Upload
yulius-gono-ate
View
82
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
A.Latar Belakang
Perkembangan paradigma studi ilmu administrasi negara sangat cepat dan
mengikuti perubahan lingkungan yang mempengaruhinya. Seperti studi yang
sistematis yang dilakukan oleh Nicholas Henry (1995) yang mengelompokkan
paradigma administrasi negara atas; (a) dikhotami politik administrasi, (b)
paradigma prinsip-prinsip administrasi negara, (c) paradigma administrasi negara
sebagai ilmu politik, (d) paradigma administrasi negara sebagai ilmu administrasi,
dan (e) paradigma administrasi negara sebagai ilmu administrasi negara sampai
pada tahun 1970. Setelah tahun 1970, paradigma administrasi negara berkembang
menjadi paradigma administrasi pembangunan (J.B Kritiadi:1997). Dalam
paradigma ini peran pemerintah dalam pembangunan negara-negara berkembang
sangatlah besar. Oleh karena itu menurut Abdullah (1984) peran administrasi
pembangunan dalam proses pembangunan adalah sebagai ”Agen of Change”. Hal
ini berarti proses perencanaan, perumusan kebijaksanaan, implementasi dan
pengendalian pelaksanaan pembangunan semuanya dilakukan oleh pemerintah.
Studi yang dilakukan oleh David Osborne dan Gaebler (1992) menggugat
tesis tersebut, bahwa pemerintah tidaklah cukup mampu untuk melakukan sendiri
kegiatan sektor publik; pemerintah tidak memiliki cukup biaya untuk membiayai
kegiatan sektor publik. Oleh karena itu keterlibatan unsur swasta, masyarakat dan
kelembagaan masyarakat lainya dalam menyelenggarakan sektor publik
merupakan pilihan tepat untuk menciptakan efisiensi, efektifitas, pemberdayaan
masyarakat itu sendiri. Dari sinilah peran pemerintah dalam menyelenggarakan
kegiatan sektor publik berubah, dimana tidak hanya pemerintah yang terlibat
1
dalam proses pembangunan, tetapi pihak swasta, kelembagaan masyarakat dan
LSM merupakan tiga pilar utama yang harus berperan aktif dalam melakukan
proses pembangunan.
Salah satu fungsi pemerintah yang utama adalah menyelenggarakan
pelayanan umum sebagai wujud dari tugas umum pemerintahan untuk
mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Birokrasi merupakan instrumen
pemerintah untuk mewujudkan pelayanan publik yang efisien, efektif,
berkeadilan, transparan dan akuntabel. Hal ini berarti bahwa untuk mampu
melaksanakan fungsi pemerintah dengan baik maka organisasi birokrasi harus
profesional, tanggap, aspiratif terhadap berbagai tuntutan masyarakat yang
dilayani. Seiring dengan hal tersebut pembinaan aparatur negara dilakukan secara
terus menerus, agar dapat menjadi alat yang efisien dan efektif, bersih dan
berwibawa, sehingga mampu menjalankan tugas-tugas umum pemerintah maupun
untuk menggerakkan pembangunan secara lancar dengan dilandasi semangat dan
sikap pengabdian terhadap masyarakat.
Seiring dengan hal tersebut Abdullah (1984) mengatakan bahwa
determinan penting untuk meningkatkan kinerja birokrasi pemerintah adalah
dibutuhkan ”Infra-Struktur Administrasi” yang memiliki kesiapan dan
ketangguhan pada semua tingkatan dan tahapan yang meliputi : (a) organisasi
pelaksana yang berintikan birokrasi yang mantap dan tangguh; (b) sistem
administrasi atau tata laksana yang efektif dan efisien; dan (c) susunan aparatur
atau personalia yang berkemampuan tinggi dari segi profesional, orientasional
yang disertai rasas dedikasi yang tinggi. Hal ini berarti bahwa kinerja birokrasi
pemerintah dalam merencanakan, mengimplementasikan dan evaluasi serta
2
pengendalian proses pembangunan dan pelayanan masyarakat sangat ditentukan
oleh faktor kelembagaan, ketatalaksanaan, sumber daya manusia, aparatur dan
dukungan sarana dan prasarana yang tersedia.
Sorotan tajam tentang kinerja birokrasi dalam menyelenggarakan
pelayanan publik menjadi wacana yang aktual dalam studi administrasi negara
akhir-akhir ini. Hal ini disebabkan oleh rendahnya kinerja birokrasi dalam
memberikan pelayanan dan pada sisi lain munculnya konsep privatisasi,
swastanisasi, kontak kerja yang pada intinya ingin meminimalkan campur tangan
pemerintah yang terlalu besar dalam pelayanan publik (Savas, 1983, Osborne,
1992).
Studi yang dilakukan oleh Savas (1983), LAN Jawa Barat (1999)
menunjukkan bahwa kinerja birokrasi dalam menyelenggarakan pelayanan publik
lebih rendah ketimbang yang dilakukan oleh pihak swasta atau kelembagaan
masyarakat lainnya. Bahkan Savas mengatakan bahwa tugas pemerintah adalah
mengarahkan bukan mengayuh perahu. Memberikan pelayanan adalah mengayuh
dan pemerintah tidaklah pandai mengayuh.
Di kalangan masyarakat masih terdapat keluhan berbagai pelayanan
pemerintah (birokrasi) bahkan masyarakat mengatakan bahwa kalau bisa
dipersulit mengapa harus dipermudah dan bila ada pilihan lain untuk mendapat
KTP selain dari Kantor Kelurahan dan Kantor Kecamatan, maka saya akan
memilih ke Supermaket karena disana pegawainya ramah, suka senyum,
menanyakan apa yang dapat dibantu. Sebaliknya kalau anggota warga masyarakat
ke kantor Kelurahan atau Kecamatan sangat paradoksal dengan apa yang terjadi di
Supermaket untuk mendapat pelayanan (Zanapiha, 1999).
3
Selama ini seperti yang diakui oleh Moestopadidjaja (1997) bahwa
pelayanan publik oleh birokrasi cenderung dipersulit, prosedur berbelit-belit,
rendahnya ketidakpastian waktu pelayanan. Gejala ini oleh Bryant dan White
(1987) sebagai suatu gejala ketidak mampuan administratif, umumnya terjadi di
Negara-negara sedang berkembang.
Penilaian kinerja birokrat pemerintah selama ini cenderung didasarkan
pada faktor-faktor input seperti jumlah pegawai, anggaran, peraturan perundangan
dan termasuk pedoman dan petunjuk teknis pelaksanaan; dan bukan pada faktor-
faktor output atau outcomes-nya, misalnya tingkat efisiensi biaya, kualitas
layanan, jangkauan dan manfaat pelayanan yang dirasakan oleh masyarakat. Oleh
karena itu dalam praktek penyelenggaraan pelayanan publik masih terdapat
berbagai masalah antara lain perbedaan antara kinerja yang diharapkan (intended
perfomance) dengan praktek sehari-hari (actual perfomance), perbedaan antara
tuntutan kebutuhan masyarakat dengan kemampuan pelayanan aparatur
pemerintah, perbedaan antara keterbatasan sumber daya anggaran pemerintah
dengan kebocoran pada tingkat pelaksanaanya (LAN Jawa Barat, (1999). Studi
lainnya dilakukan oleh Hardjo Soekarto (1999) menunjukkan bahwa pelayanan
publik selama ini masih menunjukkan mental model birokrat sebagai yang di
layani oleh masyarakat, bukan justru sebaliknya aparat yang harus melayani
masyarakat. Hal ini terjadi karena pendekatan kekuasaan birokrasi lebih dominan
ketimbang keberadaan aparatur sebagai pelayan masyarakat. Kekuasaan birokrat
sangat kuat sekali dan bahkan tak ada organisasi sosial kemasyarakatan yang
mampu mengontrolnya sehingga praktek penyelenggaraan pelayanan publik
4
selama ini yang menjadi beban masyarakat dan birokrat cenderunng melakukan
praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Mohammad, 1999).
Sementara itu peran aparatur negara (birokrasi) sejak beberapa dekade
yang lalu lebih disiarkan sebagai penyandang dua peran yaitu sebagai Abdi
Negara dan sebagai Abdi masyarakat dan peran sebagai abdi negara menjadi
sangat dominan ketimbang peran sebagai abdi masyarakat. Siklus pelayanan lebih
berakses ke kekuasaan birokrasi ketimbang melayani masyarakat. Akibatnya
aparatur cenderung melayani dirinya sendiri dan meminta layanan dari masyarakat
(Thoha, 1993, Idrus, 1995). Berkaitan dengan hal ini Kaufman (1976) mengatakan
bahwa tugas aparatur sebagai pelayan harus lebih diutamakan terutama yang
berkaitan dengan mendahulukan kepentingan umum, mempermudah urusan
masyarakat, mempersingkat waktu proses pelaksanaan urusan publik dan
memberikan kepuasan publik.
Berdasarkan studi yang dilakukan LAN Sulsel (1997) menunjukkan bahwa
pelayanan aparat birokrat terhadap masyarakat/ dunia usaha masih menimbulkan
ekonomi biaya tinggi (high cost economy). Hal ini dapat dilihat dari terdapatnya
4.396 jenis pungutan yang dilakukan aparatur mulai dari tingkat pusat sampai
tingkat daerah. Dari jumlah pungutan tersebut, sekitar 27% dari total biaya
produksi dialokasikan untuk memperoleh pelayanan aparatur. Hal ini
menunjukkan birokrat menjadi penghambat bagi tumbuhnya daya asing
masyarakat itu sendiri.
Tjokroamidjojo (1988) mengidentifikasi ada empat faktor besar yang
menghambat efisiensi administrasi negara (birokrasi), yaitu : (1) kecenderungan
membengkaknya birokrasi baik dalam arti struktur maupun luasnya campur
5
tangan terhadap kehidupan masyarakat, (2) lemahnya kemampuan manajemen
pembangunan baik dalam perencanaan, pelaksanaan, koordinasi, dan pengawasan,
dan (3) rendahnya produktivitas pegawai negeri. Sementara Siagian (1987),
mengidentifikasikan ada tiga jenis kelemahan yang melekat pada pegawai negeri
(birokrat) kita, adalah (1) kemampuan manajerial, yaitu kurangnya kemampuan
memimpin, menggerakkan bawahan, melakukan koordinasi dan mengambila
keputusan, (2) kemampuan teknis, yaitu kurangnya kemampuan untuk secara
terampil melakukan tugas-tugas, baik yang bersifat rutin, maupun yang bersifat
pembangunan, dan (3) kemampuan teknologis, yaitu kurangnya kemampuan
untuk memanfaatkan hasil-hasil penemuan teknologi dalam pelaksanaan tugas.
Penelitian LAN Perwakilan Sulawesi Selatan (2000) tentang tingkat
kemampuan tenaga perencana Pembangunan di Kawasan Timur Indonesia
menunjukkan bahwa kemampuan tenaga perencana pembangunan masih rendah.
Hal ini disebabkan karena kurangnya iklim organisasi yang mendukung
berkembangnya kemampuan pegawai, tak ada kebijakan tentang jabatan
fungsional perencana dan rendahnya penghargaan pemerintah terhadap jabatan
tersebut sehingga motivasi tenaga perencana untuk mengembangkan diri masih
rendah. Studi lain adalah yang dilakukan oleh Universitas Gadjah Mada di
Kalimantan Timur menunjukkan bahwa profesionalisme pegawai rendah, baik
dilihat dari tingkat pendidikan, pengalaman, produktivitas kerja, ataupun disiplin
kerja terbukti rendah (PPK-UGM, 1991/1992:2). Penelitian yang sama oleh
FISIPOL-UGM pada kantor Bappeda di Jawa Tengah, Daerah Istimewa
Yogyakarta dan Lombok menemukan bahwa penampilan Bappeda sangat
dipengaruhi oleh para aparatnya dalam menjalankan fungsi-fungsi perencanaan,
6
koordinasi, monitoring dan evaluasi; juga oleh tingkat profesionalisme pegawai,
organisasi dan mutu kepemimpinan dalam lembaganya (FISIPOL-UGM, 1991:4).
Studi empiris lain yang berkaitan dengan kinerja organisasi pemerintah
dilihat dari pendekatan proses misalnya penelitian yang dilakukan oleh Baddu
(1994), suatu analisis tentang prestasi kerja dan hubungannya dengan kepuasaan
dan semangat kerja pada Kantor Setwilda Tk. I Sul-Sel, penelitian yang dilakukan
oleh Thahir, M.M. (1997), suatu analisis tentang faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap kepuasan kerja pegawai pada kantor Kopertis Wilayah IX Ujung
Pandang.
Beberapa penelitian empiris di atas baik yang dilakukan oleh pemerintah
maupun yang dilakukan oleh kalangan akademik menunjukkan bahwa penelitian
tentang kinerja birokrasi pemerintah dilihat dari sudut pendekatan proses masih
bersifat parsial, yaitu hanya berkaitan dengan analisis pada tingkat individu
pegawai, tetapi belum melihat secara komprehensif dari sudut kinerja birokrasi
pemerintah secara keseluruhan.
Semua ini menunjukkan bahwa kerja birokrasi dalam menyelenggarakan
pelayanan publik masih memerlukan kajian yang mendalam dan sungguh-
sungguh sehingga peran birokrasi sebagai instrumen masyarakat untuk
meningkatkan kesejahteraan dapat diwujudkan.
Kasus pelayanan Kartu Tanda Penduduk,Kartu Keluarga dan Akta
Kelahiran yang dilakukan oleh pemerintah daerah dinas kependudukan dan
catatan sipil di Kabupaten Sumba barat Daya, menarik dikaji terutama yang
berkaitan dengan perumusan kebijakan, implementasi, pengendalian dan evaluasi
melibatkan birokrat daerah (lokal). Disamping itu pula pelayanan Kartu Tanda
7
Penduduk,Kartu Keluarga dan Akta Kelahiran ini menyentuh kebutuhan seluruh
masyarakat.
Penelitian ini diarahkan untuk mengevaluasi dan menjelaskan fenomena
kinerja birokrasi pemerintah kasus pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil
Kabupaten Sumba Barat Daya dengan menggunakan pendekatan proses (internal
process approach), terutama memahami dan menjelaskan fenomena dalam hal
efisiensi pelayanan, kerja, kerjasama tim, dan hubungan pimpinan dengan
bawahan. Variabel kinerja ini penting diteliti karena didasarkan atas alasan bahwa
kinerja output yang diberikan kepada lingkungan akan sangat tergantung pada
tinggi rendahnya kinerja proses. Hal ini berarti organisasi birokrasi pemerintah tak
dapat meningkat kebertanggungjawabannya (accountability), kepercayaan,
menciptakan keadilan, efektivitas eksternal dan kepuasan masyarakat sebagai
indikator kinerja eksternalnya tanpa memiliki kinerja internal yang baik.
Berdasarkan pemaparan di atas, penulis merasa tertarik untuk meneliti
tentang bagaimana kinerja birokrasi pemerintah secara langsung di lapangan yang
meliputi tahapan-tahapannya,manfaat,permasalahan dan hasil yang di peroleh oleh
masyarakat. Oleh karena itu penulis mengangkatnya ke dalam sebuah penelitian
yang berjudul “Analisis Kinerja Birokrasi Pemerintah Daerah Dinas
Kependudukan Dan Catatan Sipil Kabupaten Sumba Barat Daya”.
B.Rumusan Masalah.
Sebelum penulis merumuskan suatu permasalahan terlebih dahulu penulis
akan menguraikan pengertian dari masalah itu sendiri.
Masalah adalah sebuah kalimat tanya atau pernyataan yang menanyakan
yang jawabannya dicari melalui penelitian (Kerlinger 2006 : 28).
8
Pengertian masalah menurut Hudojo (1990: 32) mengemukakan bahwa
masalah sebagai pernyataan kepada seseorang dimana orang tersebut tidak
mempunyai aturan/hukum tertentu yang segera dapat digunakan untuk
menemukan jawaban dari pertanyaan tersebut.
Menurut Sugiyono (2009:52) masalah diartikan sebagai penyimpangan
antara yang seharusnya dengan apa yang benar-benar terjadi, antara teori
dengan praktek, antara aturan dengan pelaksanaan, antara rencana dengan
pelaksana.
Sedangkan Menurut Pariata Westra (1981 : 263 ) bahwa “Suatu masalah
yang terjadi apabila seseorang berusaha mencoba suatu tujuan atau
percobaannya yang pertama untuk mencapai tujuan itu hingga berhasil”
Uraian pendapat tersebut di atas, maka penulis dapat menyimpulkan
bahwa masalah adalah suatu aktivitas yang menggerakkan manusia untuk
memecahkannya, di mana yang dipecahkan itu merupakan jawaban dari kesulitan
yang dihadapi. Kita mengetahui bahwa setiap aktivitas yang dilakukan oleh
manusia pasti ada hambatan dan rintangan, hendaknya kita berusaha untuk
mencari jalan keluar dengan cara memecahkan kesulitan atau masalah yang
sedang kita hadapi. Jika permasalahan itu sudah di pecahkan, maka tujuan yang
diinginkan akan tercapai.
Dari uraian tersebut,maka penulis akan merumuskan permasalahan yang
dihadapi sebagai berikut:
1. Bagaimana kinerja birokrasi pemerintah Daerah dinas
kependudukan dan catatan sipil Kabupaten Sumba Barat Daya?
9
2. Faktor apa yang mendukung dan menghambat kinerja birokrasi
pemerintah daerah dinas kependudukan dan catatan sipil
Kabupaten Sumba Barat Daya?
C.Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan
a. Untuk mengetahui kinerja birokrasi pemerintahan daerah dinas
kependudukan dan catatan sipil Kabupaten Sumba barat Daya.
b. Untuk mengetahuai faktor yang mendukung dan menghambat kinerja
birokrasi pemerintah daerah dinas kependudukan dan catatan sipil
Kabupaten Sumba barat Daya.
2. Kegunaan Penelitian
Kegunaan yang di dapat dengan adanya penelitian ini sebagai berikut:
1. Secara akademik; sebagai bahan informasi bagi peneliti lain yang
mengkaji kinerja birokrasi pemerintah daearah pada masa yang akan
datang .
2. Secara metodologi; penelitian ini memperkaya indikator pengukuran
tentang kinerja birokrasi pemerintah daerah
3. Secara praktis; penelitian ini dapat menjadi bahan untuk evaluasi kinerja
birokrasi Pemerintah daerah Kabupaten Sumba Barat Daya dalam
menyempurnakan dan meningkatkan kualitas pelayanan publik pada masa
yang akan datang.
10
D. Tinjauan Teoritis
Tinjauan teoritis di maksudkan untuk memberikan dasar-dasar teori dan
pencarian konsep-konsep tentang variabel-variabel yang menjadi pusat penelitian.
Sebagaimana telah disebutkan dalam permasalahan di atas,maka variabel yang
terkait dalam penelitian ini pemerintah daerah Kabupaten sumba barat daya untuk
Analisis Kinerja Birokrasi Pemerintah daerah sebagai variabel tunggal.
1. Pengertian Analisis.
Menurut Syahrul & Mohammad Afdi Nizar(1992:50) analisis berarti
melakukan evaluasi terhadap kondisi dari pos-pos atau ayat-ayat yang berkaitan
dengan akuntansi dan alasan-alasan yang memungkinkan tentang perbedaan yang
muncul.
Menurut Komaruddin (1990:2)Analisis adalah kegiatan berfikir untuk
menguraikan suatu keseluruhan menjadi komponen sehingga dapat mengenal
tanda-tanda komponen, hubungannya satu sama lain dan fungsi masing-masing
dalam satu keseluruhan yang terpadu.
Kamus besar bahasa Indonesia analisis adalah penguraian suatu pokok atas
berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antar bagian
untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan.
Menurut Dwi prastowo darminto & Rifka Julianty (2005:70) analisis
merupakan penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan
bagian itu sendiri, serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian
yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan.
11
Berdasarkan pendapat di atas,analisis dapat di artikan sebagai suatu
perencanaan dalam kegiatan untuk memperoleh suatu hubungan yang dapat
terhubung dengan satu sama lain.
2. Pengertian Kinerja.
Secara etimologi, kata kinerja berarti suatu yang hendak dicapai, prestasi
yang diperlihatkan, kemampuan kerja. Dalam Dictionary Contemporary English
Indonesia, istilah kinerja digunakan bila seseorang menjalankan suatu proses
dengan terampil sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang ada.
Menurut Gomes (1999 : 159-160), kinerja sering dihubungkan dengan
tingkat produktivitas yang menunjukkan resiko input dan output dalam organisasi.
Sementara menurut Sedarmayanti (2001:50) bahwa: “Kinerja merupakan
terjemahan dari performance yang berarti prestasi kerja, pelaksanaan kerja,
pencapaian kerja, unjuk kerja atau penampilan kerja”.
Ada juga yang memberikan pengertian kinerja sebagai pelaksanaan suatu
fungsi, seperti yang dikemukakan oleh Whitmore (1997 : 104) “Kinerja adalah
pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seseorang.
Menurut Bernaden dan Russel, sebagaimana dikutip oleh Gomes, Faustino
Cardoso (2000). Kinerja diartikan sebagai :”Cacatan outcome yang dihasilkan dari
fungsi suatu pekerjaan tertentu atau kegiatan karyawan selama suatu periode
waktu tertentu.” Kinerja menurut Bambang Kusriyanto dalam A.A. Anwar Prabu
Mangkunegara (2005: 9) adalah perbandingan hasil yang dicapai dengan peran
serta tenaga kerja per satuan waktu (lazimnya per jam). Faustino Cardosa Gomes
dalam A.A. Anwar Prabu Mangkunegara, (2005: 9) mengemukakan
12
definisi kinerja sebagai ungkapan seperti output, efisiensi serta efektivitas sering
dihubungkan dengan produktivitas.
Menurut Murphy dan Clevelend (dalam Pasolong, 2011:175), mengatakan
bahwa kinerja adalah kualitas perilaku yang berorientasi pada tugas atau
pekerjaan. Sedangkan menurut Parmenter (2010:5), kinerja adalah melakukan
suatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggungjawabnya dengan
hasil seperti yang diharapkan.
Dari beberapa pendapat di atas,maka dapat diambil pengertian kinerja
adalah hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas yang
diberikan kepadanya sesuai dengan kriteria yang di tetapkan. Jadi kinerja
berkenaan dengan hasil pekerjaan dicapai oleh pengawai atau karyawan dalam
suatu periode. Dalam hal ini kinerja berkenaan dengan kualitas maupun kuantitas
pekerjaan yang dihasilkan.
3. Pengertian Birokrasi
Secara istilah, asal mula kata birokrasi adalah bureau yang artinya
"kantor" dan cracyyang artinya "pemerintahan". Istilah birokrasi pertama kali
diperkenalkan oleh Max weber, seorang ahli sosiologi Jerman..
Birokrasi yang dalam bahasa Inggris disebut bureaucracy berasal dari dua
kata yaitu “bureau” yang artinya meja dan “ cratein” berarti kekuasaan. Jadi,
maksudnya kekuasaan yang berada pada orang-orang yang ada di belakang meja
(Raha, 2014). Menurut Rourke (1978) dalam Azhari (2011:59), mengungkapkan
bahwa birokrasi adalah sistem administrasi dan pelaksanaan tugas keseharian
yang terstruktur, dalam sistem hierarki yang jelas, dilakukan dengan aturan
tertulis, dan dijalankan oleh bagian tertentu yang terpisah dengan bagian lainnya,
13
oleh orang-orang yang dipilih berdasarkan kemampuan dan keahlian di
bidangnya. Sedangkan menurut Setiyono (2012:15), birokrasi dapat dipahami
secara simpel sebagai aparatur negara, secara praktis, pengertian ini masih sering
menimbulkan kontroversi. Pada konsepsi yang paling luas, birokrasi sering
disebut sebagai badan/sektor pemerintah, atau dalam konsepsi bahasa Inggris
disebut public sector, atau juga public service atau public administration.
Konsepsi itu mencakup institusi atau orang yang penghasilannya berasal secara
langsung dari uang Negara atau rakyat yang biasanya tercantum dalam APBN
(Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) atau APBD (Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah).
Menurut Kumorotomo, (2009:74).Birokrasi adalah tipe dari suatu
organisasi yang dimaksudkan untuk mencapai tugas-tugas administratif yang
besar dengan cara mengoordinasi secara sistematis (teratur) pekerjaan dari banyak
orang.
Weber dalam Ali (2012:148), mengatakan bahwa birokrasi itu pada
hakikatnya mengandung makna pengorganisasian yang tertib, tertata dan teratur
dalam hubungan kerja yang berjenjang serta mempunyai prosedur dalam suatu
tatanan organisasi.
Lebih lanjut Kristiadi dalam Pasolong (2011:67), mengatakan bahwa
birokrasi adalah merupakan struktur organisasi di sektor pemerintah, yang
memiliki ruang lingkup tugas-tugas yang sangat luas serta memerlukan organisasi
besar dengan sumber daya manusia yang besar pula jumlahnya.
Farel Heady (1989),Birokrasi adalah struktur tertentu yang memiliki
karakteristik tertentu: hierarki, diferensiasi dan kualifikasi atau kompetensi.
14
Hierarkhi bekaitan dengan struktur jabatan yang mengakibatkan perbedaan tugas
dan wewenang antar anggota organisasi. Diferensisasi yang dimaksud adalah
perbedaan tugas dan wewenang antar anggota organisasi birokrasi dalam
mencapai tujuan. Sedangkan kualifikasi atau kompetensi maksudnya adalah
seorang birokrat hendaknya orang yang memiliki kualifikasi atau kompetensi
yang diperlukan untuk melaksanakan tugas dan wewenangnya secara profesional.
Dalam hal ini seorang birokrat bukanlah orang yang tidak tahu menahu tentang
tugas dan wewenangnya, melainkan orang yang sangat profesional dalam
menjalankan tugas dan wewenangnya tersebut.
Dalam hal ini birokrasi dapat diartikan organisasi pemerintahan, melalui
kantor-kantor yang dibentuknya sehingga pemerintah dapat menjalankan roda
pemerintahan. Namun, selain organisasi pemerintah, birokrasi juga dapat
diterapkan pada organisasi non pemerintah.
Dari beberapa pendapat di atas,dapat di simpulkan bahwa pengertian dari
birokrasi adalah suatu organisasi pemerintahan tempat untuk menjalankan tugas-
tugasnya dengan melayani masyarakat dengan tertata dan terstruktur dalam
administrasi.
4. Pengertian Pemerintah Daerah
Definisi Pemerintahan Daerah Di Dalam UU No. 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah Pasal 1 Ayat 2, Adalah Sebagai Berikut:
Pemerintahan Daerah Adalah Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Oleh
Pemerintahan Daerah Dan DPRD Menurut Asas Otonomi Dan Tugas Pembantuan
Dengan Prinsip Otonomi Yang Seluas-Luasnya Dalam Sistem Dan Prinsip
15
Negarakesatuan Republik Indonesia Sebagaimana Dimaksud Dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.
Melihat Definisi Pemerintahan Daerah Seperti Yang Telah
Dikemukakan Diatas,Maka Yang Dimaksud Pemerintahan Daerah Disini Adalah
Penyelenggaraan Daerah Otonom Oleh Pemerintah Daerah Dan DPRD Menurut
Asas Desentralisasi Dimana Unsur Penyelenggara Pemerintah Daerah Adalah
Gubernur, Bupati Atau Walikota Dan Perangkat Daerah.
a. Fungsi Pemerintah Daerah
Fungsi pemerintah daerah dapat diartikan sebagai perangkat daerah
menjalankan, mengatur dan menyelenggarakan jalannya pemerintahAN.
Fungsi pemerintah daerah menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 adalah :
1) Pemerintah daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
2) Menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang
menjadi urusan pemerintahan dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, pelayanan umum dan daya saing daerah.
3) Pemerintah daerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan memiliki
hubungan pemerintahan pusat dengan pemerintahan daerah. Dimana
hubungan tersebut meliputi wewenang, keuangan, pelayanan umum,
pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya.
b. Asas Pemerintahan Daerah
16
Dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan, khususnya pemerintahan
daerah, sangat bertalian erat dengan beberpa asas dalam pemerintahan suatu
negara, yakni sebagai berikut:
1) Asas sentralisasi
Asas sentralisasi adalah sistem pemerintahan dimana sistem pemerintahan di
mana segala kekuasaan dipusatkan di pemerintah pusat.
2) Asas desentralisasi.
Asas desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh
pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan
dalam sistem Negara Kesatuan RepubliK Indonesia
3) Asas dekonsentrasi
Asas dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh
pemerintah kepada gubernur sebagai wakil pemerintah kepada instansi
vertical wilayah tertentu.
4) Asas tugas pembantuan
Asas tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daera
dan/atau desa; dari pemerintah provinsi kepada pemerintah kabupaten/kota
dan/atau desa; serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk tugas
tertentu.
Asas desentralisasi dalam pemerintahan daerah di Indonesia dapat
ditanggapi sebagai hubungan hukum keperdataan, dimana terdapat penyerahan
sebagian hak dari pemilik hak kepada penerima sebagain hak, dengan obyek
tertentu. Pemilik hak pemerintahan adalah di tangan pemerintah, dan hak
pemerintahan tersebut diberikan kepada pemerintah daerah, dengan obyek hak
17
berupa kewenangan pemerintah dalam bentuk untuk mengatur urusan
pemerintahan, dengan tetap dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ditinjau dari sudut penyelenggaraan pemerintahan, desentralisasi antara
lain bertujuan meringankan beban pekerjaan Pemerintah Pusat. Dengan
desentralisasi tugas dan pekerjaan dialihkan kepada Daerah. Pemerintah Pusat
dengan demikian dapat memusatkan perhatian pada hal-hal yang bersangkutan
dengan kepentingan nasional atau Negara secara keseluruhan.
Dengan demikian, menurut hemat penulis desentralisasi merupakan asas
yang menyatukan penyerahan sejumlah urusan pemerintahan dari pemerintah
pusat atau dari pemerintah daerah yang lebih tinggi kepada pemerintah daerah
yang lebih rendah sehingga menjadi urusan rumah tangga sendiri daerah itu.
Untuk itu semua prakarsa, wewenang dan tanggungjawab mengenai urusan-
urusan diserahkan sepenuhnya menjadi tanggungjawab daerah itu.
Tujuan utama yang ingin dicapai melalui kebijaksanaan desentralisasi
yaitu: tujuan politik dan tujuan administratif.
a. Tujuan politik akan memposisikan Pemerintah Daerah sebagai medium
pendidikan politik bagi masyarakat di tingkat lokal dan secara agregat akan
berkontribusi pada pendidikan politik secara nasional untuk mencapai
terwujudnya civil society.
b. Tujuan administratif akan memposisikan Pemerintah Daerah sebagi unit
pemerintahan di tingkat lokal yang berfungsi untuk menyediakan pelayanan
masyarakat secara efektif, efisien, dan ekonomis yang dalam hal ini terkait
dalam pelayanan publik.
18
Sejalan dengan pendapat tersebut, ide desentralisasi yang terwujud dalam
konsep otonomi daerah sangat terkait dengan konsep pemberdayaan masyarakat.
Oleh karena itu dalam desentralisasi terdapat 3 (tiga) dimensi utama, yaitu:
1 Dimensi ekonomi, rakyat memperoleh kesempatan dan kebebasan untuk
mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga mereka secara relatif
melepaskan ketergantungannya terhadap bentuk-bentuk intervensi
pemerintah, termasuk didalamnya mengembangkan paradigma pembangunan
yang berorientasi pada ekonomi kerakyatan. Dalam konteks ini, eksploitasi
sumber daya dilakukan untuk kepentingan masyarakat luas, dilakukan oleh
masyarakat lokal;
2 Dimensi politik, yakni berdayanya masyarakat secara politik, yaitu
ketergantungan organisasi-organisasi rakyat dari pemerintah;
3 Dimensi psikologis, yakni perasaan individu yang terakumulasi menjadi
perasaan kolektif (bersama) bahwa kebebasan menentukan nasib sendiri
menjadi sebuah keniscayaan demokrasi. Tidak ada perasaan bahwa “orang
pusat” lebih hebat dari “orang daerah” dan sebaliknya.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, tampak bahwa tujuan yang akan
diwujudkan dengan dianutnya konsep desentralisasi adalah agar tidak terjadi
penumpukan kekuasaan (concentration of power) pada satu pihak saja, yakni
Pemerintah Pusat. Dan dengan desentralisasi diharapkan terjadi distribusi
kekuasaan (distribution of power) maupun transfer kekuasaan (transfer of power)
dan terciptannya pelayanan masyarakat (public services) yang efektif, efisien dan
ekonomis serta terwujudnya pemerintahan yang demokratis (democratic
government) sebagai model pemerintahan modern serta menghindari lahirnya
19
pemerintahan sentralistik yang sebenarnya sudah tidak populer. Pemerintahan
sentralistik menjadi tidak popular karena tidak mampu memahami dan
menterjemahkan secara cepat dan tepat nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang
di daerah, serta kurangnya pemahaman terhadap sentiment lokal. Salah satu alasan
karena warga masyarakat merasa lebih aman dan tentram dengan badan
pemerintah lokal yang lebih mengetahui keinginan, aspirasi dan kepentingan
masyarakat daerah, serta lebih baik secara fisik dan juga secara psikologis.
Kebijakan desentralisasi yang dijalankan di Indonesia sesuai dengan UU
No. 32 Tahun 2004 tidak lagi merujuk pada istilah tingkatan karena hubungan
provinsi dan daerah kita bersifat coordinate dan independent. Distribusi fungsi
diberikan pada provinsi atau pada tingkatan pertama dalam pembagian dan
kabupaten atau kota setara dengan tingkatan ke dua. Selain itu, UU No. 32 Tahun
2004 juga mengatur distribusi fungsi pada pemerintahan desa yang setara dengan
tingkatan ketiga. Namun dalam hal pelaksanaannya, distribusi fungsi pada
pemerintahan desa dijalankan dibawah subordinasi dan bergantung pada daerah
kabupaten atau kota.
Sistem otonomi daerah yang memberikan sebagian wewenang yang
tadinya harus diputuskan pada pemerintah pusat kini dapat di putuskan di tingkat
pemerintah daerah. Kelebihan sistem ini adalah sebagian besar keputusan dan
kebijakan yang berada di daerah dapat diputuskan di daerah tanpa adanya campur
tangan dari pemerintahan di pusat. Namun kekurangan dari sistem desentralisasi
pada otonomi khusus untuk daerah adalah euforia yang berlebihan di mana
wewenang tersebut hanya mementingkan kepentingan golongan dan kelompok
20
serta digunakan untuk mengeruk keuntungan pribadi atau oknum. Hal tersebut
terjadi karena sulit untuk dikontrol oleh pemerintah di tingkat pusat.
Pemberian otonomi daerah sebagai perwujudan dari desentralisasi pada
hakekatnya memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat (UU No. 32 Tahun 2004).
Desentralisasi diselenggarakan untuk mewakili kepentingan nasional.
Desentralisasi diselenggarakan untuk mewakili kepentingan masyarakat setempat
(lokal) di daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Mengingat masyarakat tiap masyarakat lokal memiliki keunikan masing-masing,
dengan demikian hanya cocok jika instrumen desentralisasi diterapkan.
Desentralisasi menurut berbagai pakar memiliki segi positif, diantaranya :
secara ekonomi, meningkatkan efisiensi dalam penyediaan jasa dan barang publik
yang dibutuhkan masyarakat setempat, megurangi biaya, meningkatkan output
dan lebih efektif dalam penggunaan sumber daya manusia. Secara politis,
desentralisasi dianggap memperkuat akuntabilitas, political skills dan integrasi
nasional. Desentralisasi lebih mendekatkan pemerintah dengan masyarakatnya,
memberikan/menyediakan layanan lebih baik, mengembangkan kebebasan,
persamaan dan kesejahteraan.
E. Defenisi Konsepsional
Definisi konsepsional di susun dengan maksusd untuk dapat memberikan
penegasan atau batas bahwa pengertian dari masing-masing variabel penelitian
adalah seperti yang di ungkapkan disini.
21
Dengan demikian definisi konsepsional dari variabel penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut :
1. Analisis Kinerja.
Analisis Kinerja merupakan kegiatan menilai hasil kerja secara kualitas
dan kuantitas sesuai kriteria yang sudah di tentukan oleh pimpian atau
manager, yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugas
sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
2. Birokrasi.
Birokrasi merupakan instrumen penting dalam masyarakat modern yang
kehadirannya tak mungkin terelakkan. Eksistensi birokrasi ini sebagai
konsekuensi logis dari tugas utama negara (pemerintahan) untuk
menyelenggarakan kesejahteraan masyarakat (social welfare).
3. Pemerintah.
Pemerintah adalah sistem yang menjalankan wewenang dan kekuasaan
mengatur kehidupan sosial, ekonomi, dan politik suatu negara atau bagian-
bagiannya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pemerintah merupakan
sebuah organisasi yang memiliki tugas dan fungsi untuk mengelola sistem
pemerintah dan menetapkan kebijakan untuk mecapai tujuan negara.
4. Analisis Kinerja Birokrasi Pemerintah daerah.
Analisis Kinerja Birokrasi Pemerintah daerah adalah hasil kerja secara
kuliatas dan kuantitas melayani masyarakat yang di lakukan oleh
organisasi yang mempunyai wewenang dan peranan dalam melaksanakan
tugas-tugasnya.
22
F. Definisi Operasional.
Definisi operasional merupakan penjabaran sifat-sifat yang diamati atau
indikator dari masing-masing variabel penelitian yang telah didefinisikan. Adapun
definisi operasional dari variabel penelitian ini adalah sebagai berikut :
Analisis Kinerja Birokrasi Pemerintah Daerah dapat di ukur dari :
1. Produktivitas.
Karakteristik-karakteristik kepribadian individu yang muncul dalam bentuk
sikap mental dan mengandung makna keinginan dan upaya individu yang
selalu berusaha untuk meningkatkan kualitas kehidupannya.
2. Kualitas layanan.
Banyak pandangan negatif yang terbentuk mengenai organisasi publik,
muncul karena ketidakpuasan masyarakat terhadap kualitas layanaan yang
diterima dari organisasi publik. Dengan demikian, kepuasan dari masyarakat
bisa mejadi parameter untuk menilai kinerja organisasi publik.
3. Responsivitas.
Kemampuan organisasi untuk mengenali dan memenuhi kebutuhan
masyarakat. Responsivitas perlu dimasukkan ke dalam indikator kinerja
karena menggambarkan secara langsung kemampuan organisasi pemerintah
dalam menjalankan misi dan tujuannya.
4. Responsibilitas.
Responsibilitas menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan organisasi publik
itu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar atau
sesuai dengan kebijakan organisasi, baik yang eksplisit maupun implisit.
23
5. Akuntabilitas.
Akuntabilitas, publik menunjukkan pada berapa besar kebijakan dan kegiatan
organisasi publik tunduk pada pejabat politik yang dipilih oleh rakyat. Dalam
konteks ini, konsep akuntabilitas publik dapat digunakan untuk melihat
berapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi publik itu konsisten dengan
kehendak masyarakat banyak.
G. Perincian Data Yang Di Butuhkan
Untuk mendukung penelitian ini agar bernilai ilmiah,maka di perlukan data-
data yang memadai.Menurut Lofland dan Lofland (1984:47) sebagaimana yang
dikutip oleh Lexi J. Moleong bahwa sumber data utama dalam penelitian
kualitatif ialah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti
dokumen dan lain-lain. Dimana data hasil penelitian didapatkan melalui dua
sumber data yaitu data primer dan data sekunder.
Adapun data yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi :
1. Data Primer
Data primer adalah data yang di peroleh dan di catat secara langsung
atas tanggapan-tanggapan yang di berikan oleh para responden yang
mencakup Analisis Kinerja Birokrasi Pemerintah Di Dinas
Kependudukan Dan Catatan Sipil Kabupaten Sumba Barat Daya
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang di peroleh atau dikumpulkan oleh
pihak lain.Data ini difungsikan sebagai data tambahan yang
24
menunjang fokus penelitian, yang sepenuhnya berupa sumber-sumber
tertulis, buku-buku dan sebagainya.
H. Metode Penelitian
Suatu penelitian dikatakan ilmiah bila didukung oleh bukti-bukti yang
kongkrit tentang kebenaran ilmu pengetahuan yang tertulis. Suatu penelitian
ilmiah hendaknya didukung oleh metode karena merupakan cara yang digunakan
untuk mencapai tujuan penelitian,dengan demikian dapat dikatakan bahwa metode
penelitian adalah cara yang dipakai secara teratur mengadakan suatu pemeriksaan
yang teliti dalam mengumpulkan data untuk mencapai tujuan tersebut.
Menurut Hidayat (1990:60) kata metode berasal dari bahasa yunani,
methodos yang berarti jalan atau cara. Jalan atau cara yang dimaksud
disini adalah sebuah upaya atau usaha dalam meraih sesuatu yang
diinginkan.”
Heri Rahyubi (2012: 236) mengartikan “metode adalah suatu model cara
yang dapat dilakukan untuk menggelar aktivitas belajar-mengajar agar
berjalan dengan baik”.
Hamid Darmadi (2010: 42) berpendapat bahwa “metode adalah cara atau
jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan”.
Sedangkan menurut Sri Anitah dan Yetti Supriyati (2008: 4.3) “metode
adalah suatu cara yang teratur atau yang telah dipikirkan secara mendalam
untuk digunakan dalam mencapai sesuatu.
25
Heri Rahyubi (2012: 236) mengartikan “metode adalah suatu model cara
yang dapat dilakukan untuk menggelar aktivitas belajar-mengajar agar
berjalan dengan baik”
Hamid Darmadi (2010: 42) berpendapat bahwa “metode adalah cara atau
jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan”.
Sedangkan menurut Sri Anitah dan Yetti Supriyati (2008: 4.3) “metode
adalah suatu cara yang teratur atau yang telah dipikirkan secara mendalam
untuk digunakan dalam mencapai sesuatu.
Dari pendapat di atas dapat dikatakan bahwa metode penelitian merupakan
suatu yang mutlak harus ada dalam penelitian. Langkah-langkah yang dilakukan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Teknik penentuan populasi dan sample
a. Populasi
Sebelum proses pengumpulan data, terlibeh dahulu harus diketahui jumlah
populasi yang menjadi objek sasaran penelitian.Populasi adalah seluruh objek
dan seluruh individu atau seluruh gejala dan seluruh kejadian dan seluruh unit
yang akan diteliti (Rony Hanitijo,1990:44).
Sugiyono (1997 : 57) memberikan pengertian bahwa : “Populasi adalah
wilayah generalisasi yang terdiri dari obyek atau subyek yang menjadi
kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk di
pelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
Nawawi (1985 :141) menyebutkan bahwa, “ populasi adalah totalitas semua
nilai yang mungkin, baik hasil menghitung ataupun pengukuran kuantitatif
26
maupun kualitatif daripada karakteristik tertentu mengenai sekumpulan objek
yang lengkap. “
Riduwan dan tita lestari (1997:3) mengatakan bahwa “populasi adalah
keseluruhan dari karakteristik atau unit hasil pengukuran yang menjadi objek
penelitian.”
Sedangkan menurut Sugiyono ( 2009:90 ),dalam buku yang berjudul metode
penelitian administrasi,populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari
obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk di pelajari an kemudian ditarik kesimpulan.
Berdasarkan pada pendapat diatas maka dapat dikatakan bahwa populasi
adalah keseluruhan obyek yang akan dijadikan analisis sesuai dengan topik yang
dibahas. Populasi yang akan diambil dari penelitian ini adalah :
1. Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil : 1 Orang
2. Kepala Bidang Humas : 1 Orang
3. Masyarakat : 13 Orang
b. Sampel.
Menurut Sugiyono,(2009:91) dalam Buku Metode Penelitian Administrasi,
mengatakan bahwa :’’ Sampel adalah sebagian dari jumlah karakteristik yang di
miliki oleh populasi tersebut.” dan berdasarkan pendapat Arikunto (2002:109),
“sample adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti”. Jadi secara umum
sample adalah bagian dari populasi yang memiliki sifat,bentuk dan ciri yang
menggambarkan populasi secara keseluruhan sehingga populasi dapat terwakili
atau representatif.
27
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut (Sugiyono, 2006: 118)Sampel merupakan suatu bagian dari
populasi yang akan diteliti dan yang dianggap dapat menggambarkan populasinya
(Soehartono, 2004:57).
Sedangkan Suharsimi Arikunto (1998 :117) mengatakan bahwa :’sampel
adalah bagian dari populasi (sebagian atau wakil populasi yang diteliti). Sampel
penelitian adalah sebagian populasi yang diambil sebagai sumber data dan dapat
mewakili seluruh populasi.
Jadi, dapat di katakan sampel dalam penelitian ini adalah bagian-bagian
dari populasi yang di pilih sedemikian rupa sebagai objek penelitian.
2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah :
a) Teknik Observasi.
Dalam metode ini pengamatan dan pencatatan dilakukan dengan sistematis
terhadap fenomena-fenomena yang di teliti baik itu pengamatan secara langsung
maupun secara tidak langsung.
b) Teknik Kuisioner
Teknik yang dipergunakan untuk mendapatkan data-data informasi dengan
jalan menyebarkan kuisioner kepada responden.
c) Wawancara.
Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang didasarkan pada
percakapan secara intensif dengan suatu tujuan. Adapun dengan cara melakukan
28
tanya jawab secara langsung dan singkat kepada pengawai Dinas Kependudukan
Dan Catatan Sipil serta yang terkait dalam Kinerja Birokrasi Pemerintah.
d) Teknik Dokumentasi
Teknik dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang
menitikberatkan kepada pengamatan dan pencatatan tentang data yang tertera
pada barang-barang tertulis seperti laporan-laporan, keputusan-keputusan,catatan-
catatan, dokumentasi dan lain-lain yang berkaitan dan sangat dibutuhkan dalam
membantu pemecahan masalah.
3. Teknik Analisis Data
Teknik dan prosedur analisis data yang di gunakan dalam penelitian ini
adalah teknik analisa data kualitatif, dimana yang dimaksud dengan teknik analisa
data kualitatif yaitu:analisis data yang terdiri dari tiga alur kegiatan secara
simultan yang terdiri reduksi data,penyajian data dan penarikan kesimpulan atau
verifikasi data.
Untuk lebih jelasnya akan diuraikan melalui tiga alur yang di pergunakan
dalam analisis data kualitatif tersebut yaitu sebagai berikut:
a) Reduksi Data.
Reduksi data (data reduction), dalam tahap ini peneliti melakukan pemilihan,
dan pemusatan perhatian untuk penyederhanaan, abstraksi, dan transformasi
data kasar yang diperoleh.
b) Penyajian data.
Penyajian data (data display). Peneliti mengembangkan sebuah deskripsi
informasi tersusun untuk menarik kesimpulan dan pengambilan tindakan.
29
Display data atau penyajian data yang lazim digunakan pada langkah ini adalah
dalam bentuk teks naratif.
c) Penarikan kesimpulan dan verifikasi (conclusion drawing and verification).
Peneliti berusaha menarik kesimpulan dan melakukan verifikasi dengan
mencari makna setiap gejala yang diperolehnya dari lapangan, mencatat
keteraturan dan konfigurasi yang mungkin ada, alur kausalitas dari fenomena,
dan proposisi.
30