Upload
anita-sukarno
View
687
Download
33
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
BAB II
PEMBAHASAN
A. ANALISA KESADARAN DIRI
Komunikasi merupakan komponen dasar dari hubungan antar manusia
dan meliputi pertukaran informasi, perasaan, pikiran dan perilaku antara dua
orang atau lebih. Komunikasi mempunyai dua tujuan, yaitu untuk pertukaran
informasi dan mempengaruhi orang lain.
Interaksi perawat dan pasien akan menghasilkan informasi untuk perawat
tentang keadaan pasien dan pada waktu yang bersamaan perawat dapat
memberikan informasi tentang cara-cara menyelesaikan masalah dengan strategi
tertentu sehingga pasien terpengaruh dan mau melakukannya untuk penyelesaian
masalah pasien. Jika pasien menerima dan melakukan informasi yang diberikan
oleh perawat maka perilaku pasien berubah ke arah adaptif yang merupakan hasil
utama tindakan keperawatan.
Pengertian
Analisa diri perawat adalah kemampuan perawat dalam menilai aspel-aspek yang
dimiliki di dalam dirinya agar dapat melakukan kemampuan diri secara terapeutik
kepada klien.
Aspek-aspek Analisa Kesadaran Diri Perawat:
1. Kesadaran Diri
1
Helper yang efektif adalah mampu menjawab pertanyaan, siapa saya?
Perawat adalah orang yang care akan kebutuhan pasien baik biologi,
psikologik dan sosiokultural dengan melihat rata-rata penampilan yang
dimilikinya. Perawat belajar tentang kecemasan, kemarahan, kesedihan dan
kegembiraan dalam membantu pasien terhadap kontinyu sehat dan sakit..
Kesadaran diri merupakan kunci penampilan perawat psikiatri.
tujuannya agar perawat punya bukti otentik, komunikasi terbuka dan
komunikasi diri. Perawat harus dapat mengerti tentang perasaan diri, tindakan
dan reaksi. Juga dapat menerangkan kemampuan emosional (MacCulloch,
1998). Yang baik adalah perawat dapat mengerti dan menerima pasien dengan
perbedaan dan keunikannya sesuai dengan pengetahuannya yang dimiliki.
Campbell (1980) mendefenisikan kesadaran diri menurut model
keperawatan secara holistik meliputi komponen psikologik, fisik, lingkungan
dan pilosopi :
Komponen psikologi termasuk pengetahuan, emosi, motivasi, konsep
diri dan personaliti. Komponen fisik adalah pengetahuan tentang fisiologi
personal dan umum, juga termasuk sensasi tubuh, gambaran diri dan potensial
fisik. Komponen lingkungan berisi tentang lingkungan sosiokultural,
hubungan dengan orang lain, dan pengetahuan tentang hubungan antara
manusia dan alam. Komponen pilosopi adalah perasaan tentang makna
kehidupan. Pilosopi diri berupa tentang kehidupan dan kematian baik yang
disadari maupun tidak disadaritermasuk kemampuan superior, tetapi juga
meliputi tanggung jawab terhadap perilaku baik secara etik dan nyata.
Ke semua komponen merupakan model yang dapat digunakan untuk
meningkatkan kesadaran diri dan perkembangan diri perawat dan pasien untuk
mengerti akan dirinya.
Peningkatan kesadaran diri.Bisa dilihat dari Johari window. Kuadran 1
adalah kuadran terbuka: perilaku, perasaan dan pikiran diketahui individu dan
orang lain. kuadran 2 disebut kuadran buta sebab semuanya hanya diketahui
2
oleh orang lain sedangkan individu tidak tahu. Kuadran 3 adalah kuadran
rahasia yaitu berpikir tentang dirinya artinya hanya diketahui oleh individu itu
sendiri. kuadran 4 adalah kuadran tidak diketahui yaitu aspek yang berisi
tentang diri adalah tidak diketahui individu dan orang lain. keempat kuadran
merupakan penampilan yang ada pada total diri individu.
1
Diketahui Diri Sendiri dan Orang
lain
2
Hanya diketahui oleh orang
lain (buta)
3
Hanya diketahui oleh diri
sendiri (rahasia)
4
Tidak diketahui oleh
siapapun
Berikut ini 3 prinsip yang membantu merencanakan bagaimana
tentang diri yaitu:
Perubahan satu kuadran memberikan efek pada semua kuadran lainnya
Kuadran 1 kecil, komunikasinya buruk Belajar tentang arti diri sendiri
terhadap perubahan yang terjadi dari tempatnya, jika kuadran 1 lebih besar
dan satu atau kuadran lainnya lebih kecil.
Tujuan meningkatkan kesadaran diri dengan cara memperbesar
kuadran 1 dan mengecilkan kuadran yang lainnya. Caranya meningkatkan
pengetahuan diri, diperlukan dengan belajar tentang diri sendiri. individu
perlu menampilkan keikhlasan dalam menampilkan emosinya, identifikasi
kebutuhan dan kemampuan personal, dan penampilan bentuk tubuh terhadap
kebebasan, kegembiraan, dam spontan. Yang termasuk penampilan personal
meliputi pikiran, perasaan, memori dan rangsangan.
Tahap berikutnya dengan memperbaiki kuadran 2 yaitu belajar dan
mendengar orang lain. pengetahuan tentang diri tidak bisa diketahui oleh diri
3
sendiri. juga berhubungan dengan orang lain, individu mempelajari diri
sendiri, juga belajar untuk mendengar secara aktif dan terbuka menerima
umpan balik dari orang lain.
Step terakhir adalah dengan memperbaiki kuadran 3 yaitu membuka
diri, atau bertukar pikiran dengan orang lain tentang aspek dirinya.
Keterbukaan diri merupakan tanda individu sehat dan pencapaian kesehatan
pribadi/diri.
Gambar A menunjukkan seseorang dengan kesadaran diri rendah,
yaitu perilaku dan perasaannya rendah. Gambar B menampilkan individu
dengan keterbukaan pada orang lain. B diartikan bahwa meningkatnya
kapasitas kemampuan individu secara keseluruhan meliputi: rasa senang,
pekerjaan, cinta dan memiliki. Seseorang juga menunjukkan kurangnya
tingkat ketergantungan dan dapat berinteraksi secara spontan dan
menunjukkan rasa cinta dengan orang lain.
Perawat dan perkembangan diri. Perawat membutuhkan waktu untuk
menggali dan menjelaskan setiap bagian dari dirinya. Jika perawat dapat
mempersepsikan, merasakan dan memikirkan, mahasiswa setiap waktu
diajarkan untuk memperbaiki diri setiap waktu dan kesempatan yang
diperoleh untuk menampilkan perilakunya. Hubungan secara autentik juga
harus dipelajari dan perawat yang pertama kali menawarkan keterbukaan dan
hubungan autentik bisa sebagai supervisor dan pembimbing. Mahasiswa dan
pembimbing dapat berpartisipasi untuk membuat hubungan penerimaan dan
respek terhadap perbedaan individual. Pembimbing membantu mahasiswa
dalam memfasilitasi peningkatan kesadaran diri mahasiswa, meningkatkan
fungsi setiap tingkatan yang dilalui, menstimulasi untuk lebih mengenal diri,
dan meningkatkan kemampuan koping mahasiswa dalam menghadapi
stressor.
2. Klarifikasi Nilai
4
Perawat harus mampu menjawab, apa yang penting untuk saya?
Kesadaran membantu perawat untuk sayang dan tidak menjauhi pasien dan
membantu sesuai dengan kebutuhannya. Perawat menjauhi godaan yang
menggunakan pasien untuk menjaga kepuasan atau keamanan diri pasien.
Sistem nilai. Nilai merupakan konsep yang dibentuk yang
diakibatkan dari penampilan kehidupan keluarga, teman, budaya, pendidikan,
pekerjaan dan istirahat. Nilai tergantung individumempersepsikannya. Nilai
antara positif dan negatif sangat berbeda. Masyarakat lebih cenderung
menyukai nilai yang berasal dari keyakinan agama, kedekatan keluarga,
pandangan seksual, kelompok etnik lainnya, dan keyakinan akan peran jenis
kelamin.
Sistem nilai memberikan kerangka kerja untuk pengambilan
keputusan dan melaksanakan keputusan tersebut. Kesadaran akan sistem nilai,
perawat harus dapat mengidentifikasi sistem nilai yang terjadi disaat
timbulnya konflik.
Proses klarifikasi nilai. Mengerti akan nilai diri sendiri dapat
mempermudah untuk melakukan klarifikasi nilai yang dimiliki. Individu dapat
lebih mendalam mengenal nilai yang dimiliki melalui pengkajian, eksplorasi,
dan mengartikan apa itu nilai dan membuat prioritas dalam melakukan proses
pengambilan keputusan. Klarifikasi nilai lebih memfokuskan pada proses nilai
yang terjadi, atau bagaimana masyarakat menjadi mempunyai nilai dan dapat
dipergunakannya.
Ada 7 kriteria yang digunakan untuk mengartikan nilai.
Kehendak lebih pada kemampuan kognitif, penghargaan lebih menegaskan
pada tingkat emosional dan afektif, dan tindakan lebih fokus pada perilaku.
1. Proses pendewasaan nilai
Proses nilai tergantung pada pendewasaan diri secara kompleks, dan
pilihan adalah sangat membingungkan dan sulit. Tidak adanya jaminan
dalam pilihan yang dibuat dapat mempengaruhi aktualisasi diri. Proses
5
nilai tergantung pada kedewasaan diri dengan karakteristik sebagai berikut
(Kirschenbaum & Simon, 1973).
2. Berubah-ubah dan fleksibel
Sebagai dasar dalam penentuan dan tingkat penentuan dari
peningkatan, pengkayaan dan aktualisasi. Nilai bisa berubah secara
kontinyu.
Penampilan nilai selalu mengikat setiap waktu dan ditampilkan
Penampilan diri memberikan informasi tentang nilai. Informasi dimulai
dengan semua kejadian/data yang diperoleh dari sumber orang lain,
kejadian luar yaitu tidak adanya kesamaan yang penting juga respon
subjektif. Secara psikologi kedewasaan orang dewasa karena adanya
kepercayaan diri dan kearifan/kebijaksanaan
Proses nilai seseorang dimulai dengan keterbukaan akan
kesiapan penampilan, mencoba untuk merasakan dan klarifikasi semua
nilai yang dimiliki. Kesiapan memberikan dampak terhadap penetuan
yaitu warna yang ditampilkan dari yang lalu dan hubungannya dengan
yang ke depan.
3. Eksplorasi Perasaan
Eksplorasi perasaan membantu seseorang untuk mempersipkan
objektif secara komplit dan sikap yang sangat berpengaruh. Ini
menggambarkan tentang ketidakbenaran. Objektif yang komplit dan sikap
yang sangat berpengaruh dijabarkan sebagai seseorang adalah tidak
responsif, kesalahan, mudah ditemui, tidak mengenai orang tertentu, dan
menjauhkan dari diri sendiri, dimana mutu hubungan terapeutik. Perawat
sangat terbuka, sadar, dan kontrol diri akan perasaannya dimana dapat
membantu pasien.
Perasaan perawat merupakan tujuan penting dalam membantu
pasien. Perasaan merupakan tolak ukur untuk umpan balik dan hubungan
dengan orang lain. membantu orang lain, perawat akan menggunakan
6
perasaannya; kurang memperhatikan kebutuhan pasien, tidak tepat janji
sehingga pasien mengalami kemunduran, distres sehingga pasien tidak
mau menurut, marah karena pasien banyak permintaan atau manipulasi,
dan kekuatan karena pasien terlalu tergantung pada perawat.
Perawat harus terbuka akan perasaan dan bagaimana perawat
mengerti akan pasien serta bagaimana pendekatan dengan pasien.
Perasaan perawat adalah petunjuk tentang kemungkinan nilai dari maslah
pasien.
4. Role Model
Hasil penelitian menunjukkan kekuatan peran perawat
merupakan model sosial dari rentang perilaku adaptif sampai dengan
maladaptif. Perawat menggunakan diri untuk menjadi model yang adaptif
dan perkembangan perilaku.
Role model tidak berhubungan dengan kemampuan total dari
norma lokal masyarakat atau kebahagiaan hidup, isi sepenuhnya dalam
kehidupan.efektifnya peran perawat dapat dilakukan dengan penuh dan
kepuasan kehidupan diri yang tidak didominasi oleh konflik, distres atau
pengingkaran dan juga pendekatan perawat dalam kehidupannya dalam
mengembangkan kemampuan, harapan dan adaptasi.
5. Altruisme
Perawat harus dapat menjawab, mengapa kamu ingin menolong
orang lain? helper yang baik harus interes dengan orang lain dan siap
menolong dengan cara mencintai dari manusia tersebut. Secara benar
bahwa seseorang selama hidupnya membutuhkan kepuasan dan
penyelesaian dari kerja yang dilakukan. Tujuannya mempertahankan
keseimbangan antara kedua kebutuhan tersebut.
Altruisme lebih menitikkan pada kesejahteraan orang lain. Tidak
diartikan secara altruistik diri juga tidak menampilkan kompensasi yang
7
adekuat dan pengulangan atau pengingkaran secara praktis atau
pengorbanan diri.
Akhirnya, altruisme juga dapat diasumsikan sebagai bentuk
perubahan sosial yang dibuat untuk manusia dalam bentuk kebutuhan akan
kesejahteraan. Salah satu tujuannya adalah semua profesional harus dapat
membantu orang lain dalam pemberian pelayanan dan mengembangkan
kemampuan sosial. Secara legitimasi diperlukan peran perawat dalam
melakukan pekerjaannya untuk mengadakan perubahan struktur yang
besar dan proses perubahan sosial dalam meningkatkan kesehatan individu
dan kemampuan dirinya.
6. Etik dan Tanggung Jawab
Keyakinan diri pada seseorang dan masyarakat dapat
memberikan berupa kesadaran akan petunjuk untuk melakukan tindakan.
Kode untuk perawat umumnya menampilkan penguatan nilai hubungan
perawat-klien dan tanggung jawab dan pemberian pelayanan yang
merupakan rujukan untuk semua perawat dalam memberikan penguatan
untuk kesejahteraan pasien dan tanggung jawab sosial. Pilihan etik
bertanggung jawab dalam menentukan pertanggung jawaban, risiko,
komitmen dan keadilan.
Hubungan perawat dengan etik adalah kebutuhan akan tanggung
jawab untuk merubah perilaku. Dimana harus diketahui batasan dan
kekuatan dan kemampuan yang dimiliki. Juga dilakukan oleh anggota tim
kesehatan, perawat yang setiap waktu siap untuk menggali pengetahuan
dan kemampuan dalam menolong orang lain; sumber-sumber yang
digunakan guna dipertanggung jawabkan.
Analisis saya : Bahwa komunikasi merupakan komponen dasar
dari hubungan antar manusia dan meliputi
pertukaran informasi, perasaan, pikiran dan perilaku antara dua orang atau
8
lebih. Komunikasi mempunyai dua tujuan, yaitu untuk pertukaran
informasi dan mempengaruhi orang lain.
Interaksi perawat dan pasien akan menghasilkan informasi untuk
perawat tentang keadaan pasien dan pada waktu yang bersamaan perawat
dapat memberikan informasi tentang cara-cara menyelesaikan masalah
dengan strategi tertentu sehingga pasien terpengaruh dan mau
melakukannya untuk penyelesaian masalah pasien. Jika pasien menerima
dan melakukan informasi yang diberikan oleh perawat maka perilaku
pasien berubah ke arah adaptif yang merupakan hasil utama tindakan
keperawatan
B. KONSEP DIRI
1. Pengertian
Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian
yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam
berhubungan dengan orang lain (Stuart dan Sudeen, 1998).
Hal ini temasuk persepsi individu akan sifat dan kemampuannya,
interaksi dengan orang lain dan lingkungan, nilai-nilai yang berkaitan dengan
pengalaman dan objek, tujuan serta keinginannya. Sedangkan menurut Beck,
Willian dan Rawlin (1986) menyatakan bahwa konsep diri adalah cara
individu memandang dirinya secara utuh, baik fisikal, emosional intelektual ,
sosial dan spiritual.
2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsep Diri
Menurut Stuart dan Sudeen ada beberapa faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan konsep diri. Faktor-foktor tersebut terdiri dari
teori perkembangan, Significant Other (orang yang terpenting atau yang
terdekat) dan Self Perception (persepsi diri sendiri).
9
a. Teori Perkembangan
Konsep diri belum ada waktu lahir, kemudian berkembang secara
bertahap sejak lahir seperti mulai mengenal dan membedakan dirinya dan
orang lain. Dalam melakukan kegiatannya memiliki batasan diri yang
terpisah dari lingkungan dan berkembang melalui kegiatan eksplorasi
lingkungan melalui bahasa, pengalaman atau pengenalan tubuh, nama
panggilan, pangalaman budaya dan hubungan interpersonal, kemampuan
pada area tertentu yang dinilai oleh diri sendiri atau masyarakat serta
aktualisasi diri dengan merealisasi potensi yang nyata.
b. Significant Other ( orang yang terpenting atau yang terdekat )
Dimana konsep diri dipelajari melalui kontak dan pengalaman
dengan orang lain, belajar diri sendiri melalui cermin orang lain yaitu
dengan cara pandangan diri merupakan interprestasi diri pandangan orang
lain terhadap diri, anak sangat dipengaruhi orang yang dekat, remaja
dipengaruhi oleh orang lain yang dekat dengan dirinya, pengaruh orang
dekat atau orang penting sepanjang siklus hidup, pengaruh budaya dan
sosialisasi.
c. Self Perception ( persepsi diri sendiri )
Yaitu persepsi individu terhadap diri sendiri dan penilaiannya,
serta persepsi individu terhadap pengalamannya akan situasi tertentu.
Konsep diri dapat dibentuk melalui pandangan diri dan pengalaman yang
positif. Sehingga konsep merupakan aspek yang kritikal dan dasar dari
prilaku individu. Individu dengan konsep diri yang positif dapat berfungsi
lebih efektif yang dapat berfungsi lebih efektif yang dapat dilihat dari
kemampuan interpersonal, kemampuan intelektual dan penguasaan
lingkungan. Sedangkan konsep diri yang negatif dapat dilihat dari
hubungan individu dan sosial yang terganggu. Menurut Stuart dan
Sundeen Penilaian tentang konsep diri dapat di lihat berdasarkan rentang
rentang respon konsep diri yaitu:
10
ResponAdaptif Respon Maladaptif
Aktualisasi Konsep diri Harga diri Kekacauan Depersonalisasi
diri positif rendah identitas
3. Pembagian Konsep Diri
Konsep diri terbagi menjadi beberapa bagian. Pembagian Konsep diri tersebut
di kemukakan oleh Stuart and Sundeen ( 1991 ), yang terdiri dari :
a. Gambaran diri ( Body Image )
Gambaran diri adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara
sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang
ukuran, bentuk, fungsi penampilan dan potensi tubuh saat ini dan masa
lalu yang secara berkesinambungan dimodifikasi dengan pengalaman
baru setiap individu (Stuart and Sundeen , 1991).
Sejak lahir individu mengeksplorasi bagian tubuhnya, menerima
stimulus dari orang lain, kemudian mulai memanipulasi lingkungan dan
mulai sadar dirinya terpisah dari lingkungan ( Keliat ,1992 ). Gambaran
diri ( Body Image ) berhubungan dengan kepribadian. Cara individu
memandang dirinya mempunyai dampak yang penting pada aspek
psikologinya. Pandangan yang realistis terhadap dirinya manarima dan
mengukur bagian tubuhnya akan lebih rasa aman, sehingga terhindar dari
rasa cemas dan meningkatkan harga diri (Keliat, 1992).
Individu yang stabil, realistis dan konsisten terhadap gambaran
dirinya akan memperlihatkan kemampuan yang mantap terhadap realisasi
yang akan memacu sukses dalam kehidupan.
11
Banyak Faktor dapat yang mempengaruhi gambaran diri seseorang,
seperti, munculnya Stresor yang dapat menggangu integrasi gambaran
diri. Stresor-stresor tersebut dapat berupa :
1. Operasi.
Seperti : mastektomi, amputsi ,luka operasi yang semuanya mengubah
gambaran diri. Demikian pula tindakan koreksi seperti operasi plastik,
protesa dan lain –lain.
2. Kegagalan fungsi tubuh.
Seperti hemiplegi, buta, tuli dapat mengakibatkan depersonlisasi yaitu
tadak mengkui atau asing dengan bagian tubuh, sering berkaitan
dengan fungsi saraf.
3. Waham yang berkaitan dengan bentuk dan fngsi tubuh
Seperti sering terjadi pada klie gangguan jiwa , klien mempersiapkan
penampilan dan pergerakan tubuh sangat berbeda dengan kenyataan.
4. Tergantung pada mesin.
Seperti : klien intensif care yang memandang imobilisasi sebagai
tantangan, akibatnya sukar mendapatkan informasi umpan balik
engan penggunaan lntensif care dipandang sebagai gangguan.
5. Perubahan tubuh berkaitan
Hal ini berkaitan dengan tumbuh kembang dimana seseorang akan
merasakan perubahan pada dirinya seiring dengan bertambahnya usia.
Tidak jarang seseorang menanggapinya dengan respon negatif dan
positif. Ketidakpuasan
juga dirasakan seseorang jika didapati perubahan tubuh yang tidak
ideal.
6. Umpan balik interpersonal yang negatif
Umpan balik ini adanya tanggapan yang tidak baik berupa celaan,
makian sehingga dapat membuat seseorang menarik diri.
7. Standard sosial budaya.
12
Hal ini berkaitan dengan kultur sosial budaya yang berbeda-setiap
pada setiap orang dan keterbatasannya serta keterbelakangan dari
budaya tersebut menyebabkan pengaruh pada gambaran diri individu,
seperti adanya perasaan minder. Beberapa gangguan pada gambaran
diri tersebut dapat menunjukan tanda dan gejala, seperti :
a. Syok Psikologis.
Syok Psikologis merupakan reaksi emosional terhadap dampak
perubahan dan dapat terjadi pada saat pertama tindakan.syok
psikologis digunakan sebagai reaksi terhadap ansietas. Informasi
yang terlalu banyak dan kenyataan perubahan tubuh membuat
klien menggunakan mekanisme pertahanan diri seperti
mengingkari, menolak dan proyeksi untuk mempertahankan
keseimbangan diri.
b. Menarik diri.
Klien menjadi sadar akan kenyataan, ingin lari dari kenyataan ,
tetapi karena tidak mungkin maka klien lari atau menghindar
secara emosional. Klien menjadi pasif, tergantung , tidak ada
motivasi dan keinginan untuk berperan dalam perawatannya.
c. Penerimaan atau pengakuan secara bertahap.
Setelah klien sadar akan kenyataan maka respon kehilangan atau
berduka muncul. Setelah fase ini klien mulai melakukan
reintegrasi dengan gambaran diri yang baru.
Tanda dan gejala dari gangguan gambaran diri di atas adalah proses
yang adaptif, jika tampak gejala dan tanda-tanda berikut secara menetap
maka respon klien dianggap maladaptif sehingga terjadi gangguan
gambaran diri yaitu :
1. Menolak untuk melihat dan menyentuh bagian yang berubah.
2. Tidak dapat menerima perubahan struktur dan fungsi tubuh.
3. Mengurangi kontak sosial sehingga terjadi menarik diri.
13
4. Perasaan atau pandangan negatif terhadap tubuh.
5. Preokupasi dengan bagian tubuh atau fungsi tubuh yang hilang.
6. Mengungkapkan keputusasaan.
7. Mengungkapkan ketakutan ditolak.
8. Depersonalisasi.
9. Menolak penjelasan tentang perubahan tubuh.
b. Ideal Diri.
Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus
berperilaku berdasarkan standart, aspirasi, tujuan atau penilaian personal
tertentu (Stuart and Sundeen ,1991). Standart dapat berhubungan dengan
tipe orang yang akan diinginkan atau sejumlah aspirasi, cita-cita, nilai-
nilai yang ingin di capai . Ideal diri akan mewujudkan cita-cita, nilai-nilai
yang ingin dicapai. Ideal diri akan mewujudkan cita–cita dan harapan
pribadi berdasarkan norma sosial (keluarga budaya) dan kepada siapa
ingin dilakukan .
Ideal diri mulai berkembang pada masa kanak–kanak yang di
pengaruhi orang yang penting pada dirinya yang memberikan keuntungan
dan harapan padamasa remaja ideal diri akan di bentuk melalui proses
identifikasi pada orang tua, guru dan teman.
Menurut Ana Keliat ( 1998 ) ada beberapa faktor yang
mempengaruhi ideal diri yaitu :
Kecenderungan individu menetapkan ideal pada batas
kemampuannya.
Faktor budaya akan mempengaruhi individu menetapkan ideal diri.
Ambisi dan keinginan untuk melebihi dan berhasil, kebutuhan yang
realistis, keinginan untuk mengklaim diri dari kegagalan, perasan
cemas dan rendah diri.
Kebutuhan yang realistis.
Keinginan untuk menghindari kegagalan .
14
Perasaan cemas dan rendah diri.
Agar individu mampu berfungsi dan mendemonstrasikan
kecocokan antara persepsi diri dan ideal diri. Ideal diri ini hendaknya
ditetapkan tidak terlalu tinggi, tetapi masih lebih tinggi dari kemampuan
agar tetap menjadi pendorong dan masih dapat dicapai (Keliat, 1992 ).
c. Harga diri .
Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai
dengan menganalisa seberapa jauh prilaku memenuhi ideal diri (Stuart
and Sundeen, 1991). Frekuensi pencapaian tujuan akan menghasilkan
harga diri yang rendah atau harga diri yang tinggi. Jika individu sering
gagal , maka cenderung harga diri rendah. Harga diri diperoleh dari diri
sendiri dan orang lain. Aspek utama adalah di cintai dan menerima
penghargaan dari orang lain (Keliat, 1992).
Biasanya harga diri sangat rentan terganggu pada saat remaja dan
usia lanjut. Dari hasil riset ditemukan bahwa masalah kesehatan fisik
mengakibatkan harga diri rendah. Harga diri tinggi terkait dengam
ansietas yang rendah, efektif dalam kelompok dan diterima oleh orang
lain. Sedangkan harga diri rendah terkait dengan hubungan interpersonal
yang buruk dan resiko terjadi depresi dan skizofrenia.
Gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif
terhadap diri sendiri termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri. Harga
diri rendah dapat terjadi secara situasional ( trauma ) atau kronis ( negatif
self evaluasi yang telah berlangsung lama ). Dan dapat di ekspresikan
secara langsung atau tidak langsung (nyata atau tidak nyata).
Menurut beberapa ahli dikemukakan faktor-Fator yang
mempengaruhi gangguan harga diri, seperti :
1. Perkembangan individu.
Faktor predisposisi dapat dimulai sejak masih bayi, seperti
penolakan orang tua menyebabkan anak merasa tidak dicintai dan
15
mengkibatkan anak gagal mencintai dirinya dan akan gagal untuk
mencintai orang lain.
Pada saat anak berkembang lebih besar, anak mengalami
kurangnya pengakuan dan pujian dari orang tua dan orang yang
dekat atau penting baginya. Ia merasa tidak adekuat karena selalu
tidak dipercaya untuk mandiri, memutuskan sendiri akan bertanggung
jawab terhadap prilakunya. Sikap orang tua yang terlalu mengatur dan
mengontrol, membuat anak merasa tidak berguna.
2. Ideal Diri tidak realistis.
Individu yang selalu dituntut untuk berhasil akan merasa tidak punya
hak untuk gagal dan berbuat kesalahan. Ia membuat standart yang
tidak dapat dicapai, seperti cita –cita yang terlalu tinggi dan tidak
realistis. Yang pada kenyataan tidak dapat dicapai membuat individu
menghukum diri sendiri dan akhirnya percaya diri akan hilang.
3. Gangguan fisik dan mental
Gangguan ini dapat membuat individu dan keluarga merasa rendah
diri.
4. Sistim keluarga yang tidak berfungsi.
Orang tua yang mempunyai harga diri yang rendah tidak mampu
membangun harga diri anak dengan baik. Orang tua memberi umpan
balik yang negatif dan berulang-ulang akan merusak harga diri anak.
Harga diri anak akan terganggu jika kemampuan menyelesaikan
masalah tidak adekuat. Akhirnya anak memandang negatif terhadap
pengalaman dan kemampuan di lingkungannya.
5. Pengalaman traumatik yang berulang,misalnya akibat aniaya fisik,
emosi dan seksual.
Penganiayaan yang dialami dapat berupa penganiayaan fisik, emosi,
peperangan, bencana alam, kecelakan atau perampokan. Individu
merasa tidak mampu mengontrol lingkungan. Respon atau strategi
16
untuk menghadapi trauma umumnya mengingkari trauma, mengubah
arti trauma, respon yang biasa efektif terganggu. Akibatnya koping
yang biasa berkembang adalah depresi dan denial pada trauma.
d. Peran.
Peran adalah sikap dan perilaku nilai serta tujuan yang diharapkan
dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat ( Keliat, 1992 ).
Peran yang ditetapkan adalah peran dimana seseorang tidak punya pilihan,
sedangkan peran yang diterima adalah peran yang terpilih atau dipilih
oleh individu. Posisi dibutuhkan oleh individu sebagai aktualisasi diri.
Harga diri yang tinggi merupakan hasil dari peran yang memenuhi
kebutuhan dan cocok dengan ideal diri. Posisi di masyarakat dapat
merupakan stresor terhadap peran karena struktur sosial yang
menimbulkan kesukaran, tuntutan serta posisi yang tidak mungkin
dilaksanakan ( Keliat, 1992 ).
Stress peran terdiri dari konflik peran yang tidak jelas dan peran
yang tidak sesuai atau peran yang terlalu banyak. Faktor-faktor yang
mempengaruhi dalam menyesuaikan diri dengan peran yang harus di
lakukan menurut Stuart and sundeen, 1998 adalah :
Kejelasan prilaku dengan penghargaan yang sesuai dengan peran.
Konsisten respon orang yang berarti terhadap peran yang dilakukan .
Kesesuain dan keseimbangan antara peran yang di emban.
Keselarasan budaya dan harapan individu terhadap perilaku peran.
Pemisahan situasi yang akan menciptakan ketidak sesuain perilaku
peran.
Menurut Stuart and Sunden Penyesuaian individu terhadap
perannya dipengaruhi oleh beberapan faktor, yaitu :
Kejelasan prilaku yang sesuai dengan perannya serta pengetahuan
yang spesifik tentang peran yang diharapkan .
Konsistensi respon orang yang berarti atau dekat dengan peranannya.
17
Kejelasan budaya dan harapannya terhadap prilaku perannya.
Pemisahan situasi yang dapat menciptakan ketidak selarasan
Sepanjang kehidupan individu sering menghadapi perubahan-
perubahan peran, baik yang sifatnya menetap atau sementara yang
sifatnya dapat karena situasional. Hal ini, biasanya disebut dengan
transisi peran. Transisi peran tersebut dapat di kategorikan menjadi
beberapa bagian, seperti :
1. Transisi Perkembangan.
Setiap perkembangan dapat menimbulkan ancaman pada identitas.
Setiap perkembangan harus di lalui individu dengan menjelaskan
tugas perkembangan yang berbeda – beda. Hal ini dapat
merupakan stresor bagi konsep diri.
2. Transisi Situasi.
Transisi situasi terjadi sepanjang daur kehidupan, bertambah atau
berkurang orang yang berarti melalui kelahiran atau kematian,
misalnya status sendiri menjadi berdua atau menjadi orang tua.
Perubahan status menyebabkan perubahan peran yang dapat
menimbulkan ketegangan peran yaitu konflik peran, peran tidak
jelas atau peran berlebihan.
3. Transisi sehat sakit.
Stresor pada tubuh dapat menyebabkan gangguan gambaran diri
dan berakibat diri dan berakibat perubahan konsep diri. Perubahan
tubuh dapat mempengaruhi semua kompoen konsep diri yaitu
gambaran diri, identitas diri peran dan harga diri. Masalah konsep
diri dapat di cetuskan oleh faktor psikologis, sosiologi atau
fisiologi, namun yang penting adalah persepsi klien terhadap
ancaman.
Selain itu dapat saja terjadi berbagai gangguan peran, penyebab
atau faktor-faktor ganguan peran tersebut dapat di akibatkan oleh :
18
1. Konflik peran interpersonal
Individu dan lingkungan tidak mempunyai harapan peran yang
selaras.
2. Contoh peran yang tidak adekuat.
3. Kehilangan hubungan yang penting
4. Perubahan peran seksual
5. Keragu-raguan peran
6. Perubahan kemampuan fisik untuk menampilkan peran
sehubungan dengan proses menua.
7. Kurangnya kejelasan peran atau pengertian tentang peran
8. Ketergantungan obat
9. Kurangnya keterampilan sosial
10. Perbedaan budaya
11. Harga diri rendah
12. Konflik antar peran yang sekaligus di perankan
Gangguan-gangguan peran yang terjadi tersebut dapat ditandai
dengan tanda dan gejala, seperti :
1. Mengungkapkan ketidakpuasan perannya atau kemampuan
menampilkan peran
2. Mengingkari atau menghindari peran
3. Kegagalan trnsisi peran
4. Ketegangan peran
5. Kemunduran pola tanggungjawab yang biasa dalam peran
6. Proses berkabung yang tidak berfungsi
7. Kejenuhan pekerjaan
e. Identitas
Identitas adalah kesadarn akan diri sendiri yang bersumber dari
observasi dan penilaian yang merupakan sintesa dari semua aspek konsep
diri sendiri sebagai satu kesatuan yang utuh (Stuart and Sudeen, 1991).
19
Seseorang yang mempunyai perasaan identitas diri yang kuat akan
yang memandang dirinya berbeda dengan orang lain. Kemandirian timbul
dari perasaan berharga (aspek diri sendiri), kemampuan dan penyesuaian
diri. Seseorang yang mandiri dapat mengatur dan menerima dirinya.
Identitas diri terus berkembang sejak masa kanak-kanak bersamaan
dengan perkembangan konsep diri. Hal yang penting dalam identitas
adalah jenis kelamin (Keliat,1992). Identitas jenis kelamin berkembang
sejak lahir secara bertahap dimulai dengan konsep laki-laki dan wanita
banyak dipengaruhi oleh pandangan dan perlakuan masyarakat terhadap
masing-masing jenis kelamin tersebut.
Perasaan dan perilaku yang kuat akan indentitas diri individu dapat
ditandai dengan:
Memandang dirinya secara unik
Merasakan dirinya berbeda dengan orang lain
Merasakan otonomi : menghargai diri, percaya diri, mampu diri,
menerima diri dan dapat mengontrol diri.
Mempunyai persepsi tentang gambaran diri, peran dan konsep diri
Karakteristik identitas diri dapat dimunculkan dari perilaku dan
perasaan seseorang, seperti :
- Individu mengenal dirinya sebagai makhluk yang terpisah dan
berbeda dengan orang lain
- Individu mengakui atau menyadari jenis seksualnya
- Individu mengakui dan menghargai berbagai aspek tentang dirinya,
peran, nilai dan prilaku secara harmonis
- Individu mengaku dan menghargai diri sendiri sesuai dengan
penghargaan lingkungan sosialnya.
- Individu sadar akan hubungan masa lalu, saat ini dan masa yang akan
datang.
- Individu mempunyai tujuan yang dapat dicapai dan di realisasikan
20
(Meler dikutip Stuart and Sudeen, 1991).
C. TEORI MEMAHAMI ORANG LAIN
1. Definisi teori Atribusi
Atribusi adalah sebuah teori yang membahas tentang upaya-upaya
yang dilakukan untuk memahami penyebab-penyebab perilaku kita dan orang
lain. Definisi formalnya, atribusi berarti upaya untuk memahami penyebab di
balik perilaku orang lain, dan dalam beberapa kasus juga penyebab di balik
perilaku kita sendiri.
Sementara menurut Weiner (Weiner, 1980, 1992) attribution theory is
probably the most influential contemporary theory with implications for
academic motivation. Artinya Atribusi adalah teori kontemporer yang paling
berpengaruh dengan implikasi untuk motivasi akademik. Hal ini dapat
diartikan bahwa teori ini mencakup modifikasi perilaku dalam arti bahwa ia
menekankan gagasan bahwa peserta didik sangat termotivasi dengan hasil
yang menyenangkan untuk dapat merasa baik tentang diri mereka sendiri.
Teori yang dikembangkan oleh Bernard Weiner ini merupakan
gabungan dari dua bidang minat utama dalam teori psikologi yakni motivasi
dan penelitian atribusi. Teori yang diawali dengan motivasi, seperti halnya
teori belajar dikembangkan terutama dari pandangan stimulus-respons yang
cukup popular dari pertengahan 1930-an sampai 1950-an.
Sebenarnya istilah atribusi mengacu kepada penyebab suatu kejadian
atau hasil menurut persepsi individu. Dan yang menjadi pusat perhatian atau
penekanan pada penelitian di bidang ini adalah cara-cara bagaimana orang
memberikan penjelasan sebab-sebab kejadian dan implikasi dari penjelasan-
penjelasan tersebut. Dengan kata lain, teori itu berfokus pada bagaimana
orang bisa sampai memperoleh jawaban atas pertanyaan “mengapa”? (Kelly
1973).
2. Komponen dan Karakteristik Atribusi
21
Model Atribusi mengenai motivasi mempunyai beberapa komponen,
yang terpenting adalah hubungan antara atribusi, perasaan dan tingkah laku.
Menurut Weiner, urutan-urutan logis dari hubungan psikologi itu ialah bahwa
perasaan merupakan hasil dari atribusi atau kognisi. Perasaan tidak
menentukan kognisi, misalnya semula orang merasa bersyukur karena
memperoleh hasil positif dan kemudian memutuskan bahwa keberhasilan itu
berkat bantuan orang lain. Hal ini merupakan urutan yang tidak logis (weiner,
1982 hal 204).
Hubungan antara kepercayaan, pada reaksi afektif dan tingkah laku.
Penyebab keberhasilan dan kegagalan menurut persepsi menyebabkan
pengharapan untuk terjadinya tindakan yang akan datang dan menimbulkan
emosi tertentu. Tindakan yang menyusul dipengaruhi baik oleh perasaan
individu maupun hasil tindakan yang diharapkan terjadi.
Menurut teori atribusi, keberhasilan atau kegagalan seseorang dapat
dianalisis dalam tiga karakteristik, yakni :
1. Penyebab keberhasilan atau kegagalan mungkin internal atau eksternal.
Artinya, kita mungkin berhasil atau gagal karena factor-faktor yang kami
percaya memiliki asal usul mereka di dalam diri kita atau karena factor
yang berasal di lingkungan kita.
2. Penyebab keberhasilan atau kegagalan seseorang dapat berupa stabil atau
tidak stabil. Maksudnya, jika kita percaya penyebab stabil maka hasilnya
mungkin akan sama jika melakukan perilaku yang sama pada kesempatan
lain.
3. Penyebab keberhasilan atau kegagalan dapat berupa dikontrol atau tidak
terkendali. Faktor terkendali adalah salah satu yang kami yakin kami dapat
mengubah diri kita sendiri jika kita ingin melakukannya. Adapun factor
tak terkendali adalah salah satu yang kita tidak percaya kita dengan mudah
dapat mengubahnya.
22
Merupakan factor internal yang dapat dikontrol, yakni kita dapat
mengendalikan usaha dengan mencoba lebih keras. Demikian juga factor
eksternal dapat dikontrol , misalnya seseorang gagal dalam suatu lembaga
pelatihan , namun dapat berhasil jika dapat mengambil pelatihan yang lebih
mudah. Atau dapat disebut sebagai factor tidak terkendali apabila kalkulus
dianggap sulit kareba bersifat abstrak, akan tetap abstrak, tidak akan
terpengaruh terhadap apa yang kita lakukan.
Secara umum, ini berarti bahwa ketika peserta didik berhasil di tugas
akademik, mereka cenderung ingin atribut keberhasilan ini untuk usaha
mereka sendiri, tetapi ketika mereka gagal, mereka ingin atribut kegagalan
mereka untuk factor-faktor dimana mereka tidak memiliki kendali, sepeti
mengajarkan hal buruk atau bernasib buruk.
Menurut Weiner, factor paling penting yang mempengaruhi atribusi
ada empat factor yakni antara lain :
1. Ability yakni kemampuan, adalah factor internal dan relative stabil dimana
peserta didik tidak banyak latihan control langsung.
2. Task difficulty yakni kesulitan tugas dan stabil merupakan factor eksternal
yang sebgaian besar di luar pembelajaran control.
3. Effort yakni upaya, adalah factor internal dan tidak stabil dimana peserta
didik dapat latihan banyak control.
4. Luck yakni factor eksternal dan tidak stabil dimana peserta didik latihan
control sangat kecil.
Untuk memahami seseorang dalam kaitannya dengan suatu kejadian,
Weiner menunjuk dua dimensi yaitu :
a. Dimensi internal-eksternal sebagai sumber kausalitas
b. Dimensi stabil-tidak stabil sebagai sifat kausalitas
Dimensi-dimensi menurut Weiner
STABILIT LOCUS OF CONTROL
23
Y
INTERNAL EKSTERNAL
STABIL KEMAMAMPUAN,INTELEGENSI,KARAKTE
RISTIK-KARAKTERISTIK FISIK
KESULITAN
TUGAS
HAMBATAN
LINGKUNGAN
TIDAK
STABIL
EFFORT,MOOD,FATIQUE KEBERUNTUNG
AN (LUCK)
KEBETULAN
(CHANCE)
KESEMPATAN
(OPORTUNITY)
4. ATRIBUSI KEBERHASILAN DAN KEGAGALAN menurut Weiner
Ada dua macam dimensi pokok:
a. Keberhasilan dan kegagalan memiliki penyebab internal maupun eksternal
b. Stabilitas penyebab, stabil atau tidak stabil
Kestabilan
(locus of CTRL)
Tidak stabil
(Temporer)
Stabil
(Permanen)
Internal Usaha,mood,kelelahan Bakat, kecerdasan,
karakteristik fisik
Eksternal Nasib, ketidaksengajaan,
kesempatan
Tingkat kesukaran
Tugas
c. Implementasi Teori Atribusi Dalam Pembelajaran
Teori atribusi yang dikembangkan oleh Bernard Weiner dalam
lingkungan pendidikan menitik beratkan pada :
24
1. Pengaruh hasil perbuatan berupa keberhasilan dan kegagalan.
2. Memberikan suatu kerangka kerja untuk melakukan analisa terhadap
interaksi guru dan peserta didik di kelas.
Model pembelajaran langsung dalam teori ini merupakan model
pembelajaran yang sering digunakan oleh sebagian besar Guru. Menurut
Arends(1997), pembelajaran langsung disajikan dalam lima
tahap,yaitu:”(1)penyampaian tujuan pembelajaran,(2)mendemonstrasikan
pengetahuan dan keterampilan,(3)pemberian latihan terbimbing,(4)
mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik,(5)pemberian
perluasan latihan dan pemindahan ilmu. Penerapan Teori Atribusi Weiner
dalam pembelajaran langsung dimaksudkan untuk memberikan kesempatan
yang lebih luas kepada peserta didik agar mengembangkan lingkungan
proaktif yang positif. Dengan kata lain suasana pembelajaran menjadi
berpusat pada peserta didik (student oriented).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan ke beberapa sekolah,
yang sengaja difokuskan pada pembelajaran ( materi matematika ).
Sementara hasil observasi menunjukan proses pembelajaran umumnya
masih didominasi oleh guru, sehinga komunikasi antara guru dengan
peserta didik belum optimal. Selain itu, dalam menanggapi hasil pekerjaan
siswa, guru hanya menyatakan benar atau salah tanpa menanyakan alas an
dan penyebab jawaban siswa. Kebiasaan inilah yang dapat mengakibatkan
ketuntasan belajar dan pencapaian hasil belajar peserta didik tidak
mencapai tujuan yang diharapkan.
Untuk mengatasi masalah diatas, Soedjadi (1998/1999) mengatakan
perlunya diupayakan pembelajaran yang memberi kesempatan luas pada
peserta didik untuk aktif belajar dengan merubah pola pembelajaran yang
semula berpusat pada guru ( teacher oriented ) hendaknya berubah menjadi
terpusat pada peserta didik (student oriented). Dalam hal ini, dipilih sebuah
alternative pola pembelajaran yang dapat mengaktifkan peserta didik dan
25
meningkatkan komunikasi antara guru dan peserta didik, dengan
menerapkan teori atribusi dari Bernard Weiner.
Ada 3 langkah penerapan teori atribusi dalam pembelajaran terdiri
dari :
1. Membangun konsep
2. Menanggapi hasil kerja peserta didik
3. Memantapkan pemahaman konsep
Terdapat 3 faktor yang dapat ditemukan di kelas, yang mendukung
perlunya teori Weiner:
a. Tingkah laku guru yang berlainan yang ditujukan kepada peserta didik
yang diyakini tak akan bisa berhasil
b. Penggunaan pujian dan celaan yang berbeda-beda di kelas
c. Ciri siswa/peserta didik
Tingkah laku guru terhadap peserta didik yang rendah prestasi
belajarnya tentu mendapat bimbingan yang berbada dengan peserta didik
yang lain. Contohnya ialah, mendudukkan peserta didik yang berprestasi
rendah jauh dari guru dan atau didalam kelompok, menuntut kerja dan
usaha yang semula jauh dari perhatian guru dikarenakan kurangnya
kesempatan untuk menjawab pertanyaan ataupun bertanya.
Sementara penggunaan pujian dan celaan yang berbeda, dimaksudkan
kedalam bentuk pemberian reward dan punishman yang berkaitan dengan
bentuk penugasan. Pujian secara khas diberikan untuk usaha yang
membuahkan hasil baik. Dalam sebuah penelitian, peserta didik yang
mendapat pujian karena sukses ternyata kemampuannya dinilai lebih
rendah daripada peserta didik yang menerima celaan.
Adapun pada ciri peserta didik, terdapat tiga ciri yang berfungsi di
dalam kelas terkait mengenai keberhasilan atau kegagakan peserta didik.
Ketiga cirri tersebut adalah tingkat perkembangan, rasa harga didi peserta
didik dan jenis kelamin.
26
Yang perlu diperhatikan pada teori Weiner dalam pembelajaran yang
terkait dengan keberhasilan dan kegagalan peserta didik, lebih menekankan
pada unsure kesiapan peserta didik untuk menerima materi pelajaran, dan
didukung oleh serangkain motivasi belajar peserta didik dengan
memandang pada iklim kelas yang lebih menekankan pada proses belajar
dari pada hasil belajar yang kompetitif. Dengan kata lain, kondisi kelas
disusun untuk memperkuat kepercayaan bahwa keberhasilan belajar dapat
dicapai dengan jalan usaha yang konstruktif dengan mengembangkan
lingkungan proaktif yang positif.
BAB III
DAFTAR PUSTAKA
27
Nasir, Abdul dkk. 2009. Komunikasi dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika.
28