Upload
ady-habun
View
83
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
semoga ini membantu kita semua untuk menambah ilmu
Citation preview
ABSTRAK
Nano-emulsi terdiri dari minyak dalam air yang terdispersi secara halus, memiliki
tetesan yang berukuran 100-600nm.Pada penelitian ini, nano-emulsi disusun menggunakan
mekanisme emulsifikasi spontan yang terjadi ketika face organik dan fese air dicampur.Fase
organik adalah solusi homogen minyakyang terjadi ketika surfaktan lipofilik dan pelarut air
bercampur, sedangkan fase air adalah campuran surfaktan hidrofilik dan air.
Sebuah percobaan tentang nano-emulsi menggunakan proses berdasarkan distribusi
ukuran yang diperlukan dan memiliki kaitan dengan jenis minyak, surfaktan dan air-larutan
pelarut. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa komposisi fase organik awal sangat penting
untuk proses emulsifikasi spontan dan sebagainya.
Untuk sifat fisiko-kimia diperoleh sebagai berikut :
1. Viskositas minyak dan HBL surfaktan yang berubah,α-tokoferol,minyak paling kental
yang memberikan ukuran tetesan terkecil(171±2nm), HBL yang dibutuhkan untuk
menghasilkan emulsi minyak dalam air yang unggul.
2. Efek dari pelarut air-larutan pada proses emulsifikasi dipelajari dengan menurunkan
proporsi aseton dalam fase organik .proporsi pelarut aseton mengarah kepada nano-
emulsi halus tetap pada 15/85% (v/v) dengan ETAC-aseton dan 30/70% (v/v) dengan
MEK-aseton campuran.
Untuk menentukan kekuatan pelarut dipilih melalui karakteristik
Fisikkhususnya suhu auto-inflamasi dan titik nyala. Tahap optimasi emulsi merupakan
langkah yang penting dalam proses polimer persiapan nanocapsules menggunakan nanopreci
pitation atau polikondensasi antar muka dikombinasikan dengan teknik emulsifikasi spontan.
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Kemajuan teknologi dan pengetahuan telah membawa perubahan-perubahan yang cepat
dan signifikan pada industri farmasi terutama dalambentuk-bentuk sediaan .Dengan
menggunakan teknologi modern, para peneliti sekarang dapat meneliti dan menciptakan jenis
sediaan obat yang baru yang mudah digunakan oleh masyarakat tidak seperti sediaan obat
pada zaman yang masih kuno.
Dengan dukungan kemajuan teknologi transportasi dan entry barrier yang makin tipis
dalam perdagangan internasional, maka jenis-jenis sediaan obat tersebut dalam waktu yang
singkat dapat menyebar keberbagai Negara dengan jaringan distribusi yang sangat luas dan
mampu dijangkau seluruh masyarakat domestic maupun mancanegara.
Konsumsi masyarakat terhadap produk-produk termaksud cenderung terus meningkat,
seiring dengan gaya hidup masyarakat yang lebih memilih suatu sediaan yang mudah
digunakan dan berefek lama ketimbang yang sulit digunakan dan efeknya hanya sebentar.
Dari gaya hidup masyarakat inilah pala ilmuan mancanegara ini gencar melakukan percobaan
agar mendapatkan sebuah sediaan yang dapat memuaskan masyarakat.
Untuk itu Indonesia juga harus memiliki pemikiran seperti para ahli dimancanegara agar
tidak ketinggalan jauh dalam membuat penelitian dan penciptaan jenis sediaan obat, kosmetik
dan yang lainnya.Karena Indonesia adalah Negara yang cukup besar menjadi konsumen
sedian-sedian tersebut. Maka dari itu kami mengambil pembahasan tentang
NANOTEKNOLOGI karena diIndonesia sendiri sediaan ini masih jarang bahkan tidak ada
digunakan padahal sediaan ini sangat menguntungkan untuk sang konsumen yang menderita
suatu penyakit.
2
I.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara membuat formulasi emulsi menggunakan emulsifikasi spontan?
2. Bagaimana pengaruh sifat minyak pada formulasi emulsi?
3. Bagaimanakah optimasi surfaktan dalam emulsi?
4. Apakah pelarut yang dapat digunakan untuk formulasi emulsi spontan?
I.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui cara membuat formulasi emulsi menggunakan emulsifikasi
spontan.
2. Untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh sifat minyak pada formulasi emulsi.
3. Untuk mengetahui seberapa jauh optimasi surfaktan dalam emulsi.
4. Untuk mengetahui jenis pelarut dan perbandingan jenis pelarut yang dapat digunakan
untuk formulasi emulsi spontan.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Deskripsi Nanoteknologi
Teknologi-Nano adalah pembuatan dan penggunaan materi atau devais pada
ukuran sangat kecil. Materi atau devais ini berada pada ranah 1 hingga 100 nanometer
(nm). Satu nm sama dengan satu-per-milyar meter (0.000000001 m), yang berarti
50.000 lebih kecil dari ukuran rambut manusia. Saintis menyebut ukuran pada ranah 1
hingga 100 nm ini sebagai skala nano (nanoscale), dan material yang berada pada
ranah ini disebut sebagai kristal-nano (nanocrystals) atau material-nano
(nanomaterials).
Skala nano terbilang unik karena tidak ada struktur padat yang dapat diperkecil.
Hal unik lainnya adalah bahwa mekanisme dunia biologis dan fisis berlangsung pada
skala 0.1 hingga 100 nm. Pada dimensi ini material menunjukkan sifat fisis yang
berbeda; sehingga saintis berharap akan menemukan efek yang baru pada skala nano
dan memberi terobosan bagi teknologi.
Beberapa terobosan penting telah muncul di bidang nanoteknologi.
Pengembangan ini dapat ditemukan di berbagai produk yang digunakan di seluruh
dunia. Sebagai contohnya adalah katalis pengubah pada kendaraan yang mereduksi
polutan udara, devais pada komputer yang membaca-dari dan menulis-ke hard disk,
beberapa pelindung terik matahari dan kosmetik yang secara transparan dapat
menghalangi radiasi berbahaya dari matahari, dan pelapis khusus pakaian dan
perlengkapan olahraga yang dapat meningkatkan kinerja dan performa atlit. Hingga
saat ini para ilmuwan yakin bahwa mereka baru menguak sedikit dari potensi
teknologi nano.
Teknologi nano saat ini berada pada masa pertumbuhannya, dan tidak seorang pun
yang dapat memprediksi secara akurat apa yang akan dihasilkan dari perkembangan
penuh bidang ini di beberapa dekade kedepan. Meskipun demikian, para ilmuwan
yakin bahwa teknologi nano akan membawa pengaruh yang penting di bidang medis
dan kesehatan; produksi dan konservasi energi; kebersihan dan perlindungan
lingkungan; elektronik, komputer dan sensor; dan keamanan dan pertahanan dunia.
4
Ilustrasi Ukuran di Kehidupan :
Makhluk hidup tersusun atas sel –sel yang memiliki diameter ± 10 µm.
Bagian dalam sel memiliki ukuran yang lebih kecil lagi, bahkan protein dalam sel
memiliki ukuran ± 5 nm yang dapat diperbandingkan dengan nanopartikel buatan
manusia.
Teknologi nano sebenarnya telah dimanfaatkan sejak dulu dalam bidang kesehatan
yaitu dalam mengamati prilaku vaksin dan mikroba lainnya serta efeknya terhadap
tubuh kita. Dalam kosmetik sudah kita lihat adanya sabun yang transparan dan baru
baru ini muncul produk baru yang disebut sebagai sunscreen transparent yang dipro
duksi oleh perusahaan bernama Nanophase Technologies, sunscreen ini dibuat dari
partikel zink okside yang berukuran nano meter sehingga transparan.
Dalam bidang kesehatan teknologi nano ini selain mendapat sambutan yang positif
juga mendapat sambutan negatif yang antara lain karena adanya kekhawatiran para
akhli medis mengenai bahaya kontaminasi logam ukuran nano meter ke dalam tubuh
baik yang melalui saluran pernapasan maupun yang langsung melalui pori-pori kulit
tubuh, hal ini bisa terjadi karena partikel nanometer dalam keadaan tunggal tidak
terlihat oleh mata kita sehingga akan mudah terakumulasi dalam tubuh dan mungkin
juga tertransfer kesaluran darah yang bisa saja akan mengakibatkan kanker atau
penyakit lainnya.
5
II.2. Bidang Farmasi
Nanoteknologi sudak banyak digunakan dalam bidang sains, antara lain biomedis,
elektronik, magnetik, optik, IT, ilmu material, komputer, tekstil, kosmetika, bahkan
obat-obatan. Sebagian besar obat obatan dan kosmetika yang beredar di pasaran saat i
ni bekerjanya kurang optimal disebabkan karena zat aktifnya :
* memiliki tingkat kelarutan yang rendah.
* membutuhkan lemak agar dapat larut.
* mudah teragregasi menjadi partikel besar
* tidak mudah diabsorpsi dan dicerna
Terobosan nanoteknologi dalam bidang kosmetika dan obat-obatan mampu
menciptakan bahan kosmetika dan obat-obatan dengan efektivitas yang jauh lebih
baik. Sebagai contoh adalah penggunaan liposom dalam formula obat dan kosmetika.
Liposom adalah vesikel berbentuk spheris dengan membran yang terbuat dari dua
lapis fosfolipid (phospholipid bilayer), yang digunakan untuk menghantarkan obat
atau materi genetik ke dalam sel. Liposom dapat dibuat dari fosfolipid alamiah dengan
rantai lipid campuran ataupun komponen protein lainnya. Bagian phospholipid bilayer
dari liposom dapat menyatu denganbilayer yang lain seperti membran sel, sehingga
kandungan dari liposom dapat dihantarkan ke dalam sel.
Dengan membuat liposom dalam formula obat atau kosmetika, akhirnya bahan
yang tidak bisa melewati membran sel menjadi dapat lewat. Manfaat sistem
penghantaran zat
aktif kosmetika dengan menggunakan liposom berukuran 90 nm adalah :
* mampu menghantarkan zat aktif sampai lapisan bawah kulit.
6
* mampu menghantarkan zat aktif lebih cepatk, sehingga didapatkan recovery yang
lebih cepat pula.
II.2. Deskripsi Emulsi
Emulsi adalah suatu dispersi dimana fase terdispersinya terdiri9 dari bulatan-bulatan kecil
zat cair yang terdistribusi ke seluruh pembawa yang tidak bercampur. (Ansel, Howard. 2005.
Halaman 376 )
Emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan
lainnya dalam bentuk tetesan kecil. (FI IV. Halaman 6 )
Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat,
terdispersi dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang
cocok. (FI III. Halaman 9 )
Emulsi adalah sediaan yang mengandung dua zat cair yang tidak tercampur,
biasanya air dan minyak, cairan yang satu terdispersi menjadi butir-butir kecil dalam cairan
yang lain ( sistem dispersi, formulasi suspensi dan emulsi Halaman 56 )
Dari beberapa defini yang tertera dapat disimpulkan bahwa emulsiadalah sistem dua fase
yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan pembawa yang membentuk butiran-butiran
kecil dan distabilkan dengan zat pengemulsi/surfaktan yang cocok.
Emulsi Spontan
Emulsifikasi spontan terjadi bila suatu emulsi di bentuk tanpa penggunaan
pengadukan luar apapun. Mikroemulsi biasa terbentuk secara serentak, tetapi tidak semua
emulsi spontan transparan. Fenomena emulsifikasi spontan dapat diamati bila setetes
minyak di tempatkan pada larutan air dari suatu pengemulsi, dalam hal mana antarmuka
menjadi tidak stabil dan menghasilkan pembentukan tetesan-tetesan halus.
II.2.1. Macam-macam emulsi
Oral
7
Umumnya emulsi tipe o/w, karena rasa dan bau minyak yang tidak enak dapat tertutupi,
minyak bila dalam jumlah kecil dan terbagi dalam tetesan-tetesan kecil lebih mudah dicerna.
Topikal
Umumnya emulsi tipe o/w atau w/o tergantung banyak faktor misalnya sifat zatnya atau
jenis efek terapi yang dikehendaki. Sediaan yang penggunaannya di kulit dengan tujuan
menghasilkan efek lokal.
Injeksi
Sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau
disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan secara merobek jaringan
ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir.Contoh : Vit. A diserap cepat melalui
jaringan, bila diinjeksi dalam bentuk emulsi.
(Syamsuni, A. 2006)
II.2.2. Tipe-tipe emulsi
Tipe emulsi o/w atau m/a : emulsi yang terdiri atas butiran minyak yang tersebar
atau terdispersi ke dalam air. Minyak sebagai fase internal, air sebagai fase eksternal.
Tipe emulsi w/o atau m/a : emulsi yang terdiri atas butiran air yang tersebar atau
terdispersi ke dalam minyak. Air sebagai fase internal, minyak sebagai fase eksternal.
(Syamsuni, A. 2006)
Emulsi yang tidak memenuhi persyaratan
Creaming : terpisahnya emulsi menjadi dua lapisan, yaitu nagian mengandung fase
dispersi lebih banyak dari pada lapisan yang lain. Creaming bersifat reversibel artinya jika
dikocok perlahan akan terdispersi kembali.
Koalesensi dan cacking (breaking) : pecahnya emulsi karena film yang meliputi
partikel rusak dan butiran minyak berkoalesensi/menyatu menjadi fase tunggal yang
memisah. Emulsi ini bersifat irreversible. Hal ini terjadi karena :
a. Peristiwa kimia : penambahan alkohol, perubahan pH
b. Peristiwa fisika : pemanasan, pendinginan, penyaringan
c. Peristiwa biologi : fermentasi bakteri, jamur, ragi
Inversi fase peristiwa berubahnya tipe emulsi o/w menjadi w/o secara tiba-tiba atau
sebaliknya sifatnya irreversible.
II.2.3. Komponen emulsi
8
A. Komponen dasar yaitu bahan pembentuk emulsi yang harus terdapat di dalam emulsi,
terdiri atas :
a. Fase dispersi : zat cair yang terbagi-bagi menjadi butiran kecil di dalam zat cair
lainnya.
b. Fase pendispersi : zat cair dalam emulsi yang berfungsi sebagai bahan dasar ( bahan
pendukung ) emulsi tersebut.
c. Emulgator : bagian dari emulsi yang berfungsi untuk menstabilkan emulsi.
Contoh emulgator :
Gom Arab : Cara Pembuatan air 1,5 kali bobot GOM
Tragacanth : Cara Pembuatan air 20 kali bobot tragacanth
Agar-agar : Cara Pembuatan 1-2% agar-agar yang digunakan
Condrus : Cara Pembuatan 1-2% condrus yang digunakan
CMC-Na : Cara Pembuatan 1-2% cmc-na yang dihunakan
Emulgator alam
Kuning telur : Cara Pembuatan emulsi dengan kuning telur dalam mortir luas dan
digerus dnegan stemper kuat-kuat, setelah itu dimasukkan minyaknya sedikit demi sedikit,
lalu diencerkan dengan air dan disaring dengan kasa.
Adeps lanae
Emulgator mineral
Magnesium Aluminuin Silikat ( Veegum ) : Cara Pembuatan diapaki 1%
Bentonit : Cara Pembuatan 5% bentonit yang digunakan
Emulgator buatan/sintesis
Tween : Ester dari sorbitan dengan asam lemak disamping
mengandung ikatan eter dengan oksi etilen, berikut macam-macam jenis tween :
a. Tween 20 : Polioksi etilen sorbitan monolaurat, cairan seperti minyak.
b. Tween 40 : Polioksi etilen sorbitan monopalmitat, cairan seperti minyak.
c. Tween 60 : Polioksi etilen sorbitan monostearat, semi padat seperti minyak.
d. Tween 80 : Polioksi etilen sorbitan monooleat, cairan seperti minyak.
Span : Ester dari sorbitan dengan asam lemak. Berikut jenis span :
a. Span 20 : Sorbitan monobiurat, cairan
b. Span 40: Sorbitan monopulmitat, padat seperti malam
c. Span 60 : Sorbitan monooleat, cair seperti minyak
9
B. Komponen Tambahan yaitu bahan tambahan yang sering ditambahkan ke dalam emulsi
untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Misalnya : pewarna, pengaroma, perasa, dan
pengawet
II.2.4. Metode Pembuatan Emulsi
Metode GOM kering 4:2:1
~ GOM dicampur minyak sampai homogen
~ Setelah homogen ditambahkan 2 bagian air, campur sampai homogeny
Metode GOM basah
~ GOM dicampur dengan air sebagian
~ Ditambahkan minyak secara perlahan, sisa air ditambahkan lagi
Metode botol
~ GOM dimasukkan ke dalam botol + air, dikocok
~ Sedikit demi sedikit minyak ditambahkan sambil terus dikocok.
(Ansel, Howard. 2005)
Stabilitas Emulsi
Jika didiamkan tidak membentuk agregat
Jika memisah antara minyak dan air jika dikocok akan membentuk emulsi lagi
Jika terbentuka gregat, jika dikocok akan homogen kembali.
Evaluasi Sediaan Emulsi
Organoleptis : Meliputi pewarnaan, bau, rasa dan dari seeiaan emulsi pada
penyimpanan pada suhu endah 5oC dan tinggi 35oC pada penyimpanan masing-masing 12
jam.
Volume Terpindahkan (FI IV. Halaman 1089)
Untuk penetapan volume terpindahkan, pilih tidak kurang dari 30 wadah, dan selanjutnya
ikuti prosedur berikut untuk bentuk sediaan tersebut. Kocok isi dari 10 wadah satu persatu.
Prosedur:
Tuang isi perlahan-lahan dari tiap wadah ke dalam gelas ukur kering terpisah dengan
kapasitas gelas ukur tidak lebih dari dua setengah kali volume yang diukur dan telah
dikalibrasi, secara hati-hati untuk menghindarkan pembentukkan gelembung udaa pada waktu
penuangan dan diamkan selama tidak lebih dari 30 menit.
Jika telah bebas dari gelembung udara, ukur volume dari tiap campuran: volume rata-rata
larutan yang diperoleh dari 10 wadah tidak kurang dari 100 %, dan tidak satupun volume
10
wadah yang kurang dari 95 % dari volume yang dinyatakan pada etiket. Jika A adalah
volume rata-rata kurang dari 100 % dari yang tertera pada etiket akan tetapi tidak ada satu
wadahpun volumenya kurang dari 95 % dari volume yang tertera pada etiket, atau B tidak
lebih dari satu wadah volume kurang dari 95 %, tetapi tidak kurang dari 90 % dari volume
yang tertera pada etiket, lakukan pengujian terdadap 20 wadah tambahan. Volume rata-rata
larutan yang diperoleh dari 30 wadah tidak kurang dari 100 % dari volume yang tertera pada
etiket, dan tidak lebih dari satu dari 30 wadah volume kurang dari 95 %, tetapi tidak kurang
dari 90 % seperti yang tertera pada etiket.
Penentuan viskositaas : Dilakukan terhadap emulsi, pengukuran viskositas
dilakukan dengna viskometer brookfield pada 50 putaran permenit (Rpm).
Daya hantar listrik : Emulsi yang sudah dibuat dimasukkan dalam gelas piala
kemudian dihubungkan dengan rangkaian arus listrik. Jika mampu menyala maka emulsi tipe
minyak dalam air. Jika sistem tidak menghantarkan listrik maka emulsi tipe air dalam
minyak.
Metode pengenceran : Emulsi yang sudah dibuat dimasukkan dalam gelas piala
kemudian diencerkan dengan air. JIka dapat diencerkan maka emulsi tipe minyak dalam air
dan sebaliknya.
Metode percobaan cincin : Jika satu tetes emulsi yang diuji diteteskan pada kertas
saring maka emulsi minyak dalam air dalam waktu singkat membentuk cincin air disekeliling
tetesan.
Metode warna : Beberapa tetes larutan bahan pewarna lain ( metilen )
dicampurkan ke dalam contoh emulsi. Jika selurih emulsi berwarna seragam maka emulsi
yang diuji berjenis minyak dalam air, oleh karena air adalah fase luar. Sampel yang diuji
bahan warna larut sudan III dalam minyak pewarna homogen pada sampel berarti sampel tipe
air dalam minyak karena pewarna pelarut lipoid mampu mewarnai fase luar.
11
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
1. Kegunaan Nano-emulsi
Nano emulsi baik adalah minyak dalam air yang terdispersi, memiliki tetesan menca
kup rentang ukuran 100-600 nm (Nakajima et al, 1993;.Nakajima, 1997). Nano-emulsi
juga disebut sebagai mini-emulsi (Ugelstadt et al, 1973;.. El-Aasser et al, 1988), tidak
seperti mikroemulsi (yang juga transparan atau nano-emulsi tembus dan stabil secara
termodinamika) tetapi nano-emulsi inihanya bersifat kinetis stabil. Terkadang jangka
panjangstabilitas fisiknano-emulsi (tanpa jelasflokulasiataupeleburan) membuat mereka
unikdanmereka kadang kadangdisebut sebagai"mendekati stabilitastermodinamika
"(Tadros etal, 2004;.Girardetal., 1997).
Daya tariknano-emulsi untuk aplikasi pribadi dan kosmetik serta perawatan
kesehatanmemiliki keuntungan sebagai berikut:
Tidak seperti mikroemulsi (yang memerlukan tinggi konsentrasi surfaktan, biasanya
sekitar 20% dan lebih tinggi), nano-emulsi dapat dibuat dengan menggunakan
konsentrasi surfaktan yang lebih rendah, konsentrasi surfaktan terdiri antara 3-10%
mungkin cukup.
Ukuran kecil dari tetesan untuk penggunaan kulit memungkinkan mereka untuk
berdeposit seragam pada kulit.
Nano-emulsi cocok untuk pengiriman yang efisien bahan aktif melalui kulit
(Sonneville-AUBRUN et al., 2004). Permukaan besar daerah dari sistem emulsi,
permukaan rendah ketegangan seluruh sistem dan antar muka yang rendah ketegangan
O / tetesan W memungkinkan meningkatkan penetrasi agen aktif.
Karena ukurannya yang kecil, nano-emulsi dapat menembus melalui "kasar"
permukaan kulit dan ini meningkatkan penetrasi aktif.
Sifat fluiditas dari sistem (pada konsentrasi minyak rendah) serta tidak adanya
pengental mungkin memberi mereka karakter estetika menyenangkandan kulit terasa
nyaman.
Nano-emulsi dapat diterapkan untuk menjadi pewangi, yang dapat dimasukkan pada
produk perawatan. Hal ini juga dapat diterapkan dalam parfum, yang diinginkan untuk
dirumuskan bebas alkohol.
12
Nano-emulsi dapat diterapkan sebagai pengganti untuk liposom dan vesikel (yang
jauh lebih sedikit stabil) dan mungkin dalam beberapa kasus untuk membangun pipih
fase kristal cair di sekitar tetesan nano-emulsi.
Nano-emulsi merupakan langkah utama dalam nanocapsules dan nanospheres sintesis
menggunakan nanoprecipitation (Fessi et al., 1986, 1989, 1992) dan polikondensasi ant
armuka dikombinasikan dengan emulsifikasi spontan (Bouchemal et al., 2004;
Montasser et al., 2001). Kedua teknik memerlukan emulsifikasi spontan langkah dalam
kondisi
optimal yang sama. Tetesan ukuran dan distribusi ukuran yang tergantung pada sponta
nitas emulsifikasi (Gopal, 1968; Becher, 1983; Shahizdadeh et al., 1999). Spontanitas e
mulsifikasi yang buruk didefinisikan, karena harus memperhitungkan tidak hanya
untuk tingkat emulsifikasi yang proses, tetapi juga untuk volume dan partikel distribusi
ukuran emulsi yang dihasilkan. Spontanitas proses emulsifikasi ini tergantung pada
variabel-variabel berikut: tegangan antar muka, antar muka dan viskositas bulk, fase
wilayah transisi dan surfaktan struktur dan konsentrasi (Lopes-Montilla et al., 2002;
Davies dan Rideal, 1961; Aveyard et al., 1986; Miller, 1988; Miller dan Raney, 1993;
Miller, 1996; Hackett dan Miller, 1988; Davies dan Haydon, 1957). Emulsifikasi
spontan dihasilkan oleh berbagai mekanisme yang tampaknya akan terpengaruh oleh
komposisi sistem dan fisikokimia mereka karakteristik (Lopes-Montilla et al., 2002).
Di makalah ini, pengaruh sifat fisik minyak dan sifat surfaktan pada emulsi distribusi
ukuran pertama kali dipelajari. Setelah minyak dan surfaktan dioptimalkan, efek air-
pelarut miscibility pada proses emulsifikasi dipelajari dengan mengubah proporsi
aseton dalam organik fase.
2. Metode dan Bahan
2.1. Bahan
Pelarut seperti etanol, aseton, tetrahidrofuran (THF), metil etil keton (MEK), metil
asetat (MeAc) danetil asetat (ETAC) diperoleh dari Sigma-Aldrich bahan
kimia.Minyak
seperti kaprilat/kaprat trigliserida (Miglyol® 812, Myritol®318) yang disediakan oleh
CONDEA France, alpha tokoferol dan heksil laurat diperoleh dari COLETICA(Pranci
s).Surfaktan (Span® 80, Span®85, Tween®20,Tween®80, Pluronic®F68) yang dised
iakan oleh Seppic(Prancis).
Lipoid®S75diperoleh dari Lipoid GmbH Ludwigshafen Jerman.
13
Table 1
Konstituen nano-emulsi proporsi % (b/b) dengan menggunakan proses spontan
emulsifikasi sebelum dan sesudah penguapan pelarut
Senyawa Setelahpenguapan
(% (B/b))
Sebelum penguapan
(% (B/b))
Lipofiliksurfaktan
Hidrofiliksurfaktan
Minyak
Air
Pelarut air dapat tercampur
0,06
0,113
0,33
66,50
33,00
0,18
0,33
1
98,49
Ppm
2.2. Persiapan nano-emulsi
Metodologi untuk memperoleh emulsi dengan spontan emulsifikasi menyajikan
tiga langkah, yaitu:
a. Penyusunan solusi organic homogeny (S1) terdiri dari minyak (400
mg Miglyol®812,
Myritol®318, heksil lauratan atau alpha tokoferol) dan surfaktan lipofilik (86 mg Spa
n®80, Span®85, atauLipoid®S75) dalam pelarut air bercampur(40 ml) (Tabel 1).
Fasa air homogeny (S2) dibentuk olehair (80 ml), dan hidrofiliksurfaktan (136 mg
Tween®20, Tween®80 atau Pluronic®F68).
b. Fase organik disuntikkan pada fase air dengan pengadukanmagnetik: o /wemulsi
dibentuk seketika oleh difusi organic pelarut dalam eksternal fase air terkemuka pemb
entukan Nano droplets. Magnetik pengadukan dipertahankan selama 30 menit untuk
membiarkan system mencapai keseimbangan.
c. Totalitas pelarut air bercampur telah dihapus oleh penguapan selama 45 menit di
bawah berkurang tekanan. Nano droplets minyak terdispersi dalam larutan air dan sur
faktan hidrofilik.
14
1.3 . Optimisasi minyak, surfaktan danpelarut air-larut. Semua percobaan tentang
optimalisasi pembentukan emulsi dilakukan pada25° C.
2.3.1.Optimasi Minyak
Pengaruh sifat minyak pada emulsi Ukuran dipelajari menggunakan berbagai
jenis minyak difase organik (Miglyol® 812, Myritol®318, heksil laurat atau
alpha-tokoferol). Komponen lainnya yang tetap: (Span® 85/Tween®20) sebagai
surfaktan dan aseton sebagai air-larut pelarut.
2.3.2. Optimasi Surfaktan
Dalam rangka untuk menentukan HLB yang diperlukan emulsi, fasa organic
yang mengandung migliol (r) 812, aseton dan surfaktan lipofilik disuntikkan
dilarutan homogeny air dan surfaktan hidrofilik. Pasangan surfaktan yang
digunakan adalah (Lipoid® S75/Pluronic®F68), (Span® 80/Tween®80)
dan(Span® 85/Tween®20) pada proporsi yang ditunjukkan dalam bagian 2.2.
2.3.3. Optimasi Pelarut
Setelah minyak dan surfaktan dioptimalkan, ukuran distribusi emulsi
diperoleh dengan menggunakan berbagai campuran pelarut dipelajari. Daftar
pelarut yang seluruhnya atau sebagian larut dengan air dipilih pada Farmakope Er
opa (edisi 4, 2002). Ada berbagai pelarut yang digunakan dalam pengolahan farm
asi. Pelarut ini telah diklasifikasikan menurut toksisitas mereka pada tiga kelas:
•KelasI: Pelarut yang harus dihindari.
•KelasII: Pelarut untuk menjadi terbatas.
•KelasIII: Pelarut dengan potensi beracun rendah.
Untuk alasan keamanan, pelarut dari Kelas III yang dipilih dalam proses
emulsifikasi spontan. Tabel 2 memberikan daftar Kelas pelarut III yang tercantum
dalam Farmakope Eropa(4th ed., 2002) total atau sebagian larut dengan air.
15
Tabel2. Larutan air Kelas III pelarut menurut Eropa
Farmakope(ed keempat., 2002) dan buku saku Kimia dan Fisika(74ed., 1993-
1994)
Pelarut Larutan air
aseton
etanol
Tetrahidrofuran
Metil etil keton
Metil asetat
Etil asetat
Isopropyl asetat
Terlarut
Terlarut
Sangat larut
Sangat larut
Sangat larut
Sebagian larut
Sebagian larut
2.4. Tetesan pengukuran distribusi ukuran
Tetesan distribusi ukuran, salah satu yang paling penting karakteristik fisik
dari nano-emulsi,diukur dengan metode difusi menggunakan cahaya-hamburan
ukuran partikel analyzer CoulterLS230 (Beckman Coulter, CoultronicsPrancis).
LS230 mengukur distribusi ukuran menggunakan difusi sinar laser oleh partikel.
Informasi tentang tetesan kecil dari 600nm adalah terbatas dalam pola
difraksi, sehingga teknik lain adalah digunakan. Dengan demikian, LS230
termasuk pengukuran lain perakitan, disebut polarisasi intensitas diferensial
hamburan(PID). Sebuah PID perakitan terdiri dari sebuah sumber cahaya pijar dan
filter polarisasi, sebuah PID sampel sel dan tambahan tujuh detektorfoto diode
(enam untuk mengukurcahaya tersebar ditambah satu untuk memantau
kekuatanbalok).Untuk mengukur ukuran tetesan distribusi, 0,5 emulsi ml diperken
alkan untuk mengukur kompartemen (125 mlair). Hasil disajikan sebagai
distribusi volume (n =3).
2.5. Pengamatan mikroskopis
Morfologi dan struktur emulsi yang belajar menggunakan mikroskop
elektron transmisi (TEM) Topcon 002B beroperasi pada 200kV dan 0,18nm yang
mampu point-ke-point resolusi. Kombinasi lapangan terang (BF) pencitraan untuk
meningkatkan pembesaran dan modedifraksi digunakan untuk mengungkapkan
bentuk dan ukuran emulsi dan menentukan karakter amorf atau Kristal komponen
mereka.
16
Dalam rangka untuk melakukan pengamatan TEM, yang terkonsentrasi
emulsi pertama diencerkan dalam air(10/01), setetes emulsi diencerkan, kemudian
langsung disimpan pada film jaringan berlubang dan diamati setelah pengeringan.
Emulsi tampak gelap walaupun lingkungan dalam keadaan carah cerah, "positif"
gambar terlihat. Observasi langsung juga memungkinkan kita untuk melakukan
daerah electron yang dipilih difraksi (SAED) untuk memeriksa kristalinitas
komponen emulsi inti(Guinebretière etal., 2002;Louchetetal., 1988).
Gambar. 1.TEM karakteristik gambar tetesan emulsi yang diperoleh dari α –
tokoferol setelah aseton menguap.
3. Hasil Penelitian
1.1. Optimasi Minyak
3.1.1. α-tokoferol
Ukuran rata-rata nano-emulsi yang diperoleh dari α –tokoferol /aseton/(Span®
85/Tween®20)] sistemik sebelum dan sesudah penguapan ditentukan. Ukuran rata-
rata dari nano-emulsi adalah (163 ± 2nm) sebelum aseton menguap, ukuran ini
meningkat sedikit setelah aseton menguap(171 ±2nm),. Kenaikan ini tidak dapat
dianggap signifikan dalam pandangan akurasi sistem. Pengamatan mikroskopis
menunjukkan adanya tetes bola(Gambar 1dan2)
Ukuran rata-rata dihitung dari 94 tetes pengukuran diperkirakan 180nm,
dengan persetujuan analisis granulometri. Foto-foto ini menunjukkan dengan jelas
adanya fase padat dalam intidropemulsi (Gbr. 2AdanB). Hal ini dapat dijelaskan oleh
fakta bahwa inti minyak dalam nano-emulsi dapat mengkristal selama persiapan
sampel sebelum pengamatan mikroskopis(vakum tinggi).
17
3.1.2. Kaprilat/kaprat trigliserida (Myritol® 318, Miglyol®812) dan heksil laurat
Nano-emulsi diperiksa oleh mata telanjang dan adanya agregat atau kotoran
itu tidak terdeteksi bahkan setelah beberapa minggu penyimpanan. Itu analisis
granulometri dari emulsi berdasarkan Myritol®318 dan Miglyol®812, menunjukkan
dua populasi dari tetesan populasi nano-tetes dengan berarti ukuran 320±26,
310±14nm, dan populasi mikro-tetes dengan ukuran rata-rata 1986±70, 1986±7nm,
masing-masing.
Gambar 3 menunjukkan bahwa emulsi ukuran rata-rata disiapkan
dengan berbagai minyak meningkat pesat setelah pelarut menguap(aseton)
kecuali untuk alphs-tokoferol berdasarkan nano-emulsi. Peningkatan emulsi
turun rata-rata. Ukuran setelah penguapan mungkin karena aglomerasi tetesan
kecil, yang disebabkan oleh penguapan aseton ada dalam fasaeksternal. Ada
perbedaan luas dalam ukuran rata-rata emulsi turun sesuai dengan sifat minyak
yang digunakan. Hal ini jelas bahwa alpha-tokoferol (171 ±2nm) dan heksil
laurat (335 ±37nm) memberikan hasil yang lebih baik dari Myritol®318 dan
Miglyol®812 menurut tujuan ukuran rata-rata lebih kecil dari 600nm.
Penelitianpal(1998) mengungkapkan
bahwa tetes ukuran emulsi menurun ketika emulsi viskositas meningkat, pengamatan i
ni sejalan dengan hasil kami; alpha-tokoferol, minyak yang paling kental,
memberikan ukuran tetes yang lebih kecil (171 ±2nm). Myritol®312 dan
Miglyol®812 memiliki viskositas yang sama (27-33mPa pada 20◦C). Namun
viskositas minyak yang tinggi bukanlah cukup, kondisi untuk memperoleh emulsi
dengan ukuran tetes yang kecil ,karena heksil laurat menyajikan viskositas rendah
18
(4.5-7.5mPa pada 20◦C) dan memungkinkan untuk mendapatkan nano-emulsi dengan
ukuran terkecil rata-rata(310 ±14nm).
Tabel 3. Kepadatan dan viskositas alpha-tokoferol, larutan heksil,
myritol®312 dan Miglyol®812
Kepadatan pada 20◦C (gm3) Viskositas pada 20◦C (mPa)
Alpha-tokoferol
Larutan heksil
Myritol®312
Miglyol®812
0.940–0.960
0.840–0.850
0.945–0.949 27–33
0.950
3000–4500
4.5–7.5
27–33
27–33
3.2. Pilihan Surfaktan
Seperti dijelaskan di atas, nano-emulsi yang stabil dengan kombinasi dua
surfaktan. Tabel 4 menunjukkan keseimbangan hidrofilik-lipofilik (HLB) dari sistem
dihitung sesuai dengan persamaan. (1). Semua surfaktan dikutip dalam literatur memil
iki nilai teoritis HLB dari 1 sampai kira kira 50 (Griffin, 1954). Semakin pengemulsi
hidrofilik memiliki HLB nilai lebih besar dari 10, sedangkan pengemulsi lebih lipofili
k memiliki HLB nilai-nilai dari 1 sampai 10.
HLB=(X aHLBa)
X a+(XbHLBb )
X bX a= ma
ma+mbX b= mb
ma+mb
19
ma=80 mg selama 40 ml fase organik, mb= 136 mg untuk 80 ml fasa air, Xa dan Xb
mewakili proporsi berat lipofilik dan hidrofilik surfaktan, masing-masing. Madan mb
mewakili berat lipofilik dan hidrofilik surfaktan, masing-masing, ditentukan menurut
sebelumnya Penelitian (Montasser, 1999).
Jelas bahwa ukuran nano emulsi bervariasi menurut sistem surfaktan (124±46nm) den
gan (lipoıd®S75/pluronic®F68), (516±71nm) dengan (span® 80/Tween®80) dan
(725±198nm) diperoleh menggunakan (span® 85/Tween® 20). Ukuran partikel rata rata men
urun ketika nilai HLB dari sistem meningkat seperti yang diharapkan dengan o/w emulsi
(Tabel 4).
Hasil kami sesuai dengan Bru (1998) dan Seijo (1990) yang mengamati penurunan u
kuran partikel menggunakan Pluronic® F68 dan Tween® 80 sebagai surfaktan hidrofilik. Plu
ronic® F68 memberikan kontribusi untuk mengurangi ukuran partikel: Frisbee dan McGinity
(1994) menunjukkan bahwa penggunaan Pluronic® F68 sebagai agen pengemulsi menghasil
kan ukuran terkecil nano-emulsi (Frisbee dan McGinity, 1994). Selanjutnya, Seijoetal. (1990)
menyimpulkan bahwa konsentrasi Pluronic® F68 mampu mempengaruhi sangat profil distrib
usi ukuran dari yang diperoleh dispersi submicronic (nano-emulsi atau nano partikel)
(Guinebretière, 2001;Bruetal,1998;. Seijoetal., 1990).
3.3. optimasi pelarut
Tujuan dari ini bagian dari penelitian ini adalah untuk menentukan pelarut atau campuranpela
rut yang memungkinkan pembentukan nano-emulsi dengan ukuran partikel kurang dari
600 nm. Optimasi pelarut yang sangat menarik dalam langkah untuk persiapan emulsi
denganspontan menggunakanemulsifikasiuntukfarmasidan kosmetik.
20
3.4. Etanol dan aseton
Nano- emulsi diperoleh dengan menggunakan aseton atau etanol disajikan aspek hom
ogen tanpa agregat atau pemisahan fasa.Ukuran mean diameter sekitar masing-masing
171±2dan195±5 nm.(Gambar. 4dan5).
Terlepas dari ukuran tetesan halus, distribusi ukuran dan stabilitas nano e
mulsi diperoleh dengan menggunakan etanol, pelarut ini tidak dapat diterima ka
rena ia menciptakan sekunder reaksi antara senyawa alkohol (-OH) dan monom
er yang berbeda (asam diklorida-CO-Cl atau diisosianat N==C==O) digunakan
untuk nano capsulessintesis selama polikondensasiantar muka (Montasseretal. 2
001; Bouchemaletal. 2004). Pelarut yang digunakan harus inert dan berlaku unt
uk semua teknik.
21
Alasannya, kami memilih pelarut lainnya. Properti utama yang dibutuhka
n untuk pelarut yang digunakan dalam emulsifikasi spontan, adalah miscibilityk
uasi Total dengan fasekontinyu (air). Mengingat hanya
titik ini, aseton adalah yang paling tepat pelarut. Namun, perangsangan tinggi da
pat membatasi keperluan industri. Untuk alasan ini kami mempelajari efek dari
substitusi aseton dengan pelarut lain atau campuran pelarut.
3.4.1. Campuran pelarut pada 15/85% (v/v):THF-aseton, etil asetat-aseton, MEK-aseton dan
metil asetat-aseton.
Lima formulasi disusun menggunakan aseton: THF-aseton, etil asetat-aseton, MEK-as
eton dan metil asetat-aseton pada 15/85% (v/v).
Distribusi ukuran partikel dievaluasi oleh granul ometrianalisis. Emulsidiperoleh den
gan menggunakan MEK-aseton dan etil asetat-aseton muncul melalui pemeriksan mata berleh
er sebagai yang paling stabil tanpa pemisahan fasa dibandingkan dengan yang diperoleh dari
campuran pelarut lainnya. Jadi, kami mencoba untuk mengurangi volume aseton dicampurka
n dalam dua pelarut. Untuk menentukan volume minimum yang mungkin untukmendapatkan
tetesan dengan mean diameter <600 nm.
3.4.2. Campuran etil asetat-aseton dengan berbeda proporsi: 20/80, 15/85 dan 10/90% (v/v)
Nano-emulsi distribusi ukuran setelah pelarut penguapan disajikan pada Gambar. 6.N
ano-emulsi diperoleh dengan menggunakan campuran etil asetat-aseton pada tiga proporsi ya
ng berbeda dar imasing-masing pelarut disajikan dua populasi tetes, populasi nano-tetes dan
populasi mikro-tetes, proporsi yang terakhir satu meningkat dengan etil asetat jumlah mening
kat, 15% (v/v) merupakan proporsi tertinggi etil asetat diterima dalam campuran pelarut
organik. Itu diukur ukuran rata-rata adalah 505 ± 82 nm, inirelatif bernilai tinggi adalah
karena adanya populasi kedua dari micrometric tetes 1.908 ± 21 nm. Namun demikian, dua
populasi tetes bisa akhirnya dipisahkan dengan menggunakan filtrasi.
Yang diwakili dalam Gambar. 7, penguapan pelarut yang dilakukan tidak memiliki pengaruh
pada ukuran rata-rata emulsi yang dibuat dengan (Etil asetat/aseton) campuran.
22
3.4.3. MEK-aseton pada 50/50, 40/60 dan 30/70% (v/v)
Tiga campuran MEK-aseton disusun dengan berbagai proporsi MEK-aseton: 30/70, 40/60
dan 50/50% (v /v).
Gambar.6. Studi Perbandingan nano-emulsi distribusi ukuran partikel setelah penguapan
campuran etil asetat-aseton pada berbeda proporsi: 10/90, 15/85 dan 20/80% (v /v).
Gambar.7. Pengaruh penguapan pelarut pada ukuran rata-rata emulsi diperoleh dengan
campuran asetat-aseton etil yang berbeda: 20/80, 15/85 dan 10/90% (v/v).
Menggunakan MEK-aseton pada 50/50% (v/v) dan 40/60% (v/v), nano-
emulsi yang tidak
stabil (fase pemisahan) diperoleh bahkan beberapa menit setelah persiapan mereka. MEK-
aseton pada 30/70% (v/v) yang diwakili batas untuk mendapatkan nano-emulsi dengan
ukuran partikel<600 nm. Metil etil keton diijinkan untuk mengurangi volume aseton 100-7
0% (v/v), dan menyebabkan nano-emulsi dengan distribusi mono modal (Gbr.8).
23
Sekali lagi, penguapan pelarut tidak mempengaruhi distribusi ukuran. Tetesan ukuran
dan distribusi ukuran yang tergantung pada kinetik proses emulsifikasi.
Gambar.8.Nano-emulsi analisis granulometri sebelum dan sesudah penguapan campuran
pelarut (MEK-aseton) pada 30/70% (v/v).
Gambar.9. Perbandingan suhu auto-peradangan pelarut organik yang berbeda.
Terutama tergantung pada kelarutan pelarut organik dalam air (Wehrle etal., 1995). Sebagai k
onsentrasi gradien antara fase berair dan organik meningkat, difusi pelarutakan lebih cepat da
n tetes terbentuk lebih Kecil. Kinetika spontan emulsifikasi yang paling cepat ketika miscibili
ty yang antara faseorganik dan fase berair lebih baik. Menurut Tabel 5, etil asetat dan MEK d
24
apat bercampur dengan air pada 9,6 dan 28,69% (v/v), masing masing hasil eksperimen menu
njukkan bahwa 15% etil asetat dan 30% dari MEK merupakan batas untu mendapatkan camp
uran, pelarut air bercampur mempromosikan diri emulsifikasi dan memimpin pembentukan n
ano-emulsi dengan drop rendah ukuran.
Untuk kekuatan pilihan pelarut, kami membandingkan karakteristik fisik mereka, dan
khususnya auto suhu inflamasi (Gbr.9) dan flashpoint (Gbr.10).
Suhu auto-inflamasi adalah minimal suhu dimana senyawa terbakar secara spontan ta
npa penyediaan energi lainnya sebagai api ataup ercikan. Semakin rendah suhu ini, yang pali
ng mudah terbakar adalah produk. THF menyajikan tertinggi risiko peradangan auto saat pem
anasan. Flash point adalah suhu terendah dimana cairan dapat membentuk campuran ignitable
di udara dekat permukaan cairan. Semakin rendah titik nyala, semakin mudah itu adalah untu
k menyalakan bahan. Titik nyala terdaftar di ◦C pada Gamb.10.MEK dan etil asetat menyajik
an terendah risiko pengapian (-9 dan-4,4◦C, masing-masing), tidak seperti THF dan aseton, y
ang menyajikan pelarut paling mudah terbakar. Dari semua pertimbangan
tersebut harus disimpulkan bahwa campuran asetat-aseton MEK-aseton dan etil
Gambar.10. Perbandingan titik nyala pelarut organik yang berbeda pada 30/70 dan 15/85%
(v/v), masing-masing, hadiah alternatif
yang baik untuk menggantikan aseton dalam persiapan nano-emulsi menggunakan
teknik emulsifikasi spontan.
25
BAB IV
PENUTUP
IV.1. Kesimpulan
Karena potensi nano-emulsi dalam kosmetik produk, studi intensif dilakukan untuk m
enujukan peransifat fisiko-kimia minyak, surfaktan dan pelarut air bercampur atau campuran
bahan pelarut pada nano-emulsi distribusi ukuran. Viskositas minyak, surfaktan HLB dan yan
g miscibility pelarut dengan air merupakan penting parameter dalam menentukan kualitas akh
irnano-emulsi yang diperoleh dari proses emulsifikasi spontan.
Pertama, viskositas minyak dan HLB surfaktan yang berubah, nano-emulsi terkecil te
tesan ukuran (171 ±2 nm) telah diperoleh dengan menggunakan? tokoferol, Yang minyak ken
tal yang paling, dana sosiasi(Lipo¨ıd® S75/ Pluronic ®F68)sebagai surfaktan. Kedua, aseton
proporsi dalam fase organik menurun menggunakan campuran pelarut. Membandingkan nano-
-emulsi distribusi ukuran dan sifat fisik pelarut (suhu auto-peradangan dan titik nyala), ETAC-
-aseton dan MEK-aseton campuran di15/85 dan 30/70% (v/v) dipilih sebagai campuran pelar
ut penggantian aseton. Penelitian ini optimasi emulsi dapat dianggap sebagai langkah penting
mengenai proses nano capsules obtention menggunakan nano precipitation atau polikondensa
si antar muka dikombinasikan dengan teknik emulsifikasi spontan. Nano partikel sintesis men
ggunakan salah satu dari dua teknik ini dapat dilakukan dalam sebelumnya sama kondisi opti
mal.
26
DAFTAR PUSTAKA
Aveyard, R., Binks, B.P., Clark, S., Mead, J., 1986. Interfacial tension minima in oil–water–
surfactant systems: behaviour of alkane–aqueous NaCl systems containing Aerosol OT. J.
Chem.
Soc., Faraday Trans. I 82, 125. Aveyard, R., Binks, B.P., Mead, J., 1986. Interfacial tension
minima
in oil–water–surfactant systems. J. Chem. Soc., Faraday Trans. I 82, 1755.
Becher, D.Z., 1983. Application in agriculture. In: Becher, P. (Ed.), Encyclopaedia of
Emulsion Technology, first ed. Marcel Dekker, New York, pp. 239–320.
Bouchemal, K., Briançon, S., Perrier, E., Fessi, H., Bonnet, I., Zydowicz, N., 2004. Synthesis
and characterization of polyurethane and poly(ether urethane) nanocapsules using a new
technique of interfacial polycondensation combined to spontaneous emulsification. Int. J.
Pharm. 269 (1), 89–100.
Bru, M.N., Guillon, X., Breton, P., Couvreur, P., Lescure, F., Roques Carmes, C., Riess, G.,
1998.
Procédés de preparation de nanoparticules de methylidène malonate, nanoparticules contenan
t éventuellement une ou plusieurs molecules biologiquement actives et compositions
pharmaceutiques les
contenant. French Patent 2755136.
Davies, J.T., Haydon, D.A., 1957. Spontaneous emulsification. Int. Congr. Surf. Act. 2nd 1,
417–425.
Davies, J.T., Rideal E.K., 1961. Diffusion through Interfaces. In: Willmer, H. (Ed.),
Interfacial Phenomena, first ed. Academic Press, New York, pp. 343–450.
27
El-Aasser, M., Lack, C.D., Vanderhoff, J.W., Fowkes, F.M., 1988. The mini-emulsion
process-different of spontaneous emulsification. Colloid Surf. 29, 103–118.
European Pharmacopoeia, 2002, fourth ed. vol. 5.4, pp. 347–355.
Fessi, H., Devissaguet, J.P., Puisieux, F., 1986. Procédés de préparation de systèmes
collo¨ıdaux dispersibles d’une substance sous forme de nanocapsules. French Patent
8618444.
Fessi, H., Puisieux, F., Devissaguet, J.P., Ammoury, N., Benita, S., 1989. Nanocapsule
formation by interfacial polymer deposition following solvent deplacement. Int. J. Pharm. 55,
25–28.
Fessi, H., Devissaguet, J.P., Puisieux, F. 1992. Procédé de préparation de systèmes
collo¨ıdaux dispersibles d’une substance, sous forme de nanoparticules. EP 0275 796 B1.
Frisbee, S.E., McGinity, J.W., 1994. Influence of non-ionic surfactants on the physical
properties of a biodegradable pseudolatex. Eur. J. Pharm. Biopharmcol. 40 (6), 355–363.
Girard, N., Tadros, T.F., Bailey, A.I., 1997. Original contribution: styrene and
methylmethacrylate oil-in-water microemulsions. Colloid Polym. Sci. 275 (7), 698–704.
Gopal, R.E.S., 1968. Principles of emulsion formation. In: Sherman, P. (Ed.), Emulsion
Science. Academic Press, London, pp. 1–75.
Griffin, W.C., 1954. Calculation of HLB values of non-ionic
surfactants. J. Sos. Cosmet. Chem. 5, 249.
Guinebretière, S., 2001. Nanocapsules par émulsion–diffusion de solvant: obtention,
caractérisation et mécanisme de formation. Ph.D. Thesis No. 200. Lyon,
France. Guinebretière, S., Briançon, S., Fessi H., Teodorescu, V.S., Blanchin, M.G., 2002.
Nanocapsules of biodegradable polymers: preparation and characterization by direct high
resolution electron microscopy. Mater. Sci. Eng. C 21, 137–142.
28
Hackett, J., Miller, C.A., 1988. SPE Res. Eng. 3, 791. Handbook of Chemistry and Physics
(1993–1994), 74th ed.
Lopes-Montilla, J.C., Herrera-Morales, P.E., S, D.O., 2002. Pandey, spontaneous
emulsification: mechanisms, physicochemical aspects, modeling, and applications. J. Dispers.
Sci. Technol.
23 (1/3), 219–268.
Louchet, F., Verger-Gaugry, J.L., Thibault-Desseaux, J., Guyot, P., 1988. Microscopie
électronique en transmission In Les Techniques de l’Ingénieur, p. 87Miller, C.A., 1988.
Spontaneous emulsification produced by diffusion: a review. Colloid Surf. A 29, 89–102.
Miller, C.A., Raney, K.H., 1993. Solubilization–emulsification mechanisms of detergency.
Colloids Surf. A 74, 169–215.
Miller, C.A., 1996. Solubilization and intermediate phase formation in oil-water-surfactant
systems. Tenside Surf. Det. 33, 191– 196.
Montasser, I., Fessi, H., Briançon, S., Lieto, J., 2001. Method of preparing colloidal particles
in the form of nanocapsules. World Patent WO0168235.
Montasser, I., 1999. Préparation et caractérisation de vecteurs collo¨ıdaux submicroniques par
une nouvelle technique de polycondensation interfaciale. Ph.D. Thesis. Université Claude
Bernard Lyon 1. Nakajima, H., Tomomossa, S., Okabe, M., 1993. First Emulsion
Conference, Paris, France. Nakajima, H., 1997. In: Solans, C., Konieda, H. (Eds.),
Industrial Applications of Microemulsions. Marcel Dekker, New York. Pal, R., 1998. A
novel method to correlate emulsion viscosity data. Colloid Surf. A: Physicochem. Eng.
Aspects 275–286.
Seijo, B., Fattal, E., Roblot-Treupel, L., Couvreur, P., 1990. Design of nanoparticles of less
than 50 nm diameter: preparation characterization. Int. J. Pharm. 62, 1–7.
29
Shahizdadeh, N., Bonn, D., Aguerre-Chariol, O., Meunier, J., 1999. Spontaneous
emulsification: relation to microemulsion phase behaviour. Colloid Surf. A: Physicochem.
Eng. Aspects 147, 338–375.
Sonneville-Aubrun, O., Simonnet, J.-T., L’Alloret, F., 2004. Nanoemulsions: a new vehicle
for skincare products. Adv. Colloid Interf. Sci. 108/109, 145–149.
Tadros, Th. F., Vandamme, A., Levecke, B., Booten, K., Stevens, C.V., 2004. Stabilization of
emulsions using polymeric surfactants based on inulin. Adv. Colloid Interf. Sci.
108/109, 207–226.
Ugelstadt, J., El-Aassar, M.S., Vanderhoff J.W., 1973. J. Polym. Sci. 11, 503.
Wehrle, P., Magenheim, B., Benita, S., 1995. The influence of process parameters on the
PLA nanoparticle size distribution, evaluated by means of factorial design. Eur. J. Pharm.
Biopharmcol.
41, 19–265-10
30