7
Seminar Nasional Sains dan Teknologi (Senastek),Denpasar Bali 2015 LINGUACULTURE SEBAGAI IDENTITAS PARIWISATA BALI Made Budiarsa 1) , I Wayan Simpen 2) Ni Made Dhanawaty 3) Yohanes Kristianto 4) 1 Universitas Udayana, Fakultas Sastra dan Budaya, Program Studi Sastra Inggris, Jln. Nias No. 13 Sanglah Denpasar 80114 Bali Telp/Fax : (0361) 224121 E-mail : [email protected] 2 Universitas Udayana, Fakultas Sastra dan Budaya,Program Studi Sastra Indonesia 3 Universitas Udayana, Fakultas Sastra dan Budaya,Program Studi Sastra Indonesia 4 Universitas Udayana, Pascasarjana, mahasiswa Doktor Linguistik Abstract The focus of research Linguaculture as Identity Cultural Tourism is the practice of using language symbols in the realm of tourism. The locus of research undertaken is in the tourist area of Kuta, especially along Jalan Legian. The research method used is qualitative method. Provision of research data is lingual symbols (words and vocabulary) was conducted using refer, surveys, and a conversation or interview. Then the data were analyzed by descriptive-explorative with the theory of language and culture in order (1994), Kramsch (1998) and Crystal (2000). Data from the study showed that the existence of language symbols indicate a shift from the local character in the direction of a global character. Language symbols as a representation of the local culture in Legian street appears as a phenomenon languages to meet global culture tourism. A shift in language and culture is called as linguculture. The shifting stages can be identified into three stages, namely (1) the local language into global linguaculture, (2) local linguaculture into global discourse, and (3) local discourse shifted toward global culture, ie international tourism. Based on these results, it can be submitted linguaculture feedback strategy as a strategy to provide opportunities for local language symbols in the realm of global tourism, especially in Jalan Legian Kuta. The local strategy proposed linguaculture include (1) the semantic-pragmatic strategy, (2) poetik strategy, and (3) the identity strategy. Keywords : linguaculture, lingual symbols, strategies, semantic- pragmatic, poetic, identity Abstrak Fokus penelitian Linguaculture sebagai Identitas Pariwisata Budaya adalah praktik penggunaan simbol-simbol bahasa dalam ranah pariwisata. Adapun lokus penelitian yang diambil adalah kawasan pariwisata Kuta khususnya sepanjang Jalan Legian. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif. Penyedian data penelitian yang berupa data simbol-simbol lingual (kata dan kosa kata) dilakukan dengan metode simak, survei, dan cakap atau wawancara. Kemudian data dianalisis secara deskriptif-eksploratif dengan teori bahasa dan kebudayaan menurut Agar (1994), Kramsch (1998) dan Crystal (2000). Data hasil penelitian menunjukkan bahwa eksistensi simbol-simbol bahasa menunjukkan adanya pergeseran dari karakter lokal ke arah karakter global. Simbol-simbol bahasa sebagai representasi budaya lokal di jalan Legian tampak sebagai fenomena prakmatika bahasa untuk memenuhi kebudayaan global pariwisata. Pergeseran bahasa dan budaya inilah yang disebut sebagai linguculture. Tahapan pergeseran tersebut dapat diidentifikasikan menjadi tiga tahap, yaitu (1) bahasa lokal menjadi linguaculture global, (2) linguaculture lokal menjadi wacana global, dan (3) wacana lokal bergeser ke arah kebudayaan global, yaitu pariwisata internasional. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka dapat diajukan strategi linguaculture balikan sebagai strategi untuk memberikan peluang bagi simbol-simbol bahasa lokal dalam ranah pariwisata global khususnya di Jalan Legian Kuta. Adapun strategi local linguaculture yang diajukan mencakup (1) strategi semantis-pragmatis, (2) strategi poetik, dan (3) strategi identitas. Kata Kunci: linguaculture, simbol-simbol lingual, strategi, semantis-pragmatis, poetik, identitas 1. PENDAHULUAN Bahasa Bali sebagai identitas praktik sosial-budaya Bali kian memudar. Imperialisme bahasa asing di kawasan pariwisata semakin mendominasi atas simbol-simbol lokal Bali. Di kawasan pariwisata Kuta, simbol-simbol lokal Bali tampak semakin tidak berdaya menghadapi dominasi simbol-simbol global. Penelitian ini memfokuskan permasalahan simbol-simbol lokal yang direpresentasikan melalui bahasa. Alasannya, bahasa menjadi praktik sosial-budaya yang nyata dalam suatu ruang publik (Jaworski, 2010;2013). Simbol-simbol bahasa yang dmaksud adalah sistem penamaan objek vital pendukung industri pariwisata.

LINGUACULTURE SEBAGAI IDENTITAS PARIWISATA BALI · arah kebudayaan global, yaitu pariwisata internasional. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka dapat diajukan strategi linguaculture

  • Upload
    leminh

  • View
    212

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: LINGUACULTURE SEBAGAI IDENTITAS PARIWISATA BALI · arah kebudayaan global, yaitu pariwisata internasional. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka dapat diajukan strategi linguaculture

Seminar Nasional Sains dan Teknologi (Senastek),Denpasar Bali 2015

LINGUACULTURE SEBAGAI IDENTITAS PARIWISATA BALI Made Budiarsa1), I Wayan Simpen2) Ni Made Dhanawaty3) Yohanes Kristianto4)

1 Universitas Udayana, Fakultas Sastra dan Budaya, Program Studi Sastra Inggris,

Jln. Nias No. 13 Sanglah Denpasar 80114 Bali

Telp/Fax : (0361) 224121 E-mail : [email protected] 2Universitas Udayana, Fakultas Sastra dan Budaya,Program Studi Sastra Indonesia 3 Universitas Udayana, Fakultas Sastra dan Budaya,Program Studi Sastra Indonesia

4 Universitas Udayana, Pascasarjana, mahasiswa Doktor Linguistik Abstract

The focus of research Linguaculture as Identity Cultural Tourism is the practice of using language

symbols in the realm of tourism. The locus of research undertaken is in the tourist area of Kuta,

especially along Jalan Legian. The research method used is qualitative method. Provision of research

data is lingual symbols (words and vocabulary) was conducted using refer, surveys, and a conversation

or interview. Then the data were analyzed by descriptive-explorative with the theory of language and

culture in order (1994), Kramsch (1998) and Crystal (2000).

Data from the study showed that the existence of language symbols indicate a shift from the local

character in the direction of a global character. Language symbols as a representation of the local

culture in Legian street appears as a phenomenon languages to meet global culture tourism. A shift in

language and culture is called as linguculture. The shifting stages can be identified into three stages,

namely (1) the local language into global linguaculture, (2) local linguaculture into global discourse, and

(3) local discourse shifted toward global culture, ie international tourism.

Based on these results, it can be submitted linguaculture feedback strategy as a strategy to

provide opportunities for local language symbols in the realm of global tourism, especially in Jalan

Legian Kuta. The local strategy proposed linguaculture include (1) the semantic-pragmatic strategy, (2)

poetik strategy, and (3) the identity strategy.

Keywords : linguaculture, lingual symbols, strategies, semantic- pragmatic, poetic, identity

Abstrak

Fokus penelitian Linguaculture sebagai Identitas Pariwisata Budaya adalah praktik penggunaan

simbol-simbol bahasa dalam ranah pariwisata. Adapun lokus penelitian yang diambil adalah kawasan

pariwisata Kuta khususnya sepanjang Jalan Legian. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah

metode kualitatif. Penyedian data penelitian yang berupa data simbol-simbol lingual (kata dan kosa kata)

dilakukan dengan metode simak, survei, dan cakap atau wawancara. Kemudian data dianalisis secara

deskriptif-eksploratif dengan teori bahasa dan kebudayaan menurut Agar (1994), Kramsch (1998) dan

Crystal (2000).

Data hasil penelitian menunjukkan bahwa eksistensi simbol-simbol bahasa menunjukkan adanya

pergeseran dari karakter lokal ke arah karakter global. Simbol-simbol bahasa sebagai representasi

budaya lokal di jalan Legian tampak sebagai fenomena prakmatika bahasa untuk memenuhi kebudayaan

global pariwisata. Pergeseran bahasa dan budaya inilah yang disebut sebagai linguculture. Tahapan

pergeseran tersebut dapat diidentifikasikan menjadi tiga tahap, yaitu (1) bahasa lokal menjadi

linguaculture global, (2) linguaculture lokal menjadi wacana global, dan (3) wacana lokal bergeser ke

arah kebudayaan global, yaitu pariwisata internasional.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka dapat diajukan strategi linguaculture balikan

sebagai strategi untuk memberikan peluang bagi simbol-simbol bahasa lokal dalam ranah pariwisata

global khususnya di Jalan Legian Kuta. Adapun strategi local linguaculture yang diajukan mencakup (1)

strategi semantis-pragmatis, (2) strategi poetik, dan (3) strategi identitas.

Kata Kunci: linguaculture, simbol-simbol lingual, strategi, semantis-pragmatis, poetik, identitas

1. PENDAHULUAN

Bahasa Bali sebagai identitas praktik sosial-budaya Bali kian memudar. Imperialisme

bahasa asing di kawasan pariwisata semakin mendominasi atas simbol-simbol lokal Bali. Di

kawasan pariwisata Kuta, simbol-simbol lokal Bali tampak semakin tidak berdaya menghadapi

dominasi simbol-simbol global. Penelitian ini memfokuskan permasalahan simbol-simbol lokal

yang direpresentasikan melalui bahasa. Alasannya, bahasa menjadi praktik sosial-budaya yang

nyata dalam suatu ruang publik (Jaworski, 2010;2013). Simbol-simbol bahasa yang dmaksud

adalah sistem penamaan objek vital pendukung industri pariwisata.

Page 2: LINGUACULTURE SEBAGAI IDENTITAS PARIWISATA BALI · arah kebudayaan global, yaitu pariwisata internasional. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka dapat diajukan strategi linguaculture

2

Bahasa yang ditandai dengan simbol-simbol bunyi yang diproduksi oleh alat ucap. Dengan

bahasa orang saling berkomunikasi dengan sesama anggota kelompok masyarakat bersangkutan

( Kaelan, 2013). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa eksistensi sebuah bahasa seperti halnya

bahasa Bali penting untuk dipertahankan, karena secara tidak langsung dapat berkontribusi

terhadap pemertahanan keberagaman atau diversitas bahasa, baik pada tataran nasional maupun

global (Tondo, 2012). Berkaitan dengan identitas Bali sebagai destinasi wisata nasional maupun

internasional, simbol-simbol bahasa Bali kiranya perlu dipertahankan (Thurlow, 2010;2011). Untuk

itu, tim grup riset Universitas Udayana bidang Sosiolinguistik, terpanggil untuk meneliti

keberadaan simbol-simbol bahasa lokal (Bali) di kawasan pariwisata Kuta. Lebih jauh, tim akan

meneliti mengenai ideologi simbol-simbol bahasa, struktur, sistem, dan praktik penggunaan

simbol-simbol bahasa dalam rangka menemukan pola-pola identitas lokal di tengah industri

pariwisata global.

2. METODE PENELITIAN

Penelitian ini memiliki fokus kajian terhadap penggunaan bahasa di ruang publik

khususnya di kawasan pariwisata Kuta. Yang di maksud penggunaan bahasa di ruang publik adalah

penggunaan simbol-simbol lingual dalam bentuk kata, frase, kalimat atau pun teks di kawasan

Kuta. Untuk itu, lokus penelitian ini adalah kawasan pariwisata Kuta khususnya di sepanjang jalan

Legian.

2.1 Sampel Penelitian

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini bukan merupakan sampel yang berjumlah

banyak. Sampel dengan jumlah kecil dipilih karena dalam penelitian bahasa memang tidak

diperlukan sampel besar mengingat fokus penelitian ini adalah perilaku linguistik. Perilaku laku

linguistik cenderung bersifat homogen seperti yang ditegaskan oleh Sankoff dan Millroy (dalam

Mahsun , 2012:234)

2.2 Penentuan Kelas Sosial

Penentuan kelas sosial merupakan strategi pemilihan sampel secara purposif. Dengan

demikian, karakter dan sifat sampel yang diteliti akan memenuhi kriteria penelitian berdasarkan

fokus dan lokus yang telah ditentukan (Mahsun , 2012)..

2.3 Metode Penyediaan Data

2.3.1 Metode Simak (Pengamatan/Observasi)

Metode simak dilakukan dengan mengamati fokus dan lokus dalam sampel penelitian yang

dipilih. Fokus penelitian ini adalah penggunaan simbol-simbol bahasa lokal (Bali) yang berupa

kosakata dalam ranah pariwisata. Sementara itu, Lokus pengamatan dilakukan di sepanjang jalan

Legian, khususnya pengamatan terhadap objek vital pendukung pariwisata, yaitu hotel, vila,

restoran, bar, café, dan toko-toko seni (Mahsun , 2012).

2.3.2 Metode Survei

Metode survey dilakukan untuk mengetahui simbol-simbol lokal secara kuantitatif, yaitu

mendata objek vital pendukung industri pariwisata yang meash menggunakan simbol-simbol local

(Mahsun , 2012)..

2.3.3 Metode Cakap (Wawancara)

Metode cakap dilakukan dengan mewawancarai sejumlah informan sebagai pelaku atau

pemilik beserta sumber daya di kawasan jalan Legian yang masih bertahan dengan simbol-simbol

lokal. Metode ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan data kulitatif penggunaan simbol-

simbol local (Mahsun , 2012)..

Page 3: LINGUACULTURE SEBAGAI IDENTITAS PARIWISATA BALI · arah kebudayaan global, yaitu pariwisata internasional. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka dapat diajukan strategi linguaculture

3

2.4 Metode Analisis Data

Data tentang penggunaan simbol-simbol lokal dianalisis secara kualitatif dengan

pemaknaan mendalam berdasarkan pengalaman informan dan didukung dengan konsep

linguaculture.

2.5 Metode Penyajian Analisis Data

Hasil analisis data disajikan dalam bentuk tabel dan deskripsi tentang penggunaan simbol-

simbol lokal (bahasa Bali).

3.HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Keberadaan Simbol-Simbol Bahasa di Jalan Legian Kuta

Berdasarkan hasil pengamatan, observasi, dan wawancara di lokus penelitian jalan Legian

Kuta, ditemukan data praktik penggunaan simbol-simbol bahasa sebagai berikut.

1) Praktik Simbol-Simbol Global

Secara umum, pariwisata dapat diidentikan dengan segala sesuatu yang menyenangkan.

Untuk itu, penggunaan simbol lingual tentunya menjadi medium simulasi dalam industri

pariwisata. Merujuk Baudrillard, simulasi dimaknai sebagai penghilangan antara yang riil dengan

yang imajiner (dalam Lubis, 2014:180). Hal ini tampak pada penggunaan simbol-simbol lingual di

kawasan Kuta khususnya jalan Legian pada nama-nama restoran yang menggunakan bahasa asing.

Mama’s Restaurant, misalnya merupakan restoran Jerman yang menyajikan masakan Jerman.

Meskipun restoran tersebut tidak berada di Jerman, penggunjung dapat menikmati masakan ala

Jerman tersebut seperti layaknya berada di Jerman. Begitu juga halnya dengan nama-nama bar dan

toko souvenir yang menggunakan bahasa Inggris (bahasa asing lainnya) dapat memberikan

simulasi tertentu bagi wisatawan.

Hasil analisis secara tentatif dapat dikatakan bahwa simbol lingual di ruang publik tampak

bahwa simbol lingual dapat mensimulasikan: (1) aspek geografis, (2) aspek sosial budaya, dan (3)

komoditas pariwisata. Untuk itu, Kuta menjadi simulasi global bagi industri pariwisata.

2) Praktik Simbol-Simbol Lokal

Sebaliknya, simulasi lokal hanya direpresentasikan oleh beberapa simbol-simbol lokal saja.

Misalnya, hanya Warung Made yang mampu memberikan simulasi ke-Bali-an di kawasan Kuta

khususnya Jalan Pande. Selanjutnya, representasi lokal dari simbol-simbol lingual tampak semakin

berkurang.

3) Praktik Simbol-Simbol Glokal

Simbol-simbol glokal yang dimaksud adalah penggunaan bahasa lokal dan bahasa asing

secara bersama-sama dalam konteks ranah pariwisata. Ini menunjukkan adanya fenomena praktik

bahasa dan budaya secara bersama-sama untuk membentuk suatu identitas meskipun bertujuan

komersial. Namun, praktik ini dapat dikatakan cenderung lebih baik dari pada sama sekali

menghilangkan aspek bahasa dan budaya lokal. Berikut disajikan data mengenai penggunaan

simbol-simbol glokal yang ditemukan di jalan Legian Kuta Bali.

Hasil penelitian sementara menunjukkan bahwa paradigma penggunaan simbol-simbol

bahasa cenderung bertujuan komersial. Simbol-simbol bahasa dalam hal ini penamaan infrastruktur

pendukung kegiatan pariwisata menggunakan unsur-unsur budaya global bagi berbagai wisatawan

dari seluruh belahan bumi agar dapat menarik minat membeli terhadap produk atau jasa pariwisata

tertentu yang ditawarkan di jalan Legian Kuta.

1) Struktur Simbol-Simbol Bahasa

Secara umum, struktur simbol-simbol bahasa yang digunakan di jalan Legian Kuta dapat

diidentifikasikan sebagai berikut.

Page 4: LINGUACULTURE SEBAGAI IDENTITAS PARIWISATA BALI · arah kebudayaan global, yaitu pariwisata internasional. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka dapat diajukan strategi linguaculture

4

Tabel 1 Struktur Simbol-Simbol Bahasa di Jalan Legian Kuta

Lokus Simbol Struktur Global Struktur Lokal Struktur Glokal

Hotel/ Restoran/

Bar/Café

/Toko Seni/Penukaran

Uang/Tourist

Information/Tatoo/Ma

ssage

Kaidah penamaan dengan

signifikansi dan dominasi

wisatawan asing

Kaidah penamaan dengan

signifikansi dan dominasi

wisatawan nusantara

Kaidah penamaan dengan

signifikansi wisatawan

nusantara dan wisatawan

asing

2) Sistem sebagai Pengatur Kebijakan Penggunaan Simbol-Simbol Bahasa

Praktik penggunaan simbol-simbol bahasa di jalan Legian Kuta cenderung tidak

menunjukkan kaidah-kaidah pariwisata budaya yang telah ditetapkan oleh pemerintah provinsi

Bali. Hal ini tampak, jalan Legian tidak saja menjadi pusat perbelanjaan tetapi hiburan malam

sebagai ciri-ciri kota metropolis. Untuk itu, kawasan ini cenderung digemari oleh wisatawan-

wisatawan muda usia yang memang sengaja datang ke Kuta khususnya Jalan Legian untuk

menikmati hiburan malam. Sebagai stereotip wisatawan Australia identik dengan Kuta khusus jalan

Legian seolah menjadi Red Lightnya Bali.

Berdasarkan identifikasi masalah dominasi antarsimbol bahasa di kawasan pariwisata Kuta

khususnya Jalan Legian, maka penelitian ini mengajukan tiga strategi linguaculture untuk

memberikan peluang bagi karakter-karakter lokal dalam tiap simbol-simbol bahasa dan wacana

pariwisata di kawasan pariwisata Kuta. Berikut tiga strategi linguaculture mengikuti konsep yang

diajukan Agar (1994).

1) Strategi dalam Dimensi Semantis-Pragmatis

Penggunaan simbol-simbol bahasa di Jalan Legian Kuta tak ubahnya seperti tindakan

politis untuk saling mendominasi antarsimbol yang ada (Sugiharto, 1996). Hal ini juga

menunjukkan adanya permainan simbol dalam ruang publik di jalan Legian Kuta. Data penelitian

menunjukkan semakin berkurangnya simbol-simbol bahasa lokal yang digunakan dalam ruang

publik tersebut. Untuk itu, penelitian ini mengajukan strategi linguaculture secara semantic-

pragmatis seperti dijelaskan dalam tabel 2 berikut.

Tabel 2 Strategi Linguaculture dalam Dimensi Semantis-Pragmatis

Objek Vital / Pendukung

Pariwisata

Simbol Semantis-Pragmatis

Konsensus Disensus

1. Hotel,restoran, bar,café Penamaan dengan simbol

bahasa secara glokal

Penamaan dengan simbol bahasa lokal

2. Toko, jasa tattoo, tourist

information, money

changer

Penamaan dengan simbol

bahasa secara glokal

Penamaan dengan simbol bahasa lokal

3. Gang, jalan Penamaan dengan simbol

bahasa secara glokal

Penamaan dengan simbol bahasa lokal

Strategi semantis-pragmatis secara konsensus mengacu pada penggunaan simbol-simbol

global dan lokal secara bersama-sama. Hal ini memberikan peluang bagi antarsimbol untuk saling

berkomunikasi di ruang publik pariwisata. Sementara itu, strategi semantic-pragmatis berarti

memunculkan simbol-simbol lokal dengan karakter spesifik agar mampu bersaing dengan simbol-

simbol global.

2) Strategi dalam Dimensi Poetik

Data penelitian menunjukkan semakin sedikitnya simbol-simbol lokal di jalan Legian Kuta.

Untuk itu, pergeseran wacana dan budaya pariwisata secara global perlu dimaknai dengan

linguaculture secara lokal. Artinya, praktik penggunaan simbol-simbol bahasa lokal perlu

dimaksimalkan. Hal ini ini dapat dimulai dari strategi penamaan ruang publik atau objek vital

pendukung pariwisata dengan fungsi-fungsi poetik bahasa lokal baik secara tertulis maupun visual.

Berikut disajikan tabel 3 tentang strategi poetik.

Page 5: LINGUACULTURE SEBAGAI IDENTITAS PARIWISATA BALI · arah kebudayaan global, yaitu pariwisata internasional. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka dapat diajukan strategi linguaculture

5

Tabel 3 Strategi Linguaculture dalam Dimensi Poetik

Objek Vital Pendukung Pariwisata Strategi Poetik

Tulisan Visualisasi

1. Hotel,restoran, bar,café Penulisan nama dengan

huruf latin dan huruf/ simbol

lokal

Ilustrasi (gambar) konsep nama

dalam budaya lokal

2. Toko, jasa tattoo, tourist

information, money changer

Penulisan nama dengan

huruf latin dan huruf/simbol

lokal

Ilustrasi (gambar) konsep nama

dalam budaya lokal

3. Gang, jalan Penulisan nama dengan

huruf latin dan simbol /huruf

lokal

Ilustrasi (gambar) konsep nama

dalam budaya lokal

3) Strategi dalam Dimensi Identitas

Bahasa merupakan wujud realitas budaya suatu masyarakat. Dengan bahasa budaya suatu

masyarakat akan dapat dikenali oleh masyarakat lainnya. Data penelitian menunjukkan bahwa

penggunaan bahasa sebagai identitas budaya lokal di jalan Legian tampak semakin menghilang.

Untuk itu, penelitian ini juga mengajukan strategi linguaculture sebagai pembentuk identitas

budaya lokal. Berikut disajikan strategi linguaculture dalam dimensi identitas dalam tabel 4 berikut

ini.

Tabel 4 Strategi Linguaculture dalam Dimensi Identitas

Objek Vital Pendukung

Pariwisata

Dimensi Identitas

Glokal Lokal

1. Hotel,restoran, bar,café Simbolisasi wacana global dan

lokal

Simbolisasi wacana lokal

2. Toko, jasa tattoo, tourist

information, money

changer

Simbolisasi wacana global dan

lokal

Simbolisasi wacana lokal

3. Gang, jalan Simbolisasi wacana global dan

lokal

Simbolisasi wacana lokal

4. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Hasil penelitian Linguaculture sebagai Identitas Pariwisata Budaya dapat disimpulkan

sebagai berikut.

1) Keberadaan simbol-simbol bahasa di kawasan pariwisata khususnya Jalan Legian Kuta

menunjukkan adanya pergeseran bahasa dan budaya (linguaculture) dari karakter lokal

menjadi global meskipun beberapa simbol ada yang mempertahankan simbol-simbol lokal

atau menggunakan simbol global dan lokal sekaligus;

2) Tidak ada kejelasan struktur dan sistem simbol-simbol bahasa di Jalan Legian Kuta,

sehingga tampak Kuta kehilangan identitas yang sebenarnya;

3) Pergeseran penggunaan simbol-simbol bahasa terjadi dalam tiga tahap, yaitu (1) dari

bahasa lokal menjadi linguaculture global, (2) dari linguaculture lokal menjadi wacana

global, dan (3) dari wacana lokal menjadi budaya global yaitu budaya pariwisata;

4) Berdasarkan identifikasi permasalahan praktik penggunaan simbol-simbol bahasa, maka

dapat diajukan tiga strategi linguaculture balikan dari pergeseran yang sedang terjadi, yaitu

(1) strategi semantis-pragmatis, (2) strategi poetic, dan (3) strategi identitas untuk

memberikan peluang bagi karakteristik dan keunikan simbol-simbol lokal dalam

membentuk identitas.

Page 6: LINGUACULTURE SEBAGAI IDENTITAS PARIWISATA BALI · arah kebudayaan global, yaitu pariwisata internasional. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka dapat diajukan strategi linguaculture

6

4.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian Linguaculture sebagai Identitas Pariwisata Budaya, maka

dapat diajukan beberapa saran sebagai berikut.

1) Perlunya penelitian atau pengkajian lebih lanjut dengan menggunakan variabel sosial-

budaya berdasarkan hasil studi tentang pergeseran linguaculture yang terjadi di kawasan

pariwisata Kuta;

2) Perlunya stake holder bahasa yang mengatur praktik berbahasa atau penggunaan simbol-

simbol bahasa di kawasan pariwisata khususnya jalan Legian Kuta;

UCAPAN TERIMA KASIH

Tim peneliti Grup Riset mengucapkan terima kasih kepada Rektor Unud, Ketua LPPM, Dekan

Fakultas Sastra dan Budaya Unud atas kesempatannya untuk melakukan penelitian Linguaculture

sebagai Identitas Pariwisata Bali dengan skim penelitian Hibah Grup Riset

DAFTAR PUSTAKA

Agar, Michael. 1994. Language Shock: Understanding the Culture of Conversation.

New York:William Morrow and Company

Jaworski, Adam. 2010. Linguistic landscapes on postcards: Tourist mediation and the

sociolinguistic communities of contact. Sociolinguistic Studies 4: 469–594.

Jaworski, Adam, et al. 2003. The uses and representations of local languages in tourist

destinations: A view from British television holiday programmes. Language Awareness 12:

5–29.

Kaelan. 2013. Pembahasan Filsafat Bahasa. Yogyakarta: Penerbit Paradigma.

Mahsun. 2012. Metode Penelitian Bahasa. Tahapan Strategi, metode, dan tekniknya. Jakarta:

Rajawali Pers.

Sugiharto, B.1996. Postmodernisme: Tantangan bagi Filsafat. Yogyakarta: Penerbit Kanisius

Thurlow, Crispin, et.al.. 2010a. Tourism Discourse: Language and Global Mobility.

Basingstoke, U.K.: Palgrave Macmillan.

Thurlow, Crispin, et.al. 2011b. Tourism discourse: Languages and banal globalization.

Review of Applied Linguistics 2: 285–312.

Tondo, F.H. 2012. Bahasa Minoritas Hamap dalam Perkebunan Jagung: Tinjauan

Etnolinguistik. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 18, Nomor 2, Juni 2012.

Page 7: LINGUACULTURE SEBAGAI IDENTITAS PARIWISATA BALI · arah kebudayaan global, yaitu pariwisata internasional. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka dapat diajukan strategi linguaculture

7