Upload
tatik-handayani
View
89
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
ta
Citation preview
Lab./SMF Ilmu Penyakit Mata Laporan KasusFakultas Kedokteran UmumUniversitas Mulawarman / RSUD AW. Syahranie
KATARAK SENILE MATUR
disusun oleh
Rr. Widyastuti Pusparini
04.45394.00184.09
Pembimbing
dr. Syamsul Hidayat, Sp. M
Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik
Pada Bagian Ilmu Penyakit Mata
Fakultas Kedokteran Umum
Universitas Mulawarman
2011
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Katarak adalah kekeruhan lensa. Pembentukan katarak secara kimiawi ditandai
oleh hidrasi (penambahan cairan) lensa dan denaturasi protein lensa. (1) Katarak
umumnya merupakan penyakit pada usia lanjut,dimana katarak terjadi akibat proses
penuaan atau degenerasi maka katarak ini disebut katarak senile. Katarak lainnya ialah
katarak kongenital dan juvenile disebut juga katarak perkembangan atau pertumbuhan
karena secara biologik serat lensa masih dalam perkembangan. Kekeruhan lensa dapat
pula terjadi akibat penyakit lain yang disebut katarak komplikata atau dapat akibat
rudapaksa yang disebut katarak trauma.
Prevalensi katarak di Amerika Serikat ialah sekitar 300.000-400.000 dengan sekitar
7000 kasus menjadi buta irreversibel akibat komplikasi tekhnik operasi. Dari penelitian
mata Framingham sejak tahun 1973-1975 katarak senile terdapat pada 15,5% dari 2477
pasien. Dengan tiga tipe yakni nuklear, kortikal dan subkapsular posterior, meningkat
seiring dengan usia , dengan usia tertua ialah 75 tahun atau lebih. Katarak nuklear ,
kortikal dan subkapsular posterior ditemukan sebanyak 65,5%; 27,7% dan 19,7% dari
populasi penelitian. (2)
Di dunia, katarak senile menjadi gangguan penglihatan utama dan penyebab
kebutaan utama. Setidaknya prevalensi katarak sekitar 5-10 juta per tahun, dan akibat
komplikasi tekhnik operasi menghasilkan 100.000-200.000 mata buta irreversibel.
Estimasi data 1,2 % dari seluruh populasi Afrika mengalami buta dengan katarak
sebangai penyebab kebutaan sebanyak 36 %. Penelitian di dataran Punjab menyatakan
bahwa prevalensi katarak senile adalah 15,3% dari 1269 orang yang berusia sekitar 30
tahun atau lebih. Peningkatan signifikan terjadi sebanyak 67% pada usia tujuh puluh
tahun atau lebih. Sedangkan penelitian yang dilakukan di Skotlandia barat menyatakan
bahwa katarak senile sebagai penyebab kebutaan pertama. (2)
2
1.2. Tujuan
Tujuan pembuatan laporan kasus ini ialah untuk mengetahui penegakkan diagnosis
katarak dan penatalaksanaan yang dilakukan serta membandingkan dengan teori yang
telah ada.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Definisi
Katarak berasal dari kata Yunani yakni katarrhakies, dalam bahasa Inggris
cataract dan dalam bahasa latin cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa
Indonesia disebut bular dimana penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa
yang keruh. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan lensa yang terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan ) lensa dan denaturasi protein lensa. (1)
II.2. Etiologi
Katarak dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti : (3)
Usia (perubahan foto-oksidatif/ katarak senile) Trauma tumpul maupun tajam pada okuli Bedah mata (vitrektomi pars plana, operasi fistulla, iridektomi perifer) Penyakit intraokuli :
- Inflamasi : uveitis kronis, endophtalmitis, rubella embriopati, syphilis,toxoplamosis, dll
- Tumor : (anterior) melanoma choroid,dll.- Distrofi/kondisi degeneratif : retinitis pigmentosa- Glaukoma sudut tertutup akut (glaukomflecken)
Sindrom ( Genetik) :- Trisomi 13,trisomi 18, trisomi 21- Sindrom Turner- Sindrom alport
Penyakit sistemik - Penyakit metabolik: diabetes mellitus, galaktosemia,tetany.- Gangguan sirkulasi : carotid stenosis (ischemic ophtalmopathy, Takayasu)- Penyakit sistemik : dermatitis atopik- Lainnya : neurofibromatosis tipe II
Terapi : kortikosteroid, sitostatik tertentu, parasimpatomimetik local Radiasi :
- Ionisasi : X-ray- Non ionisasi : sinar UV, infrared (glassblower’s cataract), arus tegangan
tinggi ( electric cataract)
4
Pembentukan katarak secara kimiawi ditandai oleh penurunan penyerapan
oksigen dan peningkatan kandungan air yang nantinya diikuti oleh dehidrasi.
Kandungan natrium dan kalsium meningkat, kandungan kalium, asam askorbat dan
protein berkurang. Pada lensa yang mengalami katarak tidak ditemukan glutation.
Usaha terapi medis untuk mempercepat atau menahan perubahan kimiawi ini belum
berhasil hingga saat ini. (4)
II.3. Patofisiologi
Patogenesis terjadinya katarak merupakan hal yang multifaktorial dan
melibatkan berbagai macam proses fisiologis. Seiring dengan bertambahnya usia
berat dan ketebalan lensa akan semakin bertambah, kemudian kemampuan
akomodasi lensa akan semakin berkurang. Dengan adanya perubahan lapisan
kortikal pada pola konsentris, maka nukleus sentral lensa akan tertekan dan
mengeras yang disebut sebagai sklerosis nuklear. (2)
Beberapa mekanisme dianggap memberikan kontribusi pula pada hilangnya
transparansi lensa secara progresif. Seiring dengan bertambahnya usia sel epitel
lensa mengalami penurunan densitas dan gangguan diferensiasi serat sel lensa.
Selain itu air dan metabolit larut air dapat masuk ke dalam nukleus lensa melalui
epitel dan korteks akibat menurunnya transport air, nutrisi dan antioksidan.
Mekanisme-mekanisme tersebut mengakibatkan terjadinya kerusakan oksidatif
pada lensa yang progresif, hal ini diperkuat oleh berbagai penelitian yang
menynunjukkan menunjukkan peningkatan produk oksidasi (misalnya, glutathione
teroksidasi) dan penurunan vitamin antioksidan serta enzim superoksida dismutase
pada pasien katarak. Proses oksidatif sangat berperan dalam terjadinya katarak. (2)
Mekanisme lain yang terlibat adalah konversi protein lensa dengan berat
molekul rendah yang larut sitoplasma menjadi agregat protein dengan berat
molekul tinggi ( matriks protein tidak larut membran) . Perubahan yang dihasilkan
protein menyebabkan fluktuasi mendadak dalam indeks bias lensa, penyebaran
cahaya dan mengurangi transparansi. Penyebab lain yang sedang diselidiki ialah
peran gizi khususnya glukosa, mineral dan vitamin dalam terbentuknya katarak (2).
5
II.4. Klasifikasi
Berdasarkan usia katarak dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Katarak kongenital
Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera
setelah lahir dan bayi berusia kurang dari 1 tahun. Katarak kongenital merupakan
penyebab kebutaan pada bayi yang cukup berarti terutama akibat penanganan yang
kurang tepat. Katarak kongenital digolongkan menjadi : (1)
a. Katarak kapsulolentikular (katarak yang mengenai kapsular dan katarak polaris).
b. Katarak lentikular (yakni katarak yang mengenai korteks atau nukleus lensa).
Katarak kongenital dapat berupa penyakit primer maupun penyakit yang
berhubungan dengan penyakit ibu dan janin lokal ataupun umum. Untuk itu perlu
dilakukan pemeriksaan riwayat prenatal ibu seperti rubella pada trimester
kehamilan pertama dan pemakaian obat selama kehamilan. (1)
Hampir 50 % dari katarak kongenital adalah sporadik dan tidak diketahui
penyebabnya. Penanganan tergantung apakah katarak terjadi unilateral atau
bilateral, adanya kelainan mata lainnya dan saat terjadinya katarak. Prognosis
katarak kongenital kurang memuaskan karena bergantung pada bentuk katarak dan
mungkin sekali pada mata tersebut telah terjadi ambliopia. Bila terjadi nistagmus
maka hal ini menunjukkan hal yang buruk pada katarak kongenital.
Jika pupil mata bayi menderita katarak kongenital maka akan terlihat bercak
putih (leukokoria). Pada katarak kongenital total, penyulit yang dapat terjadi ialah
macula lutea tidak cukup mendapat rangsangan. Makula lutea tidak akan
berkembang sempurna hingga walaupun dilakukan ekstraksi katarak, maka visus
tidak akan mencapai 5/5. Hal ini disebut sebagai ambliopia sensoris (ambliopia ex
anopsia). Katarak kongenital dapat menimbulkan komplikasi berupa nistagmus dan
strabismus. (1)
Tindakan pengobatan katarak kongenital adalah operasi. Indikasi operasi: (1)
- Refleks fundus tidak tampak.
- Bila katarak bersifat total, operasi dapat dilakukan pada usia 2 bulan atau lebih
muda (dengan anastesi total).
2. Katarak juvenile
Katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun, yakni saat terjadi perkembangan
serat-serat lensa sehingga biasanya konsistensi lensa lembek seperti bubur dan
6
disebut sebagai soft cataract. Katarak ini bisanya mulai terbentuk pada usia kurang
dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan, biasanya merupakan kelanjutan dari katarak
kongenital. (1) (5)
Katarak juvenile biasanya merupakan penyulit dari penyakit sistemik ataupun
metabolik antara lain seperti (1) :
a. Katarak metabolik.
Katarak diabetik dan galaktosemik (gula)
Katarak hipokalsemik (tetranik)
Katarak defisensi gizi
Katarak aminoasiduria (termasuk sindrom Lowe dan homosisteinuria)
Penyakit Wilson
Katarak berhubungan dengan kelainan metabolik lain.
b. Otot
Distrofi miotonik (umur 20 sampai 30 tahun)
c. Katarak traumatik
d. Katarak komplikata
Kelainan kongenital dan herediter (siklopia, koloboma,
mikroftalmia,aniridia, pembuluh hialoid persisten,heterokromia iridis).
Katarak degeneratif (dengan miopisa dan distrofi vitreoretina seperti
Wagner dan retinitis pigmentosa dan neoplasma)
Katarak anoksik
Toksik (kortikosteroid sistemik atau topikal, ergot, naftalein, dinitrofenol,
triparanol (MER-29), antikholinesterasae, klorpromazin,miotik, busulfan,
dan besi).
Lain-lain, misalnya kelainan kongenital atau sindrom tertentu disertai
kelainan kulit (sindermatik), tulang (disostosis kraniofasial, osteogenesis
imperfekta, khondrodistrofia kalsifikans kongenital pungtata ) dan kelainan
kromosom.
Katarak radiasi.
Pembedahan dilakukan bila tajam penglihatan sudah mengganggu
pekerjaan sehari-hari. Semakin lama katarak menutupi lensa maka semakin
besar kemungkinan ambliopia. (5)
3. Katarak senile
7
Katarak yang terjadi setelah usia 50 tahun. Katarak senile secara klinik dikenal
dalam empat stadium yaitu insipient, imatur,matur, dan hipermatur. (1)
Insipien Imatur Matur Hipermatur
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan lensa Normal Bertambah
(air masuk)
Normal Berkurang
(air +masa lensa
keluar)
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik mata depan Normal Dangkal Normal Dalam
Sudut bilik mata Normal Sempit Normal Terbuka
Shadow test Negatif Positif Negatif Pseudopositif
Penyulit - Glaukoma - Uveitis
+Glaukoma
Visus Hingga 6/6 6/6 – 1/300 1/~ 1/~
Katarak senile dapat diklasifikasikan menjadi 3 bentuk utama, yakni katarak
nuclear, katarak kortikal, dan katarak subkapsular posterior. Katarak nuclear
merupakan hasil dari sklerosis nuclear yang berlebihan dan penguningan dengan
konsekuensi pembentukan opasitas lentikular sentral. Pada beberapa keadaan,
nucleus dapat menjadi sangat padat dan coklat, yang disebut sebagai katarak
brunesen. Perubahan komposisi ionic pada korteks lensa dan perubahan hidrasi
pada serat lensa akan menghasilkan katarak kortikal. Pembentukan kekeruhan
seperti plak dan granular terjadi pada korteks subkapsular posterior yang seringkali
mengarah pada katarak subkapsular posterior.
8
Gambar 1. Terdapat gambaran opak yang difus dan komplit pada lensa. Nucleus yang
kecokelatan tampak samar terlihat pada lapisan kortikal posterior (3)
Berdasarkan asalnya katarak diklasifikasikan menjadi : (3)
1. Katarak traumatik
Katarak traumatik paling sering diakibatkan cedera benda asing di lensa atau
trauma tumpul terhadap bola mata. Tembakan sering menjadi penyebab, penyebab
lain yang lebih jarang ialah anak panah, batu, kontusio,pajanan panas berlebihan
(glassblower cataract), sinar X dan bahan radioaktif. Sebagian besar katarak
traumatik dapat dicegah. Di dunia industri tindakan pengamanan terbaik adalah
sepasang kacamata pelindung yang bermutu baik. (4)
Lensa menjadi putih segera setelah masuknya benda asing, karena terdapat
lubang pada kapsul lensa mengakibatkan humor aquaeus dan kadang-kadang
vitreum masuk ke dalam struktur lensa. Apabila humor aqueus atau korpus vitreum
keluar dari tempatnya maka lensa akan menjadi sangat lunak. Terapi yang
diberikan ialah antibiotik sistemik dan topikal serta kortikosteroid topikal dalam
beberapa hari untuk memperkecil kemungkinan infeksi dan uveitis. Atropin sulfat
1%, 1 tetes tiga kali sehari dianjurkan untuk menjaga pupil tetap dilatasi dan untuk
mencegah pembentukan sinekia posterior. Katarak dapat dikeluarkan pada saat
pengeluaran benda asing atau setelah peradangan mereda. Apabila terjadi glaucoma
akut selama periode menunggu maka bedah katarak jangan ditunda walau masih
terdapat peradangan. Beberapa waktu setelah tindakan pembedahan katarak
mungkin masih terdapat membran opak tipis yang dapat diiincisi dengan laser
neodymium YAG untuk memperbaiki penglihatan. (4)
2. Katarak berkaitan dengan penyakit kulit
3. Katarak karena penyakit lainnya ( katarak sekunder)
Katarak sekunder terjadi akibat terbentuknya jaringan fibrosis pada sisa lensa
yang tertinggal, paling cepat keadaan ini terlihat sesudah 2 hari EKEK. Bentuk
lainnya ialah mutiara Elschnig dan cincin Soemmering. Katarak sekunder
merupakan fibrin sesudah suatu operasi katarak ekstrakapsular atau sesudah trauma
yang memecah lensa. (1)
Katarak pada pasien dengan diabetes mellitus tidak memiliki perbedaan
bentuk dengan katarak pada pasien katarak terkait usia. Penderita diabetes mellitus
akan menyebabkan adanya suatu faktor kontribusi terjadinya katarak, yakni jalur
9
aldosa reduktase. Enzim aldosa reduktase akan mengubah glukosa dan aldoheksosa
lainnya menjadi sorbitol, suatu gula beralkohol. Sorbitol tidak dapat langsung
menembus kapsul lensa, namun dapat mempengaruhi tekanan osmotic lensa,
sehingga cairan di luas lensa akan masuk ke dalam lensa dan menyebabkan edema
lensa. (12)
Retinitis pigmentosa adalah suatu kelompok kelainan genetic pada retina yang
memiliki karakteristik konstriksi lapangan pandang perifer, retinopati pigmentari,
dan diskus optikus yang pucat. Selain itu juga karakteristik lain adalah
ditemukannya katarak subcapsular posterior. (12)
Beberapa obat-obatan yang dihubungkan dengan terjadinya katarak, sebagian
besar adalah steroid topical atau sistemik. Katarak ini biasanya merupakan katarak
subkapsular posterior. Busulfan, digunakan untuk terapi leukemia, telah
dihubingkan dengan terjadinya katarak subkapsular posterior. Amiodarone, suatu
obat anti aritmia, menyebabkan gambaran seperti pusaran air pada kornea yang
juga serupa dengan yang dijumpai pada Fabry’s disease. Pada satu studi, katarak
pada pasien yang memiliki katarak yang telah diangkat kemudian diperiksa
sebelum menggunakan amiodarone. Pemeriksaan lensa menunjukkan adanya
inklusi konsentrik membrane lamella dengan epitel lensa, mirip dengan epitel
konjunctiva dan kornea yang terlihat pada pasien lain yang menggunakan
amiodarone. (12)
II.5. Gejala
Gejala yang dialami oleh pasien katarak ialah : (2) (3)
1. Penurunan visus terjadi secara bertahap pada mata tenang. Katarak subkapsul
posterior akan sangat menurunkan penglihatan, sedangkan katarak nuklear
awalnya akan mengakibatkan kekaburan jika melihat jauh. Pasien katarak
diibaratkan seperti melihat objek melalui kaca depan mobil yang berkabut.
Pasien nantinya akan mengalami maturasi katarak nukleus yang akan
mengembalikan penglihatan dekat pasien, akibat miopi mata pasien tersebut
bertambah karena nukleus lensa semakin sklerotik sehingga menghasilkan
kekuatan refraktif yang lebih besar. Hal ini disebut sebagai “second sight”.
Sayangnya perbaikan pada penglihatan dekat ini hanyalah sementara akibat zona
nuklear lensa yang lebih opaque.
10
2. Silau jika melihat cahaya.
Rasa silau yang bertambah adalah salah satu keluhan utama pasien dengan
katarak senile. Keluhan ini termasuk berkurangnya sensitifitas terhadap kontras
pada ruangan dengan cahaya yang terang (disabling glare) atau silau saat
melihat cahaya yang datang saat malam hari.
3. Distorsi, dimana tepi objek yang seharusnya lurus terlihat bergelombang
bahkan dapat pula mengakibatkan duplikasi (monocular diplopia).
4. Berubahnya persepsi warna. Nukleus lensa akan semakin bertambah kuning
selaras dengan peningkatan usia. Akibat sclerosis nuklear lensa maka objek
dapat terlihat berwarna coklat atau lebih kuning daripada seharusnya.
5. Miopisasi
Progresi katarak sering mengubah kekuatan lensa sehingga menyebabkan
terjadinya pergeseran miopi yang ringan hingga sedang (myopic shift). Sebagai
konsekuensinya pasien presbopi akan melaporkan peningkatan pada saat melihat
dekat dan tidak memerlukan lagi kacamata baca. Seiring dengan perkembangan
katarak, keadaan ini akan berubah dan “second sight” akan hilang.
II.6. Pemeriksaan Fisik
Setelah dilakukan anamnesis mengenai keluhan dan riwayat penyakit pasien,
dilakukan pemeriksaan fisik yang menyeluruh, termasuk sistemik untuk mengetahui
apakah terdapat kondisi sistemik yang mempengaruhi mata dan perkembangan
katarak. (2)
Pemeriksaan mata yang menyeluruh harus dilakukan, dimulai dengan visus
dekat dan jauh. Jika pasien mengeluhkan adanya kekaburan, pemeriksaan visus
dilakukan di tempat yang terang. Sensitivitas kontras juga dapat diperiksa, terutama
apabila pada riwayat terdapat masalah yang diduga terkait. (2)
Pemeriksaan jaringan adneksa mata dan struktur intraocular juga dapat
menyediakan informasi mengenai penyakit pasien bahkan prognosis dari pasien.
Suatu test yang penting dilakukan adalah tes untuk mencari pupil Marcus Gunn
atau refleks pupil relatif aferen (RAPD) yang mengindikasikan suatu kerusakan
nervus optikus atau keterlibatan macular yang difus. Pasien dengan RAPD dan
11
katarak memiliki keterbatasan prognosis visual setelah dilakukan ekstraksi katarak. (2)
Selain itu juga diperlukan pemeriksaan pergerakan bola mata ke segala arah
untuk mengetahui adakah penyebab lain yang menyebabkan keluhan pada pasien.
Pemeriksaan slit lamp seharusnya tidak hanya dikonsentrasikan untuk
mengevaluasi opasitas lensa, tetapi juga untuk mengevaluasi struktur mata yang lain,
seperti konjunctiva, kornea, iris, dan bilik mata depan. Kornea yang tebal serta
adanya opasitas, seperti corneal guttata harus diperiksa secara cermat. Keadaan lensa
diperiksa setelah dilakukan dilatasi pupil. (2)
Setelah dilakukan dilatasi pupil, maka ukuran nuclear dan gambaran
brunescense sebagai indicator untuk tindakan fakoemulsi dapat ditentukan. Posisi
lensa dan integritas dari serat zonular harus diperiksa karena subluksasi lensa dapat
mengindikasikan adanya trauma terdahulu, kelainan metabolic, atau katarak
hipermatur. (2)
Pemeriksaan direct dan indirect oftalmoskop digunakan untuk menilai ingritas
kutub posterior. Nervus optikus dan retina dapat menimbulkan gejala pada pasien.
Lebih lanjut, prognosis setelah dilakukan ekstraksi lensa dapat berakibat signifikan
bila terdapat patologi pada kutub posterior dalam pemeriksaan pre operatif (misalnya
macular edema, edema macular degenerasi usia) Fundus okuli menjadi semakin sulit
dilihat seiring dengan semakin padatnya kekeruhan lensa, sampai reaksi fundus sama
sekali hilang. Pada stadium ini katarak biasanya telah matang dan pupil mungkin
tampak putih. (2)(12)
II.7. Terapi
a. Medikasi
Tidak ada terapi medikasi yang terbukti untuk menunda, mencegah atau
menghentikan proses perkembangan katarak senile. Inhibitor aldosa reduktase,
dipercaya dapat menghambat konversi glukosa menjadi sorbitol, dan menunjukkan
hasil yang menjanjikan dalam mencegah katarak akibat gula pada binatang coba.
Obat anti katarak lain masih dalam penelitian dan uji coba, termasuk agen untuk
menurunkan kadar sorbitol, aspirin, agen untuk meningkatkan senyawa glutation,
serta antioksidan vitamin C dan E. (2)
b. Pembedahan
12
Terapi definitif katarak ialah operasi katarak. Waktu pelaksanaan operasi yang
baik tergantung dari fungsi penglihatan pasien. Jika katarak uniokular maka
pembedahan dapat ditunda hingga katarak menjadi matur, dengan prinsip bahwa
fungsi penglihatan mata sebelahnya masih dapat memenuhi kebutuhan pasien dan
pasien tidak memerlukan penglihatan yang stereotipik dalam sehari-hari. Namun
jika katarak terjadi bilateral maka ekstraksi katarak dilakukan terlebih dahulu pada
mata yang mengalami penurunan visus lebih buruk karena penurunan penglihatan
pada kedua mata akan sangat mengganggu hidup sehari-hari pasien. (6)
Pembedahan katarak standar antara lain ialah (7):
a. Fakoemulsifikasi. Cara ini ialah cara yang paling sering digunakan pada masa
modern. Dengan menggunakan mikroskop akan dilakukan incisi sangat kecil di
dekat kornea. Kemudian dengan menggunakan ultrasound probe dimasukkan ke
dalam mata, dengan memanfaatkan vibrasi ultrasoniknya untuk menghancurkan
(phacoemulsify) lensa yang telah mengalami katarak. Potongan fragmen kecil
kemudian akan dihisap melalui ultrasound probe pula. Setelah itu untuk
mengganti lensa yang telah dihancurkan maka dimasukkan lensa buatan ke dalam
kantung kapsular tersebut.
Meskipun tidak terdapat perbedaan signifikan pada hasil akhir visus pasien
dengan besar incisi 3,5; 7 dan 10 mm namun terdapat keuntungan
fakoemulsifikasi dibandingkan dengan ECCE, antara lain penyembuhan
penglihatan setelah fakoemulsifikasi lebih cepat, menurunkan risiko terjadinya
astigmatisme, menurunkan risiko ruptur luka operasi, menurunkan risiko fluktuasi
tekanan intraokular, dan menurunkan risiko terjadinya perdarahan choroid. (2)
13
Gambar 1. Destruksi nukleus lensa di dalam kapsular lensa dengan tekhnik
fakoemulsifikasi (3)
b. Operasi katarak ekstrakapsuler atau Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsular (EKEK).
Metode ini digunakan pada katarak tingkat lanjut dimana lensa sudah terlalu
tebal untuk difragmentasikan oleh fakoemulsifikasi. Pada EKEK dilakukan
pengeluaran isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior dengan
tetap mempertahankan kapsul posterior, sehingga masa lensa dan korteks lensa
dapat keluar melalui robekan tersebut. Setelah itu dilakukan ekstraksi linier,
aspirasi dan irigasi. (7)
EKEK dilakukan pada pasien katarak muda, pasien dengan kelainan endotel,
implantasi IOL posterior, kemungkinan akan dilakukan operasi glaukoma, mata
dengan predisposisi terjadinya prolaps badan kaca, post abrasi retina dan macular
edema. EKEK dipilih untuk mencegah penyulit saat melakukan pembedahan
katarak seperti prolaps badan kaca. (7)
Penyulit yang dapat timbul pada EKEK yaitu dapat terjadinya katarak
sekunder. Tekhnik ini memerlukan incisi yang lebih lebar , sehingga akan
membutuhkan waktu penyembuhan yang lebih lama daripada fakoemulsifikasi.
14
Gambar 2. Tahapan operasi ekstraksi katarak ekstra kapsular dan implantasi IOL (8)
c. Operasi katarak intrakapsular atau Ekstraksi Katarak Intra Kapsular (EKIK)
Metode EKIK ialah pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa
bersama kapsulnya. Pada EKIK tidak akan terjadi katarak sekunder. Kontraindikasi
EKIK ialah pasien yang berusia kurang dari empat puluh tahun yang masih
memiliki ligamen hialoidea kapsular. Penyulit yang dapat terjadi pada pembedahan
ini ialah astigmat, glaukoma, uveitis, endoftalmitis dan perdarahan. (8)
Tekhnik ini juga memerlukan incisi yang lebar seperti EKIK. Setelah
dilakukan EKIK maka lensa yang telah dikeluarkan akan diganti dengan IOL
anterior (di depan iris). Metode ini sudah jarang digunakan, namun masih dapat
digunakan jika terdapat trauma yang signifikan atau pada zonula zinii yang telah
rapuh atau berdegenerasi dan mudah diputus (8)
d. Small Incision Cataract Surgery
Teknik ini lebih sering kali digunakan pada negara berkembang. Pada tekhnik ini
dibuat sklerokorneal tunnel dengan ukuran yang disesuaikan dengan densitas
15
nucleus, misalnya pada katarak imatur maka hanya diperlukan ukuran tunnel yang
kecil namun untuk nukleus yang besar dan keras maka diperlukan ukuran diameter
yang lebar mungkin sekitar 8 mm. Meskipun ukuran tunnel besar, hal tersebut
tidaklah menjadi masalah karena tidak diperlukan jahitan apabila seluruh tahapan
operasi telah dilaksanakan sesuai prosedur. Namun apabila terjadi komplikasi
ketika operasi maka dapat dilakukan satu atau dua jahitan pada akhir operasi.
Setelah dibuat tunnel kemudian kapsul anterior lensa dibuka dengan tekhnik can
opener atau curvilinear capsulorhexis (CCC). Kemudian tahap selanjutnya adalah
pengeluaran nukleus dan pembersihan sisa korteks lensa. (9)
Dengan insisi yang kecil, teknik ini ideal untuk negara berkembang. Teknik ini
digunakan pada Rumah Sakit Mata Aravind di India, dan Nepal dengan tujuan
memperoleh kualitas pembedahan yang baik dan jumlah operasi yang banyak,
suatu percobaan ahli yang dilakukan di Nepal dengan membandingkan teknik
fakoemulsi dengan SICS dimana hasil yang didapatkan tidak jauh berbeda. Pasien
dengan SICS mengalami edema kornea yang lebih ringan pada hari pertam post
operatif dan visus yang belum terkoreksi. Waktu pembedahan untuk SICS juga
lebih singkat. (13)
e. Intra ocular lensa (IOL) (3) (12)
Pada saat ini setiap bedah katarak dilakukan penanaman lensa intra ocular
untuk afakia yang terjadi. Sekitar 90% implant berada di kamera posterior dan 10%
di kamera anterior. Terdapat banyak jenis dari lensa intra ocular, namun prosthesis
mengandung optic sentral bikonveks dan 2 kaki atau pegangan untuk
mempertahankan lensa pada posisinya. Posisi lensa intra ocular yang optimal
adalah dalam suatu kantung kapsular yang dipasang setelah prosedur pembedahan
ekstrakapsular. Hal ini dihubungkan dengan rendahnya insidens komplikasi post
operatif, seperti bula pseudofaki keratopati, glaucoma, kerusakan iris, hifema, dan
desentrasi lensa.
Lensa kamar posterior yang terbaru telah dibuat sebagai material yang
fleksibel, misalnya dari silicon dan polimer arkilik. Fleksibilitas ini memungkinkan
lensa dapat dilipat sehingga mengurangi ukuran irisan yang dilakukan. Lensa juga
didisain pada kelainan multifocal. Keuntungan dari desain ini adalah unuk
memberikan pasien pandangan yang baik, untuk jarak dekat maupun jarak jauh,
16
dimana desain lensa monofokal tidak dapat mengkoreksinya. Apabila setelah
prosedur intra kapsular atau terdapat kerusakan pada kapsul posterior selama
pembedahan ekstra kapsular, lensa intra ocular dapat ditempatkan pada bilik mata
depan atau terkadang difiksasi pada sulkus siliaris. (Vaughn)
Lensa kamera anterior digunakan untuk pasien-pasien yang menjalani bedah
intrakapsular atau jika kapsul posterior telah ruptur tanpa sengaja pada saat
pembedahan ekstrakapsular.
Kontraindikasi pemasangan lensa intra ocular antara lain pasien dengan uveitis
berulang, retinopati diabetik proliferative, rubeosis iridis dan glaucoma
neovaskular.
II.8. Post operasi Katarak
Perawatan pasca operasi katarak ialah dengan membalut mata selama beberapa
hari, tetapi jika matanya sudah terasa nyaman maka balutan dapat dilepas pada hari
pertama pasca operasi . Mata tetap dilindungi dengan kacamata atau dengan
pelindung harian selama beberapa minggu. Kacamata sementara dapat digunakan
beberapa hari setelah operasi, namun biasanya pasien dapat melihat cukup baik
dengan lensa intraokular sambil menantikan kacamata permanen (biasanya
disediakan 6-8 minggu setelah operasi). (4)
Selain koreksi dengan IOL, koreksi afakia setelah pembedahan juga dapat
dilakukan dengan menggunakan : (14)
Kacamata
Lensa asli memiliki kekuatan refraksi yang baik dan konsekuesninya, kacamata
yang diperlukan untuk mengkoreksi kelainan refraksi setelah pembedahan
katarak biasanya tebal dan berat, walaupun telah dibuat dari plastic. Koreksi
bayangan sekitar 30% lebih besar daripada mata normal. Hal ini berarti
bayangan dari mata yang telah mengalami operasi katarak, dengan koreksi
kacamata, tidak dapat melakukan fusi bayangan dari mata yang lain, kecuali jika
lensa pada mata yang lain juga dihilangkan. Benda juga dipantulkan lebih dekat
daripada jarak sebenarnya, sehingga sering berakibat pada terjadinya
kecelakaan. Selain itu terdapat pembatasan lapangan pandang, dan dikenal suatu
lingkaran buta (skotoma) pada lapangan pandang tersebut yang disebabkan oleh
17
aberasi optic yang berbeda dengan lensa asli. Masalah ini tidak timbul jika
digunakan lensa kontak atau implant IOL.
Lensa kontak
Ukuran bayangan dengan lensa kontak hanya 10% lebih besar daripada ukuran
asli. Otak dapat memfusikan disparitas ini pada mata yang mengalami operasi
dan yang normal secara simultan. Bagaimanapun juga, jebanyakan pasien
dengan katarak adalah orang lanjut usia dan dapat timbul masalah sehubungan
dengan penggunaan lensa kontak akibat kesulitan memegang dan infeksi.
II.9. Komplikasi
1. Komplikasi Intra Operatif (14)
Edema kornea, COA dangkal, ruptur kapsul posterior, pendarahan atau efusi
suprakoroid, pendarahan suprakoroid ekspulsif, disrupsi vitreus, incacerata
kedalam luka serta retinal light toxicity.
2. Komplikasi dini pasca operatif (14)
- COA dangkal karena kebocoran luka dan tidak seimbangnya antara cairan
yang keluar dan masuk, adanya pelepasan koroid, block pupil dan siliar,
edema stroma dan epitel, hipotonus, brown-McLean syndrome (edema kornea
perifer dengan daerah sentral yang bersih paling sering)
- Ruptur kapsul posterior, yang mengakibatkan prolaps vitreus
- Prolaps iris, umumnya disebabkan karena penjahitan luka insisi yang tidak
adekuat yang dapat menimbulkan komplikasi seperti penyembuhan luka yang
tidak sempurna, astigmatismus, uveitis anterior kronik dan endoftalmitis.
- Pendarahan, yang biasa terjadi bila iris robek saat melakukan insisi
3. Komplikasi lambat pasca operatif
- Ablasio retina
- Endoftalmitis kronik yang timbul karena organissme dengan virulensi rendah
yang terperangkap dalam kantong kapsuler
- Opasifikasi kapsular posterior, disebabkan suatu jaringan parut pada bagian
posterior dari kantong kapsular. Hal ini terjadi pada 20% pasien, dimana
dibutuhkan tindakan laser kapsulotomi.
II. 10 Tata Laksana Katarak dengan Glaukoma (15)
18
Kejadian glaucoma dan katarak yang signifikan secara visual merupakan
hal yang umum dijumpai pada praktek oftalmologis. Manajemen dan proses
pembuatan keputusan dari kondisi tersebut merupakan kesatuan yang berbeda.
Pembedahan katarak dipertimbangkan ketika berpengaruh signifikan pada
penglihatan, dan dokter akan memberikan pertimbangan kepada pasien mengenai
resiko spesifik, dan keputusan untuk melakukan pembedahan atau menundanya.
Manajemen glaucoma juga memiliki beberapa pilihan, tergantung dari tipe dan
teknik yang dikuasai oleh oftalmologis. Pilihan terapi tersebut dapat berupa terapi
medikasi, argon laser trabekuloplasti (ALT), selektif laser trabekuloplasti (SLT),
iridotomi perifer, dan trabekulektomi. Terlepas dari terapi yang dipilih, terapi
glaucoma akan mempengaruhi prosedur pembedahan katarak, dan hal ini harus
dipertimbangkan dalam proses pembuatan keputusan.
Ketika pasien dengan glaucoma memiliki katarak yang signifikan secara
visual, oftalmologis harus memberikan keputusan pembedahan yang tepat.
Keputusan dibuat adalah ketika katarak telah signifikan berpengaruh pada
penglihatan pasien, dengan keadaan glaucoma. Efek dari katarak pada fungsi
penglihatan pada pasien dengan glaucoma termasuk reduksi dari lapangan pandang
yang seiring dengan visus. Oleh karena itu, Advanced Glaucoma Intervention
Study (AGIS) mendemonstrasikan, bahwa rata-rata ekstraksi katarak akan
memperbaiki defek lapangan pandang sekaligus memperbaiki visus.
Ketika keputusan untunk melakukan pembedahan katarak dibuat, dokter
harus memutuskan apakah akan melakukan prosedur bedah katarak saja, kombinasi
antara ekstraksi katarak dan prosedur glaucoma atau ekstraksi bertahap dan
prosedur glaucoma. Setiap pilihan memiliki keuntungan tersendiri dan dapat
disesuaikan dengan kondisi individual pasien, seperti yang diharapkan, pada
banyak studi telah dikemukakan bahwa pada sebagian pasien, prosedur kombinasi
akan menghasilkan tekanan intra ocular yang lebih rendah jika dibandingkan
dengan ekstraksi katarak saja. Bagaimanapun juga, ekstraksi katarak saja akan
memberikan reduksi jangka panjang tekanan intra ocular pada beberapa pasien, dan
hal ini terkait dengan proses pengambilan keputusan.
Banyak studi yang menunjukkan bahwa terjadi penurunan tekanan intra
ocular setelah dilakukan pembedahan katarak phacoemulsi. Tekanan intra ocular
pada mata dengan glaucoma akan turun segera pada saat setelah operasi, dan akan
19
berada pada nilai normal pada sebagian besar pasien setelah 1 hari pasca
pembedahan. Shingleton dan kolega (2001) menunjukkan jumlah yang signifikan
dari mata dengan hipotoni (IOP < 5 mmHg) pada 30 menit setelah pembedahan
katarak, namun hal ini menjadi nilai normal 1 hari pasca operasi. Terdapat pula
bukti bahwa tindakan bedah katarak ekstra kapsular dapat meningkatkan tekanan
intra ocular dalam jangka pendek.
Penurunan tekanan intra ocular jangka panjang setelah tindakan bedah
katarak adalah 2-4 mmHg, ditemukan pada sebagian besar pasien. Studi
menunjukkan fakoemulsifikasi kornea akan menyebabkan turunnya tekanan intra
ocular 1 tahun setelah pembedahan pada pasien tanpa glaucoma, dengan glaucoma,
atau pasien yang diduga memiliki glaucoma. Beberapa studi juga mengemukakan
bahwa pengurangan jangka panjang tekanan intra ocular akan lebih besar pada
pasien dengan glaucoma sudut tertutup dibandingkan pasien dengan glaucoma
sudut terbuka.
Efek turunnya tekanan intra ocular sebaiknya dapat ditangani pada pasien
dengan glaucoma dan katarak. Pada salah satu studi, pasien dengan glaucoma tidak
memerlukan obat-obatan untuk glaucoma setelah 1 tahun tindakan
fakoemulsifikasi. Pengurangan TIO pada pasien relatif kecil, sehingga dokter harus
mempertimbangkan manajemen glaucoma pada pasien tersebut. Secara singkat,
pasien dengan glaucoma dan katarak terdahulu dipertimbangkan untuk
mendapatkan obat-obatan penurun TIO, dan keputusan yang sebaiknya diambil
adalah ekstraksi katarak terlebih dahulu dan setelah itu mempertahankan TIO yang
didapat setelah pembedahan sebagai nilai dasar (baseline). Pengurangan TIO
setelah bedah katarak merupakan hal yang penting dalam observasi pasien,
khususnya tanpa penggunaan obat-obatan. Dan juga pada pasien dengan TIO yang
stabil selama bertahun-tahun dengan medikasi, namun saat ini menderita katarak,
dimana setelah pembedahan katarak, reduksi TIO harus dipertahankan dibawah
target dengan ataupun tanpa bantuan obat-obatan.
20
BAB III
LAPORAN KASUS
Anamnesa dilakukan secara autoanamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada hari
Minggu, 10 Juli 2011 di Ruang Perawatan Dahlia RSUD Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda, pukul 20.00 WITA
I. Identitas pasien
Nama : Ny. R
Usia : 53 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku : Bugis
Pekerjaan : IRT
Status : Menikah
Alamat : Long Iram
21
II. Anamnesis
Keluhan Utama : Pandangan kabur
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pandangan dirasakan kabur pada kedua mata, terutama lebih berat pada mata kanan
sejak 1 tahun yang lalu. Pandangan kabur terjadi sejara perlahan-lahan tanpa disertai
adanya mata merah, sakit, mengeluarkan kotoran, ataupun berair. Awalnya pasien
merasakan adanya pandangan berkabut dan semakin hari semakin memberat. Pasien
tidak dapat mengenali lawan bicaranya dan hanya samar-samar melihat wajah orang
atau benda yang ada di depannya.
Pasien mengeluhkan kadang mata kanan tersebut terasa silau saat melihat cahaya.
Pasien merasakan lebih nyaman melihat pada keadaan cahaya yang tidak terlalu terang
(gelap) dibandingkan dengan cahaya yang terang.
Pasien tidak merasakan adanya perbedaan dalam melihat dekat ataupun jauh karena
pasien mengatakan pandangannya sangat berkabut.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya, riwayat HT dan
DM tidak ada
Riwayat Penyakit keluarga :
Tidak ada keluarga pasien dengan keluhan yang sama
Riwayat alergi : tidak ada
Riwayat trauma : tidak ada
III. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
Keadaan sakit : sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 88 kali/menit
Status lokalis :
Pemeriksaan Mata Kanan Mata Kiri
22
Visus 1/~ 6/30
Sekret - -
Posisi bola mata Ortoforia Ortoforia
Lapang pandang Normal Normal
Gerakan bola mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah
Palpebra superior Edem (-) Edem (-)
Palpebra inferior Edem (-) Edem (-)
Cilia Normal Normal
Konjungtiva bulbi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Konjungtiva tarsal Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Kornea Jernih Jernih
COA Dalam Dalam
Pupil
- Bentuk
- Diameter
- Refleks
Bulat
4 mm
+
Bulat
4 mm
+
Iris Warna coklat Warna coklat
Iris Shadow test (-) (-)
Lensa Keruh Jernih
TIO (palpasi) Normal Normal
Light perseption Baik Baik
Projection test Baik Baik
Funduskopi Tampak warna
kehitaman
Tidak ditemukan
kelainan
Gambar :
23
Lensa tampak keruh
OD OS
IV. Diagnosis
Katarak senile matur okuli dextra
V. Penatalaksanaan
Pro ECCE + IOL
VI. Prognosis
Dubia ad bonam
LAPORAN OPERASI
1. Hari / tanggal : Senin / 11 Juli 2011
2. Waktu : 09.00 – 10. 15 WITA ( 75 menit)
3. Langkah operasi :
a. Pasien dibaringkan dalam posisi supine
b. Mata kanan ditetesi dengan pantocaine dan midriasil
c. Disinfeksi lapangan operasi dengan betadine
d. Lapangan operasi dipersempit dengan duk steril
e. Dilakukan anestesi local dengan lidokain secara retrobulbar pada mata kanan
f. Dipasang speculum pada mata kanan dan dilakukan fiksasi pada konjunctiva bulbi
mata kanan
g. Dilakukan incise konjunctiva (konjunctiva flap), perdarahan dikontrol dengan
kauter
h. Dilakukan insisi limbus sekitar 2 mm untuk membuat groove sampai menembus
COA
i. Memasukan Trivan blue pada COA untuk mewarnai kapsul anterior lensa
24
j. Memasukkan Visco ke dalam COA yang berguna agar kapsul posterior lebih datar
k. Melakukan kapsulotomi dengan metode sirkuler
l. Mengeluarkan nucleus dengan aspirasi dan irigasi, sisa korteks & kapsul anterior
lensa diambil dengan aspirasi dan irigasi
m. Melakukan pemasangan IOL
n. Dilakukan penjahitan pada bagian yang diinsisi
o. Injeksi gentamycin subconjunctiva, speculum dilepas, lapangan operasi dibersihkan
p. Diberi salep chloramphenicol dan mata kanan ditutup dengan kasa
q. Operasi selesai
Follow up
Tanggal S O A P
11/7/2011 Pandangan
kabur
VOD : 1/~, Light
perception baik,
projection test
baik, VOS : 6/30
TIO T0-T0
Katarak
senile matur
OD
Pro ECCE + IOL
12/7/2011 Pandangan
kabur (+),
berbayang
(+). Nyeri (-),
berair (-)
VOD : 1/60, VOS
6/30, light
perception baik,
tanda infeksi (-),
TIO T0-T0
Post SICS +
IOL hari ke I
a/i katarak
senile matur
OD
Cendo Xitrol 4 x II gtt
OD
Amoxicillin 3 x 500 mg
Asam Mefenamat 3 x
500 mg
Dexamethasone 3 x 1 tab
Rawat jalan di Poli Mata
25
BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil anamnesa diperoleh keluhan pasien berupa pandangan kabur yang
turun secara perlahan tanpa disertai dengan adanya keluhan mata merah, keluar kotoran,
ataupun rasa sakit. Pada literature disebutkan bahwa gejala katarak adalah suatu keadaan
mata tenang dengan penurunan visus yang perlahan. Selain penglihatan yang turun, pasien
juga mengeluhkan adanya rasa silau saat melihat cahaya dan keluhan perbedaan
pandangan dimana pasien merasa lebih nyaman saat melihat pada keadaan yang tidak
terlalu terang (gelap). Hal ini telah sesuai dengan literature dimana katarak dapat memiliki
keluhan berupa silau saat melihat cahaya. Keluhan lain yang khas pada katarak adalah
miopisasi, namun pada pasien ini tidak didapatkan keluhan perbedaan pandangan saat
melihat dekat ataupun jauh.(2)
Dari pemeriksaan fisik didapatkan visus untuk mata kanan adalah 1/~, yaitu pasien
hanya bisa melihat proyeksi sinar saja dari jarak 1 meter. Berdasarkan literature,
didapatkan visus akan menurun secara berangsur-angsur hingga tinggal proyeksi sinar saja
26
pada katarak senilis. Pada pemeriksaan dengan oftalmoskop setelah dilakukan midriasis
pupil, didapatkan gambaran bahwa fundus tidak dapat dilihat dan tidak ditemukan refleks
fundus (refleks fundus negative). Pemeriksaan sederhana dengan menggunakan senter,
didapatkan bayangan iris (iris shadow test) yang negatif, dimana literature menyebutkan
bahwa hal ini merupakan temuan klinis pada katarak senile tipe matur. (1) (2)
Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien ini adalah tindakan SICS dengan
implantasi IOL. Berdasarkan literature, indikasi tindakan pembedahan pada katarak senile
antara lain katarak yang telah mengganggu pekerjaan sehari-hari meskipun katarak belum
matur, katarak matur, dan katarak yang telah menimbulkan penyulit seperti katarak
intumesen yang menimbulkan glaucoma. Tindakan pembedahan pada pasien ini telah
sesuai dengan literatur yang ada karena berdasarkan anamnesis dan oemeriksaan fisik,
didapatkan katarak senile matur.
Teknik pembedahan yang digunakan adalah SICS (small incision cataract surgery),
merupakan teknik yang menggunakan insisi yang kecil, kemudian dilakukan pembuatan
suatu sklerokorneal tunnel. Setelah dibuat tunnel kemudian kapsul anterior lensa dibuka
dengan tekhnik can opener atau curvilinear capsulorhexis (CCC). Kemudian tahap
selanjutnya adalah pengeluaran nukleus dan pembersihan sisa korteks lensa. Teknik ini
menurut literature banyak digunakan pada negara berkembang karena memiliki efektifitas,
waktu kerja yang cukup singkat, serta masa pulih yang relative cepat. (13)
Implantasi IOL memiliki keuntungan jika dibandingkan dengan koreksi refraksi lain
seperti penggunaan kacamata maupun lensa kontak. Penggunaan kacamata relative lebih
tidak nyaman karena ketebalan lensa yang digunakan, walaupun telah dibuat dari plastic.
Kacamata juga akan menghasilkan bayangan 30% lebih besar jika dibandingkan dengan
ukuran asli karena otak tidak dapat melakukan fusi bayangan secara simultan antara mata
normal dan mata dengan kacamata katarak. Selain itu berdasarkan literature, penggunaan
kacamata akan menimbulkan suatu lingkaran buta yang disebut skotoma, dimana hal
tersebut tidak didapatkan pada koreksi yang lain seperti IOL dan lensa kontak. (12) (14)
Penggunaan lensa kontak memiliki perbesaran bayangan 10% dari ukuran asli,
dimana hal ini merupakan keuntungan yang lain jika dibandingkan dengan penggunaan
lensa. Namun mengingat penderita katarak adalah orang dengan usia lanjut, maka
dikhawatirkan akan timbul masalah yang berkaitan dengan pemasangan dan higienitas
sehingga pemilihan lensa kontak dirasakan tidak efektif. (14)
27
Keadaan setelah operasi menunjukkan stabilitas dan tidak ada tanda infeksi yang
ditemukan. Pada hari pertama setelah operasi didapatkan visus pasien menjadi 1/60 dan
berdasarkan keluhan klinis pasien telah dapat melihat walaupun dalam keadaan yang
masih kabur. Pasien kemudian diperbolehkan untuk rawat jalan di Poliklinik Mata untuk
kontrol pasca operasi dan untuk evaluasi IOL.
Terapi medikamentosa yang diberikan adalah antibiotic, analgetik, dan
kortikosteroid dalam bentuk topical dan sistemik. Antibiotic yang diberikan adalah
Amoxicillin 3x500 mg, untuk membunuh bakteri gram positif dan gram negative.
Analgetik yang diberikan adalah Asam Mefenamat 3x500 mg. Asam mefenamat
merupakan obat golongan NSAID yang bersifat analgetik dan anti radang, sehingga dapat
digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri akibat tindakan pembedahan yang dilakukan.
Kortikosteroid yang diberikan adalah dalam bentuk topical, yakni cendo xitrol yang
merupakan suatu antiseptic dengan kortikosteroid, digunakan dalam inflamasi ocular yang
responsive terhadap steroid, infeksi atau resiko infeksi bakteri pada mata, inflamasi
palpebra dan konjunctiva bulbar, kornea adan segmen anterior bola mata.
Prognosis pasien ini cukup baik, karena berdasarkan pemeriksaan fisik
didapatkan hasil projection test dan light perception yang baik. Berdasarkan literaur,
pasien katarak yang disertai dengan kelainan retina maupun nervus optikus akan memiliki
prognosis yang berbeda jika dibandingkan dengan pasien tanpa kelainan retina. (2)
28
BAB V
PENUTUP
Telah dilaporkan kasus pada seorang wanita berusia 53 tahun, yang merupakan
pasien rawat inap di Ruang Perawatan Dahlia RSUD AW Syahranie. Dari hasil anamnesa,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang diperoleh, ditegakkan diagnosis
katarak senile matur okuli dextra. Pada penderita dilakukan bedah katarak dengan teknik
SICS dan implantasi IOL, dan dirawat selama 1 hari setelah pembedahan. Pasien diberikan
terapi medikamentosa setelah operasi berupa antibiotic, analgetik, dan kortikosteroid.
Pasien diperbolehkan rawat jalan dan disarankan melakukan kontrol di Poli Mata RSUD
AW. Syahranie. Prognosis pasien ini adalah dubia ad bonam.
29
Daftar Pustaka
1. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata.Edisi Ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2006.
2. OCampo, Vicente Victor and Foster, C Stephen. Cataract Senile. http://www.medscape.com/article/1210914. [Online] eMedicine, May 20, 2010. [Cited: December 25, 2010.]
3. Schlote, T, et al. Pocket Atlas of Ophthamology. New York : Thieme, 2006.
4. Vaughan, Daniel G, Asbury, Taylor and Eva, Paul R. Oftalmologi Umum.Edisi 14. Jakarta : Widya Medika, 2000.
5. Ilyas, Sidarta, et al. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Sagung Seto, 2002.
6. Langston and Pavan, D. Manual of Ocular Diagnosis and Therapy 5th edition.: Lippincot,Williams&Wilkins, 2002.
7. Paine, David A and Randleman, Bradley J. www.eMedicineHealth/cataract. Cataracts. [Online] WebMD, 3 18, 2008. [Cited: 12 27, 2010.]
8. Anonim. Extraction Katarak Extracapsular. http://www.netterimages.com. [Online] [Cited: January 1, 2011.]
9. Gurung, Reeta and Henning, Albrecht.Small Incision Cataract Surgery. Community Eye Health Journal, 2008. 21(65): 4-5.
10. Yanoff, Myron, Duker, J.S and Augsburger, JJ. Ophthalmology 2nd edition. Mosby, 2003.
11. Galloway, NR, et al. Common Eye Disease and Their Management . Third edition. Springer, 2006.
12. Harper, Richard J, et al. 2004. Lens dalam Vaughn&Asbury’s General Ophtalmology 16th Edition. Paul Riordan-Eva (Ed). McGraw Hill : USA
13. Goghate, M. Parikishit. 2009. Small incision cataract surgery: Complications and mini-review. Indian J Ophthalmol. 2009 Jan-Feb; 57(1): 45–49.
14. Khaw, PT. et al. 2004. ABC of Eyes, Fourth Edition. BMJ Books : London.
15. Ladas, John G. et al. 2005. Management of Cataracts and Glaucoma. Taylor & Francis Group : United Kingdom
30
31