19
Meningitis Tuberkulosis pada Orang Dewasa Rilus Salawane 102010086 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Alamat Korespondensi: Mahasiswi Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida Wacana. Jl. Terusan Arjuna No. 6, Jakarta Barat 11510, No TLP: (021) 56942061, Fax: (021)5631731, Email : [email protected] Pendahuluan Meningitis adalah suatu radang pada meningens (selaput yang melindungi otak dan batang otak), disebabkan oleh bakteri, dan virus yang dapat terjadi secara akut atau kronik. Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak, yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta. Pada meningitis serosa cairan otak 1

Makalah Blok 22 Riluss

Embed Size (px)

DESCRIPTION

xczxc

Citation preview

Page 1: Makalah Blok 22 Riluss

Meningitis Tuberkulosis

pada Orang Dewasa

Rilus Salawane

102010086

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Alamat Korespondensi:

Mahasiswi Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida Wacana.

Jl. Terusan Arjuna No. 6, Jakarta Barat 11510, No TLP: (021) 56942061, Fax: (021)5631731, Email :

[email protected]

Pendahuluan

Meningitis adalah suatu radang pada meningens (selaput yang melindungi otak dan

batang otak), disebabkan oleh bakteri, dan virus yang dapat terjadi secara akut atau kronik.

Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak,

yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta. Pada meningitis serosa cairan otak

berwarna jernih sampai xantokrom, sedangkan pada meningitis purulenta cairan otak

berwarna opalesen sampai keruh. Meningitis serosa dibagi menjadi 2 yaitu meningitis serosa

viral yang disebabkan oleh infeksi virus dan meningitis serosa tuberkulosis yang disebabkan

oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis1.

Meningitis serosa tuberkulosis atau meningitis tuberkulosis merupakan satu dari

sekian jenis meningitis yang paling sering dan paling berbahaya karena berbeda dengan

meningitis lainnya dari perjalanan penyakitnya yang lambat dan progresif. Meningitis

1

Page 2: Makalah Blok 22 Riluss

tuberkulosis terjadi sebagai akibat komplikasi dari penyebaran tuberkulosis primer, biasanya

dari paru.

Anatomi dan Fisiologi Selaput Otak

Otak dan sum-sum tulang belakang diselimuti meningea yang melindungi struktur

syaraf yang halus, membawa pembuluh darah dan sekresi cairan serebrospinal. Meningen

terdiri dari tiga lapis, yaitu:

Lapisan Luar (Durameter)

Durameter merupakan tempat yang tidak kenyal yang membungkus otak,

sumsum tulang belakang, cairan serebrospinal dan pembuluh darah. Durameter

terbagi lagi atas durameter bagian luar yang disebut selaput tulang tengkorak

(periosteum) dan durameter bagian dalam (meningeal) meliputi permukaan tcngkorak

untuk membentuk falks serebrum, tentorium serebelum dan diafragma sella1.

Lapisan Tengah (Arakhnoid)

Disebut juga selaput otak, merupakan selaput halus yang memisahkan

durameter dengan piameter, membentuk sebuah kantung atau balon berisi cairan otak

yang rneliputi selumh susunan saraf pusat. Ruangan diantara durameter dan arakhnoid

disebut ruangan subdural yang berisi sedikit cairan jernih menyerupai getah bening.

Pada mangan ini terdapat pembuluh darah arteri dan vena yang menghubungkan

sistem otak dengan meningen sena dipenuhi oleh cairan serebrospinal1.

Lapisan Dalam (Piameter)

Lapisan piameter merupakan selaput halus yang kaya akan pembuluh darah

kecil yang mensuplai darah kc otak dalam jumlah yang banyak. Lapisan ini melekat

erat dengan jaringan otak dan mengikuti gyrus dari otak. Ruangan diantara arakhnoid

dan piameter disebut sub arakhnoid. Pada reaksi radang ruangan ini berisi sel radang.

Disini mengalir cairan serebrospinalis dari otak ke sumsum tulang belakang. 1

2

Page 3: Makalah Blok 22 Riluss

Gambar 1. Lapisan selaput otak

Anamnesis

Anamnesis yang baik akan terdiri dari identitas, keluhan utama, riwayat penyakit

dahulu, riwayat obstetric dan ginekologi (khusus wanita), riwayat penyakit dalam keluarga,

anamnesis susunan system dan anamnesis pribadi (meliputi keadaan sosial ekonomi, budaya,

kebiasaan, obat-obatan, lingkungan). Pada pasien usia lanjut perlu pula dievaluasi status

fungsionalnya. Pasien dengan sakit menahun, perlu dicatat pasang surut kesehatannya,

termasuk obat-obatannya dan aktivitas sehari-harinya. Hal-hal yang perlu ditanya sebagai

berikut :

a. Nyeri kepala selalu ada, kadang-kadang sangat hebat dan difus. 

b. Nyeri punggung seringkali ada 

c. Temperatur biasanya tidak begitu meningkat seperti pada meningitis purulenta. 

d. Sensitif terhadap cahaya ( fotopobia ) 

e. Malaise umum, gelisah, atau tidak enak badan 

f. Nausea dan vomitus 

g. Mengantuk dan pusing  

h. Meningismus ( laseque dan kaku kuduk hampir selalu ada ) 

i. Organ-organ lain sering kena mis: paru-paru pada meningitis tuberkulosa 

j. Umumnya terdapat tanda-tanda gangguan saraf kranial dan cabang-cabangnya.1

3

Page 4: Makalah Blok 22 Riluss

Pemeriksaan Fisik

a) Pemeriksaan Kaku Kuduk

Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif bempa fleksi dan rotasi

kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan tahanan pada

pergerakan fleksi kepala disertai rasa nycri dan spasms otot. Dagu tidak dapat

disentuhkan ke dada dan juga didapatkan tahanan pada hiperekstensi dan rotasi

kepala2.

b) Pemeriksaan Tanda Kernig

Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan fleksi pada sendi panggul

kernudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mengkin tanpa rasa nyeri.

Tanda Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut 135° (kaki

tidak dapat di ekstensikan sempurna) disertai spasme otot paha biasanya diikuti rasa

nyeri2.

c) Pemeriksaan Tanda Brudzinski I ( Brudzinski Leher)

Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinya dibawah kepala

dan tangan kanan diatas dada pasien kernudian dilakukan fleks kepala dengan cepat

kearah dada sejauh mungkin. Tanda Brudzinski I positif (+) bila pada pemeriksaan

terjadi fleksi involunter pada leher2.

d) Pemeriksaan Tanda Brudzinski II ( Brudzinski Kontra Lateral Tungkai)

Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi panggul

(seperti pada pemeriksaan Kernig). Tanda Brudzinski II positif (+) bila pada

pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada sendi panggul dan lutut kontralateral.2

4

Page 5: Makalah Blok 22 Riluss

Gambar 2. Kernig’s sign dan brundzinski’s sign

Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan cairan otak

Merupakan kunci diagnosis untuk meningitis tuberkulosis

Cairan serebrospinal pada meningitis tuberkulosis jernih, tidak berwarna, dan bila

didiamkan akan membentuk “cob web” atau “pellicle” atau sarang laba-laba. Tekanan

sedikit meninggi dan jumlah sel kurang dari 500/ mm3 dengan dominan limfosit. Protein

meninggi sampai 200mg% dan kadar glukosa menurun sampai dibawah 40mg%2,3.

2. Pemeriksaan darah rutin

Darah perifer lengkap, gula darah dan elektrolit. Selain itu perlu diperiksa juga jumlah

dan hitung jenis leukosit serta peningkatan laju endap darah (LED)2,3.

3. Tes tuberkulin

Pemberian tuberkulin intradermal sebanyak 0,1 cc atau tes Mantoux berguna untuk

diagnosis, terutama pada anak.

4. Tuberkel koroid

Tuberkel koroid menandakan suatu proses tuberkulosis lanjut. Nampak sebagai fokus

eksudat putih keabuan dibawah pembuluh darah retina2,3.

5. Pemeriksaan radiologik2,3

- Foto Thorak

Hampir sebagian besar penderita meningitis tuberkulosis akan menunjukkan

gambaran radiologik sesuai untuk suatu tuberkulosis.

- Foto tengkorak

Pada stadium akut meningitis tuberkulosis tidak akan menjumpai kelainan pada foto

tengkorak. Pelebaran sutura menandakan suatu peninggian tekanan intrakranial.

- Pemeriksaan CT Scan

Dapat digunakan untuk diagnosis meningitis tuberkulosis, kelainan yang nampak

adalah :

Tuberkuloma, dapat mengalami perkapuran dan kadang terlihat suatu “mass

effect”

Hidrosefalus, terlihat dari pelebaran ventrikel.

Gambaran penyerapan abnormal dari kontras pada sisterna basalis.

Infark

5

Page 6: Makalah Blok 22 Riluss

- Angiografi

Pada fase akut meningitis tuberkulosis dapat dijumpai kelainan pembuluh darah

berupa penyempitan segmental arteri pada daerah basis otak. Penyempitan ini terjadi

akibat arteritis atau kompresi mekanik oleh eksudat kental.

- Elektroensefalografi

Dijumpai gambaran EEG abnormal berupa perlambatan difus, bentuk sinusoidal,

teratur dengan aktivitas gelombang delta voltase tinggi. Selain itu dapat

memperlihatkan terdapatnya lesi fokal sesuai dengan lesi infark atau fokus epileptik.

Diagnosis Kerja

Meningitis tuberculosis adalah peradangan pada selaput otak atau meningen oleh bakteri

tahan asam Mycobacterium tuberculosis. Ditentukan atas dasar gambaran klinis serta yang

terpenting ialah gambaran pemeriksaan cairan otak. Diagnosis pasti hanya dapat dibuat bila

ditemukan kuman tuberkulosis dalam cairan otak. Uji tuberkulin yang positif, kelainan

radiologis yang tampak pada foto thorak dan terdapatnya sumber infeksi dalam keluarga

hanya dapat menyokong diagnosis

Diagnosis Banding

a) Meningitis bacterial (piogenik)

Kebanyakan kasus meningitis bacterial disebabkan oleh infeksi meningen oleh satu

dari tiga organism berikut:

Neisseria meningitides (meningokokus),

Haemophilus influenza (tipe b) (jarang, terjadi setelah vaksinasi),

Streptococcus pneumonia (pneumokokus).

Organisme lainnya, terutama mycobacterium tuberculosis, dapat ditemukan pada

kelompok berisiko yang spesifik, misalnya pasien immunocompromised. Di negera maju,

insidensi meningitis bacterial adalah 5-10 per 100.000 per tahun.

Gambaran klinis

Umumnnya terdapat nyeri kepala hebat disertai nyeri dan kekakuan pada leher dan

punggung, muntah, serta fotofobia. Kecepatan onset nyeri kepala cukup cepat (menit hingga

6

Page 7: Makalah Blok 22 Riluss

jam), walaupun umumnnya tidak mendadak seperti pendarahan subaracnoid. Pasien dapat

mengalami penurunan kesadaran dan kejang.

Pemeriksaan umum menunjukkan tanda infeksi seperti demam, takikardia, syok, dan

kadang adanya bukti sumber infeksi primer (misalnya pneumonia, endokarditis, sinusitis,

otitis media). Sebagian besar kasus meningitis meningokokal akan disertai kemerahan,

biasanya.4

b) Meningitis Virus

Meningitis dan ensefalitis dapat timbul dari infeksi enterovirus, gondongan, herpes

simpleks, arbovirus, innfluenza, dan yang jarang, rubela atau virus Epstein-Barr. Meningitis

virus dapat menjadi bagian riwayat alami infeksi polio. Pasien mengalami nyeri kepala,

fotofobia, demam, dan kaku leher. LCS menunjukkan limfositosis; protein sedikit meningkat

dengan kadar glukosa normal. Apus tenggorok, spesimen LCS, dan feses harus dikirim untuk

kultur virus dan uji serologis. Tata laksana bersifat simtomatik karena sebagian besar pasien

sembuh tanpa sisa defisit dalam beberapa hari.5

c) Ensefalitis Virus

Ensefalitis virus disebabkan oleh bermacam-macam virus termasuk herpesvirus dan

arbovirus. Pasien mengalami demam disertai dengan nyeri kepala, kaku leher, dan gangguan

kesadaran. Tanda-tanda neurologis fokal dapat terjadi; konvulsi sering terjadi. Virus dapat

dikultur dari spesimen LCS, feses, dan tenggorok, dan dideteksi dengan teknik serologis.

Asiklovir digunakan untuk mengobati ensefalitis herpetik (yang biasanya mengenai lobus

temporal) dan menurunkan angka mortalitas menjadi kurang dari 20%, dan juga menurunkan

jumlah pasien yang mengalami sisa kecacatan yang berat.5

Epidemiologi

Meningitis tuberculosis masih banyak ditemukan di Indonesia karena morbiditasnya

selain bergantung kepada tingkat kekebalan tubuh seseorang juga di pengaruhi oleh factor

social ekonomi, tingkat kesadaran kesehatan masyarakat status gizi dan factor genetik

tertentu yang berhubungan faktor imun.

Penyakit meningitis banyak terjadi pada negara yang sedang berkembang

dibandingkan pada negara maju. Faktor lingkungan (Environment) yang mempengaruhi

terjadinya meningitis bakteri yang disebabkan oleh Haemophilus influenzae tipe b adalah

lingkungan dengan kebersihan yang buruk dan padat dimana terjadi kontak atau hidup

7

Page 8: Makalah Blok 22 Riluss

serumah dengan penderita infeksi saluran pernafasan. Penyakit ini lebih banyak ditemukan

pada laki-laki dibandingkan perempuan dan distribusi terlihat lebih nyata pada bayi.

Meningitis pumlenta lebih sering terjadi pada bayi dan anak-anak karena sistem kekebalan

tubuh belum terbentuk sempuna.3

Etiologi

Meningitis tuberkulosis paling sering disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis

varian hominis. Selain itu dapat pula disebabkan oleh varian lain yaitu Mycobacterium

tuberculosis varian bovis, Mycobacterium tuberculosis varian atipik, dan Mycobacterium

tuberculosis varian flavesen.

Mycobacterium tuberculosis termasuk dalam ordo Aktinomisetales, Famili Mycobacteriacea

dan Genus Mycobacterium.

Mycobacterium tuberculosis mempunyai ukuran panjang 2-4 mikron dan lebar 0,3-0,5

mikron. Sering ditemukan berkelompok, berbentuk filamen tetapi mudah patah dan

menghasilkan bentuk batang dan kokoid. Mycobacterium tuberculosis atau basil tuberkel

tidak bergerak, tidak membentuk spora dan kapsel atau konidia. Hidup intraseluler dalam

suasana aerob. Suhu terbaik untuk pertumbuhannya adalah 37° C dan mati pada suhu kurang

dari 30° C atau lebih dari 42° C5,6.

Patofisiologi

Meningitis tuberkulosis merupakan proses sekunder terhadap proses tuberkulosis di

tempat lain pada tubuh. Meningitis tuberkulosis pada anak seringkali dihubungkan dengan

penjalaran suatu kompleks primer. Terjadinya meningitis bukanlah karena terinfeksinya

selaput otak langsung oleh penyebaran hematogen, melainkan biasanya sekunder melalui

pembentukan tuberkel pada permukaan otak, sumsum tulang belakang atau vertebra yang

kemudian pecah ke dalam rongga arachnoid (ruang subarachnoid). Kadang-kadang terjadi

perkontinuitatum dari mastoiditis atau spondilitis. Hal inilah yang menjelaskan bahwa

meningitis tuberkulosis secara histologis dapat disebut sebagai meningoensefalitis5,6.

Dengan kata lain terinfeksinya meningen didahului dengan terbentuknya tuberkel di

otak atau paru, kemudian tuberkel akan pecah dan bakteri masuk ke rongga sub arachnoidea.

Hal ini terjadi karena basil tuberkel tidak mudah masuk meningen melalui bakterimia dan

perubahan vaskuler pada meningitis tuberkulosis tidak dapat ditimbulkan oleh bakterimia,

tetapi baru terjadi setelah terjadi suatu infeksi pada ruang subarachnoid. Setelah melepaskan

bacilus dan materi granulomatosa kedalam rongga subarachnoid kemudian terbentuk

8

Page 9: Makalah Blok 22 Riluss

sejumlah eksudat gelatin kental berwarna putih. Eksudat tersebut sebagian besar akan

menempati dasar otak terutama pada batang otak dan sebagian kecil terdapat pada permukaan

otak. Eksudat ini menyelubungi arteri dan nervus kranialis, membentuk seperti sumbatan

leher botol pada aliran cairan serebrospinal pada tingkat pembukaan tentorium, yang akan

dapat menyebabkan hidrosefalus serta kelainan pada saraf otak. Saraf otak yang biasanya

terkena pada meningitis tuberkulosis akibat gejala penekanan oleh eksudat yang kental adalah

saraf otak II, III, IV dan VII. Terdapatnya kelainan pada pembuluh darah seperti arteritis dan

flebitis yang menimbulkan sumbatan dapat menyebabkan infark otak yang kemudian akan

menyebabkan perlunakan otak,5,6.

Gejala klinik

Gambaran klinik meningitis tuberkulosis sangat variabel dan pada permulaan

penyakit sukar diketahui, perjalanan penyakit perlahan-lahan dan keluhan sering tidak jelas

dan tidak khas.

Meningitis tuberkulosis dapat muncul bertahun-tahun setelah infeksi, ketika ruptur

dari satu atau lebih tuberkel subependimal melepaskan basil tuberkel ke ruangan

subarachnoid. Progresi klinis meningitis tuberkulosis dapat terjadi cepat atau perlahan.

Progresi cepat cenderung lebih sering terjadi pada infant dan anak usia muda. Namun yang

lebih umum terjadi, gejala dan tanda berkembang perlahan selama beberapa minggu dan

dibagi menjadi 3 stadium, yaitu3,5,6 :

1. Stadium I (inisial/ prodromal)

Stadium ini berlangsung selama 1-2 minggu, ditandai dengan gejala-gejala non

spesifik seperti demam, sakit kepala, iritabilitas, mengantuk (drowsiness), dan malaise.

Tidak terdapat kelainan neurologis fokal, tapi infants dapat mengalami stagnasi

pertumbuhan dan gangguan perkembangan.

Predominan gejala gastrointestinal tanpa manifestasi kelainan neurologis. Pasien

tampak apatis dan iritabel, disertai nyeri kepala intermitten.

2. Stadium II (transisi)

Stadium kedua biasanya mulai dengan lebih mendadak. Tanda yang paling umum

adalah letargi, kaku kuduk, kejang, tanda Brudzinski atau Kerniq positif, hipertoni,

muntah, gangguan saraf kranial, dan tanda-tanda kelainan neurologis fokal yang lain.

Perburukan penyakit secara klinis biasanya sejalan dengan perkembangan hidrosefalus,

peningkatan tekanan intrakranial, dan vaskulitis.

9

Page 10: Makalah Blok 22 Riluss

Pada beberapa anak tidak terdapat adanya tanda rangsang meningeal namun bisa

terdapat tanda-tanda ensefalitis, seperti hiperpireksia, kejang, penurunan kesadaran atau

disorientasi, defisit neurologis dan gerakan involunter.

Pasien tampak mengantuk, disorientasi disertai tanda rangsang meningeal. Refleks

tendon meningkat, refleks abdomen menghilang, disertai klonus patela dan pergelangan

kaki.

3. Stadium III (terminal)

Stadium ketiga ditandai dengan koma, hemiplegia atau paraplegia, hipertensi, postur

deserebrasi, deteriorasi tanda vital dan pada akhirnya kematian.

Pasien koma, pupil terfiksasi, spasme klonik, pernafasan ireguler disertai peningkatan

suhu tubuh. Hidrosefalus terdapat pada dua pertiga kasus dengan lama sakit 3 minggu.

Penatalaksanaan

Pengobatan sedini mungkin sangat penting untuk mencegah terjadinya komplikasi.

Sesuai dengan rekomendasi American Academy of Pediatric 1994, diberikan pengobatan

medikamentosa berupa kombinasi antara Obat Anti Tuberkulosis dengan kortikosteroid.

Diberikan 4 macam obat selama 2 bulan, diteruskan dengan pemberian INH dan Rifampicin

selama 10 bulan2,3.

Obat-obat yang diberikan diantaranya adalah2,3 :

1. Isoniazid (INH) 5-15 mg/ kgBB/ hari, dosis maksimum 300 mg/ hari

Bila timbul ikterus dosis dikurangi, efek samping berupa kesemutan, gatal-gatal, nyeri

otot

2. Rifampisin (R) 10-15 mg/ kgBB/ hari, dosis maksimum 600 mg/ hari

Bila timbul ikterus dosis dikurangi, efek samping berupa mual, trombositopenia

3. Pirazinamid (Z) 25-35 mg/ kgBB/ hari, dosis maksimum 2 gram/ hari

Efek samping berupa hepatitis, nyeri sendi, reaksi hipersensitif

4. Streptomisin (S) 15-30 mg/ kgBB/ hari, dosis maksimum 750 mg/ hari (i.m). Efek

samping berupa kerusakan nervus VIII, dan bersifat nefrotoksik

5. Etambutol (E) 15-20 mg/ kgBB/ hari, dosis maksimum 2,5 gram / hari

Efek samping berupa gangguan penglihatan

6. Prednison 1-2 mg/ kgBB/ hari selama 2-3 minggu, dilanjutkan dengan tapering off

10

Page 11: Makalah Blok 22 Riluss

Steroid diberikan untuk mencegah arteritis/ infark otak, komplikasi infeksi, perlekatan

dan menghambat reaksi inflamasi. Jika didapatkan hidrosefalus non-komunikan, dapat

dilakukan pemasangan VP-Shunt. Jika terdapat hidrosefalus komunikan, pengobatan medis

dengan furosemide dan acetazolamid akan mengembalikan nilai normal tekanan intra kranial

dalam satu sampai dua minggu. Pasien yang tidak berhasil dengan cara ini maka akan

direncanakan pula pemasangan ventrikuloperitoneal shunt2,3.

Komplikasi

Dapat terjadi akibat pengobatan yang tidak sempurna atau pengobatan yang terlambat.

Dapat terjadi cacat neurologis berupa paresis, paralisis sampai deserebrasi, hidrosefalus

akibat sumbatan, resorbsi berkurang atau produk berlebihan dari cairan otak. Anak juga dapat

menjadi buta atau tuli dan kadang timbul retardasi mental5,6.

Prognosis

Prognosis meningitis tuberkulosis berhubungan dengan stadium klinis penyakit saat

terapi dimulai. Sebagian besar pasien pada stadium pertama memiliki prognosis baik,

sedangkan kebanyakan pasien pada stadium ketiga yang bertahan hidup mengalami

disabilitas permanen, antara lain kebutaan, tuli, paraplegia, diabetes insipidus, atau retardasi

mental. Prognosis untuk infant pada umumnya lebih buruk daripada anak yang lebih tua6.

Pencegahan

Pencegahan primer dilakukan untuk mencegah timbulnya faktor resiko meningitis

bagi individu yang belum mempunyai faktor resiko dengan melaksanakan pola hidup sehat.”

Pencegahan penyakit infeksi meningitis dapat dilakukan dengan pemberian vaksin pada bayi

agar mendapatkan kekebalan tubuh terhadap bibit penyakit tersebut.6

11

Page 12: Makalah Blok 22 Riluss

Kesimpulan

Meningitis tuberkulosis terjadi sebagai akibat komplikasi penyebaran tuberkulosis

primer, biasanya di paru. Terjadinya meningitis tuberkulosa bukanlah karena terinfeksinya

selaput otak langsung oleh penyebaran hematogen, melainkan biasanya sekunder melalui

pembentukan tuberkel pada permukaan otak, sumsung tulang belakang atau vertebra yang

kemudian pecah kedalam rongga arakhnoid. Meningitis tuberculosa mempunyai morbiditas

dan mortalitas yang tinggi bila tidak diobati. Oleh karena itu penyakit ini memerlukan

diagnosa dini dan pemberian pengobatan yang cepat, tepat dan rasional.

Daftar Pustaka

1. Supartondo, Setiyohadi B. Anamnesis. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,

Simadibrata M, Setiati S. Ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jakarta: Pusat Penerbitan

Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2009.h. 25-6.

2. Crofton J, Horne N, Miller F. Tuberkulosis klinis. Ed. 2. Jakarta: Widya Medika,

2002.h.180-6.

3. Rubenstein D, Wayne D, Bradley J. Lecture notes: Kedokteran klinis. Edisi keenam.

Jakarta: Penerbit Erlangga, 2007.h.121-5.

4. Ginsberg L. Lecture notes neurologi. Edisi ke-8. Jakarta: penerbit

Erlangga.2007.h.122-76.

5. Gillespie SH, Bamford KB. At a glance mikrobiologi medis dan infeksi. Edisi ketiga.

Jakarta: Penerbit Erlangga, 2009.h.101.

6. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Penerbit Dan Hidayat,

2008.h. 319-20.

12