25
PENDAHULUAN Penyakit kanker pada anak umumnya jarang dibandingkan angka kejadian kanker pada orang dewasa. Pada anak angka kejadian kanker 2-4 %, sangat kecil dibandingkan angka kejadian penyakit lainnya seperti infeksi dan allergi. Namun, dari data statistik menunjukkan kejadian penyakit kanker pada anak saat ini memperlihatkan kecenderungan meningkat, dibandingkan dua dasa warsa yang lalu. Leukemia adalah kanker anak yang paling sering, mencapai lebih kurang 33% dari kegasanasan pediatrik 1 . Leukemia limfoblastik akut (LLA) berjumlah kira-kira 75% dari semua kasus, dengan insidensi tertinggi pada umur 4 (empat) tahun. Leukemia mieloblastik d akut (LMA) berjumlah kira-kira 20% dari leukemia, dengan insidensi yang tetap dari lahir sampai usia 10 tahun, meningkat sedikit pada masa remaja. Leukemia sisanya ialah bentuk kronis; leukemia limfositik kronis (LLK) jarang ditemukan pada anak 2 . Insidensi tahunan dari keseluruhan leukemia adalah 42,1 % tiap juta anak kulit putih dan 24,3 % tiap juta anak kulit hitam. Perbedaan itu terutama disebabkan oleh rendahnya kejadian kejadian LLA pada orang kulit hitam. Gambaran klinis yang umum dari leukemia adalah serupa karena semuanya melibatkan kerusakan hebat fungsi sum-sum tulang. Tetapi, gambaran klinis dan laboratorium spesifik berbeda dan ada perbedaan dalam respon terhadap terapi dan perbedaan dalam prognosis 3 . 1

Leukemia Mey

Embed Size (px)

DESCRIPTION

skrining untuk leukemia limfositik akut pada anak

Citation preview

PENDAHULUAN

Penyakit kanker pada anak umumnya jarang dibandingkan angka kejadian kanker pada orang dewasa. Pada anak angka kejadian kanker 2-4 %, sangat kecil dibandingkan angka kejadian penyakit lainnya seperti infeksi dan allergi. Namun, dari data statistik menunjukkan kejadian penyakit kanker pada anak saat ini memperlihatkan kecenderungan meningkat, dibandingkan dua dasa warsa yang lalu.

Leukemia adalah kanker anak yang paling sering, mencapai lebih kurang 33% dari kegasanasan pediatrik1. Leukemia limfoblastik akut (LLA) berjumlah kira-kira 75% dari semua kasus, dengan insidensi tertinggi pada umur 4 (empat) tahun. Leukemia mieloblastik d akut (LMA) berjumlah kira-kira 20% dari leukemia, dengan insidensi yang tetap dari lahir sampai usia 10 tahun, meningkat sedikit pada masa remaja. Leukemia sisanya ialah bentuk kronis; leukemia limfositik kronis (LLK) jarang ditemukan pada anak2. Insidensi tahunan dari keseluruhan leukemia adalah 42,1 % tiap juta anak kulit putih dan 24,3 % tiap juta anak kulit hitam. Perbedaan itu terutama disebabkan oleh rendahnya kejadian kejadian LLA pada orang kulit hitam. Gambaran klinis yang umum dari leukemia adalah serupa karena semuanya melibatkan kerusakan hebat fungsi sum-sum tulang. Tetapi, gambaran klinis dan laboratorium spesifik berbeda dan ada perbedaan dalam respon terhadap terapi dan perbedaan dalam prognosis3.

SKRINING LEUKEMIA AKUT PADA ANAK di KLINIK LAYANAN TINGKAT PRIMER

A. DEFINISI

Leukemia atau kanker darah adalah sekelompok penyakit neoplastik yang beragam, ditandai oleh perbanyakan secara tak normal atau transformasi maligna dari sel-sel pembentuk darah di sumsum tulang dan jaringan limfoid. Sel-sel normal di dalam sumsum tulang digantikan oleh sel tak normal atau abnormal. Sel abnormal ini keluar dari sumsum dan dapat ditemukan di dalam darah perifer atau darah tepi. Sel leukemia mempengaruhi hematopoiesis atau proses pembentukan sel darah normal dan imunitas tubuh penderita.1

Kata leukemia berarti darah putih, karena pada penderita ditemukan banyak sel darah putih sebelum diberi terapi. Sel darah putih berasal dari sel stem di sumsum tulang. Leukemia terjadi jika proses pematangan dari stem sel menjadi sel darah putih mengalami gangguan dan menghasilkan perubahan ke arah keganasan. Sel darah putih yang tampak banyak merupakan sel yang muda, misalnya promielosit. Jumlah yang semakin meninggi ini dapat mengganggu fungsi normal dari sel lainnya. 2

B. EPIDEMIOLOGI

Setiap tahunnya, 2500- 3000 kasus baru leukemia anak terjadi di Amerika serikat. Penyakit ini menyerang 40 dari 1 juta anak dibawah usia 15 tahun. Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) mencakup sekitar 75% kasus. Sejumlah subtype Leukemia Myielogenous Akut (LMA) mencakup 15-20% kasus dan tipe Leukemia Myileogenous Kronik mencakup kurang dari 15% kasus. Leukemia kronik lain, termasuk Leukemia Myleomonositik Juvenil, Leukemia Myelomonositik Kronik dan leukemia Limfositik Kronik , jarang pada anak. Puncak insidens LLA adalah pada usia 2-5 tahun dan lebih tinggi pada anak laki-laki dibandingkan perempuan.. LLA sel T pada khususnya, dihubungkan dengan predominasi laki-laki juga dengan usia yang lebih tua pada puncak insiden. Di Amerika Serikat, LLA lebih sering pada orang kulit putih dibandingkan pada anak afro-amerika.

Insiden LLA relative tinggi pada periode neonates, kemudian menurun dan stabil hingga masa remaja dimana terjadi sedikit peningkatan, yang berlanjut hingga masa dewasa, khususnya diatas usia 55 tahun. Lelaki dan perempuan terserang LMA secara seimbang. Anak hispanik dan afro-amerika memiliki insiden yang sedikit lebih tinggi dibandingkan orang kulit putih.

C. ETIOLOGI

Penyebab leukemia belum diketahui secara pasti, namun diketahui beberapa faktor yang dapat mempengaruhi frekuensi leukemia, seperti :

1. Radiasi

Radiasi dapat meningkatkan frekuensi LMA dan LMA. Tidak ada laporan mengenai hubungan antara radiasi dengan LLK. Beberapa laporan yang mendukung :

Para pegawai radiologi lebih sering menderita leukemia

Penderita dengan radioterapi lebih sering menderita leukemia Contoh : Leukemia ditemukan pada korban hidup kejadian Hiroshima dan Nagasaki.

2. Leukemogenik

Pewarna tekstil (rhodamin) digunakan mewarnai jelly dan minuman agar menarik minat anak-anak untuk dikonsumsi. Sayuran dan buah-buahan sudah tercemar bahan kimia, akibat pemupukan dan insektisida, sebelum sampai ketangan konsumen.

Hampir semua makanan saat ini menggunakan MSG, monosodium glutamat, perasa yang berbahan kimia.

Obat untuk kemoterapi

Bahan bakar bensin

3. Genetik

Orang yangmemiliki kelainan genetik tertentu (misalnya sindroma Down dan sindroma Fanconi), juga lebih peka terhadap leukemia.

4. Virus

Virus HTLV-I (human T-cell lymphotropic virus type I), yang menyerupai virus penyebab AIDS, diduga merupakan penyebab jenis leukemia yang jarang terjadi pada manusia, yaitu leukemia sel-T dewasa. 1,2

D. KLASIFIKASI

Leukemia dapat diklasifikasikan berdasarkan :

1. Perjalanan alamiah penyakit: akut dan kronis

Leukemia akut ditandai dengan suatu perjalanan penyakit yang sangat cepat, mematikan, dan memburuk. Apabila tidak diobati segera, maka penderita dapat meninggal dalam hitungan minggu hingga hari.

Leukemia kronis memiliki perjalanan penyakit yang tidak begitu cepat sehingga memiliki harapan hidup yang lebih lama, hingga lebih dari 1 tahun bahkan ada yang mencapai 5 tahun.

2. Tipe sel predominan yang terlibat: limfoid dan myeloid

Kemudian, penyakit diklasifikasikan dengan jenis sel yang ditemukan pada sediaan darah tepi.

Ketika leukemia mempengaruhi limfosit atau sel limfoid, maka disebut leukemia limfositik.

Ketika leukemia mempengaruhi sel myeloid seperti neutrofil, basofil, dan eosinofil, maka disebut leukemia mielositik.3

3. Jumlah leukosit dalam darah

Prevalensi empat tipe utama

Leukemia leukemik, bila jumlah leukosit di dalam darah lebih dari normal, terdapat sel-sel abnormal.

Leukemia subleukemik, bila jumlah leukosit di dalam darah kurang dari normal, terdapat sel-sel abnormal.

Leukemia aleukemik, bila jumlah leukosit di dalam darah kurang dari normal, tidak terdapat sel-sel abnormal.

Dengan mengkombinasikan dua klasifikasi pertama, maka leukemia dapat dibagi menjadi:

1. Leukemia limfoblastik akut (LLA) merupakan tipe leukemia paling sering terjadi pada anak- anak. Penyakit ini juga terdapat pada dewasa yang terutama telah berumur 65 tahun atau lebih.

2. Leukemia mieloblastik akut(LMA) lebih sering terjadi pada dewasa daripada anak- anak.Tipe ini dahulunya disebut leukemia nonlimfositik akut.

3. Leukemia limfositik kronis (LLK) sering diderita oleh orang dewasa yang berumur lebih dari 55 tahun. Kadang-kadang juga diderita oleh dewasa muda, dan hampir tidak ada pada anak- anak.

4. Leukemia mielositik kronis (LMK) sering terjadi pada orang dewasa. Dapat juga terjadi pada anak-anak, namun sangat sedikit

Tipe yang sering diderita orang dewasa adalah LMA dan LLK, sedangkan LLA sering terjadi pada anak-anak. 4

Leukemia Limfoblastik Akut

Etiologi

Etiologi LLA masih belum diketahui walaupun beberapa faktor genetik dan lingkungan dikaitkan dengan leukemia pada anak-anak. Paparan terhadap radiasi baik selama intra uterin dan masa anak-anak dikaitkan dengan meningkatnya insidensi LLA.1 Faktor genetik dapat menjadi predisposisi terjadinya leukemia pada anak. Abnormalitas kromosom germline dikaitkan dengan terjadinya leukemia pada masa anak-anak. Faktor-faktor lingkungan seperti paparan terhadap pestisida dan herbisida, konsumsi alkohol, merokok, pemakaian alat kontrasepsi pada ibu, dan kontaminasi zat-zat kimia dapat menjadi predisposisi terjadinya leukemia.1, 4Berikut ini merupakan beberapa faktor predisposisi terjadinya LLA pada anak:1

Tabel 1. Faktor-faktor Predisposisi Terjadinya Leukemia pada Anak-anak4

Faktor Predisposisi

Faktor genetic

Sindrom Down

Anemia Fanconi

Sindrom Bloom

Anemia Diamond-Blackfan

Sindrom Schwachman-Diamond

Syndrom Kostmann

Neurofibromatosis tipe-1

Ataxia-telangiectasia

Defisiensi imun berat

Paroxysmal nocturnal hemoglobinuria

Sindrom Li-Fraumeni

Faktor lingkungan

Radiasi pengion

Obat-obatan

Alkilating agen

Nitrosourea

Epipophyllotoxin

Paparan bensin

Sumber: Tubergen DG, Bleyer A, Ritchey AK. Acute lymphoblastic leukemia. In: Kliegman R, Beherman R, Stanton, Schor, Geme S: editors. Nelson Textbook of Pediatrics. 19th ed. Philadelphia: Saunders; 2011.p. 1732-36

Klasifikasi Leukemia Limfoblastik Akut

Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) diklasifikasikan berdasarkan morfologi, imunofenotip, dan sitogenetik. Klasifikasi yang sering digunakan adalah klasifikasi berdasarkan sistem French-American-British (FAB).1,4

FAB mengklasifikasikan LLA menjadi 3 tipe berdasarkan morfologi inti (heterogenitas inti, kontur, dan nukleoli), yaitu:

(1) Tipe L1 terdiri dari sel-sel limfoblas kecil serupa dengan kromatin homogen, anak inti umumnya tidak tampak dan sitoplasma sempit, (2) tipe L2, memiliki karakteristik sel limfoblas lebih besar tetapi ukuranya bervariasi, kromatin lebih besar dengan satu atau lebih anak inti, dan (3) tipe Burkit atau tipe L3, dengan karakteristik sel limfoblas besar, homogen dengan kromatin berbercak, banyak ditemukan anak inti serta sitoplasma yang basofilik dan bervakuolisasi.1,2,4,6

Berdasarkan fenotipnya, LLA diklasifikasikan menjadi LLA yang berasal dari sel B limfosit dan sel T limfosit. Sekitar 85% kasus LLA berasal dari jenis sel B limfosit dan 15% berasal dari sel T limfosit.5

Manifestasi Klinis LLA

Presentasi awal LLA biasanya tidak begitu spesifik. Manifestasi klinisnya bervariasi mulai dari gejala yang tidak khas sampai gejala yang mengancam jiwa. Gejala klinis LLA disebabkan oleh adanya penggantian sel-sel hematopoetik normal di sumsum tulang oleh sel-sel leukemia dan akibat adanya infiltrasi sel blast ke sistem organ. Manifestasi perdarahan, pucat, demam, kelemahan, dan nyeri tulang merupakan gejala yang paling sering muncul.1,2,7 Sekitar 40% anak mengeluh nyeri sendi akibat adanya infiltrasi ke kapsul sendi.2 Pada pasien-pasien yang lebih muda, kelelahan yang diinduksi anemia dapat menjadi satu-satunya gejala. Dispnea, angina, pusing, dan letargi mungkin menggambarkan derajat anemia pada pasien LLA yang berusia lebih tua. 1,7

Sejalan dengan progresivitas penyakit, gejala dan tanda kegagalan sumsum tulang menjadi lebih jelas. Epistaksis, pucat, petekie, dan ekimosis pada kulit dan membran mukosa akibat trombositopenia dan DIC dapat terjadi.1,7 Infiltrasi organ dapat menyebabkan limfadenopati, hepatosplenomegali, pembesaran testis, atau keterlibatan sistem saraf pusat seperti nyeri kepala neuropati kranial dan kejang. Sekitar 10% pasien dengan leukemia prekursor T limfoblastik datang dengan kompresi trakheobronkial dan kardiovaskuler yang mengancam jiwa akibat infiltrasi leukemik ke timus atau struktur mediastinum lain.7 Distres respirasi dapat terjadi akibat anemia berat atau adanya massa mediastinum. Gejala sistem saraf pusat terjadi pada 5% pasien LLA.1 Hal ini menunjukkan keterlibatan sistem saraf pusat. Tandanya berupa papil edema, perdarahan retina, dan palsi saraf cranial.1

Limfadenopati, splenomegali, dan hepatomegali dapat ditemukan pada LLA akibat infiltrasi sel-sel leukemia ke sistem organ. Pada pasien dengan nyeri tulang atau sendi akibat infiltrasi dapat ditemukan adanya pembengkakan sendi dan efusi.1 Gejala pucat pada LLA disebabkan oleh anemia dan keluhan sering cepat lelah menggambarkan derajat anemia.7 Sekitar setengah dari semua pasien LLA datang dengan keluhan demam. Hal ini disebabkan oleh sitokin pirogen seperti IL-1, IL-6, dan TNF alpha yang dilepaskan oleh sel-sel leukemik, infeksi, ataupun campuran keduanya. Nyeri sendi dan tulang disebabkan oleh adanya ekspansi sumsum tulang oleh sel-sel leukemia. Keluhan pucat disebabkan oleh anemia.7

E. SKRINING LEUKEMIA AKUT

Anamnesis

Pasien dengan leukemia biasanya datang dengan :

1. Pucat dan lemas

Hal ini disebabkan karena sel darah merah yang nilainya dibawah normal menyebabkan oksigen dalam tubuh berkurang.

2. Perdarahan dibawah kulit ( petekie, purpura, ekimosis), mimisan dan gusi berdarah.

Hal ini disebabkan karena sel pembeku darah ( platelet ) tidak terproduksi dengan normal.

3. Demam, keluar cairan putih dari hidung (pilek) dan batuk.

Hal ini disebabkan karena abnormalitas dari sel darah putih ( leukosit ) yang menyebabkan tubuh rentan terhdap infeksi virus atau bakteri.

4. Nyeri tulang dan persendian .

Hal ini disebabkan karena terdapat pendesakan dari sel leukemia di daerah tulang dan di dalam persendian.

5. Pembesaran abdomen .

Sel leukemia terdapat di hati dan limpa yang menyebabkan pembesaran dan pembengkakan kedua organ tersebut . Hal ini dapat terlihat dari keluhan anak berupa perut kembung dan pembesaran di daerah perut.

6. Penurunan nafsu makan dan berat badan.

Hepatosplenomegali dapat menyebabkan penekanan organ lain salah satunya lambung yang menyebabkan penurunan jumlah asupan makanan.

7. Pembengkakan kelenjar getah bening.

Beberapa sel leukemia menyebar ke kelenjar getah bening. Pasien, orang tua pasien atau dokter dapat menyadari terdapat pembengkakan kelenjar getah bening di beberapa bagian tubuh (leher, di bawah axilla, di atas klavikula, atau di kelenjar inguinal).

8. Batuk dan kesulitan bernafas.

Tipe T cell ALL seringkali menginfiltrasi kelenjar thymus ( organ kecil di daerah toraks di belakang sternum dan di depan trakea. Pembesaran kelenjar tymhus atau kelenjar getah bening di dalam rongga toraks dapat menekan trakea )

9. Sakit kepala, kejang , mual dan muntah

Sebagian kecil pasien anak dengan leukemia memiliki leukemia yang sudah menyebar ke susunan saraf pusat ( otak dan medulla spinalis ) ketika pertama kali di diagnosis. Sakit kepala, sulit konsentrasi , lemah, kejang, muntah, gangguan keseimbangan dan penglihatan kabur bisa merupakan gejala penyebaran ke SSP.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik saat diagnosis bervariasi dari tampak normal hingga tampak abnormal.

1. Pemeriksaan fisik yang dihubungkan dengan infiltrasi sel leukemia ke sumsum tulang : pucat , petekie dan purpura

2. Hepatomegali dan atau splenomegaly muncul pada 60% pasien

3. Limfadenopati sering ditemukan, baik secara local maupun secara umum di servikal, axilla, dan inguinal

4. Kadang kadang terdapat pembesaran kelenjar testis ( unilateral atau bilateral ) sebagai akibat dari infiltrasi sel leukemia

5. Wajah dapat terlihat pletoric dan terdapat edema periorbital

6. Takipnoe , orthopnoe dan distress pernapasan terdapat massa di mediastinum

7. Murmur dan takikardi disebabkan oleh anemia.

F. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Darah

Pada pemeriksaan awal umumnya terdapat anemia, meskipun hanya kira-kira 25% mempunyai Hb 6%. Kebanyakan penderita juga trombositopeni, tetapi kira-kira 25% mempunyai trombosit 100.000/mm3. Sekitar 50% penderita dengan hitung sel darah putih kurang dari 10.000/mm3, sekitar 20% memiliki hitung sel darah putih yang lebih besar dari 50.000/mm3. Jumlah total sel darah putih bisa berkurang, normal ataupun bertambah, tetapi jumlah sel darah merah dan trombosit hampir selalu berkurang. Diagnosis leukemia dikesankan oleh adanya sel blas pada preparat apus darah tepi tetapi dipastikan dengan pemeriksaan sumsum tulang, yang biasanya diganti oleh limfoblas leukemia. Pemeriksaan darah rutin (misalnya hitung jenis darah komplit) bisa memberikan bukti bahwa seseorang menderita leukemia. Kadang-kadang, sumsum tulang pada awalnya hiposeluler. Pemeriksaan sitogenetik pada kasus-kasus ini mungkin bermanfaat untuk mengidentifikasi abnormalitas spesifik yang berkaitan dengan sindroma preleukemia. Jika sumsum tulang tidak dapat diaspirasi atau cuplikannya hiposeluler, maka diperlukan sumsum tulang.

Pemeriksaan Pencitraan

Radiografi dada diperlukan untuk menentukan apakah ada massa mediastinum. Radiografi tulang mungkin menunjukkan perubahan trabekula medulla, defek korteks, atau resorpsi tulang subepifiseal. Penemuan ini tidak mempunyai arti klinis ataupun prognostik, sehingga survai skeletal biasanya tidak diperlukan.

CT Scan dapat melihat apabila terdapat pembengkakan organ dan kelenjar . Pemeriksaan CT Scan diawali dengan pemberian kontras melalui injeksi maupun melalui oral ( diminum ) 11.

G. DIAGNOSIS LEUKEMIA

Pemeriksaan Sumsum Tulang Belakang

Bahan dari pemeriksaan sumsum tulang belakang didapatkan dari pemeriksaan aspirasi sumsum tulang belakang dan biopsi .

Bahan biasanya didapatkan dari bagian belakang tulang pelvis dengan posisi pasien berbaring tengkurap . Daerah pengambilan sampel dilakukan anestesi dan jarum diperlukan untuk mengambil sedikit cairan sumsum tulang belakang ( ini adalah tindakan aspirasi sumsum tulang belakang ) . Setelah jarum tersebut dilepaskan, jarum yang lebih besar dimasukan melalui tulang untuk mengambil potongan kecil dari tulang dan sumsum tulang ( ini adalah biopsy sumsum tulang ) . Setelah tindakan biopsi , dilakukan penekanan pada daerah pengambilan tersebut untuk mencegah timbulnya perdarahan. Pasien biasanya akan merasakan nyeri yang tajam sewaktu dilakukan tindakan aspirasi , namun hanya merasakan penekanan pada tindakan biopsy.

Dokter dengan keahlian khusus melihat sumsum tulang tersebut menggunakan mikroskop untuk melihat adanya leukemia dan apabila terdapat leukemia, jenis leukemia apa yang terdapat pada pasien tersebut. Terkadang beberapa pemeriksaan khusus untuk melihat sel ( bahkan sel DNA ) diperlukan untuk mendiagnosis tipe leukemia yang terjadi. Beberapa test seperti sitokimia, flow sitometri, sitogenetik, PCR, and FISH terkadang juga dilakukan untuk mendiagnosis tipe leukemia.

H. TERAPI

Tujuan pengobatan adalah mencapai kesembuhan total dengan menghancurkan sel-sel leukemik sehingga sel normal bisa tumbuh kembali di dalam sumsum tulang.Penderita yang menjalani kemoterapi perlu dirawat di rumah sakit selama beberapa hari atau beberapa minggu, tergantung kepada respon yang ditunjukkan oleh sumsum tulang. Terapi LLA masa kini didasarkan atas bukti resiko klinis, tidak ada bukti kelompok resiko universal. Pada umumnya, penderita dengan resiko baku atau rata-rata untuk relaps adalah antara umur 1 tahun dan 10 tahun, mempunyai jumlah leukosit 100.000/mm3, tidak ada bukti adanya massa mediastinum atau leukemia SSS, dan mempunyai immunofenotipe sel progenitor B. Adanya translokasi kromosom spesifik tertentu harus disingkirkan. Rencana terapi untuk kelompok resiko baku meliputi pemberian kemoterapi induksi sampai sumsum tulang tidak lagi memperlihatkan sel-sel leukemia yang dapat dikenali secara morfologis, kemudian terapi profilaksis pada SSS, dan terapi lanjutan. Contoh rencana terapi diringkas pada Tabel 2. Suatu kombinasi prednison, vinkristin (Oncovin), dan asparaginase akan menghasilkan remisi pada kira-kira 98% dari anak dengan LLA resiko- standar, khas dalam 4 minggu. Kurang dari 5% penderita memerlukan 2 minggu terapi induksi

26lagi. Terapi lanjutan sistemik, biasanya terdiri dari antimetabolit metotreksat (MTX) dan 6- merkaptopurin (Purinetol), harus diberikan selama 2,5-3 tahun.

Tanpa terapi profilaksis, SSS merupakan tempat awal relaps pada lebih dari 50% penderita. Sel leukemia biasanya ditemukan di selaput otak pada saat diagnosis, walaupun sel-sel iti tidak dapat dilihat pada cairan serebrospinal. Sel-sel ini bertahan hidup dari kemoterapi sistemik karena penetrasi sawar darah otak obat jelek. Iradiasi kranium mencegah leukemia SSS tersembunyi pada kebanyakan penderita tetapi menyebabkan efek lambat neuropsikologik, terutama pada anak kecil. Karena itu, penderita resiko standar khas hanya diberi terapi intratekal saja untuk mencegah keterlibatan SSS klinis.

Kebanyakan penderita dengan LLA sel T mengalami relaps dalam 3-4 tahun jika diterapi dengan regimen resiko standar. Dengan regimen obat ganda yang lebih intensif , 50% atau lebih penderita mengalami remisi jangka panjang. Dikembangkan suatu terapi sasaran yang dimaksudkan untuk mengeksploitasi sifat unik dari sel T leukemia. Suatu contoh dari pendekatan ini adalah antibodi monoklonal terhadap antigen permukaan sel T yang dikonjugasikan pada imunotoksin. Kompleks antibodi-imunotoksin akan menempel pada limfoblas T, mengalami endositosis, dan membunuh sel.

Tabel 2 Regimen terapi yang efektif bagi leukemia limfoblastik akut resiko-rendah

MTX= metotreksat; HC=Hidrokortison; Ara-C=sitarabin; IV=intravena; PO=peroral; IM=intramuscular; 6-MP=6-merkaptopurin.

*Dosis pengobatan intratekal disesuaikan dengan umur

Umur

MTX

HC

Ara-C

1 tahun

2-8 tahun

9 tahun

10 mg

12,5mg

15 mg

10 mg

12,5 mg

16 mg

20 mg

25 mg

30 mg

Kasus sel B dengan morfologi L3 dan imunoglobulin permukaan dulu mempunyai prognosis buruk. Pendekatan demikian paling baik diterapi dengan regimen pendek (3-6 bulan) tetapi intensif yang dikembangkan untuk limfoma sel B. Dengan pendekatan ini, angka kesembuhan membaik secara dramatis, dari 20% satu dekade yang lalu menjadi 70% atau lebih 5,10.

PROGNOSIS

Sebelum adanya pengobatan untuk leukemia, penderita akan meninggal dalam waktu 4 bulan setelah penyakitnya terdiagnosis. Lebih dari 90% penderita penyakitnya bisa dikendalikan setelah menjalani kemoterapi awal. Banyak gambaran klinis telah dipakai sebagai indikator prognosis, tetapi kehilangan arti karena keberhasilan terapi. Misalnya, imunofenotip penting dalam mengarahkan terapi ke arah resiko, tetapi arti prognostiknya telah lenyap berkatregimen terapi kontemporer. Karena itu, terapi merupakan faktor prognositik penting. Hitung leukosit awal mempunyai hubungan liner terbalik dengan kemungkinan sembuh. Umur pada waktu diagnosis juga merupakan peramal yang dapat dipercaya (reliable). Penderita berumur lebih dari 10 tahun dan yang kurang dari 12 bulan yang mempunyai penyususnan kembali (rearrangement) kromosom yang menyangkut regio 11q23, jauh lebih buruk dibanding anak dari kelompok umur pertengahan (intermediete). Beberapa kelainan kromosom mempengaruhi hasil terapi. Hiperploidi lebih dari 50 kromosom berkaitan dengan hasil terapi baik dan memberi respon terhadap terapi berbasis antimetabolit. Dua translokasi kromosom t(9;22), atau kromosom Philadelpia, dan t(4;11) mempunyai prognosis buruk. Beberapa peneliti menganjurkan CST selama remisi inisial pada penderita dengan translokasi tersebut. LLA progenitor sel B dengan t(1;19) mempunyai prognosis kurang baik dibandingkan kasus lain dengan imunofenotip ini, hanya 60% dari penderita akan remisi setelah 5 tahun jika tidak mendapat terapi sangat intensif 2,5.

KESIMPULAN

Leukemia adalah kanker anak yang paling sering, mencapai lebih kurang 33% dari kegasanasan pediatrik. Leukemia limfoblastik akut (LLA) berjumlah kira-kira 75% dari semua kasus, dengan insidensi tertinggi pada umur 4 (empat) tahun. Leukemia mieloblastik d akut (LMA) berjumlah kira-kira 20% dari leukemia, dengan insidensi yang tetap dari lahir sampai usia 10 tahun, meningkat sedikit pada masa remaja.

Tujuan pengobatan adalah mencapai kesembuhan total dengan menghancurkan sel-sel leukemik sehingga sel normal bisa tumbuh kembali di dalam sumsum tulang.Penderita yang menjalani kemoterapi perlu dirawat di rumah sakit selama beberapa hari atau beberapa minggu, tergantung kepada respon yang ditunjukkan oleh sumsum tulang. Sebelum adanya pengobatan untuk leukemia, penderita akan meninggal dalam waktu 4 bulan setelah penyakitnya terdiagnosis. Lebih dari 90% penderita penyakitnya bisa dikendalikan setelah menjalani kemoterapi awal

DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman R. Kliegman R. Jenson H. Nelson Textbook of Pediatrics. 2000; 16th edition : (501) 1537-1540

2. Voute P. Kalifa C. Barrett A. Cancer in Children Clinical Management. 1998; 4th edition : (4) 44-57

3. Haskell C. Cancer Treatment. 1985; 2nd edition : (5) 43-9

4. Bagemann, Rastetter J. Atlas of Acute Leukemia. In Clinical Hematology rded. Thieme, Stuttgart. 1986 pp 243-48.

5. Berg SL, Steuber CP, Poplack DG. Clinical Manifestation of Acute Lymphoblastic Leukemia. In Hoffman ed : Hematology : Basic Principles and Practice 3rd ed. Churchill Livingstone Inc. 2000, pp 1070-76

6. Miller DR. Baehner RL, Mc Millan CW, Miller LP. Blood Disease of Infancy and Childhood. 5th ed. St. Louis : Mosby Co., 1997 : 619.

7. Nathan DB, Oski FA. Hematology of Infancy and Childhood 2nd ed. Philadelphia : WB Saunders, 2000 : 979.

8. Pui Ching H. Childhood Leukemia. N Eng J Med 1995 : 332 : 1618-27.

9. Sandlund J, Harrison PL, Rivers G, Behm FG, FG, Head D, Boyett J rubritz JE, et all. Persistence of Lymphoblasts in Bone Marrow on Day 15 and Days 22 to 25 of Remiss

10. Ganiswarna S. Setiabudy R. Suyatna F. Purwatyastuti. Nafrialdi. Farmakologi dan Terapi. 1995; edisi ke-4 : (13) 702-713

11. http://www.cancer.gov/cancertopics/pdq/treatment/childAML/Patient/page1 ( di unduh tanggal 20 maret 2015 )

Terapi Intratekal

Terapi tripel : MTX*, HC*, Ara-C*

Mingguan 6 x selama induksi dan kemudian tiap 8 minggu untuk 2 tahun

Terapi Lanjutan Sistemik

6-MP 50 mg/m2/hari PO MTX 20 mg/m2/minggu PO,IV,IM Atur MTX 6-MP diberikan dengan dosis tinggi

Penambahan

Vinkristin 1,5 mg/m2/ (maks. 2 mg) IV tiap 4 minggu Prednison 40 mg/m2/hari PO 7x hari tiap 4 minggu

Induksi Remisi (4-6 minggu)

Vinkristin 1,5 mg/m2 (maks 2 mg) IV/minggu

Prednison 40 mg/m2 (maks. 60 mg) PO/hari

Asparaginase (E.coli) 10.000U/m2/hari 2 mingguan IM

10