman patogen yang sering menyebabkan infeksi kulit pada manusia, sedangkan Micrococcus luteus merupakan bakteri yang sering ditemukan menginfeksi kulit ikan (Refdanita et al, 2004; Aydin et al, 2005).Sargassum duplicatum merupakan salah satu jenis rumput laut coklat dari Indonesia yang berpotensi sebagai antioksidan (Jhamandas et al., 2005) karena mengandung zat-zat aktif seperti fukoidan (Yunizal, 2003), dan komponen fenolik (Lim et al., 2002). Jenis komponen fenolik yang banyak dijumpai pada rumput laut coklat adalah phlorotanin yang berkisar antara 0.74% sampai 5.06% (Samee et al., 2009).Komponen bioaktif dapat diperoleh dengan ekstraksi menggunakan pelarut. Pada prinsipnya ekstraksi menggunakan pelarut dilakukan dengan cara mempertemukan bahan yang akan diekstrak dengan pelarut selama waktu tertentu, diikuti pemisahan filtrat dari residu bahan yang diekstrak. Pemilihan pelarut yang akan dipakai dalam proses ekstraksi harus memperhatikan sifat kandungan senyawa yang akan diisolasi misalnya polaritas. Pada prinsipnya suatu bahan akan mudah larut dalam pelarut yang sama polaritasnya (Sudarmadji et al., 1989).Antioksidan didefinisikan sebagai zat yang dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi autooksidasi radikal bebas dalam oksidasi lipid (Kochhar and Rossell,1990). Berdasarkan sumbernya antioksidan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu antioksidan sintetik dan alami. Antioksidan sintetik mempunyai efektivitas tinggi, namun belum tentu aman bagi kesehatan. Antioksidan alami memiliki keuntungan yaitu aman karena tidak terkontaminasi zat kimia dan mudah diperoleh (Pokorny and Korczak, 2001). Antioksidan alami dapat dipilih sebagai sumber antioksidan yang aman untuk dikembangkan.a. Rumput laut Sebagai AntioksidanSargassum duplicatum merupakan salah satu jenis rumput laut coklat dari Indonesia yang berpotensi sebagai antioksidan (Jhamandas et al., 2005) karena mengandung zat-zat aktif seperti fukoidan (Yunizal, 2003), dan komponen fenolik (Lim et al., 2002). Jenis komponen fenolik yang banyak dijumpai pada rumput laut coklat adalah phlorotanin yang berkisar antara 0.74% sampai 5.06% (Samee et al., 2009).Komponen bioaktif dapat diperoleh dengan ekstraksi menggunakan pelarut. Pada prinsipnya ekstraksi menggunakan pelarut dilakukan dengan cara mempertemukan bahan yang akan diekstrak dengan pelarut selama waktu tertentu, diikuti pemisahan filtrat dari residu bahan yang diekstrak. Pemilihan pelarut yang akan dipakai dalam proses ekstraksi harus memperhatikan sifat kandungan senyawa yang akan diisolasi misalnya polaritas. Pada prinsipnya suatu bahan akan mudah larut dalam pelarut yang sama polaritasnya (Sudarmadji et al., 1989).Hasil penelitian Sheikh et al. (2009) menunjukkan bahwa kadar dan aktivitas antioksidan tergantung jenis pelarut dan spesies Sargassum yang diekstrak. Kadar komponen fenolik dan penangkapan radikal bebas ekstrak heksan S. baccularia lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak metanolnya. Sementara itu, Matanjun et al., (2008) menunjukkan bahwa ekstrak metanol S. polycystum mempunyai aktivitas antioksidan sebagai penangkap radikal bebas dan pereduksi yang lebih tinggi dibandingkan ekstrak dietil eternya.

b. Rumput Laut Sebagai Antiseptik atau Anti BakteriRumput laut hijau, merah ataupun coklat merupakan sumber potensial senyawa bioaktif yang sangat bermanfaat bagi pengembangan (1) industri farmasi seperti sebagai anti bakteri, anti tumor, anti kanker atau sebagai reversal agent dan (2) industri agrokimia terutama untuk antifeedant, fungisida dan herbisida (Bachtiar, 2007).Menurut Kordi (2010) bahwa rumput laut banyak dimanfaatkan oleh masyarakat pesisir sebagai obat luar, salah satunya sebagai bahan antiseptik alami. Hasil penelitian Pringgenies et al., (2011) menunjukkan potensi rumput laut sebagai antibakteri patogen yang dapat menyebabkan penyakit infeksi. Salah satu penyakit infeksi yang sering terjadi adalah infeksi pada kulit. Bakteri Staphylococcus epidermidis dan Pseudomonas aeruginosa merupakan kuman patogen yang sering menyebabkan infeksi kulit pada manusia, sedangkan Micrococcus luteus merupakan bakteri yang sering ditemukan menginfeksi kulit ikan (Refdanita et al, 2004; Aydin et al, 2005).Pencegahan terhadap serangan infeksi dapat dilakukan dengan menggunakan antibiotik. Seiring dengan meningkatnya resistensi bakteri di dunia kesehatan, maka perlu adanya penemuan obat baru. Sumber antibakteri baru dapat diperoleh dari senyawa bioaktif yang terkandung dalam suatu tumbuhan, salah satunya dari rumput laut. Senyawa bioaktif diperoleh dengan cara ekstraksi. Ekstraksi merupakan proses pemisahan dengan pelarut yang melibatkan perpindahan zat terlarut ke dalam pelarut. Untuk memperoleh ekstrak yang baik dapat dilakukan ekstraksi secara bertingkat dimulai dari pelarut non polar (n-heksana, sikloheksana, toluene, an kloroform), lalu dengan pelarut semipolar (diklorometan, dietil eter dan etil asetat) dan polar (metanol, etanol dan air) sehingga diperoleh ekstrak yang mengandung berturut-turut senyawa nonpolar, semipolar dan polar (Houghton dan Raman, 1998). Senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam rumput laut memiliki tingkat kepolaran yang berbeda-beda, oleh sebab itu penggunaan pelarut bertingkat (dari polaritas rendah sampai polaritas tinggi) menarik untuk dikaji.Rumput laut Gracilaria sp merupakan salah satu bahan alami yang tidak menimbulkan resistansi untuk mengatasi penyakit pada makhluk hidup karena memiliki metabolit sekunder yang dapat membunuh bakteri. Tujuan penelitian ini adalah melakukan ekstraksi Gracilaria sp yang diduga mempunyai senyawa bioaktif sebagai antibakteri, menentukan zona hambat pertumbuhan bakteri patogen Escherichia coli dan Staphylococcus aureus dari ekstrak rumput laut Gracilaria sp yang paling baik digunakan, dan menentukan konsentrasi hambatan minimum (KHM) ekstrak Gracilaria sp terhadap pertumbuhan bakteri patogen. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2010 Januari 2011. Pembuatan ekstrak rumput laut dengan menggunakan metode maserasi sedangkan pengujian aktifitas antibakteri dengan menggunakan metode difusi agar.Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak Gracilaria sp mampu menghambat pertumbuhan bakteri E. coli dan S. aureus yang ditunjukkan dengan warna bening di sekitar ekstrak. Nilai zona hambat terhadap bakteri E. coli sebesar 14,33 3,22 mm, sedangkan bakteri S. aureus nilai zona hambatnya sebesar 12,67 2,08 mm. Di antara kedua bakteri yang diujikan dengan ekstrak Gracilaria sp, bakteri E. coli menunjukkan resistensi yang lebih kecil, hal ini ditunjukkan dengan zona hambat yang lebih besar dari bakteri S. aureus. Konsentrasi hambat minimum ekstrak Gracilaria sp terhadap jenis bakteri E. coli dan S. aureus adalah pada konsentrasi 0,05%.

c. Rumput Laut Sebagai Penyerap LimbahRumput laut sebagai upaya untuk pemulihan kualitas air, akibat pencemaran ekosistem perairan, dapat dilakukan dengan berbagai jenis teknologi yang sederhana maupun teknologi yang kompleks. Namun, secara biologi, pengolahan limbah dengan memanfaatkan rumput laut spesies tertentu dari jenis Gracilaria dan Eucheuma, dipandang lebih sederhana sederhana dengan daya adaptasi yang tinggi, mudah pemeliharaannya dan memiliki nilai ekonomis (Komarawidjaja, 2005).GracilariaGracilaria memiliki kemampuan dalam menyerap nitrogen (N) dan posfor (P). Kemampuan Gracilaria dalam menyerap Nitrogen dalam air yang tercemar bahan organik mencapai konsentrasi 0,4 gram N/m2/hari. Selain itu, Gracilaria mampu dengan cepat mereduksi kandungan nutrient terlarut dalam air buangan tambak budidaya (Msuya, 2002; Jones, 2002 dalam Komarawidjaja, 2005). Berikut merupakan pola integrasi rumput laut pada tambak budidaya.Tambak budidaya yang memanfaatkan air dari sumber air laut yang telah diolah di tambak tandon. Tambak budidaya dengan rumput laut yang diintegrasi bisa ditanam bersamaan atau berbeda petak dengan fungsi rumput laut sebagai penyisih kelebihan nutrien terlarut. Setelah air buangan tambak melewati petak rumput laut, maka dapat dialirkan kembali ke tambak tandon atau dibuang ke saluran pembuangan dan diteruskan ke laut.EucheumaKandungan kimia dari rumput laut Eucheuma spinosum adalah Iota karaginan (65%), protein, karbohidrat, lemak, serat kasar, air dan abu. Iota keraginan merupakan polisakarida tersulfatkan dimana kandungan ester sulfatnya adalah 28-35%. Atom sulfur (S) dan oksigen (O) pada ester sulfat, -OH dan COOH pada polisakarida, merupakan situs-situs aktif tempat berinteraksinya suatu logam pada rumput laut. Untuk itu perlu dilakukan penelitian tentang kemampuan rumput laut E. spinosum sebagai adsorben (biosorben) logam kromium, yang nantinya dapat diterapkan dalam pengolahan limbah atau pemulihan lingkungan perairan akibat pencemaran kromium (Sudiarta & Diantariani, 2008).Penentuan pH optimum dilakukan untuk mengetahui pH interaksi dimana biosorben menyerap biosorbat secara maksimum. Hasil penelitian tentang pengaruh pH terhadap jumlah ion logam Cr(VI) yang terserap oleh biosorben rumput laut Eucheuma spinosum. Pada pH 1 sampai 5 jumlah ion logam Cr(VI) yang terserap tiap gram biosorben cenderung konstan, tetapi setelah diatas pH 5 ion logam Cr(VI) membentuk endapan Cr(OH)3, sehingga jumlah Cr(VI) yang terserap pada biosorben berkurang. Pada pH 5 adalah pH optimum biosorpsi rumput laut Eucheuma spinosum terhadap ion logam Cr(VI) karena pada pH 5 ini, ion logam Cr(VI) terserap secara maksimum oleh biosorben Eucheuma spinosum yaitu sebesar 8,5152 mg/g. Oleh karena itu, pH 5 dijadikan acuan dalam penentuan waktu optimum dan isoterm dan kapasitas adsorpsi selanjutnya (Diantariani et al. 2008).

BAB IIIPENUTUP3.1. KesimpulanRumput laut hijau, merah ataupun coklat merupakan sumber potensial senyawa bioaktif yang sangat bermanfaat bagi pengembangan (1) industri farmasi seperti sebagai anti bakteri, anti tumor, anti kanker atau sebagai reversal agent dan (2) industri agrokimia terutama untuk antifeedant, fungisida dan herbisida (Bachtiar, 2007).Sargassum duplicatum merupakan salah satu jenis rumput laut coklat dari Indonesia yang berpotensi sebagai antioksidan (Jhamandas et al., 2005) karena mengandung zat-zat aktif seperti fukoidan (Yunizal, 2003), dan komponen fenolik (Lim et al., 2002). Rumput laut yang dapat digunakan sebagai fitoremidiasi yaitu jenis Gracillaria dan Eucheuma.Hasil ekstraksi rumput laut dengan menggunakan pelarut bertingkat memberikan aktivitas antibakteri yang berbeda-beda terhadap ketiga bakteri uji. Ekstrak etil asetat Sargassum sp merupakan ekstrak yang paling aktif terhadap bakteri P. aeruginosa dan M. luteus, sedangkan ekstrak metanol Sargassum sp merupakan ekstrak yang paling aktif terhadap bakteri S. epidermidis. Rumput laut Gracilaria sp merupakan salah satu bahan alami yang tidak menimbulkan resistansi untuk mengatasi penyakit pada makhluk hidup karena memiliki metabolit sekunder yang dapat membunuh bakteri.

DAFTAR PUSTAKAAnggriawan R. 2012. Assesment of Phytochemical,Antifungal, Antioxidant Activities And Toxicity of Indonesian Seaweed Extracts. Thesis. Post Graduate Program of Jenderal Soedirman University. PurwokertoAtmadja, W. S. 1992. Rumput Laut sebagai Obat. Jurnal Oseana. 17 (1): 1-8Bachtiar, A. 2007. Penelusuran Sumber Daya Hayati Laut (Alga) Sebagai Biotarget Industri. [Makalah], Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran, Jatinagor.Diantariani, N. P., Sudiarta, I. W., Elantiani, N. K. 2008. Proses Biosorpen dan Desorpen Ion Cr(VI) pada Biosorben Rumput Laut Eucheuma spinosum. Jurnal kimia. 2(1): 45-52Komarawidjaja, W. 2005. Rumput Laut Gracilaria sp sebagai Fitoremidian Bahan Organik Perairan Tambak Budidaya. Jurnal Teknologi Lingkungan. 6(2): 410-415Perales, Y. J & Leysa, M. 2012. Eucheuma Denticulatom as Potential Biosorbent for Lead Nitrate, Cadmium Sulfide and Zinc Sulfate Contaminated Waters. International Conference on Life Science and Engineering Singapore. 45 (24): 117-120Darwis, D. 2000. Uji Kandungan Fitokimia Metabolit Sekunder. Metode Lapangan dan Laboratorium. Workshop Pengembangan Sumberdaya Manusia dalam Bidang Kimia Organik Bahan Alam Hayati. DITJEN DIKTI DEPDIKNAS, Padang, 9-14.Fahri. M. (2010). Teknik Ekstraksi Senyawa Flavonoid dari Alga Coklat Sargassum cristaefolium. dalam http://elfahrybima.blogspot.com/ Di akses 5 Maret 2011Kimball, J., Soetarmi S., Sugiri N. (1983). Biologi Jilid 3, edisi ke 5. Erlangga: Jakarta.Liana. I. (2010). Aktivitas antimikroba fraksi dari ekstrak metanol Daun senggani (melastoma candidum d. Don) terhadap Staphylococcus aureus dan salmonella typhimurium serta profil Kromatografi lapis tipis fraksi teraktif. [skripsi]. FMIPA. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

2Metodologi Penelitian Restuningtyas Widi Astuti