64
1 LEMBAR KERJA MAHASISWA 1 TOPIK 1 : HAKIKAT KRITIK SASTRA 1.1 KONSEP DASAR KRITIK SASTRA Melakukan Kegiatan Individual : a. Menuliskan kembali sedikitnya 3 pengertian kritik sastra dilengkapi dengan rujukan. b. Menyusun sendiri pengertian kritik sastra berdasarkan (a) c. Menyebutkan dan menjelaskan unsur-unsur yang tercakup dalam (b) Jawaban : a. Pengertian 3 kritik sastra : 1. Dalam bukunya Pengantar Teori Sastra, Budi Darma (2004:24) , Kritik sastra (Literary Critism) adalah penerapan kaidah-kaidah, rambu-rambu, atau teori- teori tertentu dalam analisis karya sastra, misalnya New Critsism, strukturalisme, psikoanalisa, dan lain- lain. 2. H.B. Jassin (1959:44, 45) mengemukakan bahwa kritik sastra adalah pertimbangan baik buruknya suatu hasil karya sastra, penerangan, dan penghakiman karya sastra. 3. Kritik sastra adalah upaya menentukan nilai hakiki karya sastra tertentu, melalui kegiatan identifikasi, analisis, klasifikasi, dan evaluasi (judgement) serta

Lengkap lembar kerja mahasiswa 1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Lengkap lembar kerja mahasiswa 1

1

LEMBAR KERJA MAHASISWA 1

TOPIK 1 : HAKIKAT KRITIK SASTRA

1.1 KONSEP DASAR KRITIK SASTRA

Melakukan Kegiatan Individual :

a. Menuliskan kembali sedikitnya 3 pengertian kritik sastra dilengkapi dengan

rujukan.

b. Menyusun sendiri pengertian kritik sastra berdasarkan (a)

c. Menyebutkan dan menjelaskan unsur-unsur yang tercakup dalam (b)

Jawaban :

a. Pengertian 3 kritik sastra :

1. Dalam bukunya Pengantar Teori Sastra, Budi Darma (2004:24) , Kritik sastra

(Literary Critism) adalah penerapan kaidah-kaidah, rambu-rambu, atau teori-

teori tertentu dalam analisis karya sastra, misalnya New Critsism,

strukturalisme, psikoanalisa, dan lain-lain.

2. H.B. Jassin (1959:44, 45) mengemukakan bahwa kritik sastra adalah

pertimbangan baik buruknya suatu hasil karya sastra, penerangan, dan

penghakiman karya sastra.

3. Kritik sastra adalah upaya menentukan nilai hakiki karya sastra tertentu,

melalui kegiatan identifikasi, analisis, klasifikasi, dan evaluasi (judgement)

serta penafsiran sistematik yang diformulasikan dalam bentuk tertentu.

(Suwignyo, 2008:5)

b. Pengertian kritik sastra sendiri berdasarkan (a)

Kritik sastra adalah sebuah penilaian terhadap sebuah karya sastra yang

diidentifikasi, klasifikasi, analisis, dan evaluasi terlebih dahulu yang kemudian

ditampilkan untuk bisa dibaca semua orang.

c. Menyebutkan dan menjelaskan unsur-unsur yang tercakup dalam (b)

1. Penilaian

2. Karya sastra

3. Identifikasi

4. Klasifikasi

5. Analisis

Page 2: Lengkap lembar kerja mahasiswa 1

2

6. Evaluasi

7. Ditampilkan

8. Dibaca semua orang

Penjelasan:

Kritik sastra lahir karena adanya sebuah karya sastra yang membuat karya

sastra itu merasa mendapat sambutan dari para penikmatnya. Dengan penilaian

tersebut, dapat membuat pembaca, mengerti betapa berharganya karya sastra

tersebut. Dengan penilaian itu, berarti, sebuah karya sastra tersebut telah

mendapat perhatian dari pembaca. Jika tidak ada krtitik yang muncul, maka karya

sastra tersebut tidak ada artinya.

1.2 VARIABEL KRITIK SASTRA

Melakukan Kegiatan Individual

a. Menuliskan kembali empat komponen kritik sastra dilengkapi dengan

penjelasan.

b. Menjelaskan hubungan antarkomponen variable kritik sastra dilengkapi dengan

contoh.

Jawaban :

a. Empat komponen

Variabel adalah suatu trait atau attribute yang dimiliki secara bervariasi

oleh subjek. Kritik sastra merupakan sebuah “subjek” atau pusatkajian yang

menunjukkan gejala yang kompleks. Pembicaraan mengenai kritik sastra selalu

terkait dengan komponen-komponen lain, yakni : (1) kritikus, (2) karya sastra, (3)

wilayah studi sastra, dan (4) penikmat, pembaca atau masyarakat sastra pada

umumnya.

(1)Kritikus

Kritik sastra tidak dapat meninggalkan kritikus. Seperti halnya hubungan

karya sastra dan pengarang, hubungan kritik sastra dan kritikus bersifat

kausalitas. Kehadiran kritik sastra disebabkan oleh adanya kritikus. Mensitir

pernyataan Descartes, “Karena Aku berfikir maka Aku ada.” Sebagaimana juga,

karena kritikus sastra ada maka karya kritik ada, atau sebaliknya karena kritikus

Page 3: Lengkap lembar kerja mahasiswa 1

3

sastra tidak ada maka karya kritik tidak akan ada. Itulah sebabnya dapat dipahami

bahwa kualitas kritik sastra amat ditentukan oleh kualitas pribadi sang kritikus.

Berkaitan dengan kualitas diri kritikus, Darma (1988) mencandra ciri-ciri

pemikir sastra (termasuk di dalamnya kritikus dan teoretikus) berikut ini.

a) Mencintai sastra

Ciri ini ditandai dengan keterlibatan kritikus untuk mengikuti terus

menerus karya sastra, pemikiran-pemikiran mengenai sastra, bahkan pekerja-

pekerja sastra. Melalui bacaannya, kritikus mengetahui benar ciri masing-masing

pengarang, kritikus, teoretikus dan ciri-ciri pemikir sastra yang lain. Dengan

demikian, kritikus mengenal kesamaan dan benang-benang halus yang

menghubungkan semua pekerja sastra.

b) Menguasai sastra

Dengan mengenal sastra secara baik, kritikus menguasai sastra secara baik

pula. Dia menguasai wajah sastra, dan juga peta sastra. Pengetahuannya mengenal

sastra tidak hanya komprehensif tetapi juga terperinci. Kritikus mengetahui

langkah demi langkah masing-masing karya sastra diantara sekian banyak karya

sastra (kolektif). Sementara itu kritikus juga mengetahui dengan baik detail

penting pemikiran setiap pekerja sastra.

c) Mencintai ilmu-ilmu lain dan pengetahuan umum

Kecuali mencintai sastra, kritikus juga senang menyimak ilmu-ilmu lain,

seperti sosiologi, antropologi, psikologi, agama, filsafat, dll. meskipun tidak

mendalam. Paling tidak seorang kritikus sanggup merasakan kelebatan pikiran

banyak ilmuwan secara komprehensif. Seorang kritikus juga senang membaca

majalah dan koran. Perkembangan berita dari waktu ke waktu selalu dia ikuti,

meskipun kalau perlu hanya garis-garis besarnya saja. Dengan demikian seorang

kritikus tidak pernah ketinggalan. Dalam kepalanya selalu tersimpan sekian

banyak informasi. Semua informasi langsung/tidak disadari/tidak dipergunakan

untuk menunjang penguasaannya terhadap sastra. Dalam soal umum kritikus

adalah seorang generalis, dan begitu memasuki sastra kritikus menjadi seorang

spesialis yang menguasai seluk beluk sastra.

Page 4: Lengkap lembar kerja mahasiswa 1

4

d) Mempunyai wawasan dan artikulasi

Kritikus tidak hanya menguasai sastra, tetapi juga memiliki pandangan

terhadap sastra. Pandangan inilah yang disebut wawasan. Kecuali memiliki

wawasan, seorang kritikus juga mampu menjabarkan wawasannya itu dengan

artikulasi yang baik, khususnya dalam bentuk tulis.

e) Mencintai percobaan

Acapkali kritikus membanding-bandingkan, mengkaji, mencocok-

cocokkan segala yang dikuasai. Kritikus menganggap sastra sebagai barang hidup,

dan karena itu, sastra selalu menawarkan dimensi baru. Dengan demikian

wawasannya terhadap sastra juga selalu berkembang. Melalui percobaan-

percobaannya, kritikus sanggup menghayati pola-pola pikiran yang terjadi di

dalamnya.

f) Menganggap sastra sebagai proses

Kritikus sanggup menghayati bahwa sastra serta ilmu lain selalu

berkembang. Baginya, sastra serta ilmu-ilmu lain bukan sekadar kumpulan

pengetahuan, tetapi juga selalu menemukan pemikiran-pemikiran baru, meskipun

objek materinya mungkin masih sama.

g) Menyandarkan objektivitas pada hati nurani

Karya sastra tidak lain adalah ekspresi nilai-nilai, dan sejak semula sudah

mengandung simpati, antipati, dan empati. Dalam berhadapan dengan fakta,

seseorang bisa bersifat netral. Apabila sudah berhubungan dengan nilai-nilai,

seperti dalam ilmu-ilmu sosial dan penerapan ilmu eksakta, seseorang tidak

mungkin netral. Kritikus memihak pada nilai-nilai yang berlaku atau diperkiraan

akan berlaku. Dengan wawasannya, seseorang kritikus dapat memperhitungkan

nilai-nilai yang akan berlaku dimasa depan. Juga dengan wawasannya kritikus

sanggup memperhitungkan apa yang akan terjadi.

h) Menjadi pemikir (kritikus) dan mungkin sekaligus menjadi seorang penulis

kreatif

Kenyataannya, apa yang sebenarnya terjadi, tidak selamanya sejalan

dengan apa yang seharusnya terjadi. Dalam kenyataannya, banyak pemikir

(kritikus) sastra menjadi penulis kreatif, sebaliknya banyak juga penulis kreatif

yang menjadi pemikir (kritikus) sastra.

Page 5: Lengkap lembar kerja mahasiswa 1

5

Penulis kreatif dapat merangkap sebagai kritikus sastra, karena penulis

kreatif tidak hanya bergerak dalam dunia pemikiran, tetapi juga bergerak dalam

dunia penghayatan. Pengarang dalam melihat sastra tidak semata-mata dari luar

saja tetapi sekaligus menciptakannya. Penulis kreatif juga memiliki kemampuan

menilai setidak-tidaknya menilai karyanya sendiri. Tanpa diberi tahu siapa pun,

penulis kreatif tahu apakah karyanya cukup baik atau tidak, perlu direvisi atau

tidak, perlu diterbitkan atau dimusnahkan. Sebelum karya diterbitkan, pengarang

mempunyai kewenangan untuk menentukan apa yang harus terjadi pada

naskahnya.

Pendapat lain menyatakan, kedua fungsi, yaitu penulis kreatif dan kritikus,

perlu dipisah. Meskipun tidak mengharap karyanya sendiri, penulis kreatif dapat

menjadi subjektif apabila harus tampil sebagai pemikir (kritikus). Bandingkanlah

bagaimana jika seorang pemain sepak bola harus merangkap wasit. Akan tetapi

sebenarnya titik berat pendapat ini bukan pada kemampuan, melainkan pada

kewenangan.

(2) Karya Sastra

Kehadiran karya sastra mutlak diperlukan dalam kritik sastra karena pada

hakikatnya kritik sastra bersifat reaktif-rekreatif. Reaktif maksudnya kritik sastra

merupakan reaksi atau tanggapan terhadap dunia karya sastra. Rekreaktif karena

kritik sastra diciptakan berdasarkan karya sastra yang bersifat kreatif. Dengan kata

lain tidak pernah ada kritik yang disusun berdasarkan kreasi kritikus sendiri, tanpa

mendasarkan pada poetika pengarang dalam karyanya. Jika ada, kritik yang

demikian adalah kritik yang terlepas dari konteks objeknya. Kenyataan-kenyataan

tersebut menunjukkan bahwa hubungan kritik sastra dan karya sastra bersifat

determinatif. Maksudnya adalah hubungan yang saling menentukan. Kritik sastra

menentukan dan ditentukan oleh karya sastra yang dikritik.

Dibandingkan dengan karya sastra, kritik sastra lebih terikat pada

zamannya. Karya sastra yang benar-benar hebat akan mengatasi ruang dan waktu,

sementara perkembangan zaman akan menimbulkan sikap yang berbeda terhadap

dunia karya sastra. Dengan demikian, tanggapan terhadap dunia karya sastra akan

sangat bergantung pada keadaan zaman. Begitu zaman berubah dan dunia sastra

masih hidup, dunia sastra tersebut akan ditanggapi dengan pandangan yang sudah

Page 6: Lengkap lembar kerja mahasiswa 1

6

berubah. Dari waktu ke waktu karya sastra yang kokoh akan memancing sekian

banyak kritik sastra yang mungkin tidak terhitung jumlahnya. Hamlet hanya satu,

Divina Comedia hanya satu, Belenggu hanya satu, tetapi kritik atasnya bisa

berlapis-lapis, tidak terbatasi.

Berkaitan dengan kekokohan karya sastra ini, Soekito (1991) secara

ekstrem berpendapat, bahwa besar atau kecilnya kritikus sastra bergantung kepada

besar kecilnya karya sastra yang dikritik. Kemasyhuran H.B. Jassin sebagai

seorang kritikus sastra bergantung atau ditentukan—meskipun tidak mutlak—oleh

Chairil Anwar sebagai penyair besar seperti tercermin dalam karya-karyanya.

Kemasyhuran Lucas sebagai kritikus sastra, bergantung kepada Thomas Man

(1875—955) sebagai seorang novelis besar (Soekito, 1990:2). Tentu saja hal ini

tidak berarti bahwa setiap kritikus yang mengulas karya sastra yang besar/hebat

dengan sendirinya menjadikan kritikus yang besar atau hebat pula.

(3) Wilayah Studi Sastra : Teori Sastra, Sejarah Sastra, dan Sastra Bandingan

Wellek membedakan tiga wilayah studi sastra, yakni teori sastra, kritik

sastra, dan sejarah sastra (Wellek, 1989:38). Budi Darma bahkan membuat

taksonomi sastra menjadi dua saja, yaitu karya sastra dan kritik sastra, karena

segala sesuatu yang bersifat evaluasi tidak lain adalah kritik sastra.

Teori sastra timbul, misalnya karena kritik sastra memerlukan metode.

Misalnya, teori formalis menggarap sebuah karya sastra sebagai bentuk ekspresi

estetis. Sementara itu, teori moral menggarap karya sastra sebagai suatu bentuk

untuk memperjuangkan nilai-nilai etika tertentu. Lalu teori sosiologi sastra

berpendapat, bahwa karya sastra tidak lain adalah kesadaran kolektif suatu

masyarakat. Dengan demikian, semua teori bersifat evaluasi, sedangkan evaluasi

adalah ciri menonjol kritik sastra.

Pengendapan masalah sastra yang kemudian menjadi sejarah sastra juga

tersaring melalui proses evaluasi. Evaluasi terjadi karena ada serangkaian kritik

sastra. Historiografi mengenai tokoh, aliran pemikiran dalam sejarah sastra

merupakan hasil pengendapan kritik sastra juga.

Dalam kenyataanya hubungan antara kritik sastra, teori sastra, dan sejarah

sastra, dan sastra bandingan bersifat interdependensi atau saling tergantung. Teori

sastra hanya dapat disusun berdasarkan studi langsung terhadap karya sastra.

Page 7: Lengkap lembar kerja mahasiswa 1

7

Kriteria, kategori, skema teori tidak mungkin diciptakan secara in vacuo/tanpa

pijakan. Sebaliknya tidak mungkin ada kritik sastra atau sejarah sastra tanpa satu

set pertanyaan suatu sistem pemikiran, acuan, dan generalisasi.

Di sisi lain kegiatan kritik yang berhubungan dengan penilaian,

penjelasan, dan penghakiman karya sastra dapat dekemukakan berikut ini. Bahwa

penilaian hanya dapat dilakukan oleh kritikus yang memiliki konsep tentang nilai

baik dan buruk (etika), indah atau tidak indah/estetika (lingkup teori sastra).

Penjelasan tentang suatu karya sastra hanya dapat dilakukan, jika kritikus

mengetahui seluk beluk karya sastra tersebut. Dan penghakiman terhadap suatu

karya sastra hanya dapat dilakukan oleh kritikus yang mampu memanfaatkan

berbagai pengetahuan tentang nilai dan seluk beluk karya sastra untuk

menempatkan kedudukan suatu karya diantara sekian banyak karya sastra sejenis.

Kegiatan tersebut menunjukkan betapa pentingnya peranan teori dan sejarah sastra

dalam studi kritik sastra. Penerapan teori sastra dalam kerja kritik memang

berbeda-beda dalam gaya dan teknik penyajiannya, misalnya dalam kritik sastra

kreatif (kritik yang dibuat oleh penulis kreatif), dan kritik sastra akademik (ditulis

oleh para akademisi). Y.B. Mangunwijaya misalnya, dalam buku kritiknya Sastra

dan Religiusitas tidak memformulasikan teori sastra yang digunakan secara

eksplisit, melainkan memadukannya dengan intuisi. Antara intuisi aksiomatis

dengan intuisi menalar, antara merasakan sekaligus menjabarkannya. Sebagai

pembaca, kita tidak merasakan bahwa Y.B. Mangunwijaya sedang menjabarkan,

menganalisis, dan membeberkan argumentasi-argumentasinya. Yang dilakukan

oleh Y.B. Mangunwijaya ini merupakan karakteristik jiwa kritik kreatif.

(4) Penikmat, Pembaca atau Masyarakat Sastra

Hubungan antara kritik sastra dengan penikmat, pembaca atau masyarakat

sastra bersifat fungsional. Kehadiran kritik sastra dapat difungsikan sebagi

penghubung antara pengarang dan pembaca, penikmat (Jassin, 1965:84; Shipley,

1962:83). Kritik sastra dapat memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan

yang mungkin timbul dari diri pembaca setelah menikmati suatu karya sastra.

Bagi kalangan pembaca yang masih kurang baik daya apresiasinya, kritik dapat

berfungsi sebagi pembimbing, pengarah, sekaligus pemandu. Dalam fungsinya

yang ideal kritik sastra haruslah inspiratif.

Page 8: Lengkap lembar kerja mahasiswa 1

8

Sehubungan dengan itu Damono berpendapat bahwa kritik yang baik

adalah semacam kesan-kesan pribadi (kritikus) yang memberi isyarat kepada

pembaca lain untuk bangkit ke rak buku yang sedang dibicarakannya itu, untuk

kemudian membacanya, mengualang bacanya. Kritik yang baik tidak berpura-

pura mencampuri percakapan yang mungkin terjadi di antara sebuah karya agar

lebih menyenangkan. Juga tidak mengotorinya. Semacam pembangkit rasa ingin

tahu. Kritik yang baik mampu menggoda pembaca untuk kembali pada karya yang

hilang karena tersapu debu waktu (periksa Damono, 1975;299)

b. Hubungan antarkomponen variabel kritik sastra dilengkapi dengan contoh

Bagan 1 : Proses Hubungan Antarkomponen Variabel Kritik SastraKeterangan : : hubungan langsung : hubungan tidak langsungContoh :

Misalnya kita membaca novel dengan judul Negeri 5 Menara, setelah

membacanya pasti kita menemukan hal-hal yang menarik yang mampu

memberikan pesan baik kepada kita. Agar kita lebih memahami isi dari novel

tersebut, kita perlu mengadakan pengkajian yang pasti menggunakan teori sastra.

Teori yang kita ambil bisa berupa teori sosiologi sastra dan teori struktural. Hal ini

karena novel tersebut erat kaitannya dengan kehidupan masyarakat yang cocok

dikaji dengan teori sosiologi sastra.

Selain mengkajinya, kita juga bisa mengkritiknya, karena pasti ada hal yang perlu

dinilai dari sebuah karya sastra tersebut. Mengkritiknya pasti kita juga harus

memahami sejarah sastranya agar kritik kita lebih bernilai. Dengan pengkritikan

tersebut, pembaca akan bisa menikmati hasil kritik itu dan akan lebih memahami

isi dari karya sastra tersebut.

Teori Sastra

Kritikus Karya Sastra Penikmat, pembaca

Sejarah Sastra Sastra Bandingan

Page 9: Lengkap lembar kerja mahasiswa 1

9

LEMBAR KERJA MAHASISWA 2

1.3 POSISI KRITIK SASTRA

Melakukan Kegiatan Individual :

a. Menuliskan kembali posisi kritik sastra dalam peta sastra Indonesia modern

dilengkapi dengan contoh.

b. Menuliskan kembali fungsi kritik sastra dilengkapi dengan contoh.

c. Mengklasifikasi fungsi kritik sastra yang bersifat instrumental dan

noninstrumental.

Jawaban :

a. Posisi kritik sastra

Peta dunia sastra secara garis besar dapat dipilah menjadi dua, yakni dunia

kreasi (dunia penciptaan) dan dunia pemikiran (studi, pemikiran, dsb). Kritik

termasuk dalam dunia pemikiran. Jauh sebelum orang memikirkan hakikat, sastra

sudah diciptakan. Kritik sastra baru ada setelah orang mempertanyakan apa dan di

mana nilai hakiki suatu karya sastra (periksa, Semi, 1995:16).

Hukum sastra membuktikan bahwa kritik sastra berjalan di belakang karya

sastra. Kritik sastra Yunani Purba misalnya, baru bangkit setelah para pengarang

sastra karya sastra runtuh. Sementara itu, diketahui bahwa ada kalanya kejayaan

karya sastra sejajar dengan kekayaan kritik sastra, seperti yang terjadi di Eropa

pada abad XVIII.

Dalam tahap perkembanganya kritik sastra memang mula-mula sangat

bergantung pada karya sastra. Kritik sastra adalh reaksi terhadap karya sastra

(seperti sinyalemen tehadap ekstensi kritik sastra Indonesia modern dewasa ini).

Padahal sebenarnya kritik sastra lebih bermanfaat apabila sudah dapat melepaskan

diri dari kehadiran karya sastra. Otonomi karya sastra akan menjadikannya

sebagai kegiatan-kegiatan intelektual. Dalam tahap ini, tumpukan kritik sastra

bukan lagi harfiah karya sastra melainkan kritik sastra itu sendiri dan pemikiran

sastra lainnya. Contoh, dalam tahap kesusastraan Inggris misalnya, sudah

ditemukan karya sastra yang berlapis-lapis. Kritik dikritik lagi, kritik atas kritik

Page 10: Lengkap lembar kerja mahasiswa 1

10

itu dikritik lagi dan seterusnya sehingga kita menemukan kritik atas kritik , atas

kritik, atas kritik.

Berkaitan dengan dua posisi kritik sastra tersebut, maka sebenarnya antara

kritk sastra dan sastra khususunya dengan komponen sastra yang lain dapat

bekerja sama yang saling menguntungkan atau semacam simbiosis

mutualisme.Maksudnya bukan kritik sastra saja yang bergantung pada karya

sastra, tetapi karya sastra juga memerlukan inspirasi dari kritik sastra. Kritik sastra

yang inspiratif akan mempunyai pengaruh signifikan terhadap perkembangan

karya sastra dan tidak mengerdilkan atau bahkan membunuhnya.

Contoh :

Kritik berada pada dunia pemikiran, jadi sebuah kritik itu akan

berkembang walau orang hanya menilai suka dan tidak suka saja. Pada kritik atas

buku Atheis yang dilakukan H.B. Jassin, ini merupakan bentuk dari kritik

terhadap sebuah karya sastra.

b. Fungsi Kritik Sastra :

Kritik sastra menurut Semi (dalam suwignyo, 2009:18), menunjukan ada 3

peranan atau fungsi kritik sastra sebagaimana disebutkan berikut ini :

1. Untuk pembinaan dan pengembangan sastra

Fungsi utama kritik sasra adalah memlihara dan menyelamatkan, serta

mengembangkan pengalaman manusiawi yang termanifestasi dalam seni sastra.

Contohnya saja kritikus, Kritikus mendudukan sastra sebagai sruktur dunia

imajinatif yang bermakna. Melalui kritiknya, kritikus memberikan penilaian,

menunjukan segi-segi kekuatan dan kelemahan nilai-nilai tertentu yang terdapat

dalam suatu karya sastra. Kritikus juga dapat menunjukan dimensi lain yang

membangun suatu karya sastra agar lebih berkualitas.

2. Untuk pembinaan kebudayaan dan apresiasi seni.

Dari sisi ini, kritik sastra berfungsi membina tradisi kebudayaan,

memmberikan tempat berpijak, memberikan cita rasa yang benar, melatih

kesadaran, dan secara sadar pula mengarahkan pembaca kepada pembinaan

pengertian dan pembinaan apresiasi makna dan nilai-nilai kehidupan dalam karya

Page 11: Lengkap lembar kerja mahasiswa 1

11

sastra. Sebagai contohnya, melalui kritiknya, kritikus menunjukan daerah-daerah

gelap yang terdapat dalam suatu karya sastra sehingga pembaca dapat menikmati

sastra secara lebih intensif dan lebih mendalam. Sasaran akhirnya adalah agar

pembaca meningkat daya apresiasinya.

3. Untuk menunjang ilmu sastra.

Kritik sastra berguna untuk pembinaan dan teori sastra. Kritik sastra

merupakan wadah analisis karya sastra, analisis struktur cerita, gaya bahasa,

teknik penceritaan, dsb. Dengan demikian kritik sastra memberikan sumbangan

besar terhadap para ahli sastra dalam mengembangkan teori sastra. Tentu tidak

dipungkiri pula bahwa para ahli teori sastra memberikan sumbangan pula pada

kritik sastra. Melalui kritik sastra kritikus juga membuka daerah baru yang belum

dijelajahi oleh posisi pengarang. Dengan demikian, secara nyata kritik sastra

memberikan sumbangan pula dalam meningkatkan mutu karya sastrawan. Mereka

(para sastrawan) dapat belajar melalui kritik sastra untuk meningkatkan

kecakapannya, memperkuas horizon pandangan dan daerah garapan. Dengan

begitu karya cipta pengarang dpat lebih berkembang, baik gaya, corak ataupun

mutunya. Hal tersebut pada gilirannya akan mengembangkan mutu kritik sastra.

Sementara itu sumbangan kritik sastra terhadap sejarah sastra k dapat

dikesampingkan. Dalam menyusun sejarah sastra tentu tidak dapat diabaikan

usaha untuk memberikan ciri sastra dan penilaian karya sastra. Tidak semua karya

sastra dapat dimasukan ke dalam rangkaian perkembangan sastra bila tidak

menunjukan nilai sastra, sedangkan aktivitas penilaian merupakan aktivitas kritik

sastra. Oleh sebab itu, sejarah sastra memerlukan bantuan kritik sastra (periksa

Semi; 1985:25—26).

Sebagai pembanding, fungsi kritik sastra dalam fersi yang lain sebagai

berikut :

1. Memberikan penilaian atas karya sastra tertentu berdasarkan teori dan sejarah

sastra.

2. Memberikan sumbangan pendapat atau bahan-bahan bagi penyusunan atau

pengembangan teori sastra.

3. Memberikan sumbangan pendapat atau bahan-bahan bagi penyusunsejarah

sastra.

Page 12: Lengkap lembar kerja mahasiswa 1

12

4. Memberikanpetunjuk kepada kebanyakan pembaca tentang karya sastra yang

baik dan tidak baik, yang asli dan tidak asli.

5. Memberikan sumbangan pendapat atau pertimbangan kepada pengarang

tentang karyanya sehingga pengarang yang memanfaatkan kritik sastra akan

dapat mengembangkan atau meningkatkan mutu hasil karyanya (Yudiono K.

S., 1986:27)

Contoh :

Kritik sastra akan menumbuhkan sikap yang kritis terhadap sebuah karya

sastra. Dengan kritik sastra tersebut, orang tidak hanya dapat menilai sebuah karya

itu baik dan jelek saja, namun ia dapat lebih mengetahui lebih mendasar tentang

persoalan yang ada di dalam karya sastra tersebut. Misalnya pada novel Sitti

Nurbaya, orang tidak akan menilai baik dan buruknya saja, namun dapat lebih

memahami persoalan yang terjadi pada karya sastra tersebut.

c. Fungsi kritik sastra yang bersifat instrumental dan noninstrumental.

Fungsi kritik sastra yang bersifat instrumental :

1. Untuk pembinaan dan pengembangan sastra

Fungsi utama kritik sastra adalah memelihara dan menyelamatkan, serta

mengembangkan pengalaman manusiawi yang berwujud sebagai karya seni yang

bernama sastra. Kemudian, menjadikannya sebagai suatu proses perkembangan

struktur yang bermakna. Melalui kritiknya, kritikus meberikan penilaian,

menujukan segi-segi kekuatan dan kelemahan yang terdapat dalam suatu karya,

serta memperlihatkan alternatif-alternatif lain yang membangun suatu karya

sastra.

2. Untuk pembinaan kebudayaan dan apresiasi seni.

Kritik sastra berfungsi pula untuk mmebina tradisi kebudayaan, membantu

kesadaran, dan secara sadar pula mengarahkan pembaca kepada pembinaan

pengertian tentang makna dan nilai-nilai kehidupan. Melalui kritiknya, kritikus

menunjukan daerah-daerah gelap yang terdapat dalam suatu karya sastra sehingga

pembaca dapat menikmati sastra secara lebih baik dan lebih bermakna, yang pada

Page 13: Lengkap lembar kerja mahasiswa 1

13

akhirnya dapat meningkatkan apresiasi mereka mereka yang lebih tinggi daripada

sebelumnya.

3. Untuk menunjang ilmu sastra.

Kritik sastra berguna untuk pembinaan dan teori sastra. Kritik sastra

merupakan wadah analisis karya sastra, analisis struktur cerita, gaya bahasa,

teknik penceritaan, dsb. Dengan demikian, kritik sastra memberikan sumbangan

besar terhadap paara ahli sastra dalam mengembangkan teori sastra. Melalui kritik

sastra kritikus juga membuka daerah baru yangbelum dijelajahi oleh pengarang.

Dengan demikian, secara nyata kriti sastra memberika sumbangan pula dalam

meningkatkan kecakapannya, memperluas horizon pandangan dan daerah

pandangan. Semetara itu, kritik sastra terhadap sejarah sastra tidak dapat

dikesampingkan. Dalam menyusun sejarah sastra tentu tidak dapat diabaikan

usaha untuk memberikan ciri sastra dan penilaian karya sastra. Tidak semua karya

sastra dapat dimasukkan ke dalam rangkaian perkembangan sastra bila tidak

menunjukan aktivitas kritik sastra.

Fungsi kritik sastra yang bersifat noninstrumental.

1. Memberikan penilaian atas karya sastra tertentu berdasarkan teori dan sejarah

sastra.

2. Memberikan sumbangan pendapat atau bahan-bahan bagi penyusunan atau

pengembangan teori sastra.

3. Memberikan sumbangan pendapat atau bahan-bahan bagi penyusunsejarah

sastra.

4. Memberikanpetunjuk kepada kebanyakan pembaca tentang karya sastra yang

baik dan tidak baik, yang asli dan tidak asli.

5. Memberikan sumbangan pendapat atau pertimbangan kepada pengarang

tentang karyanya sehingga pengarang yang memanfaatkan kritik sastra akan

dapat mengembangkan atau meningkatkan mutu hasil karyanya (Yudiono K.

S., 1986:27)

Page 14: Lengkap lembar kerja mahasiswa 1

14

LEMBAR KERJA MAHASISWA 3

TOPIK 11 : PARADIGMA KRITIK SASTRA

2.1 BENTUK KRITIK SASTRA

Melakukan Kegiatan Individual :

a. Menuliskan kembali landasan atau dasar yang digunakan untuk menetukan

bentuk kritik sastra, dilengkapi dengan contoh.

b. Merumuskan dengan kalimat sendiri, bentuk kritik sastra Indonesia modern.

Jawaban :

a. Landasan atau dasar

Paradigma kritik sastra adalah bentuk, jenis, dan koordinat kritik dalam

empat sumbu pemikiran terhadap karya sastra. Secara sederhana bentuk kritik

sastra dapat dibandingkan dengan bentuk sastra. Sastra selain dalam bentuk tulis

diwujudkan dalam bentuk lisan. Demikian juga kritik sastra, ia dapat berupa

pembicaraan atau tulisan yang membanding-bandingkan, menganalisis,

menafsirkan, dan menilai karya sastra (Sudjiman, 1986:44). Nakritik mun,

meskipun kritik sastra dapat ditampilkan secara lisan atau tertulis, kritik sastra

menuntut artikulasi, formulasi, dan argumentasi serta intuisi (Darma, 1990:8).

Segala pembicaraan mengenai sastra baik lisan maupun tertulis harus terdiri dari 4

komponen, yakni (i) data atau fakta, (ii) analisis, (iii) inference atau kesimpulan,

dan (iv) judgement atau penilaian.

Dengan lebih kompleks kritik sastra dipandang sebagai suatu kajian

tersendiri yang tidak terbatas hanya kepada penghakiman, penilaian baik dan

buruk, tetapi juga memberikan enterpretasi dan menjelaskannya di dalam

alternatif-alternatif pemikiran berdasarkan suatu sistem dan teori tertentu (periksa

Esten, 1987:13). Mendasarkan diri pada pandangan ini, bahwa bentuk kritik sastra

yang paling sederhana ialah seperti yang dialami oleh pembaca (penikmat) sastra.

Kritikus membaca beberapa halaman dari sebuah karya sastra, kemudian

meletakkannya kembali di atas rak atau di atas meja untuk kemudian tidak

disentuhnya lagi.

Karya-karya sastra yang dibicarakan berdasarkan norma-norma yang

sudah ada dan pada saat mengulas soal isi lebih banyak dibicarakan (aksentuasi)

Page 15: Lengkap lembar kerja mahasiswa 1

15

masalah nilai-nilai susila, moral, serta nilai-nilai pendidikan yang terkandung di

dalam sastra tersebut. Bentuk kritik semacam ini memang lebih bersifat

instrumental sehingga suatu tinjauan yang bertolak dari hakikat karya sastra

jarang dilakukan .

Dasar penilaian suatu karya sastra tidak semata-mata senang atau tidak

senang atau like and dislike, akan tetapi lebih merupakan upaya untuk

memperoleh pemahaman yang utuh terhadap sebuah cipta sastra. Kritik sastra

yang demikian dilakukan secara sistematis, analisis, dan bertolak dari kerangka

teori tertentu serta diungkapkan secara tertulis.

Bentuk kritik sastra lahir akibat reaksi atau adanya tanggapan dari

pembaca atau penikmat terhadap karya sastra. Bentuk reaksi tersebut dapat lisan

atau tertulis. Macam-macam bentuk kritik sastra dapat dilihat dari gradasi atau

tingkatannya terhadap karya sastra tertentu tanpa dasar atau kriteria, atau pada

tingkatan reaksi (tanggapan) dalam bentuk studi, penelitian, telaah, bahasan atau

pengkajian suatu karya sastra dengan landasan teori, pendekatan, dan metodologi

tertentu.

Contoh :

Sebuah kritik sastra terbentuk karena adanya penilaian terhadap karya

sastra. Landasan yang dipakai adalah teori dan acuan tertentu. Misalnya jika kita

ingin mengkritik sebuah novel,maka kita harus tahu teori yang cocok untuk

menganalisis karya tersebut, selain itu, kita juga perlu adanya kritik dari para ahli

yang kita pakai sebagai acuannya.

b. Bentuk kritik sastra Indonesia modern

Bentuk sastra Indonesia tergantung dari aliran-aliran sastra seperti yang

terjadi di Eropa dan Amerika Serikat. Bentuk kritik sastra yaitu kritik sastra

akademik, kritik sastra kreatif, kritik sastra jurnalistik.

Page 16: Lengkap lembar kerja mahasiswa 1

16

LEMBAR KERJA MAHASISWA 4

2.2 JENIS KRITIK SASTRA

Melakukan Kegiatan Individual

a. Menuliskan kembali 25 jenis kritik sastra, dengan penjelasan seperlunya.

b. Menuliskan kembali dasar penjenisan kritik sastra, dilengkapi dengan contoh.

c. Menuliskan dengan kalimat sendiri jenis kritik judisial, kritik induktif, dan

kritik impresionistik ditinjau dari objek kritik, teknik mengkritik, dan tujuan

kritiknya.

d. Menuliskan kembali ciri-ciri kritik (a) formalistik, (b) psikologis, dan (c)

sosiologis ditinjau dari (i) asumsinya, (ii) objek kritik, (iii) teknik kritik, dan

(iv) tujuan kritiknya.

e. Memberikan contoh judul hasil kritik sastra Indonesia Modern (i) kritik

historis-biografis, (ii) kritik moral-filosofis, (iii) kritik sosiologis, dan (iv) kritik

psikologis masing-masing 3 buah!

Jawaban :

a. 25 jenis kritik sastra

Jenis kritik sastra memiliki cakupan arti yang lebih luas daripada bentuk

kritik sastra. Guntur Tarigan mencoba mengidentifikasi 25 jenis kritik sastra yang

dirangkum dari 5 sumber, yakni: (1) kritik induktif, (2) kritik judisial, (3)

impresionistik, (4) kritik historis, (5) kritik filosofis, (6) kritik formalis, (7) kritik

sosiokultural, (8) kritik psikologis, (9) kritik mitopoeik, (10) kritik relativistik,

(11) kritik absolutistik, (12) kritik interpretatif, (13) kritik tekstual, (14) kritik

linguistik, (15) kritik biografis, (16) kritik komparatif, (17) kritik etis, (18) kritik

perspektif, (19) kritik pragmatik, (20) kritik elusidatori, (21) kritik praktis, (22)

kritik baru, (23) kritik teoretis, (24) kritik internal, (25) kritik eksternal (Tarigan,

1986:204)

(1) Kritik induktif

Kritik induktif adalah sejenis kritik yang bertujuan mengumpulkan fakta-

fakta yang ada hubungan atau referensinya dengan sesuatu karya seni, metode-

metodenya, hubungannya dengan waktu penciptaannya, serta menyusunnya

Page 17: Lengkap lembar kerja mahasiswa 1

17

menjadi suatu urutan dan susunan yang rapi, dan akhirnya melukiskannya dengan

teratur. Hal ini sesuai dengan metode induksi dalam ilmu pengetahuan yang

mengambil kesimpulan umum dari fakta-fakta yang khusus. (Albert [et al], 1961 :

123) ; jadi kebalikan dari metode deduksi.

(2) Kritik judisial

Kritik judisial adalah suatu kritik yang berusaha mengemukakan penilaian

atau penghakiman terhadap sesuatu karya sastra, serta menghubungkannya dengan

norma-norma teknik penulisan ataupun standar-standar tujuan penulisan karya

tersebut. (Coulter, 1930: 336). Perlu ditegaskan lagi bahwa norma-norma

penilaian, baik secara implicit maupun secara eksplisit tetap akan terdapat dalam

segala tipe kritik sastra, betapa pun impersonalnya kritik tersebut.

Dalam kritik judisial ini “pengertian yang jelas dan tuntas mengenai suatu

karya sastra seringkali sangat dibatasi dan dipersempit” (Shipley, 1962: 88). Hal

ini sebenarnya tidak perlu kita herankan. Dalam zaman spesialisasi seperti yang

kita alami kini, orang hanya memilih obyek yang sempit, terbatas, tetapi

diusahakan keterangan serta penjelasan seluas mungkin.

Selanjutnya Rene Wellek dan Austin Warren menegaskan bahwa “kritik

yudisial menaruh perhatian pada hukum-hukum atau prinsip-prinsip yang

dianggap sebagai sesuatu yang obyektif. Yang dituntut dari kritik judisial adalah

suatu pengklasifikasian yang begitu terperinci dan tajam terhadap para pengarang

dan karyanya sesuai dengan kutipan dari yang berwenang atau menaruh perhatian

pada sejumlah dogma teori sastra”. (1956: 250).

(3) Kritik Impresionistik

Kritik Impresionistik adalah sejenis kritik yang muncul sebagai produksi

dari aliran individualisme romantik dan juga dari kesadaran akan diri yang lebih

modern. Kritik impresionistik menghubungkan pengalaman-pengalaman sang

penulis dengan hasil karyanya (Coulter, 1930: 336).

Kritik impresionistik ini dapat bertindak sebagai penghubung antara para

pembaca yang belum berpengalaman dengan sejumlah karya sastra. Sang kritikus

dalam hal ini dapat bertindak sebagai pembimbing dan penghubung; lebih-lebih

Page 18: Lengkap lembar kerja mahasiswa 1

18

lagi kalau kritikus impresionistik ini sangat sensitive terhadap efek-efek sastra,

dan kalau karyanya tersebar luas dibaca oleh masyarakat; apalagi kalau dia

memang seorang penulis kritik yang pintar dan berpengalaman serta mempunyai

gaya yang dapat memikat hati para pembaca. Dengan demikian dia dapat

memperkaya pengalaman para pembaca, terutama pengalaman imajinatif.

(4) Kritik historis

Secara singkat dapat dikatakan bahwa kritik historis dapat mengikuti

segala sesuatu yang terjadi atas suatu bentuk sastra, ataupun mengadakan survey

terhadap kegiatan sastra pada suatu periode sejarah tertentu, ataupun

menempatkan seorang pengarang dalam kelompoknya serta menunjukkan

hubungannya dengan kelompok tersebut.

Yang menjadi doktrin utama kritik historis ini adalah tempelakan atau

tuduhan bahwa karya sastra takkan dapat didekati dengan selengkap-lengkapnya,

seperti halnya karya itu sendiri telah lengkap dalam dirinya sendiri. Oleh karena

itu setiap karya sastra haruslah diteliti dan ditelaah dengan bantuan atau acuan

dari keterangan-keterangan yang ada sangkut-pautnya dengan karya tersebut.

(5) Kritik filosofis

Kritik filosofis adalah sejenis kritik yang berusaha sekuat tenaga untuk

mendapatkan suatu dasar yang paling sesuai bagi penilaian karya sastra melalui

analisis terhadap hakekat dan fungsi sastra sebagai suatu falsafah hidup atau

sebagai suatu cara berfikir mengenai kehidupan.

Kritik filosofis berusaha menentukan prinsip-prinsip pokok yang dapat

dipergunakan dalam kritik sastra. Kita sama maklum bahwa prinsip-prinsip dasar

ini sangat perlu. Falsafah kritik sastra yang kita anut harus tegas, seperti juga

halnya falsafah hidup yang kita anut harus tegas. Kalau tidak, maka kita tidak

mempunyai dasar yang kuat, mudah diombang-ambingkan.

(6) Kritik formalis

Baik lawan maupun kawan mengakui bahwa kritik formalis ini

mempunyai pengaruh yang amat besar dan merupakan gerakan kritik yang amat

Page 19: Lengkap lembar kerja mahasiswa 1

19

bersemangat dalam abad ke 20 ini baik di Inggris maupun Amerika Serikat. Pada

dasarnya kritik formalis ini berasal dari Aristoteles dan para pengikutnya, dalam

arti bahwa teori dasar estetikanya meletakkan tekanan pada bentuk karya sastra,

strukturnya, gayanya, dan efek psikologisnya, yang biasanya dipertentangkan

dengan Plato yang justru meletakkan tekanan pada isi karya dan pada efek moral

atau pada efek sosialnya.

(7) Kritik sosiokultural

Menurut Edmund Wilson, kritik sosiokultural adalah interpretasi sastra

dalam aspek-aspek social ekonomi dan politisnya. Yang merupakan pusat

perhatian pokok pada kritik ini adalah interaksi karya sastra dengan kehidupan;

dan interaksi ini tidak hanya mencakup implikasi-implikasi moral dan kulturalnya.

(Grebstein; 1967: 161).

Kritik sosiokultural ini sebenarnya banyak sekali mendapat pengaruh dari

Matthew Arnold, lebih-lebih dalam hal penekanannya pada aspek-aspek moral,

intelektual, dan aspek social sastra dan kritik sastra. Dan penganut Matthew

Arnold bukan hanya terbatas pada kritik sosiokultural saja, tetapi juga pada semua

jenis kritik. Matthew Arnold member definisi kritik sebagai “suatu upaya bebas

untuk mempelajari serta mempropagandakan segala sesuatu yang terbaik yang

telah diketahui dan dipikirkan di dunia ini” atau “a disinterested endeavor to learn

and propagate the best is known thought in world”. (Grebstein; 1967: 164).

(8) Kritik psikologis

Kritik psikologis adalah salah satu jenis kritik sastra yang mendalami segi-

segi kejiwaan suatu karya sastra, yang mencakup segi-segi kejiwaan penulis,

karya, dan pembaca. Kita tahu bahwa hubungan antara psikologi dan kritik sastra

adalah sama tuanya dengan usia kedua cabang ilmu tersebut. Dan yang paling

berpengaruh terhadap kritik sastra adalah Sigmund Freud dengan

psikoanalisisnya.

Dalam menggarap masalah penulis, kritikus psikologis ini mempunyai

banyak persamaan dengan kritikus historis, yaitu dalam hal mereka mengambil

alih secara langsung ataupun menyesuaikan dengan kepentingannya sendiri

Page 20: Lengkap lembar kerja mahasiswa 1

20

metode psikoanalisis, baik dalam mengadakan studi terhadap orang di belakang

karya itu; atau dengan kata lain: karya sebagai suatu refleksi dan proyeksi dari

penulisnya dan dalam mengadakan studi terhadap proses kreatif itu sendiri.

Dalam menggarap karya itu sendiri, kritikus psikologis lebih erat

berhubungan dengan prosedur-prosedur yang dipergunakan oleh kritikus formalis.

Seperti juga halnya kritikus psikologis dalam studinya mengenai proses kreatif

berusaha mendemonstrasikan bagaimana pribadi penulis menjadi berguna dan

menarik bagi masyarakat ramai, maka begitu dia ingin menelami rahasia daya

tarik karya tersebut pada pembaca perseorangan.

(9) Kritik mitopoeik

Kata mythopoeic berasal dari bahasa Greek mythopoios yang berarti

“makinh myths” atau “pembuatan mite”. Dengan demikian kritik mitopoeik

adalah sejenis kritik yang ada sangkut-pautnya dengan penciptaan mitos dalam

suatu karya sastra. “Mitos adalah cerita-cerita kuno yang isinya dianggap bertuah

dan dipercayai orang; biasanya menceritakan tentang terjadinya bumi, langit,

manusia, hewan, dewa-dewa dan lain-lain, dan juga tentang berbagai upacara.

Dari mitos inilah manusia bisa ketahui hakekat dari hal-hal tersebut dan dapatlah

dia menetukan sikapnya terhadap gejala-gejala itu”. (Ensiklopedia Indonesia FM:

967).

Kritik mitopoeik ini adalah kritik yang paling baru dan yang paling

ambisius diantara pendekatan-pendekatan kritik kontemporer dan barangkali juga

yang paling provokatif dalam tindakan-tindakan dan kemungkinan-

kemungkinannya.

(10)Kritik relativistik

Relativisme adalah suatu ajaran atau doktrin dalam estetika dan kritik yang

mengatakan bahwa keindahan atau nilai estetika suatu karya seni merupakan suatu

“rational property” atau “milik rasional”. Relativisme berpendapat bahwa

pernyataan-pernyataan seperti “pusi ini indah” mengandung suatu referensi

Page 21: Lengkap lembar kerja mahasiswa 1

21

implicit pada beberapa orang pendengar sebab sebenarnya artinya yang

sesungguhnya adalah “puisi ini indah bagi si X”, dimana X merupakan orang

tertentu. Demikianlah relativisme yakin benar-benar bahwa nilai estetika tidaklah

inheren atau berhubungan erat dengan karya, tetapi bergantung pada keyakinan

atau pendirian seseorang individu, kelompok social, periode sejarah, atau

kebudayaan. (Shipley, 1962: 338). Dalam kritik sastra yang menjadi argument

kritik relativistic ini adalah bahwa “kritik haruslah memancar dari kepercayaan

atau keyakinan pribadi”.

(11)Kritik absolutistik

Kritik ini berpendapat bahwa satu-satunya alternatif bagi hokum kritik

adalah anarki; bahwa kalau setiap kritikus menghakimi atau mengadakan

penilaian dan pertimbangan bagi dirinya sendiri, maka mau tak mau muncullah

khaos atau kebingungan. Pengalaman membuktikan bahwa keadaan atau posisi

yang begini salah sama sekali.

Walaupun setiap kritikus harus menghakimi secara perseorangan, namun

individu-individu kemanusiaan pada umumnya cukup jumlahnya sehingga

komunikasi itu biasanya mungkin saja diadakan, dan demikian juga cukup

persetujuan yang berkembang untuk membuktikan kebenaran critical enterprise

atau upaya kritis itu. (Shipley, 1962: 87).

(12)Kritik interpretatif

Untuk menghilangkan keragu-raguan serta kesalahpahaman mengenai

semua itu, maka yang khusus dimaksud dengan kritik interpretatif di sini adalah

“Bidang kritik yang memberikan kesempatan untuk memperkenalkan standar-

standar yang secara relatif tidak ada hubungannya dengan orang atau hal tertentu.

Puisi atau drama misalnya ada sebagai suatu dokumen yang actual. Aksi-aksi serta

urutan-urutan dari sejarah masa lalu tidaklah akan berubah atau menjadi berbeda

dengan danya atau munculnya aneka keinginan yang mendesak dari pribadi

tertentu. Dalam menentukan dan menegakkan fakta-fakta yang turut memperjelas

suatu karya seni, maka para ahli atau sarjana sejarah dapat bertindak sebagai

kritikus sastra.” (Shipley, 1962: 87).

Page 22: Lengkap lembar kerja mahasiswa 1

22

(13)Kritik tekstual

Textual criticism atau kritik naskah ini adalah sejenis kritik yang

memusatkan perhatiannya terutama sekali pada teks atau naskah sesuatu karya

sastra. Kritik ini berusaha sekuat daya untuk membawa para pembaca lebih dekat

kepada apa yang sebenarnya telah ditulis secara aktual.

(14)Kritik linguistik

Kritik linguistik dalam sastra menitikberatkan perhatian kepada masalah-

masalah kebahasaan dalam karya sastra tersebut. Kritik linguistik dapat

menghindarkan kita dari salah pengertian, baik dalam bidang fonologi, morfologi,

sintaksis, maupun dalam bidang semantik.

Kita tahu bahwa bahasa tetap mengalami perkembangan: dan dalam proses

perkembangan itu banyak terjadi perubahan. Hal ini akan Nampak jelas dalam

karya sastra yang ditulis dalam kurun waktu yang berlainan.

(15)Kritik biografis

Kritik biografis ini sebenarnya dekat sekali hubungannya dengan kritik

historis: hanya bidangnya lebih sempit dan terarah khususpada biografi atai

riwayat hidup pengarang beserta karyanya.

Tugas pokok kritik biografis ini adalah “mementukan hubungan yang

signifikan antara pengarang dengan karyanya, menentukan genesis atau asal-usul,

kekuatan yang mendorong, ataupun tujuan yang kongkrit dari suatu karya sastra”

(Shipley, 1962: 87).

(16)Kritik komparatif

Memang banyak hal dalam kritik komparatif ini yang segar dan menarik

serta member harapan; kritik ini memperoleh polanya bukan dari kejadian-

kejadian yang berhubungan dengan waktu, tetapi justru dari pengelompokan-

pengelompokan jenis yang berguna serta gagasan-gagasan atau ide-ide yang

berpengaruh. Akan tetapi jelas bahwa kritik yang seperti ini membutuhkan suatu

kaidah yang tegas, yakni: hal-hal yang dapat diperbandingkan sajalah yang akan

Page 23: Lengkap lembar kerja mahasiswa 1

23

digarap. Hal ini diterapkan pada nada, tujuan, dan cara; bahkan penerapan pada

ketiga hal tersebut lebih daripada terhadap pokok masalah (subject-matter)-nya

sendiri.

(17)Kritik etis

Seringkali terjadi bahwa kritik yudisial beralih menjadi kritik etis. Kita

tidak usah heran mengenai peralihan tersebut, selama kebanyakan dari karya

sastra itu mengandung unsur-unsur moral. Hanya ada bahayanya, yaitu bila

norma-norma tersebut berubah pula menjadi unsur-unsur tambahan saja. Bila

seprang kritikus moral bertindak secara ideal sebagai seorang kritikus sastra, maka

dia akan menerapkan norma-norma moral yang lainnya yang terdapat di luar

karya itu tidak turut dia terapkan. Dalam tindakan selanjutnya maka dia akan

menerapkan norma-norma yang sesuai serta yang simpatik saja.

(18)Kritik perspektif

Kritik perspektif ini erat berhubungan dengan kritik biografis. Sebenarnya

kritik perspektif ini merupakan suatu studi terhadap reputasi sang pengarang;

dengan kata lain, dapat dianggap sebagai suatu jenis biografi kesastraan yang

mencakup masalah interpretasi dan evaluasi terhadap pengarang beserta karyanya

seperti yang tercermin dalam kalbu dan hati para pembacanya, baik secara

kontemporer maupun setelah meninggalnya sang pengarang.

(19)Kritik pragmatik

Kritik pragmatik dalam sastra merupakan sejenis kritik yang mengarahkan

perhatian pada kebergunaan ide-ide, ucapan-ucapan, dalil-dalil, atau teori-teori

yang terdapat dalam suatu hasil sastra, pada masyarakat. Reputasi seorang

pengarang ditentukan oleh keberhasilan, kebergunaan karya sastra ciptaannya bagi

masyarakat.

Betapapun indahnya suatu karya sastra, betapapun muluknya teori yang

terkandung di dalamnya, apapun temnnya, tetapi kalau ternyata tiada kegunaannya

Page 24: Lengkap lembar kerja mahasiswa 1

24

bagi masyarakat dalam praktek kehidupan, maka karya tersebut tetap tidak

berhasil bagi kaum pragmatis.

(20)Kritik elusidatori

Kritik elusidatori atau kritik penjelasan adalah sejenis kritik sastra yang

sifatnya memberikan penjelasan. Memang sebenarnya semua jenis kritik sastra

bersifat menjelaskan, hanya pengarahan yang agak berbeda. Walaupun antara

kritik penjelasan dan kritik penghakiman terdapat banyak persesuaian, namun

menurut Rene Wellek dan Austin Warren “terkadang pembedaan yang dibuat

antara kritik elusidatori dan kritik yudisial itu hanya sebagai tipe-tipe kritik

alternative saja.” (Wellek & Warren; 1956: 250).

(21)Kritik praktis

Yang dimaksud dengan kritik praktis atau practical critiscism di sini

adalah sebagi lawan dari kritik teoretis yang lebih cenderung kea rah ilmiah. Jadi

yang menjadi tugas atau tujuan sang kritikus adalah mentukan atau menilai

apakah suatu karya sastra itu bernilai praktis bagi masyarakat atau tidak.

Sebenarnya kritik praktis ini pada sama saja dengan kritik pragmatik,

sebab segala yang berguna bagi kehidupan masyarakat tentu mempunyai nilai

praktis, tentu bersifat pragmatis. Tujuan sama walaupun nama berbeda.

(22)Kritik baru

“Barang kali yang paling penting salam kritik modern di Amerika adalah

hasil penyelidikan atau telaah ilmiah bagi suatu cara yang lebih ketat dalam

memberi batasan terhadap nilai-nilai khusus suatu karya seni sastra. Salah satu

dari gerakan yang memperlancar kegiatan ini adalah reaksi terhadap

romantikisme, terhadap pandangan romantik yang menyatakan bahwa fungsi

suatu karya seni adalah untuk mengekspresikan pribadi sang pengarang dan fungsi

kritikus adalah untuk mencatat atau merekam response emosinya sendiri terhadap

keberhasilan sang pengarang. Klasikisme yang baru ini melihat karya sastra itu

Page 25: Lengkap lembar kerja mahasiswa 1

25

sebagai yang dibedakan oleh kepersisan imajeri dan oleh urutan penyusunan”,

kata David Daiches dalam salah satu tulisannya (VOA: 1).

Dan menurut Joseph T. Shipley “kecenderungannya yang pertama adalah

memanfaatkan sarana-sarana ilmiah, epigraf, dan statistik” (Shipley, 1962: 84)

yang sebelumnya hampir-hampir tidak diperhatikan orang. Mereka

memperhatikan frekuensi simbol-simbol fonetik, frekuensi nada dan pola-pola

pikiran, frekuensi kata tugas, serta semua ini disertai dengan table-tabel yang

lengkap.

(23)Kritik teoretis

Kritik sastra teoritis adalah bidang kritik sastra yang berusaha (bekerja)

untuk menetapkan, atas dasar prinsip-prinsip umum, seperangkat istilah yang tali-

temali, pembedaan-pembedaan, dan kategori-kategori untuk diterapkan pada

pertimbangan dan interpretasi karya-karya sastra ataupun penerapan “kriteria”

(standar-standar, atau norma-norma) yang dengan hal-hal tersebut karya-karya

sastra dan para pengarangnya dinilai.(Pradopo, 1994: 191)

(24)kritik internal

Pada dasarnya, internal adalah sesuatu yang berada di dalam sesuatu.

Internal dalam arti ini adalah segala sesuatu yang berada di dalam sebuah karya

sastra. Kritik internal adalah kritik yang mengkritik karya sastra di dalam karya

sastra itu.

(25)kritik eksternal

Pada dasarnya eksternal adalah sesuatu yang berada di luar sesuatu.

Eksternal dalam arti ini adalah segala sesuatu yang berada di luar sebuah karya

sastra. Kritik eksternal adalah kritik yang mengkritik katya sastra di luar karya

sastra itu.

b. Dasar Penjenisan Kritik Sastra

Jenis kritik sastra memiliki cakupan arti yang lebih luas daripada bentuk

kritik sastra. Penjenisan itu didasarkan atas (1) pendekatan terhadap aspek tertentu

Page 26: Lengkap lembar kerja mahasiswa 1

26

dari karya sastra, (2) bentuknya, dan (3) tujuannya. Dasar penjenisan seperti inilah

yang mengakibatkan jenis-jenis kritik sastra semakin rumit. Untuk itu

inventarisasi dari sejumlah sumber agaknya dapat dimanfaatkan.

Dalam buku A Handbook of Critical Approaches to Literature dibedakan

4 pendekatan terhadap aspek tertentu terhadap karya sastra sehingga

menghasilkan 4 jenis kritik sastra, yakni:

1. Pendekatan Tradisional

Pendekatan Tradisional ditandai dengan kritik yang mengutamakan

pembicaraan pada aspek-aspek historis-biografis (kesejarahan-riwayat hidup)

serta moral-filosofis.

Contoh kritik dari aspek historis-biografis

Novel Surabaya karya Idrus

Senja Di Jakarta karangan Mochtar Lubis

Contoh kritik dari aspek moral-filosofis

Dibawah Lindungan Ka’bah karya Buya Hamka

Harimau-Hariamau karya Mochtar Lubis

2. Pendekatan Formalistik

Pendekatan Formalistik ditandai dengan praktik kritik sastra yang

mengutamakan analisisnya pada bentuk dan struktur karya sastra.

Contoh: Puisi-puisi Sutardji Calzoum Bacri

Puisi-puisi Chairil Anwar

3. Pendekatan Psikologis

Pendekatan Psikologis merupakan usaha mengaplikasikan teori-teori

kejiwaan dalam pembicaraan karya sastra.

Contoh: Perwatakan serba aneh dalam kumpulan Cerpen Budi darma Orang-

orang Blamington

4. Pendekatan Sosiologis

Pendekatan Sosiologis dalam kritik karya sastra memusatkan perhatian

pada aspek-aspek sosiologis sastra, atau membicarakan hubungan timbal balik

antara sastrawan, sastra, dan masyarakat.

Contoh: cerpen Topeng Kehidupan

Page 27: Lengkap lembar kerja mahasiswa 1

27

Berdasarkan bentuknya, kritik sastra dipisahkan atas kritik relatif dan

kritik absolut (bandingkan dengan bentuk kritik sastra akademik, kritik kreatif,

dan kritik jurnalistik). Kritik relatif diartikan sebagai bentuk kritik yang

mempunyai aturan-aturan yang dapat dijadikan sebagai pegangan dalam upaya

menguraikan atau menjelaskan tentang hakikat karya sastra. Contoh: kritik

tentang puisi Chairil Anwar dengan mengungkapkan aturan-aturan mengenai puisi

yang baik, seperti, pemilihan diksi, gaya penceritaan, dan lain-lain. Sedangkan

kritik absolut merupakan kritik sastra yang tidak percaya akan adanya suatu

prosedur dan perangkat aturan yang dapat diandalkan untuk dijadikan patokan

dalam melakukan kritik (periksa Semi, 1985: 13). Contoh: kritik sastra yang

ditulis olen Sutan Takdir Alisyahbana.

Selanjutnya, berdasarkan tujuannya kritik sastra dibedakan menjadi 3

jenis, yaitu:

(1) kritik judicial (judicial criticism)

Kritik Judisial adalah kritik sastra yang bertujuan memberikan penilaian

atau penghakiman terhadap karya sastra dengan mendasarkan diri pada standar,

norma atau ukuran teknik penulisan atau tujuan penulisan tertentu yang ditetapkan

lebih dahulu.

Contoh: karya sastra yang baik harus menunjukkan kerumitan, ketegangan, dan

keluasaan (intricacy, tension, width), karya sastra yang baik harus menunjukkan

sesutu yang baru, sesuatu yang aneh (making it new, making it strange), sastra

yang baik harus memiliki satu kesatuan, dan keruwetan (unity and complexity).

(2) kritik induktif (inductive criticism)

Kritik induktif adalah kritik sastra yang bertujuan mengkaji nilai karya

sastra semata.

Contoh: bagaimana karya sastra itu disusun kemudian menyusun patokan atau

pola bahwa karya sastra yang dikaji itu telah disusun dengan metode atau teknik

tertentu atau telah disusun menurut mekanisme tertentu.

(3) kritik impresionistik (impresionistic criticism).

Kritik Impresionistik adalah kritik sastra yang bertujuan menunjukkan

kualitas suatu karya dan mengungkapkan respon atau impresi atau kesan kritikus

yang muncul secara langsung.

Page 28: Lengkap lembar kerja mahasiswa 1

28

Contoh: setelah membaca novel laskar pelangi, kritikus langsung memberikan

kesan bahwa kualitas novel tersebut baik.

c. Jenis kritik judisial, kritik induktif, dan kritik impresionistik ditinjau dari

objek kritik, teknik mengkritik, dan tujuan kritiknya

1. Kritik judisial (Abrams, 1981: 36) adalah kritik sastra yang berusaha

menganalisis dan menerangkan efek-efek karya sastra berdasarkan pokoknya,

organisasi, teknik, dan gayanya, dan mendasarkan pertimbangan-pertimbangan

individual kritikus atas dasar standard-standard umum tentang kehebatan atau

keluar biasaan sastra.

Kritik Judisial ini menggunakan ukuran-ukuran atau prinsip-prinsip yang

dianggap objektif sehingga sering disebut kritik objektif.

Teknik mengkritik diukur dari penilaian, misalnya karya sastra yang baik

harus menunjukkan kerumitan, ketegangan, dan kekuasaan (intricacy,

tension, widht), karya sastra yang baik harus menunjukkan sesuatu yang

baru sesuatu yang aneh (making it new, making it stronge), sastra yang

baik harus memiliki kesatuan dan keruwetan (unity and complexite).

Tujuan kritik judisial untuk memberikan penilaian atau penghakiman

terhdap karya sastra dengan mendasarkan diri pada standar, norma atau

ukuran teknik penulisan atau tujuan penulisan tertentu yang ditetapkan

lebih dahulu.

2. Kritik induktif (Hudson, 1955: 270-1) adalah kritik sastra yang menguraikan

bagian-bagian karya sastra berdasarkan fenomena-fenomena yang ada secara

objektif. Kritik induktif meneliti gejala-gejala alam secara objektif, tanpa

menggunakan standar-standar yang tetap yang berasal dari luar dirinya.

Objek kritik induktif tidak menggunakan ukuran atau standar penilaian

tertentu karena kritik jenis ini memang tidak bermaksud memberikan

penghakiman atau penilaian terhadap karya sastra yang dikaji.

Kritik induktif dalam karya kerjanya mencontoh metode induksi dalam

ilmu pengetahuan, yakni dengan mengambil kesimpulan dari bukti atau

Page 29: Lengkap lembar kerja mahasiswa 1

29

fakta-fakta khusus. Kritik induktif disebut juga kritik subjektif (Suwignyo,

2010:28).

Kritik induktif adalah kritik sastra yang bertujuan mengkaji nilai karya

sastra semata.

3. Kritik immpressionik (Abrams, 1981: 360 adalah kritik sastra yang berusaha

menggambarkan dengan kata-kata sifat-sifat yang terasa dalam bagian-bagian

khusus atau dalam sebuah karya sastra dan menyatakan tanggapan-tanggapan

(impressi) kritikus yang ditimbulkan secara langsung oleh karya sastra.

Objek kritik Impresionistik menghubungkan pengalaman sastrawan

dengan hasil karyanya.

Teknik kritik impresionistik, Tarigan (1986:204-205) menyatakan bahwa

hasil kritik impresionistik dapat menjadi penghubung antara para pembaca

yang belum atau kurang berpengalaman dengan sejumlah karya sastra.

Kritikus dalam hal ini dapat bertindak sebagai pembimbing dan

penghubung, lebih-lebih lagi kalau kritikus impresionistik ini sangat

sensitif (peka) terhadap efek-efek sastra. Dengan demikian ia dapat

memperkaya pengalaman pembaca, terutama pengalaman imajinatif.

Kritik Impresionistik bertujuan menunjukkan kualitas suatu karya dan

mengungkapkan respon atau impresi atau kesan kritikus yang muncul

secara langsung.

d. Ciri-ciri kritik (a) formalistik, (b) psikologis, dan (c) sosiologis ditinjau

dari (i) asumsinya, (ii) objek kritik, (iii) teknik kritik, dan (iv) tujuan

kritiknya

(a) Kritik formalistik

Ciri-ciri:

1. Asumsi kritik ini didasrkan kepada gagasan bahwa bentuk (form) merupakan

sesuatu yang penting bagi pemahaman yang sebenarnya.

Page 30: Lengkap lembar kerja mahasiswa 1

30

2. Bagi Jacobson prinsip-prinsip konstruksi (yang bersifat membangun) atau alat-

alat sastra yang membuat sebuah teks menjadi karya seni, merupakan objek

yang tepat untuk dikaji oleh kritikus sastra formalis.

3. Teknik menggunakan elemen-elemen atau faktor-faktor dari alat sastra ini

dapat diabtraksikan dari teks sastra dan kemudian dapat ditelaah secara terpisah

dari teks dan konteksnya.

4. Tujuan dari kritik formalistik adalah kajian terhadap sastra agar mencapai taraf

ilmiah (scientific).

(b) Kritik psikologis

Ciri-ciri:

1. Asumsi: psikologis diperlukan suatu maksud-maksud pemahaman mengenai

tipe-tipe perwatakan dan hukum kausalitas Plato.

2. Teknik, kritikus mempelajari karya sastra tertentu, kritikus mulai mengkaji

dokumen-dokumen pribadi, riwayat hidup serta segala pendapat dan pikiran

pengarang lewat tulisan-tulisannya yang bersifat nonliterer.

3. Tujuan: menyelami dan menjelaskan daya tarik suatu karya terhadap pembaca

perorangan (Tarigan,1986:14).

(c) Kritik sosiologis

Ciri-ciri:

1. Asumsi yang harus dipegang sebagai pangkal tolak kritik sastra aliran sosiologi

ialah bahwa karya sastra tidaklah lahir dari kekosongan social.

2. Objek kritik sosiologi, adalah hasil daya khayal atau imajinasi.

3. Teknik kritik sosiologi: dengan mengkaji dan membeberkan bahwa sesuatu

yang ditulis pengarang ditentukan masyarakat, cara penulisannya, dan tarjet

pembaca karya sastra, serta maksud dan tujuan penciptaan karya sastra.

4. Kritik ini bertujuan:

o untuk mengaitkan hubungan antara pengarang sebagai individu atau tipe

dikaitkan dengan keadaan yang khas dari era kultural tempat pengarang atau

itu hidup dan menulis dan

Page 31: Lengkap lembar kerja mahasiswa 1

31

o untuk menghubungkan antara karya sastra dengan masyarakat yang

digambarkannya atau yang dituju.

e. Contoh judul hasil kritik sastra Indonesia Modern (i) kritik historis-

biografis, (ii) kritik moral-filosofis, (iii) kritik sosiologis, dan (iv) kritik

psikologis masing-masing 3 buah

(i) kritik historis-biografis

Pada Titik Kulminasi karangan Styagraha Hoerip Supraba

Dari sosialisme religius ke eksistensialisme filosofis oleh Subijantoro

Chairil Anwar : sebuah pertemuan oleh Arif Budiman

(ii) kritik moral-filosofis

Roman Di Bawah Lindungan Ka’bah karya Buya Hamka

Laut belum pasangnya Abdul Hadi

Sang kritikus dalam Sajak-Sajak Darmanto Yatman

(iii) kritik sosiologis

Cerpen sehelai Pakaian Hitam

Alam, puisi, dan Tuhan dalam sapuan rasa khairan di Horizon

Sebuah oleh-oleh Taufiq Ismail oleh Subijantoro

(iv) kritik psikologis

Sebuah buku Merah dan Karbol

Kritik-kritik Subagio Sastro Wardoyo tentang sajak-sajak Chairil Anwar

Novel-novel Mochtar Lubis Jalan Tak Ada Ujung dari sudutu ilmu jiwa

dalam Freud

LEMBAR KERJA MAHASISWA 5

2.3 KOORDINAT KRITIK SASTRA

Melakukan Kegiatan Individual:

Page 32: Lengkap lembar kerja mahasiswa 1

32

a. Menuliskan kembali aspek referensial atau acuan karya sastra sebagai imitasi

dari realitas kehidupan untuk memahami karya sastra (pendekatan mimetik)

b. Menuliskan kembali unsur pembangun karya sastra sebagai struktur intrinsik

yang berdiri sendiri untuk memahami karya sastra (pendekatan objektif)

c. Menuliskan kembali peranan penulis karya sastra sebagai pencipta untuk

memahami karya sastra (pendekatan ekspresif)

d. Menuliskan kembali peranan pembaca sebagi pemberi makna untuk memahami

karya sastra (pendekatan reseptif/pragmatik)

Jawaban:

a. Pendekatan mimetik

Istilah mimetik berasal dari bahasa Yunani mimesis, terjemahannya dalam

baha sa Inggris berbeda-beda: imitation, representation, artinya peneladanan,

peniruan atau pembayangan. Konsep tersebut pada mulanya dikemukakan oleh

Plato, kemudian diungkapkan pula oleh Aristoteles. Plato berpendapat bahwa seni

hanyalah tiruan alam (imitasi) yang nilainya jauh lebih rendah daripada kenyataan

serta ide. Secara lebih lengkap jalan pikiran Plato sbb.: dalam kenyataan yang

dapat kita amati setiap benda terwujud menurut berbagai bentuk, tetapi setiap

benda mencerminkan ide yang asli (gambar induk); terdapat aneka bentuk ranjang

dan meja, tetapi itu semua berasal dari idea tau gambar induk mengenai sebuah

ranjang dan sebuah meja.

Akhirnya, dapat dikemukakan bahwa meskipun ada banyaka teori

mimetis, tetapi persoalan utama sebenarnya mempersoalkan hubungan antara

sastra dan kenyataan antara gambar dan apa yang digambarkan. Tolok ukur

estetik pertama ialah sejauh mana gambar itu (sastra) sesuai dengan kenyataan.

Apakah kenyataan itu merupakan dunia ide, dunia yang universal, atau dunia

khas, itu tidak begitu penting.

b. Pendekatan objektif

Di sekitar tahun 1920 minat dan tekanan secara berangsur-angsur bergeser

kea rah karya sastra sebagai struktur yang otonom, yang harus kita pahami secara

intrinsic, lepas dari latar belakang sejarahnya, lepas pula dari diri dan niat penulis

(the intentional fallacy, Wimsatt and Beardsley, 1946), lepas dari latar belakang

Page 33: Lengkap lembar kerja mahasiswa 1

33

sosial dan efeknya pada pembaca (the effective fallacy), Wimsatt and Beardsley,

1949). Pendekatan ini secara singkat dapat dikatakan gerakan otonomi karya

sastra (Maatje, 1970: bab 2) dapat kita liat berkembang di mana-mana, sudah

barang tentu dengan sgala variasinya serta perbedaan penekanan: formalis Rusia

(1915-1930), disusul strukturalisme di Praha dan Eropa Barat, kemudian diimpor

ke Amerika Serikat, antara lain oleh Jacobson dan Wellek; tetapi pendekatan ini

juga terwujud dalam New Criticism sebagai perkembangan di Amerika yang

otokhton, walaupun sebagiannya diilhami dan dipelopori oleh kritikus terkemuka

di Inggris, seperti T.S. Eliot. Di Perancis Claude Levi Strauss dan Roland Barthes

menjadi tokoh terkemuka pendekatan structural, masing-masing dan ciri khasnya.

Pendekatan structural dari segi tertentu membawa hasil yang gilang-

gemilang; usaha untuk memahami dan mengupas karya sastra atas dasar

strukturnya memaksa peneliti sastra untuk membebaskan diri dari konsep metode

dan teknik yang sebenarnya berada di luar jangkauan sebagai ahli (kritikus sastra,

seperti psikologi, sosiologi, sejarah, filsafat, paedogogi dan lain-lain; dan

kemudian mengembalikannya pada tugas utamanya, yaitu meneliti sastra).akan

tetapi, hal ini tidak berarti bahwa analisis struktur adalah tugas utama ataupun

tujuan terakhir penelitian sebuah karya sastra.

c. Pendekatan ekspresif

Dalam abad ke-19 di dunia barat pendekatan ekspresif menjadi dominan,

menguasai ilmu sastra: diri penyair, jiwanya, daya ciptanya, dan lain-lain

ditonjolkan, sesuai dengan aliran romantik yang juga dalam karya kreatifnya

menonjolkan si aku seorang pengarang. Tidaklah kebetulan bahwa dalam sastra

abad ke 19 ini maupun dalam pendekatan ilmiahnya, puisi lirik secara khusus

diperhatikan. Gerakan ini masih bisa kita telusuri bekasnya dalam pendekatan

pada masa Pujangga Bru, baik sebagai penyair maupun sebagai kritikus. Minat

untuk diri si penulis sering digabungkan dengan pendekatan historis: yang diteliti

khususnya asal usul sebuah karya, bentuk purba, terjadinya dan penyebaran motif-

motif, dan lain-lain. Hal ini pun dapat dikaitkan dengan aliran romantik yang juga

sangat tertarik oleh masa lampau, masa purba, manusia asli, primitive, dan lain-

lain (Teeuw, 1983: 60).

Page 34: Lengkap lembar kerja mahasiswa 1

34

Berkaitan dengan pendekatan ekspresif ini, maka beberapa jenis kritik

dapat dimasukkan ke dalamnya, antara lain: kritik historis-biografis, kritik

psikologis terutama perhatian yang berkenaan dengan factor genetic karya sastra,

yaitu kepribadian pengarang dan proses kreatifnya. Jenis kritik yang lain ialah

kritik perspektif, yaitu kritik yang menganggap “author after life” beserta bagian-

bagian yang terpenting dari keberhasilannya yang telah atau patut menerima

penghargaan dan patut diabadikan. Kritik ini erat berhubungan dengan kritik

biografis karena salah satu kajiannya ialah “biografi kesastraan” yang mencakup

masalah interpretasi dan evaluasi terhadap pengarang beserta karyanya, seperti

yang tercermin dalam kalbu dan hati para pembacanya baik secara kontemporer

maupun setelah meninggalnya sang pengarang (Tarigan, 1986: 220).

d. Pendekatan reseptif/pragmatik

Sejak Perang Dunia Kedua, khususnya sesudah tahun 1960, perkembangan

baru dalam ilmu sastra terjadi pergeseran minat karya sastra sebagai struktur kea

rah peranan pembaca sebagai pemberi makna. Istilah pragmatik menunjukkan

pada efek komunikasi yang sering dirumuskan dalam istilah Horatio: seniman

bertugas untuk docere dan delectere, member ajaran dan kenikmatan, acapkali

ditambahkan movere, menggerakkan pembaca dan kegiatan yang bertanggung

jawab; seni (sastra) menggabungkan sifat utile dan dulce, bermanfaat dan indah.

Pembaca kena, dipengaruhi, digerakkan untuk bertindak oleh karya seni (sastra)

yang baik. Berkaitan dengan pendekatan pragmatik ini berturut-turut dibicarakan

kritik semiotik dan kritik resepsi estetik.

Page 35: Lengkap lembar kerja mahasiswa 1

35

LEMBAR KERJA MAHASISWA 6

TOPIK : PENILAIAN DALAM KRITIK SASTRA

Melakukan Kegiatan Individual:

a. Menuliakan kembali pengertian penilaian relatif, penilaian absolut, dan

penilaian perspektif dalam kritik sastra.

b. Memberikan contoh penilaian relatif, absolut, dan perspektif dalam praktik

kritik sastra Indonesia Modern.

c. Menuliskan kembali kriteria kritik mimetik, kritik objektif, kritik ekspresif, dan

kriteria kritik pragmatik/reseptif dalam praktik sastra Indonesia Modern.

d. Menuliskan kembali dengan kalimat sendiri apa yang seharusnya dilakukan

oleh seorang kritikus untuk penulisan karya kritik sastra yang ideal.

Jawaban:

a. Pengertian penilaian relatif, penilaian absolut, dan penilaian perspektif dalam kritik sastra.

1. Penilaian relatif

Penilaian relativisme ialah penilaian yang dilakukan berdasarkan konteks

tempat dan zaman diterbitkannya suatu karya sastra. Asumsi dasar penilaian

relativisme adalah karya sastra yang dianggap bernilai oleh suatu masyarakat pada

suatu tempat dan zaman tertentu maka karya sastra tersebut haruslah dianggap

bernilai pula pada zaman dan tempat yang lain yang berbeda. Penilaian

relativisme memang mengandaikan transferabilitas kualitas suatu karya sastra.

Kaum relativis berkeyakinan bahwa, karya sastra yang dianggap bernilai oleh

suatu masyarakat pada konteks tempat dan zaman tertentu tidak memerlukan

penilaian lagi (Periksa Pradopo, 1988:59).

2. Penilaian absolut

Paham penilaian absolut menilai karya sastra berdasarkan paham-paham

atau aliran-aliran nonliterer, seperti: politik, moral, filosofis, pedagogis atau

berdasarkan ukuran-ukuran yang sifatnya dogmatis. Rene Wellek menunjukkan

contoh golongan humanis baru, Marxis dan Neo Thomis yang memberikan

Page 36: Lengkap lembar kerja mahasiswa 1

36

penilaian terhadap karya sastra dengan menggunakan ukuran-ukuran di luar

sastra. Juga kaum kritikus judisial mengakui adanya hukum-hukum tertentu,

standar-standar (ukuran baku) tertentu untuk memberikan penilaian terhadap

karya sastra tertentu. Sebagai contoh, pada zaman renaissance para kritikus

judicial menggunakan standar penilaian karya-karya Yunani Klasik serta Sastra

latin terhadap kajian karya sastra tertentu sehingga sifat penilaiannya menjadi

dogmatis dan konvensional. Cara-cara begini sedikit banyak menunjukkan

penilaian yang sifatnya mutlak atau absolut (periksa Pradopo, 1988:61).

3. Penilaian perspektif

Paham penilaian perspektivisme menilai karya sastra dari berbagai

perspektif, atau sudut pandang, yakni menilai suatu karya sastra pada waktu

terbitnya, dan bagaimana nilai karya sastra tersebut untuk masa-masa berikutnya,

bahkan menilai karya sastra tersebut pada masa sekarang. Anggapan dasarnya

bahwa karya sastra bersifat abadi dan historisis sekaligus. Abadi artinya

memelihara satu ciri atau konvensi serta sastra Melayu Lama. Historis artinya

karya tersebut telah melampaui suatu proses yang dapat dirunut jejaknya,

misalnya suatu karya sastra itu telah mengalami (melewati) masa kesusastraan

romantik, realism, dan sebagainya. Dengan pengertian itu paham perspektivisme

mengakui adanya satu karya sastra yang dapat dibandingkan sepanjang masa,

berkembang, berubah, penuh kemungkinan. Karya sastra itu strukturnya dinamis

melalui penafsirannya sepanjang masa.

b. Contoh penilaian relatif, absolut, dan perspektif dalam praktik kritik sastra Indonesia Modern

1. Contoh penilaian relatif

Dalam Sastra Melayu, yakni Hikayat Si Miskin, dipandang memiliki nilai

literer yang tinggi. Ketinggian nilai hikayat tersebut tentu saja untuk konteks

masyarakat Melayu dan pada saat hikayat tersebut diciptakan. Berdasarkan

penilaian zaman sekarang dapat dikatakan Hikayat Si Miskin tidak bernilai literer

tinggi. Bahkan mungkin menurut pandangan masyarakat Melayu sekarang atau

masyarakat Eropa saat ini, Hikayat Si Miskin dianggap tidak bernilai literer sama

sekali. Meskipun demikian, kaum relativis tetap berkeyakinan bahwa Hikayat Si

Page 37: Lengkap lembar kerja mahasiswa 1

37

Miskin haruslah diterima sebagai karya sastra yang bernilai, dan akan tetap

bernilai sampai kapan (waktu/zaman) dan di mana pun )tempat/lokus). Jadi,

penilaian relativisme yang diberlakukan pada suatu tempat dan zaman tertentu

dianggap berlaku pula secara umum di segala tempat dan zaman lain yang

berbeda.

2. Contoh penilaian absolut

Para kritikus modern memakai hukum-hukum drama klasik sebagai

standar penilaian drama-drama modern (yang baru). Misalnya, Addington yang

memakai standar drama klasik untuk menilai drama Shakespeare dan Epic Aeneid

untuk menilai “Paradise Lost” ciptaan Milton. Begitu juga Leo Tolstoy yang

memakai standar agama sebagai penilaian mutlak untuk menilai baik buruknya

karya sastra. Bagi Tolstoy karya seni (sastra) yang baik adalah yang selaras, yang

cocok, yang dekat dengan apa-apa yang diidealkan oleh agama. Sebaliknya karya

seni atau sastra menjadi buruk apabila menjauhkan orang dari nilai-nilai ideal

agama. Padahal, banyak seni atau sastra yang diakui besar tetapi di dalamnya

tidak berhubungan dengan nilai-nilai ideal keagamaan.

3. Contoh penilaian perspektif

Lebih jauh, dapat dikatakan bahwa paham perspektif mengakui adanya

pengaruh zaman dan subjek dalam penilaian karya sastra. Sebagai contoh

beberapa karya sastra yang kini dianggap sebagai puncak-puncak kesusastraan,

dulu diremehkan. Hamlet karya Shakespeare oleh Voltaire dianggap tulisan

seorang yang seang mabuk, tetapi lima puluh tahun kemudian Victor Hugo

menilai karya Shakespeare itu lebih tinggi daripada karangan-karangan Racine

“dewa” drama Perancis. Hallam, seorang kritikus Inggris dari awal abad ke-19

penilaian yang senegatif itu dianut oleh kebanyakan kritikus.

c. Kriteria kritik mimetik, kritik objektif, kritik ekspresif, dan kriteria kritik pragmatik/reseptif dalam praktik sastra Indonesia Modern

a. Kriteria kritik mimetik

Page 38: Lengkap lembar kerja mahasiswa 1

38

Kelompok kriteria kedua mengaitkan karya sastra dengan kenyataan yang

ditiru atau tercermin di dalamnya. Kriteria demikian dinamakan kriteria mimetis

atau mimetik. Kaum mimetikus berkeyakinan bahwa sebuah karya sastra bernilai

baik apabila suatu kenyataan, misalnya kenyataan sosial, budaya, alam,

lingkungan hidup dsb. Dinyatakan atau diungkapkan dengan tepat, lengkap atau

secara unik sehingga memiliki daya pesona. Bila seorang kritikus mengharapkan

dari sastra supaya kenyataan diperjelas, maka kriteria inilah yang dipergunakan

atau diutamakan. Pendapat seperti ini pernah dikemukakan Goenawan Moehamad

bahwa tugas sastrawan dan seniman pada umumnya adalah membuat penghayatan

terhadap kehidupan menjadi lebih intens. Dengan kata lain karya sastra atau karya

seni yang baik hendaknya mempunyai intensitas terhadap realitas, bukan sekadar

meletakkan kembali realitas tersebut (Moehamad, 1988: 53).

b. Kriteria kritik objektif

Kelompok kriteria ketiga langsung mengaitkan pendapat pihak kritikus

dan karya sastra. Seorang kritikus dapat mempergunakan kriteria politik, religious

atau moral. Misalnya saja sebuah karya dinilai baik bila karya itu mengambil

sikap yang diharapkan oleh kritikus, atau bila karya itu menyoroti situasi-situasi

yang dianggap penting oleh kritikus, sekalipun itu tidak ditekankan oleh

pengarangnya sendiri. Kriteria itu dijunjung tinggi bila fungsi sastra ditempatkan

dalam pendidikan atau emansipasi, ataupun bila diharapkan agar sastra

mengambil sikap yang tegas terhadap keadaan-keadaan tertentu, melibatkan diri

dalam situasi itu (bandingkan dengan paham sastra terlibat. Rendra pernah

mengkritik para penyair salon yang bersajak tentang anggur dan rembulan di

tengah-tengah jerit kehidupan).

c. Kriteria kritik ekspresif

Kembali pada persoalan kriteria dalam penilaian, sering kriteria itu tidak

dikemukakan secara eksplisit, namun kadang-kadang masih dapat dilacak kriteria

penilaian mana yang dipergunakan atau dianut. Penilaian terhadap suatu karya

sastra juga sangat dipengaruhi oleh pandangan seseorang mengenai fungsi sastra.

Fungsi yang berlainan juga menimbulkan kriteria lain atau bahkan mempengaruhi

hirarki criteria,mana yang paling dipentingkan (Lexemburg, 1984: 70).

Page 39: Lengkap lembar kerja mahasiswa 1

39

Terdapat kriteria penilaian yang mengaitkan kualitas karya sastra dari

sudut pengarang, hal itu tampak dalam kriteria ekspresivitas. Suatu karya sastra

dinilai baik apabila ekspresi pribadi dan emosi pengarang diungkapkan dalam

karya sastra dengan nyata. Diukur dari kriteria intense sebuah karya sastra

dinyatakan baik apabila intense (maksud) pengarang atau penyair diungkapkan

dengan baik atau selaras dengan norma-normanya (ingat kembali tentang norma-

norma sastra). Bila fungsi sastra dipusatkan pada pengungkapan emosi

sebagaimana dilakukan oleh kaum romantikus, maka kriteria ekspresivitas akan

dipentingkan dalam menilai kualitas suatu karya sastra.

d. Kriteria kritik pragmatik/reseptif

Di samping kriteria di atas, masih ada kriteria-kriteria penilaian dalam

studi kritik sastra. Kriteria yang dimaksud adalah kriteria yang di dasarkan atas

teori pragmatis. Tercakup ke dalam teori ini ialah kriteria (a) kesenangan

(pleasure), (b) kemudahan pemahaman (intelligibility), (c) permasalahannya

berada di luar pengetahuan atau pengalaman pembaca (kritikus) yang disebut

novelity,dan familiarity, yaitu permasalahan berada dalam pengetahuan dan

pengalaman sehari-hari pembaca/kritikus.

e. Apa yang seharusnya dilakukan oleh seorang kritikus untuk penulisan

karya kritik sastra yang ideal

Akhirnya, apat disebut beberapa syarat yang seharusnya dipenuhi oleh

sebuah laporan evaluasi atau karya kritik sastra yang ideal.

1. Kritikus harus menunjukkan dalam kritik dan dalam suatu uraian umum, fungsi

yang mana yang diharapkan dari sastra dan kriteria mana yang

dipergunakannya.

2. Kritikus harus menjelaskan kriteria dengan menunjukkan contoh-contohnya.

Misalnya, kriteria “orisinalitas” harus diperjelas, orisinalitas jika dibandingkan

dengan apa; sebuah penilaian seperti “memikat” harus ditolak karena tidak

dapat dikontrol.

3. Kritik harus dapat dibuktikan dengan menunjukkan data dati teks sastra yang

dikaji.

Page 40: Lengkap lembar kerja mahasiswa 1

40

4. Menggunakan kriteria sedapat mungkin sehingga saling melengkapi. Sebuah

penilaian negative yang menitikberatkan pada moral, seharusnya diperkuat

dengan argumentasi structural, misalnya dengan mengamati pemakaian

bahasanya.

5. Kritik harusnya memeperhatikan argumentasi structural: bentuk karya seni

yang disebut sastra itu menuntut agar isi dengan sadar dituangkan ke dalam

bentuk tertentu.

6. Kritik terhadap karya hendaknya didukung dengan menempatkan karya itu di

dalam keseluruhan karya-karya pengarang yang sama, ataupun di dalam suatu

jenis sastra tertentu aliran tertentu (Lexemburg, 1984: 73).

Page 41: Lengkap lembar kerja mahasiswa 1

41

DAFTAR RUJUKAN

Rachmat, D. P. 1994. Prinsip-prinsip Kritik Sastra. Jogya: Gadjah Mada University Press.

Semi, A. 1985. Kritik Sastra. Bandung: Angkasa.

Suwignyo, H. 2010. Kritik Sastra Indonesia Modern. Malang: Asih Asah Asuh.

Tarigan, H. G. 1984. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.