Upload
deean-buble
View
227
Download
11
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Hepatitis adalah inflamasi pada sel-sel hati yang menghasilkan kumpulan perubahan
klinis, biokimia, serta seluler yang khas. Hepatitis merupakan suatu proses peradangan difusi
pada jaringan hati yang memberikan gejala klinis yang khas yaitu badan lemah, mudah lelah,
nafsu makan berkurang, urine berwarna seperti teh pekat, mata dan saluran badan menjadi
kuning (ikterus).1 Penyakit ini telah dikenal sejak lebih dari 2000 tahun yang lalu oleh
Hippocrates, dan semula dianggap sebagai satu kesatuan klinik tersendiri.Secara popular dikenal
juga dengan istilah penyakit hati, sakit liver, atau sakit kuning.2Hepatitis dapat disebabkan oleh
berbagai macam penyebab seperti virus, bakteri, parasit, jamur, obat-obatan, bahan kimia,
alkohol, cacing, gizi buruk, dan autoimun.Penyakit hepatitis terbanyak disebabkan oleh
virus.Penyakit hati yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis masih merupakanpenyakit
endemis di Indonesia.Sebagian besar hepatitis viral disebabkan olehinfeksi virus hepatitis A, B,
C, D, E, F, dan G.3
Hepatitis virus B dan C masih cukup tinggi prevalensinya di Indonesia, penderita lebih
dari 30 juta penduduk Indonesia.Sedangkan di dunia, virus tersebut mengakibatkan 360 juta
penduduk di dunia mengalami hepatitis kronis.Tentu ini merupakan masalah kesehatan besar di
seluruh dunia (Amarullah, 2010).Hepatitis virus akut, khususnya di Indonesia masih merupakan
penyakit endemis dan ditemukan sepanjang tahun.Hepatitis virus yang masih merupakan
permasalahan hangat ialah hepatitis virus B (HVB), karena mudah menular dan dapat
menimbulkan berbagai macam manifestasi klinis mulai dari hepatitis akut bahkan berkembang
menjadi sirosis hati maupun karsinoma hepatoseluler.3
Sampai saat ini belum ditemukan obat spesifik untuk penyakit hepatitis yangdisebabkan
oleh virus.Obat-obat yang selama ini diberikan untuk pengobatan hepatitis umumnya hanya
diketahui sebagai pengobatan simptomatis, yaitu untukmeringankan gejala penyakit yang timbul
disamping sebagai pengobatan suportifatau promotif yang berguna untuk membantu
kelangsungan fungsi hati.2
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Metabolisme Bilirubin
Bilirubin adalah senyawa hasil perombakan sel darah merah.Sekresi bilirubin utama
melalui saluran cerna dan sebagian kecil melewati ginjal.Dua tipe utama bilirubin adalah
bilirubin indirect (tak terkonjugasi) ialah bilirubin yang terbentuk dari perombakan langsung
heme, bersifat larut dalam lemak. Kedua, adalah bilirubin direct (terkonjugasi) ialah bilirubin
indirect yang sudah mengalami metabolisme (proses konjugasi) di hepar bersifat larut air dan
siap dieksreskan melalui saluran cerna dan ginjal.3 Adapun proses pembentukan, metabolisme
dan sekresi bilirubin digambarkan pada gambar/bagan dibawah.4
2
Jadi tiga langkah utama dalam metabolisme bilirubin ialah proses pembentukan,
konjugasi dan sekresi. Gangguan pada tiap-tiap tahapan memiliki manifestasi yang berbeda-beda
terkait proses metabolisme yang terhambat. Untuk itu, penting untuk memehami dengan baik
proses metabolisme bilirubin.
Pembentukan
Bilirubin dibentuk dari hasil perombakan RBC.Dalam keadaan fisiologis, masa hidup RBC
manusia sekitar 120 hari, RBC mengalami lisis 1-2×108 setiap jamnya pada seorang dewasa
dengan berat badan 70 kg, dimana diperhitungkan hemoglobin yang turut lisis sekitar 6 gr
per hari. RBC akan dirombak pada system makrofag jaringan. Perombakan ini terutama
terjadi di lien. Pada proses perombakan, Hb didestruksi menjadi bagian heme dan globin.
Bagian heme ini akan dikonversi oleh enzim heme oksigenase menjadi biliverdin yang
selanjutnya dikonversikan lagi menjadi bilirubin (tak terkonjugasi). UCB (unconjugated
bilirubin) yang tidak larut air menumpangi albumin sebagai system transportnya dan dibawa
ke hepar untuk proses metabolism lebih lanjut agar dapat dieksresikan. Sebagian UCB
lainnya terdapat dalam bentuk bebas dalam darah. UCB bebas inilah yang memberikan
makna secara klinis (terkait proses patologis).3
Konjugasi
Di hepar terjadi proses konjugasi bilirubin. Adapun secara umum, proses yang berlangsung
di hepar terdiri atas proses ambilan bilirubin dari ikatan albumin, proses konjugasi UCB
menjadi CB (conjugaten bilirubin) dan sekresi/penyaluran CB kedalam kantong
empedu.Ikatan albumin-bilirubin akan menembus sel endotel kapiler untuk mendekati sel
hepatosit. Pengambilan UCB dari ikatan albumin diperantarai oleh molekul YZ. Proses ini
berlangsung secara difusi dan difusi terfasilitasi. Dalam hepar, UCB akan berikatan dengan
GST(Glutatione-S-transferase) dan memepertahankan bilirubin tetap dalam keadaan terlarut.
3
Selanjutnya UCB akan dikonjugasi oleh enzim bilirubin-UDP-glucuronosyltransferase
(UGT1A1) membentuk bilirubin terkonjugasi (CB). Bilirubin dikonjugasikan dengan satu
atau dua glucuronic acid moieties oleh enzim UGT1A1 untuk memebentuk bilirubin mono-
dan di-glucoronide. Bilirubin mono- dan di-glucoronide (bilirubin terkonjugasi) ini akan
dieksresikan kedalam duktus bilier.Bilirubin terkonjugasi akan dieksresikan melewati
membrane plasma kanalikuli menuju kanalikuli empedu melalui proses transport tergantung-
ATP yang dimediasi protein membrane kanalikuli yang disebut MRP2 (multidrug
resistance-associated protein 2).3
Sekresi
Bilirubin terkonjugasi ini akan dieksresikan kedalam saluran cerna melalui saluran empedu.
Bilirubin terkonjugasi ini akan melewati usus halus tanpa mengalami reabsorbsi. Fraksi bilirubin
ini akan dikonversikan oleh metabolism bakteri di usus dan diubah menjadi zat terlarut air yang
disebut urobilinogen. Urobilinogen inilah yang nantinya akan diserap oleh mukosa usus halus
dan mengalami siklus enterohepatik. Siklus enterohepatik ini akan membawa urobilinogen
kembali ke hepar untuk dilakukan metabolisme kembali, tapi sebagian kecil tidak kembali ke
hepar melainkan dieksresikan melalui saluran kemih/ginjal. Urobilinogen urine inilah yang
memeberi warna agak gelap pada urine. Selain itu, urobilinogen yang tidak direabsorbsi akan
dieksresikan bersama feses dan disebut sterkobilinogen.3
Bagan metabolisme bilirubin4
4
1.
Bagan jalur Sekresi Bilirubin4
5
2.2 Ikterus
6
Definisi
1. Ikterus Fisiologis
Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus fisiologis adalah Ikterus yang
memiliki karakteristik sebagai berikut:
Timbul pada hari kedua-ketiga
Kadar Biluirubin Indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg% pada
neonatus cukup bulan dan 10 mg % pada kurang bulan.
Kecepatan peningkatan kadar Bilirubin tak melebihi 5 mg % per hari
Kadar Bilirubin direk kurang dari 1 mg %
Ikterus hilang pada 10 hari pertama
Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadan patologis tertentu
2. Ikterus Patologis / Hiperbilirubinemia
Adalah suatu keadaan dimana kadar Bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai
yang mempunyai potensi untuk menimbulkan Kern Ikterus kalau tidak
ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang
patologis. Kadar bilirubin yang bisa menimbulkan manifestasi pada sklera: >2,0 –
2,5 mg/dL dan pada kulit: >3,0 – 4,0 mg/dL
3. Kern Ikterus
Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek pada otak terutama
pada Korpus Striatum, Talamus, Nukleus Subtalamus, Hipokampus, Nukleus merah , dan
Nukleus pada dasar Ventrikulus IV.
Etiologi
1. Peningkatan produksi
Hemolisis, misalnya pada inkompalibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian
golongan darah dan anak pada penggolongan rhesus dan ABO.
Perdarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran
Ikatan bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolic yang
terdapat pada bayi hipoksia atau asidosis
7
Defisiensi G6PD (Glukosa 6 Phostat Dehidrogenase)
Breast milk jaundice yang disebabkan oleh kekurangan pregnan 3 (alfa), 20 (beta),
diol (steroid)
Kurangnya enzim glukoronil transferase, sehingga kadar bilirubin indirek
meningkat misalnya pada BBLR
Kelainan congenital
2. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya
hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya sulfadiazine.
3. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksin yang
dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti infeksi, toksoplasmosis,
syphilis.
4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ektra hepatic.
5. Peningkatan sirkulasi enterohepatik, misalnya pada ileus obstruktif.
8
Patofisiologi
Empat mekanisme umum yang menyebabkan hiperbilirubunemia dan ikterus :
1. Pembentukan bilirubin yang berlebihan
Penyakit hemolitik atau peningkatan laju destruksi eritrosit merupakan penyebab
tersering dari pembentukan bilirubin yang berlebihan. Ikterus yang timbul sering disebut
sebagai ikterus hemolitik. Konjugasi dan transfer pigmen empedu berlangsung normal,
tetapi suplai bilirubin tak terkonjugasi melampaui kemampuan hati. Hal ini
mengakibatkan peningkatan kadar bilirubin tak terkonjugasi di dalam darah. Meskipun
demikian, pada penderita hemolitik berat, kadar bilirubin serum jarang melebihi 5 mg/dl
dan ikterus yang timbul bersifat ringan serta bewarna kuning pucat. Bilirubin tak
terkonjugasi tidak larut dalam air, sehingga tidak dapat diekskresi dalam urine dan tidak
terjadi bilirubinuria.Namun demikian terjadi peningkatan pembentukan urobilinogen
(akibat peningkatan beban bilirubin terhadap hati dan peningkatan konjugasi serta
ekskresi), yang selanjutnya mengakibatkan peningkatan ekskresi dalam feses dan
urine.Urine dan feses bewarna lebih gelap.
Beberapa penyebab lazim ikterus hemolitik adalah hemoglobin abnormal (hemoglobin S
pada anemia sel sabit), eritrosit abnormal (sferositosis herediter) antibodi dalam serum
(inkompatibitas Rh atau transfusi atau akibat penyakit hemolitik autoimun), pemberian
beberapa obat, dan peningkatan hemolisis. Sebagian kasus ikterus hemolitik dapat
disebabkan oleh suatu proses yang dinamakan eritropoiesis yang tidak efektif.
Pada orang dewasa, pembentukan bilirubin berlebihan yang berlangsung kronis
menyebabkan terbentuknya batu empedu yang mengandung sejumlah besar bilirubin.
2. Gangguan ambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh hati
Ambilan bilirubin tak terkonjugasi terikat – albumin oleh sel hati dilakukan dengan
memisahkan dan mengikat billirubin terhadap protein penerima.Hanya beberapa obat
yang telah terbukti pengaruhnya dalam ambilan bilirubin oleh hati, asam flavasvidat
(dipakai untuk mengobati cacing pita).Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi dan ikterus
biasanya menghilang bila obat pencetus dihentikan.
9
3. Gangguan konjugasi bilirubin
Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi ringan (< 12,9 mg/100 ml) yang timbull antara hari
kedua dan hari kelima setelah lahir disebut sebagai ikterus fisiologi neonatus. Ikterus
neonatal yang normal ini disebabkan oleh imaturitas enzim glukoronil transferase.
Aktivitas glukoronil transferase biasanya meningkat beberapa hari hingga minggu kedua
setelah lahir, dan setelah itu ikterus akan menghilang.Apabila bilirubin tak terkonjugasi
pada bayi baru lahir melampaui 20 mg/dl, terjadi suatu keadaan yang disebut sebagai
kernikterus. Keadaan ini dapat timbul bila suatu proses hemolitik terjadi pada bayi baru
lahir defisiensi glukoronil transefase normal. Kernikterus timbul akibat penimbunan
bilirubin tak terkonjugasi pada daerah ganglia basalis yang banyak mengandung lemak.
Bila keadaan ini tidak diobati maka terjadi kematian atau kerusakan neurologis yang
berat.Tindakan pengobatan terbaru pada neonatus dengan hiperbilirubinemia tak
terkonjugasi adalah dengan fototerapi.Fototerapi adalah pemajanan sinar biru atau sinar
fluoresen pada kulit bayi.
4. Penurunan ekskresi bilirubin terkonjugasi
Gangguan ekskresi bilirubin, baik yang disebabkan oleh faktor fungsional maupun
obstruktif, terutama menyebabkan terjadinya hiperbilirubinemia terkonjugasi.Bilirubin
terkonjugasi larut dalam air, sehingga dapat diekskresi dalam urine dan menimbulkan
bilirubinuria serta urin yang gelap.Urobilinogen feses dan urobilinogen urin sering
menurun sehingga feses kelihatan pucat. Peningkatan bilirubin terkonjugasi dapat disertai
bukti kegagalan ekskresi hati lainnya seperti peningkatan kadar fosfatase alkali, AST,
kolesterol, dan garam empedu dalam serum. Kadar garam empedu yang meningkat dalam
darah menimbulkan gatal-gatal pada ikterus.Ikterus pada hiperbilirubinemia terkonjugasi
biasanya lebih kuning dibandingkan akibat hiperbilirubinemia tak terkonjugasi.
10
Gambaran Khas Ikterus Hemolitik, Hepatoselular, dan Obstruktif
Gambaran Hemolitik Hepatoselular ObstruktifWarna kulit Kuning pucat Oranye-kuning muda
atau tua Kuning-hijau muda atau tua
Warna urine Normal(atau gelap dengan urobilin)
Gelap(bilirubin terkonjugasi)
Gelap(bilirubin terkonjugasi)
Warna feses Normal atau gelap(lebih banyak sterkobilin)
Pucat (lebih sedikit sterkobilin)
Warna dempul(tidak ada sterkobilin)
Pruritus Tidak ada Tidak menetap Biasanya menetapBilirubin serum indirek atau tak terkonjugasi
Meningkat Meningkat Meningkat
Bilirubin serum direk atau terkonjugasi
Normal Meningkat Meningkat
Bilirubin urien Tidak ada Meningkat MeningkatUrobilinogen urine Meningkat Sedikit meningkat Menurun
Pemeriksaan Laboratorium
1. Bilirubin serum total, bilirubin direk dan indirek.
2. Darah
3. Protein serum total, albumin serum, globulin serum.
4. Kolesterol total.
5. SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase).
6. SGPT (Serum Glutamic Pyruvic Transaminase).
7. Alkali phosphatase.
8. 5 Nukleotidase.
9. Tes serologik : HbsAg, IgM anti HAV
10. BSP (Brom Sulphatalein) dll
11
Pemeriksaan Radiologi
1. Foto polos abdomen
2. Ultrasonografi.
3. CT Scan.
4. MRI (Magnetic Resonance Imaging
5. PTC (Percutans Transhepatic Colangiography).
6. ERCP (Endoscopic Retrograd Cholangiopancreatography5
2.3 HEPATITIS
Morfologi dan Klinis Virus Hepatitis3
HAV HBV HCV HDV HEV
Family Picornaviridae Hepadnaviridae
Flaviviridae Tidak terklasifikasi
Calciviridae
Genus Hepatovirus Orthohepad-navirus
Hepacivirus Deltavirus Tidak bernama
Virion 27 nm, ikosahedral
42 nm, bulat 60 nm bulat 35 nm bulat 30-32 nm, ikosahedral
Amplop Tidak ada Ada (HBsAg) Ada Ada (HBsAg) Tidak ada
Genom ssRNA dsRNA ssRNA ssRNA ssRNA
Ukuran genom
7,5 kb 3,2 kb 9,4 kb 1,7 kb 7,6 kb
Stabilitas Stabil terhadap panas dan asam, tahan empedu
Peka terhadap asam
Peka terhadap eter dan asam
Peka terhadap asam
Stabil terhadap panas, tahan cairan empedu
Penularan Fecal-oral Parenteral Parenteral Parenteral Fecal-oral
12
Prevalensi Tinggi Tinggi Sedang Rendah Regional
Penyakit fulminan
Jarang Jarang Jarang Sering Dalam kehamilan
Penyakit
kronis
Tidak pernah Sering Sering ?? Tidak pernah
Onkogenik Tidak Ya Ya Ya Tidak
Transmisi Fecal-oral
(98%)
Transfusi (2%)
Parenteral
jarang
IVDA (35%)
Sexual (19%)
Vertikal (<
5%)
Transfusi
(<5%)
Tidak
diketahui
(49%)
IVDA (35%)
Sexual (10%)
Vertikal (5-
6%)
Transfusi
(<5%)
Pekerjaan
berisiko tinggi
(7%)
Tidak
diketahui (49
%)
Parenteral Fecal-oral
Masa inkubasi 2-6 minggu 14-84 hari 14-160 hari 21-42 hari 21-63 hari
2.3.1 Hepatitis A
Etiologi
Disebabkan oleh hepatitis virus A (HAV)1,2,3,5
13
Patofisiologi
HAV menular melalui makanan/minuman yang tercemar dan minuman yang tercemar
dari seseorang dikeluarkan melaui tinja selama 2 hingga 3 minggu sebelum dan 1 minggu setelah
onset ikterus.HAV terutama menular melalui makanan mentah atau tidak cukup dimasak.HAV
dapat menular melalui ‘rimming’ (hubungan seks oral-anal, atau antara mulut dan dubur).HAV
sangat jarang menular melalui hubungan darah-ke-darah.1,3
Manifeatasi klinis
Tidak semua orang yang terinfeksi HAV akan mempunyai gejala. Misalnya, banyak bayi
dan anak muda terinfeksi HAV tidak mengalami gejala apa pun. Gejala lebih mungkin terjadi
pada anak yang lebih tua, remaja dan orang dewasa.
14
Gejala hepatitis A (dan hepatitis akut pada umumnya) dapat termasuk:
Kulit dan putih mata menjadi kuning (ikterus)
Kelelahan
Sakit perut kanan-atas
Hilang nafsu makan
Berat badan menurun
Demam
Mual
Mencret atau diare
Muntah
Air seni seperti teh dan/atau kotoran berwarna dempul
Sakit sendi
Infeksi HAV juga dapat meningkatkan tingkat enzim yang dibuat oleh hati menjadi di
atas normal dalam darah.Sistem kekebalan tubuh membutuhkan sampai delapan minggu untuk
mengeluarkan HAV dari tubuh.Bila timbul gejala, umumnya dialami dua sampai empat minggu
setelah terinfeksi. Gejala hepatitis A umumnya hanya satu minggu, akan tetapi dapat lebih dari
satu bulan. Kurang lebih 15 persen orang dengan hepatitis A mengalami gejala dari 6 sampai 9
bulan. Kurang lebih satu dari 100 orang terinfeksi HAV dapat mengalami infeksi cepat dan parah
(yang disebut ‘fulminant’), yang – sangat jarang – dapat menyebabkan kegagalan hati dan
kematian.12
Diagnosis
Diagnosis hepatitis A ditegakkan dengan tes darah. Tes darah ini mencari dua jenis
antibodi terhadap virus, yang disebut sebagai IgM dan IgG . Pertama, dicari antibodi IgM, yang
dibuat oleh sistem kekebalan tubuh lima sampai sepuluh hari sebelum gejala muncul, dan
biasanya hilang dalam enam bulan. Tes juga mencari antibodi IgG, yang menggantikan antibodi
IgM dan untuk seterusnya melindungi terhadap infeksi HAV.
15
Bila tes darah menunjukkan negatif untuk antibodi IgM dan IgG, kita kemungkinan tidak
pernah terinfeksi HAV, dan sebaiknya mempertimbangkan untuk divaksinasi terhadap
HAV.
Bila tes menunjukkan positif untuk antibodi IgM dan negative untuk IgG, kita
kemungkinan tertular HAV dalam enam bulan terakhir ini, dan sistem kekebalan sedang
mengeluarkan virus atau infeksi menjadi semakin parah
Bila tes menunjukkan negatif untuk antibodi IgM dan positif untuk antibodi IgG, kita
mungkin terinfeksi HAV pada suatu waktu sebelumnya, atau kita sudah divaksinasikan
terhadap HAV. Kita sekarang kebal terhadap HAV.1,2,3
Tatalaksana
Pengobatan umum untuk hepatitis A adalah istirahat di tempat tidur, perbanyak intake
cairan terutama bila disertai diare atau muntah.Analgesi yang dijual bebas, misalnya ibuprofen
dapat mengurangi gejala hepatitis A.1,2,3
Pencegahan
Cara terbaik untuk mencegah hepatitis A adalah vaksinasi.Vaksinasi membutuhkan dua
suntikan, biasanya diberikan dengan jarak waktu enam bulan.Efek samping pada vaksinasi
hepatitis A, jika terjadi, biasanya ringan dan dapat termasuk rasa sakit di daerah suntikan dan
gejala ringan serupa dengan flu. Juga tersedia vaksin kombinasi untuk virus hepatitis A dan B.
16
Vaksin HAV sangat efektif – lebih dari 99 persen orang yang menerima vaksinasi mempunyai
kekebalan terhadap virus dan tidak akan terkena hepatitis A jika terpajan. Ada sedikit keraguan
bahwa vaksinasi HAV pada Odha dengan CD4 yang sangat rendah mungkin tidak memberikan
kekebalan (karena sistem kekebalannya sangat lemah), jadi sebaiknya divaksinasikan waktu
jumlah CD4 masih cukup tinggi.Bila kita merasa kita belum pernah terinfeksi hepatitis A,
sebaiknya kita membicarakannya dengan dokter.Karena Odha sering mengalami gejala yang
lebih berat bila terinfeksi HAV, dan hati kita berperan penting untuk mengeluarkan sisa akhir
obat ARV, vaksinasi HAV sangat disarankan untuk Odha. Walaupun kita belum menerima
vaksinasi terhadap hepatitis A, ada beberapa hal yang dapat kita lakukan untuk mencegah infeksi
HAV:
Selalu cuci tangan dengan sabun dan air setelah ke kamar mandi, dan sebelum menyiapkan
atau makan makanan
Memakai penghalang lateks (‘dental dam’) untuk seks oral-anal.2,3
2.3.2 Hepatitis B
Epidemiologi
Hepatitis B merupakan masalah kesehatan global terutama di Negara berkembang.Satu
dari tiga populasi global terinfeksi HBV (hepatitis virus B). dicantumkan juga bahwa 350 juta
orang di dunia menjadi karier hepatitis B, dan 2% yang secara spontan menunjukkan gejalanya
tiap tahun. Program vaksinasi terhadap hepatitis B nampaknya telah membuktikan usaha global
untuk menurunkan prevalensi hepatitis B di dunia.3
Morfologi dan klinis virus
Hepatitis B virus ditransmisikan melalui hematogen dan seksual. Outcome dari infeksi ini
adalah complicated viral-host interaction yang nantinya akan memberikan gambaran akut
simptomatik ataupun asimptomatik. Orang yang sudah terkena hepatitis B akan memiliki system
imun terhadap virus ini, sebagian kecil menjadi hepatitis karier, fulminan, atau bahkan menjadi
17
kronis (misalnya sirosis hepar yang menjadi karsinoma hepatoseluler) yang berujung kepada
kematian.
HBV dapat menyebabkan:
- Hepatitis akut dengan pemulihan dan hilangnya virus
- Hepatitis kronis nonprogresif
- Penyakit hepar kronis yang berujung pada sirosis
- Hepatitis fulminan dengan nekrosif massif pada hati
- Keadaan pembawa asimptomatik (karier).
HBV dapat bertahan dalam berbagai keadaan, oleh karena itu cairan fisiologis tubuh merupakan
kendaraan yang baik untuk menjadikannya alat transportasi penularan.Selain itu bisa juga tertular
dengan cairan fisiologis tubuh seperti secret, semen, air liur, air mata, dan efusi patologik.
Penularan secara parenteral sering terjadi pada proses persalinan dari ibu ke anaknya, dari kontak
seksual baik homoseksual maupun heteroseksual, produk darah, dialysis, obat-obat terlarang
intravena, transfuse, serta kecelakaan kerja misalnya tertusuk jarum terkontaminasi.135
Patofisiologi 1,2,3,5
Infeksi HBV terjadi dalam dua fase yakni proliferatif dan fase integrative.Selama fase
proliferative, DNA HBV terdapat dalam bentuk episomal dengan pembentukan virion lengkap
dan semua antigen terkait.Ekspresi HBsAg dan HBcAg di permukaan sel disertai dengan
molekul MHC I menyebabkan aktivasi limfosit CD8+ sititoksik.Kemudian terjadi fase
integrative, yang DNA virus menyatu dalam genom penjamunya.Seiring dengan berhentinya
replikasi virus dan munculnya antibody terhadap virus, kerusakan hati mereda.Akan tetapi resiko
terjadinya karsinoma hepatoseluler menetap.Hal ini sebagian mungkin disebabkan oleh
disregulasi pertumbuhan yang diperantari oleh protein X HBV.
18
Pada kemungkinan pertama, tubuh mampu memberikan tanggapan adekuat terhadapvirus
hepatitis B (VHB), akan terjadi 4 stadium siklus VHB, yaitu fase replikasi (stadium 1 dan 2) dan
fase integratif (stadium 3 dan 4). Pada fase replikasi kadar HBsAg (hepatitis B surface antigen),
HBV DNA, HBeAg (hepatitis Be antigen), AST (aspartate aminotransferase) dan ALT (alanine
aminotransferase) serum akan meningkat, sedangkan kadar anti-HBs dan anti HBe masih
negatif. Pada fase integratif (khususnya stadium4) keadaan sebaliknya terjadi, HBsAg, HBV
DNA, HBeAg dan ALT/AST menjadi negatif/normal, sedangkan antibodi terhadap antigen yaitu
: anti HBs dan anti HBe menjadi positif (serokonversi). Keadaan demikian banyak ditemukan
pada penderita hepatitis B yang terinfeksi pada usia dewasa di mana sekitar 95-97% infeksi
hepatitis B akut akan sembuh karena imunitas tubuh dapat memberikan tanggapan adekuat. HBV
adalah family Hepadnaviridae kelompok virus yang menyebabkan hepatitis di berbagai spesies.
Genom HBV nerupakan molekul DNA sirluar untai-ganda parsial 3200 nukleotida, yang
mengkode:
- Suatu protein “core” nukleokapsid (HBcAg, antigen core hepatitis B) dan suatu transkrip
polipeptida yang lebih panjang dengan region pra-core dan core, disebut HBeAg (antigen
e hepatitis B). HBcAg tertahan di hepatosit yang terinfeksi; HBeAg disekresikan ke darah
sehingga menjadi pegangan antigenic bagi system imun.
- Glikoprotein selubung (HBsAg, antigen permukaan hepatitis B), juga bersifat
imunogenik jika terdapat dalam darah.
19
- DNA polymerase.
- Suatu protein dari region X (protein-X HBV), yang bekerja sebagai promiscuous
transcriptional transactivator gen pejamu dan mungkin berperan dalam timbulnya
karsinoma hepatoseluler setelah terintegrasi dengan pejamu.
Hepatosit yang terinfeksi dapat mensintesiskan dan mensekresikan protein permukaan
noninfektif (HBsAg) dalam jumlah besar, yang muncul dalam sel dan serum sebagai struktur
bulat yang berdiameter 2nm.
20
Setelah pajanan virus, terjadi masa inkubasi asimptomatik yang lama (4 hingga 26
minggu, rerata 6 sampai 8 minggu) diikuti penyakit akut dari berminggu-minggu sampai
berbulan-bulan. Perjalanan penyakit ditandai dengan penanda serum:
- HBsAg muncul sebelum onset gejala, memuncak selama gejala penyakit muncul,
kemudian menurun sampai tidak terdeteksi dalam 3-6 bulan.
- HBeAg, HBV-DNA, dan DNA polymerase muncul dalam serum segera setelah HBsAg
dan semuanya menandakan replikasi virus yang aktif. Menetapnya HBeAg merupakan
indicator penting terjadinya replikasi virus yang berkelanjutan, daya tular, dan
kemungkinan perkembangan menuju hepatitis yang kronis.
- IgM anti HBc mulai terdeteksi dalam serum segera sebelum onset gejala, bersamaan
dengan mulai meningkatnya kadar aminotransferase serum (menunjukkan kerusakan
hati). Dalam beberapa bulan, IgM anti HBc digantikan oleh IgG anti HBc.
- Munculnya anibodi HBe mengisyaratkan infeksi akut setelah memuncak dan sekarang
mulai mereda.
- IgG anti HBs belum meningkat sampai penyakit akut berlalu dan biasanya tidak
terdeteksi selama beberapa minggu hingga beberapa bulan setelah hilangnya HBsAg.
Anti HBs dapat dapat menetap seumur hidup, memberikan proteksi. Hal inilah yang
menjadi dasar vaksinasi menggunakan HBsAg noninfeksiosa.6
21
Diagnosis
Anamnesis
Fase Akut
o Periode inkubasi sekitar 1-6 bulan.
o Simptompnya bisa ikterik dan bisa anikterik. Pasien dengan anikterik memiliki
kecendrungan untuk menjadi hepatitis yang kronis.
o Hepatitis ikterik dihubungkan dengan periode prodromal, dengan simptom:
- Anoreksia
- Mual
- Muntah
- Low grade-fever
- Mialgia
- Fatigue
- Gangguan indera penciuman dan indera pengecap
- Nyeri pada kuadran kanan atas dan area epigastrik.
o Pasien hiperakut biasanya menunjukkan:
Hepatic encephalopathy
Somnolen
Gangguan tidur
Kebingungan, penurunan fungsi mental
Fase Kronis
o Pasien dengan hepatitis kronis bisa menjadi karier yang sehat tanpa adanya tanda
dan biasanya asimptomatik.
o Pasien dengan hepatitis kronis, selama fase replikatif akan mengeluhkan beberapa
hal antara lain:
Simptom yang mirip akut Fatigue Anorexia Muntah Rasa tidak nyaman dan nyeri pada kuadaran kanan atas Dekompesasi hepatik1,2,3,5
22
Pemeriksaaan Fisik
Pemeriksaan fisik biasanya menemukan bervariasi dari minimal sampai dekompensasi hepatic.
Pasien dengan hepatitis akut biasanya menemukan beberapa pada pemeriksaan fisik
antara lain:
o Low-grade fever (flu like syndrome)
o Kuning, setelah terlihat simptompnya dan paling tidak akan tetap kuning sampai
dengan 3 bulan (rata-rata 1-3 bulan).
o Hepatomegali, disertai dengan nyeri tekan di kuadran kanan atas dan area
epigastrik
o Splenomegaly (5-15%)
o Eritema palmar (jarang)2,3
Penunjang
Hepatitis B Akut
Tingginya tingkat level alanine aminotransferase (ALT) dan aspartat aminotransferase
(AST), pada rentang 1000-2000 IU / mL, merupakan ciri khas penyakit ini, meskipun
nilai-nilai 100 kali lebih dari batas atas normal (ULN) dapat diidentifikasi . Nilai yang
lebih tinggi ditemukan pada pasien dengan hepatitis icteric. Tingkat SGPT biasanya lebih
tinggi daripada tingkat SGOT.
Alkaline phosphatase (ALP) mungkin berada dalam nilai tinggi, tetapi nilainya biasanya
tidak lebih dari 3 kali batas atas normal.
Tingkat albumin dapat sedikit rendah, dan kadar zat besi serum dapat meningkat. Dalam
periode preicteric (yaitu, sebelum munculnya penyakit kuning), leukopenia (yaitu,
granulocytopenia) dan lymphocytosis adalah yang paling umum hematologic kelainan
dan disertai dengan peningkatan dalam tingkat sedimentasi eritrosit (ESR).
Anemia karena pemendekan masa hidup sel darah merah jarang ditemukan, walaupun
hemolisis dapat dicatat. Trombositopenia jarang ditemukan.
Pasien dengan hepatitis parah mengalami perpanjangan waktu prothrombin (PT).
23
Beberapa penanda virus dapat diidentifikasi dalam serum dan hati. HbsAg (antigen
Australia) dan HBeAg (penanda infektivitas) adalah penanda pertama yang dapat
diidentifikasi dalam serum. HBcAb (IgM) setelah itu muncul.
Bagi pasien yang sembuh, serokonversi untuk HBsAb dan HBeAb diamati, dan HBcAb
adalah dari kelas IgG. Pasien dengan HbsAg terus-menerus selama lebih dari 6 bulan
mengembangkan hepatitis kronis.2
Hepatitis B Kronis Tidak Aktif
Pembawa sehat memiliki SGOT normal dan SGPT yang meningkat, dan tanda-tanda
infektivitas (yaitu, HBeAg, HBV DNA) dapat negatif.
HbsAg, IgG HBcAb dari jenis, dan HBeAb juga ditemukan di dalam serum.
Hepatitis B Aktif Kronis
Pasien memiliki nilai yang ringan hingga sedang elevasi dari aminotransferases (kurang
dari atau sama dengan 5 kali ULN). SGPT biasanya lebih tinggi daripada tingkat SGOT.
Sangat tingginya kadar ALT dapat diamati selama eksaserbasi atau reaktivasi dari
penyakit, dan mereka dapat disertai dengan gangguan fungsi sintetik hati (yakni,
penurunan kadar albumin, kadar bilirubin meningkat, dan berkepanjangan PT). HbsAg
dan HBcAb dari jenis IgG atau IgM (dalam kasus reaktivasi) teridentifikasi dalam serum.
Jika tingkat SGOT lebih tinggi daripada tingkat SGPT, diagnosis sirosis harus
dikecualikan. Jaringan-antibodi spesifik, seperti antismooth muscle antibodi (ASMAs)
(20-25%) atau antinuclear antibodi (ANAs) (10-20%), dapat diidentifikasi. Jaringan-
antibodi spesifik, seperti antibodi terhadap kelenjar tiroid (10-20%), juga dapat
ditemukan. Peningkatan sedikit kadar faktor rematoid (RF) biasanya ditemukan.
Komplikasi Sirosis
Pada tahap awal, temuan virus hepatitis kronis dapat ditemukan.
Kemudian, dapat diidentifikasi kadar albumin rendah, hyperbilirubinemia, PT
memanjang, jumlah platelet dan jumlah sel darah putih rendah, dan tingkat AST lebih
tinggi daripada tingkat SGPT.
24
Tingkat ALP dan gamma-glutamil transpeptidase (GGT) dapat sedikit meningkat.1,2
Tatalaksana
Terapi hepatitis B fulminan
o Perawatan intensif
o Kurangi intake protein
o Berikan laktulosa dan noemisin per oral
o Pertahankan keseimbangan elektrolit dan cairan tubuh
o Control fungsi kardiorespirasi, perdarahan dan komplikasi lain
o Terkadang dilakukan trasplantasi hepar ortotopik, dengan hasil yang memuaskan
Terapi hepatitis B kronik
o Interferon- α-2b
Merupakan terapi lini pertama
interferon- α-2b adalah glikoprotein yang secara langsung merupakan
antiviral dan dapat meningkatkan respon imun terhadap virus.
Indikasi : untuk pasien dengan HBsAg, HBeAg, HBV DNA
Dosis yang umum digunakan : 10 MU tiga kali seminggu atau 5 MU per
hari selama 4 bulan
Setelah 4 bulan, hampir 30-40% pasien menunjukkan klirens HBV, DNA
dan HBsAg
Serokonversi menjadi HBe terjadi pada hampir 20% pasien
Harus dipertimbangkan pada pasien dengan penyakit hati yang ringan,
replikasi yang rendah dan level serum transaminase yang tinggi
Efek samping :
Flu-like symptom, yaitu demam, mialgia dan sakit kepala
Leucopenia, neutropenia dan trombositopenia
Kelelahan
Depresi
Kontra indikasi :
25
Penyakit yang menekan system Imun dan penyakit autoimun
Penyakit psikiatrik atau depresi psikiatrik
o Lamivudine (3TC)
Terapi lini kedua
Lamivudin adalah analog nukleosid yang menghambat sintesis virus DNA
dengan memblok riverse transcriptase
Dosis : 100 mg/hari per oral dan diberikan sekali sehari
Diekskresikan melalui ginjal
Durasi pemberian lamivudin masih dipertanyakan/dipertimbangkan,
karena mutasi dari HBV tinggi dan hampir 13% pasien resisten dengan
obat ini setelah pemberian selama 1 tahun, serta 30-50% pasien resisten
setelah pemberian selama 3 tahun
Mutasi-mutasi ditemukan di motif YMDD dari polymerase HBV
Sayangnya tidak terdapat marker spesifik yang dapat dijadikan acuan
dalam memperkirakan resistensi sebelum terapi diberikan
Aman diberikan pada pasien sirosis dan yang tidak tahan terhadap
interferon
Aman diberikan jika dikombinasikan dengan interferon tetapi hasilnya
tidak jauh berbeda dibanding pemberian dengan satu obat saja
o Kelompok khusus
Terdapat beberapa subgroup dari penyakit hepatitis B kronik
Pada HBV-HIV koinfeksi : interferon tidak efektif, berikan
lamivudin
Pada HBV-HDV koinfeksi : interferon dan lamivudin masih
dipelajari
Pada HBV-HCV koinfeksi : interferon tidak efektif dan hasil dari
pemberian lamivudin masih belum jelas
Pada precore mutants : lamivudin dan interferon dapat diberikan,
tetapi hasil optimal yang didapat hanya sementara
Pada pasien post transplantasi hepar : pemberian profilaksis
lamivudin dengan immunoglobulin hepatitis B menunjukkan
26
penurunan reinfeksi HBV yang diukur melalui HBsAg, HBeAg
dan HBV DNA
Pada interferon nonresponders : lamivudin lebih utama diberikan
daripada kombinasi obat lain atau plasebo
Profilaksis posteksposure
o Untuk nenonatus yang telah terinfeksi dari ibunya atau pada pasien yang sudah
terbukti terinfeksi diberikan profilaksis immunoglobulin hepatitis B(HBIG),
selain itu juga dapat diberikan vaksinasi aktif
Transplantasi hepar
o Dipertimbangkan sebagai terapi pada penyakit hepatitis B kronik tahap akhir dan
yang berhubungan dengan penyakit hati
o HBV merupakan indikasi transplantasi keenam dari indikasi yang paling
direkomendasikan di USA
o Hasil membaik pada 80% kasus
o Pemberian paling efektif dalam menunggu/delay operasi dan mencegah infeksi
berulang dari hepatitis B adalah profilaksis immunoglobulin hepatitis B (HBIG),
dapat juga pada peri dan post operasi
o Pemberian lamivudin juga dapat menurunkan infeksi berulang post operasi
o Kombinasi HBIG dan lamivudin post operasi lebih efektif dibanding pemberian
satu jenis saja. Infeksi berulang HBV tejadi pada < 5% pasien1,2,3,5
2.3.3 Hepatitis C
Morfologi Virus
Memiliki selubung glikoprotein.
Virus RNA rantai tunggal
Partikel sferis, inti nukleokapsid 33 nm
Termasuk klasivikasi Flaviviridae, genus hepacivirus
Genome HCV terdiri atas 9400 nukleotida, mengkode protein besar sekitar residu 3000
asam amino
27
1/3 bagian dari poliprotein terdiri atas protein struktural
protein selubung dapat menimbulkan antibodi netralisasi
regio hipervariabel terletak E2
sisa 2/3
Hanya ada satu serotipe yang dapat diidentifikasi, terdapat banyak genotip dengan
distribusi yang bervariasi di seluruh dunia3,4
Epidemiologi dan Faktor Resiko
Masa inkubasi 15-160 hari (puncak pada sekitar 50 hari)
Viremia yang berkepanjangan dan infeksi yang persisten umum dijumpai (55-85%).
Distribusi geografik luas
Infeksi yang menetap dihubungkan dengan hepatitis kronis, sirosis dan kanker hati
Cara transmisi
o darah (predominan) : IVDU dan penetrasi jaringan, resipien produk darah
o transmisi seksual : efisiensi rendah, frekuensi rendah
o maternal-neonatal : efisiensi rendah, frekuensi rendah
Tak terdapat bukti transmisi fekal-oral1,2,3
Patogenesis
28
Mekanisme imunologis yang menyebabkan kerusakan sel hati
1. Protein core
2. Reaksi cytotoxic T-cell (CTL) spesifik yang kuat diperlukan untuk terjadinya eliminasi
VHC secara menyeluruh pada infeksi akut. Namun, pada infeksi kronik, reaksi CTL
yang relatif lemah masih mampu merusak sel-sel hati dan melibatkan respon inflamasi
di hati tetapi tidak bisa menghilangkan virus maupun menekan evolusi genetik VHC
sehingga kerusakan sel hati berlangsung terus-menerus
3. reaksi inflamasi yang dilibatkan melalui sitokin-sitokin pro-inflamasi seperti TNF-α,
TGF-β1, akan menyebabkan rekrutmen sel-sel inflamasi lainnya dan menyebabkan
aktivasi sel-sel stelata untuk berproliferasi dan menjadi aktif untuk menjadi sel-sel
miofibroblas yang dapat menghasilkan matriks kolagen sehingga terjadi fibrosis dan
berperan aktif dalam menghasilkan sitokin-sitokin proinflamasi. Mekanisme ini dapat
timbul terus menerus karena reaksi inflamasi yang terjadi tidak berhenti sehingga
fibrosis semakin lama semakin banyak dan sel-sel hati yang ada semakin sedikit. Proses
ini menimbulkan kerusakan hati lanjut dan sirosis hati.3,4
Karakteristik Klinis dan Perjalanan Penyakit
29
Umumnya infeksi akut VHC tidak memberi gejala klinis atau hanya bergejala minimal,
seperti malaise, mual-mual, ikterus seperti halnya hepatitis akut akibat infeksi virus
hepatitis lainnya.
Hepatitis fulminan sangat jarang terjadi
ALT meninggi sampai beberapa kali di atas batas atas nilai normal tetapi umumnya tidak
sampai lebih dari 1000 U/L
Infeksi akan menjadi kronik pada 70-90% kasus dan seringkali tidak menimbulkan gejala
apapun walaupun proses kerusakan hati berjalan terus. Hilangnya VHC setelah terjadinya
hepatitis kronik sangat jarang terjadi.
Koinfeksi VHC dan HIV dapat memperburuk perjalanan penyakit hati yang kronik,
mempercepat terjasinya sirosis hati, dan mempercepat penurunan sistem kekebalan tubuh.
Di Indonesia, banyak ditemukan pada pengguna narkotika suntik yang memakai alat suntik
bergantian
Koinfeksi VHC dengan VHB juga memperburuk perjalanan penyakit pasien. Kejadian
sirosis hati banyak ditemukan pada koinfeksi tersebut dan juga dapat meningkatkan resiko
terjadinya kanker hati
Superinfeksi oleh VHA pada pasien dengan VHC dapat menjadi hepatitis akut yang berat
maupun hepatitis fulminant.
Selain gejala-gejala gangguan hati, dapat pula timbul manifestasi ekstra hepatik seperti,
krioglobulinemia dengan komplikasi-komplikasinya (glomerulopati, kelemahan, vaskulitis,
purpura dan artralgia). Patofisiologi gangguan ekstra hepatik ini belum jelas, namun
dihubungkan dengan kemampuan VHC untuk meninfeksi sel-sel limfoid sehingga
mengganggu respon sistem imunologis. Sel-sel limfoid yang terinfeksi dapat berubah
sifatnya menjadi ganas karena dilaporkan tingginya angka kejadian Limfoma Non-
Hodgkins pada pasien dengan infeksi VHC. 1,3,5
Diagnosis
30
Deteksi antibodi terhadap VHC dilakukan umumnya dengan teknik Enzyme Immuno
Assay (EIA). Antibodi terhadap VHC dapat dideteksi pada minggu ke 4-10 dengan
sensitifitas mencapai 90%.
Deteksi RNA VHC digunakan untuk mengetahui adanya virus ini dalam tubuh pasien
terutama dalam serum sehingga memberikan gambaran infeksi sebenarnya.
Teknik PCR (polymerase chain reaction), umumnya digunakan menentukan adanya
VHC (secara kualitatif) maupun menentukan jumlah virus dalam serum (kuantitatif).
Teknik ini juga dipakai dalam menentukan genotip VHC.
31
Selain untuk pemeriksaan pada pasien, penentuan adanya infeksi VHC dilakukan pada
penapisan darah untuk transfusi darah, umumnya dengan deteksi anti-VHC dengan EIA
maupun dengan cara imunokromatografi.2,4
Tatalaksana
Indikasi terapi pada hepatitis C kronik ialah apabila terjadi peningkatan nilai ALT lebih
dari batas atas nilai normal (nilai ALT diatas batas normal biasnya sudah menunjukkan adanya
fibrosis yang nyata bila dilakukan biopsi hati). Bila nila ALT normal, harus diketahui apakah
nilai tersebut persisten atau berfluktuasi (indikasi terapi) dengan memonitor ALT setiap bulan
dengan 4-5 kali pemeriksaan.
Bila pasien tidak terjadi fibrosis hati atau hanya fibrosis ringan, mungkin terapi tidak perlu
dilakukan karena biasanya tidak berkembang menjadi sirosis hati setelah 20 tahun menderita
infeksi VHC.
Pengobatan Medikamentosa
Interferon alfa
Diberikan setiap 2 hari atau 3 kali seminggu dengan dosis 3 juta unit subkutan setiap
kali pemberian. Interferon yang telah diikat dengan poly-ethylen glycol(PEG),
diberikan setiap minggu dengan dosis 1,5 μg/kgBB/kali (untuk Peg Interferon 12 KD)
atau 180 μg (Peg Interferon 40 KD). Pemberian interferon yang diikuti pemberian
ribavirin, dengan dosis pada pasien dengan berat badan <50 kg 800 mg/hari, 50-70kg
1000mg/hari, >70 kg 1200 mg/hari, dibagi dalam 2 kali pemberian
Ribavirin
Pada akhir terapi, perlu dilakukan pemerksaan RNA VHC secara kualitatif untuk
mengetahui apakah VHC resisten dengan pengobatan interferon. Keberhasilan
terapidinilai 6 bulan setelah pengobatan dihentikan dengan memeriksa RNA VHC
kualitatif. Bila negatif, pasien dianggap mempunyai respon virologik yang menetap, dan
bila RNA VHC kembali positif pasien dianggap kambuh, yang untuk selanjutnya akan
diberikan kembali interferon dan ribavirin dengan dosis yang lebih besar.
32
Telah disepakati bahwa bila genotip VHC adalah genotip 1 dan 4, maka terapi perlu
diberikan selama 48 minggu dan bila genotip 2 dan 3, terapi cukup diberikan selama 24
minggu.
Kontra indikasi terapi (terkait menggunaan interferon alfa dan ribavirin):
Pasien berumur > 60 tahun
Hb<10g/dl
Leukosit darah <2500/μL
Trombosit <100.000/μL
Adanya gangguan jiwa berat
Hipertiroid
Efek samping penggunaan interferon : demam, gejala-gejala menyerupai flu (nyeri otot, malaise,
tidak nafsu makan, dan sejenisnya), depresi dan gangguan emosi, kerontokan rambut lebih
daari normal, depresi sumsum tulang, hiperurisemia, kadang tiroiditis.
Efek samping Ribavirin : penurunan Hb1,2,3,5
2.3.4 Hepatitis D
Etiologi
- flaviviridae genus hepacivirus, d = 40 – 60 nm
- rusak dengan empedu dan deterjen
- inti nukleokapsid1,2,3,5
Epidemiologi & Faktor Resiko
- Virus hepatitis D memilki masa inkubasi diperkirakan 4-7 minggu.
- Endemis di Mediterania, Semenanjung Balkan, bagian Eropa Bekas Rusia
- Insedensi berkurang dengan adanya peningkatan pemakaian vaksin
- Viremia singkat (infeksi akut) dan dapat pula memanjang (infeksi kronik)
33
- Infeksi HDV hanya terjadi pada individu dengan resiko HBV (koinfeksi dan
superinfeksi)
- Cara Penularan
Melalui Darah
Transmisi Seksual
Penyebaran Maternal-neonatal3
Patofisiologi dan Patogenesis
Patofisiologi dimulai dari masuknya HDV, Virus ini memiliki beberapa jenis genotype
yang tersebar didunia.Jenisnya adalah HDV genotype 1, HDV genotype 2 dan HDV genotype
3.Masing-masing memiliki persebaran yang berbeda-beda. Genotype 1 tersebar diseluruh dunia,
genotype 2 ditemukan di Taiwan, Japan, dan Asia Selatan sedangkan Genotype 3 di daera
Amerika Selatan.
Setelah masuk melalui sirkulasi HDV bereplikasi dalam sel hepatosit, akan tetapi
mebutuhkan antigen permukaan dari hepatitis B (HBsAg) untuk menyerang sel hepar. Kematian
seluler dari hepatosit diakibatkan akibat langsung dari sitotoksik yang dimediasi dari respon
immune1,3,5
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis Gejala penyakit hepatitis D bervariasi, dapat muncul sebagai gejala
yang ringan (ko-infeksi) atau amat progresif.Gejala yang ditimbulkan adalah gejala yang
berkaitan dengan keadaan hepatitis B. Jadi untuk menifestasi klinis hampir sama dengan gejala
dari keadaaan infeksi dari hepatitis B karena berupa gejala koinfeksi.Untuk gejala superinfeksi
yang berat dapat terjadi penurunan fungsi hepar yang hepar yang progresif, biasanya terjadi pada
keadaan infeksi virus Hepatitis D akibat dari keadaan infeksi Hepatitis B yang kronis.Gejala
umum yang terjadi adalah :
o Sclera ikterus akibat dari peningkatan kadar bilirubin
o Demam demam timbul akibat dari pelepasan mediator inflamasi sebagai akibat
dari respon imun
34
o Nyeri abdomen pada kuadran kanan atas Nyeri abdomen diakibatkan karena
peregangan dari capsul Glisoni akibat dari keadaan hepatomegali dari struktur
hepar
o Warna urin seperti the kemungkinan diakibatkan peningkatan blirubin direct
o Encephalopathy bilirubin yang menigkat disirkulasi dapat menembus blood
barain barier. Biasanya terjadi pada tahap infeksi yang kronis sebagai dampaknya
peningkatan bilirubin indirect yang tak terikat albumin sehingga dapat menembus
blood brain barier. Bilirubin bersifat toksik sehingga dapat menimbulkan keadaan
ensefalopati sebagai dampak lanjutnya.
o Petechia sebgai dampak dari kekurangan factor pembekuan darah sehingga
pembuluh darah impermeable sehingga mudah robek (ruptur)
o Kelelahan Merupakan gejala umum pada pasien dengan keadaan gangguan
metabolisme pada keadaan hepatitis1,2,3,5
Gejala k oinfeksi : gejala koinfeksi biasanya sering terjadi bersamaan dengan keadaan infeksi
hepatits B sehinggga dapat timbul gejala gagal hati akut.
Gejala superinfe ksi : Gejala Gagal Hati akut sering terjadi pada HDV superinfeksi
35
Diagnosis
Biasanya timbul mendadak, dengan tanda dan gejala yang mirip dengan hepatitis B;
gejalanya mungkin parah dan selalu dikaitkan bersamaan dengan infeksi virus hepatitis B.
Hepatitis delta mungkin dapat sembuh dengan sendirinya atau dapat berkembang menjadi
hepatitis kronis. Penderita anak-anak mungkin menunjukkan gejala klinis yang berat dan selalu
berlanjut menjadi hepatitis kronis aktif. Virus hepatitis Delta (HDV) dan virus hepatitis B (HBV)
kemungkinan menyerang secara bersamaan, atau infeksi virus delta menyerang orang dengan
infeksi HBV kronis. Pada keadaan yang disebut terakhir, hepatitis delta dapat dikelirukan sebagai
hepatitis B kronis yang eksaserbasi. Pada berbagai penelitian yang dilakukan di Eropa dan
Amerika Serikat , 25% – 50% kasus hepatitis fulminan yang diperkirakan disebabkan oleh HBV
saja, ternyata disertai dengan infeksi HDV.
Riwayat yang dapat digali :
Secara klinis 90% pasien dengan gejala asymptomatic.
Periode inkubasi 21-45 hari tetapi bisa lebih cepat pada keadaan superinfection.
Symptom yang timbul antara lain:
o Kekuningan
36
o Urin gelap
o Nyeri Abdomen
o Mual sampai muntah
o Kebingungan, pendarahan
o Gatal-gatal
Pemeriksaan Fisik
Manifestasi klinis dari pemeriksaan fisik didapat:
o Sclera ikterus
o Demam
o Nyeri abdomen pda kuadran kanan atas
o Warna urin seperti teh
o Encephalopathy
o Petechia
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis ditegakkan dengan ditemukannya antibodi total HDV (anti-HDV) dengan
menggunakan RIA atau EIA. Apabila titer IgM positif berati virus sedang bereplikasi. RT - PCR
merupakan cara pemeriksaan yang paling sensitive untuk mendeteksi viremia HDV.
IgM anti – HDV : baru terpajan HDV
Antibodi IgG anti HDV : ( antibodi IgG) dideteksi melalui pemeriksaan radioimun
kompetitif
PCR reverse transcriptation : deteksi genom virus dalam serum
HDAg : HDV terdeteksi dalam spesimen biopsi hati ( metode terpilih )
Deteksi IgM terhadap HDAg dan HbcAg = menandakan ko infeksi akut HDV dan HBV
HBsAg = hepatitis kronis yang timbul dari superinfeksi HDV
37
Pemeriksaan histopatologis :
Dapat ditemukan Acidophilic bodies dan degenerasi dari sel hepar dengan sitoplasma yan
acidophilic. Sel-sel radang limfosit dapat ditemukan sebagai akibat dari respon terhadap
sitotoksitas dari HDV1,2,3,4,5
Tatalaksana
1. Perawatan medis
Pengobatan dengan suportif dan observasi dari fungsi liver yang dapat ditinjau dari
marker-marker spesifiknya. Digunakan untuk peninjauan keadaan klinis pasien dan
sebagai langkah awal untuk tindakan selanjutnya.
2. Terapi Bedah
Transplantasi liver diindikasikan untuk pasien dengan kerusakan hati yang fulminant.
3. Konsultasi
Untuk kepentingan peninjauan dari keadaan pasien dibutuhkan konsultasi aktif dari
pasien
4. Diet
Diet tidak dapat membantu pemulihan
38
Apabila intake makanan secara enteral kurang maka dibutuhkan nutrisi secara
intra vena
5. Aktivitas
Jangan sampai melakukan aktifitas terlalu berat
6. Farmakoterapi
Terapi antiviral dengan interferon alfa dibutuhkan pada pasien dengan infeksi kronis.
Pada beberapa keadaan terapi interferon pada anak-anak cenderung membantu akan
tetapi tidak terlalu efektif. Terapi ini tidak dibutuhkan pada pasien dengan co-infection.
Antivirus jenis Lamivudine, ribavirin dan kortikosteroid tidak efektif pada terapi ini.
7. Interferon
Memberikan efek antiviral, antitumor, dan imunomodulator.
Interferon Alfa (Roferon)
Sering digunakan sebagai treatment Infeksi HDV.Dosis diberikan bervariasi 3-10 Mu 3
kali /minggu selama satu tahun.Pada 50% pasien dengan terapi 9 Mu ditemukan hasil
pemeriksaan lab tentang enzim kembali normal kadarnya, menandakan adanya
perbaikan.
8. Edukasi
Menghindari segala faktor resiko yang dapat mengakibatkan terinfeksi virus Hepatitis
D
Pada pasien dengan infeksi dilarang utnuk mendonorkan darahnya, agar tidak terjadi
infeksi secara parentral dari transfuse.1,2,3,5
Komplikasi dan Prognosis
1. Hepatitis relaps : kemunculan kembali gejala dan abnormalitas tes hati setelah beberapa
minggu sampai beberapa bulan setelah perbaikan atau kesembuhan, paling sering terjadi
pada infeksi HAV
39
2. Hepatitis fulminan : gejala dan tanda gagal ginjal hati akut, hepar <<, kadar bilirubin
meningkat cepat, pemanjangan PT sangat nyata, dan koma hepatikum. 60 – 80 %
meninggal.
3. Karsinoma hepatoseluler primer
4. Hepatitis kronik
5. Pankreatitis, miokardium, atipical pneumonia, anemia aplastik, tranverse myelitis dan
peripheral neuropathy.1,2,3
2.3.5 Hepatitis E
Morfologi Virus
Merupakan familia hepeviridiae dan masuk ke dalam genus hepevirus.HEV seperti HAV
tidak memiliki envelope, berdiameter27-34 nm dengan bentuk icosahedral.pertama kali
ditemukan pada tahun 1983 pada suatu percobaan dirusia.Virus ini diklasifikasikan kedalam 4
gentotipe dan 24 subtipe. Genotype 1 dan 2 diketahui dapat menginfeksi manusia secara
aktif,dan genotype 3 dan 4 juga terdapat pada babi dan binatang liar lainnya.3,4
Epidemiolog i dan Transmisi
Area endemic infeksi HEV terdapat pada daerah Asia, Afrika, Amerika Tengah dan
Timur Tengah.HEV memiliki jalur tansmisi yang paling umum adalah fecaloral, selain itu dapat
pula melalui jalur parenteral seperti transfusi darah atau penggunaan jarum suntik Namun
biasanya terjadi pada daerah endemik.Insiden infeksi HEV terbesar yang diketahui terjadi di
Cina pada tahun 1986-1988 yang menyerang sekitar 100,000 individu.
Infeksi dari hewan ke manusia (zoonotic) masih dibelum jelas.Namun pada populasi yang
bekerja disekitar babi, didapatkan prevalensi yang tinggi terhadap antibody anti-HEV.Tikus dan
rusa liar diperkirakan menjadi reservoir dari virus ini.1,3,4
Manifestasi klinis, pemeriksaan fisik, dan penunjang
40
Range penyakit ini cukup luas, mulai dari gejala subklinik hingga terjadi hepatitis
fulminan. Terutama pada wanita hamil.Wanita hamil memiliki resiko meninggal akibat infeksi
HEV sekitar 20%.Insidensi terjadinya hepatitis fulminan akibat infeksi HEV sekitar 0.5-3%.
Setelah periode inkubasi selama 15-60 hari, pasien yang terinfeksi akan mengalami gejala dan
tanda klinis seperti infeksi akut virus hepatitis lainnya. Gejala yang paling dominan adalah
munculnya ikterus yang diikuti gejala lainnya seperti malaise, anorexia, demam, nyeri abdomen,
mual-muntah,dan hepatomegali. Gejala klinis lainnya seperti diare, pruritus, arthralgia, dan ruam
pada kulit.
Pada uji biokimia, terjadi peningkatan konsentrasi bilirubin serum, alanin
aminotransferase,dan aspartat aminotransferase. Gejala klinis biasanya hilangg dalam beberapa
minggu hingga 2 bulan.gejala yang lebih berat terlihat pada pasien dengan protracted
coagulopathy dan cholestasis.
Sebuah studi dari jepang menunjukkan pada HEV genotype 3 dan 4 gejala yang
ditimbulkan biasanya lebih berat, yang ditandai dengan peningkatan ALT yang lebih tinggi dan
waktu pembentukan protrombin yang lebih pendek.
Studi histopatologis hepar pada pasien HEV menunjukkan adanya lesi akut pada hepar
(necroinflamatori y lesion), yang mengarah pada nekrosis hepar. Siderosis dan cholestasis juga
dapat terlihat.penelitian sero-epidemiologis menunjukkanbahwa seseorang dengan infeksi virus
HEV sebelumnya akan memiliki kekebalan tubuh yang dapat mencegah reinfeksi.
Infeksi HEV tidak memiliki perjalanan untuk menjadi infeksi kronis. Namun pada pasien yang
menjalani pengobatan imunosupresif misalnya pada pasien yang menjalani transplanstasi organ,
infeksi HEV kronis telah dilaporkan.
Wanita hamil diketahui memilki resiko yang tinggi terhadap munculnya hepatitis
fulminan.Angka mortalitas akibat hepatitis fulminan pada wanita hamil sekitar 15-20%, terutama
wanita hamil pada trimester ketiga.1,2,3,5
41
Diagnosis
Diagnosis acute hepatitis E ditegakkan berdasarkan deteksi dari antibody anti-HEV atau
deteksi RNA HEV pada serum atau feses. Namun biasanya tidak terdeteksi lagi dalam waktu 1-6
minggu setelah gejala klinis muncul. Anti-HEV-IgM antibodies dapat dideteksi pada awal
infeksi dan akan tetap positif selama satu bulan. Pembentukan IgG anti-HEV dapat dideteksi
mulai dari minggu kedua setelah gejala klinis muncul dan dapat bertahan hingga beberapa tahun
kedepan.1,3,5
42
Tatalaksana
Pengobatan HEV yang spesifik belum diketahui, sehingga hanya terapi suportiflah yang
dapat diberikan.Pada sebagian besar kasus infeksi HEV bersifat self-limiting dan diikuti oleh
penyembuhan yang menyeluruh dan tidak dibutuhkan intervensi yang spesifik.Pasien dengan
gagal fungsi hati harus mendapat penanganan yang cepat dan perlu dilakukan transplantasi
hati.1,3,5,
2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG PADA HEPATITIS
Setelah pemeriksaan faal Hepar, yang penting yaitu pemeriksaan spesifik untuk
menentukan jenis hepatitisnya (A,B,C,D atau E).1,2,3,
1. Hepatitis A
2. Hepatitis B
43
3. Hepatitis C
44
4. Hepatitis D
5. Hepatitis E
45
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas
Identitas Pasien
Nama : Intan
Umur : 6 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Sukarara
No. RM : 296212
MRS : 18 Desember 2012, 11.44 WITA
Tanggal Pemeriksaan : 18 Desember 2012, 16.30 WITA
Identitas Keluarga
AYAH IBU
Nama Tn. Segep Ny. RubayahUmur 45 tahun 38 tahunPendidikan S1 SMAPekerjaan Guru IRT
3.2 Anamnesis
Keluhan Utama:
Kencing seperti teh.
Riwayat Penyakit Sekarang:
46
Pasien datang ke poli anak RSUD Praya dengan keluhan BAK seperti teh sejak ± 6 hari
yang lalu.Keluhan ini timbul secara tiba-tiba dan tidak disertai dengan nyeri saat BAK, adanya
gumpalan darah pada kencing dan nyeri pada pinggang disangkal. Keluhan ini diawali dengan
demam sejak ± 6 hari yang lalu, demam naik turun, jika turun suhu bisa sampai normal,
peningkatan suhu tidak dipengaruhi oleh waktu, tidak disertai menggigil maupun kejang. Pasien
juga mengeluh nyeri perut (+) di bagian kanan atas, seperti ditusuk-tusuk, dan tidak menyebar ke
bagian tubuh yang lain.Timbulnya nyeri tidak dipengaruhi oleh perubahan posisi maupun
aktivitas tertentu.Mual (+), muntah (+), tidak menyembur, frekuensi 2 kali sejak hari timbulnya
keluhan, berisi makanan yang dimakan, muntah tidak disertai dengan lendir maupun darah.
Adanya keluhan nyeri saat menelan maupun nyeri pada telinga disangkal.Menurut pengkauan
orangtuanya badan pasien sempat tampak kekuningan ± 5 – 6 hari yang lalu,sekarang keluhan
badan kekuningan ini sudah berangsur-angsur menghilang.Riwayat batuk, pilek, nyeri pada
tulang dan sendi, gatal-gatal disangkal.BAB (+) normal, frekuensi 1x/hari, konsistensi lunak,
berwarna kuning kecokelatan, darah (-), lendir (-).Nafsu makanmenjadi berkurang.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak ada keluarga mengalami keluhan serupa.
Riwayat Pengobatan:
Pasien tidak dalam pengobatan.
Riwayat Persalinan dan Kehamilan:
Ibu pasien tidak pernah mengalami sakit selama hamil. Selama hamil ibu pasien rutin
control kehamilannya. Pasien dilahirkan di Puskesmas Puyung, cukup bulan, ditolong bidan,
secara normal, berat badan lahir (BBL) 3.200 gram, langsung menangis.
Riwayat Nutrisi:
47
Riwayat ASI Ekslusif (+), MP ASI sejak usia > 6 bulan, ASI diberikan sampai usia 1,5 tahun.
Riwayat Tumbuh Kembang:
Pasien sudah mampu duduk sejak usia ± 7 bulan, mengucapkan kata-kata sejak usia ± 10
bulan, mulai berjalan sejak usia ± 11 bulan. Menurut ayah pasien pertumbuhan dan
perkembangan pasien sesuai dengan teman seusianya.Pasien sekarang duduk di bangku TK,
pasien merupakan anak yang cukup aktif sehari-harinya.
Riwayat Imunisasi:
Lengkap sesuai jadwal.
Sosial, Ekonomi dan Lingkungan:
Pasien tinggal berenam dalam serumah, bersama kedua orangtua, dan ketiga
saudaranya.Pasien merupakan anak bungsu dari empat bersaudara. Jarak usia saudara yang satu
dan yang lainnya ± 5 tahun. Jarak rumah dengan tetangga ± 50 meter.Kebutuhan sehari-hari
dipenuhi oleh ayah pasien, dengan pendapatan per bulan ± Rp 2.000.000,00. Ayah pasien
mengatakan bahwa anaknya gemar membeli makanan ringan di pinggir jalan.
3.3 Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum:Baik
Kesadaran : Compous Mentis
Fungsi Vital:
Nadi : 104x/menit, isi dan tegangan kuat angkat, irama teratur.
Pernapasan: 24x/menit.
Suhu : 37,1ºC
CRT : < 2 detik
48
Status Gizi:
Berat Badan : 12 kg
Tinggi Badan :90 cm
Umur : 6 tahun
Lingkar Kepala: 52cm (normocephalic)
Kesimpulan status gizi :
Z-Score BB/TB = 12– 12,9 SD = 0,79 SD (Di antara -2 SD sampai 2 SD)
1,138
Interpretasi = Gizi baik
Kepala:
Normocephali.
Mata : konjungtiva anemis -/-, sclera icteric -/-, mata cowong -/-, reflex pupil +/+ isokor
Telinga : simetris, bentuk dan ukuran normal, otorea -/-, nyeri tekan pre- dan retro aurikula -/-.
Hidung : simetris, deformitas (-), nyeri tekan (-), krepitasi (-), mukosa hidung hiperemi -/-,
epistaksis -/-.
Mulut : simetris, sianosis (-), mukosa bukal dan gusi dalam batas normal, lidah dalam batas
normal.
Tenggorok: hiperemi (-), pembesaran tonsil (-).
Leher:
Kaku kuduk (-), pembesaran KGB (-), tekanan vena jugularis (-).
Thorax:
Inspeksi : Kelainan bentuk (-), pergerakan dinding dada simetris, retraksi (-), iga gambang (-).
49
Palpasi : Pergerakan dinding dada simetris, massa (-), nyeri tekan (-).
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru.
Auskultasi: Cor. S1S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-).
Pulmo. Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-.
Abdomen:
Inspeksi : Distensi (-), massa (-), sikatrik (-).
Auskultasi: Bising usus (+) normal.
Perkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomen.
Palpasi : Nyeri tekan (+) di region kanan atas, massa (-), murphy sign (-), H/L/R tidak teraba.
Ekstremitas:
Akral hangat +/+/+/+, edema -/-/-/-.
3.4 Resume
Pasien anak perempuan, usia 6 tahun, datang ke poli RSUD Praya, dikeluhkan kencing
seperti teh sejak ± 6 hari yang lalu. Riwayat demam (+) sejak ± 6 hari yang lalu.Nyeri perut (+),
mual (+), muntah (+).Badan tampak kekuningan (+) 5 – 6 hari yang lalu.Pada pemeriksaan fisik
didapatkan fungsi vital dalam batas normal dan didapatkan nyeri tekan region kanan atas.Pada
pemeriksaan penunjang darah lengkap didapatkan hematocrit menurun, trombositopenia, dan
tanda-tanda anemia mikrositik hipokromik, sedangkan pada pemeriksaan penunjang faal hati
didapatkan SGOT, SGPT, dan bilirubin direk meningkat serta bilirubin total menurun.
3.5 Diagnosis Banding
50
1. Hepatitis A
2. Kolelitiasis
3. Malaria
3.6 Diagnosis Kerja
Susp. Hepatitis A
3.7 Planning
IVFD D5 ¼ NS 28 tpm.
Paracetamol syrup 3 x cth 1 (K/P).
Bed rest total.
KIE perbanyak minum air putih.
Kebutuhan cairan
Kebutuhan total cairan seorang anak dihitung dengan formula sebagai berikut : 100
ml/kg BB untuk 10 kg pertama, lalu 50 ml/kgBB untuk 10 kg berikutnya, selanjutnya 25
ml/kgBB untuk setiap tambahan kgBB-nya. Pada pasien ini dengan BB = 12 kg sehingga
untuk kebutuhan cairan per hari (24 jam) adalah sebagai berikut :
100 ml/kg x 10 kg = 1.000 cc
50 ml/kg x 2 kg = 100 cc
Perhitungan cairan dari minum, obat-obatan = 300 cc
Total kebutuhan = 800cc/24 jam
Penghitungan tetesan infus :
Tetes/menit (micro) = 800 x 60 = 40000= 28 tetes/menit
24 x 60 1440
Pemberian Analgetik dan Antipiretik (Jika suhu tubuh > 39̊DC)
51
Dosis paracetamol adalah 10 – 15 mg/kgBB tiap 6 jam.
10mg/kgBB = 10 x 12 = 120 mg
1 cth = 5 cc = 120 mg
Pada pasien ini diberikan jika perlu dengan dosis 120 – 180cc/hari atau 4 x 1 cth.
3.8Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium:
JENIS PEMERIKSAAN NILAI NILAI NORMALDarah Lengkap (18/12/2012):HB 10,8 g/dL L 13,0 – 18,0 g/dL
P 11,5 – 16,5 g/dLWBC 4,89 103/uL 4,0 – 11,0 103/uLRBC 4,09 106/uL L 4,5 – 5,5 106/uL
P 4,0 – 5,0 106/uLHCT 10,8 % L 40,0 – 50,0 %
P 37,0 – 45,0 %MCV 33,4 fL 82,0 – 92,0 fLMCH 26,5 pg 27,0 – 31,0 pgMCHC 32,5 g/dL 32,0 – 37,0 g/dLPLT 365 103/uL 150 – 400 103/uLFaal Hati (19̊/12/2012):SGOT 606,5 IU/L 0 – 40 IU/LSGPT 1.304,7 IU/L 0 – 40 IU/LBilirubin Total 4,92 mg/dL 0,2 – 1,2 mg/dLBilirubin Direk 3,30 mg/dL 0 – 0,4 mg/dLLain-lain (18/12/2012):HbSAg NegatifDDR NegatifWidal (18/12/2012):O 1/80H 1/60AH NegatifBH Negatif
Urin Lengkap (18/12/2012):Warna Kuning, jernih Kuning, jernih
52
Berat Jenis 1.010 1.003 – 1.030pH 6,5 4,6 – 8,0Protein Negatif NegatifGlukosa Negatif NegatifKeton Negatif NegatifBilirubin +2 NegatifUrobilinogen Positif 0,05 – 3,5 mg/24jamNitrit Negatif NegatifDarah Negatif NegatifLeukosit Positif NegatifSedimen (18/12/2012):Eritrosit Negatif NegatifLeukosit 5 – 10 /lpb 1 – 5 /lpbEpitel 5 – 10 /lpbKristal Negatif NegatifLain-lain Negatif Negatif
USG Abdomen (17/12/2012):
Tidak tampak kelainan organ intra abdomen.
3.9̊ Diagnosis Akhir
Susp. Hepatitis A
53
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus di atas, pasien perempuan berusia 6 tahun didiagnosis dengan susp.Hepatitis A,
merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh virus yang disebarkan oleh kotoran/tinja
penderita; biasanya melalui makanan (fecal - oral), bukan melalui aktivitas seksual atau melalui
darah.Hepatitis merupakan suatu proses peradangan difusi pada jaringan hati yang memberikan
gejala klinis yang khas yaitu badan lemah, mudah lelah, nafsu makan berkurang, urine berwarna
seperti teh pekat, mata dan saluran badan menjadi kuning (ikterus).
Penegakkan diagnosis hepatitis A didapatkan melalui anamnesis mengenai gejala subjektif,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan darah.Namun untuk diagnosis pasti hepatitis A ditegakkan
dengan pemeriksaan darah.Pemeriksaan darah ini mencari dua jenis antibodi terhadap virus,
yang disebut sebagai IgM dan IgG.Pertama, dicari antibodi IgM, yang dibuat oleh sistem
kekebalan tubuh 5 – 10 hari sebelum gejala muncul, dan biasanya hilang dalam enam bulan.Tes
juga mencari antibodi IgG, yang menggantikan antibodi IgM dan untuk seterusnya melindungi
terhadap infeksi HAV.Bila tes darah menunjukkan negatif untuk antibodi IgM dan IgG, kita
kemungkinan tidak pernah terinfeksi HAV, dan sebaiknya mempertimbangkan untuk divaksinasi
terhadap HAV.Bila tes menunjukkan positif untuk antibodi IgM dan negative untuk IgG, kita
kemungkinan tertular HAV dalam enam bulan terakhir ini, dan sistem kekebalan sedang
mengeluarkan virus atau infeksi menjadi semakin parah.Bila tes menunjukkan negatif untuk
antibodi IgM dan positif untuk antibodi IgG, kita mungkin terinfeksi HAV pada suatu waktu
sebelumnya, atau kita sudah divaksinasikan terhadap HAV.Kita sekarang kebal terhadap HAV.
Pada pasien ini, dari anamnesis didapatkan keluhan kencing seperti teh atau biasa dikenal
dengan istilah dark-colored urine, hal ini berhubungan dengan kelainan metabolisme bilirubin
(hiperbilirubinemia conjucated).Bilirubin direk yang telah berhasil dikonjugasikan tidak dapat
diekskresikan ke dalam duktus biliaris akibat dari kekurangan ATP.Sehingga bilirubin direk di
serum meningkat dan terfiltrasi oleh glomerulus dieksresikan melalui urin. Keluhan nyeri perut
bagian kanan atas timbul akibat peregangan atau iritasi dari Glisson's capsule yang mengelilingi
hati dan kaya akannerve endings. Nyeri yang berat biasanya kebanyakan karena gangguan gall
bladder, absess hati, dan severe venoocclusive disease tapi yang berhubungan dengan hepatitis
54
akut. Keluhan mual terjadi dengan gangguan hati yang lebih berat dan mungkin disertai dengan
fatigue atau dapat dicetus oleh aroma makanan atau memakan makanan berlemak. Keluhan
yellowish eyes dan icteric sclera adalah efek dari ikterus. Ikterus adalah perubahan warna kulit,
sclera mata atau jaringan lainnya yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang
meningkat kadarnya dalam sirkulasi darah.Biasanya yang pertama kali mengalami ikterus adalah
jaringan yang kaya elastin.Pada pemeriksaan penunjang didapatkan peningkatan nilai SGOT dan
SGPT yang menunjukkan adanya kerusakan sel hepar, peningkatan nilai bilirubin total dan
bilirubin direk yang menunjukkan adanya kelainan pada hepatal atau ekstra hepatal, dan pada
pemeriksaan urin didapatkan peningkatan nilai bilirubin urobilinogen yang menunjukkan
peningkatan kadar bilirubin direk.
Prinsip penanganan hepatitis A adalah istirahat di tempat tidur, juga penting perbanyak
intake cairan, terutama bila pasien mengalami diare atau muntah.Selain itu analgesik juga
diberikan untuk mengurangi gejala hepatitis A. Penatalaksanaan pada pasien ditujukan pada
pemberian cairan berupa infus D5 ¼ NS 28 tpm sebagai tambahan intake nutrisi pada pasien dan
analgesik untuk mengurangi nyeri perut yang dikeluhkan.
DAFTAR PUSTAKA
55
1. Harrison, Principle Of Internal Medicine, 16 th edition, McGraw Hill. United States of
America. 2005.
2. Friedman SL, McQuaid KR, Grendell JH. Current Diagnosis and Treatment in
Gastroenterology second edition. McGraw-Hill. 2003.
3. Suyono, S. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi ke tiga. Jakarta : Balai penerbit FKUI.
2001.
4. Keshav S. The Gastrointeastinal System at a Glance.Blackwell science. Massachusetts.
2004.
5. Nelson Textbook of Pediatrics 18 th. Saunders company. 1998.
6. Kumar, Cotran, Robbins. Buku Ajar Patologi edisi 7. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC. 2007
56