33
LAPORAN JIGSAW Blok Endokrin & Metabolisme (MAC 308) PBL 7: Astrellatiffany : 2012.060.039 Cyntia. T. A : 2012.060.041 Yuri Fitri Budiman : 2012.060.054 Cindy Caroline : 2012.060.089 Denish Gunawan : 2012.060.090 Garry Grimaldy : 2012.060.109 Christy : 2012.060.165 Stefanie Louissa : 2012.060.166 Jonathan : 2012.060.176 Yustinus : 2012.060.195 Felicia : 2012.060.197 Yonathan Ardhana : 2012.060.208 Claudia Vebrianti : 2012.060.209 Fakultas Kedokteran

Makalah Jigsaw Final Doc

  • Upload
    denish

  • View
    257

  • Download
    7

Embed Size (px)

DESCRIPTION

da

Citation preview

Page 1: Makalah Jigsaw Final Doc

LAPORAN JIGSAW

Blok Endokrin & Metabolisme (MAC 308)

PBL 7:

Astrellatiffany : 2012.060.039

Cyntia. T. A : 2012.060.041

Yuri Fitri Budiman : 2012.060.054

Cindy Caroline : 2012.060.089

Denish Gunawan : 2012.060.090

Garry Grimaldy : 2012.060.109

Christy : 2012.060.165

Stefanie Louissa : 2012.060.166

Jonathan : 2012.060.176

Yustinus : 2012.060.195

Felicia : 2012.060.197

Yonathan Ardhana : 2012.060.208

Claudia Vebrianti : 2012.060.209

Fakultas Kedokteran

Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Jakarta

2015

Page 2: Makalah Jigsaw Final Doc

Retinopati diabetik

Definisi:

Suatu mikroangiopati progresif yang ditandai oleh kerusakan dan sumbatan dari

pembuluh darah yang memperdarahi jaringan mata yang sensitif terhadap cahaya (retina),

seperti: arteriol pre-kapiler retina, kapiler-kapiler, dan vena retina.

Epidemiologi:

Retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan paling sering ditemukan pada usia

dewasa antara umur 20 sampai 74 tahun. Pasien diabetes memiliki risiko 25 kali lebih mudah

mengalami kebutaan dibanding non-diabetes. Retinopati diabetik dapat terjadi pada siapa saja

yang yang memiliki DM tipe I atau DM tipe II.

Etiologi:

Penyebab retinopati diabetik sampai saat ini belum diketahui secara pasti, namun keadaan

hiperglikemia kronis memiliki hubungan terhadap perkembangan retinopati diabetik.

Ada tiga proses biokimiawi yang terjadi pada hiperglikemia:

Jalur poliol

Poliol: suatu senyawa gula dan alkohol.

Hiperglikemia kronis menyebabkan produksi berlebihan serta akumulasi dari poliol

dalam jaringan termasuk di lensa dan saraf optik. Sifat dari senyawa poliol: tidak dapat

melewati membrana basalis sehingga tertimbun dalam jumlah banyak di dalam sel dan

menyebabkan peningkatan tekanan osmotik sel dan menimbulkan gangguan morfologi

maupun fungsional sel.

Page 3: Makalah Jigsaw Final Doc

Glikasi non-enzimatik

Glikasi non-enzimatik terhadap protein dan asam deoksiribonukleat (DNA) yang terjadi

selama hiperglikemia dapat menghambat aktivitas enzim dan keutuhan DNA. Protein

yang terglikosilasi membentuk radikal bebas dan akan menyebabkan perubahan fungsi

sel.

Protein kinase C/PKC

PKC memiliki pengaruh terhadap permeabilitas vaskular, kontraktilitas, sintesis

membrana basalis dan proliferasi sel vaskular. Pada saat hiperglikemia, aktivitas PKC di

retina dan endotel meningkat akibat peningkatan sintesis de novo dari diasilgliserol

(suatu regulator PKC) glukosa.

Faktor risiko

Durasi dari diabetes

Semakin lama menderita diabetes, risiko terkena retinopati diabetik semakin besar.

Kontrol glukosa

Penurunan hemoglobin glikosilasi menunjukkan penurunan yang signifikan juga

terhadap terjadinya retinopati daibetik.

Usia

Terjadinya peningkatan prevalensi terjadinya retinopati diabetik pada DM tipe 1

seiring bertambahnya usia.

“ Pasien dengan diabetes mellitus tipe I tidak mengalami retinopati hingga 3-5 tahun

awitan penyakit, penderita dengan DM tipe II sering mengalami retinopati diabetik

pada saat di diagnosis.”

Page 4: Makalah Jigsaw Final Doc

Hipertensi

Kolesterol yang tinggi

Pubertas

“Post-menarchal 3.2 kali lebih berisiko dari pada pre-menarchal”

“Orang berumur lebih dari 13 tahun saat didiagnosis DM memiliki risiko yang lebih

besar terkena retinopati daibetik dibandingkan pada usia yang lebih muda.”

Kehamilan

“Ibu hamil dengan DM tipe I memiliki risiko dua kali lebih besar dibanding wanita tidak

hamil.”

Patofisiologi

1. Retinopati diabetik non proliferative.

Pada pasien diabetes mellitus terjadi hiperglikemia yang menyebabkan tingginya

aldose reduktasese hingga terjadi ketidakseimbangan elektrolit dan kematian sel perisit

retina. Hiperglikemia juga bersifat toksik pada membrane basalis sehingga terjadi

penebalan membrane basalis yang disertai pelepasan endotel pembuluh darah retina dari

membrane basalis. Dinding endotel juga melemah dan membentuk mikroaneurisma.

Akibatnya terbentuk celah yang menyebabkan pengeluaran plasma, eritrosit dan platelet

sehingga membentuk hard eksudat dan hemoragik blot. Edema macula merupakan

penyebab terjadinya gangguan penglihatan. Hal ini dikarenakan oleh rusaknya sawar

darah retina bagian endotel kapiler sehingga ada kebocoran cairan dan plasma ke dalam

retina dan sekitarnya. Edema ini tampak sebagai eksudat kuning berisi lemak di sekitar

aneurisma. Terutama di bagian temporal macula.

Page 5: Makalah Jigsaw Final Doc

2. Retinopatidiabetik proliferative.

Merupakan stadium yang paling berat dimana terjadi penyumbatan kapiler

mikrovaskuler (hemoragic blot) dan kebocoran plasma berlanjut disertai iskemik pada

dinding retina. Pada perkembangannya akan terjadi neovaskularisasi atau pembentukan

pembuluh darah baru yang abnormal dan dapat menembus jaringan vitreus. Selain itu

neovaskularisasi juga dapat mengganggu aliran cairan aqueous humor sehingga pada

penderita retinopati diabetic proliferative dapat terjadi glaucoma. Ciri khas dari stadium

ini adalah cotton wool spot, blot haemorrage, intra retinal microvascular abnormal, dan

rangkaian vena sepertimanik-manik.

Manifestasi Klinis

A. Non-poliferatif retinopati diabetik :

Mikroaneurisma ( terdeteksi pertama kali di inner nuclear layer dari retina ).

Hemoragi blot dan hemoragi dot ( terdapat di middle retinal layer ).

Eksudat keras ( terdapat diantara inner plexiform layer dan inner nuclear layer ).

o Vascular beading, vascular looping, sausage like segmentation dari vena

o Cotton wool spots / eksudat lunak / infark serabut saraf

( dikarenakan adanya oklusi kapiler dari lapisan serabut saraf retina )

Abnormalitas mikrovaskular intraretina ( pembuluh darah kolateral + ).

Edema retina ( dikarenakan adanya penumpukan cairan diantara outer plexiform layer

dan inner nuclear layer nantinya edema akan menyebar ke seluruh lapisan retina).

B. Poliferatif retinopati diabetik

Tahap lanjut dari non-poliferatif retinopati diabetik.

Neovaskularisasi + ( new vessels at disc atau new vessels elsewhere )

Page 6: Makalah Jigsaw Final Doc

Tatalaksana

• Kontrol sistemik ( kontrol tekanan darah,kadar HbA1C, cegah terjadinya anemia, kontrol

kadar kolesterol darah )

• Fotokoagulasi laser ( untuk pasien dengan PDR dan severe NPDR )

• Pars plana vitreous surgery ( pars plana vitrectomy )

• Farmakoterapi

• Kortikosteroid inhibisi aktivitas VEGF yang berperan dalam pembentukan

neovaskularisasi

• Aldose reduktase inhibitor mencegah terjadinya kematian sel kapiler dan

mikroaneurisma.

• Long acting octreotide ( analog somatostatin dan GF ) memperlambat

progresivitas dari retinopati, namun tidak berpengaruh dalam memperbaiki

ketajaman pengelihatan

• ACE Inhibitors menghambat VEGF

Prognosis

• Poliferatif diabetik retinopati

10% meninggal

50% mengalami kebutaan

• Pasien dengan poliferasi pada bagian perifer memiliki prognosis pengelihatan yang lebih

baik daripada poliferasi pre- dan peri-papiler.

• Pasien dengan retinopati diabetik yang diikuti dengan kontrol kolesterol yang buruk

memiliki prognosis yang buruk.

Page 7: Makalah Jigsaw Final Doc

HHNS

Definisi dan Diagnosis

Keadaan HHNS (Hyperglicemic Hyperosmolar Nonketotic Syndrome) merupakan suatu

kegawatdaruratan medis, biasa terjadi pada pasien lanjut usia, namun dapat terjadi pada pasien

dewasa muda dan remaja, biasa merupakan awal dari manifestasi DM tipe2. Memiliki mortalitas

lebih tinggi dari DKA dan berkomplikasi dengan gangguan vascular. Keadaan ini memiliki onset

beberapa hari dan manifestasi dehidrasi dan gangguan metabolism yang lebih ekstrim. HHNS

adalah suatu komplikasi dari Diabetes Mellitus tipe 2 yang dapat bersifat life-threatening.

Biasanya ditandai dengan keadaan hiperglikemi, dehidrasi sel, peningkatan osmolalitas serum,

tanpa adanya asidosis.

Epidemiologi

5-15% dari keadaan darurat akibat kondisi hiperglikemik disebabkan HHNS. Pada orang

dewasa prevalensi terjadinya HHNS 17.5/ 100.000 orang per tahunnya. Hasil survey di USA

yang terbaru menyatakan 4% dari anak-anak penderita DM tipe 2 mengalami komplikasi HHNS.

Setiap tahunnya insidensi HHNS meningkat seiring dengan peningkatan angka terjadinya

obesitas pada anak-anak dan remaja. Pada penelitian yang dilakukan di University of Illinois

College og Medicine, terdapat rata-rata kematian pada pasien DM dengan HHNS 10-15% lebih

besar disbanding dengan pasien DM dengan Diabetes ketoasidosis.

Patofisiologi

HHNS berawal dari DM 2 yang menyebabkan diuresis glukosuria. Adanya glukosa yang

berlebih pada ginjal akan menyebabkan absorbsi air terganggu sehingga banyak air yang

diekskresi. Pada orang dengan fungsi ginjal normal, saat kadar gula dalam darah melewati

ambang batas, akan terjadi glikosuria dan diuresis osmotik sebagai usaha tubuh untuk membuang

kelebihan glukosa (normal range 180-250 mg/dl), namun lama kelamaan volume cairan di

pembuluh darah akan menurun akibat proses diuresis osmotic ini, perfusi darah ke ginjal akan

menurun dan akhirnya mengganggu fungsi ginjal untuk mengeksresi kan glukosa yang berlebih.

Diuresis osmotic juga menyebabkan hilangnya elektrolit seperi sodium, potassium,

magnesioum, dan fosfat. Ekskresi air melalui urin akan melebihi ekskresi sodium, sehingga

terjadi dehidrasi hipertonik pada sel tubuh. Pada HHNS, penyebab tidak terjadinya ketoasidosis

Page 8: Makalah Jigsaw Final Doc

masih diperdebatkan. Salah satu sumber menyebutkan hal ini disebabkan pankreas dapat

memproduksi insulin dalam jumlah kecil, insulin ini cukup untuk mencegah terjadinya lipolisis

dari jaringan tubuh.

Manifestasi Klinis

HHNS dapat bersifat asimtomatik, sehingga sulit untuk didiagnosis. Biasanya HHNS ada

pada pasien dewasa dengan DM 2 yang tidak diketahui atau dengan DM 2 yang sedang dalam

masa terapi farmakologis. Obat-obat diuretik sering kali menyebabkan dehidrasi berat pada

pasien.

Gejala umum yang biasanya dialami pasien HHNS yaitu polidipsi, poliuri, penurunan

berat badan, dan dehidrasi. Dehidrasi ditandai dengan berkurangnya turgor kulit, mukosa bukal

yang kering, dan suhu pada ujung-ujung ekstrimitas yang menurun akibat kurangnya perfusi ke

perifer. Gejala dehidrasi tersebut akan hilang apabila dilakukan rehidrasi cairan dengan segera.

Gejala lainnya yang mungkin terjadi antara lain kulit kering, takikardi, hipotensi, JVP rendah,

penuruntan status mental, dan di beberapa pasien terjadi kelainan neurologi fokal (hemiparesis,

hemianopsia, atau kejang) serta dapat menjadi koma. Pada pasien koma, osmolalitas serum >350

mOsm/ kg. Dehidrasi pada pasien HHNS meningkatkan risiko thrombosis vascular, termasuk

thrombosis pada otak dan oklusi arteri mesenteric.

1. Diagnosis

Diagnosis laboratorium pada HHNS:

Gula darah >600 mg/ dL

Osmolaritas serum >320 mOsm/ kg air

pH >7,3

ketonemia: negative atau dalam jumlah sangat rendah.

Potassium: normal atau naik dalam jumlah rendah

Page 9: Makalah Jigsaw Final Doc

Tatalaksana

Tujuan teapi pada HHNS adalah menyembuhkan etiologi penyebab keadaan ini dengan:

Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang

Menormalkan elektrolit dalam tubuh

Normalkan osmolalitas

Terapi insulin

Mencegah thrombosis vena dan arteri serta komplikasi lain

1. Fluid therapy

Mengembalikan cairan intravascular yang hilang untuk perfusi ke ginjal, otak,

dan organ lain yang adekuat. Tonisitas cairan perlu diperhatikan, bila penurunan gula

darah terjadi tiba-tiba, dapat menyebabkan edema otak. Pemberian cairan IV bertujuan

mendapatkan keseimbangan dengan 3-6 liter selama 12 jam, dan penggantian kelhilangan

cairan sisanya pada 12 jam berikutnya. Biasanya cairan yang digunakan adalah cairan

Page 10: Makalah Jigsaw Final Doc

isotonik sampai pasien stabil (0.9% saline). Apabila kondisi pasien tidak membaik, ganti

dengan saline 0.45% dengan insulin.

Pemberian Na kedalam plasma tidak boleh melebihi 10 mmol/L dalam 24 jam.

Ketika gula darah mencapai 250 – 300 mg/dl, dapat ditambahkan dextrose 5% dan insulin

dapat diturunkan. Pasien diedukasikan untuk minum ketika sudah normal dan stabil, serta

memonitor pasien agar tidak terjadi komplikasi.

2. Menormalkan elektrolit dalam tubuh

Terapi potassium

Apabila kadar potassium dalam darah kurang dari 3,3 mEq/ L maka diberikan

insulin dan potassium sampai kadar mencapai 3,3 mEq/ L. Apabila kadar

potassium antara 3,3 dan 5 mEq/ L, maka potassium diberikan secara IV sampai

kadar mencapai 4 – 5 mEq/ L. apabila kadar potassium ada diatas 5 mEq/ L, maka

potassium tidak diberikan sampai kadar kurang dari 5 mEq/ L.

Terapi fosfat

Penggantian kadar fosfat dilakukan apabila kadarnya dalam tubuh < 1 mEq/ L

dan terdapat kelemahan otot. Penurunan kadar fosfat dapat menyebabkan

pergeseran kurva disodiasi oksigen ke kiri. Hilangnya fosfat akan digantikan dari

infuse 0.2-0.3 mEq/kg

Terapi insulin dan Hiperosmolaritas

Insulin dalam dosis rendah dibutuhkan untuk koreksi kelainan metabolik pada pasien HHNS,

kadar gula darah tidak boleh berubah drastis untuk menghindari edema serebral. Insulin

diberikan dalam bolus inisial 0,15 U/ kg IV dengan drip 0,1 U/ kg sampai glukosa darah

mencapai kadar 250-300 mg/ dL. Setelah glukosa darah sampai pada kadar 300 mg/ dL, maka

segera tambahkan dekstrose sampai kedaan hyperosmolar hilang. Apabila pasien sudah dapat

makan kembali, insulin IV dapat diganti dengan insulin subkutan.

Page 11: Makalah Jigsaw Final Doc

Diabetes Ketoasidosis

Definisi

Diabetes Ketoasidosis (DKA) adalah komplikasi akut dari diabetes mellitus yang sering

terjadi dan dapat menyebabkan kematian. Keadaan ini terjadi apabila glukosa tidak dapat masuk

ke dalam sel atau dipakai sebagai sumber energi karena tidak ada maupun kurangnya insulin.

Akhirnya sumber energi dipecah dari lemak dan menghasilkan produk samping berupa keton.

Komplikasi ini paling sering terjadi pada diabetes melitus tipe 1 karena destruksi sel β pankreas

menyebabkan defisiensi insulin yang sangat berat.

Patofisiologi

Keadaan defisiensi insulin memicu pelepasan hormon counterregulatory yaitu

katekolamin, kortisol, glukagon, dan GH yang berfungsi untuk meningkatkan produksi glukosa,

namun juga menurunkan penggunaan glukosa. Keadaan defisiensi insulin yang berat

menurunkan uptake glukosa, meningkatkan degradasi lemak yang menghasilkan pelepasan asam

lemak bebas, sehingga memicu jalur glukoneogenesis dan ketogenesis di hati.

Pengaktifan jalur glukoneogenesis akibat kurangnya insulin menghasilkan produk β-

hidroksibutirat dan asam asetoasetat yang berlebihan sehingga meningkatkan konsentrasi keton

dalam darah. Pembentukan keton menyebabkan penurunan pembentukan bikarbonat, sehingga

hiperketonemia memungkinkan terjadinya peningkatan asam tanpa mengalami netralisasi oleh

bikarbonat sebagai buffer darah. Oleh karena itu, orang yang mengalami hiperketonemia juga

mengalami asidosis metabolik.

Page 12: Makalah Jigsaw Final Doc

Manifestasi Klinis

Gambaran klinis yang sering dijumpai pada pasien diabetes dengan ketoasidosis adalah

pernapasan Kussmaul karena pasien mengalami asidosis metabolik sehingga tubuh melakukan

kompensasi pengeluaran asam dengan cara membuang CO₂ dari pernapasan.

Gambaran klinis lain dapat dijumpai adanya muntah, nyeri abdomen, dehidrasi dan

tercium aroma aseton pada pernapasan pasien.

Diagnosis

Kriteria diagnosis untuk pasien DKA :

Page 13: Makalah Jigsaw Final Doc

Pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan untuk pasien DKA :

Pemeriksaan Hasil

HbA1C Mengontrol level glukosa pada pasien DM

Anion gap (elektrolit) Biasanya >15 mEq/L

pH gas darah < 7,30 (darah yang digunakan biasanya darah

arteri, namun pengambilan darah vena juga dapat

diterima)

BUN, level kreatinin Biasanya meningkat karena dehidrasi dan

penurunan perfusi ke ginjal

CBC Biasanya meningkat pada pasien DKA

EKG Melihat status KV akibat kadar kalium seperti

Kriteria DKA Keadaan

Hiperosmolar

Hiperglikemia

Mild

(Glukosa >

250 mg/dl)

Moderate

(Glukosa >

250 mg/dl)

Severe

(Glukosa >

250 mg/dl)

Glukosa > 600

mg/dl

Anion gap >10 mEq/L >12 mEq/L >12 mEq/L Bervariasi

pH 7,24-7,30 7,0-7,24 <7,0 >7,30

Status

mental

Sadar Sadar Stupor/koma Stupor/koma

Keton serum + + + -

Bikarbonat

serum

15-18 mEq/L 10-15

mEq/L

<10 mEq/L >18 mEq/L

Keton urin + + + -

Page 14: Makalah Jigsaw Final Doc

iskemia dan MI

Bikarbonat serum < 18 mEq/L

Glukosa serum Biasanya > 250 mg/dl

Keton serum Biasanya 7-10 mmol/L

Magnesium serum Dapat rendah atau normal karena diuresis

osmotik

Fosfat serum Normal atau meninggi, namun mudah dikoreksi

dengan treatment

Kalium serum Bervariasi

Natrium serum Biasanya rendah

Osmolalitas serum >320 mOsm/kg

Urinalisis Melihat kondisi glikosuria atau ketonuria. Dapat

juga digunakan untuk mendeteksi UTI

Tatalaksana

a. Fluid Replacement

Apabila ditemukan tanda-tanda dehidrasi, maka fluid replacement harus

segera dilakukan. Larutan yang biasa digunakan adalah saline 0,9% sebesar 15-20

ml/kgBB/jam atau 1 L/jam. Setelah itu monitoring status pasien (status

kardiovaskular, status mental, TTV, level elektrolit, urin). Setelah pasien dalam

keadaan stabil, maka larutan yang diberikan dapat diturunkan hingga 4-14

ml/kgBB/jam atau 250-500 ml/jam.

Apabila setelah pemberian cairan level Na kembali normal atau tinggi (> 135

mEq/L) maka larutan saline 0,9% dapat diganti dengan saline 0,45%. Dekstrosa

dapat ditambahkan apabila level glukosa < 200 mg/dl.

b. Insulin

Page 15: Makalah Jigsaw Final Doc

Untuk mengkoreksi hiperglikemia, maka ditambahkan insulin ke dalam

cairan IV 1-2 jam setelah cairan IV diberikan. Dengan pemberian insulin biasanya

level glukosa akan menurun sebesar 50-70 mg/dl setiap jam nya. Setelah level glukosa

< 200 mg/dl maka kadar insulin dapat diturunkan dari 0,14 unit/kg/jam menjadi 0,05-

0,1 unit/kg/jam dan dapat ditambahkan dekstrosa untuk mempertahankan level

glukosa 150-200 mg/dl. Insulin dapat diberikan juga secara subkutan menggunakan

analog insulin kerja cepat seperti Lispro untuk alternatif pemberian insulin secara

intravena.

c. Kalium

Level kalium diobservasi setiap 2-4 jam sekali pada tahap awal DKA.

Apabila level kalium masih normal, maka kalium dapat diberikan 10-15 mEq/jam.

Dalam tatalaksana DKA, tujuan utamanya adalah mencapai level kalium 4-5 mEq/L.

Apabila level kalium 3,3-5,2 mEq/L tetapi output urin masih normal, maka kalium

dapat diberikan 20-30 mEq/jam. Apabila level kalium >5,3 mEq/L, maka diberikan

terapi insulin tanpa kalium hingga level kalium berada pada 3,3-5,2 mEq/L. Beberapa

guideline merekomendasikan kalium yang digunakan adalah kalium klorida (KCl), ada

juga beberapa bentuk kalium lain yaitu kalium fosfat (K3PO4) atau kalium asetat

(KCOOH)

d. Bikarbonat

Terapi bikarbonat pada pasien DKA masih kontroversial karena dalam

beberapa studi ditemukan bahwa pemberian bikarbonat pada pasien DKA dengan pH

6,9 hingga 7,1 tidak memberikan efek yang berarti. Namun American Diabetic

Association dalam guidelines nya merekomendasikan penggunaan bikarbonat pada

pasien dengan pH < 6,9. Bikarbonat yang digunakan sebanyak 100 mEq ditambah 400

ml air steril dan 20 mEq KCl sebanyak 200 ml per jam. Terapi diulang setiap 2 jam

hingga pH pasien naik di atas 6,9.

e. Fosfat dan Magnesium

Defisiensi fosfat dapat menyebabkan kelelahan otot, rhabdomyolisis,

hemolysis, respiratory failure, dan aritmia jantung. Karena itu apabila level fosfat <

Page 16: Makalah Jigsaw Final Doc

1 mg/dl segera tambahkan kalium fosfat sebanyak 20-30 mEq ke dalam cairan

IV.Sedangkan defisiensi magnesium dapat menyebabkan kram otot, tremor,

parestesi, kejang, dan aritmia jantung. Pemberian magnesium dilakukan apabila level

magnesium < 1,2 mg/dl.

Prognosis

Mortality rate untuk DKA adalah 0,2-2% dan kebanyakan terjadi di negara berkembang.

Adanya kondisi koma, hipotermia, dan oliguria biasanya menandakan prognosis yang buruk.

Pasien dengan DKA yang diterapi dengan baik memiliki prognosis yang sangat baik, terutama

pada pasien yang masih muda. Prognosis terburuk biasanya terjadi pada pasien lansia yang

mengalami sakit berat (MI, sepsis, pneumonia) ketika mengidap DKA apalagi bila pasien ini

tidak diterapi di ICU.

Sebelum ditemukan insulin tahun 1992, mortality rate DKA mencapai 100%. Namun

dalam 3 dekade terakhir mortality rate DKA menurun dari 7,96% mencapai 0,67%.

Penyebab kematian utama pada pasien DKA adalah edema serebral. Penyebab lainnya

adalah hipokalemia berat, adult respiratory distress syndrome dan kondisi komorbid seperti

pneumonia dan MI.

Page 17: Makalah Jigsaw Final Doc

Hipoglikemi

Epidemiologi

Sekitar 90% penderita diabetes yang mendapatkan terapi insulin pernah mengalami

episode hipoglikemi. Pada pendeita DM tipe 1 rata-rata pernah mengalami 2 episode

hipoglikemia simptomatik/ minggu dan 1 epidose hipoglikemi berat/ tahun. Sekitar 2-4% dari

populasi mengalami kematian akibat hipoglikemi. Pada DM tipe 2 frekuensi hipoglikemi lebih

rendah. Risiko pasien DM tipe2 mengalami hipoglikemi berat di beberapa tahun awal yaitu

sekitar 7% dan meningkat 25% pada perjalanan penyakit lebih lanjut, insiden hipoglikemi sangat

terkait dengan control glikemi yang ketat.

Definisi

Hipoglikemia adalah kondisi yang dikarakterisasi dengan rendahnya glukosa darah secara

abnormal, biasanya kurang dari 70 mg/dl.

Etiologi

Penyebab hipoglikemi terkait diabetes mellitus adalah akibat dari medikasi atau dosis

pemakaian insulin yang berlebih. Penyebab lain yang memungkinkan terjadinya hipoglikemi

terutama pada pasien diabetes mellitus adalah kandungan karbohidrat yang terlalu sedikit dalam

makanan, melewatkan jam makan, aktivitas fisik berlebihan, dan konsumsi alkohol berlebih.

Fisiologi kounter regulasi glukosa

Ambang Glikemik

Page 18: Makalah Jigsaw Final Doc

Penurunan konsentrasi glukosa plasma secara normal berespons sebagai berikut :

1. Peningkatan konsentrasi insulin seiring dengan penurunan konsentrasi glukosa pada batas

fisiollogis. Secara fisiologis, konsentrasi glukosa plasma postabsorsi adalah 72-108 mg/dl

(4,0-6,0 mmol/l).

2. Peningkatan sekresi glukagon dan epinefrin seiring dengan penurunan konsentrasi

glukosa dibawah batas fisiologis. Ambanng glikemik adalah 65-70 mg/dl (3,6-3,9

mmol/l)

3. Munculnya gejala neuroglikopenik dan neurogenik serta gangguan kognitifpada

konsentrasi glukosa yang lebih rendah, yaitu 50-55mg/dl (2,8-3,0 mmol/l)

Mekanisme Glikemik

Penurunan konsentrasi glukosa dideteksi oleh hipothalamus dan beberapa regio otak

lainnya serta situs visceral, seperti vena portal, dan diteruskan ke sistem saraf pusat lewat nervus

kranial (aferen parasimpatik) pada sistem sensoris viscera, terutama N. Vagus, serta melewati

saraf spinal (aferen simpatik). Signal-signal tersebut akan diintegrasikan di otak dan

menyebabkan terjadinya respon otonom pada hipothalamus dan melibatkan batang otak.

Hipoglikemia memicu peningkatan signal pada neuron simpatik dan simpatoadrenal sert

parasimpatik. Hipoglikemi juga menyebabkan peningkatan sekresi growth hormone dan

adrenokortikotropin sebagai respon dari hipofisis. Lewat mekanisme yang meningkatkan

aktivitas otonom, hipoglikemia juga dapat menyebabkan penurunan sekresi insulin oleh β-cel

dan peningkatan sekresi glukagon oleh α-cell. 

Sekresi insulin tergantung dari konsentrasi glukosa.  Seiring dengan penurunan

konsentrasi glukosa, insulin juga menurun; sekresi insulin hampir berhenti pada keadaan

hipoglikemia. Sekresi insulin juga dapat menghambat α2-Adrenergik karena aktivasi

simpatoadrenal.

Sebagai hasil dari penurunan sekresi insulin, peningkatan sekresi glukagon, dan aktivasi

otonomik dan hipofisis yang disebabkan karena hipoglikemia terjadi peningkatan produksi

glukosa endogen, pembentukan glukosa oleh jaringan lain selain otak, peningkatan lipolisis dan

proteolisis, serta peningkatan tekanan darah sistolik dan  heart rate. 

Page 19: Makalah Jigsaw Final Doc

Pertahanan terhadap Hipoglikemia

Kounterregulasi glukosa adalah mekanisme fisiologis yang mencegah atau memperbaiki

keadaan hipoglikemia. Penurunan sekresi insulin, yang membantu peningkatan produksi glukosa

hepatik dan renal serta penurunan utilisasi glukosa oleh jaringan yang sensitif terhadap insulin,

seperti otot, adalah sistem pertahanan utama terhadap penurunan konsentrasi glukosa. 

Peningkatan sekresi glukagon yang menstimulasi glikogenolisis dan membantu

glukoneogenesis sangat berperan penting dalam keadaan hipoglikemia. Peningkatan sekresi

epinefrin yang menstimulasi glikogenolisis dan glukoneogenesis yang selanjutnya akan memicu

glukoneogenesis dengan substrat lai, seperti asam amino, laktat, dan gliserol, serta membatasi

utilisasi glukosa oleh jaringan yang sensitif insulin. Namun, akan menjadi berbahaya jika terjadi

defisiensi sekresi glukagon. Glukagon dan epinefrin bereaksi secara cepat untuk meningkatkan

konsentrasi glukosa plasma. Peningkatan sekresi kortisol dan growth hormone menghamabt

utilisasi glukosa oleh jaringan sensitif insulin dan membantu produksi glukosa pada jangka

waktu yang lebih lama berperan dalam pertahanan terhadap hipoglikemia yang berkepanjangan,

namun kortisol dan growth hormonetidak dapat secara cepat memperbaiki hipoglikemia

berkepanjangan atau mencegah terjadinya hipoglikemia setelah puasa semalaman, yaitu saat

tidur. 

Insulin, glukagon, dan epinefrin merupakan faktor terpenting dalam kounterregulasi

glukosa. Tidak hanya insuli, namun sekresi ketiga hormon ini mengalami gangguan pada

diabetes tipe 1. 

Patofisiologi Kounterregulasi Glukosa pada Diabetes

Diabetes tipe 1 

Insulin eksogen yang berlebihan secara relatif maupun absolut menyebabkan konsentrasi

glukosa plasma menurun pada diabetes tipe 1. Seiring dengan penurunan level glukosa,

konsentrasi insulin tidak menurun, konsentrasi insulin tersebut tidak diregulasi dan sebenarnya

merupakan hasil dari absorbsi pasif dari insulin yang didapat dan farmakokinetiknya. Hal ini

menandakan bahwa sistem pertahanan utama terhadap hipoglikemia pda diabetes tipe 1 hilang.

Seiring dengan penurunan level glukosa, sekresi glukagon tidak mengalami peningkatan pada

Page 20: Makalah Jigsaw Final Doc

diabetes tipe 1. Ini merupakan defek signaling, tidak ada respon sekresi glukagon terhadap

stimulus lain selain hipoglikemia. Mekanisme  respon terhadap tidak adanya respon terhadap

hipoglikemia yang merupakan karakteristikmpada diabetes tipe 1 belum diketahui, tapi hal ini

dihubungkan dengan defisiensi insulin endogen. 

Penurunan respon epinefrin pada keadaan hipoglikemia terjadi karena gangguan

fungsional dari medula adrenal. Namun, terjadi pula efek tambahan terhadap neuropati

otonomik. Respon epinefrin sebenarnya berguna untuk memperbaiki keadaan  konsentrasi

glukosa plasma yang rendah. 

Diabetes tipe 2 

Pada diabetes tipe 2, hipoglikemia jarang terjadi. Hal ini terjadi karena, mekanisme

kounterregulasi glukosa ditemukan pada diabetes tipe 2 tahap awal. Frekuensi hipoglikemia

berhubungan dengan durasi terapi insulin. Pada keadaan defisiensi insulin progresif pada

diabetes tipe 2, pasien mendapatkan terapi insulin eksogen, hal ini meningkatkan frekuensi

terjadinya hipoglikemia pada diabetes tipe 2. Pasien tersebut akan mengalami defek pada

kounterregulasi glukosa seperti pada diabetes tipe 1. Pada pasien diabetes tipe 2 yang sudah

mengalami defisiensi insulin, juga mengalami kehilangan respon sekresi glukagon sebagai

respon terhadap hipoglikemia.

Diagnosis

Diagnosis hipoglikemi berdasarkan gejala klinis dan menggunakan Whipple’s Triad.

Gejala klinis timbul akibat keadaan hipoglikemi akan memicu pengeluaran hormon epinefrin dan

hormon stress sehingga timbulah gejala-gejala berupa cemas, penglihatan kabur, bingung,

pusing, fatigue, ngantuk, lemas, palpitasi, lapar, gugup, mimpi buruk, berkeringat, dan tremor.

Whipple’s Triad:

1. Kadar gula darah rendah (dibawah 70 mg/dL)

2. Gejala hipoglikemi yang timbul saat kadar gula darah rendah

3. Gejala hipoglikemi yang membaik setelah mendapat perawatan

Page 21: Makalah Jigsaw Final Doc

Tata laksana

Prinsip prevensi

1. Penanganan diabetes mandiri (didukung edukasi dan pemberdayaan)

2. Monitor gula darah mandiri/ deteksi gula darah secara kontinyu

3. Insulin atau regimen obat lain yang fleksibel dan tepat

4. Kadar gula darah individu yang ingin dicapai

5. Pertimbangan faktor resiko hipoglikemi

6. Dukungan dan bimbingan professional

Peningkatan kesadaran akan hipoglikemi dilakukan dengan mengedukasi pasien. Penggunaan

long-acting basal insulin dapat menstabilkan kadar gula sehingga dapat mengurangi resiko

hipoglikemi. Penggunaan regimen basal-bolus insulin pump therapy juga menurunkan resiko

hipoglikemi.

Page 22: Makalah Jigsaw Final Doc

Daftar pustaka RD:

• http://diabetes.diabetesjournals.org/content/16/10/728.full.pdf+html

• http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2636123/

• http://www.hindawi.com/journals/isrn/2013/343560/

• http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2636123/

• http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMra1005073

• http://m.care.diabetesjournals.org/content/26/suppl_1/s99.full

Daftar Pustaka HHNS:

http://www.diabetologists-abcd.org.uk/JBDS/JBDS_IP_HHS_Adults.pdf

http://www.aafp.org/afp/2005/0501/p1723.html

Page 23: Makalah Jigsaw Final Doc

http://medind.nic.in/icb/t06/i1/icbt06i1p55.pdf

http://www.jpeds.com/article/S0022-3476%2809%2901192-5/abstract

http://www.springer.com/cda/content/document/cda_downloaddocument/

9781627036962-c1.pdf?SGWID=0-0-45-1444221-p175373182

Daftar Pustaka DKA:

McCance KL, Huether SE, Brashers VL, Rote NS. Pathophysiology : The biologic basis

for disease in adults and children. 6th Ed. Missouri:Elsevier; 2010.

Hyperglicemic crisis in adults : pathophysiology, presentation, pitfalls, and preventions

[Internet]. [cited 14 May 2015]. Available from:

http://clinical.diabetesjournals.org/content/27/1/19.full

http://www.aafp.org/afp/2013/0301/p337.html

http://emedicine.medscape.com/article/118361-overview#aw2aab6b2b7

Daftar pustaka Hipoglikemi:

1. http://care.diabetesjournals.org/content/26/6/1902.full

2. http://www.diabetes.org/living-with-diabetes/treatment-and-care/blood-glucose-control/

hypoglycemia-low-blood.html

3. http://www.nhshighland.scot.nhs.uk/YourHealth/Diabetes/Documents/

hypoalgorithm_vsn8.pdf

4. http://m.clinical.diabetesjournals.org/content/26/4/170.full

5. http://www.jdmdonline.com/content/pdf/2251-6581-11-17.pdf

6. http://guidelines.diabetes.ca/browse/chapter14

Page 24: Makalah Jigsaw Final Doc
Page 25: Makalah Jigsaw Final Doc