Lapsus Kejang Demam

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tugas koas.

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangKejang demam merupakan penyakit kejang yang paling sering dijumpai di bidang neurologi khususnya anak. Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua, sehingga bagi dokter kita wajib mengatasi kejang demam dengan tepat dan cepat. Kejang demam pada umumnya dianggap tidak berbahaya dan sering tidak menimbulkan gejala sisa; akan tetapi bila kejang berlangsung lama sehingga menimbulkan hipoksia pada jaringan Susunan Saraf Pusat (SSP), dapat menyebabkan adanya gejala sisa di kemudian hari. Frekuensi dan lamanya kejang sangat penting untuk diagnosa serta tata laksana kejang, ditanyakan kapan kejang terjadi, apakah kejang itu baru pertama kali terjadi atau sudah pernah sebelumnya, bila sudah pernah berapa kali dan waktu anak berumur berapa . Sifat kejang perlu ditanyakan, apakah kejang bersifat klonik, tonik, umum atau fokal. Ditanya pula lama serangan, kesadaran pada waktu kejang dan pasca kejang. Gejala lain yang menyertai diteliti, termasuk demam, muntah, lumpuh, penurunan kesadaran atau kemunduran kepandaian. Pada neonatus perlu diteliti riwayat kehamilan ibu serta kelahiran bayi.1Kejang demam jarang terjadi pada epilepsi, dan kejang demam ini secara spontan sembuh tanpa terapi tertentu. Kejang demam ini merupakan gangguan kejang yang paling lazim pada masa anak, dengan pragnosa baik secara seragam.2 Jumlah penderita kejang demam diperkirakan mencapai 2 4% dari jumlah penduduk di AS, Amerika Selatan, dan Eropa Barat. Namun di Asia dilaporkan penderitanya lebih tinggi. Sekitar 20% di antara jumlah penderita mengalami kejang demam kompleks yang harus ditangani secara lebih teliti. Bila dilihat jenis kelamin penderita, kejang demam sedikit lebih banyak menyerang anak laki-laki.3

BAB IIPRESENTASI KASUS

I. IDENTITAS PASIENNama: An. AUmur: 2 tahunJenis Kelamin: Laki-lakiTanggal Lahir: 01 Januari 2013Agama: IslamNama Ayah: Tn. M. KPekerjaan Ayah: WiraswastaNama Ibu: Ny. RPekerjaan Ibu: Ibu Rumah TanggaAlamat: Rembang PasuruanTanggal masuk: 25 Mei 2015No. RM: 26-17-55

II. ANAMNESISAnamnesis diperoleh melalui aloanamnesis terhadap ibu pasien.A. Keluhan UtamaKejangB. Riwayat Penyakit Sekarang Kurang lebih 1 hari sebelum masuk rumah sakit pasien panas, panas mendadak tinggi. Panas disertai batuk, tidak ada pilek, tidak disertai muntah dan sesak napas.Kurang lebih 1 jam sebelum masuk rumah sakit, pasien kejang, kejang terjadi seluruh tubuh. Tangan dan kaki pasien kaku, mata melirik ke atas. Kejang berlangsung 1 kali selama kurang lebih 10 menit. Setelah kejang berhenti, pasien menangis. Kemudian oleh keluarga, pasien dibawa ke RSUD Bangil. Di IGD pasien tidak kejang tetapi masih panas. Buang air besar 1 kali/hari, lembek, berwarna kuning. Buang air kecil warna kuning jernih.

C. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat kejang sebelumnya karena panas: disangkal

D. Riwayat Penyakit KeluargaRiwayat kejang karena panas pada keluarga: (-) Riwayat epilepsi : (-)

E. Riwayat Kesehatan KeluargaAyah: sehatIbu: sehat

F. Pemeliharaan Kehamilan dan PrenatalPemeriksaan di: BidanFrekuensi: Trimester I: 1x/ 1 bulanTrimester II: 2x/ 1 bulanTrimester III: 2x/ 1 mingguKeluhan selama kehamilan: tidak adaObat-obatan yang diminum selama kehamilan : vitamin dan tablet penambah darah.

G. Riwayat Kelahiran :Pasien lahir di bidan dengan berat badan lahir 3400 gram dan panjang 48 cm, lahir spontan, langsung menangis kuat segera setelah lahir, usia kehamilan 44 minggu.

H. Riwayat PostnatalRutin ke puskesmas setiap bulan untuk menimbang badan dan mendapat imunisasi.

I. ImunisasiJenisIIIIIIIV

1. BCG2. DPT3. Polio4. Campak5. Hepatitis B1 bulan2 bulan2 hari9 bulanLahir-3 bulan2 bulan-2 bulan-4 bulan3 bulan-3 bulan--4 bulan--

Kesimpulan : imunisasi dasar lengkap.

J. Riwayat Makan Minum Anak1. Usia 0-6 bulanminum ASI sehari biasanya lebih dari 8 kali 2. Usia 6-8 bulanbubur susu 2-3 kali sehari diselingi dengan ASI. Buah pisang atau pepaya sekali sehari.3. Usia 8-12 bulannasi tim 3 kali sehari dengan diselingi dengan ASI. Buah pepaya/pisang sekali sehari 4. Usia 1 tahun - sekarangdiperkenalkan dengan makanan dewasa dengan sayur bervariasi dan lauk ikan, ayam /tempe, porsi menyesuaikan, 3 kali sehari. Buah pepaya/pisang/jeruk jumlah menyesuaikan.Kesan : kualitas dan kuantitas cukup

K. Riwayat Keluarga Berencana :Ibu penderita tidak mengikuti program KB.

III. PEMERIKSAAN FISIKKeadaan UmumKeadaan umum : sedangDerajat kesadaran: kompos mentisStatus gizi: kesan gizi cukupTanda vital BB: 10,5 kgTB: kira-kira 60 cmNadi: 140 x/menit, regulerPernafasan: 38x/menitSuhu: 38,8 C (per axiler)Kepala: Bentuk mesocephal, rambut hitam sukar dicabut, distribusi merata, UUB sudah menutupMata:Mata cekung (-/-), konjungtiva pucat (-/-),sklera ikterik (-/-), pupil isokor (2mm/2mm), reflek cahaya (+/+)Hidung: Bentuk normal, nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)Mulut: Bibir sianosis (-), mukosa basah (+)Telinga: Bentuk normal, sekret(-).Tenggorok: Uvula ditengah, tonsil hiperemis (-), T1-T1 ,faring hiperemis (+)Leher: Trakea di tengah, kelenjar getah bening tidak membesarThorax: retraksi (-), gerakan simetris kanan kiriCorInspeksi : Iktus kordis tidak tampakPalpasi: Iktus kordis tidak kuat angkatPerkusi : Batas jantung kesan tidak membesarAuskultasi: S1 S2 tunggal, reguler, bising (-)PulmoInspeksi: Pengembangan dada kanan =kiriPalpasi : Fremitus raba kanan =kiriPerkusi : Sonor / Sonor di semua lapang paruAuskultasi : vesikuler (+/+), rhongki (-/-), wheezing (-/-)Abdomen Inspeksi : dinding dada setinggi dinding perutAuskultasi: peristaltik (+) meningkatPerkusi: tympaniPalpasi:nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba, turgor kembali cepat. Urogenital : dalam batas normalEkstremitas: akral hangat, odeme (-), CRT < 2

+4+4+4+4Pemeriksaan NeurologisMotorik: Koordinasi baik, kekuatanSensorik: Belum dapat dinilaiReflek Fisiologis : R. Biseps: (+2/+2)R. Triseps: (+2/+2)R. Patella: (+2/+2)R. Archilles: (+2/+2)Reflek Patologis : R. Babinsky: (-/-)R. Chaddock: (-/-)R. Oppeinheim: (-/-)Meningeal Sign :Kaku kuduk : (-)Brudzinsky I : (-)Brudzinsky II : (-)Kernig sign: (-)IV. PEMERIKSAAN PENUNJANGPemeriksaan Laboratorium darah tanggal 25 Mei 2015WBC14,8g/DlRBC4,82g/dL

NEU8,23%HGB11,3g/dL

LYM4,85%HCT38,5%

MONO0,993%PLT358.000g/dL

EOS0,241%GDA 140 mg/dL

BASO0,487%

VI. DIAGNOSIS BANDING1. Kejang Demam Sederhanadd : Infeksi IntrakranialGangguan Elektrolit2. Faringitis Akut

VII. DIAGNOSIS KERJA1.) Kejang Demam Sederhana2.) Faringitis Akut

VIII. PENATALAKSANAANTerapi IGD 25-05-2015

1. IVFD D5 NS 1000CC/24 jam 2. Inj. Antrain 3x100mg3. Inj. Diazepam mg mg IV / jika kejang

LEMBAR MONITORING

TanggalJamPemeriksaanTerapi

26/5/2015

10.30S : Tidak kejang, panas berkurangO : CM, gizi baikTV : HR = 120 x/mnt RR = 32 x/mnt S = 37,9oC (per axiler)Inf. D5 NS 1000cc/24 jamInj. Antrain 3x100mgInj. Diazepam 3mg jika kejangPamol syrup 4x cth IZinc 1x 20mgDiet lunak

27/5/201509.00S : Tidak kejang, tidak panasO : CM, gizi baikTV : HR = 104 x/mnt RR = 32 x/mntS = 36,4oC (per axiler)Aff. InfuseInjeksi stopPamol syrup 4x cth IZinc 1x 20mgKontrol poli anak

BAB IIITINJAUAN PUSTAKA

A. KEJANG DEMAM

1.) DEFINISI Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.1Kejang demam adalah kejang yang berhubungan dengan demam (suhu diatas 39oC per rektal) tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut, terjadi pada anak berusia 1 bulan dan tidak ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.2Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures (1980), kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi dan anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu.3 Anak yang pernah kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam.1,3 Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 4 minggu (1 bulan) tidak termasuk kejang demam.1,3 Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu ditandai dengan kejang berulang tanpa demam.2 Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti meningitis, ensefalitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis yang berbeda dengan kejang demam karena keadaan yang mendasarinya mengenai susunan saraf pusat.3 Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun menaglami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam. 2

2. EPIDEMIOLOGIInsiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderita kejang demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada laki-laki daripada perempuan. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-laki.Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika Serikat, Amerika Selatan dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira-kira 20% kasus merupakan kejang demam kompleks. Umumnya kejang demam timbul pada tahun kedua kehidupan (17-23 bulan). Kejang demam sedikit lebih sering pada laki-laki.3 Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan samapi 5 tahun.1Menurut IDAI, kejadian kejang demam pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun hampir 2 - 5%.2,10

3. ETIOLOGIEtiologi dan pathogenesis kejang demam sampai saat ini belum diketahui, akan tetapi umur anak, tinggi dan cepatnya suhu meningkat mempengaruhi terjadinya kejang. Faktor hereditas juga mempunyai peran yaitu 8-22% anak yang mengalami kejang demam mempunyai orang tua dengan riwayat kejang demam pasa masa kecilnya.3Semua jenis infeksi bersumber di luar susunan saraf pusat yang menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling sering menimbulkan kejang demam adalah infeksi saluran pernafasan atas terutama tonsillitis dan faringitis, otitis media akut(cairan telinga yang tidak segera dibersihkan akan merembes ke saraf di kepala pada otak akan menyebabkan kejang demam), gastroenteritis akut, exantema subitum dan infeksi saluran kemih. Selain itu, imunisasi DPT (pertusis) dan campak (morbili) juga dapat menyebabkan kejang demam.6

4. KLASIFIKASIMenurut Ikatan Dokter Anak Indonesia, membagi kejang demam menjadi dua41. Kejang demam sederhana (harus memenuhi semua kriteria berikut) Berlangsung singkat Umumnya serangan berhenti sendiri dalam waktu < 15 menit Bangkitan kejang tonik, tonik-klonik tanpa gerakan fokal Tidak berulang dalam waktu 24 jam2. Kejang demam kompleks (hanya dengan salah satu kriteria berikut) Kejang berlangsung lama, lebih dari 15 menit Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului dengan kejang parsial Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam, anak sadar kembali di antara bangkitan kejang.5. FAKTOR RESIKOFaktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam. Selain itu terdapat faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung, perkembangan terlambat, problem masa neonatus, anak dalam perawatan khusus, dan kadar natrium rendah. Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33% anak akan mengalami satu kali rekurensi atau lebih dan kira-kira 9% anak mengalami 3 kali rekurensi atau lebih, resiko rekurensi meningkat dengan usia dini, usia dibawah 18 bulan, cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul, temperatur yang rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam dan riwayat keluarga epilepsi. 5,6Faktor risiko terjadinya epilepsi dikemudian hari ialah adanya gangguan neurodevelopmental, kejang demam kompleks, riwayat epilepsi dalam keluarga, lamanya demam saat awitan kejang dan lebih dari satu kali kejang demam kompleks. 5,6

6. PATOFISIOLOGIPada keadaan demam, kenaikan suhu 1 C akan mengakibatkan kenaikan metabolismebasal 10-15% dan peningkatan kebutuhan oksigen sampai 20%.Jadi pada kenaikan suhu tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi ion Kalium dan Natrium melalui membran sel, dengan akibat lepasnya muatan listrik yang demikian besar sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun ke membran sel sekitar dengan bantuan neurotransmitter dan terjadilah kejang.Pada anak dengan ambang kejang yang rendah kenaikan suhu sampai 38 C sudah terjadi kejang, namun pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu diatas 40 C.Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang demam yang berlangsung lama (>15 menit) biasanya disertai dengan apneu, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang mengakibatkan hipoksemia, hiperkapnea, dan asidosis laktat.Faktor yang terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga berakibat meningkatnya permeabilitas vascular dan udem otak serta kerusakan sel neuron.Kerusakan anatomi dan fisiologi yang bersifat menetap bisa terjadi di daerah medial lobus temporalis setelah ada serangan kejang yang berlangsung lama. Hal ini diduga kuat sebagai faktor yang bertanggung jawab terhadap terjadinya epilepsy.

SKEMA PATOFISIOLOGI

7. MANIFESTASI KLINISTerjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat, otitis media akuta, bronkitis, furunkulosis dan lain-lain. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Namun anak akan terbangun dan sadar kembali setelah beberapa detik atau menit tanpa adanya kelainan neurologik.Gejala yang timbul saat anak mengalami kejang demam antara lain : anak mengalami demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang terjadi secara tiba-tiba), kejang tonik-klonik atau grand mal, pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi pada anak-anak yang mengalami kejang demam). Kejang dapat dimulai dengan kontraksi yang tiba-tiba pada otot kedua sisi tubuh anak. Kontraksi pada umumnya terjadi pada otot wajah, badan, tangan dan kaki. Anak dapat menangis atau merintih akibat kekuatan kontaksi otot. Anak akan jatuh apabila dalam keadaan berdiri.Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung selama 10-20 detik), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit, gigi atau rahangnya terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja diluar kesadarannya), gangguan pernafasan, apneu (henti nafas), dan kulitnya kebiruan. Saat kejang, anak akan mengalami berbagai macam gejala seperti :1. Anak hilang kesadaran2. Tangan dan kaki kaku atau tersentak-sentak3. Sulit bernapas4. Busa di mulut5. Wajah dan kulit menjadi pucat atau kebiruan6. Mata berputar-putar, sehingga hanya putih mata yang terlihat.8. DIAGNOSISDiagnosis kejang demam dapat ditegakkan dengan menyingkirkan penyakit-penyakit lain yang dapat menyebabkan kejang, di antaranya: infeksi susunan saraf pusat, perubahan akut pada keseimbangan homeostasis, air dan elektrolit dan adanya lesi structural pada system saraf, misalnya epilepsi. Diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang yang menyeluruh untuk menegakkan diagnosis ini.1.Anamnesis waktu terjadi kejang, durasi, frekuensi, interval antara 2 serangan kejang sifat kejang (fokal atau umum) Bentuk kejang (tonik, klonik, tonik-klonik) Kesadaran sebelum dan sesudah kejang (menyingkirkan diagnosis meningoensefalitis) Riwayat demam ( sejak kapan, timbul mendadak atau perlahan, menetap atau naik turun) Menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (ISPA, OMA, GE) Riwayat kejang sebelumnya (kejang disertai demam maupun tidak disertai demam atau epilepsi) Riwayat gangguan neurologis (menyingkirkan diagnosis epilepsi) Riwayat keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan Trauma kepala 2.Pemeriksaan fisik Tanda vital terutama suhu Manifestasi kejang yang terjadi, misal : pada kejang multifokal yang berpindah-pindah atau kejang tonik, yang biasanya menunjukkan adanya kelainan struktur otak. Kesadaran tiba-tiba menurun sampai koma dan berlanjut dengan hipoventilasi, henti nafas, kejang tonik, posisi deserebrasi, reaksi pupil terhadap cahaya negatif, dan terdapatnya kuadriparesis flasid mencurigakan terjadinya perdarahan intraventikular. Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau mulase kepala berlebihan yang disebabkan oleh trauma. Ubun ubun besar yang tegang dan membenjol menunjukkan adanya peninggian tekanan intrakranial yang dapat disebabkan oleh pendarahan sebarakhnoid atau subdural. Pada bayi yang lahir dengan kesadaran menurun, perlu dicari luka atau bekas tusukan janin dikepala atau fontanel enterior yang disebabkan karena kesalahan penyuntikan obat anestesi pada ibu. Pemeriksaan untuk menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (ISPA, OMA, GE) Pemeriksaan refleks patologis Pemeriksaan tanda rangsang meningeal (menyingkirkan diagnosis meningoensefalitis) 3.Pemeriksaan laboratorium Darah tepi lengkap Elektrolit, glukosa darah. Diare, muntah, hal lain yang dapat mengganggu keseimbangan elektrolit atau gula darah. Pemeriksaan fungsi hati dan ginjal untuk mendeteksi gangguan metabolisme Kadar TNF alfa, IL-1 alfa & IL-6 pada CSS, jika meningkat dapat dicurigai Ensefalitis akut / Ensefalopati.4.Pemeriksaan penunjang Lumbal Pungsi jika dicurigai adanya meningitis, umur kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan, dan umur di antara 12-18 bulan dianjurkan. EEG, tidak dapat mengidentifikasi kelainan yang spesifik maupun memprediksi terjadinya kejang yang berulang, tapi dapat dipertimbangkan pada KDK. Tetapi beberapa ahli berpendapat EEG tidak sensitif pada anak < 3 tahun. CT-scan atau MRI hanya dilakukan jika ada indikasi, misalnya: kelainan neurologi fokal yang menetap (hemiparesis) atau terdapat tanda peningkatan tekanan intrakranial.

9. DIAGNOSIS BANDINGMenghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus dipikirkan apakah penyebab kejang itu di dalam atau diluar susunan saraf pusat. Kelainan di dalam otak biasanya karena infeksi, misalnya meningitis, ensefalitis, abses otak, dan lain-lain.oleh sebab itu perlu waspada untuk menyingkirkan dahulu apakah ada kelainan organis di otak.Menegakkan diagnosa meningitis tidak selalu mudah terutama pada bayi dan anak yang masih muda. Pada kelompok ini gejala meningitis sering tidak khas dan gangguan neurologisnya kurang nyata. Oleh karena itu agar tidak terjadi kekhilafan yang berakibat fatal dapat dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinal yang umumnya diambil melalui pungsi lumbal.Baru setelah itu dipikirkan apakah kejang demam ini tergolong dalam kejang demam atau epilepsi yang dprovokasi oleh demam.NoKriteri BandingKejang DemamEpilepsiMeningitis Ensefalitis

1.KejangPencetusnya demamTidak berkaitan dengan demamSalah satu gejalanya demam

2.Kelainan Otak(-)(+)(+)

3.Kejang berulang(+)(+)(+)

4.Penurunan kesadaran(+)(-)(+)

1O. PENATALAKSANAANDalam penanggulangan kejang demam ada 4 faktor yang perlu dikerjakan, yaitu :1. Mengatasi kejang secepat mungkinBiasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu datang, kejang sudah berhenti. Apabila pasien dating dalam keadaan kejang, obat paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena dengan dosis 0,3-0,5 mm/kgBB perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2mg.menit atau dalam waktu 3-5 menit. Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua di rumah atau yang sering digunakan di rumah sakit adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kgBB atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg, dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10kg. atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak di bawah usia 3 tahun atau 7,5 mg mg untuk anak diatas usia 3 tahun.Jika kejang masih berlanjut :1. Pemberian diazepam 0,2 mg/kgBB per infus diulangi. Jika belum terpasang selang infus, 0,5 mg/kg per rektal2. Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasanJika kejang masih berlanjut :1. Pemberian fenobarbital 20-30 mg/kgBB per infus dalam 30 menit 2. Pemberian fenitoin 10-20mg/kgBB per infus dalam 30 menit dengan kecepatan 1 mg/kgBB/menit atau kurang dari 50mg/menit.Jika kejang masih berlanjut, diperlukan penanganan lebih lanjut di ruang perawatan intensif dengan thiopentone dan alat bantu pernapasan. Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor risikonya.2. Pengobatan penunjangPengobatan penunjang dapat dilakukan dengan memonitor jalan nafas, pernafasan, sirkulasi dan memberikan pengobatan yang sesuai. Sebaiknya semua pakaian ketat dibuka, posisi kepala dimiringkan untuk mencegah aspirasi lambung. Penting sekali mengusahakan jalan nafas yang bebas agar oksigenasi terjamin, kalau perlu dilakukan intubasi atau trakeostomi. Pengisapan lender dilakukan secara teratur dan pengobatan ditambah dengan pemberian oksigen. Cairan intavena sebaiknya diberikan dan dimonitor sekiranya terdapat kelainan metabolik atau elektrolit. Fungsi vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah, pernafasan dan fungsi jantung diawasi secara ketat. Pada demam, pembuluh darah besar akan mengalami vasodilatasi, manakala pembuluh darah perifer akan mengalami vasokontrisksi. Kompres es dan alkohol tidak lagi digunakan karena pembuluh darah perifer bisa mengalami vasokontriksi yang berlebihan sehingga menyebabkan proses penguapan panas dari tubuh pasien menjadi lebih terganggu. Kompres hangat juga tidak digunakan karena walaupun bisa menyebabkan vasodilatasi pada pembuluh darah perifer, tetapi sepanjang waktu anak dikompres, anak menjadi tidak selesa karena dirasakan tubuh menjadi semakin panas, anak menjadi semakin rewel dan gelisah. Menurut penelitian, apabila suhu penderita tinggi (hiperpireksi), diberikan kompres air biasa. Dengan ini, proses penguapan bisa terjadi dan suhu tubuh akan menurun perlahan-lahan. Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko terjadinya kejang demam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10 15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5 10 mg/kgBB/kali, 3 4 kali sehari.3. Memberikan pengobatan rumatSetelah kejang diatasi harus disusul dengan pengobatan rumat dengan cara mengirim penderita ke rumah sakit untuk memperoleh perawatan lebih lanjut. Kejang demam kompleks merupakan salah satu indikasi seorang pasien untuk dirawat di rumah sakit selain adanya hiperpireksia, pasien < 6 bulan, kejang demam yang pertama kali, dan terdapat kelainan neurologis. Pengobatan ini dibagi atas dua bagian, yaitu: Profilaksis intermittenUntuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari, penderita kejang demam diberikan obat campuran anti konvulsan dan antipiretika yang harus diberikan kepada anak selama episode demam. Antipiretik yang diberikan adalah paracetamol dengan dosis 10-15mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari atau ibuprofen dengan dosis 5-10mg/kg/kali, 3-4 kali sehari. Antikonvulsan yang ampuh dan banyak dipergunakan untuk mencegah terulangnya kejang demam ialah diazepam, baik diberikan secara rectal dengan dosis 5 mg pada anak dengan berat di bawah 10kg dan 10 mg pada anak dengan berat di atas 10kg, maupun oral dengan dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat tubuh 38,50C. Profilaksis intermitten ini sebaiknya diberikan sampai kemungkinan anak untuk menderita kejang demam sedehana sangat kecil yaitu sampai sekitar umur 4 tahun. Fenobarbital, karbamazepin dan fenition pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam. Profilaksis jangka panjangProfilaksis jangka panjang gunanya untuk menjamin terdapatnya dosis teurapetik yang stabil dan cukup di dalam darah penderita untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari. Pengobatan jangka panjang dapat dipertimbangan jika terjadi hal berikut:1. Kejang demam 2 kali dalam 24 jam2. Kejang demam terjadi pada umur < 12 bulan3. Kejang demam 4 kali per tahunObat yang dipakai untuk profilaksis jangka panjang ialah:1). FenobarbitalDosis 4-5 mg/kgBB/hari. Efek samping dari pemakaian fenobarbital jangka panjang ialah perubahan sifat anak menjadi hiperaktif, perubahan siklus tidur dan kadang-kadang gangguan kognitif atau fungsi luhur.2). Sodium valproat / asam valproatDosisnya ialah 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 1-2 tahun dan dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan. Efek samping yang dapat terjadi adalah gejala toksik berupa rasa mual, kerusakan hepar, pankreatitis.3). FenitoinDiberikan pada anak yang sebelumnya sudah menunjukkan gangguan sifat berupa hiperaktif sebagai pengganti fenobarbital. Hasilnya tidak atau kurang memuaskan. Pemberian antikonvulsan pada profilaksis jangka panjang ini dilanjutkan sekurang-kurangnya 3 tahun seperti mengobati epilepsi. Menghentikan pemberian antikonvulsi kelak harus perlahan-lahan dengan jalan mengurangi dosis selama 3 atau 6 bulan.4. Mencari dan mengobati penyebabPenyebab dari kejang demam baik sederhana maupun kompleks biasanya infeksi traktus respiratorius bagian atas dan otitis media akut. Pemberian antibiotik yang tepat dan kuat perlu untuk mengobati infeksi tersebut. Secara akademis pada anak dengan kejang demam yang datang untuk pertama kali sebaiknya dikerjakan pemeriksaan pungsi lumbal. Hal ini perlu untuk menyingkirkan faktor infeksi di dalam otak misalnya meningitis. Apabila menghadapi penderita dengan kejang lama, pemeriksaan yang intensif perlu dilakukan, yaitu pemeriksaan pungsi lumbal, darah lengkap, misalnya gula darah, kalium, magnesium, kalsium, natrium, nitrogen, dan faal hati.11. EDUKASI

Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara yang diantaranya :a. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baikb. Memberitahukan cara penanganan kejangc. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembalid. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat adanya efek samping obat.4,5Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejanga. Tetap tenang dan tidak panik.b. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher.c. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu ke dalam mulut.a. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.b. Tetap bersama pasien selama kejang.c. Berikan diazepam rektal, dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.d. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih .5

12. PROGNOSIS1. Kematian. Dengan penanganan kejang yang cepat dan tepat, prognosa biasanya baik, tidak sampai terjadi kematian. Dalam penelitian ditemukan angka kematian KDS 0,46 % s/d 0,74 %.2. Terulangnya Kejang. Kemungkinan terjadinya ulangan kejang kurang lebih 25 s/d 50 % pada 6 bulan pertama dari serangan pertama.3. Epilepsi. Angka kejadian Epilepsi ditemukan 2,9 % dari KDS dan 97 % dari kejang demam kompleks. Resiko menjadi Epilepsi yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita KDS tergantung kepada faktor:a.riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluargab.kelainan dalam perkembangan atau kelainan sebelum anak menderita KDSc.kejang berlangsung lama atau kejang fokal.4. Hemiparesis. Biasanya terjadi pada penderita yang mengalami kejang lama (berlangsung lebih dari setengah jam) baik kejang yang bersifat umum maupun kejang fokal. Kejang fokal yang terjadi sesuai dengan kelumpuhannya. Mula-mula kelumpuhan bersifat flacid, sesudah 2 minggu timbul keadaan spastisitas. Diperkirakan + 0,2 % KDS mengalami hemiparese sesudah kejang lama.5. Retardasi Mental. Ditemuan dari 431 penderita dengan KDS tidak mengalami kelainan IQ, sedang kejang demam pada anak yang sebelumnya mengalami gangguan perkembangan atau kelainan neurologik ditemukan IQ yang lebih rendah. Apabila kejang demam diikuti dengan terulangnya kejang tanpa demam, kemungkinan menjadi retardasi mental adalah 5x lebih besar

BAB IV

PEMBAHASAN

Penegakan diagnosis kejang demam sederhana dilakukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan, pasien mengalami kejang saat demam sebanyak 1 x dalam waktu 24 jam, dengan lama rata-rata 5 menit. Kejang bersifat, selama kejang pasien tidak sadar. Hal ini sesuai dengan kriteria diagnosis kejang demam sederhana. Pasien juga tidak mempunyai riwayat kejang pada saat tidak demam, untuk mensingkirkan diagnosis epilepsi.Dari pemeriksaam fisik didapatkan adanya hiperemis pada faring yang dicurigai sebagai penyebab kejang demam akibat faringitis. Tidak adanya kaku kuduk, rangsang meningeal, refleks patologis menunjukkan penyebab kejang demam pada pasien tidak disebabkan oleh proses intrakranial walaupun hal ini harus dipastikan lebih lanjut dengan pemeriksaan pungsi lumbal.Dari pemeriksaan penunjang darah rutin yang penting menunjukkan adanya peningkatan kadar leukosit dalam darah (14.800/mm3). Hal ini dapat sebagai acuan bahwa infeksi pada faring disebabkan bakteri, sehingga berguna untuk penatalaksanaan selanjutnya.Pada pasien ini dianjurkan pemeriksaan kadar elektrolit dalam darah untuk menyingkiran kemungkinan kejang akibat gangguan elektrolit. Pemeriksaan pungsi lumbal juga dianjurkan pada pasien ini untuk memastikan tidak adanya penyebab intrakranial untuk terjadinya kejang.Penatalaksanaan pasien ini pemberian cairan infus D5 NS. Hal ini untuk memberikan kebutuhan glukosa, cairan, dan elektrolit pada pasien yang saat demam, tidak terpenuhi asupannya. Pasien masuk keruangan ruangan dalam keadaan tidak kejang lagi, sehingga seharusnya diberikan obat anti kejang profilaksis intermitten yaitu diazepam dengan dosis 0,3mg/kgBB setiap 8 jam untuk oral atau 0,5 mg/kgBB setiap 8 jam untuk rektal. Namun dari teori yang dikemukakan diatas, bahwa diazepam diberikan pada saat tubuh > 38,50C, sehingga pada pasien ini dimana suhunya 37,80C hanya diberikan obat profilaksis jangka panjang berupa asam valproat yang juga diberikan kepada pasien saat pulang. Hal ini sesuai teori dimana riwayat pasien yang mengalami kejang demam sebanyak 3 kali dalam 24 jam dipertimbangkan untuk diberikan obat profilaksis jangka panjang berupa asam valproat. Mengingat efek samping dari asam valproat dan penggunaannya dalam waktu yang lama (1 tahun), maka disarankan pada pasien untuk rutin kontrol ke dokter. Pada pasien diberikan antibiotik karena dicurigai penyebab demamnya adalah infeksi pada tonsil dan faring oleh bakteri, sehingga untuk mengatasi demamnya selain diberikan obat penurun panas berupa parasetamol juga diberikan antibiotik cefotaksim.

DAFTAR PUSTAKA

1. Haslam Robert H. A. Sistem Saraf, dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol. 3, Edisi 15. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 2000; XXVII : 2059 20602. Hendarto S. K. Kejang Demam. Subbagian Saraf Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RSCM, Jakarta. Cermin Dunia Kedokteran No. 27. 1982 : 6 8.3. Behrman dkk, (e.d Bahasa Indonesia), Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15, EGC, 2000. Hal 2059-2067.4. Pusponegoro HD, Widodo DP, Sofyan I. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta. 2006 : 1 14.5. Price, Sylvia, Anderson. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC, Jakarta 2006.6. Febrile Seizures: Causes, Symptoms, Diagnosis and Treatment. Diunduh pada tanggal 9 Februari 2013. Didapatkan dari: www.medicinenet.com/febrile_seizures/article.htm7. Mary Rudolf, Malcolm Levene. Pediatric and Child Health. Edisi ke-2. Blackwell pulblishing; 2006. Hal 72-90.8. Rudolph AM. Febrile Seizures. Rudoplh Pediatrics. Edisi ke-20. Appleton dan Lange, 20029. Pudjaji AH, Hegar B, Handryastuti, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED. Pedoman pelayanan medis. Ikatan Dokter Anak Indonesia; Jakarta. 2010. h. 150-2.10. Ministry of health service. Guidelines and protocols febrile seizure. British columbia medical association. 2010.11. Febrile Seizures Fact Sheets: National Institutes of Neurology and Stroke Diunduh pada tanggal 9 Februari 2013. Didapatkan dari: www.ninds.nih.gov/disorders/febrile_seizures/detail_febrile_seizures.htm26