30
1 LAPORAN HASIL WAWANCARA DAN OBSERVASI KASUS PENDIDIKAN DI SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) WACHID HASYIM PARENGAN – MADURAN – LAMONGAN BAGIAN I LATAR BELAKANG MASALAH A. IDENTITAS SISWA Nama : M Tempat & Tanggal Lahir: Lamongan 22 Desember 1990 Alamat : Jl. Mangga 28 Maduran Jenis Kelamin : Laki-laki Umur : 18 Tahun Agama : Islam Kelas : 2 A Orang tua : H Pekerjaan : Petani B. PELANGGARAN YANG DILAKUKAN Sering membolos sekolah C. SUMBER INFORMASI

Laporan Wawancara Observasi Kasus Pendidikan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Laporan Wawancara Observasi Kasus Pendidikan

1

LAPORAN HASIL WAWANCARA DAN OBSERVASI KASUS PENDIDIKAN DI SEKOLAH

MENENGAH ATAS (SMA) WACHID HASYIM

PARENGAN – MADURAN – LAMONGAN

BAGIAN I

LATAR BELAKANG MASALAH

A. IDENTITAS SISWA

Nama : M

Tempat & Tanggal Lahir : Lamongan 22 Desember 1990

Alamat : Jl. Mangga 28 Maduran

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 18 Tahun

Agama : Islam

Kelas : 2 A

Orang tua : H

Pekerjaan : Petani

B. PELANGGARAN YANG DILAKUKAN

Sering membolos sekolah

C. SUMBER INFORMASI

Informasi diperoleh dari guru BK SMA Wachid Hasyim. Berdasar data dari

guru BK. Saudara As’ad tercatat rata-rata membolos 4 -5 kali dalam satu

bulan.

Page 2: Laporan Wawancara Observasi Kasus Pendidikan

1

D. TUJUAN DILAKUKANNYA WAWANCARA DAN OBSERVASI

1. Tujuan khusus : Untuk mengetahui latar belakang perilaku membolos

saudara As’ad dan untuk menentukan langkah-langkah penanganannya.

2. Tujuan umum : Hasil wawancara dan observasi ini, nantinya akan

digunakan sebagai dasar dalam menentukan sebuah program yang

bertujuan untuk meminimalisasi prevalensi perilaku membolos sekolah

pada siswa-siswi SMA Wahid Hasyim. Mengingat sebagai suatu

komunitas, tentunya antara siswa yang satu dengan siswa yang lain

banyak memiliki kesamaan, baik dari segi fase perkembangan, status

sosial orang tua, dan tingkat ekonomi. Sehingga hasil wawancara dan

observasi terhadap saudara As’ad ini nantinya akan dapat digunakan

sebagai dasar yang relevan dalam menentukan sebuah program

penanganan untuk mengurangi prevalensi perilaku membolos pada

siswa-siswi SMA Wachid Hasyim.

Page 3: Laporan Wawancara Observasi Kasus Pendidikan

1

BAGIAN II

TEORI RUJUKAN

REMAJA

Masa remaja sebagai masa penuh kegoncangan, taraf mencari identitas diri dan

merupakan periode yang paling berat (Hurlock, 1993). Calon (1953) dalam

Monks (2002) mengatakan masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat-sifat

masa transisi atau peralihan karena remaja belum memiliki status dewasa tetapi

tidak lagi memiliki status anak-anak, karena secara fisik mereka sudah seperti

orang dewasa. Perkembangan fisik dan psikis menimbulkan kebingungan

dikalangan remaja sehingga masa ini disebut oleh orang barat sebagai periode

sturm und drung dan akan membawah akibat yang tidak sedikit terhadap sikap,

perilaku, kesehatan, serta kepribadian remaja (Monsk, 2002). Lebih jelas pada

tahun 1974, WHO memberiikan definisi tentang remaja secara lebih konseptual,

sebagai berikut (Sarwono, 2001):

Remaja adalah suatu masa dimana:

1. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda

seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual.

2. Individu mengalami perkembangan psikologik dan pola identifikasi dari

kanak-kanak menjadi dewasa.

3. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada

keadaan yang relatif lebih mandiri.

DELINKUEN

Ada beberapa pengertian tentang perilaku delinkuen, M. Gold dan J. Petronio

dalam (Sarwono, 2001) mengartikan kenakalan remaja sebagai tindakan oleh

seseorang yang belum dewasa yang sengaja melanggar hukum dan yang

Page 4: Laporan Wawancara Observasi Kasus Pendidikan

1

diketahui oleh anak itu sendiri bahwa jika perbuatan itu sempat diketahui oleh

petugas hukum ia bisa dikenai hukuman. Keputusan Menteri Sosial (Kepmensos

RI No. 23/HUK/1996) menyebutkan anak nakal adalah anak yang berperilaku

menyimpang dari norma-norma sosial, moral dan agama, merugikan

keselamatan dirinya, mengganggu dan meresahkan ketenteraman dan

ketertiban masyarakat serta kehidupan keluarga dan atau masyarakat (Pusda

Depsos RI, 1999). B. Simanjutak dalam (Sudarsono, 1995) memberii tinjauan

secara sosiokultural tentang arti Juvenile Delinquency atau kenakalan remaja,

suatu perbuatan itu disebut delinkuen apabila perbuatan-perbuatan tersebut

bertentangan dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat dimana ia

hidup, atau suatu perbuatan yang anti-sosial dimana didalamnya terkandung

unsur-unsur normatif. Psikolog Bimo Walgito dalam (Sudarsono, 1995)

merumuskan arti selengkapnya dari Juvenile Delinquency sebagai tiap perbuatan,

jika perbuatan tersebut dilakukan oleh orang dewasa, maka perbuatan itu

merupakan kejahatan, jadi merupakan berbuatan yang melawan hukum yang

dilakukan oleh anak, khususnya anak remaja. Sementara John W. Santrock

(1995) mendefinisikan, kenakalan remaja (Juvenile Delinquency) mengacu pada

suatu rentang perilaku yang luas, mulai dari perilaku yang tidak dapat diterima

secara sosial (seperti bertindak berlebihan disekolah), pelanggaran (seperti

melarikan diri dari rumah), hingga tindakan-tindakan kriminal (seperti mencuri).

BENTUK- BENTUK KENAKALAN

William C. Kvaraceus dalam (Mulyono, 1995) membagi bentuk kenakalan

menjadi dua, yaitu:

1. Kenakalan bisaa seperti: Berbohong, membolos sekolah, meninggalkan

rumah tanpa izin (kabur), keluyuran, memiliki dan membawa benda

tajam, bergaul dengan teman yang memberii pengaruh buruk, berpesta

Page 5: Laporan Wawancara Observasi Kasus Pendidikan

1

pora, membaca buku-buku cabul, turut dalam pelacuran atau melacurkan

diri, berpakaian tidak pantas dan minum minuman keras.

2. Kenakalan Pelanggaran Hukum, seperti: berjudi, mencuri, mencopet,

menjambret, merampas, penggelapan barang, penipuan dan pemalsuan,

menjual gambar-gambar porno dan film-film porno, pemerkosaan,

pemalsuan uang, perbuatan yang merugikan orang lain, pembunuhan dan

pengguguran kandungan.

FAKTOR PENYEBAB PERILAKU DELINKUEN

Menurut Kartini Kartono (1998), Juvenile Delinquency adalah perilaku jahat

(dursila), atau kejahatan atau kenakalan anak-anak muda, merupakan gejala

sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh

suatu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka itu mengembangakan tingkah

laku yang menyimpang.

Kartini Kartono (1998) membagi faktor penyebab perilaku delinkuen menjadi dua

bagian sebagai berikut:

FAKTOR INTERNAL

Perilaku delinkuen pada dasarnya merupakan kegagalan sistem pengontrol diri

anak terhadap dorongan-dorongan instingtifnya, mereka tidak mampu

mengendalikan dorongan-dorongan instingtifnya dan menyalurkan kedalam

perbuatan yang bermanfaat. Pandangan psikoanalisa menyatakan bahwa

sumber semua gangguan psikiatris, termasuk gangguan pada perkembangan

anak menuju dewasa serta proses adaptasinya terhadap tuntutan lingkungan

sekitar ada pada individu itu sendiri, barupa:

1. Konflik batiniah, yaitu pertentangan antara dorongan infatil kekanak-

kanakan melawan pertimbangan yang lebih rasional.

Page 6: Laporan Wawancara Observasi Kasus Pendidikan

1

2. Pemasakan intra psikis yang keliru terhadap semua pengalaman,

sehingga terjadi harapan palsu, fantasi, ilusi, kecemasan (sifatnya semu

tetapi dihayati oleh anak sebagai kenyataan). Sebagai akibatnya anak

mereaksi dengan pola tingkah laku yang salah, berupa: apatisme, putus

asa, pelarian diri, agresi, tindak kekerasan, berkelahi dan lain-lain.

3. Menggunakan reaksi frustrasi negatif (mekanisme pelarian dan

pembelaan diri yang salah), lewat cara-cara penyelesaian yang tidak

rasional, seperti: agresi, regresi, fiksasi, rasionalisasi dan lain-lain.

Selain sebab-sebab diatas perilaku delinkuen juga dapat diakibatkan oleh:

1. Gangguan pengamatan dan tanggapan pada anak-anak remaja.

2. Gangguan berfikir dan inteligensi pada diri remaja, hasil penelitian

menunjukkan bahwa kurang lebih 30% dari anak-anak yang terbelakang

mentalnya menjadi kriminal.

3. Gangguan emosional pada anak-anak remaja, perasaan atau emosi

memberiikan nilai pada situasi kehidupan dan menentukan sekali besar

kecilnya kebagahiaan serta rasa kepuasan. Perasaan bergandengan

dengan pemuasan terhadap harapan, keinginan dan kebutuhan manusia,

jika semua terpuaskan orang akan merasa senang dan sebaliknya jika

tidak orang akan mengalami kekecewaan dan frustrasi yang dapat

mengarah pada tindakan-tindakan agresif. Gangguan-gangguan fungsi

emosi ini dapat berupa: inkontinensi emosional (emosi yang tidak

terkendali), labilitas emosional (suasana hati yang terus menerus

berubah, ketidak pekaan dan menumpulnya perasaan.

4. Cacat tubuh, faktor bakat yang mempengaruhi temperamen, dan ketidak

mampuan untuk menyesuaikan diri (Philip Graham, 1983 dalam Sarwono,

2001).

Page 7: Laporan Wawancara Observasi Kasus Pendidikan

1

Seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya, perilaku

delinkuen merupakan kompensasi dari masalah psikologis dan konflik batin

karena ketidak matangan remaja dalam merespon stimuli yang ada diluar

dirinya. Pada remaja yang sering berkelahi, ditemukan bahwa mereka

mengalami konflik batin, mudah frustrasi, memiliki emosi yang labil, tidak

peka terhadap perasaan orang lain, dan memiliki perasaan rendah diri yang

kuat (Tambunan, 2008).

Faktor-faktor internal yang mempengaruhi perilaku delinkuen diatas dapat

digambarkan sebagai berikut:

faktor-faktor internal penyebab perilaku delinkuen

1). Reaksi frustrasi negatif

2). Gangguan pengamatan dan tanggapan

Faktor internal

3). Gangguan cara berfikir

4). Gangguan emosional atau perasaan

Sumber: Kartini Kartono, Patologi Sosial 2, (Jakarta:Radja Grafindo Persada,1998), cet 3, hal.

120.

FAKTOR EKSTERNAL

Disamping faktor-faktor internal, perilaku delinkuen juga dapat diakibatkan oleh

faktor-faktor yang berada diluar diri remaja, seperti (Kartono, 1998):

1. Faktor keluarga, keluarga merupakan wadah pembentukan peribadi

anggota keluarga terutama bagi remaja yang sedang dalam masa

peralihan, tetapi apabila pendidikan dalam keluarga itu gagal akan

terbentuk seorang anak yang cenderung berperilaku delinkuen, semisal

kondisi disharmoni keluarga (broken home), overproteksi dari orang tua,

rejected child, dll.

2. Faktor lingkungan sekolah, lingkungan sekolah yang tidak

menguntungkan, semisal: kurikulum yang tidak jelas, guru yang kurang

Page 8: Laporan Wawancara Observasi Kasus Pendidikan

1

memahawi kejiwaan remaja dan sarana sekolah yang kurang memadai

sering menyebabkan munculnya perilaku kenakalan pada remaja.

Walaupun demikian faktor yang berpengaruh di sekolah bukan hanya

guru dan sarana serta perasarana pendidikan saja. Lingkungan pergaulan

antar teman pun besar pengaruhnya.

3. Faktor milieu, lingkungan sekitar tidak selalu baik dan menguntungkan

bagi pendidikan dan perkembangan anak. Lingkungan adakalanya dihuni

oleh orang dewasa serta anak-anak muda kriminal dan anti-sosial, yang

bisa merangsang timbulnya reaksi emosional buruk pada anak-anak

puber dan adolesen yang masih labil jiwanya. Dengan begitu anak-anak

remaja ini mudah terjangkit oleh pola kriminal, asusila dan anti-sosial.

4. Kemiskinan di kota-kota besar, gangguan lingkungan (polusi, kecelakaan

lalu lintas, bencana alam dan lain-lain (Graham, 1983).

Faktor-faktor eksternal yang dapat mempengaruhi perilaku delinkuen diatas

dapat digambarkan sebagai berikut:

Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku delinkuen

1.1. Broken home

1.2. Perlindungan lebih

1). Faktor keluarga

1.3. Penolakan orang tua

Faktor eksternal 1.4. Pengaruh buruk dari

orang tua

2). Faktor sekolah

3). Milieu

Sumber: Kartini Kartono, Patologi Sosial 2, (Jakarta:Radja Grafindo Persada,1998), cet 3, hal.

126.

Page 9: Laporan Wawancara Observasi Kasus Pendidikan

1

Faktor keluarga memang sangat berperan dalam pembentukan perilaku

menyimpang pada remaja, gangguan-gangguan atau kelainan orang tua

dalam menerapkan dukungan keluarga dan praktek-praktek manajemen

secara konsisten diketahui berkaitan dengan perilaku anti sosial anak-anak

remaja , semidal overproteksi, rejected child dan lain=lain(Santrock, 1995).

Sebagai akibat sikap orang tua yang otoriter menurut penelitian Santrock &

Warshak (1979) di Amerika Serikat maka anak-anak akan terganggu

kemampuannya dalam tingkah laku sosial. Kempe & Helfer menamakan

pendidikan yang salah ini dengan WAR (Wold of Abnormal Rearing), yaitu

kondisi dimana lingkungan tidak memungkinkan anak untuk mempelajari

kemampuan-kemampuan yang paling dasar dalam hubungan antar manusia

(Sarwono, 2001.

Selain faktor keluarga dan sekolah, faktor milieu juga sangat berpengaruh

terhadap perilaku kenakalan, karena milieu-milieu yang ada dalam

masyarakat akan turut mempengaruhi perkembangan perilaku remaja.

Menurut Sutherland perilaku menyimpang yang dilakukan remaja

sesungguhnya merupakan sesuatu yang dapat dipelajari. Asumsi yang

melandasinya adalah 'a criminal act occurs when situation apropriate for it,

as defined by the person, is present' (Rose Gialombardo; 1972). Lebih lanjut

menurutnya (Gialombardo, 1972 dalam Suyatno, 2008):

1. Perilaku remaja merupakan perilaku yang dipelajari secara negatif

dan berarti perilaku tersebut tidak diwarisi (genetik). Jika ada salah

satu anggota keluarga yang berposisi sebagai pemakai maka hal

tersebut lebih mungkin disebabkan karena proses belajar dari obyek

model dan bukan hasil genetik.

2. Perilaku menyimpang yang dilakukan remaja dipelajari melalui proses

interaksi dengan orang lain dan proses komunikasi dapat berlangsung

secara lisan dan melalui bahasa isyarat.

Page 10: Laporan Wawancara Observasi Kasus Pendidikan

1

3. Proses mempelajari perilaku bisaanya terjadi pada kelompok dengan

pergaulan yang sangat akrab. Remaja dalam pencarian status

senantiasa dalam situasi ketidaksesuaian baik secara biologis maupun

psikologis. Untuk mengatasi gejolak ini bisaanya mereka cenderung

untuk kelompok di mana ia diterima sepenuhnya dalam kelompok

tersebut. Termasuk dalam hal ini mempelajari norma-norma dalam

kelompok. Apabila kelompok tersebut adalah kelompok negatif

niscaya ia harus mengikuti norma yang ada.

a. Apabila perilaku menyimpang remaja dapat dipelajari maka yang

dipelajari meliputi: teknik melakukannya, motif atau dorangan

serta alasan pembenar termasuk sikap.

b. Arah dan motif serta dorongan dipelajari melalui definisi dari

peraturan hukum

Pengaruh lingkungan terhadap perkembangan psikologis anak digambarkan

oleh Hasbullah M. Saad (2003) dalam bukunya Perkelahian Pelajar seperti

dibawah ini:

Model umum pengaruh kondisi lingkungan terhadapPerkembangan psikologis anak

Lingkungan makro

Karakter anak

Atensi

Karakter keluarga Interaksi antar perhatian ibu dengan anak

Mainutris

Perkembangan psikologis

Sumber: Hasbullah M. Saad, Perkelahian Pelajar: Potret Siswa SMU di DKI Jakarta,

(Yogyakarta:Galang Press, 2003), hal. 32.

Page 11: Laporan Wawancara Observasi Kasus Pendidikan

1

BAGIAN III

WAWANCARA & OBSERVASI UNTUK TUJUAN ASSESMENT

Dasar-dasar teori diatas kemudian dijadikan sebagai acuan untuk membuat guide

interview & check-List untuk mendapatkan informasi mengenahi latar belakang

masalah yang sedang dihadapi oleh saudara As’ad (Perilaku membolos).

1. HASIL OBSERVASI

CHECK LIST UNTUK OBSERVASI KONDISI SUBJEK SAAT INI

No

.

Aspek Yang diobservasi Penilaian

1. Cara berpakaian sangat

rapi

cukup Tdk rapi

2. Sopan Santun baik cukup kurang

3. Pergaulan baik cukup kurang

4. Keseriusan dalam mengikuti pelajaran

baik cukup kurang

5. Mencatat materi

pelajaran

selalu kadang2 tdk pernah

6. Membolos sekolah sering kadang 2 tdk pernah

7. Mengikuti kegiatan

ekstra

selalu kadang 2 tdk pernah

8. Mematuhi peraturan

sekolah

selalu kadang 2 tdk pernah

9. Cara berinteraksi dengan teman.

baik cukup kurang

10. Menggunakan bahasa yang positif.

selalu kadang 2 tdk pernah

11. Duduk di barisan depan selalu kadang 2 tdk pernah

12. Ikut serta dalam diskusi

kelas

selalu kadang 2 tdk pernah

Keterangan:

Berilah tanda check list pada kotak penilaian yang sesuai dengan kondisi siswa saat ini.

Page 12: Laporan Wawancara Observasi Kasus Pendidikan

1

Untuk penilaian membolos sekolah:1. Sering (setiap dua minggu ada 1 hari yang tidak masuk).2. Kadang-kadang (dalam 1 bulan ada 1 hari yang membolos).

CHECK LIST UNTUK OBSERVASI HUBUNGAN

SUBJEK DENGAN ORANG TUA

No

.

Aspek Yang diobservasi Penilaian

1. Perhatian orang tua baik cukup kurang

2. Komunikasi baik cukup kurang

3. Cara orang tua berinteraksi dengan anak.

baik cukup kurang

4. Cara anak berinteraksi dengan orang tua.

baik cukup kurang

5. Patuh terhadap aturan orang tua.

selalu kadang2 tdk pernah

6. Menghormati orang tua selalu kadang 2 tdk pernah

7. Penghargaan orang tua terhadap pendapat anak.

baik cukup kurang

8. Model pendidikan ortu otoriter demokrat

is

Keterangan:

Beri tanda check list pada kotak penilaian yang sesuai dengan kondisi siswa saat ini.

Observasi disekolah dilakukan pada tanggal 24, 31 Mei & 7 Juni dan observasi

rumah dilakukan pada tanggal 25 Mei, 1 Juni dan 8 Juni, adapun untuk aspek

penilaian membolos sekolah digunakan data absensi kelas. Hasil observasi

menunjukkan As’ad adalah termasuk siswa yang tidak begitu disukai oleh teman-

teman temannya karena As’ad dalam berkomunikasi dengan teman-temannya

selalu menggunakan bahasa-bahasa yang tidak positif seperti kata “jancuk” dan

lain sebagainya. Cara berpakaian As’ad juga tidak rapi, bajunya tidak pernah

dimasukkan dan rambutnya panjang. Selain itu As’ad juga tidak memiliki sopan

Page 13: Laporan Wawancara Observasi Kasus Pendidikan

1

santun terhadap guru, ketika berada di dalam kelas A’ad selalu membuat gaduh

saat pelajaran sedang berlangsung, tidak pernah mencatat materi yang diberikan

oleh guru, tidak pernah mengikuti diskusi dan selalu duduk paling belakang. As’at

juga terkenal sebagai siswa yang tidak pernah patuh terhadap peraturan-

oeraturan sekolah, seperti tidak pernah mengikuti kegiatan ekstra, selalu

membolos dan tidak pernah serius dalam mengikuti pelajaran.

Orang tua As’ad terlalu bersikap otoriter dalam mendidik anak-anaknya terlebih

terhadap As’ad karena As’ad tidak pernah patuh dan menghormati aturan-aturan

yang ada dalam keluarga. Cara berinteraksi As’ad dengan orang tua atau

sebaliknya orang tua dengan As’ad tergolong kurang baik. Dalam lingkungan

keluarga As’ad kurang mendapat penghargaan dari orang tua dan kurang

diperhatikan, karena orang tua As’ad tidak pernah mau tau terhadap masalah

As’ad, yang ada As’ad selalu mendapat marah dari orang tua.

2. HASIL WAWANCARA

Wawancara dilakukan pada tanggal 14 Juni, karena keterbatasan waktu wawancara

hanya dilakukan kepada As’ad untuk melengkapi hasil observasi. Adapun hasil

wawancara dengan As’ad secara verbatim disajikan dibawah ini:

Baris Isi wawancara Baris Masalah Yang Ditemukan

1

5

+ Selamat siang mas As’ad

++ Siang pak! (agak tidak suka)

+ maaf mengganggu belajar mas As’ad sebentar

++ tidak apa-apa pak

+ terima kasih. Kalau boleh tau sepulang dari

sekolah bisaanya apa kegiatan mas As’ad?

++ bisaanya saya tidak langsung pulang pak,

mampir kewarung kopi dulu, baru pulang

5 – 9 Keluyuran

Page 14: Laporan Wawancara Observasi Kasus Pendidikan

1

10

15

20

25

30

35

40

+ kenapa mas As’ad tidak langsung pulang dan

lebih memilih kewarung kopi dulu?

++ dari pada di rumah dimarahi terus sama

orang tua pak, lebih baik kewarung kopi bisa

kumpul dengan teman-teman yang lain.

+ bisaanya kewarung kopi mana dan apa yang

mas As’ad lakukan di sana?

++ warung kopinya di Maduran Pak di desa saya

sendiri, ya Cuma nongkrong saja Pak, kadang-

kadang ya sambil main remi (main kartu).

+ sepulang dari warung kopi, apa As’ad juga ikut

mengaji di mushollah, saya dapat informasi dari

sekolah katanya bapak anda pak haji?

++ yang haji kan orang tua saya pak. Bisaanya ya

tidur pak kalau tidak ada acara keluar dengan

teman.

+ kalau begitu kapan As’ad belajar?

++ tidak pernah belajar pak, belajar juga buat

apa, wong saya ini tidak pernah diperhatikan

oleh orang tua saya kok.

+ masuk As’ad tidak memperhatikan?

++ saya itu sebenarnya kepingin masuk ke STM

(Sekolah Teknik Mesin), tapi orang tua tidak

pernah mau mendengarkan keinginan saya dan

akhirnya saya sekolah di SMA Wachid Hasyim ini

pak.

+ kalau boleh tau apa yang menjadi alasan orang

tua As’ad lebih memilih SMA daripada STM?

++ orang tua saya itu kepinginnya saya jadi guru

agama, saya pernah dipondokkan di pesantren

Langitan Tuban tapi saya tidak kerasan.

+ apa karena tidak boleh masuk STM itu yang

membuat As’ad selalu membolos sekolah?

++ iya pak, lawong saya itu tidak berminat

sekolah diselain STM, ya mau bagaimana lagi

12

21 – 26

26 – 28

31 -34

40 – 45

Selalu dimarahi ortu

Tidak mau mengikuti

aturan orang tua.

Tidak pernah belajar

Tidak suka dengan

sekolahnya.

Membolos sekolah

Tidak bisa mengikuti

pelajaran.

Page 15: Laporan Wawancara Observasi Kasus Pendidikan

1

45

50

55

60

65

70

75

80

pak, saya itu tidak bisa mengikuti pelajaran

dengan baik.

+ As’ad bisa bertanya pada teman-teman yang

lain kan?

++ teman-teman tidak ada yang suka dengan

saya pak, soalnya kata teman-teman saya itu

kalau bicara arogan. Makanya saya sering bolos

karena saya tidak punya teman di sekolah, lebih

baik saya kewarung kopi banyak yang

menghargai saya.

+ apa As’ad tidak merasa rugi kalau As’ad selalu

membolos sekolah?

++ tidak pak buat apa wong saya memang sudah

tidak suka sekolah disini. Kalau orang tua saya

mau memindahkan ke STM ya saya akan rajin

sekolah pak.

+ belajar mesin kan tidak hanya di sekolah,

As’ad bisa ambil kursus mesin sambil tetap

sekolah. Selain As’ad senang orang tua As’ad

juga senang. Apa As’ad tidak pernah coba

membicarakan kepada orang tua As’ad?

++ saya itu jarang bicara dengan orang tua saya

pak, begitu juga dengan orang tua saya. Paling-

paling kalau mau marahi atau menyuruh saya

saja baru bicara. Mereka itu tidak pernah mau

tau dengan keinginan anak-naknya. Makanya

kakak saya dulu juga sering dapat masalah di

sekolah seperti saya ini.

+ jadi komunikasi As’ad dengan orang tua

selama ini bagaimana?

++ ya seperti yang saya bilang tadi pak.

+ menurut informasi dari guru BK, As’ad juga

tidak punya sopan santun pada guru dan tidak

pernah ikut kegiatan ekstra kulikuler, apa benar

50 -53

55 – 60

65-70

Tidak disukai oleh teman

Tidak punya motivasi

Komunikasi dengan orang

tua tidak baik.

Page 16: Laporan Wawancara Observasi Kasus Pendidikan

1

85

90

95

100

105

110

115

demikian?

++ saya tidak pernah mengikuti kegiatan ekstra

kulikuler karena tidak ada yang saya sukai pak,

jadi buat apa saya ikut. Kalau tidak sopan

dengan para guru….saya sopan kok pak (defend)

+ pernah tidak As’ad bicara sendiri saat

pelajaran berlangsung?

++ sering pak, saya tidak suka dengan

pelajarannya makanya saya tidak mau

mendengarkan pak.

+ apa As’ad selalu mengerjakan Pekerjaan

Rumah (PR) yang diberikan oleh pak guru?

++ tidak pak.

+ baik, apa alasan As’ad tidak pernah

memasukkan baju dan berambut panjang?

++ biar keren pak, biar kelihatan macho, kalau

tidak begini tidak ada cewek yang naksir saya

donk pak, sudah bodoh dan tidak keren. Kalau

begini kan keren pak.

+ lalu apa yang membuat As’ad tidak pernah

mematuhi peraturan orang tua?

++ mereka juga tidak pernah memperhatikan

saya pak.

+ maksud As’ad?

++ mereka kan maunya menang sendiri. Mereka

juga tidak pernah memberii penghargaan atas

prestasi saya. Saya pernah menag juara 1 dalam

lomba menggambar tingkat kecamatan. Semua

teman memberii ucapan selama. Tapi orang tua

saya bisaa saja dan tidak menghargai saya.

+ baik, kalau begitu untuk sementara cukup

dulu. Terima kasih dan minggu depan saya akan

memanggil As’ad lagi untuk mendengarkan

keinginan-keinginana As’ad yang nanti akan saya

sampaikan kepada orang tua As’ad. Bagaimana

80 -84

85 – 89

90 – 93

95-100

103-105

105-110

Tidak pernah ikut ekstra

kulikuler

Tidak mendengarkan guru

Tidak pernah mengrjakan

PR

Tidak pernah berpakaian

rapi

Tidak diperhatikan orang

tua

Tidak pernah dihargai

orang tua

Page 17: Laporan Wawancara Observasi Kasus Pendidikan

1

119

anda bersedia.

++ asalkan untuk saya pak.

+ baik.

Hasil wawancara menunjukkan bahwa perilaku membolos sekolah saudara As’ad

disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya:

1. Faktor internal

Faktor emosi, dalam hal ini adalah ketidak mampuan subjek secara emosi

dalam mensikapi perlakuan orang tua yang terlalu otoriter dan tidak

memberi ruang diskusi pada subjek. Sehingga subjek merespon sikap

orang tua yang demikian dengan melakukan perilaku-perilaku yang

melanggar aturan-aturan keluarga dan aturan-aturan sekolah. Ini senada

dengan pendapat yang dikemukakan oleh Kartini Kartono (1998), bahwa

gangguan emosional pada anak-anak remaja, perasaan atau emosi

memberiikan nilai pada situasi kehidupan dan menentukan sekali besar

kecilnya kebagahiaan serta rasa kepuasan. Perasaan bergandengan

dengan pemuasan terhadap harapan, keinginan dan kebutuhan manusia,

jika semua terpuaskan orang akan merasa senang dan sebaliknya jika

tidak orang akan mengalami kekecewaan dan frustrasi yang dapat

mengarah pada tindakan-tindakan agresif. Gangguan-gangguan fungsi

emosi ini dapat berupa: inkontinensi emosional (emosi yang tidak

terkendali), labilitas emosional (suasana hati yang terus menerus

berubah, ketidak pekaan dan menumpulnya perasaan.

Ketidak mampuan subjek dalam melakukan penyesuaian diri dengan

lingkungan sekolah. Philip Graham (1983) menjelaskan bahwa factor

Page 18: Laporan Wawancara Observasi Kasus Pendidikan

1

ketidak mampuan subjek dalam menyesuaikan diri juga dapat

menyebabkan perilaku delinkuen.

Reaksi frustrasi. Dalam hal ini adalah ketidak puasan subjek terhadap

keputusan memasukkan dirinya ke sekolah SMA, yang kemudian direspon

secara negative oleh subjek, seperti tidak mau memperhatikan guru dan

membolos.

2. Faktor eksternal

Pola asuh keluarga yang otoriter. Hal ini senada dengan yang

dikemukakan oleh Santrock, menurutnya faktor keluarga memang sangat

berperan dalam pembentukan perilaku menyimpang pada remaja,

gangguan-gangguan atau kelainan orang tua dalam menerapkan

dukungan keluarga dan praktek-praktek manajemen secara konsisten

diketahui berkaitan dengan perilaku anti sosial anak-anak remaja ,

semidal overproteksi, rejected child dan lain=lain(Santrock, 1995). Sebagai

akibat sikap orang tua yang otoriter menurut penelitian Santrock &

Warshak (1979) di Amerika Serikat maka anak-anak akan terganggu

kemampuannya dalam tingkah laku sosial. Kempe & Helfer menamakan

pendidikan yang salah ini dengan WAR (Wold of Abnormal Rearing), yaitu

kondisi dimana lingkungan tidak memungkinkan anak untuk mempelajari

kemampuan-kemampuan yang paling dasar dalam hubungan antar

manusia (Sarwono, 2001).

Lingkungan sekolah. Kondisi sekolah yang belum memiliki tenaga

Psikolog membuat As’ad cuma menjadi bahan cemoohan dan tidak

mendapat problem solving yang tepat, akibatnya As’ad cenderung

menarik diri dari pergaulan sekolah dan lebih memilih bergaul dengan

remaja-remaja yang nongkrong diwarung kopi.

Page 19: Laporan Wawancara Observasi Kasus Pendidikan

1

BAGIAN IV

PENANGANAN KASUS

UNTUK TUJUAN PENYELESAIAN MASALAH AS’AD

Untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh As’ad. Dapat dilakukan

konseling kepada As’ad yang berorientasi pada menumbuhkan kesadaran pada

diri subjek bahwa cara dirinya mensikapi pendidikan orang tuanya yang terlalu

otoriter itu kurang tepat, karena langkah yang diambil oleh subjek justeru

merugikan diri subjek sendiri. Selain itu konseling juga diarahkan pada

menjadikan subjek sebagai orang yang mampu bertanggung jawab terhadap

dirinya. Dengan teknik-teknik konfrontasi dengan pendekatan RET (Rational

Emotif) dan Pendekatan Realitas akan mampu membantu subjek menyelesaikan

masalahnya secara positif dan konstruktif.

Selain itu, konseling juga dilakukan kepada kedua orang tua As’ad, untuk

memberii pengertian kepada mereka akan pentingnya komunikasi dalam

keluarga. Selain itu konseling ditujukan untuk memberi pengertian kepada orang

tua, bahwa sangat disarankan kepada orang tua untuk menempatkan anak pada

pendidikan yang sesuai dengan minat anak. Berkaitan dengan masalah As’ad

orang tua dapat disarankan untuk mencarikan solusi alternative untuk

mengembangkan potensi yang dimiliki As’ad, dengan memasukkan As’ad pada

kursus Teknik Mesin.

Page 20: Laporan Wawancara Observasi Kasus Pendidikan

1

UNTUK TUJUAN MEMINIMALISASI PREVALENSI MEMBOLOS PADA SISWA SMA

WACHID HASYIM

Untuk tujuan diatas, dapat dibuat program kegiatan semisal seminar tentang

pendidikan anak yang diperuntukkan untuk para orang tua yang anaknya

memiliki masalah di sekolah dan dapat dibuat program seminar tentang

pentingnya management diri untuk mencapai kesuksesan dimasa depan yang

diperuntukkan bagi para siswa yang bermasalah.

Catatan:

Sebagai bentuk tanggung jawab professional, karena telah melakukan assessment penulis telah melakukan konseling kepada As’ad dan orang tua. Namun demikian penulis belum bisa menyertakan dalam laporan ini. Karena proses konseling belum selesai dan baru berjalan satu sesi saja.

Page 21: Laporan Wawancara Observasi Kasus Pendidikan

1

DAFTAR PUSTAKA

Hurlock., E. B., 1993, Psikologi Perkembangan Edisi ke-5, Jakarta:Erlangga.

Kartono., Kartini, 1998, Patologi Sosial 2, Jakarta:Radja Grafindo Persada.

Monks., F.J., dkk, 2002, Psikologi Perkembangan, Yogyakarta:Gadjah Mada University Press.

Mulyono., Y. Bambang, 1995, Pendekatan Analisis Kenakalan Remaja dan Penanggulangannya, Yogyakarta:Kanisius.

Saad., Hasbullah M., 2003, Perkelahian Pelajar;Potret Siswa SMU di DKI Jakarta, Yogyakarta:Galang Press.

Santrock., John W., 1995, Perkembangan Masa Hidup jilid 2. Terjemahan oleh Juda Damanika & Ach. Chusairi, Jakarta:Erlangga.

Sarwono., Sarlito Wirawan, 2001, Psikologi Remaja, Jakarta:Radja Grafindo Persada.

Sudarsono, 1995, Kenakalan Remaja, Jakarta:Rineka Cipta.

Tambunan., Raimon, Perkelahian Pelajar, http// e-psikologi.com, diakses 20 Mei 2008.

Suyatno., Bagong, Memahami Remaja Dari Berbagai Perspektif Kajian Sosiologis, http://bkkbn.go.id, diakses 20 Mei 2008.