28
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) Naomi Besitimur (102012113) C9 Email: [email protected] Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No.6, Kebon jeruk-Jakarta Barat Telp. 56942061 Abstract: The problem that is often experienced by older men associated with the urinary system is benign prostatic hyperplasia ( BPH ) . Although rarely life-threatening, BPH complainant irritating and disrupt daily activities . This situation is a result of an enlarged prostate gland , or benign prostate enlargement ( BPE ), which causes obstruction of the bladder neck and urethra or bladder outlet obstruction known as ( BOO ) . In Indonesia, BPH is second only to urinary tract stones found in 50 % of men aged over 50 years with a life expectancy average in Indonesia has reached 65 years and it is estimated that approximately 5 % of Indonesian men 60 years old or more . If the count of the Indonesian population totaling 200 million , roughly 100 million consisting of men , and were aged 60 years or over approximately 5 million , it is estimated that there are 2.5 million men suffering from BPH Indonesia . Thus, it will be many cases in hospitals in general surgery indications . With the improvement of development in our country which will give the effect of rising life expectancy , then BPH will increase. Therefore , 1

Makalah Blok 19 (Urogenitalis-2)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

makalah 20

Citation preview

Page 1: Makalah Blok 19 (Urogenitalis-2)

Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)

Naomi Besitimur (102012113) C9

Email: [email protected]

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No.6, Kebon jeruk-Jakarta Barat Telp. 56942061

Abstract: The problem that is often experienced by older men associated with the urinary

system is benign prostatic hyperplasia ( BPH ) . Although rarely life-threatening, BPH

complainant irritating and disrupt daily activities . This situation is a result of an enlarged

prostate gland , or benign prostate enlargement ( BPE ), which causes obstruction of the

bladder neck and urethra or bladder outlet obstruction known as ( BOO ) . In Indonesia, BPH

is second only to urinary tract stones found in 50 % of men aged over 50 years with a life

expectancy average in Indonesia has reached 65 years and it is estimated that approximately 5

% of Indonesian men 60 years old or more . If the count of the Indonesian population totaling

200 million , roughly 100 million consisting of men , and were aged 60 years or over

approximately 5 million , it is estimated that there are 2.5 million men suffering from BPH

Indonesia . Thus, it will be many cases in hospitals in general surgery indications . With the

improvement of development in our country which will give the effect of rising life

expectancy , then BPH will increase. Therefore , BPH should be detected by doctors , by

recognizing the clinical manifestations of BPH and can be managed in a rational way so that

it will provide a low morbidity and mortality with optimal costs.

Keywords: BPH, BPE, Geriatrics

Abstrak: Masalah yang sering dialami seorang pria usia lanjut yang berhubungan dengan

sistem perkemihan adalah Benign Prostatic Hyperplasia (BPH). Meskipun jarang mengancam

jiwa, BPH memberikan keluhan yang menjengkelkan dan mengganggu aktivitas sehari-hari.

Keadaan ini akibat dari pembesaran kelenjar prostat atau benign prostate enlargement (BPE)

yang menyebabkan terjadinya obstruksi pada leher buli-buli dan uretra atau dikenal sebagai

bladder outlet obstruction (BOO). Di Indonesia BPH merupakan urutan kedua setelah batu

saluran kemih dan diperkirakan ditemukan pada 50% pria berusia diatas 50 tahun dengan

angka harapan hidup

 

1

Page 2: Makalah Blok 19 (Urogenitalis-2)

rata-rata di Indonesia yang sudah mencapai 65 tahun dan diperkirakan bahwa lebih kurang

5% pria Indonesia sudah berumur 60 tahun atau lebih. Kalau dihitung dari seluruh

penduduk Indonesia yang berjumlah 200 juta lebih, kira-kira 100 juta terdiri dari pria, dan

yang berumur 60 tahun atau lebih kira-kira 5 juta, sehingga diperkirakan ada 2,5 juta laki-laki

Indonesia yang menderita BPH. Dengan demikian, akan banyak pula kasus di rumah sakit

yang pada umumnya berindikasi pembedahan. Dengan semakin membaiknya pembangunan di

negara kita yang akan memberikan dampak kenaikan umur harapan hidup, maka BPH akan

semakin bertambah. Oleh karena itu, BPH harus dapat dideteksi oleh para dokter, dengan

mengenali manifestasi klinik dari BPH dan dapat dikelola secara rasional sehingga akan

memberikan morbiditas dan mortalitas yang rendah dengan biaya yang optimal.

Kata kunci: BPH, BPE, Geriatri

Pendahuluan

Latar belakang

Tidak semua pasien BPH mengeluhkan gangguan miksi dan sebaliknya tidak semua keluhan

miksi disebabkan oleh BPH. Banyak sekali faktor yang diduga berperan dalam

proliferasi/pertumbuhan jinak kelenjar prostat, tetapi pada dasarnya BPH tumbuh pada pria

yang menginjak usia tua dan masih mempunyai testis yang masih berfungsi normal

menghasilkan testosteron. Di samping itu pengaruh hormon lain (estrogen, prolaktin), diet

tertentu, mikrotrauma, dan faktor-faktor lingkungan diduga berperan dalam proliferasi sel-sel

kelenjar prostat secara tidak langsung. Faktor-faktor tersebut mampu mempengaruhi sel-sel

prostat untuk mensintesis protein growth factor, yang selanjutnya protein inilah yang

berperan dalam memacu terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat. Fakor-faktor yang

mampu meningkatkan sintesis protein growth factor dikenal sebagai faktor

ekstrinsik sedangkan protein growth factor dikenal sebagai factor intrinsik yang

menyebabkan hiperplasia kelenjar prostat. Sehingga, istilah BPH atau benign prostatic

hyperplasia sebenarnya merupakan istilah histopatologis, yaitu karena terdapat hiperplasia

sel-sel stroma dan sel-sel epitel kelenjar prostat. Terapi yang akan diberikan pada pasien

tergantung pada tingkat keluhan pasien, komplikasi yang terjadi, sarana yang tersedia, dan

pilihan pasien. Di berbagai daerah di Indonesia kemampuan melakukan diagnosis dan

modalitas terapi pasien BPH tidak sama karena perbedaan fasilitas dan sumber daya manusia

di tiap-tiap daerah. Walaupun demikian, dokter dan perawat di daerah terpencil pun

2

Page 3: Makalah Blok 19 (Urogenitalis-2)

diharapkan dapat menangani pasien BPH dengan sebaik-baiknya terutama kasus BPH yang

berhubungan dengan tindakan pembedahan.

Rumusan masalah

Seorang laki-laki berusia 60 tahun dengan keluhan sering BAK, terutama pada malam hari

Tujuan

Adapun tujuan penulis dalam pembuatan makalah ini yaitu untuk mengetahui benign prostat

hyperplasi dalam hal ini mencakup pemeriksaan, diagnostik, dan terapi pilihan yang sesuai

dengan kasus yang diperoleh.

Pembahasan

Anamnesis

- Identitas

Identias perlu ditanyakan untuk memastikan bahwa pasien yang dihadapi adalah memang

benar pasien yang dimaksud. Identitas biasanya meliputi nama lengkap pasien, umur atau

tanggal lahir, jenis kelamin. nama orang tua atau suami atau istri atau penanggung jawab,

alamat, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa dan agama. 1Dari kasus yang didapat dari hasil

anamnesis didapatkan usia pasien adalah 60 tahun.

- Keluhan utama

Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan pasien yang membawa pasien pergi ke dokter.

Dari kasus didapatkan keluhan utama pasien adalah sering BAK terutama pada malam hari.

- Riwayat penyakit sekarang

Pada pasien keluhan utama yang dirasakan disertai dengan setelah selesai BAK pasien selalu

merasa tidak lampias dan pancaran urinnya lemah. Keluhan ini sudah dirasakan selama 6

bulan terakhir dan semakin memberat.

- Riwayat penyakit dahulu

Bertujuan untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan adanya hubungan antara penyakit

yang pernah diderita dengan penyakit sekarang.1

3

Page 4: Makalah Blok 19 (Urogenitalis-2)

- Riwayat keluarga

Dapat digunakan untuk memperkuat diagnosis. Karena biasanya penularan suatu penyakit

berasal dari keluarga sendiri yang terjangkit atau karena faktor genetik pada penyakit-

penyakit yang terpaut gen.1

- Riwayat sosial

Termasuk tentang pekerjaan pasien. Pada umumnya jenis pekerjaan juga berperan penting

dalam penyebab timbulnya penyakit.

- Riwayat pribadi

Biasanya tentang gaya hidup pasien, ekonomi, sosial dan pendidikan pasien.1

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik mempunyai nilai yang sangat penting untuk memperkuat temuan-temuan

dalam anamnesis.2 Teknik pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan visual atau pemeriksaan

pandang (inspeksi), pemeriksaan raba (palpasi), pemeriksaan ketok (perkusi) dan

pemeriksaan dengar menggunakan stetoskop (auskultasi).2

Pemeriksaan penunjang

1) Laboratorium

Analisa urin dan pemeriksaan mikroskopik urin penting dilakukan untuk

melihat adanya sel leukosit, bakteri, dan infeksi. Pemeriksaan kultur urin

berguna untuk mengetahui kuman penyebab infeksi dan sensitivitas kuman

terhadap beberapa antimikroba.3

Pemeriksaan faal ginjal, untuk mengetahui kemungkinan adanya penyulit yang

mengenai saluran kemih bagian atas. Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin

darah merupakan informasi dasar dari fungsi ginjal atau status metabolik.

Pemeriksaan Prostat Specific Antigen (PSA) dilakukan sebagai dasar

penentuan perlunya biopsi atau sebagai deteksi dini keganasan. Bila nilai PSA

< 4ng/ml tidak perlu dilakukan biopsi. Sedangkan bila nilai PSA 4-10ng/ml,

hitunglah prostat specific antigen density (PSAD) lebih besar sama dengan

0,15 maka sebaiknya dilakukan biopsi prostat, demikian pula bila nilai PSA >

10ng/ml.

2) Radiologis/pencitraan

4

Page 5: Makalah Blok 19 (Urogenitalis-2)

Pemeriksaan radiologis bertujuan untuk memperkirakan volume BPH, menentukan

derajat disfungsi buli-buli dan volume residu urin serta untuk mencari kelainan

patologi lain, baik yang berhubungan maupun tidak berhubungan dengan BPH.

Foto polos abdomen, untuk mengetahui kemungkinan adanya batu opak

disaluran kemih, adanya batu/kalkulosa prostat, dan adanya bayangan buli-buli

yang penuh dengan urin sebagai tanda. Adanya retensi urin dapat juga dilihat

lesi osteoblastik sebagai tanda metastasis dari keganasan prostat, serta

osteoporosis akibat kegagalan ginjal.4,7

Pemeriksaan Pielografi Intravena (IVP), untuk mengetahui kemungkinan

adanya kelainan pada ginjal maupun ureter yang berupa hidroureter atau

hidronefrosis. Dan memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukan

dengan adanya indentasi prostat (pendesakan buli-buli oleh kelenjar prostat)

atau ureter dibagian distal yang berbentuk seperti mata kail (hooked fish)/

gambaran ureter berbelok-belok di vesika, penyulit yang terjadi pada buli-buli

adanya trabekulasi, divertikal atau sakulasi buli-buli.

Pemeriksaan USG Transektal, untuk mengetahui besar kelenjar prostat,

memeriksa masa ginjal, menentukan jumlah residual urin, menentukan volume

buli-buli, mengukur sisa urin dan batu ginjal, divertikulum atau tumor buli-

buli, dan mencari kelainan yang mungkin ada dalam buli-buli.4

Working diagnosis

Working diagnosis merupakan diagnosis utama tentang penyakit yang diderita pasien setelah

melakukan anamnesis dan pemeriksaan terhadap pasein. Berdasarkan pengertian tersebut

didapatkan working diagnosis untuk kasus ini yaitu Benign Prostatic Hyperplasi (BPH).

Differential diagnosis

Infeksi Saluran Kemih (ISK)

Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi bakteri yang terjadi pada saluran kemih

(mencakup organ-organ saluran kemih, yaitu ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra).

Infeksi saluran kemih adalah istilah umum untuk mengatakan adanya invasi mikroorganisme

pada saluran kemih. Jenis ISK yang paling umum adalah infeksi kandung kemih yang sering

juga disebut sebagai sistitis. Tidak semua infeksi saluran kemih menimbulkan gejala, infeksi

5

Page 6: Makalah Blok 19 (Urogenitalis-2)

saluran kemih yang tidak menimbulkan gejala disebut sebagai infeksi saluran kemih

asimtomatis.

Berikut beberapa kategori infeksi saluran kemih, yakni sebagai berikut:

1). Infeksi Saluran Kemih Primer : Berdasarkan gejala sistemik pada infeksi saluran kemih

ini maka ISK primer dapat dibagi menjadi 2 kategori sebagai berikut :

- ISK lokal dapat diterapi antibiotika lokal.

- ISK dengan beberapa gejala sistemik yang bisa diterapi secara antibiotika sistemik seperti

amoksilin.4

2). Infeksi Saluran Kemih Sekunder : Infeksi saluran kemih yang disebabkan oleh penyakit

lainnya. ISK berulang sendiri merupakan pertanda bahwa Infeksi saluran kemih tersebut

termasuk dalam kategori sekunder karena penanganan dan pengobatan ISK sebelumnya tidak

tepat. Penyebab penyakit infeksi saluran kemih sekunder adalah diakibatkan oleh obstruksi

saluran kemih seperti pembesaran prostat, struktur uretra dan batu saluran kemih. Oleh

karena itu, penanganan dan pengobatan penyakit infeksi saluran kemih sekunder haruslah

berdasarkan penyebabnya yang perlu diketahui.4

Infeksi saluran kemih sering terjadi pada wanita. Salah satu penyebabnya adalah uretra

wanita yang lebih pendek sehingga bakteri kontaminan lebih mudah melewati jalur ke

kandung kemih. Faktor lain yang berperan adalah kecenderungan untuk menahan urin serta

iritasi kulit lubang uretra sewaktu berhubungan kelamin. Uretra yang pendek meningkatkan

kemungkinan mikroorganisme yang menempel dilubang uretra sewaktu berhubungan

kelamin memiliki akses ke kandung kemih. Wanita hamil mengalami relaksasi semua otot

polos yang dipengaruhi oleh progesterone, termasuk kandung kemih dan ureter, sehingga

mereka cenderung menahan urin dibagian tersebut. Uterus pada kehamilan dapat pula

menghambat aliran urin pada keadaan-keadaan tertentu.3,4

Ruptur Uretra

Ruptur uretra adalah suatu kegawatdaruratan bedah yang sering terjadi oleh karena fraktur

pelvis akibat kecelakaan lalulintas/ kecelekaan kendaraan bermotor. secara keseluruhan pada

fraktur pelvis akan terjadi pula cedera uretra bagian posterior pada pria, dan pada uretra

perempuan. Fraktur pada daerah pelvis biasanya karena cedera akibat terlindas (crush injury),

dimana kekuatan besar mengenai pelvis. Trauma ini juga seringkali disertai dengan cedera

6

Page 7: Makalah Blok 19 (Urogenitalis-2)

pada anggota tubuh lainnya seperti cedera kepala, thorax, intraabdomen, daerah genitalia.

Angka kematian sekitar 20% kasus fraktur pelvis akibat robekan pada vena dan arteri dalam

rongga pelvis.4

Terjadinya ruptur uretra dapat disebabkan oleh cedera eksternal yang meliputi fraktur pelvis

atau cedera tarikan (shearung injury). Selain itu juga dapat disebabakan oleh cedera

iatrogenik, seperti akibat pemasangan kateter, businasi, dan bedah endoskopi.

Ruptur uretra anterior biasanya terjadi karena trauma tumpul (paling sering) atau trauma

tusuk. Dan terdapat sekitar 85% kasus ruptur anterior pars bulbosa akibat trauma tumpul

1) Fraktur pelvis

Cedera uretra posterior utamanya disebabkan oleh fraktur pelvis. Yang menurut

kejadiannya, terbagi atas 3 tipe, yaitu:

Cedera akibat kompresi anterior-posterior

Cedera akibat kompresi lateral

Cedera tarikan vertikal

Pada fraktur tipe I dan II mengenai pelvis bagian anterior dan biasanya lebih stabil bila

dibandingkan dengan fraktur tipe III dengan tipe tarikan vertical. Pada fraktur tipe III ini

seringkali akibat jatuh dari ketinggian, paling berbahaya dan bersifat tidak stabil. Fraktur

pelvis tidak stabil meliputi cedera pelvis anterior disertai kerusakan pada tulang posterior dan

ligamen disekitar articulation sacroiliaca sehingga satu sisi lebih kedepan dibanding sisi

lainnya (fraktur malgaigne). Cedera uretra posterior terjadi akibat terkena segmen fraktur atau

paling sering karena tarikan ke lateral pada pars membranous dan ligamentum

puboprostatika4

2) Cedera tarikan (shearing injury)

Cedera akibat tarikan yang menimbulkan ruptur uretra di sepajang parsmembranous

(5-10%). Cedera ini terjadi ketika tarikan yang mendadak akibat migrasi ke superior

dari buli-buli dan prostat yang menimbulkan tarikan disepanjang uretra posterior.

Cedera ini juga terjadi pada fraktur pubis bilateral (straddle fraktur) akibat tarikan

terhadap prostat dari segmen fraktur berbentuk kupu-kupu sehingga menimbulkan

tarikan pada uretra pars membranous4

3) Cedera uretra karena pemasangan kateter

7

Page 8: Makalah Blok 19 (Urogenitalis-2)

Cedera uretra karena kateterisasi dapat menyebabkan obstruksi karena edema atau

bekuan darah. Abses periureteral atau sepsis dapat mengakibatkan demam.

Ekstravasasi urin dengan atau tanpa darah dapat lebih meluas. Pada ekstravasasi ini,

mudah timbul filtrat urin yang mengakibatkan sellulitis bila terjadi infeksi.4

Ca prostat

Kanker prostat adalah bentuk kanker yang berkembang di prostat, sebuah kelenjar dalam

sistem reproduksi laki-laki. kanker prostat kebanyakan lambat berkembang, namun terdapat

kasus kanker prostat agresif. Sel-sel kanker dapat metastasis (menyebar) dari prostat ke

bagian tubuh lainnya, terutama tulang dan kelenjar getah bening. kanker prostat dapat

menyebabkan rasa sakit, kesulitan buang air kecil, masalah selama hubungan seksual, atau

disfungsi ereksi. Gejala lain yang berpotensi dapat mengembangkan selama stadium

penyakit.3,4

Harga deteksi kanker prostat sangat bervariasi di seluruh dunia, dengan Asia Selatan dan

Timur deteksi lebih jarang daripada di Eropa, dan khususnya Amerika Serikat. Kanker prostat

cenderung untuk mengembangkan pada pria berusia lebih dari lima puluh dan meskipun ini

adalah salah satu jenis kanker yang paling umum pada laki-laki, banyak yang tidak pernah

mengalami gejala, menjalani terapi tidak, dan akhirnya meninggal karena penyebab lainnya.

Hal ini karena kanker prostat adalah, dalam banyak kasus, lambat berkembang, gejala-bebas,

dan karena laki-laki dengan kondisi yang lebih tua mereka sering mati karena sebab-sebab

yang tidak terkait dengan kanker prostat, seperti jantung / penyakit peredaran darah,

pneumonia, lainnya tidak dan akhirnya meninggal karena penyebab lainnya.

Hal ini karena kanker prostat adalah, dalam banyak kasus, lambat berkembang, gejala-bebas,

dan karena laki-laki dengan kondisi yang lebih tua mereka sering mati karena sebab-sebab

yang tidak terkait dengan kanker prostat, seperti jantung / penyakit peredaran darah,

pneumonia, lainnya tidak terkait kanker, atau usia tua. Sekitar 2 / 3 dari kasus lambat tumbuh

"kucing", yang lain ketiga lebih agresif, cepat berkembang secara informal dikenal sebagai

"macan".4

Benign Prostat Hyperplasia

Definisi

8

Page 9: Makalah Blok 19 (Urogenitalis-2)

Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) atau disebut tumor prostat jinak adalah pertumbuhan

berlebihan dari sel-sel prostat yang tidak ganas. Pembesaran prostat jinak akibat sel-sel

prostat memperbanyak diri melebihi kondisi normal, biasanya dialami laki-laki berusia di atas

50 tahun.

BPH merupakan perbesaran kelenjar prostat, memanjang keatas kedalam kandung kemih dan

menyumbat aliran urin dengan menutupi orifisium uretra akibatnya terjadi dilatasi ureter

(hidroureter) dan ginjal (hidronefrosis) secara bertahap.3

BPH merupakan pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa majemuk dalam prostat,

pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian periureteral sebagai proliferasi yang terbatas dan

tumbuh dengan menekan kelenjar normal yang tersisa, prostat tersebut mengelilingi uretra

dan pembesaran bagian periureteral menyebabkan obstruksi leher kandung kemih dan uretra

pars prostatika yang menyebabkan aliran kemih dari kandung kemih.3

BPH merupakan suatu keadaan yang sering terjadi pada pria umur 50 tahun atau lebih yang

ditandai dengan terjadinya perubahan pada prostat yaitu prostat mengalami atrofi dan

menjadi nodular, pembesaran dari beberapa bagian kelenjar ini dapat mengakibatkan

obstruksi urin.

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Benign Prostat Hiperplasia (BPH)

merupakan penyakit pembesaran prostat yang disebabkan oleh proses penuaan, yang biasa

dialami oleh pria berusia 50 tahun keatas, yang mengakibatkan obstruksi leher kandung

kemih, dapat menghambat pengosongan kandung kemih dan menyebabkan gangguan

perkemihan.4

Tahapan Perkembangan Penyakit BPH

Berdasarkan perkembangan penyakitnya menurut Sjamsuhidajat dan De jong (2005) secara

klinis penyakit BPH dibagi menjadi 4 gradiasi:

Derajat1: apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada colok dubur ditemukan penonjolan

prostat, batas atau mudah teraba dan sisa urin < 50 ml.

Derajat 2: ditemukan penonjolan prostat lebih jelas pada colok dubur dan batas atas dapat

dicapai, sedangkan sisa volum urin 50-100ml.

Derajat 3: pada saat dilakukan pemeriksaan colok dubur batas atas prostat tidak dapat diraba

dan sisa volume urin > 100ml.4,5

9

Page 10: Makalah Blok 19 (Urogenitalis-2)

Derajat 4: apabila sudah terjadi retensi urine total.4

Etiologi

BPH adalah tumor jinak pada pria yang paling sering ditemukan. Pria berumur > 50 tahun,

kemungkinannya memiliki BPH adalah 50%. Ketika berusia 80-85 tahun, kemungkinan itu

meningkat menjadi 90%. Beberapa teori telah dikemukakan berdasarkan faktor histologi,

hormon, dan faktor perubahan usia, diantaranya ada 4:

1. Teori DHT (dihidrotestosteron). Testosteron dengan bantuan enzim 5-a reduktase

dikonversi menjadi DHT yang merangsang pertumbuhan kelenjar prostat.

2. Teori Reawakening. Teori ini berdasarkan kemampuan stroma untuk merangsang

pertumbuhan epitel.

3. Teori stem cell hypotesis. Stem sel akan berkembang menjadi se aplifying. Sel

aplifying akan berkembang menjadi sel transit yang tergantung secara mutlak pada

androgen, sehingga dengan adanya androgen sel ini akan berproliferasi dan

menghasilkan pertumbuhan prostat yang normal.

4. Teori growth factor. Faktor pertumbuhan ini dibuat oleh sel-sel stroma dibawah

pengaruh androgen. Adanya ekspresi berlebihan dari epidermis growth factor (EGF)

dan atau fibroblast growth factor (FGF) dan atau adanya penurunan ekspresi

transforming growth factor-b (TGF-b) akan menyebabkan terjadinya

ketidakseimbangan pertumbuhan prostat dan menghasilkan pembesaran prostat.4

Epidemiologi

Benign prostat hyperplasia (BPH) atau dalam bahasa umumnya dikatakan sebagai

pembesaran prostat jinak (PPJ), merupakan suatu penyakit yang biasa terjadi. Di dunia,

diperkirakan jumlah penderita BPH sebesar 30 juta. Jumlah ini hanya pada kaum pria karena

wanita tidak mempunyai kelenjar prostat. Di AS terdapat lebih dari setengah (50%) pada laki-

laki usia 60-70 tahun mengalami gejala BPH dan antara usia 70-90 tahun sebanyak 90%

mengalami gejala-gejala BPH. Jika dilihat secara epidemiologinya, di dunia, menurut usia,

maka dapat dilihat kadar insidensi BPH, pada usia 40-an, kemungkinan seseorang menderita

penyakit ini sebesar 40%. Dan sering meningkatnya usia, dalam rentang usia 60-70 tahun

presentasenya meningkat menjadi 50% dan diatas 70 tahun. Persen untuk mendapatnya bisa

sehingga 90% akan tetapi jika dilihat secara histologi penyakit BPH secara umum sejumlah

20% pria pada usia 40-an dan meningkat pada pria berusia 60-an dan 90% pada usia 70-an.

10

Page 11: Makalah Blok 19 (Urogenitalis-2)

Di Indonesia, BPH menjadi urutan kedua setelah penyakit batu saluran kemih, dan secara

umum diperkirakan hampir 50% pria Indonesia yang berusia diatas 50 tahun ditemukan

menderita BPH. Oleh karena itu jika dilihat dari 200 juta lebih rakyat indonesia maka

diperkirakan 100 juta adalah pria dan yang usia 60 tahun dan keatas adalah kira-kira sejumlah

5 juta, maka dapat disimpulkan kira-kira 2,5 juta pria indonesia menderita penyakit.3,4,5

Patofisologi

Hiperplasi prostat adalah pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatous majemuk dalam

prostat, pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian periuretral sebagai proliferasi yang terbatas

dan tumbuh dengan menekan kelenjar normal yang tersisa. Jaringan hiperplastik terutama

terdiri dari kelenjar dengan stroma fibrosa dan otot polos yang jumlahnya berbeda-beda.

Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan pada saluran

kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat,

resistensi pada leher buli-buli dan daerah prostat meningkat, serta otot destrusor menebal dan

merenggang sehingga timbul sakulasi atau divertikel. Fase penebalan destrusor disebut fase

kompensasi, keadaan berlanjut maka destrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami

dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi/terjadi dekompensasi sehingga

terjadi retensi urin. Pasien tidak bisa mengosongkan vesika urinaria dengan sempurna maka

akan terjadi statis urin. Urin yang statis akan menjadi alkalin dan media yang baik untuk

pertumbuhan bakteri.4,5

Obstruksi urin yang berkembang secara perlahan-lahan dapat mengakibatkan aliran urin yang

menetes, kencing terputus-putus (intermiten), dengan adanya obstruksi maka pasien

mengalami kesulitan untuk memulai berkemih (hesitansi). Gejala iritasi juga menyertai

obstruksi urin. Vesika urinarianya mengalami iritasi dari urin yang tertahan didalamnya

sehingga pasien merasa bahwa vesika urinarianya tidak menjadi kosong setelah berkemih

yang mengakibatkan interval disetiap berkemih lebih pedek (nokturia dan frekuensi), dengan

adanya gejaa iritasi pasien mengalami perasaan ingin berkemih yang mendesak/urgensi dan

nyeri saat berkemih/disuria.

Tekanan vesika yang lebih tinggi daripada tekanan sfingter dan obstruksi, akan terjadi

inkontinensia paradoks. Retensi urin kronik menyebabkan refluks vesiko ureter, hidroureter,

hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi. Pada

waktu miksi penderita harus mengejan sehingga lama-kelamaan menyebabkan hernia atau

hemoroid. Karena selalu terdapat sisa urin, dapat menyebabkan terbentuknya batu endapan

didalam kandung kemih. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan

11

Page 12: Makalah Blok 19 (Urogenitalis-2)

hematuria. Batu tersebut dapat juga menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluk akan

mengakibatkan pielonefritis.4,5

Manifestasi klinis

Gejala pembesaran prostat jinak dibedakan menjadi dua kelompok. Pertama, gejala iritatif,

terdiri dari sering buang air kecil (frequency), tergesa-gesa untuk buang air kecil (urgency),

buang air kecil malam hari lebih dari satu kali (nocturia), dan sulit menahan buang air kecil

(urge incontinence). Kedua, gejala obstruksi, terdiri dari pancaran melemah, akhir buang air

kecil belum terasa kosong (incomplete emptying), menunggu lama pada permulaan buang air

kecil (hesitancy), harus mengedan saat buang air kecil (straining), buang air kecil terputus-

putus (intermiten), dan waktu buang air kecil memanjang yang akhirnya menjadi retensi urin

dan terjadi inkontinen karena overflow.

Tanda klinis terpenting dalam BPH adalah ditemukannya pembesaran pada pemeriksaan

colok dubur/digital rectal examination (DRE). Pada BPH, prostat teraba membesar dengan

konsistensi kenyal.5

Penatalaksanaan

1. observasi

biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Pasien dianjurkan untuk

mengurangi minum setelah makan malam yang ditujukan agar tidak terjadi nokturia,

menghindari obat-obat dekongestan (parasimpatolitik), mengurangi minum kopi dan

tidak diperbolehkan minum alkohol agar tidak terlalu sering miksi. Pasien dianjurkan

untuk menghindari mengangkat barang yang berat agar perdarahan dapat dicegah.

Jangan menahan kencing terlalu lama untuk menghindari distensi kandung kemih dan

hipertrofi kandung kemih. Secara periodik pasien dianjurkan untuk melakukan kontrol

keluhan, pemeriksaan lab, sisa kencing dan pemeriksaan colok dubur.5

2. Terapi medikamentosa, tujuan untuk:

a. Mengurangi pembesaran prostat dan membuat otot-otot berelaksasi untuk

mengurangi takanan pada uretra

b. Menurangi resistensi buli-buli dengan obat-obatan golongan a-bloker

c. Mengurangi volume prostat dengan menentukan kadar hormon (DHT)

12

Page 13: Makalah Blok 19 (Urogenitalis-2)

Adapun obat-obatan yang sering digunakan pada pasien BPH: penghambat adrenergik alfa,

penghambat enzim 5 alfa reduktase, fitofarmaka.

1) penghambat adrenergik alfa

Prazosin, Doxazosin, Afluzosin atau yang lebih selektif alfa 1a (Tamsulosin). Dosis

dimulai 1mg/hari sedangkan Tamsulosin 0,2-0,4mg/hari. Penggunaan antagonis alfa 1

adrenergik karena secara selektif dapat mengurangi obstruksi pada buli-buli tanpa

merusak kontraktilitas detrusor. obat ini menghambat reseptor yang banyak

ditemukan pada otot polos di trigonum, leher vesika, prostat, dan kapsul prostat

sehingga terjadi relaksasi didaerah prostat. Obat-obat ini memperbaiki keluhan miksi

dan laju pancaran urin. Hal ini akan menurunkan tekanan pada uretra pars prostatika

sehingga gangguan aliran air seni dan gejala-gejala berkurang. Biasanya pasien mulai

merasakan berkurangnya keluhan dalam 1-2 minggu setelah ia mulai memakai obat.

Efek samping yang timbul adalah pusing, sumbatan dihidung dan lemah. Ada obat-

obat yang menyebabkan eksaserbasi retensi urin maka perlu dihindari seperti

antikolonergik, antidepresan, transquilizer, dekongestan, obat-obat ini mempunyai

efek pada otot kandung kemih dan sfingter uretra.6

2) penghambat enzim 5 alfa reduktase

obat yang dipakai adalah Finasterid (Proscar) dengan dosis IX 5mg/hari. Obat

golongan ini dapat menghambat pembentukan DHT sehingga prostat yang membesar

akan mengecil. Namun obat ini bekerja lebih lambat dari golongan alfa bloker dan

manfaatnya hanya jelas pada prostat yang besar. Efek samping adalah libido, impoten,

dan gangguan ejakulasi.

3) Fitofarmaka/fitoterapi

Penggunaan fitoterapi yang ada di indonesia antara lain Eviprostat. Substansinya

misalnya pyegeum africanum, saw palmetto, serenna repeus. Efeknya diharapkan

terjadi setelah pemberian selama 1-2 bulan dapat memperkecil volume prostat.6

3. Terapi bedah

Pembedahan adalah tindakan pilihan, keputusan untuk dilakukan pembedahan

didasarkan pada beratnya obstruksi, adanya ISK, retensi urin berulang, hematuri,

tanda penurunan fungsi ginjal, ada batu saluran kemih dan perubahan fisiologi pada

prostat. Waktu penanganan untuk tiap pasien bervariasi tergantung beratnya gejala

dan komplikasi.5

13

Page 14: Makalah Blok 19 (Urogenitalis-2)

a. Pembedahan terbuka, beberapa teknik operasi prostatektomi terbuka yang biasa

digunakan adalah:

1) Prostatektomi suprapubik

Adalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi abdomen. Insisi

dibuat dikedalam kandung kemih, dan kelenjar prostat diangkat dari atas.

Teknik demikian dapat digunakan untuk kelenjar dengan segala ukuran, dan

komplikasi yang mungkin terjadi ialah pasien akan kehilangan darah yang

cukup banyak dibanding dengan metode lain, kerugian yang dapat terjadi

adalah insisi abdomen akan disertai bahaya dari semua prosedur bedah

abdomen mayor.5,6

2) Prostatektomi perineal

Adalah suatu tindakan dengan mengangkat kelenjar melalui suatu insisi dalam

perineum. Teknik ini lebih praktis dan sangat berguna untuk biopsi terbuka.

Pada periode pasca operasi luka bedah mudah terkontaminasi karena insisi

dilakukan dekat dengan rektum. Komplikasi yang mungkin terjadi dari

tindakan ini adalah inkontinensia, impotensi, dan cedera rectal.5

3) Prostatektomi retropubik

Adalah tindakan lain yang dapat dilakukan, dengan cara insisi abdomen

rendah mendekati kelenjar prostat, yaitu antara arkus pubis dan kandung

kemih tanpa memasuki kandung kemih. Teknik ini sangat tepat untuk kelenjar

prostat yang terletak tinggi dalam pubis. Meskipun jumlah darah yang hilang

lebih dapat dikontrol dan letak pembedahan lebih mudah dilihat, akan tetapi

infeksi dapat terjadi diruang retropubik.5

b. Pembedahan endourologi, pembedahan endourologi transurethral dapat dilakukan

dengan memakai elektrik diantaranya:

1) Transuretheral Prostatic Resection (TURP)

Merupakan tindakan operasi yang paling banyak dilakukan, reseksi kelenjar

prostat dilakukan dengan transuretra menggunakan cairan iringan (pembilas)

agar daerah yang akan dioperasi tidak tertutup darah. Indikasi TURP aialah

gejala-gejala sedang sampai berat, volume prostat kurang dari 90 gr. Tindakan

ini dilaksanakan apabila pembesaran prostat terjadi dalam lobus medial yang

langsung mengelilingi uretra. Setelah TURP yang memakai kateter threeway.

Irigasi kandung kemih secara terus-menerus dilaksanakan untuk mencegah

pembekuan darah. Manfaat pembedahan TURP antara lain tidak

14

Page 15: Makalah Blok 19 (Urogenitalis-2)

meninggalkan atau bekas sayatan serta waktu operasi dan waktu tinggal di RS

lebih singkat. Komplikasi adalah rasa tidak enak pada kandung kemih, spasme

kandung kemih terus-menerus, adanya perdarahan, infeksi, fertilitas.5

2) Transurethral Incision of the Prostate (TUIP)

Adalah prosedur lain dalam menangani BPH. Tindakan ini dilakukan apabila

volume prostat tidak terlalu besar atau prostat fibrotic. Indikasi dari

penggunaan TUIP adalah keluhan sedang atau berat, dengan volume prostat

normal/kecil (30 gr/kurang). Teknik yang dilakukan adalah memasukan

instrumen kedalam uretra. Satu atau dua buah insisi dibuat pada prostat dan

kapsul prostat untuk mengurangi tekanan prostat pada uretra dan mengurangi

konstriksi uretral. Komplikasi, pasien bisa mengalami ejakulasi retrogade (0-

37%).5

3) Terapi Invasive minimal

Dilakukan pada pasien dengan resiko tinggi terhadap tindakan pembedahan.

terapi invasif minimal diantaranya Transurethral Microvawe Thermotherapy

(TUMT), Transurethral Baloon Dilatation (TUBD), Transurethral Needle

Ablation/ablasi jarum transuretra (TUNA), pemasangan stent uretra atau

prostatcatt

a) TUMT, jenis pengobatan ini hanya dapat dilakukan di beberapa RS besar.

Dilakukan dengan cara pemanasan prostat menggunakan gelombang mikro

yang disalurkan ke kelenjar prostat melalui transducer yang diletakkan di

uretra pars prostatika yang diharapkan jaringan prostat menjadi lembek.

b) TUBD, pada teknik ini dilakukan dilatasi saluran kemih yang berada di

prostat dengan menggunakan balon yang dimasukkan melalui kateter.

Teknik ini efekif pada pasien dengan prostat kecil, < 40cm. Meskipun

dapat menghasilkan perbaikan gejaa sumbatan , namun efek ini hanya

sementara, sehingga cara ini jarang digunakan.

c) TUNA

Teknik ini memakai energi dari frekuensi radio yang menimbulkan panas

mencapai 100oC, sehingga menyebabkan nekrosis jaringan prostat. Pasien

yang menjalani TUNA sering kali mengeluh hematuri, disuria, dan

kadang-kadang terjadi retensi urin.

d) Pemasangan stent uretra atau Prostatcatth yang dipasang pada uretra

prostatika untuk mengatasi obstruksi karena pembesaran prostat, selain itu

15

Page 16: Makalah Blok 19 (Urogenitalis-2)

supaya uretra prostatika selalu terbuka, sehingga urin leluasa melewati

lumen uretra prostatika. Pemasangan alat ini ditujukan bagi pasien yang

tidak mungkin menjalani operasi karena resiko pembedahan yang cukup

tinggi.5,6

Komplikasi

1) Retensi urin akut, terjadi apabila buli-buli menjadi dekompensasi

2) Infeksi saluran kemih

3) Involusi kontraksi kandung kemih

4) Refluk kandung kemih

5) Hidroureter dan hidronefrosis dapat terjadi karena produksi urin terus menerus maka

suatu saat buli-buli tidak mampu lagi menampung urin yang akan mengakibatkam

tekanan intravesika meningkat.

6) Gagal ginjal bisa dipercepat jika terjadi infeksi

7) Hematuri, terjadi karena selalu terdapat sisa urin, sehingga dapat terbentuk keluhan

iritasi. Batu tersebut dapat pula menimbulkan sistitis, dan bila terjadi refluks dapat

mengakibatkan pielonefritis.

8) Hernia atau hemoroid lama-kelamaan dapat terjadi dikarenakan pada waktu miksi

pasien harus mengedan.6,7

Pencegahan

Kini sudah beredar suplemen makanan yang dapat membantu mengatasi pembesaran kelenjar

prostat. Salah satunya adalah suplemen yang mengandung saw palmetto. Berdasarkan hasil

penelitian, saw palmetto menghasilkan sejenis minyak, yang bersama-sama dengan hormon

androgen dapat mengahambat kerja enzim 5a reduktase, yang berperan dalam proses

pengubahan hormon testosteron menjadi dehidrotestosteron (penyebab BPH. Hasilnya ,

kelenjar prostat tidak bertambah besar.6,7

Zat-zat gizi yang juga amat penting untuk menjaga kesehatan prostat diantaranya adalah:

1. Vitamin A, E, dan C. Antioksidan yang berperan penting dalam mencegah

pertumbuhan sel kanker, karena menurut penelitian, 5-10% kasus BPH dapat

berkembang menjadi kanker prostat.

2. Vitamin B1, B2, B6, yang dibutuhkan dalam proses metabolisme karbohidrat, lemak,

dan protein, sehingga kerja ginjal dan organ tubuh lain tidak terlalu berat.

16

Page 17: Makalah Blok 19 (Urogenitalis-2)

3. Copper (gluconate) dan Parsley Leaf, yang dapat membantu melancarkan pengeluaran

air seni dan mendukung fungsi ginjal.

4. L-Lysine, senyawa asam amino yang membantu sistem penghantaran rangsangan ke

susunan saraf pusat.

5. Zinc, mineral ini bermanfaat untuk meningkatkan produksi dan kualitas sperma.7

Berikut ini beberapa tips untuk mengurangi resiko masalah prostat, antara lain:

1. Mengurangi makanan kaya lemak hewan

2. Meningkatkan makanan kaya Lycopene (dalam tomat), selenium (dalam makanan

laut), vitamin E, isoflavonoid (dalam produk kedelai)

3. Makan sedikitnya 5 porsi buah dan sayuran sehari

4. Berolahraga secara rutin

5. Pertahankan berat badan ideal.7

Prognosis

Prognosis untuk BPH berubah-ubah dan tidak dapat diprediksi pada tiap individu walaupun

gejalanya cenderung meningkat. Namun BPH yang tidak segera ditindak memiliki prognosis

yang buruk karena dapat berkembang menjadi kanker prostat. Menurut penelitian, kanker

prostat merupakan kanker pembunuh nomor 2 pada pria setelah kanker paru-paru. BPH yang

telah diterapi juga menunjukkan berbagai efek samping yang cukup merugikan bagi

penderita.

Kesimpulan

Hiperplasia prostat jinak (benign prostatic hyperplasia) adalah pembesaran kelenjar

periurethral yang mendesak jaringan prostat keperifer dan menjadi simpai bedah

(pseudokapsul). BPH merupakan kelainan kedua tersering yang dijumpai pada lebih dari 50%

pria berusia diatas 60 tahun.

Benigna Prostat Hipertropi sebenarnya tidaklah tepat karena kelenjar prostat tidaklah

membesar atau hipertropi prostat, tetapi kelenjar-kelenjar periuretralah yang mengalami

hiperplasian (sel-selnya bertambah banyak. Kelenjar-kelenjar prostat sendiri akan terdesak

menjadi gepeng dan disebut kapsul surgical.7

17

Page 18: Makalah Blok 19 (Urogenitalis-2)

Daftar Pustaka

1. Abdurahman N, Daldiyono H, Markum, dkk. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik.

Jakarta: Balai penerbit FKUI ;2003. Hal 7-19.

2. Merkum, H. M. S. Penuntun anamnesis dan pemeriksaan fisik. FKUI:

Jakarta;2000.h.23-29.

3. Arthur C. Guyton, dkk. “Buku Ajar Fisiologi Kedokteran”. Edisi9. Jakarta :

EGC;2006.hal 100-15.

4. Sylvia A. Price, dkk. “Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit”. Edisi 6.

Volume 2. Jakarta : EGC;2006.hal 48-62.

5. Sjamsuhidayat, R ( et al ). Buku Ajar Bedah. Jakarta: Penerbit buku kedokteran,

EGC;2010.hal 192-133.

6. Hardjowijoto, Sunaryo. Benign Prostat Hiperplasia. Surabaya: FK UNAIR / RSUD

Dr. Soetomo;2009.hal 209-348.

18