15
Perawatan dan Persiapan Pre Operasi Intra Operasi dan Pasca Operasi Yossie Firmansyah 102010328/ C5 Mahasiswi Fakultas Kedokteran Ukrida Jalan r!una Utara no" # yossie$%en&yahoo"%om Pendahuluan Ke'erhasilan o(erasi dalam 'idan) 'edah ditentukan oleh 'e'era(a hal antar ahli 'edahnya* kete(atan dia)nose* dan (eren%anaan o(erasi yan) matan)"+elain itu* (ersia(an (ra'edahkhususnyamen)enai kondisi (asien!u)a san)at'er(eran dalam (enan)anan (rao(erasi* intrao(erasi* dan (as%ao(erasi" ,u!uan umum (enan)anan (rao(erasi 'edah adalah untuk meminimalkan o(erasi* menentukan keadaan (asien dan meneta(kan teknik mana yan) akan di)unaka -(erasi 'edah harus diren%anakan sesuai den)an konteks keadaan umum (asien . 1 Pengertian perioperasi .erio(erasi meru(akan taha(an dalam (roses (em'edahan yan) dimulai (ra'eda (reo(erasi * 'edah intrao(erasi * dan (as%a'edah (ost o(erasi " .ra'edah meru se'elum dilakukannya tindakan (em'edahan* dimulai se!ak (ersia(an (em'edahan 'erakhir sam(ai (asien di me!a 'edah" ntra'edah meru(akan masa (em'edahan yan) dimulai se!ak ditrans er ke me!a 'edah dan 'erakhir saat (asien di'awa ke ruan) .as%a'edah meru(akan masa setelah dilakukan (em'edahan yan) dimulai se!a memasuki ruan) (emulihan dan 'erakhir sam(ai e aluasi selan!utnya" 2 Penanganan Prabedah .erawatan (ra'edah dimulai (ada saat ren%ana (em'edahan telah di'uat oleh dan (asien" ,an))un) !awa' anda dimulai (ada saat (asien masuk rumah sakit" n) 'ahwa anda mun)kin harus men!awa' (ertanyaan4(ertanyaan umum yan) ditanykan (as teta(i anda harus meru!uk (ertanyaan4(ertanyaan khusus se(utar (em'edahan anestesi ke(ada ketua tim anda" 3 +e)ala )an))uan medis dan aktor risiko se(erti hi(ertensi* dia'etes dan l (erlu ditan)ani se'elum men!alani tindakan o(erasi" +e%ara umum (ersia(an o(era men%aku( ti)a hal 1 (en%e)ahan terhada( kemun)kinan tim'ulnya kom(likasi 'er den)an (rosedur yan) dilakukan* 2 e aluasi dan (enan)anan kelainan medis dan 1 | P a g e

Makalah 29 Real

  • Upload
    yossie

  • View
    218

  • Download
    0

Embed Size (px)

DESCRIPTION

t

Citation preview

Perawatan dan Persiapan Pre Operasi Intra Operasi dan Pasca OperasiYossie Firmansyah102010328/ C5Mahasiswi Fakultas Kedokteran UkridaJalan Arjuna Utara no. [email protected]

PendahuluanKeberhasilan operasi dalam bidang bedah ditentukan oleh beberapa hal antara lain ahli bedahnya, ketepatan diagnose, dan perencanaan operasi yang matang. Selain itu, persiapan prabedah khususnya mengenai kondisi pasien juga sangat berperan dalam penanganan praoperasi, intraoperasi, dan pascaoperasi.Tujuan umum penanganan praoperasi bedah adalah untuk meminimalkan risiko operasi, menentukan keadaan pasien dan menetapkan teknik mana yang akan digunakan. Operasi bedah harus direncanakan sesuai dengan konteks keadaan umum pasien. 1

Pengertian perioperasiPerioperasi merupakan tahapan dalam proses pembedahan yang dimulai prabedah (preoperasi), bedah (intraoperasi), dan pascabedah (post operasi). Prabedah merupakan masa sebelum dilakukannya tindakan pembedahan, dimulai sejak persiapan pembedahan dan berakhir sampai pasien di meja bedah. Intrabedah merupakan masa pembedahan yang dimulai sejak ditransfer ke meja bedah dan berakhir saat pasien dibawa ke ruang pemulihan. Pascabedah merupakan masa setelah dilakukan pembedahan yang dimulai sejak pasien memasuki ruang pemulihan dan berakhir sampai evaluasi selanjutnya. 2

Penanganan PrabedahPerawatan prabedah dimulai pada saat rencana pembedahan telah dibuat oleh dokter dan pasien. Tanggung jawab anda dimulai pada saat pasien masuk rumah sakit. Ingatlah bahwa anda mungkin harus menjawab pertanyaan-pertanyaan umum yang ditanykan pasien, tetapi anda harus merujuk pertanyaan-pertanyaan khusus seputar pembedahan dan hasil anestesi kepada ketua tim anda. 3Segala gangguan medis dan faktor risiko seperti hipertensi, diabetes dan lain-lain perlu ditangani sebelum menjalani tindakan operasi. Secara umum persiapan operasi bedah mencakup tiga hal: (1) pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya komplikasi berkenaan dengan prosedur yang dilakukan, (2) evaluasi dan penanganan kelainan medis dan faktor risiko yang ada, dan (3) informed consent/ informasi dan diskusi dengan psienkeluarga serta meminta izin untuk melakukan tindakan operasi.

Anamnesis dan pemeriksaan fisikKondisi fisik dan kesehatan umum klien seyogyanya menjadi pertimbangan terpenting. Ahli bedah biasanya membuat suatu penilaian terhadap kondisi fisik dan setiap riwayat terapi medis, bedah, dan obat. Dalam mempersiapkan klien yang akan menjalani anestesi, harus dilakukan anamnesis yang lebih rinci, pemeriksaan laboratorium dan diagnostik yang lebih spesifik, dan pemeriksaan fisik yang lebih cermat. Setelah menyelesaikan penilaian pra-anestesi, status klien diklasifikasikan berdasarkan pedoman yang diberikan oleh American Society of Anesthesiologist (ASA). Klien ASA I bebas dari penyakit organik. ASA II sampai ASA V menunjukkan adanya kelainan patologis dan limitasi fungsional. Huruf E digunakan untuk menandakan status kedaruratan.Tindakan terpenting untuk menapis adanya penyakit adalah anamnesis dan pemeriksaan fisik sehingga, jika mungkin, keduanya harus diselesaikan jauh sebelum pembedahan. Walaupun hal ini sering kali sulit dilakukan pada klien yang berobat-jalan, namun koordinasi dan komunikasi yang baik antara staf kamar operasi, departemen anestesi, dan ahli bedah sering dapat memberikan kesiapan pada klien untuk menjalani operasi. Hal yang menarik bagi ahli anestesi adalah riwayat masalah klien atau keluarganya dengan obat anestesi. Riwayat tersebut harus diteliti dan diperjelas oleh klien untuk menentukan kemungkinan timbulnya masalah besar misalnya demam yang membahayakan dan asidosis akibat hipertemi maligna atau paralisis otot berkepanjangan yang dijumpai pada orang dengan pseudokolinesterase atipikal. Evaluasi fungsi berbagai sistem utama tubuh, terutama sistem kardiovaskular dan pernapasan, merupakan parameter penting pada evaluasi pra-anestesi. Riwayat pengobatan, termasuk penggunaan obat dengan resep atau obat.

Tabel 1 Klasifikasi Status Fisik dari American Society of Anesthesiologists (ASA)Kelas ASAPenjelasan

ITidak ada penyakit organik

IIPenyakit sistemik ringan atau sedang tanpa gangguan fungsional

IIIPenyakit organik dengan gangguan fungsional defisit

IVPenyakit parah yang mengancam hidup

VKlien sekarat, kecil harapan untuk selamat

Sumber : Gruendemann BJ, Fernsebner B. Buku ajar keperawatan perioperatif. Jakarta: EGC, 2005. h. 536-56.

Klien berusia lanjut cenderung rentan terhadap obat-obat penekan susunan saraf pusat. Hal ini mungkin disebabkan oleh berkurangnya bahan-bahan sel dan penurun fungsi sinaps secara progesif. Identifikasi obat dan dosis yang sedang digunakan klien juga membantu ahli anestesi menghindari interaksi obat yang tidak diinginkan selama periode perioperatif. Banyak obat antihipertensi dan hampir semua obat yang mengubah status mental memengaruhi penyimpanan, penyerapan, metabolisme dan atau pengeluaran neurotransmitter neuron simpatis. Klien yang mendapat obat-obat tersebut akan memperlihatkan instabilitas hemodinamik selama anestesi. Obat-obat yang tidak diperlukan harus dihentikan selama paling sedikit lima waktu-paruh, apabila mungkin. Yang menjadi perhatian adalah obat-obat yang menimbulkan dampak besar pada sistem kardiovaskular, hati, dan ginjal. Sebagai contoh, propanolol tampaknya tidak mengubah kebutuhan anestetik klien dengan insufisiensi ginjal, tetapi onat ini dapat menimbulkan agitasi, kebingungan, tremor, mioklonus, atau kejang. 4Persiapan pasien sebelum anestesi Kegagalan untuk mempersiapkan keadaan pasien sering terjadi, dan biasanya dapat dihindari dengan mudah untuk mencegah kecelakaan yang berhubungan dengan anestesi. Semua pasien harus dipersiapkan sebelum dianestesi oleh orang yang akan melakukan anestesi. Persiapan ini menyangkut setiap aspek terhadap kondisi pasien, dan tidak hanya permasalahan patologis yang membutuhkan operasi.Penilaian pertama adalah riwayat kesehatan pasien, kadang-kadang terdapat hal yang menarik perhatian ahli anestesi. Masalah patologis yang memerlukan operasi dan jenis tindakan operasinya juga penting dan kita harus tahu kira-kira berapa lama waktu yang dibutuhkan. Tanyakan kepada pasien riwayat operasi dan anestesi yang terdahulu, penyakit serius yang pernah dialami, juga tanyakan mengenai malaria, penyakit kuning, hemoglobinopati, penyakit kardiovaskuler atau penyakit sistem pernapasan. Sehubungan dengan keadaan pasien sekarang, perlu juga ditanyakan toleransi terhadap olahraga, batuk, sesak napas, wheezing, sakit dada, sakit kepala dan pingsan. Apakah pasien memakan obat tertentu secara teratur? Obat-obatan yang berhubungan secara nyata dengan anestesi adalah obat antidiabetik, antikoagulan, antibiotika, kortikosteroid dan antihipertensi, dimana dua obat terakhir harus diteruskan selama anestesi dan operasi, tetapi obat-obat lainnya harus dimodifikasi seperlunya. Catatlah bila ada keterangan mengenai reaksi alergi terhadap obat (anda tidak dapat membangunkan pasien pada saat operasi untuk menanyakan hal ini), juga apakah pasien atau keluarganya pernah mengalami reaksi penolakan terhadap obat anestesi pada masa yang lalu. (Keadaan yang berbahaya seperti apne yang disebabkan suksametonium dan hipertermia maligna yang sering familial, sehingga jika ada keluarga dengan riwayat demikian sebaiknya dikirim ke rumah sakit besar. Pada keadaan akut dapat digunakan ketamin atau anestesi lokal karena suksametonium adalah kontraindikasi mutlak.Dan akhirnya nilailah kehilangan cairan dari pendarahan, muntah, diare dan sebab lainnya dan tanyakan juga riwayat dietnya. Apakah pasien dapat makan dan minum secara normal sampai saat sebelum operasi? Jika tidak kita harus curiga adanya kekurangan cairan dan nutrisi, sehingga dibutuhkan beberapa tahap untuk memperbaikinya sebelum operasi. Tanyakan kapan makan/ minum terakhir dan jelaskan perlunya puasa sebelum anestesi. 5

Izin tindakan operasi (informed consent)Penderita dan keluarganya harus diberikan penjelasan yang realistis dan konstruktif mengenai segala risiko yang potensial terjadi dan hasil dari tindakan operasi yang akan dilakukan, serta sebaiknya didokumentasikan. Pengertian dan informasi yang lengkap terhadap pasien dan keluarganya niscaya akan menumbuhkan keyakinan, kerja sama, mempercepat penyembuhan, serta kepasrahan akan komplikasi yang mungkin timbul akibat operasi. 1

Persiapan mental penderitaDalam menghadapi tindakan operasi diperlukan kesiapan mental penderita. Penderita diberikan penjelasan tentang operasi yang akan dilaksanakan. Semua anggota tim kesehatan perlu sensitive dan responsive terhadap kebutuhan psikologis pasien. Dengan seringnya mengadakan kontak dengan pasien, anda mungkin menjadi orang pertama yang mengetahui adanya tanda-tanda kecemasan atau ketakutan pada diri pasien. Bentuk keyakinan pasien dengan: Melakukan tugas anda dengan cara yang efisien dan tenang. Bersedia untuk mendengarkan. Menjelaskan prosedur yang akan anda lakukan. Menganjurkan pasien untuk berpatisipasi dalam perawatannya sebnyak mungkin. Mengirim permintaan hadirnya pemuka agama dengan segera. 3

Persiapan fisik penderitaMempersiapkan penderita secara fisik sangat penting agar dapat menurunkan penyulit operasi yang terjadi. Persiapan fisik dimulai dengan:1. Melakukan pemeriksaan dasar. Kesan umum: apakah penderita tampak sakit, anemia, dehidrasi, dan terjadi pendarahan. Pemeriksaan fisik umum: tekanan darah, nadi, suhu, dan pernapasan. Pemeriksaan fisik khusus Pemeriksaan penunjang: laboratorium, foto rontgen (abdomen, toraks) 6Pertama periksalah keadaan umum pasien. Apakah pasien tampak pucat, kuning, sianosis, dehidrasi, malnutrisi, edema, sesak atau kesakitan?Selanjutnya perhatikan jalan napas bagian atas dan pikirkan bagaimana penatalaksanaannya selama anestesi. Apakah jalan napas mudah tersumbat? Apakah intubasi akan sulit atau mudah? (biasanya mudah!) Apakah pasien ompong atau memakai gigi palsu atau mempunyai rahang yang kecil, yang akan mempersulit laringoskopi? Apakah ada gangguan membuka mulut atau kekakuan leher? Apakah ada pembengkakan abnormal pada leher yang mendorong saluran napas bagian atas? Pada saat inilah haris dicari jawaban-jawabannya.Periksalah apakah pasien menderita penyakit jantung atau pernapasan, khususnya untuk penyakit katup jantung (selama operasi dibutuhkan antibiotika sebagai profilaksis), hipertensi (lihat fundus optic) dan kegagalan jantung kiri atau kanan dengan peningkatan tekanan vena, adanya edema pada sacral dan pergelangan kaki, pembesaran hepar atau krepitasi pada basal paru. Lihatlah bentuk dada dan aktivitas otot pernapasan untuk mencari adanya obstruksi jalan napas akut atau kronis atau kegagalan pernapasan. Rabalah trakea apakah tertarik oleh karena fibrosis, kolaps sebagian atau seluruh paru, atau pneumotoraks. Lakukan perkusi pada dinding dada, bila terdengar redup kemungkinan kolaps paru atau efusi. Dengarkan apakah ada wheezing atau ronki kasar yang menandakan adanya obsturksi bronkus umum atau setempat.Perhatikan juga abdomen. Pembesaran hepar mungkin disebabkan oleh penggunaan alcohol atau penyakit hepar lainnya, yang akan berpengaruh terhadap obat anestesi yang akan digunakan (bila serosis hepatis maka hepar menjadi fibrosis dan tidak teraba). Setelah dilakukan pemeriksaan, kita dapat mengetahui beberapa masalah. Putuskan apakah diperlukan pemeriksaan lain (seperti tes laboratorium, radiologi dan elektrokardiogram). Radiologi rutin untuk toraks tidak diperlukan jika tidak ada gejala/ tanda abnormal pada dada, tapi pemeriksaan Hb dan Ht sebaiknya rutin dilakukan pada pasien yang akan menjalani anestesi umum.Jika semua hasil baik, maka tanyakan pada diri kita sendiri 3 pertanyaan di bawah ini:1. Apakah kondisi pasien membutuhkan terapi pre-operatif?2. Apakah pasien harus dirujuk untuk pengobatan penyakit dasar seperti anemia, infeksi atau kekurangan gizi sebelum operasi?3. Teknik anestesi apa yang akan digunakan untuk pasien Jika kita sudah memutuskan teknik anestesi yang akan digunakan, jelaskan secara singkat kepada pasien apa yang akan terjadi, katakana bahwa kita akan memperhatikan terus fungsi jantung dan pernapasannya dan yakinkan bahwa pasien tidak akan merasa sakit. Juga terangkan kepada pasien apa yang akan dijumpai setelah bangun, seperti oksigen, infus, sonde lambung, atau drain. Setelah penerangan ini, maka pasien akan berkurang rasa takutnya dan anestesi lebih mudah dilakukan. Akhirnya persiapan pramedikasi yang akan dipergunakan. 5

Penilaian diagnostik dan pengujianProsedur penilaian laboratorium dan diagnostik harus dilakukan seiring dengan adanya riwayat proses penyakit dan medikasi yang dikonsumsi. Namun bagi klien yang sehat, protokol pemeriksaan rutin ini terus dipersoalkan, terutama dari segi biaya. Apabila hasil anamnesis menunjukkan bahwa klien yang berobat jalan berada dalam kondisi sehat, uji minimal yang diperlukan adalah hemoglobin, hematokrit, urinalisis, dan EKG (klien tertentu yang berusia lebih dari 40 tahun). Penting diingat bahwa anemia menyebabkan penurunan cadangan darah dan deplesi mekanisme kompensasi; dengan demikian, nilai hemoglobin praoperatif yang optimal adalah nilai yang memiliki cadangan cukup untuk menghadapi stress selama prosedur pembedahan.Klien yang sehat sering kali tidak diminta untuk menjalani urinalisis rutin, tetapi pemeriksaan ini murah dan secara teoritis, memberikan informasi yang mungkin berguna. Dari sudut pandang anestesi, berat jenis spesifik urine adalah indikator yang berguna untuk mengetahui status hidrasi klien. Adanya glukosa dalam urine jelas mengindikasikan kemungkinan adanya diabetes dan hipovolemia akibat diuresis osmotik. Proteinuria atau hematuria mengindikasikan adanya penyakit ginjal yang serius. Pemeriksaan sinar-X toraks praoperatif seyogyanya dapat mengidentifikasikan klien yang berisiko tinggi atau mendasari penilaian tingkat keparahan perubahan paru intraoperatif dan pascaoperatif. Manfaat pemeriksaan rutin sinar-X toraks praoperatif bagi klien di bawah 40 tahun tanpa riwayat gangguan paru, perlu dipertanyakan. Charpak et al (1988) menciptakan beberapa indikator untuk mengidentifikasikan kelompok klien yang menjalani pemeriksaan sinar-X toraks, sehingga hasilnya dapat membantu meningkatkan hasil akhir pengobatan. Yang termasuk ke dalam kelompok tersebut adalah klien yang menderita penyakit kardiovaskular atau paru berat, keganasan, bedah darurat mayor, riwayat merokok yang bermakna, imunosupresi, dan imigran dari luar negeri yang belum pernah menjalan pemeriksaan kesehatan. 4

Evaluasi dan penanganan keadaan sistemikAda sejumlah faktor risiko sistemik yang perlu dievaluasi dan ditangani berkenaan dengan keamanan berlangsungnya pembiusan dan prosedur operasi. Sebagian perlu diterapi dengan mutlak sebelum operasi (misalnya aritmia jantung, gangguan koagulasi), sedangkan sebagian yang lain dapat ditangani sewaktu operasi berlangsung (misalnya: gangguan metabolic, status nutisi). Hiperglikemia praoperasi perlu diterapi dengan insulin dahulu sampai gula darah di bawah 250 mg%, dan selama operasi diberikan drip insulin serta pemantauan kadar gula darah. Hipertensi diterapi sampai tekanan darah di bawah 160/90 mmHg dan perlu dijaga sewaktu melakukan induksi anestesi dan ekstubasi. Peninggian tekanan darah umumnya ditangani dengan pemberian nitroprusid intravena atau drip nitrogliserin. Untuk evaluasi faktor-faktor risiko sistemik dan kardiovaskular, prabedah perlu dilengkapi dengan pemeriksaan foto toraks, tes fungsi paru, konsultasi ke bagian kardiologi, pemeriksaan EKG, pemeriksaan laboratorium darah termasuk elektrolit, fungsi ginjal, dan pemeriksaan koagulasi. 1

Jenis- jenis anesthesiaAnesthesia dapat dibagi menjadi anesthesia umum, anesthesia regional, anesthesia local, hipoanestesia, dan akupuntur.1. Anesthesia umumAnesthesia umum dilakukan untuk memblok pusat kesadaran otak dengan menghilangkan kesadaran, menimbulkan relaksasi, dan hilangnya rasa. Pada umumnya, metode pemberiannya adalah dengan inhalasi dan intravena.2. Anesthesia regionalAnestesi regional merupakan anesthesia yang dilakukan pada pasien yang masih dalam keadaan sadar untuk meniadakan proses konduktivitas pada ujung atau serabut saraf sensoris di bagian tubuh tertentu, sehingga dapat menyebabkan adanya hilang rasa pada daerah tersebut. Metode umum yang digunakan adalah melakukan blok saraf, memblok regional intravena dengan tourniquet, blok daerah spinal, dan melalui epidural.3. Anesthesia localAnestesi local merupakan anesthesia yang dilakukan untuk memblok transmisi impuls saraf pada daerah yang akan dilakukan anesthesia dan pasien dalam keadaan sadar. Metode yang digunakan adalah infiltrasi atau topical.4. HipoanestesiaHipoanestesia merupakan anesthesia yang dilakukan untuk membuat status kesadaran menjadi pasif secara artificial sehingga terjadi peningkatan ketaatan pada saran atau perintah serta untuk mengurangi kesadaran sehingga perhatian menjadi terbatas. Metode yang dilakukan adalah hipnotis.5. Akupuntur 2

Prosedur anestetikPemeriksaan rutin sebelum anestesi termasuk tindakan- tindakan berikut:1. Identitas penderita, lokasi dan sifat tindakan pembedahan.2. Surat izin operasi yang telah ditandatangani penderita/ keluarga penderita.3. Tidak ada perhiasan atau proteosa (termasuk gigi palsu) yang dipakai.4. Ahli bedah sudah mengetahui lesinya, mengenal penderita, serta siap sedia.5. Alat penghisap lendir telah tersedia.6. Obat dan peralatan anestesi, serta peralatan resusitasi tersedia.7. Asisten yang terlatih siap sedia.8. Penyakit infeksi yang berbahaya telah disingkirkan (hepatitis B, HIV).Pilihan teknik anestesi harus dapat memenuhi kebutuhan penderita dan ahli bedah. penderita mengharapkan bebas dari nyeri (analgesi), hilang kesadaran, dan tanpa mengingat hal yang tidak menyenangkan (kecuali jika ia mengharapkan tetap sadar di bawah pengaruh anestesi local).Pilihan anestesi, harus bergantung pada sifat dan lokasi pembedahan, keadaan fisik penderita dan pilihan, serta pengalaman ahli bedah, dan ahli anestesi, serta dapat memberikan keseimbangan antara pengurangan kesadaran, penghilangan nyeri, dan pengurangan aktivitas otot. Sebagai pilihan awal antara anestesi umum dan local, atau kombinasi keduanya. Jika pilihannya adalah anestesi umum, maka keputusan berikutnya adalah apakah diberikan melalui masker gas atau melalui pipa. Induksi anestesi umum dengan agen intravena sekarang merupakan metode pilihan, kecuali pada anak atau penderita dengan ganggguan vena. Cara ini cepat dan menyenangkan bagi penderita, karena stadium kegelisahan, dan polusi atmosfer yang hampir tak terhindarkan dengan induksi inhalasi, dapat dihindarkan dengan cara tersebut, dan pengaruh agen intravena yang bekerja cukup lama.Induksi inhalasi mempunyai kelebihan bahwa penggunaan jarum yang dapat menakutkan bisa dihindarkan pada penderita yang masih sadar. Oksigenasi dapat terjamin, dan respirasi dipertahankan sepanjang induksi, tetapi kerjanya lambat, dapat terjadi eksitasi dan tidak cocok pada kebanyakan orang dewasa. 7

Premedikasi untuk anestesi dan operasi Pasien yang akan dioperasi biasanya diberikan premedikasi karena: Diberikan sedatif untuk mengurangi ansietas (meskipun ini tidak diperlukan pada anak yang berusia kurang dari 2 tahun). Diberikan sedatif untuk mempermudah konduksi anestesi. Diberikan analgetik jika pasien merasa sakit preoperatif atau dengan latar belakang analgesia selama dan sesudah operasi. Untuk menekan sekresi, khususnya sebelum penggunaan ketamin (dipakai atrofin, yang dapat digunakan untuk aktivitas vagus dan mencegah brakirdia, khususnya pada anak-anak. Untuk mengurangi resiko aspirasi isi lambung, jika pengosongan diragukan, misalnya pada kehamilan (pada kasus ini diberikan antasida per oral).

Obat-obat premedikasi, dosisnya disesuaikan dengan berat badan dan keadaan umum pasien. Biasanya premedikasi diberikan intramuskuler 1 jam sebelumnya atau per oral 2 jam sebelum anestesi. Beberapa ahli anestesi menghindari penggunaan opium untuk premedikasi jika anestesinya mencakup pernapasan spontan dengan eter/ udara. Yang banyak digunakan: 5Analgesic opium:Morfin 0,15 mg/kgBB, IMPetidin 1,0 mg/kgBB, IM

Sedatif:diazepam 0, 15 mg/kgBB, oral/ IMPentobarbital 3 mg/kgBB peroral/ Dewasa 1, 5 mg/kgBB/IM.

Prometazin 0,5 mg/kgBB/ peroralKloral hidrat sirup 30 mg/kgBB.Anak

Vagolitik antisialogog:Atropin 0,02 mg/kgBB, IM atau IV pada saat induksi, maksimal 0,5 mg

Antasida: Natrium sitrat 0,3 mol/ liter10-20 ml.Suspensi aluminium hidroksida

Pemantauan intra-operasiPenting tanda-tanda vital dipantau adekuat selama tindakan anestesi, karena periode ini mungkin paling berbahaya dalam hidup pasien. Sementara alat-alat elektronik modern memungkinkan pemantauan canggih atas variable, namun teknik pengukuran denyut dengan jari tetap berperan penting untuk memantau keadaan kardiovaskular, yang mempertegas kenyataan bahwa faktor terpenting adalah hubungan pasien-ahli anestesiologi. Pemeriksaan klinik yang berulang kali sangat penting.Pemantauan minimum selama tindakan anestesi standard pada pasien sehat meliputi kecepatan denyut jantung, EKG, tekanan darah arteri, kecepatan pernapasan, dan temperature tubuh. selain itu, stetoskop prekordial atau esophagus memungkinkan evaluasi kontinu bunyi jantung dan pernapasan, sedang untuk kasus operasi yang lebih lama, pengeluaran urin menjadi indeks fungsi ginjal yang bermanfaat dan ukuran tidak langsung dari fungsi kardiovaskular.EEG adalah ukuran sirkulasi ke otak, indeks yang lebih sensitif bagi kegagalan jantung daripada EKG dan merupakan pemantauan berharga selama operasi yang meliputi operasi arteria carotis atau sirkulasi ektrakorporeal. 8Terapi cairanPrinsip dasar terapi cairan adalah cairan yang diberikan harus mendekati jumlah dan komposisi cairan yang hilang. Kehilangan cairan akut harus diganti secepatnya; harus lebih hati- hati dalam mengganti cairan yang hilang secara kronis, karena pemberian infus secara cepat pada malnutrisi kronis dan dehidrasi dapat dengan cepat menyebabkan kegagalan jantung yang fatal. Kehilangan cairan kronis sebaiknya digantikan secara oral, dan bila tidak ada diare, dilakukan terapi rehidrasi rectal.sangat penting, jangan memberikan natrium secara berlebihan pada pasien dengan dehidrasi kalau yang kurang hanya air.Tabel 2 Cairan pengganti yang biasa digunakan

Cairan Ion (mmol/ liter)Karbohidrat (g/ L)Energi yang terkandung (kJ [kkalth])Fungsi

Na+Cl-K+

Darah14010045-8TDPendarahan

NaCl fisiologis (9 g/L) *154154000Pendarahan/ hilangnya CES

Ringer laktat (larutan Hartmann)1311125TDTDPendarahan/ hilangnya CES

Glukosa 50 g/L00050837 [200]Dehidrasi

Glukosa/ NaCl (glukosa 40 g/L + NaCl 1,8 g/L)3131040669 [160]Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit

Natrium bikarbonat 84 g/L10000000Asidosis akut

Dekstran 70 dalam NaCl fisiologis144144000Penggantian IV

Poligelin14515000669 [160]Penggantian IV

*sama seperti larutan 0,9%, TD: Tidak diperhitungkanSumber: Dobson MB. Penuntun praktikum anestesi. Jakarta: EGC, 2008. h. 41-55.Penilaian klinis terhadap cairan tubuhSemua penilaian klinis akan lebih mudah bila pertama- tama kita mengetahui riwayat pasien, baik dari pasien sendiri atau dari keluarganya. Hal ini akan membantu untuk memperkirakan cairan yang hilang, baik yang hilang secara akut maupun kronis dan memikirkan cairan yang tepat untuk menggantinya.Keadaan umum pasien dapat membantu kita memperkirakan jumlah cairan yang hilang, meskipun kehilangan cairan sampai 10% belum memberikan gejala klinis yang nyata. Kehilangan cairan yang lebih banyak akan menyebabkan mata cekung, turgor jaringan rendah, lidah kering, tapi tanda- tanda ini tidak akan tampak bila pasien menderita edema akibat hipoalbuminemia atau obesitas. Ekstremitas yang dingin, sianosis, dan vena perifer yang tidak tampak merupakan gejala lebih lanjut dari hipovolemia, dan tekanan darah mungkin rendah disertai dengan takikardia.Selama pengontrolan ventilasi, tekanan darah dapat turun dengan drastis secara tiba-tiba atau denyut nadi tidak teraba pada setiap pemompaan. Produksi urin rendah, dengan berat jenis yang tinggi. Konsentrasi ureum darah akan meningkat lebih dari normal, demikian juga dengan konsentrais hemoglobin dan hematokrit, kecuali bila pasien sebelumnya menderita anemia. Pasien harus ditimbang untuk memperkirakan berapa banyak cairan yang hilang. Pasien yang kehilangan banyak cairan, harus segera diberikan cairan pengganti secara penuh sebelum melakukan anestesi. Baik anestesi umum atau anestesi spinal, dapat menyebabkan kollaps kardiovaskular yang fatal pada pasien yang kekurangan cairan. Pada keadaan yang ekstrim, seperti pendarahan dari vagina dimana operasi harus cepat dikerjakan, teknik anestesi yang paling aman adalah infiltrasi local.

Perkiraan darah yang hilang selama operasiWalaupun kehilangan cairan dan darah yang terjadi pre-operatif sudah dikoreksi penuh, kita juga harus menggantikan darah yang hilang selama operasi, perkiraan yang diharapkan berkisar 5-10% dari volume darah, maka transfusi darah tergantung pada kadar hemoglobin sebelum operasi. Untuk memperkirakan jumlah darah yang hilang diperlukan pengalaman. Jika mungkin, mintalah agar darah yang terdapat pada botol penghisap diukur sehingga kita dapat menghitung jumlah darah yang hilang. Sebaiknya digunakan penghisap yang dihubungkan dengan botol yang mempunyai ukuran, sehingga dapat diperkirakan darah yang keluar selama operasi.Darah yang hilang selama operasidari luka atau darah pada kassa penyeka, pembalut, lantai, yang ditampung pada penghisap dan drainjuga cairan yang hilang dari sirkulasi dan ruang interstisial lainnya ke dalam jaringan trauma sebagai cairan edema. Selama operasi besar, sebagai standar praktis diberikan cairan 5 ml/kgbb/jam dengan menggunakan larutan Hartmann atau NaCl fisiologis untuk orang dewasa dan glukosa 5% atau glukosa 4% dengan NaCl 0,18% untuk anak kecil karena anak-anak tidak mempunyai kesanggupan untuk mengeluarkan nartrium dalam jumlah besar.Ahli anestesi bertanggung jawab untuk memperkirakan jumlah darah dan cairan yang hilang pada saat operasi dan menggantikannya selama dan sesudah operasi. Sebaiknya diperiksa kembali secara teratur dan jangan memberikan cairan lebih dari 6-12 jam tanpa diperhitungkan kembali, khususnya pada pasien yang sakit dan anak-anak. 5

Penilaian ketepatan penggantian cairan:Hemodinamik, Berat tubuh harian, dan pengeluaran urinBila pasien mulai mendapat cairan parenteral, tidak dapat dianggap bahwa keseimbangan cairan dan elektrolit sudah dapat dipertahankan. Selain itu juga tidak dapat dianggap bawa pedoman terdahulu akan tepat pada pasien tertentu. Jadi penting memantau keadaan cairan dan elektrolit secara teratur pada semua pasien yang mendapat cairan parenteral. Ketepatan penggantian cairan diperiksa melalui (1) hemodinamik, (2) perfusi kulit, (3) sensorium, (4) berat badan harian, dan (5) jumlah urin.Pemeriksaan hemodinamikOverhidrasi ditandai secara hemodinamik oleh peningkatan tekanan vena perifer dan sentral. Vena leher dan vena perifer menjadi terdistensi. Kenaikan aliran vena yang menyertainya akan menaikkan isi sekuncup dan karena itu, curah jantung (hukum Starling tentang jantung). Kenaikan isi sekuncup dan curah jantung tercermin pada denyut meloncat (bounding), tekanan denyut yang lebar, bunyi jantung yang keras dan hipertensi ringan sampai sedang. Perfusi kulitUsaha mempertahankan volume intravascular normal tercermin pada wana, temperature dan kelembaban kulit. Bila volume darah cukup, kulit terasa hangat, merah muda dan lembab. SensoriumWalaupun tidak khas untuk perubahan keseimbangan cairan, perubahan keadaan jiwa dan fungsi SSP sering disertai dengan hipovolemia. Perubahan ini meliputi rasa haus, apati, respon lambat, dan hilangnya aktivitas yang biasa. Bila hipovolemia memburuk, akan timbul stupor dan koma.Berat badanPenurunan berat badan dengan cepat atau kenaikan berat badan mencerminkan perubahan total ait rubuh bukan masa tubuh.Pengeluaran urinBerkurangnya jumlah urin sampai kurang dari 30 ml per jam biasanya menunjukkan hipovolemia; kenaikan jumlah urin lebih dari 125 ml per jam, biasanya mencerminkan hipervolemia. 8

Penanganan pascaoperasiUntuk menghindari kemungkinan komplikasi pascaoperasi, perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut:a. Evaluasi indikasi tindakan operasi yang tepat.b. Persiapan operasi yang tepat.c. Tindakan dilakukan dengan nontraumatis dan dengan keterampilan.d. Melakukan tindakan profilaksis pascaoperasi: Rehidrasi Transfusi Pemberian antibiotika yang adekuat Evaluasi berkala sehingga dapat diketahui komplikasi secara dini. 9Perawatan segera pascaoperasi meliputi:1. Pemantauan tanda vital, asupan dan keluaran, serta tanpa pendarahan. Karena itu, periksa sesering mungkin beberapa jam setelah operasi. 2. Penanganan rasa nyeri dan pemberian rasa nyaman. Analgesic perlu diberikan tiap 4 jam dalam 48 jam pertama setelah operasi. Hygiene oral yang dapat memberi rasa nyaman. Kamar haris tenang, teratur, ventilasi baik, dan bebas dari cahaya menyilauakan. 10Terapi nyeri pascaoperasi ringan sampai sedang harus dimulai dengan menggunakan NSAIDs kecuali kontraindikasi. Walaupun mekanisme kerja NSAIDs tidak diketahui sercara pasti, NSAIDs diyakini bekerja menghambat sintesis prostaglandin dan menghambat respon selular selama inflamasi. Pemberian analgesic parenteral (IM, IV, SK) menghasilkan efek lebih cepat dibanding pemberian oral, tetapi durasinya lebih pendek. 11

KesimpulanKeberhasilan operasi dalam bidang bedah ditentukan oleh beberapa hal antara lain ahli bedahnya, ketepatan diagnose, dan perencanaan operasi yang matang.Aspek terpenting operasi meliputi usaha mendapat proses pengambilan keputusan yang diperlukan untuk mengevaluasi indikasi dan manfaat tindakan operasi.pengalaman adalah faktor utama dalam membentuk keterampilan pengambilan keputusan klinik oleh ahli bedah dalam merencanakan tahap prabedah perawatan pasien.Kegagalan untuk mempersiapkan keadaan pasien sering terjadi, dan biasanya dapat dihindari dengan mudah untuk mencegah kecelakaan yang berhubungan dengan anestesi. Semua pasien harus dipersiapkan sebelum dianestesi oleh orang yang akan melakukan anestesi. Persiapan ini menyangkut setiap aspek terhadap kondisi pasien, dan tidak hanya permasalahan patologis yang membutuhkan operasi.

Daftar pustaka1. Satyanegara. Ilmu bedah saraf. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2010. h. 479-480.2. Uliyah M, Hidayat AAA. Jakarta: Salemba Medika, 2008. h. 228.3. Hegner BR, Caldwell E. Asisten keperawatan suatu pendekatan proses keperawatan. Jakarta: EGC, 2003. h. 386.4. Gruendemann BJ, Fernsebner B. Buku ajar keperawatan perioperatif. Jakarta: EGC, 2005. h. 536-56.5. Dobson MB. Penuntun praktikum anestesi. Jakarta: EGC, 2008. h. 41-55.6. Manuaba IBG. Ilmu kebidanan, penyakit kandungan, keluarga berencana untuk pendidikan bidan. Jakarta: EGC, 2003. h. 336.7. Boulton TB, Blogg CE. Anestesiologi. Jakarta: EGC, 1994. h. 81-92.8. Sabiston. Buku ajar bedah. Bagian I. Jakarta: EGC. h. 53-143.9. Manuaba IBG. Penuntun kepaniteraan klinik obstetri & ginekologi. Jakarta: EGC, 2004. h. 170.10. Baradero M, Dayrit MW, Siswadi Y. Klien gangguan hati. Jakarta: EGC, 2008. h. 74.11. Muttaqin A. Asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem pernapasan. Jakarta: Salemba Medika, 2008. h. 529.

1 | Page