20
Tentamen Suicidum Muhamad Syaiful Bin Samingan 102008301 e-mail : [email protected] BAB I Pendahuluan Kegawatdaruratan psikiatrik merupakan aplikasi klinis dari psikiatrik pada kondisi darurat. Kondisi ini menuntut intervensi psikiatriks seperti percobaan bunuh diri, penyalahgunaan obat, depresi, penyakit kejiwaan, kekerasan atau perubahan lainnya pada perilaku. Pelayanan kegawatdaruratan psikiatrik dilakukan oleh para profesional di bidang kedokteran, ilmu perawatan, psikologi dan pekerja sosial. Permintaan untuk layanan kegawatdaruratan psikiatrik dengan cepat meningkat di seluruh dunia sejak tahun 1960-an, terutama di perkotaan. Penatalaksanaan pada pasien kegawatdaruratan psikiatrik sangat kompleks. Para profesional yang bekerja pada pelayanan kegawatdaruratan psikiatrik umumnya beresiko tinggi mendapatkan kekerasan akibat keadaan mental pasien

Makalah Blok 29 Tentamen Suicidum

Embed Size (px)

DESCRIPTION

suicide

Citation preview

Page 1: Makalah Blok 29 Tentamen Suicidum

Tentamen Suicidum

Muhamad Syaiful Bin Samingan

102008301

e-mail : [email protected]

BAB I

Pendahuluan

Kegawatdaruratan psikiatrik merupakan aplikasi klinis dari psikiatrik pada

kondisi darurat. Kondisi ini menuntut intervensi psikiatriks seperti percobaan bunuh

diri, penyalahgunaan obat, depresi, penyakit kejiwaan, kekerasan atau perubahan

lainnya pada perilaku. Pelayanan kegawatdaruratan psikiatrik dilakukan oleh para

profesional di bidang kedokteran, ilmu perawatan, psikologi dan pekerja sosial.

Permintaan untuk layanan kegawatdaruratan psikiatrik dengan cepat meningkat di

seluruh dunia sejak tahun 1960-an, terutama di perkotaan. Penatalaksanaan pada

pasien kegawatdaruratan psikiatrik sangat kompleks. Para profesional yang bekerja

pada pelayanan kegawatdaruratan psikiatrik umumnya beresiko tinggi mendapatkan

kekerasan akibat keadaan mental pasien mereka. Pasien biasanya datang atas kemauan

pribadi mereka, dianjurkan oleh petugas kesehatan lainnya, atau tanpa disengaja.

Penatalaksanaan pasien yang menuntut intervensi psikiatrik pada umumnya meliputi

stabilisasi krisis dari masalah hidup pasien yang bisa meliputi gejala atau kekacauan

mental baik sifatnya kronis ataupun akut.1

Page 2: Makalah Blok 29 Tentamen Suicidum

BAB II

PEMBAHASAN

A. Anamnesis

Pada kasus ini, yang khas ditanyakan secara alloanamnesis adalah seperti berikut:

a) kapan timbulnya gejala?

b) Apakah punyai riwayat terpapar insektisida?

c) Apakah pasien menderita depresi?

d) Apakah pasien kecanduan obat-obatan atau alkohol?

e) Apakah pasien mempunyai riwayat penyakit jiwa?

f) Apakah terdapat tanda-tanda sisa insektisida?2

B. Pemeriksaan Fisik

Periksa jalan nafas pasien dan pastikan tidak ada obstruksi.

Nilai dan optimalkan pernafasan dan sirkulasi pasien.

Menilai tingkat kesedaran pasien dengan Skor Koma Glasglow.

Pasien akan dinilai terhadap parameter respon mata, motorik dan

verbal. Skor untuk masing-masing parameter kemudian

dijumlahkan untuk mendapatkan skor total.

Skor GCS Total (E + M + V) = 3 sampai 5. Intrepretasi atas skor

total GCS pada umumnya adalah sebagai berikut:

15 = normal

13-15 = cedera kepala ringan

9-12 = cedera kepala sedang

3 – 8 = cedera kepala berat

Page 3: Makalah Blok 29 Tentamen Suicidum

< 7 = koma

3 = koma dengan kematian otak

Tabel 1: Penilaian kesadaran3

Melakukan pemeriksaan tanda- tanda vital.

Melakukan pemeriksaan pada mata.

Kontak langsung pestisida: mata bisa bewarna merah, gatal, sakit

dan keluar air mata

Pada keracunan oral: pupil bisa midriasis (keracunan hidrokarbon

berklor) atau miosis (keracunan organofosfat atau karbamat)

Menilai keadaan mental pasien dan khusunya cari adanya depresi dan

psikosis pada pasien setelah pasien sedar. Menilai juga risiko mencoba lagi

di kemudian hari.

Page 4: Makalah Blok 29 Tentamen Suicidum

C. Pemeriksaan Penunjang

i) Pemeriksaan radiologi

Perlu dilakukan terutama bila curiga adanya aspirasi zat racun melalui inhalasi

atau dugaan adanya perforasi lambung.4

ii) Pemeriksaan EKG

Pemeriksaan ini perlu dilakukan pada kasus keracunan karena sering diikuti

terjadinya gangguan irama jantung yang berupa sinus takikardia, sinus bradikardia,

takikardia supraventikular, takikardia ventricular, fibrilasi ventricular, asistol, disosiasi

elektromekanik. 4

iii) Pemeriksaan darah lengkap dengan elektrolit akan menunjukan seberapa berat

syok yang dialami klien, pemeriksaan EKG dan CT scan bila perlu dilakukan jika

dicurigai adanya perubahan jantung dan perdarahan cerebral.5

iv) Skrining toksikologi untuk kelebihan dosis obat

o Pengambilan dan pengumpulan bahan

Ditemukannya jenis racun pada darah, feses, urin atau dalam organ

tubuh merupakan bukti yang memastikan bahwa telah terjadi

keracunan.Racun bisa ditemukan dalam lambung, usus halus, dan kadang-

kadang pada hati, limpa dan ginjal. Pada keracunan organofosfat bahan

pemeriksaan toksikologi dapat diambil dari :

Darah

Jaringan hati

Jaringan otak

Limpa

Paru-paru

Lemak badan

D. Diagnosis Kerja

Page 5: Makalah Blok 29 Tentamen Suicidum

Bunuh diri merupakan kematian yang diperbuat oleh sang pelaku sendiri

secara sengaja. Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat

mengakhiri kehidupan. Perilaku destruktif diri yaitu setiap aktifitas yang jika tidak

dicegah dapat mengarah kepada kematian. Bunuh diri adalah perbuatan menghentikan

hidup sendiri yang dilakukan oleh individu itu sendiri atau atas permintaannya.1

Bunuh diri adalah, perbuatan menghentikan hidup sendiri, yang dilakukan oleh

individu itu sendiri. Namun, bunuh diri ini dapat dilakukan pula oleh tangan orang

lain. Misal : bila si korban meminta seseorang untuk membunuhnya, maka ini sama

dengan ia telah menghabisi nyawanya sendiri. Dimana, Menghilangkan nyawa,

menghabisi hidup atau membuat diri menjadi mati oleh sebab tangan kita atau tangan

suruhan, adalah perbuatan-perbuatan yang termasuk dengan bunuh diri. Singkat kata,

Bunuh diri adalah tindakan menghilangkan nyawa sendiri dengan menggunakan

segala macam cara.1

Jenis tentamen suicide antara lain :

1. Ancaman Bunuh Diri

Peringatan verbal atau nonverbal bahwa orang tersebut mempertimbangkan untuk

bunuh diri. Orang tersebut mungkin menunjukkan secara verbal bahwa ia tidak

akan berada di sekitar kita lebih lama lagi atau mungkin juga mengkomunikasikan

secara nonverbal melalui pemberian hadiah, merevisi wasiatnya dan sebagainya.

Pesan-pesan ini harus dipertimbangkan dalam konteks peristiwa kehidupan

terakhir. Ancaman menunjukkan ambivalensi seseorang tentang kematian.

Kurangnya respon positif dapat ditafsirkan sebagai dukungan untuk melakukan

tindakan bunuh diri.

2. Upaya bunuh diri

Semua tindakan yang diarahkan pada diri yang dilakukan oleh individu yang dapat

mengarah kematian jika tidak dicegah.

3. Bunuh diri

Bunuh diri mungkin terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau diabaikan.

Orang yang melakukan upaya bunuh diri dan yang tidak benar-benar ingin mati

mungkin akan mati jika tanda-tanda tersebut tidak diketahui tepat pada waktunya.

Page 6: Makalah Blok 29 Tentamen Suicidum

SIRS (Suicidal Intention Rating Scale)

Skor 0 : Tidak ada ide bunuh diri yang lalu dan sekarang

Skor 1 : Ada ide bunuh diri, tidak ada percobaan bunuh diri, tidak mengancam bunuh

diri.

Skor 2 : Memikirkan bunuh diri dengan aktif, tidak ada percobaan bunuh diri.

Skor 3 : Mengancam bunuh diri, misalnya “Tinggalkan saya sendiri atau saya bunuh

diri”.

Skor 4 : Aktif mencoba bunuh diri.

A. Klasifikasi/Penilaian Bunuh Diri

Variabel Resiko Tinggi Resiko Rendah

Sifat Dermografik dan

sosial

Usia

Jenis kelamin

Status marital

Pekerjaan

Hubungan interpersonal

Latar belakang keluarga

Lebih dari 45

Laki-laki

Cerai atau janda

Pengangguran

Konflik

Kacau atau konflik

Di bawah 45

Wanita

Menikah

Bekerja

Stabil

Stabil

Kesehatan

Fisik

Mental

Penyakit kronis

hipokondriak

Pemakaian obat yang

berlebihan

Depresi berat

Psikosis

Gangguan kepribadian

berat

Penyalahgunaan zat

Kesehatan baik merasa

sehat

Penggunaan zat rendah

Depresi ringan

Kepribadian ringan

Peminum sosial

Page 7: Makalah Blok 29 Tentamen Suicidum

Putus asa Optimisme

Aktivitas bunuh diri

Ide bunuh diri Sering, kuat,

berkepanjangan

Jarang, intensitas rendah

Usaha bunuh diri Berulang kali

Direncanakan

Penyelamatan tidak

mungkin

Keinginan yang tidak

ragu-ragu untuk mati

Komunikasi

diinternalisasikan

(menyatakan diri sendiri)

Metode mematikan dan

tersedia

Pertama kali

Impulsi

Penyelamatan tak

terhindarkan

Keinginan utama untuk

berubah

Komunikasi

diinternaslisasikan

(kemarahan)

Metode dengan letalitas

rendah dan tidak mudah

didapat

Sarana

Pribadi Pencapaian buruk

Tilikan buruk

Afek tidak ada atau

terkendali buruk

Pencapaian baik

Penuh tilikan

Afek tersedia dan

terkendali dengan

semestinya

Sosial Support buruk

Terisolasi sosial

Keluarga tidak

responsive

Support baik

Terintegrasi secara sosial

Keluarga yang

memperhatikan

E. Tanda dan gejala yang ditunjukkan orang yang ingin bunuh diri:

a. Tak langsung

i. Merokok

ii. Mengebut

Page 8: Makalah Blok 29 Tentamen Suicidum

iii. Berjudi

iv. Tindakan kriminal

v. Terlibat dalam tindakan rekreasi beresiko tinggi

vi. Penyalahgunaan zat

vii. Perilaku yang menyimpang secara sosial

viii. Perilaku yang menimbulkan stress

ix. Gangguan makan

x. Ketidakpatuhan pada tindakan medik

b. Langsung

i. Keputusasaan

ii. Celaan terhadap diri sendiri, perasaan gagal dan tidak berharga

iii. Alam perasaan depresi

iv. Agitasi dan gelisah

v. Insomnia yang menetap

vi. Penurunan berat badan

vii. berbicara lamban, keletihan,

viii. menarik diri dari lingkungan

F. Faktor Resiko

Penyebab perilaku bunuh diri dapat dikategorikan sebagai berikut :

1. Faktor genetic

Ada yang berpikir bahwa bawaan genetik seseorang dapat menjadi faktor yang

tersembunyi dalam banyak tindakan bunuh diri. Memang gen memainkan

peranan dalam menentukan temperamen seseorang, dan penelitian

menyingkapkan bahwa dalam beberapa garis keluarga, terdapat lebih banyak

insiden bunuh diri ketimbang dalam garis keluarga lainya. Namun,

“kecenderungan genetik untuk bunuh diri sama sekali tidak menyiratkan

bahwa bunuh diri tidak terelakan”. kata Jamison.

Kondisi kimiawi otak pun dapat menjadi faktor yang mendasar. Dalam otak.

miliaran neuron berkomunikasi secara elektrokimiawi. Di ujung-ujung cabang

serat syaraf, ada celah kecil yang disebut sinapsis yang diseberangi oleh

neurotransmiter yang membawa informasi secara kimiawi. Kadar sebuah

neurotransmiter, serotonin, mungkin terlibat dalam kerentanan biologis

Page 9: Makalah Blok 29 Tentamen Suicidum

seseorang terhadap bunuh diri. Buku Inside the Brain menjelaskan, “Kadar

serotonin yang rendah dapat melenyapkan kebahagiaan hidup, mengurangi

minat seseorang pada keberadaanya serta meningkatkan resiko depresi dan

bunuh diri.”. Akan tetapi, faktor genetik tidak bisa dijadikan alasan yang

mengharuskan seseorang untuk melakukan tindakan bunuh diri.5

2. Faktor kepribadian

Salah satu faktor yang turut menentukan apakah seseorang itu punya potensi

untuk melakukan tindakan bunuh diri adalah faktor kepribadian. Para ahli

mengenai soal bunuh diri telah menggolongkan orang yang cenderung untuk

bunuh diri sebagai orang yang tidak puas dan belum mandiri, yang terus-

menerus meminta, mengeluh, dan mengatur, yang tidak luwes dan kurang

mampu menyesuaikan diri. Mereka adalah orang yang memerlukan kepastian

mengenai harga dirinya, yang akhirnya menganggap dirinya selalu akan

menerima penolakan, dan yang berkepribadian kekanak-kanakan, yang

berharap orang lain membuat keputusan dan melaksanakannya untuknya

(Doman Lum).

Robert Firestone dalam buku Suicide and the Inner Voice menulis bahwa

mereka yang mempunyai kecenderungan kuat untuk bunuh diri, banyak yang

lingkungan terkecilnya tidak memberi rasa aman, lingkungan keluarganya

menolak dan tidak hangat, sehingga anak yang dibesarkan di dalamnya

merasakan kebingungan dalam menghadapi kehidupan sehari-hari.

Pengaruh dari latar belakang kehidupan di masa lampau ini disebut faktor

predisposesi (faktor bawaan). Dengan memahami konteks yang demikian,

dapatlah kita katakan bahwa akar masalah dari perilaku bunuh diri sebenarnya

bukanlah seperti masalah-masalah yang telah disebutkan di atas (ekonomi,

putus cinta, penderitaan, dan sebagainya). Sebab masalah-masalah tersebut

hanyalah faktor pencetus/pemicu (faktor precipitasi). Penyebab utamanya

adalah faktor predisposisi. Menurut Widyarto Adi Ps, seorang psikolog,

seseorang akan jadi melakukan tindakan bunuh diri kalau faktor kedua, pemicu

(trigger)-nya, memungkinkan. Tidak mungkin ada tindakan bunuh diri yang

muncul tiba-tiba, tanpa ada faktor predisposisi sama sekali. Akumulasi

persoalan fase sebelumnya akan terpicu oleh suatu peristiwa tertentu.6

Page 10: Makalah Blok 29 Tentamen Suicidum

3. Faktor psikologis

Faktor psikologis yang mendorong bunuh diri adalah kurangnya dukungan

sosial dari masyarakat sekitar, kehilangan pekerjaan, kemiskinan, huru-hara

yang menyebabkan trauma psikologis, dan konflik berat yang memaksa

masyarakat mengungsi. Psikologis seseorang sangat menentukan dalam

persepsi akan bunuh diri sebagai jalan akhir/keluar. Dan psikologis seseorang

tersebut juga sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor tertentu juga.

4. Faktor ekonomi

Masalah ekonomi merupakan masalah utama yang bisa menjadi faktor

seseorang melakukan tindakan bunuh diri. Ekonomi sangat berpengaruh dalam

pemikiran dan kelakuan seseorang. Menurut riset, sebagian besar alasan

seseorang ingin mengakhiri hidupnya/ bunuh diri adalah karena masalah

keuangan/ekonomi. Mereka berangggapan bahwa dengan mengakhiri hidup,

mereka tidak harus menghadapi kepahitan akan masalah ekonomi. Contohnya,

ada seorang ibu yang membakar dirinya beserta anaknya karena tidak memiliki

uang untuk makan. Berdasarkan contoh tersebut, para pelaku ini biasanya lebih

memikirkan menghindari permasalahan duniawi dan mengakhir hidup.

5. Gangguan mental dan kecanduan

Gangguan mental merupakan penyakit jiwa yang bisa membuat seseorang

melakukan tindakan bunuh diri. Mereka tidak memikirkan akan apa yang

terjadi jika menyakiti dan mengakhiri hidup mereka, karena sistem mental

sudah tidak bisa bekerja dengan baik.

Selain itu ada juga gangguan yang bersifat mencandu, seperti depresi,

gangguan bipolar, scizoprenia dan penyalahgunaan alkohol atau narkoba.

Penelitian di Eropa dan Amerika Serikat memperlihatkan bahwa lebih dari 90

persen bunuh diri yang dilakukan berkaitan dengan gangguan-gangguan

demikian. Bahkan, para peneliti asal Swedia mendapati bahwa di antara pria-

pria yang tidak didiagnosis menderita gangguan apapun yang sejenis itu, angka

bunuh diri mencapai 8,3 per 100.000 orang, tetapi di antara yang mengalami

depresi, angkanya melonjak menjadi 650 per 100.000 orang! Dan, para pakar

mengatakan bahwa faktor-faktor yang mengarah ke bunuh diri ternyata serupa

dengan yang di negeri-negeri timur. Namun, sekalipun ada kombinasi antara

Page 11: Makalah Blok 29 Tentamen Suicidum

depresi dan peristiwa -peristiwa pemicu, itu bukan berarti bunuh diri tidak bisa

dielakan.6

G. Penatalaksanaan

Keracunan organofosfat:

Resusitasi

Setelah jalan nafas dibebaskan dan dibersihkan, periksa pernafasan dan nadi. Infus dextrose 5

% kec. 15- 20 tts/menit ,nafas buatan, oksigen,hisap lendir dalam saluran pernafasan, hindari

obat-obatan depresan saluran nafas, kalu perlu respirator pada kegagalan nafas berat. Hindari

pernafasan buatan dari mulut kemulut, sebab racun organofhosfat akan meracuni lewat mlut

penolong. Pernafasan buatan hanya dilakukan dengan meniup face mask atau menggunakan

alat bag – valve – mask.4

Eliminasi

Emesis, merangsang penderita supaya muntah pada penderita yang sadar atau dengan

pemeberian sirup ipecac 15 - 30 ml. Dapat diulang setelah 20 menit bila tidak berhasil.

Katarsis,( intestinal lavage ), dengan pemberian laksan bila diduga racun telah sampai diusus

halus dan besar.

Kumbah lambung atau gastric lavage, pada penderita yang kesadarannya menurun,atau pada

penderita yang tidak kooperatif. Hasil paling efektif bila kumbah lambung dikerjakan dalam 4

jam setelah keracunan.

Keramas rambut dan memandikan seluruh tubuh dengan sabun.

Emesis,katarsis dan kumbah lambung sebaiknya hanya dilakukan bila keracunan terjadi

kurang dari 4 – 6 jam. Pada koma derajat sedang hingga berat tindakan kumbah lambung

sebaiknya dikerjakan dengan bantuan pemasangan pipa endotrakeal berbalon, untuk

mencegah aspirasi pnemonia.

Page 12: Makalah Blok 29 Tentamen Suicidum

Anti dotum

Atropin sulfat ( SA ) bekerja dengan menghambat efek akumulasi pada tempat penumpukan.

a. Mula-mula diberikan bolus IV 1 - 2,5 mg

b. Dilanjutkan dengan 0,5 – 1 mg setiap 5 - 10 - 15 menitsamapi timbulk gejala-gejala

atropinisasi ( muka merah, mulut kering, takikardi, midriasis, febris dan psikosis).

c. Kemudian interval diperpanjang setiap 15 – 30 - 60 menit selanjutnya setiap 2 – 4 –6 – 8

dan 12 jam.

d. Pemberian SA dihentikan minimal setelah 2 x 24 jam. Penghentian yang mendadak dapat

menimbulkan rebound effect berupa edema paru dan kegagalan pernafasan akut yang sering

fatal.

H. Pencegahan

Pasien:

1. mengidentifikasi/mengamankan benda-benda yang dapat membahayakan

pasien

2. melakukan kontak treatment

3. mengajar cara mengendalikan dorongan bunuh diri

4. mendorong pasien untuk berfikir positif dan menghargai diri

5. mengenali pola koping yang digunakan pasien dan menganjurkan pola koping

yang konstruktif kepada pasien

6. membincangkan masa depan pasien dan member dorongan agar pasien dapat

mencapai masa depan yang realistis.

Keluarga:

1. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala resiko bunuh diri, dan jenis perilaku bunuh

diri yang dialami pasien.

2. Menjelaskan cara merawat pasien resiko bunuh diri

Page 13: Makalah Blok 29 Tentamen Suicidum

3. Melatih keluarga cara merawat pasien dengan resiko bunuh diri

4. Mendiskusikan sumber rujukan yang ada yang bias dijangkau keluarga

5. Pengawasan ahli keluarga terhadap pasien juga harus diperhatikan.

I.Prognosis

Ad Bonam. Semakin cepat tindakan atropinisasi semakin baik.

BAB II

PENUTUP

Organofosfat dapat menimbulkan keracunan karena dapat menghambat enzim

kholinesterase. Manajemen terapinya meliputi stabilisasi pasien, dekontaminasi, dan

Page 14: Makalah Blok 29 Tentamen Suicidum

pemberian antidotum. Antidotum yang digunakan adalahAtropin dan Pralidoxime. Gagal

nafas merupakan penyebab utama kematian pasien

Tentamen suicide merupakan perilaku mencederai diri yang dapat menimbulkan

kematian baik secara langsung maupun tidak langsung. Tanda dan gejala awal merupakan

peringatan yang paling memungkinkan keluarga,teman orang yang ingin bunuh diri untuk

membantu mereka dan mengelakkan percubaan buunuh diri Berjaya.

DAFTAR PUSTAKA

1) Harold I. Kaplan dan Benjamin J. Sadock. Alih bahasa: Willie Japaries. Buku saku Psikiatri Klinik.. In: I Made Wiguna S, editor. Bab 17: Bunuh diri, kekerasan dan kedaruratan psikiatri yang lain. Edisi ketiga. Jakarta. Penerbit Binarupa Aksara. 2003. P. 245- 247

Page 15: Makalah Blok 29 Tentamen Suicidum

2) Jonathan Gleadle. Alih Bahasa: Annisa Rahmalia. At a glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. In: Amalia Safitri, editor. Bab 53: Upaya bunuh diri. Jakarta. Penerbit Erlangga Medical Series. 2005. P. 100-101.

3) David Rubenstein, David Wayne dan John Bradley. Alih bahasa: Annisa Rahmalia. Lecture notes, Kedokteran Klinis. In: Amalia Safitri, editor. Bab 8: Neurologi, Skala Koma Glasgow. Edisi keenam. Jakarta. Penerbit Erlangga. 2005. P. 104

4) David A. Tomb. Alih bahasa: Martina Wiwie S. Nasrun. Buku saku Psikiatri. In: Tiara Mahatmi, editor. Bab 7: Perilaku bunuh diri dan menyerang. Edisi keenam. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran. 2004. P. 84- 90.

5) EB. Surbakti. Gangguan kebahagiaan anda dan solusinya. Bunuh diri dan pencegahan. Edisi pertama. Jakarta. Penerbit PT Elex Media Komputindo. 2010. P. 200- 210.

6) Subiyakto Sudarmo. Pestisida. Insektisida. Edisi ke-9. Jakarta. Penerbit KANISIUS. 2007. P. 35, 37.

7) Panut Djojosumarto. Pestisida dan aplikasinya. Gejala keracunan pestisida. Edisi pertama. Jakarta. Penerbit Agromedia Pustaka. 2008. P. 314- 317.

8) Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Farmakologi dan Terapi. In: Sulistia Gun Gunawan, editor. Bab 16: Toksikologi. 3. Keracunan. Edisi ke-5. Jakarta. Penerbit Balai Penerbit FKUI, Jakarta. 2007. P. 829- 831, 826.

9) I. Made Bakta dan I. Ketut Suastika. Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam. Penanganan keracunan akut. Edisi pertama. Jakarta. Penerbit buku Kedokteran ECG. 2000. P. 194-196.