Upload
priyono-haryono
View
95
Download
3
Tags:
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Fiqih
Citation preview
MAKALAH
BIOGRAFI IBNU TAIMIYAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Kelompok Mata Kuliah Kemathla’ul
Anwaran
Disusun oleh :
1) Siti Munjiah
2) Nanah Rukanah
PROGRAM STUDI DIKSATRASIADAFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATHLA’UL ANWAR BANTEN2012/2013
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………………………………………….. i
DAFTAR ISI ………………………………………………......... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ………..…………………………………. 1
B. Rumusan Masalah ………..……………………………… 1
C. Tujuan Penulisan …………………………………………. 2
D. Metode Penulisan …………………………………… 2
BABA II PEMBAHASAN
A. Biografi Ibnu Taimiyah ………………………………… 3
B. Pemikiran Ibnu Taimiyah ………………………………… 4
BAB III PENUTUP
A Kesimpulan………………………………………………….. 11
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………... 12
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Biografi Ibnu Taimiyah” tepat pada waktu yang telah ditentukan.
Makalah ini penulis wujudkan sebagai tindak lanjut atas tugas mata
kuliah Kemathla’ul Anwaran . Di samping itu, makalah ini juga direalisasikan
sebagai upaya penulis mengaplikasikan segenap kemampuan mengenai Ibnu
Taimiyah
Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang mendalam
kepada Dosen Mata Kuliah Kemathla’ul Anwaran, karena senantiasa memberikan
inspirasi dan motivasi bagi penulis untuk selalu bersemangat menggeluti jam demi
jam perkuliahan Kemathla’ul Anwaran, baik di dalam maupun di luar kelas.
Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada rekan-
rekan mahasiswa yang telah berkontribusi positif terhadap persiapan dan
pengerjaan makalah sederhana ini.
Penulis menyadari penelitian ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi
isi maupun penyusunannya. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat kontruktif dari segenap pembaca. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi sivitas akademika Universitas
Mathla’ul Anwar.
Pandeglang, Januari 2013
Penyusun
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ibn Taimiyah adalah ahli fikih mazhab Hambali. Pengaruh pemikirannya
sangat besar terhadap gerakan Wahhabi, dakwah gerakan Sanusi, dan kelompok-
kelompok agama yang ekstrem yang ada di dunia Islam saat ini.
Dalam sejarah panjang pemikiran Islam, ada banyak “kata” yang
seringkali dianggap saling berbenturan dan membentuk sebuah efek paradoksal.
“Kata” itu bisa saja mewakili sebuah kelompok pemikiran (firqah), seorang tokoh,
atau juga sebuah pemikiran tertentu.
Dalam pandangan sebagian kalangan, kedua kata ini –Ibnu Taimiyah dan
Tasawuf- dipandang sebagai dua unsur yang tak mungkin bersatu. Ini tentu tidak
mengherankan, sebab Ibnu Taimiyah telah lama dianggap sebagai salah satu tokoh
yang membenci, memusuhi, dan melontarkan kritik-kritik tajamnya terhadap
Tasawuf. Pandangan ini tentu saja semakin menyempurnakan gambaran
kekerasan pada tokoh yang satu ini. Sehingga –bagi mereka yang tidak memahami
dengan baik- setiap kali mendengarkan kata “Ibnu Taimiyah”, maka opini
dan imageyang tercipta adalah kekerasan, kekejaman, permusuhan, dan yang
semacamnya.
Hal-hal itulah diantaranya yang menjadi alasan pemunculan tulisan ini.
Pertanyaan-pertanyaan seputar kebenaran “permusuhan” Ibnu Taimiyah dan
Tasawuf akan berusaha dijelaskan melalui tulisan ini. Tentu saja dengan merujuk
langsung pada karya-karya yang diwariskan oleh Ibnu Taimiyah untuk peradaban
manusia.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi pokok bahasan
dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Biografi Ibnu Taimiyah?
2. Apa saja pemikiran-pemikiran Ibnu Taimiyah?
1
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui Biografi Ibnu Taimiyah;
2. Untuk mengetahui pemikiran-pemikiran Ibnu Taimiyah.
D. Metode Penulisan
Adapun metode dalam penulisan ini adalah dengan menggunakan metode
library research, yaitu dengan mengumpulkan bahan-bahan yang ada kaitannya
dengan permasalahan yang diangkat, kemudian menjadikannya sebuah makalah
yang ada pada pembaca saat ini.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Ibnu Taimiyah
Nama lengkap Ibn Taimiyah adalah Taqiyuddin Ahmad bin Abi Al-Halim
bin Taimiyah. Dilahirkan di Harran pada hari Senin tanggal 10 Rabiul Awwal
tahun 661 H dan meninggal di penjara pada malam senin tanggal 20 Dzul Qaidah
tahun 729 H. Kewafatannya telah menggetarkan dada seluruh penduduk
Damaskus, Syam, dan Mesir, serta kamu muslimin pada umumnya. Ayahnya
bernama Syihabuddin Abu Ahmad Abdul Halim bin Abdussalam Ibn Abdullah
bin Taimiyah, seorang Syaikh, Khatib dan hakim di kotanya.
Ibn Taimiyah terkenal sangat cerdas sehingga pada usia 17 tahun, ia telah
dipercaya masyarakat untuk memberikan pandangan-pandangan mengenai
masalah hukum secara resmi. Para ulama yang merasa sangat risau oleh serangan-
serangannya serta iti hati terhadap kedudukannya di Istana Gubernur Damaskus,
telah menjadikan pemikiran-pemikiran Ibn Taimiyah sebagai landasan untuk
menyerangnya. Dikatakan oleh lawan-lawannya, bahwa pemikiran Ibn Taimiyah
sebagai klenik, antroporpisme, sehingga pada awal 1306 M Ibn Taimiyah
dipanggil ke Kairo kemudian dipenjarakan.
Masa hidup Ibn Taimiyah berbarengan dengan kondisi dunia Islam yang
sedang mengalami disintegrasi, dislokasi sosial, dan dekadensi moral dan akhlak.
Kelahirannya terjadi lima tahun setelah Bagdad dihancurkan pasukan Mongol,
Hulagu Khan. Oleh sebab itu, dalam upayanya mempersatukan umat Islam,
mengalami banyak rintangan, bahkan ia harus wafat di dalam penjara.
Lingkungan keluarga Ibnu Taimiyah sangat mendukung perkembangannya
untuk kelak menjadi seorang ulama dan pemikir Islam besar. Ayahnya, Syihab al-
Din ‘Abd al-Halim adalah seorang ahli hadits dan fakih madzhab Hanbaly yang
memiliki jadwal mengajar di Mesjid Jami ‘Umawy. Ia juga kemudian menjabat
sebagai kepala para ulama (masyikhah) di Dar al-Hadits al-Sukriyah. Sang ayah
ini kemudian meninggal saat Ibnu Taimiyah berusia 21 tahun, tepatnya di tahun
682 H.
3
Di samping hal itu, ada beberapa faktor lain yang juga dapat disimpulkan
sebagai penyebab kecemerlangan pemikiran Ibnu Taimiyah di kemudian hari.
Diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Kekuatan hafalan dan pemahamannya yang luar biasa. Di usia yang
masih sangat kecil ia berhasil menyelesaikan hafalan al-Qur’annya.
Setelah itu, ia pun mulai belajar menulis dan hisab. Kemudian membaca
berbagai kitab tafsir, fikih, hadits dan bahasa secara mendalam. Semua
ilmu itu berhasil dikuasainya sebelum ia berusia 20 tahun.
2. Kesiapan pribadinya untuk terus meneliti. Ia dikenal tidak pernah lelah
untuk belajar dan meneliti. Dan itu sepanjang hidupnya, bahkan ketika ia
harus berada dalam penjara. Mungkin itu pulalah yang menyebabkan ia
tidak lagi sempat untuk menikah hingga akhir hayatnya.
3. Kemerdekaan pikirannya yang tidak terikat pada madzhab atau
pandangan tertentu. Baginya dalil adalah pegangannya dalam berfatwa.
Karena itu ia juga menyerukan terbukanya pintu ijtihad, dan bahwa
setiap orang –siapapun ia- dapat diterima atau ditolak pendapatnya
kecuali Rasulullah saw. Itulah sebabnya ia menegaskan, “Tidak ada
seorang pun yang mengatakan bahwa kebenaran itu terbatas dalam
madzhab Imam yang empat.”
B. Pemikiran Ibnu Taimiyah
1. Ibnu Taimiyah dan Tasawuf
Sering kita mendengar bahwa Ibnu Taimiyah itu anti tasawuf dan
penentang sufi, padahal kalau diperhatikan dari sikap dan pandangannya dia
adalah seorang sufi dan pengikut ajaran tasawuf suni (yang sesuai dengan Al-
Qur’an dan Sunah), meskipun ia tidak mengistilahkan ajaran tasawuf dengan
istilah tersebut. Istilah yang sering dipakai oleh Ibnu Taimiyah adalah istilah
suluk, akan tetapi substansinya adalah apa yang ada pada ajaran tasawuf.
Suluk menurut Ibnu Taimiyah merupakan kewajiban setiap mukmin,
seperti yang diungkapkannya dalam kitab Fatawanya. “Suluk adalah jalan yang
diperintahkan oleh Allah dan Rasulnya berupa itikad, Ibadah dan Akhlak. Semua
4
ini telah dijelaskan dalam Al-Qur’an dan Sunah, dan suluk ini kedudukannya
seperti makanan yang menjadi keharusan seorang mukmin”.
Diantara kata-kata Ibnu Taimiyah mengenai tasawuf adalah “amal-amal
hati yang diberi nama maqâmât dan ahwâl seperti: cinta kepada Allah dan
Rasulnya, tawakal, Ikhlas, sabar, syukur, khauf dan semacamnya adalah
kewajiban setiap maklhuk, baik kaumkhâs atapun orang-orang awam”.
Kesufian Ibnu Taimiyah tidak hanya terbukti dari keilmuannya saja akan
tetapi perbuatan dan sikapnya telah membuktikan akan semua ini. Adz-Dzahabi
pernah bercerita bahwa dia tidak pernah menemukan orang yang banyak berdoa
dan bertawajuh kepada Allah melebihi Ibnu Taimiyah.
Ibnu Qoyyim dalam kitabnya Madarus Salikin banyak bercerita tentang
Ibnu Taimiyah dalam kerohanian (baca: Tasawuf). Dalam kitab Kawakibud
Duriyah bahwa Ibnu Taimiyah pada malam hari sering menyepikan diri dari
manusia, dia hanya sibuk dengan tuhannya, banyak bermunajat dan membaca Al-
Qur’an.
Sedang ke zuhudan dan ketawaduan Ibnu Taimiyah adalah tauladan yang
baik, dalah hal ini terbukti dengan kata-katanya, “Aku tidak punya apa-apa, dariku
tak ada apa-apa dan padaku tak ada apa-apa”.
Itulah pribadi Ibnu Taimiyah dalam suluk dan kerohaniannya, cukuplah
kiranya Ibnu al-Qayyim dan karyanya Madarus Salikin sebagai bukti tarbiah Ibnu
Taimiyah dalam konteks kesufian.
Tidak hanya itu, Ibn Taimiyah dan murid-muridnya sangat mempercayai
adanya karamah para wali. Di sini Baduruddin al-Aini berkata tentang Ibnu
taimiyah, “Di samping kemuliaan dan ketinggian Ilmunya, beliau (ibnu Taimiyah)
juga mempunyai karamah yang tidak diragukan lagi seperti yang ku dengar dari
banyak orang”.
Ibnul Qayyim juga banyak bercerita tentang firasat (mukasyafah) Ibnu
Taimiyah dalam kitabnya, “Aku telah menyaksikan firasat Syaikhul Islam dari
hal-hal yang menabjubkan. Sedang hal yang tidak kusaksikan tentu lebih banyak
dan lebih agung”.
5
Dengan demikian tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa Ibnu
Taimiyah dan kelompoknya anti ajaran Tasawwuf. Adapun kepercayaan-
kepercayaan yang mengatas namakan sufi dan tasawwuf akan tetapi bertentangan
dengan al-Quran dan Sunnah tidak hanya Ibnu Taimiyah dan Madrasahnya yang
menentang, para sufipun juga menentangnya.
Sebagai seorang intelektual wajar kalau Ibnu taimiyah sering melontarkan
kritikan terhadap tokoh-tokoh lain, hanya saja kadang Ibnu taimiyah melampau
batas dalam pandangan dan kritikannya sehingga menjadikan dia sebagai sosok
yang kontrofersi.
2. Kontrofersi pemikiran Ibnu Taimiyah.
Pemikiran Ibnu taimiyah sering menjadi ajang polemik di kalangan para
Ulama, sejak zaman Ibnu Taimiyah sendiri, dan gara-gara itu dia sering keluar
masuk penjara, terutama mengenai masalah-masalah Akidah dan Fiqih.
Keberanian Ibnu Taimiah ini tidak hanya berbeda dengan para ulama di
zamannya, namun Ibnu Taimiyah juga sering menyalahi Ijma`. Itulah yang
membuat ulama di zamnnya geram pada Ibnu Taimiah.
Pemikiran pertama yang menjadi kontrofersi terjadi pada tahun 698 H. Hal
itu gara-gara satu fatwa yang dikenal dengan masalah hamawiah. Fatwa ini
membuat Qadhi waktu itu turun tangan, yaitu Imamauddin al-Quzwaini. Qadhi itu
memberi fatwa “Barang siapa yang mengambil pendapatnya Ibnu taimiah maka
dia akan dita`zir.” Pada tahun 705 Ibnu Taimiah kembali membikin heboh yang
membuat dirinya kembali masuk penjara, dan pada tahun 709 dia dipindahkan ke
Iskandariah, di sanapaun dia jaga mengeluarkan fatwa-fatwa aneh yang
dipermasalahkan oleh ulama setempat.
Begitulah seterusnya Ibnu taimiiyah, dia terus keluar masuk penjara baik
ketika dia di Syam atau di Mesir. Dalam beberapa kasus, Ibnu Taimiyah terkesan
tidak konsekwen pada pendapatnya, kadang dia mengaku bermazhab Syafii, atau
bermazhab Hambali dan kadang dia juga mengaku berakidah Asyairah namun di
lain kesempatan dia juga mencaci tokoh-tokoh Asya’irah, seperti Imam Ghazali
dan yang lainnya. Tidak hanya itu, Ibnu Taimiyah juga berani lancang mencaci
sahabat Nabi.
6
Oleh sebab itulah, ulama dari masa ke masa senantiasa memperselisihkan
sosok dan pemikiran Ibnu Taimiyah, ada yang menganggapnya fasik, ada yang
menganggapnya mubtadi` (ahli bid’ah) dan bahkan ada yang menganggap kafir.
Tidak hanya para penentangnyya yang mengkritik Ibnu taimiyah, murid-muridnya
juga sering berbeda dan menasehatinya, seperti Ibnu Katsir dan adz-Dzahabi.
Bahkan adz-Dzahabi menulis sebuah risalah husus yang berisi nasehat-nasehat
agar Ibnu Taimiyah kembali dan bertobat. Surat ini di kenal dengan an-Nashîhah
adz-Dzahabiyah li Ibn Taimiyah.
Penentang Ibnu Taimiyah sejak zaman Ibnu Taimiyah sendiri sampai pada
saat ini terus mengalir, mulai dari kalangan fuqahamadzahabil arb’ah sampai para
ulama kalam. Sedang yang mengarang kitab yang berisi kritikan pada Ibnu
taimiyah juga sangat banyak, seperti as-Subki dan ulama-ulama setelahnya.
3. Pemikiran kontrofersi Ibnu Taimiyah
Adapun pemikiran Ibnu Taimiyah yang dianggap bertentangan dengan
Ijma`dan mayoritas ahlu sunnah wal jamaah sangat banyak diantaranya adalah:
a) Keyakinanya tentang Zat Allah yang mempunyai jasad seperti jasadnya
makhluk, duduk seperti duduknya makhluk, bertangan, mempunyai mata
dang telinga. Bahkan Ibnu Taimiyah berkata bahwa Allah turun dari
langit sebagai mana turunnya dia dari mimbar. Mazhab ini di sebut al-
Hasyawiyah al-Mujassamah.
b) Berani mencaci Ulama dan Sahabat Nabi. Kelancangan Ibnu taimiyah ini
membuat nyawanya terancam karena telah berani mencaci Imam al-
Ghazali dan pengikut Asya`irah lainnya. Bukan hanya itu, Ibnu Taimiyah
beranggapan bahwa Imannya Sayyidina Ali tidak sah, sebab beliau
masuk Islam sebelum baligh, dan Iman sayyidina Abu Bakar juga tidak
sah karena Abu Bakar beriman dalam keadaan pikun hingga beliau tidak
mengerti apa yang di ucapkan. Imam Ali ra. menurutnya mempunyai 17
kesalahan. Dan beliau berperang karena cinta kedudukan. Sedang
sayyidina Utsman menurutnya sangat cinta dunia. Dalam kitab Durarul
Kaminah dan kitab Fatawa Ibnu Taimiyah fil-Mizan dijelaskan panjang
lebar masalah ini.
7
c) Inkar terhadap Majaz. Ibnu taimiyah berasumsi bahwa dirinya dengan
pemikiran itu berada dalam Manhaj salaf. Sebab sebagaimana yang telah
masyhur bahwa ulama dalam menyikapi ayat-ayat musytabihat ada dua
kelompak, kelompok pertama adalah Tafwidh (menyerahkan
penafsirannya pada Allah sendiri) mazhab ini yang diikuti oleh
kebanyakan ulama salaf. Dan kelompok kedua adalah mazhab Ta`wil
(mentafsiri ayat musytabihat sesuai dengan keesaan dan keagungan
Allah) cara ini dipakai oleh ulama khalaf.
Sedang pendapat Ibnu taimiyah dalam masalah ini berkonsekwensi pada
pemahaman yang berbahaya dalam memahami al-Quran dan nama dan
sifat Allah, sebab hanya membawa pada pengertian yang mustahil pada
zat dan sifat Allah. Adapun pendapat salaf mengenai masalah Tafwidh,
salaf tidak mau panjang lebar mengenai masalah ini, sehingga
menyerahkan urusan ini pada Allah. Beda halnya dengan Ibnu taimiyah
yang berani menafsiri Al-Quran dengan lahirnya saja, sehingga
mengakibatkan hal yang fatal.
Disamping itu keingkaran Ibnu taymiyah pada majaz dapat menimbulkan
pengertian yang salah terhadap teks Syariah, Ibnu Qayyim sendiri
sebagai murid setia Ibnu Taimiyah merasa kebingungan menyikapi
masalah ini, sebab tidak sedikit dari ulama salaf dan pengikut mazhab
Hanafi (Ibnu Taimiyah mengaku bermazhab ini) yang mempercayai
adanya majaz dalam al-Quran. Seperti Ibnu Abi Ya`la, Ibnu Agil, Ibnu
al-Khattab dan lain-lain sangat menganggap keberadaan majaz dalam al-
Quran.
Seseorang yang membaca kitab Shawaiq al-Mursalahkarya Ibnu
Qayyim, maka akan tampak kebingungannya dalam menyikapi pendapat
gurunya tersebut.
d) Ibnu Taimiyah menyalahi Ijma` ulama. Seperti pendapatnya talak waktu
haid itu tidak terjadi, masalah ta`liq talak, seorang haid boleh tawaf
tampa membayar kaffarat, kata-kata talak tiga hanya terjadi satu dan
beberapa pendapat nyeleneh lainnya. Al-hasil banyak pendapat Ibnu
8
taimiyah yang bertentangan dengan mayoritas ulama Ahlu sunnah wal
jamaah.
Namun begitu sumbangan Ibnu Taimiyah terhadap pemikiran Islam
tidaklah sedikit, maka sikap yang terbaik mengenai Ibnu taymiyah adalah sikap
yang disampaikan oleh Syaekh Yusuf bin Ismail an-Nabhani, “Ibnu Taimiyah
adalah seorang ulama besar yang masyhur dari salah satu umat Muhammad,
namun begitu dia tidak lepas dari kesalahan” Dalam buku yang sama an-Nabhani
juga berkata, “Ibnu taimiyah ibarat lautan besar yang berkecamuk ombak, di mana
ombak itu kadang membawa intan permata dan kadang membawa batu dan pasir
dan kadang juga melempar kotoran”.
4. Prinsip dasar Ibn Taimiyah
a. Wahyu merupakan sumber pengetahuan agama. Penalaran dan intuisi
hanyalah sumber terbatas.
b. Kesepakatan umum pada ilmuwan yang terpercaya selama tiga abad
pertama Islam juga turut memberi pengertian tentang asas pokok Islam
disamping Al-Qur’an dan As-Sunnah.
c. Hanya Al-Qur’an dan As-Sunnah penuntun yang otentik dalam segala
persoalan. Ia membuang dan sungguh-sungguh mencela pengaruh asing
yang korup serta mencemarkan kemurnian dan kesederhanaan Islam
masa awal. Dari Ibn Taimiyah Muhammad Ibn Abdul Wahhab seorang
pemikir besar abad ke-18 dan sekolah Pembaruan al-Manar di Mesir
mendapat ilham bagi persoalan itu. Ia terang-terangan menyatakan
permusuhan dgn eksponen Muslim berfilosofi yunani. Filosofi katanya
menimbulkan kebimbangan dan menyebabkan perpecahan dalam Islam.
Ia mengkritik keras doktrin Ibn Arabi tentang Kesatuan makhluk.
Menurut pendapatnya kesimpulan Ibn arabi dalam hal ini tidak saja
bertentangan dengan ajaran Nabi tetapi juga dengan doktrin ke-Esa-an
Tuan seperti yang termaktub di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Ibn
Taimiyah merupakan tokoh controversial dalam dunia Islam. Seorang
pemikir bebas yang yakin kepada keunggulan hati nurani individu dan
seorang yg ingin melihat Islam dalam kemuliaan sejati ia lalu
9
mengecam kepada semua pencemaran dan pengaruh asing yang
marasuk ke dalam Islam. Karena sikap inilah ia dicaci dipukul dicambuk
dipenjarakan dan dianiaya lahir batin. Namun ia tetap nekad hidup
berhenti menghadapi penganiayaan.
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Nama lengkap Ibn Taimiyah adalah Taqiyuddin Ahmad bin Abi Al-Halim
bin Taimiyah. Dilahirkan di Harran pada hari Senin tanggal 10 Rabiul Awwal
tahun 661 H dan meninggal senin tanggal 20 Dzul Qaidah tahun 729 H. Ayahnya
bernama Syihabuddin Abu Ahmad Abdul Halim bin Abdussalam Ibn Abdullah
bin Taimiyah, seorang Syaikh, Khatib dan hakim di kotanya.
Kata-kata Ibnu Taimiyah mengenai tasawuf adalah “amal-amal hati yang
diberi nama maqâmât dan ahwâl seperti: cinta kepada Allah dan Rasulnya,
tawakal, Ikhlas, sabar, syukur, khauf dan semacamnya adalah kewajiban setiap
maklhuk, baik kaum khâs atapun orang-orang awam”.
Ibn Taimiyah merupakan tokoh controversial dalam dunia Islam. Seorang
pemikir bebas yang yakin kepada keunggulan hati nurani individu dan seorang yg
ingin melihat Islam dalam kemuliaan sejati ia lalu mengecam kepada semua
pencemaran dan pengaruh asing yg marasuk ke dalam Islam. Karena sikap inilah
ia dicaci dipukul dicambuk dipenjarakan dan dianiaya lahir batin. Namun ia tetap
nekad hidup berhenti menghadapi penganiayaan.
11
DAFTAR PUSTAKA
Husayn Ahmad Amin, Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999
Abul Hasan Ali An-Nadawi, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Solo: CV. Pustaka Mantiq, 1995
Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001
Ibrahim Zaki Khurshid, Da’irah al-Ma‘arif al-Islamiyah:, Mathba‘ah al-Sya‘ab, Tahun 1969
Ibnu Hajar al-‘Asqalany, Al-Durar al-Kaminah fi A’yan al-Mi’ah al-Tsaminah:, Dar al-Ma‘arif, Cetakan pertama, Tahun 1947.
Jamil Ahmad Al-Islam, Seratus Muslim Terkemuka, Jakarta: Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia, 2004
12