Upload
mahmud-rekarifin
View
192
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
TUGAS MAKALAH
Teknik Pelaksanaan Alat Berat
“ Jembatan Tukad Bangkung, Plaga-Bali
Dibangun dengan Dana APBD Murni"
Oleh:
FANNY PRAMUDYA ISWARDHANA 105060103111002
MAHMUD REKARIFIN P. 105060100111018
ADVENTUS KRISTIAN TAMBUNAN 105060105111002
BENNY CHRISTIAN L. TOBING 105060107111004
FEBRA NDARU WARDHANA 105060107111016
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN SIPIL
MALANG
2013
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, kami panjatkan ke hadirat Allah SWT. atas rahmat, hidayah
serta inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Makalah ini kami susun dalam rangka Tugas Makalah Teknik Pelaksanaan Alat Berat
, Dan berharap semoga dapat menambah hasanah berpikir kita ke depan. Ucapan terima kasih
kami sampaikan kepada:
1. Keluarga tercinta, terutama orang tua dan saudara-saudara penulis yang telah memberikan
dukungan, semangat, dan bantuan baik moral, materi, maupun spiritual.
2. Bapak Saifoe El Unas, ST., MT. dan Ir. Arifi S.yang telah memberikan pengarahan ini.
3. Semua teman dan sahabat Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya yang telah
memberikan bantuan baik berupa dukungan nyata ataupun semangat.
4. Serta pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu pe rsatu.
Sesuai dengan pepatah, tiada gading yang tak retak dan tiada mawar yang tak berduri,
kami menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, saran dan kritik yang bermanfaat kami butuhkan.
Akhirnya, dengan memohon petunjuk Allah SWT, semoga kami selalu mendapat
petunjuk ke jalan yang benar sehingga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi nusa, bangsa,
dan negara. Amin.
Malang, 18 Maret 2013
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Mendorong pertumbuhan ekonomi suatu wilayah, memerlukan dukungan
infrastruktur yang memadai. Pembangunan sarana dan prasarana transportasi akan terus
berkembang sesuai dengan pemenuhan kebutuhan hidup yang ada. Salah satu contohnya
adalah jembatan yang salah satunya berfungsi untuk menghubungkan satu daerah dengan
daerah lainnya. Apalagi di kota kota besar peran jembatan sangat penting. Tidak terkecuali di
Pulau Bali yang mana merupakan ikon negara Indonesia yang maju dan berkembang dengan
pesat setiap tahunnya.
Seperti halnya di propinsi Bali yang memiliki karakteristik alam berbukit dan
berlembah, serta pantainya yang mempesona. Sebagau wilayah yang memiliki topografi yang
unik menjadikan wilayah ini harus terus membangun berbagai infrastruktur guna membantu
kelancaran arus barang, jasa dan orang dari satu wilayah ke wilayah lain.
Infrastuktur vital yang harus tersedia selain jalan, juga jembatan sebagai penghubung
daerah-daerah yang berbatasan dengan sungai dan bukit, serta lembah. Dengan membangun
jembatan, arus lalu lintas orang, barang dan jasa diharapkan akan semakin lancar, yang pada
saatnya nanti akan mengingkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut.
Sebagai daerah tujuan wisata, ternyata Bali memiliki keterbatasan dalam oenyediaan
sarana infrastruktur jalan dan jembatan. Dana pemerintah yang ada sangat terbatas, namun
semua proyek infrastruktur menjadi priotas yang utama di Bali.
1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk :
1. Mengetahui perencanaan pembangunan Jembatan Tukad Bangkung - Bali.
2. Mengetahui beberapa pengerjaan proyek Jembatan Tukad Bangkung – Bali.
3. Mengetahui beberapa kendala dan solusinya selama proses pembangunan
Jembatan Tukad Bangkung – Bali.
BAB II
TEORI DAN PERMASALAHAN
2.1 Kajian Teori
Jembatan adalah suatu struktur kontruksi yang memungkinkan route transportasi
melalui sungai, danau, kali, jalan raya, jalan kereta api dan lain-lain. Jembatan adalah suatu
struktur konstruksi yang berfungsi untuk menghubungkan dua bagian jalan yang terputus
oleh adanya rintangan-rintangan seperti lembah yang dalam, alur sungai saluran irigasi dan
pembuangan. Jalan ini yang melintang yang tidak sebidang dan lain-lain.
Sejarah jembatan sudah cukup tua bersamaan dengan terjadinya hubungan
komunikasi / transportasi antara sesama manusia dan antara manusia dengan alam
lingkungannya. Macam dan bentuk serta bahan yang digunakan mengalami perubahan sesuai
dengan kemajuan jaman dan teknologi, mulai dari yang sederhana sekali sampai pada
konstruksi yang mutakhir.
Mengingat fungsi dari jembatan yaitu sebagai penghubung dua ruas jalan yang dilalui
rintangan, maka jembatan dapat dikatakan merupakan bagian dari suatu jalan, baik jalan raya
atau jalan kereta api. Berikut beberapa jenis jembatan :
1.Jembatan diatas sungai
2.Jembatan diatas saluran sungai irigasi/ drainase
3.Jembatan diatas lembah
4.Jembatan diatas jalan yang ada / viaduct
Dikarenakan fungsi jembatan yang cukup penting bagi manusia maka hampir disetiap
kota memiliki struktur bangunan ini. Baik sebagai penghubung jalan raya, sebagai
penghubung jalur kereta api, ataupun sebagai jembatan penyebrangan bagi pejalan kaki.
2.2 Tipe Jembatan
Dari segi struktur, Jembatan memiliki beberapa Tipe seperti di bawah ini :
Jembatan Kabel-Penahan (Cable-Stayed Bridge)
Seperti jembatan gantung, jembatan kabel-penahan ditahan
dengan menggunakan kabel. Namun, yang membedakan
jembatan kabel-penahan dengan jembatan gantung adalah
bahwa pada sebuah jembatan kabel-penahan jumlah kabel
yang dibutuhkan lebih sedikit dan menara jembatan
menahan kabel yang lebih pendek.
Jembatan Kerangka (Truss Bridge)
Jembatan kerangka adalah salah satu jenis tertua dari
struktur jembatan modern. Jembatan kerangka dibuat
dengan menyusun tiang-tiang jembatan membentuk kisi-kisi
agar setiap tiang hanya menampung sebagian berat struktur
jembatan tersebut. Kelebihan sebuah jembatan kerangka
dibandingkan dengan jenis jembatan lainnya adalah biaya
pembuatannya yang lebih ekonomis karena penggunaan
bahan yang lebih efisien. Selain itu, jembatan kerangka
dapat menahan beban yang lebih berat untuk jarak yang
lebih jauh dengan menggunakan elemen yang lebih pendek
daripada jambatan alang.
Jembatan Lengkung (Arch Bridge)
Jembatan lengkung memiliki dinding tumpuan pada setiap
ujungnya. Jembatan lengkung yang paling awal diketahui
dibangun oleh masyarakat Yunani, contohnya adalah
Jembatan Arkadiko. Beban dari jembatan akan mendorong
dinding tumpuan pada kedua sisinya.
Jembatan Penyangga (Cantilever Bridge)
Berbeda dengan jembatan alang, struktur jembatan
penyangga berupa balok horizontal yang disangga oleh tiang
penopang hanya pada salah satu pangkalnya. Pembangunan
jembatan penyangga membutuhkan lebih banyak bahan
dibanding jembatan alang. Jembatan penyangga biasanya
digunakan untuk mengatasi masalah pembuatan jembatan
apabila keadaan tidak memungkinkan untuk menahan beban
jembatan dari bawah sewaktu proses pembuatan. Jembatan
jenis ini agak keras dan tidak mudah bergoyang, oleh karena
itu struktur jembatan penyangga biasanya digunakan untuk
memuat jembatan rel kereta api.
Jembatan Alang (Beam Bridge)
Jembatan alang adalah struktur jembatan yang sangat
sederhana dimana jembatan hanya berupa balok horizontal
yang disangga oleh tiang penopang pada kedua pangkalnya.
Asal usul struktur jembatan alang berawal dari jembatan
balok kayu sederhana yang di pakai untuk menyeberangi
sungai. Di zaman modern, jembatan alang terbuat dari balok
baja yang lebih kokoh. Panjang sebuah balok pada jembatan
alang biasanya tidak melebihi 250 kaki (76 m). Karena,
semakin panjang balok jembatan, maka akan semakin lemah
kekuatan dari jembatan ini. Oleh karena itu, struktur
jembatan ini sudah jarang digunakan sekarang kecuali untuk
jarak yang dekat saja.
Jembatan Gantung (Suspension Bridge)
Dahulu, jembatan gantung yang paling awal digantungkan
dengan menggunakan tali atau dengan potongan bambu.
Jembatan gantung modern digantungkan dengan
menggunakan kabel baja. Pada jembatan gantung modern,
kabel menggantung dari menara jembatan kemudian
melekat pada caisson (alat berbentuk peti terbalik yang
digunakan untuk menambatkan kabel di dalam air) atau
cofferdam (ruangan di air yang dikeringkan untuk
pembangunan dasar jembatan).
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Topografi Lokasi Pembangunan Jembatan Tukad Bangkung
Pembangunan Jembatan Tukad Bangkung terletak di desa Plaga, Kecamatan Petang,
Kabupaten Badung. Proyek Jembatan Tukad Bakung ini menelan biaya lebih dari Rp 49 milyar.
Banyak pihak yang menyangsikan proses pembangunan jembatan ini akan berjalan lancar dan
sesuai dengan rencana. Jembatan ini sebenarnya menghubungkan antara Denpasar-Sangeh-
Petang-Kintamani. Sebenarnya sudah sejak lama dibangun jembatan eksisting, namun memiliki
geometri sangat terjal dengan kemiringan 40 %, sehingga tidak mungkin dilewati kendaraan
besar seperti truk dan bus. Padahal daerah wisata yang akan dilewati wisatawan dan beberapa
akses komoditi barang dan jasa pada nantinya.
Di sisi lain, ruas tersebut berpotensi untuk pengembangan pariwisata, terutama agrowisata
dan pengembangan Bali Tengah dan Utara. Sehingga dapat menyeimbangkan pembangunan
ekonomi antara Barat dan Selatan. Kehadiran Jembatan Tukad Bakung juga akan memberikan
manfaat terhadap Kabupaten Badung, Gianyar, Bangli dan Buleleng. Dibangunnya jembatan
Tukad Bangkuk bisa menghemat waktu tempuh pengendara selama 1,5 jam dari Bangli langsung
ke Bedugul. Sebelum dibangunnya jembatan tersebut lalu lintas kendaraan harus memutar
terlebih dahulu untuk menuju tempat tersebut.
3.2 Struktur Jembatan Tukad Bangkung
Secara anggaran pembangunan proyek ini terbilang cukup besar untuk ukuran Bali. Akan
tetapi memiliki nilai ekonomis sangat tinggi. Apabila dari sisi konstruksi jembatan ini sangat
indah yang ditopang oleh pilar setinggi 71,14 m. Hal tersebut menjadikan jembatan ini tercatat
sebagai jembatan yang berpilar tertinggi di Indonesia pada saat itu.
Dari perencanaan teknis untuk membangun jembatan ini gagasannya muncul pada tahun
1995 yang pada saat itu sudah dimulai penjajagan pemilihan lokasi proyek. Pada tahun 2000
dilakukan perencaan teknis yang dilakukan oleh konsultan nasional. Pembebasan lahan untuk
proyek jembatan ini sudah dilakukan sejak tahun 2000 dan 2001 oleh pemerintah Kabupaten
Badung, memakai anggaran APBD Kabupaten Badung dengan lebar badan jalan 30 m.
Untuk pemilihan sistem konstruksinya disesuaikan dengan tuntutan dilapangan. Dengan
berbagai pertimbangan teknis dan non-teknis, akhirnya dipilih sistem konstruksi Box Girder
Balance Cantilever. Jembatan ini membentang di atas sungai berlembah dengan ketinggian dari
dasar sungai ke lantai jembatan mencapai 95 m hingga 100 m. Pada saat perencanaan tipe
jembatan yang direncanakan pertama kali adalah tipe jembatan cable stay, namun dikarenakan
lebih mahal dari pada box grider balance cantilever dan terkendala masalah perawatan yang harus
dilakukan secara intensif. Maka dengan segala kelebihan dan kekurangannya, di pilih box grider
balance cantilever.
Secara konstruksi jembatan Tukang Bangkung memiliki total panjang 360 m, dengan
lebar 9,6 m dengan single box girder prestress. Jembatan ini juga ditopang oleh 3 pilar dan 2
abutmen dengan jarak antar pilar 120 m dan pilar tertinggi mencapai 71,14 m. Seluruh pilar
berdiri di atas pondasi Caisson dengan Secant Pile berkedalaman maksimum 41 m. Sedangkan
untuk abutmen ditopang oleh pondasi tiang pancang diameter 60 cm dengan kedalaman variasi.
Selain jembatan, dalam waktu bersamaan dilaksanakan perkerasan jalan searah oprit
jembatan sepanjang 1,3 km dengan perkerasan dari lapisan limestone, agregat kelas A, lapisan
ATB 5 cm dan AC tebal 4 cm. Disamping itu membuat pot bearing, patung, leneng, pipa railing,
kansteen dan pipa drainase serta pelengkap lainnya.
3.3 Proses Pembangunan Jembatan Tukad Bangkung
Untuk pelaksanaan konstruksi, proyek ini dipercayakan pada kontraktor yang sudah
berpengalaman, yaitu Istaka Hutama JO. Berbekal dari pengalaman mereka membangun tipe
jembatan yang sama, maka dalam pelaksanaan pengecoran box jembatan di saat main closure
hanya beda tinggi 22 mm. Beda tinggi tersebut secara teknis bisa di-adjusment ke posisi nol.
Sedangkan pada main closure yang lain hanya tedapat beda tinggi sebesar 8 mm.
Demikian halnya untuk pengecora pondasi dan pilar jembatan yang membutuhkan
teknologi khusus untuk mencapai ketinggian 71,14 m. Untuk pondasi saja, kontraktor tersebut
harus membuat pondasi secant pile keliling lingkaran. Lalu di gali hingga kedalaman 40 m
hingga menemukan lapisan tanah keras. Setelah itu dipasang tulangan bentuk spiral dan di cor
secara bertahap. Setelah pondasi selesai kemudian dibuat pilar dengan metode climbing form.
Untuk waktu pelaksanaan sendiri bisa dirampungkan dalam 3 tahun. Dengan rincian konstruksi
pondasi setahun, pilar dan abutmen setahun dan box grider balance cantilever setahun, asalkan
memakai alat 3 set treveler sehingga bisa lebih cepat.
Proses pembangunan jembatan Tukad Bangkung dimulai dari tahun 2001 sampai dengan
2006. Kegiatan konstruksi lapangan mencakup seluruh pekerjaan fisik jembatan dari pondasi
hingga perlengkapan jembatan. Sebagai tahap awal pekerjaan, dimulai dengan persiapan dan
penyiapan lahan. Pada saat dilakukan setting cut, ternyata centre line jembatan tidak segaris
dengan centre line row, sehingga perlu di geser 5 m ke arah hilir sungai, mengingat jika ukuran
pile cap di plot akan melewati row dan perlu waktu untuk pembebasan lahan tambahan. Oleh
karena itu diusulkan perubahan desain pondasi yang semula memakai pondasi bore pile diameter
1,5 m sebanyak 31 buah per pilar menjadi pondasi single caisson diameter 9 m dengan sistem
secant pile. Kedua jenis pondasi ini memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing sesuai
dengan tuntutan di lapangan.
Khusus untuk pondasi jembatan, dipakai dua macam jenis, yaitu pada bagian kedua
abutmen memakai pondasi tiang pancang diameter 60 cm. Sedangkan untuk pondasin pilar,
memakai Caisson dengan kedalam bervariasi. Untuk pilar satu dengan kedalaman 22 m, pilar 2
dengan kedalaman 27 m, dan pilar 3 dengan kedalaman 37 m. Bentuk pondasi Caisson memiliki
diameter 9 m yang dicor beton dengan mutu bervariasi. Pada kedalaman 10 m ke bawah
memakai beton K-250, dan selanjutnya ke atas memakai beton K-400. Ada yang menarik dari
pekerjaan pondasi Caisson. Pertama, untuk mendapatkan kedalaman yang diinginkan, pondasi
secant pile harus menemukan lapisan batuan keras. Kedua pondasi Caisson harus di gali sampai
kedalaman 22 m dengan cara exavator. Namun pada kedalaman 37 m sudah menemukan lapisan
batuan keras, sehingga penggalian bisa dihentikan setelah dilakukan setelah di lakukan bearing
test.
Untuk menggali pondasi Caisson dibutuhkan ukuran excavator khusus, karena luasan
lokasi penggalian tidak bisa untuk manuver excavator normal. Begitu pula untuk mengangkat
hasil galian, terpaksa harus memakai crawler crane. Setelah penggalian selesai, excavator harus
di angkat kembali dengan menggunakan crawler crane. Tetapi untuk memudahkan pengangkatan,
beberapa bagian excavator harus dilepaskan. Kemudian dilaksanakan pembuatan pile cap. Untuk
pile cap ketiga pilar, semula didesain dengan dimensi 21,5 m x 23,5 m x 4,5 m, lalu di rubah
menjadi 12m x 12m 3m, sehingga mengurangi volume beton dan besi bertulang, disisi lain juga
mempercepat waktu pengecoran. Bersamaan dengan pekerjaan struktur bawah pilar, dilaksanakan
pula permancangan tiang pancang abutmen. Sesuai rencana, tiang pancang abutmen akan
dipancang sedalam 20 m, namun dalam pelaksanaan tercapai hanya kedalaman 15 m. Hal ini
disebabkan oleh butiran kasar dan tertahan friksi tanah walaupun sudah mencapai jumlah pukulan
maksimum 2000 pukulan. Setelah dicek dengan formula dari alat pancang (type K-45) maka daya
dukung tiang pancang sudah memenuhi syarat.
Pekerjaan pilar beton kembar dengan penampang persegi dilaksanakan secara segmental
ke arah vertikal dengan climbing system formwork. Panjang tiap segmen bervariasi disesuaikan
dengan splice besi, yaitu antara 2,4m -3,6m yang membutuhkan beton hingga 72 m3, dengan
siklus pengecoran paling cepat 4 hari. Alat bantu yang dipakai, antara lain : tower crane, batching
plant, agigator truck, electric vibrator, dan lain lain.
Pada pekerjaan ini muncul kendala, yaitu splice / overlapping besi tidak terbayar setelah
tercapai panjang 12 m. Padahal dalam analisa harga satuan hanya memberikan waste 3 %,
sementara pada kenyataan di lapangan waste nya mencapai 10,83 % . Untuk itu dilakukan
efisiensi dengan melaksanakan pembesian 12 m sekaligus. Sehingga dengan 12 m tinggi pilar
akan mengurangi waste pada satu tempat 6,2 ton besi. Dengan efisiensi ini akan mempercepat
waktu pelaksanaan, karena jumlah segmen pengecoran berkurang dan pemasangan besi
memanjang cukup sekali dalam 12 m tinggi, dibandingkan metode sebelumnnya yang
mengharuskan dua kali. Ketiga pilar dilaksanakan secara bersamaan.
Sedangkan untuk pelaksanaan prestressing desain awal digunakan Post Tensioning Bar,
setelah dievaluasi, sequense pelaksanaan pekerjaan diusulkan agar PT bar diganti dengan kabel
stand, karena akan menghemat waktu pelaksanaan. Dengan PT Bar, maka perlu stressing berkali-
kali pada setiap 6 m segmen, tetapi dengan stand hanya sekali pada ujung atas dan bawah pilar.
Usai pekerjaan pilar, dilanjutkan dengan hummer head. Awal pekerjaan box girder adalah
pelaksanaan hummer head. Karena struktur utama, yaitu beton box girder yang dominan
menerima beban lentur tertumpu pada hummer head. Formwork yang dipakai adalah sistem
konvensional dengan kekuatan utama memakai profil baja bertumpu pada kekuatan geser baut
atau bar yang tertanam pada beton pilar.
Pada pekerjaan ini kontraktor selalu melakukan inovasi untuk efisiensi, terutama pada
salah satu pilar memakai baja yang stoknya tersedia. Sehingga, tidak perlu menyewa dengan
mengandalkan kekuatan geser stek besi yang tertanam pada beton pilar P-2 setinggi 71,14 m ini,
dilakukan extension panjang hammer head 1 m, sesuai persetujuan konsultan untuk
mengantisipasi sapace yang dibutuhkan traveler, sehingga bisa dipasang 2 buah sekaligus untuk
mempercepat proses selanjutnya. Hal ini dilakukan pada pengalaman pilar P-3 hanya bisa
dipasang 1 buah, karena space tidak cukup, karena traveler yang di P-3 akan pindah ke P-2.
3.4 Pelaksanaan Akhir Pembangunan Jembatan Tukad Bangkung
Rampung pengecoran pilar dan hammer head, dilanjutkan pekerjaan box gilder balance
cantilever. Untuk pengecoran lantai jembatan, menggunakan perancah system traveler form mirip
climbing form. Cuma arah geraknya horizontal. Perancah ini, berasal dari italia yang
dimodifikasi, sehingga dilapangan perlu penyesuaian tendonnya untuk memberikan space pada
lubang angker.
Persoalan yang dihadapi pada tahap pekerjaan ini adalah waktu pengadaan traveler akibat
proses L/C dan waktu pengiriman. Selain itu setelah tiba di lokasi masih diperlukan banyak
komponen yang harus dimodifikasi, sehingga erection pertama traveler pada P-3 memerlukan
waktu yang lama.Setelah dilakukan evaluasi terhadap sisa waktu pelaksanaan dan rencana
sequencepekerjaan ujarnya, disimpulkan dengan 1 pasang (2 unit) traveler dengan waktu tersisa
ternyata tidak cukup. Oleh sebab itu, perlu dipaasang 1 lagi untuk diplot, pada pilar P-1.
Sedangkan untuk traveler pada pilar P-3 bakal dipindah ke pilar P-2 karena berada pada satu sisi,
sehingga lebih mudah di mobilisasinya.
Dalam perjalanan pekerjaan box gilder, factor cuaca baik angin dan hujan, ternyata
memeberikan dampak tersendiri. Belum lagi kecermatan pekerja dilapangan yang setiap saat
perlu dikontrol. Box girder yang di cor dengan traveler form rawan terhadap defleksi. Untuk
menjaga agar elevasi girder sesuai rencana atau minimal mendekati elevasi reencana, maka perlu
dilakukan control elevasi secara kontinyu. Untuk menghindari tingkat defleksi yang besar, maka
sebelum pelaksanaan lapangan, perlu dilakukan perhitungan teori deflection control berdasarkan
properties awal struktur jembatan, baik material, tipe statika, peralatan yang digunakan, jumlah
waktu setiap siklus dan kondisi cuaca.
Tahap akhir pekerjaan box girder yang cukup menegangkan, adalah pada saat main
closure. Sebenarnya pekerjaan closure itu ada dua tipe, yaitu closure pada ujung abutmen dan
closure antara 2 buah pilar. Pada jembatan tukad bangkung ditahap akhir pengecoran box
girdernya ada dua tempat untuk main closure.
Untuk setiap kali pengecoran lantai jembatan per segmen hanya maju 4 m dengan volume
beton rata-rata 30 m3. Ketinggian tampang box girder mulai dari hammer head 7,5 m lalu menuju
ke tebal 5 m dan hingga 3 m untuk bagian tengah bentang dan ujung abutmen. Metode
pengecoran dengan alat traveler form ini sudah pernah dipakai Istaka maupun Hutama pada
proyek jembatan Barelang di Batam.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Pembangunan Jembatan Tukad Bangkung terletak di desa Plaga, Kecamatan
Petang, Kabupaten Badung. Proyek Jembatan Tukad Bakung ini menelan biaya lebih dari
Rp 49 milyar. Banyak pihak yang menyangsikan proses pembangunan jembatan ini akan
berjalan lancar dan sesuai dengan rencana. Jembatan ini sebenarnya menghubungkan
antara Denpasar-Sangeh-Petang-Kintamani.
Dalam pengerjaan proyek jembatan Tukad Bangkung tidak ditemukan kendala
teknis dan non teknis yang berarti dilapangan. Menyinggung kendala yang dihadapi,
proyek ini berada pada lembah dan ketinggian lebih dari 100 m dari dasar sungai. Di sisi
lain, curah hujan dan angin kerap datang dengan frekuensi tinggi, juga cukup menggangu
aktivitas di lapangan. Juga akses yang harus dilalui benar-nenar tidak ideal
kemiringannya. Untuk eksisting saja, kontraktor harus melewati jalan dengan kemiringan
demikian terjal. Untuk kebutuhan tenaga kerja, memang harus melibatkan tenaga kerja
eks proyek Jembatan Barelang. Untuk bagian lain banyak pula dilibatkan tenaga lokal,
sesuai porsi pekerjaan yang ada. Namun dengan segala hal yang terjadi, akhirnya proyek
jembatang Tukad Bangkung bisa selesai dengan baik walaupun sempat terjadi beberapa
kendala yang mampu di atasi dengan lancar
DAFTAR PUSTAKA
http://www.berbagaihal.com/2011/07/mengenal-jenis-jenis-struktur-jembatan.html
http://visual.merriam-webster.com/transport-machinery/road-transport/fixed-bridges/
beam-bridge.php
Majalah konstruksi, Januari 2007