25
Pengobatan yang Tidak Teratur terhadap Tuberculosis Paru ZAIN AIMAN BIN MOHD ZAIN 102013523 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510 [email protected] Pendahuluan Penderita Tuberkulosis (TB) seringkali tidak patuh menghabiskan obat yang telah diberikan, penyebabnya paling banyak adalah karena malas atau lupa. Namun ketidakpatuhan mengonsumsi obat dapat menimbulkan kekebalan tubuh terhadap obat tersebut. Akibatnya, obat yang sebelumnya efektif akan menjadi tidak efektif sama sekali pada tubuh penderita. Tetapi tingkat keberhasilan pengobatan tuberkulosis (TB) di Indonesia sudah mencapai lebih dari 90 persen dan tingkat deteksi kasus baru TB jumlahnya di atas 70 persen. Prestasi yang cukup membanggakan. Jumlah pasien TB di Indonesia adalah sekitar 5,8 persen dari total jumlah pasien TB dunia. Diperkirakan setiap tahun terdapat 528.000 kasus TB baru di Indonesia dengan tingkat kematian sekitar 91.000 orang namun bukan berarti tugas masyarakat Indonesia sudah selesai dalam memerangi TB. Kekebalan terhadap obat TB atau dikenal sebagai Multi- Drug Resistant TB (MDR-TB) merupakan salah satu faktor

Makalah Blok 18

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Makalah Blok 18

Citation preview

Page 1: Makalah Blok 18

Pengobatan yang Tidak Teratur terhadap Tuberculosis Paru

ZAIN AIMAN BIN MOHD ZAIN

102013523

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510

[email protected]

Pendahuluan

Penderita Tuberkulosis (TB) seringkali tidak patuh menghabiskan obat yang telah

diberikan, penyebabnya paling banyak adalah karena malas atau lupa. Namun ketidakpatuhan

mengonsumsi obat dapat menimbulkan kekebalan tubuh terhadap obat tersebut. Akibatnya,

obat yang sebelumnya efektif akan menjadi tidak efektif sama sekali pada tubuh penderita.

Tetapi tingkat keberhasilan pengobatan tuberkulosis (TB) di Indonesia sudah

mencapai lebih dari 90 persen dan tingkat deteksi kasus baru TB jumlahnya di atas 70 persen.

Prestasi yang cukup membanggakan.

Jumlah pasien TB di Indonesia adalah sekitar 5,8 persen dari total jumlah pasien TB

dunia. Diperkirakan setiap tahun terdapat 528.000 kasus TB baru di Indonesia dengan tingkat

kematian sekitar 91.000 orang namun bukan berarti tugas masyarakat Indonesia sudah selesai

dalam memerangi TB.

Kekebalan terhadap obat TB atau dikenal sebagai Multi-Drug Resistant TB (MDR-

TB) merupakan salah satu faktor penyebab masih ada sekitar 10 persen penderita TB di

Indonesia belum sembuh sempurna.

Pasien yang sudah terlanjur menderita MDR-TB tubuhnya akan jadi kebal terhadap

obat TB, misalnya Isoniazid (INH). Untuk pengobatannya diberikan obat lini kedua.

Pendeteksian terhadap MDR-TB yang memakan waktu dalam hitungan bulan membuat

pasien TB seringkali terlalu lama menunggu hasil tes, akibatnya pasien TB menjadi terlambat

diberi pengobatan.

Page 2: Makalah Blok 18

Anamnesis

Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara

melakukan serangkaian wawancara dengan pasien (autoanamnesis), keluarga pasien atau

dalam keadaan tertentu dengan penolong pasien (aloanamnesis). Berbeda dengan wawancara

biasa, anamnesis dilakukan dengan cara yang khas, yaitu berdasarkan pengetahuan tentang

penyakit dan dasar-dasar pengetahuan yang ada di balik terjadinya suatu penyakit serta

bertolak dari masalah yang dikeluhkan oleh pasien.

Pada pasien yang datang dengan symptom tuberculosis, diagnosis kerja harus di

dukung dengan indeks kecurigaan yang tinggi terutama pada pasien dengan imunosupresi

atau dari daerah endemisnya. Gejala lokal: Batuk, sesak napas, hemoptisis, limfadenopati,

ruam (misalnya lupus vulgaris), kelainan rontgen toraks, atau gangguan GI. Efek

sistemik:Demam, keringat malam, anoreksia, atau penurunan berat badan.

Beberapa pertanyaan penting tentang rekam medis perjalanan penyakit juga

dianjurkan untuk ditanyakan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui riwayat perjalanan penyakit

sudah sejauh mana. Beberapa pertanyaan tersebut terbagi menjadi sebagai berikut :

Riwayat penyakit sekarang

o Catatan penting: biasanya pasien datang dengan gejala local batuk-batuk, sesak

napas, hemoptosis, limfadenopati, ruam, kelainan rontgen thorax disertai demam,

keringat malam, anoreksia, dan penurunan berat badan.

Riwayat penyakit dahulu

o Pernahkah pasien berkontak dengan pasien TB lainnya ?

o Apakah pasien mengalami imunosupresi? Seperti pemakain kortikosteroid atau

mengidap penyakit HIV juga ?

o Apakah pasien pernah menjalani pemeriksaan rontgen thorax dengan hasil

abnormal ?

o Adakah riwayat vaksinasi BCG atau tes mantoux ?

o Adakah riwayat diagnosis TB?

Page 3: Makalah Blok 18

Obat-obatan

o Pernahkah pasien menjalani terapi TB? Jika ya, obat apa yang digunakan, berapa

lama terapinya, bagaimana kepatuhan pasien mengikuti terapi, dan apakah dilakukan

pengawasan terapi?

Riwayat keluarga dan sosial

o Adakah riwayat TB di keluarga atau lingkungan sosial? Tanyakan konsumsi alkohol,

penggunaan obat intravena, dan riwayat bepergian ke luar negeri.1

Pemeriksaan Fisik

Salah satu pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah memeriksa tanda-tanda vital yang

terdiri dari suhu, tekanan darah, nadi, dan frekuensi pernapasan. Suhu tubuh yang normal

adalah 36-37oC. Pada pagi hari suhu mendekati 36oC, sedangkan pada sore hari mendekati

37oC. Tekanan darah diukur dengan menggunakan tensimeter dengan angka normalnya

120/80 mmHg. Pemeriksaan nadi biasa dilakukan dengan melakukan palpasi a. radialis.

Frekuensi nadi yang normal adalah sekitar 60-80 kali permenit. Dalam keadaan normal,

frekuensi pernapasan adalah 16-24 kali per menit.2

Selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisik pada toraks. Pemeriksaan ini terdiri dari

inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi pada bagian anterior dan posterior.

Pada inspeksi, yang diperhatikan adalah bagaimana bentuk dada (apakah normal /

barrel chest / pectus excavatum / pectus carinatum). Selain itu perlu inspeksi mengenai

bagaimana cara dan pola bernapasnya, apakah normal atau tidak.

Selanjutnya dilakukan palpasi untuk mengevaluasi area toraks, kesimetrisan toraks,

dan vokal fremitus. Saat melakukan palpasi, evaluasi apakah pasien merasa nyeri saat

ditekan. Dalam vokal fremitus, hal yang dirasakan adalah getaran yang terjadi pada dinding

toraks.

Hal yang diperiksa selanjutnya adalah perkusi. Normalnya suara paru yang diperkusi

adalah sonor. Apabila terjadi pneumonia, hasil perkusi parunya adalah redup. Apabila terjadi

hipersonor, terjadi emfisema.3

Kelainan TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks paru. Bila dicurigai

adanya infiltrat yang agak luas, maka didapatkan perkusi yang redup dan auskultasi suara

napas bronkial. Akan didapatkan juga suara napas menjadi vesikuler melemah. Bila terdapat

Page 4: Makalah Blok 18

kavitas yang cukup besar, perkusi memberikan suara hipersonor atau timpani dan auskultasi

memberikan suara amforik.2

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan darah, pemeriksaan

radiologis, pemeriksaan sputum,tes tuberkulin, dan uji kepekaan obat.2

Pemeriksaan Darah

Pemeriksaan ini kurang mendapatkan perhatian, karena hasilnya kadang-kadang

meragukan, hasilnya tidak sensitif dan juga tidak spesifik. Pada saat TB baru mulai (aktif)

akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke

kiri. Jumlah limfosit masih di bawah normal. Laju endap darah mulai meningkat. Bila

penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi.

Laju endap darah mulai turun ke arah normal lagi.

Hasil pemeriksaan darah lain didapatkan juga: 1) Anemia ringan dengan gambaran

normokrom dan normositer; 2) Gamma globulin meningkat; Kadar natrium darah menurun.

Pemerisaan tersebut di atas nilainya juga tidak spesifik.2

Hasil pemeriksaan darah pasien 7 bulan yang lalu adalah hemoglobin 10 g/dl,

hematokrit 30%, leukosit 9.900 l, trombosit 160.000 l, LED 70 mm/jam, dan jumlah

eritrosit yang menurun.

Pemeriksaan Radiologis

Pada tuberkulosis primer, hal-hal berikut dapat terlihat pada sinar-X dada:2,4

- Daerah konsolidasi pneumonik perifer (fokus Gohn) dengan pembesaran kelenjar

hilus mediastinum. Keadaan ini biasanya dapat sembuh dengan gambaran kalsifikasi.

- Daerah konsolidasi yang dapat berukuran kecil, lobaris, atau lebih luas hingga seluruh

lapangan paru.

Gambaran radiologis lain yang sering menyertai tuberkulosis paru adalah penebalan

pleura (pleuritis), massa cairan di bagian bawah paru (efusi pleura/empiema), bayangan hitam

radiolusen di pinggir paru/pleura (pneumotoraks).

Page 5: Makalah Blok 18

Pemeriksaan Sputum

Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukan kuman BTA, diagnosis

TB sudah dapat dipastikan. Di samping itu pemeriksaan sputum juga dapat memberikan

evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan. Pemeriksaan ini mudah dan murah

sehingga dapat dikerjakan di lapangan (puskesmas). Tetapi kadang-kadang tidak mudah

untuk mendapat sputum, terutama pasien yang tidak batuk atau batuk non produktif. Dalam

hal ini dianjurkan satu hari sebelum pemeriksaan sputum, pasien dianjurkan minum air

sebanyak +2 liter dan diajarkan melakukan refleks batuk. Dapat juga dengan memberikan

tambahan obat-obat mukolitik ekspektoran atau dengan inhalasi larutan garam hipertonik

selama 20-30 menit. Bila masih sulit, sputum dapat diperoleh dengan cara bronkoskopi

diambil dengan brushing dan bronchial washing atau BAL (broncho alveolar lavage). BTA

dari sputum bisa juga didapat dengan cara bilasan lambung. Hal ini sering dikerjakan pada

anak-anak karena mereka sulit mengeluarkan dahaknya. Sputum yang akan diperiksa

hendaknya sesegar mungkin.

Bila sputum sudah didapat, kuman BTA pun kadang-kadang sulit ditemukan. Kuman

baru dapat ditemukan bila bronkus yang terlibat proses penyakit ini terbuka ke luar, sehingga

sputum yang mengandung kuman BTA mudah ke luar. Kriteria sputum BTA positif adalah

bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata

lain diperlukan 5.000 kuman dalam 1 mL sputum.2

Tes Tuberkulin

Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis TB

terutama pada anak-anak. Biasanya dipakai tes Mantoux yakni dengan menyuntikkan 0,1 cc

tuberkulin PPD (Purified Protein Derivative) intrakutan berkekuatan 5TU (intermediate

strength). Bila ditakutkan reaksi hebat dengan 5TU dapat diberikan dulu 1 atau 2 TU (first

strength). Kadang-kadang bila dengan 5TU masih memberikan hasil negatif dapat diulangi

dengan 250TU (second strength). Bila dengan 250TU masih memberikan hasil negatif,

berarti tuberkulosis dapat disingkirkan. Umumnya tes Mantoux dengan 5TU saja sudah

cukup berarti.

Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang individu sedang atau pernah

mengalami infeksi M. tuberculosis, M. bovis, vaksinasi BCG, dan Mycobacteria patogen

lainnya. Dasar tes tuberkulin ini adalah reaksi alergi tipe lambat. Pada penularan dengan

Page 6: Makalah Blok 18

kuman patogen baik yang virulen ataupun tidak (Mycobacterium tuberculose atau BCG)

tubuh manusia akan mengadakan reaksi imunologi dengan dibentuknya antibodi seluler pada

permulaan dan kemudian diikuti oleh pembentukan antibodi humoral yang dalam perannya

akan menekankan antibodi seluler.

Bila pembentukan antibodi seluler cukup misalnya pada penularan dengan kuman

yang sangat virulen dan jumlah kuman sangat besar atau pada keadaan dimana pembentukan

antibodi humoral amat berkurang (pada hipogama-globulinemia), maka akan mudah terjadi

penyakit sesudah penularan.

Setelah 48-72 jam tuberkulin disuntikkan, akan timbul reaksi berupa indurasi

kemerahan yang terdiri dari infiltrat limfosit yakni reaksi persenyawaan antara antibodi

selular dengan antigen tuberkulin. Banyak sedikitnya reaksi persenyawaan antibodi seluler

dan antigen tuberkulin amat dipengaruhi oleh antibodi humoral, makin besar pengaruh

antobodi humoral, makin kecil indurasi yang ditimbulkan.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, hasil tes Mantoux ini dibagi dalam:

1. Indurasi 0-5 mm (diameternya), hasil tes mantoux negative (golongan no

sensitivity)

2. Indurasi 6-9 mm (diameternya), hasil tes mantoux meragukan (golongan low

grade sensitivity)

3. Indurasi 10-15 mm (diameternya), hasil tes mantoux positif (golongan normal

sensitivity)

4. Indurasi >15 mm (diameternya), hasil tes mantoux positif kuat (golongan

hypersensitivity)

Biasanya hampir seluruh pasien TB memberikan reaksi Mantoux yang positif

(99.8%). Kelemahan tes ini juga dapat positif palsu yakni pada pemberian BCG atau

terinfeksi dengan Mycobacterium lain. Negatif palsu lebih banyak ditemui daripada positif

palsu.

Hal-hal yang memberikan reaksi tuberkulin berkurang (negatif palsu) yakni:

- Pasien baru 2-10 minggu terpajan TB

- Anergi, penyakit sistemik berat (Sarkoidosis, LE)

- Penyakit eksantematous dengan panas yang akut: morbili, cacar air, poliomielitis

- Reaksi hipersensitivitas menurun pada penyakit limforetikular (Hodgkin)

Page 7: Makalah Blok 18

- Pemberian kortikosteroid yang lama, pemberian obat-obat imunosurpresi lainnya

- Usia tua, malnutrisi, uremia, penyakit keganasan

Untuk pasien dengan HIV positif, tes Mantoux +5mm, dinilai positif.2

Uji Kepekaan Obat

M. tuberculosis yang telah diasingkan harus diuji untuk kepekaan terhadap isoniazid

dan rifampin untuk mendeteksi MDR-TB, terlebih jika satu atau lebih faktor resik

teridentifikasi atau pasien pernah gagal dalam terapi atau terjadi kekambuhan setelah

pengobatan selesai. Dan lagi, uji kepekaan lebih luas untuk obat anti-TB lini kedua wajib

dilakukan ketika MDR-TB ditemukan. Uji kepekaan dapat dilakukan secara langsung atau

secara tidak langsung pada media padat maupun cair. Hasil didapatkan dengan cepat pada uji

kepekaan secara langsung pada media cair, dengan rata-rata waktu laporan sekitar 3 minggu.

Dengan cara tidak langsung pada media padat, hasil dapat tidak ada untuk lebih dari 8

minggu. Metode molekuler untuk identifikasi cepat pada mutasi genetik diketahui terkait

dengan resistensi terhadap rifampin dan isoniazid telah berkembang dan secara luas

dijalankan untuk screening pasien dengan resiko TB resisten obat yang meningkat.5

Diagnosis

Pada kasus ini, sudah jelas sekali diagnosis kerja yang diambil adalah tuberculosis

dalam pengobatan, hal ini didukung dengan datangnya pasien yang bertujuan untuk

mengetahui kondisi penyakit TB parunya, dan sudah memilki riwayat pengobatan dua kali,

yang pertama pasien hanya minum obat sekitar 1 bulan. Saat ini pasien menjalani pengobatan

TB yang kedua kalinya, dan mendapat obat suntik yang sudah berjalan selama 6 bulan.

MDR-TB (Multi Drug Resistant Tuberculosis)

Multi drug resistance TB (MDR TB) disebabkan oleh organisme yang resisten

terhadap obat anti tuberkulosis yang paling efektif, yaitu isoniazid dan rifampisin. MDR TB

merupakan hasil dari infeksi dari organisme yang sudah resisten terhadap obat atau timbul

saat pasien sedang terapi, namun terhenti. Fluorokuinolon merupakan golongan paling kuat di

antara obat-obat lini kedua untuk terapi MDR-TB. Pasien MDR-TB yang disertai resistensi

terhadap golongan fluorokuinolon memiliki manifestasi klinik yang lebih serius

dibandingkan dengan yang tidak. Penyakit ini lebih susah diterapi, dan lebih berisiko untuk

menjadi XDR-TB, dan memungkinkan resistensi terhadap obat-obat lini kedua yang lain.5

Page 8: Makalah Blok 18

XDR-TB (Extensive Drug Resistant Tuberculosis)

XDR TB merupakan bentuk TB yang resisten terhadap setidaknya empat obat inti anti

TBC. XDR TB mencakup resistensi terhadap dua obat anti tuberkulosis yang paling efektif,

isoniazid dan rifampisin, sama seperti MDR TB, ditambah dengan resistensi terhadap

golongan fluorokuinolon (seperti ofloxacin atau moxifloxacin), dan terhadap satu dari tiga

obat second-line therapy (amikacin, capreomycin, atau kanamycin). MDR-TB dan XDR-TB

membutuhkan terapi lebih banyak dibandingkan dengan TB yang tidak resisten, dan

membutuhkan kegunaan obat dari secon-line therapy yang lebih mahal dan mempunyai efek

samping yang lebih banyak dari first-line therapy.5

TDR-TB (Total Drug Resistant Tuberculosis)

Istilah 'tahan’ benar-benar obat belum jelas untuk TB. Sementara konsep 'resistensi

obat total' mudah dimengerti secara umum, dalam prakteknya, in vitro tes kerentanan

terhadap obat secara teknis menantang. XDR-TB sangat mengurangi pilihan untuk

pengobatan meskipun mereka belum dipelajari dalam kohort besar. Pilihan pengobatan untuk

pasien TB-XDR yang memiliki ketahanan terhadap lini kedua obat anti-TB tambahan bahkan

lebih terbatas.5

Epidemiologi

Lebih dari 5,8 juta kasus TB baru (baik yang pulmonal maupun ekstrapulmonal)

dilaporkan kepada World Health Organization (WHO) pada 2009; 95% kasus dilaporkan dari

negara berkembang. Namun, karena deteksi kasus yang kurang dan pemberitahuan yang tidak

lengkap, kasus yang dilaporkan hanya mewakili 63% dari keseluruhan kasus. WHO

mengestimasi bahwa 9,4 juta kasus TB baru terjadi di seluruh dunia pada 2009, 95% darinya

pada negara berkembang di Asia (5,2 juta), Afrika (2,8 juta), Timur Tengah (0,7 juta), dan

Amerika Latin (0,3 juta). Diestimasikan lebih jauh bahwa 1,7 juta meninggal karena TB,

termasuk 0,4 juta pasien dengan infeksi HIV, terjadi pada 2008, 96% terjadi di negara

berkembang.5

Etiologi

Mikobakteria adalah bakteri obligat aerob, berbentuk batang, yang tidak membentuk

spora. Walaupun tidak mudah diwarnai, jika telah diwarnai bakteri ini tahan penghilangan

warna (dekolorisasi) oleh asam atau alkohol dan karena itu dinamakan basil "tahan-asam".

Page 9: Makalah Blok 18

Mycobacterium tuberculosis menyebabkan tuberkulosis dan merupakan patogen yang sangat

penting bagi manusia.

Dalam jaringan, basil tuberkel merupakan batang ramping lurus berukuran kira-kira

0,4 x 3 pm. Mikobakteria tidak dapat diklasifikasikan sebagai gram-positif atau gram-negatif.

Sekali diwarnai dengan zat warna basa, warna tersebut tidak dapat dihilangkan dengan

alkohol, meskipun dibubuhi iodium. Basil tuberkel yang sebenar-nya ditandai oleh sifat

"tahan-asam"—misalnya, 95% etil alkohol yang mengandung 3% asam hidroklorida (asam-

alkohol) dengan cepat akan menghilangkan warna semua bakteri kecuali mikobakteria. Sifat

tahan-asam ini bergantung pada integritas struktur selubung berlilin.6

Patofisiologi

Tuberkulosis menyebar dari orang-ke-orang melalui rute aerosol. Paru merupakan

tempat infeksi pertama. Sebagian besar infeksi menghilang dan menyisakan jaringan parut

lokal (kompleks primer). Infeksi dapat menyebar dari fokus primer ke seluruh tubuh

(penyebaran milier). Infeksi ini dapat sembuh spontan atau berkembang menjadi infeksi lokal

(misalnya meningitis). Resistensi terhadap tuberkulosis bergantung pada fungsi sel T.

Penyakit dapat mengalami reaktivasi jika imunitas menurun (diperkirakan risiko reaktivasi

sepanjang hidup adalah 10%). Pada individu immunocompromised seperti pasien yang positif

HIV, infeksi cenderung berkembang menjadi penyakit yang bergejala.

Mycobacterium tuberculosis diingesti oleh makrofag, tetapi dapat lolos dari

fagolisosom untuk kemudian bermultiplikasi dalam sitoplasma. Respon imun yang hebat

menyebabkan destruksi jaringan setempat (kavitasi pada paru) dan efek sistemik yang

diperantarai oleh sitokin (demam dan penurunan berat badan). Bermacam-macam antigen

telah diidentifikasi sebagai kemungkinan penentu virulensi, termasuk lipoarabinomanan

(menstimulasi sitokin dan superoksida dismutase (memacu kelangsungan hidup

intramakrofag).7

Gejala Klinis

Mycobacterium tuberculosis dapat mempengaruhi semua organ tubuh: menyerupai

baik peradangan maupun penyakit keganasan. Tuberkulosis paru dapat muncul dalam bentuk

batuk kronik, hemoptisis, demam, dan penurunan berat badan, atau sebagai pneumonia

Page 10: Makalah Blok 18

bakterial yang rekuren. Jika tidak diobati, infeksi dapat berkembang menjadi rangkaian

penyakit yang kronik dan terus memburuk.

Penatalaksanaan

Terdapat 2 macam sifat/aktivitas obat terhadap tuberculosis yakni:

- Aktivitas bakterisid

Disini obat bersifat membunuh kuman-kuman yang sedang tumbuh (metabolismenya

masih aktif). Aktivitas bakterisid biasanya diukur dari kecepatan obat tersebut membunuh

atau melenyapkan kuman sehingga pada pembiakan akan didapatkan hasil negative (2 bulan

dari permulaan pengobatan).

- Aktivitas sterilisasi

Di sini obat bersifat membunuh kuman-kuman yang pertumbuhannya lambat

(metabolismenya kurang aktif). Aktivitas sterilisasi diukur dari angka kekambuhan setelah

pengobatan dihentikan.

Paduan obat

Dalam riwayat kemoterapi terhadap tuberculosis dahulu dipakai satu macam obat

saja. Kenyataannya dengan pemakaian obat tunggal ini banyak terjadi resistensi karena

sebagia besar kuman tuberculosis memang dapat dimatikan tetapi sebagian kecil tidak.

Kelompok kecil yang resisten ini malah berkembang dan menimbulkan efek resisten. Untuk

mencegah terjadinya resistensi ini, terapi tuberculosis dilakukan dengan memakai paduan

obat, sedikitnya diberikan 2 macam obat yang bersifat bakterisid.

Dengan memakai paduan obat ini, kemungkinan resistensi awal dapat diabaikan

karena:

- Jarang ditemukan resistensi terhadap 2 macam obat atau lebih

- Pola resistensi yang terbanyak ditemukan ialah terhadap INH

Tetapi belakangan ini di beberapa Negara banyak terdapat resistensi terhadap lebih

dari satu obat (multi drug resistance) terutama terhadap INH dan rifampisin.

Page 11: Makalah Blok 18

Obat primer

1. Isoniazid

Isoniazid merupakan obat utama untuk tuberculosis. Seluruh pasien dengan penyakit

yang disebabkan oleh galur yang sensitive sebaiknya menerima obat ini jika mereka

dapat mentoleransinya. Isoniazid bekerja dengan cara menghambat biosintesis asam

mikolat

2. Rifampisin

Rifampisin (rifampisin, rifabutin, rifapentin) merupakan antibiotic makrosiklik.

Rifampisin bersifat bakterisid untuk mikroorganisme intraseluler maupun

ekstraseluler.

3. Pirazinamid

Pirazinamid menunjukan aktivitas antibiotic secara in vitro hanya pada pH yang

sedikit asam. Ini tidak menimbulkan masalah karena pirazinamida membunuh basilus

tuberkulum yang terletak pada fagosom asam di dalam makrofag

4. Streptomisin

Streptomisin bersifat bakterisid untuk basilus tuberkulum secara in vitro. Mayoritas

galur M. tuberculosis sensitif terhadap streptomisin. Streptomisin secara in vivo tidak

mengeradikasi basilus tuberkulum, kemungkinan karena obat ini tidak mudah

memasuki sel hidup sehingga tidak dapat membunuh mikroba intraseluler.

5. Etambutol

Etionamida menghambat pertumbuhan mikrobakteri dengan cara menghambat

biosintesis asam mikolat dan mengakibatkan gangguan pada sintesis dinding sel.

Obat Sekunder

1. Kanamisin 8. Kapreomisin

2. PAS (Para Amino Salicylic acid) 9. Amikasin

3. Tiasetazon 10. Ofloksasin

4. Etionamid 11. Siprofloksasin

5. Protionamid 12. Norfloksasin

6. Sikloserin 13. Klofazimin

7. Viomisin

Dengan dikenalkannya asam para-aminosalicylic (PAS) pada praktek klinis dan

isoniazid, ini menjadi jelas pada 1950 awal bahwa untuk menyembuhkan TB membutuhkan

administrasi kontaminan dari paling tidak dua agen yang mana organisme tersebut rentan.

Page 12: Makalah Blok 18

Terlebih lagi, uji klinis awal mendemonstrasikan bahwa pengobatan jangka panjang,

contohnya 12-24 bulan, dibutuhkan untuk mencegah kekambuhan. Pengenalan rifampin

(rifampicin) di awal 1970 menjanjikan era dari kemoterapi jangka pendek yang efektif,

dengan durasi pengobatan kurang dari 12 bulan. Penemuan dari pyrazinamide, yang mana

digunakan pertama kali pada 1950, menambah potensi regimen dari isoniazid/rifampin

mengarah pada penggunaan 6 bulan dari regimen obat sebagai terapi standar.5

Sebelum ditemukan rifampisin, metode terapi tuberculosis paru adalah dengan system

jangka panjang (terapi standar) yakni : INH (H) + streptomisin (S) + PAS atau etambutol (E)

tiap hari dengan fase initial selama 1-3 bulan dan dilanjutkan dengan INH + etambutol atau

PAS selama 12-18 bulan.

Setelah rifampisin ditemukan paduan obat menjadi INH + Rifampisin + streptomisin

atau etambutol setiap hari (fase initial) dan diteruskan dengan INH + rifampisin atau

etambutol (fase lanjut).

Paduan ini selanjutnya berkembang menjadi terapi jangka pendek, dengan

memberikan INH + rifampisin + streptomisin atau etambutol atau pirazinamid (Z) setiap hari

sebaga fase initial selama 1-2 bulan dilanjutkan dengan INH + rifampisin atau etambutol atau

streptomisin 2-3 kali seminggu selama 4-7 bulan, sehingga lama pengobatan keseluruhan

menjadi 6-9 bulan.

Paduan obat yang di pakai di Indonesia dan di anjurkan juga oleh WHO adalah :

2RHZ/4RH dengan variasi 2 RHS/4RH, 2 RHZ/4R3H3, 2 RHS/4R2H2, dll. Untuk

tuberkulosis paru yang berat (milier) dan tuberkulosis ekstraparu, terapi tahap lanjutan

diperpanjang menjadi 7 bulan sehingga paduannya menjadi 2 RHZ/7 RH, dll.

Dengan pemberian terapi jangka pendek akan didapat beberapa keuntungan seperti

waktu pengobatan lebih singkat, biaya keseluruhan untuk pengobatan menjadi lebih rendah,

jumlah pasien yang membangkang menjadi berkurang, dan tenaga pengawas pengobatan

menjadi lebih hemat/efisien.

Oleh karena itu Departemen Kesehatan Rl dalam rangka program pemberantasan

penyakit tuberkulosis paru lebih menganjurkan terapi jangka pendek dengan paduan obat

HRE/5 H2R2 (isoniazid + rifampisin + etambutol setiap hari selama satu bulan, dan dilan-

jutkan dengan isoniazid + rifampisin 2 kali seminggu selama 5 bulan), daripada terapi jangka

panjang HSZ/11 H2Z2.(INH + streptomisin + pirazinamid 2 kali seminggu 11 bulan).

Page 13: Makalah Blok 18

Terapi jangka pendek yang semula dianjurkan oleh WHO belakangan ini mendapat

hambatan-hambatan antara lain karena obat rifampisin dan pirazinamid tidak dapat diterima

pasien karena harganya relatif mahal. Di negara-negara yang sedang berkembang,

pengobatan jangka pendek ini banyak yang gagal mencapai kesembuhan yang ditargetkan

(cure rate) yakni 85% karena program pengobatan yang kurang baik, kepatuhan ber-obat

pasien yang buruk, sehingga menimbulkan populasi tuberkulosis makin meluas, resistensi

obat makin banyak.

Dosis obat8

Tabel di bawah ini menunjukkan dosis obat yang dipakai (di Indonesia) secara harian

maupun berkala dan disesuaikan dengan berat badan pasien.

Tabel1. Dosis obat8

Efek samping obat8

Dalam pemakaian obat-obat antituberkulosis tidak jarang ditemukan efek samping

yang mempersulit sasaran pengobatan. Bila efek samping ini ditemukan, mungkin obat anti-

tuberkulosis yang bersangkutan masih dapat diberikan dalam dosis terapeutik yang kecil,

tetapi bila efek samping ini sangat mengganggu, obat antituberkulosis yang bersangkutan

harus dihentikan pemberiannya, dan pengobatan tuberkulosis dapat diteruskan dengan obat

lain. Perlu diketahui bahwa semua obat anti tuberkulosis mempunyai efek samping yang

kadarnya berbeda-beda pada tiap-tiap individu.

Adapun efek samping tiap-tiap obat tersebut ialah :

- INH : neuropati perifer (hal ini dapat dicegah dengan pemberian vitamin

B6), hepatotoksik

- Rifampisin : sindrom.flu,hepatotoksik

Dosis harian Dosis berkala

Nama obat BB < 50 kg BB > 50 kg 3 x seminggu

Isoniazid 300 mg 400 mg 600 mg

Rifampisin 450 mg 600 mg 600 mg

Pirazinamid 1.500 mg 2.000 mg 2-3 g

Streptomisin 750 mg 1.000 mg 1.000 mg

Etambutol 750 mg 1.000 mg 1-1.5 g

Etionamid 500 mg 750 mg -

PAS 99 mg 10 g -

Page 14: Makalah Blok 18

- Streptomisin : nefrotoksik,gangguan nervus VIII kranial.

- Etambutol : neuritis optika,nefrotoksik, skin rash/dermatitis.

- Etionamid : hepatotoksik,gangguan pencernaan.

- PAS : hepatotoksik, gangguan pencernaan

Kegagalan Pengobatan8

Sebab-sebab kegagalan pengobatan:

a. Obat:

- Paduan obat tidak adekuat.

- Dosis obat tidak cukup.

- Minum obat tidak teratur/tidak sesuai dengan petunjuk yang diberikan.

- Jangka waktu pengobatan kurang dari semestinya.

- Terjadi resistensi obat.

- Resistensi obat sudah harus diwaspadai yakni bila dalam 1-2 bulan pengobatan tahap

intensif, tidak terlihat perbaikan. Di Amerika Serikat prevalensi pasien yang resisten

terhadap OAT makin meningkat dan sudah mencapai 9%. Di negara yang sedang

berkembang seperti di Afrika, diperkirakan lebih tinggi lagi. BTA yang sudah resisten

terhadap OAT saat ini sudah dapat dideteksi dengan cara PCR-SSCP {Polymerase Chain

Reaction-Single Stranded Confinnation Polymorphism) dalam waktu 1 hari.

b. Drop out:

- Kekurangan biaya pengobatan.

- Merasa sudah sembuh.

- Malas berobat / kurang motivasi.

c. Penyakit

- Lesi paru yang sakit terlalu luas/sakit berat.

- Penyakit lain yang menyertai tuberkulosis seperti diabetes melitus, alkoholisme, dll.

- Adanya gangguan imunologis.

Sebab-sebab kegagalan pengobatan yang terbanyak adalah karena kekurangan biaya

pengobatan atau merasa sudah sembuh. Kegagalan pengobatan ini dapat mencapai 50% pada

terapi jangka panjang, karena sebagian besar pasien tuberkulosis adalah golongan yang tidak

mampu sedangkan pengobatan tuberkulosis memerlukan waktu lama dan biaya banyak.

Page 15: Makalah Blok 18

Komplikasi

Penyakit TB paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi.

Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut:2

- Komplikasi dini: pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis, usus, Poncet’s

arthropathy

- Komplikasi lanjut: Obstruksi jalan napas SOPT (Sindrom Obstruksi Pasca

Tuberkulosis), kerusakan parenkim berat fibrosis paru, sindrom gagal napas

dewasa (ARDS), sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB.

Pencegahan

Tidak memungkinkan untuk mencegah mutasi spontan mengenai resistansi yang

terjadi secara alami pada bacilli. Hal paling penting dalam mencegah seleksi pada

subpopulasi resisten dan perkembangan dari TB resisten saat terapi adalah : (1) regimen

terapi yang tepat, (2) kualitas obat yang telah teruji, (3) jaminan kepatuhan pada terapi, dan

(4) jangan menambah obat tunggal pada regimen pengobatan yang gagal.9

Vaksinasi BCG

Dari beberapa peneliti diketahui bahwa vaksinasi BCG yang telah dilakukan pada

anak-anak selama ini hanya memberikan daya proteksi sebagian saja, yakni 0-80%. Tetapi

BCG masih tetap dipakai karena ia dapat mengurangi kemungkinan terhadap tuberkulosis

berat (meningitis, tuberkulosis milier dll) dan tuberkulosis ekstra paru lainnya.8

Prognosis

Ketika pengobatan dengan regimen tertentu telah selesai, ditambah dengan DOT,

angka kekambuhan berkisar dari 0% hingga 14%. Di negara dengan jumlah penderita TB

yang rendah, kekambuhan biasanya terjadi 12 bulan setelah penyelesaian obat dan karena

kekambuhan. Di negara dengan jumlah penderita TB yang tinggi, kebanyakan kekambuhan

setelah pengobatan yang baik adalah karena reinfeksi daripada kekambuhan. Penanda

prognosis buruk adalah keterlibatan jaringan ekstrapulmoner, penderita

immunocompromised, usia lanjut, dan riwayat pengobatan sebelumnya.10

Kesimpulan

Page 16: Makalah Blok 18

Tuberkulosis adalah penyakit yang membutuhkan pengobatan jangka panjang. Namun

karena hal itu, banyak pasien yang menjadi tidak patuh dalam menyelesaikan regimen

pengobatan karena harga obat yang dapat terbilang mahal dan karena pasien telah merasa

lebih membaik. Hal ini dapat menyebabkan kegagalan dalam pengobatan yang berujung pada

tuberkulosis yang resisten terhadap obat. Pada kasus, dapat dilihat bahwa pasien sedang

menjalani pengobatan tuberkulosis untuk yang kedua kalinya. Resistensi tuberkulosis

terhadap obat dapat saja terjadi karena kegagalan pengobatan tuberkulosis yang pertama.

Daftar Pustaka

1. Gleadle J. At a glance: anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga;2005. h.

175.

2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku ajar

ilmu penyakit dalam. Jakarta: InternaPublishing; 2009. h. 31-2, 2196-9, 2230-47,

2256-7.

3. Swartz MH. Textbook of physical diagnosis history and examination. 5th edition.

Philadelphia: Saunders Elsevier; 2006. h. 373-83.

4. Patel PR. Lecture notes: radiologi. Jakarta: Erlangga; 2006. h.32-9.

5. Longo D, Fauci A, Kasper D, Hauser S, Jameson J, Loscalzo J. Harrison’s principles

of internal medicine ed.18. USA: McGraw Hill Professional; 2011.h.1340-53.

6. Jawetz E,Melnick J,Adelberg E. Mikrobiologi kedokteran. Jakarta :EGC; 2008. h.

302-9.

7. Gillespie SH, Bamford KB. At a glance mikrobiologi medis dan infeksi. Jakarta:

Erlangga;2009.h. 40-1.

8. Soematri ES, Uyainah A. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke 3. Jakarta: FK UI.

2003.h.33-881.

9. Kaufmann S.H.E, Hahn H. Mycobacteria and TB. Switzerland: Karger Medical and

Scientific Publisher; 2003.h. 89-90.

10. Tuberculosis, diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/230802-

overview#aw2aab6b2b6, 7 Juli 2014.