28
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sediaan parenteral adalah bentuk sediaan untuk injeksi atau sediaan untuk infus. Sdiaan injeksi telah digunakan untuk pertama kalinya pada manusia sejak tahun 1660. Akan tetapi perkembangan injeksi baru berlangsung tahun 1852, khususnya pada saat diperkenalkannya ampul gelas oleh Limousin ( Perancis ) dan Friedleader ( Jerman ), seorang apoteker. Injeksi adalah pemakaian dengan cara penyemprotan larutan atau suspensi ke dalam tubuh untuk tujuan terapeutik atau diagnostik. Injeksi dapat dilakukan ke dalam aliran darah, ke dalam jaringan atau organ. 1.2 Tujuan Praktikum Adapun tujuan yang hendak kami capai dalam praktikum ini adalah untuk : 1. Memperoleh gambaran mengenai praformulasi suatu zat obat serta membuat dan mengevaluasi hasil dari sediaan yang dibuat.

LAPORAN TEKFOR ASERING

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: LAPORAN TEKFOR ASERING

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sediaan parenteral adalah bentuk sediaan untuk injeksi atau sediaan untuk infus.

Sdiaan injeksi telah digunakan untuk pertama kalinya pada manusia sejak tahun 1660. Akan

tetapi perkembangan injeksi baru berlangsung tahun 1852, khususnya pada saat

diperkenalkannya ampul gelas oleh Limousin ( Perancis ) dan Friedleader ( Jerman ), seorang

apoteker. Injeksi adalah pemakaian dengan cara penyemprotan larutan atau suspensi ke dalam

tubuh untuk tujuan terapeutik atau diagnostik. Injeksi dapat dilakukan ke dalam aliran darah,

ke dalam jaringan atau organ.

1.2 Tujuan Praktikum

Adapun tujuan yang hendak kami capai dalam praktikum ini adalah untuk :

1. Memperoleh gambaran mengenai praformulasi suatu zat obat serta membuat dan

mengevaluasi hasil dari sediaan yang dibuat.

2. Mengetahui mengenai pengertian, pembagian, cara pembuatan, perhitungan dosis,

sterilisasi dan penyerahan suatu sediaan obat parenteral, khususnya injeksi.

3. Agar dapat menyalurkan ilmu yang sudah didapat selama perkuliahan dalam bentuk

pengamatan dan penyusunan makalah berdasarkan dasar-dasar teori dalam mata

kuliah teknologi sediaan steril.

1.3 Tujuan Formulasi Sediaan

Formulasi sediaan disusun berdasarkan zat aktif yang digunakan, sehingga perlu

diperhatikan ada atau tidaknya interaksi yang terjadi dengan zat tambahan yang digunakan

agar obat/sediaan dapat digunakan secara efektif dan dapat memenuhi syarat-syarat resmi.

Page 2: LAPORAN TEKFOR ASERING

BAB II

PRAFORMULASI

1.1 Tinjauan Farmakologi Bahan Obat

Infus merupakan sediaan yang disyaratkan harus steril. Hal tersebut dikarenakan infus

diberikan kepada pasien secara intravena (melalui pembuluh darah) sehingga apabila

infus tidak steril maka hal tersebut dapat membahayakan pasien. Apabila infus tidak

steril, bakteri maupun virus dapat langsung berada di pembuluh darah dan menyerang

organ tubuh manusia tanpa didahului terjadinya mekanisme penyaringan terlebih dahulu

(Anonim, 2007). Indikasi pemberian obat melalui jalur intravena antara lain:

1. Pada seseorang dengan penyakit berat, pemberian obat melalui intravena langsung

masuk ke dalam jalur peredaran darah. Misalnya pada kasus infeksi bakteri dalam

peredaran darah (sepsis). Sehingga memberikan keuntungan lebih dibandingkan

memberikan obat oral.

2. Obat tersebut memiliki bioavailabilitas oral (efektivitas dalam darah jika

dimasukkan melalui mulut) yang terbatas. Atau hanya tersedia dalam sediaan

intravena (sebagai obat suntik). Misalnya antibiotika golongan aminoglikosida yang

susunan kimiawinya dan sangat polar, sehingga tidak dapat diserap melalui jalur

gastrointestinal (di usus hingga sampai masuk ke dalam darah). Maka harus

dimasukkan ke dalam pembuluh darah langsung.

3. Pasien tidak dapat minum obat karena muntah, atau memang tidak dapat menelan

obat (ada sumbatan di saluran cerna atas). Pada keadaan seperti ini, perlu

dipertimbangkan pemberian melalui jalur lain seperti rektal (anus), sublingual

(dibawah lidah), subkutan (di bawah kulit), dan intramuskular (disuntikkan di otot).

Page 3: LAPORAN TEKFOR ASERING

4. Kesadaran menurun dan berisiko terjadi aspirasi (tersedak; obat masuk ke

pernapasan), sehingga pemberian melalui jalur lain perlu dipertimbangkan.

5. Kadar puncak obat dalam darah perlu segera dicapai, sehingga diberikan melalui

injeksi bolus (suntikan langsung ke pembuluh balik/vena). Peningkatan yang cepat

konsentrasi obat dalam darah tercapai. Misalnya pada orang yang mengalami

hipoglikemia berat dan mengancam nyawa, pada penderita diabetes mellitus. Alasan

ini juga sering digunakan untuk pemberian antibiotika melalui infus/suntikan, namun

perlu diingat bahwa banyak antibiotika memiliki bioavalaibilitas oral yang baik, dan

mampu mencapai kadar tinggi dalam darah untuk membunuh bakteri.

(Anonim, 2007).

Infus merupakan larutan dalam jumlah besar terhitung mulai dari 10 mL yang

diberikan melalui intravena tetes demi tetes dengan bantuan peralatan yang cocok.

Asupan air dan elektrolit dapat terjadi melalui makanan dan minuman dan dikeluarkan

dalam jumlah yang relatif sama. Rasio air dalam tubuh 57%, lemak 20,8%, protein 17%

serta mineral dan glikogen sebesar 6%. Ketika terjadi gangguan hemostatis

(keseimbangan cairan tubuh), maka harus segera mendapatkan terapi untuk

mengembalikan keseimbangan air dan elektrolit (Lukas, 2006).

Infus intravenous adalah sediaan steril berupa larutan atau emulsi, bebas

pirogen dan sedapat mungkin dibuat isotonis terhadap darah, disuntikkan langsung ke

dalam vena dalam volume relatif banyak. (McEvoy, 2002). Pemasangan infus melalui

jalur pembuluh darah vena (peripheral venous cannulation) biasanya dilakukan pada :

1. Pemberian cairan intravena (intravenous fluids).

2. Pemberian nutrisi parenteral (langsung masuk ke dalam darah) dalam jumlah

terbatas.

3. Pemberian kantong darah dan produk darah

Page 4: LAPORAN TEKFOR ASERING

4. Pemberian obat yang terus-menerus (kontinyu).

5. Upaya profilaksis (tindakan pencegahan) sebelum prosedur (misalnya pada operasi

besar dengan risiko perdarahan, dipasang jalur infus intravena untuk persiapan jika

terjadi syok, juga untuk memudahkan pemberian obat)

6. Upaya profilaksis pada pasien-pasien yang tidak stabil, misalnya risiko dehidrasi

(kekurangan cairan) dan syok (mengancam nyawa), sebelum pembuluh darah kolaps

(tidak teraba), sehingga tidak dapat dipasang jalur infus.

(Anonim, 2007).

Adapun persyaratan larutan injeksi dan larutan infus adalah:

1. Penyesuaian dari kandungan bahan obat yang dinyatakan dan nyata-nyata terdapat,

tidak ada penurunan kerja selama penyimpanan melalui perusakan kimia dari obat

dan sebagainya.

2. Penggunaan wadah yang cocok, yang tidak hanya menginginkan suatu pengambilan

steril, melainkan juga menolak antaraksi antara bahan obat dan materi dinding.

3. Tersatukan tanpa reaksi. Untuk yang bertanggunag jawab terutama:

- Bebas kuman

- Bebas pirogen

- Bahan pelarut yang netral secara fisiologis

- Isotonis

- Isohidris

- Bebas bahan terapung

(Voigt R, 1995).

Keuntungan pemberian sediaan infus intravena, antara lain:

1. Dapat digunakan untuk pemberian obat agar bekerja cepat, seperti pada keadaan

gawat.

Page 5: LAPORAN TEKFOR ASERING

2. Dapat digunakan untuk penderita yang tidak dapat diajak bekerja sama dengan baik,

tidak sadar, tidak dapat atau tidak tahan menerima pengobatan melalui oral.

3. Penyerapan dan absorbsi dapat diatur.

(Lukas, 2006)

Sedangkan kerugian pemberian sediaan infus intravena adalah :

1. Dapat menyebabkan terbentuknya trombus akibat rangsang tusukan jarum pada

dinding vena.

2. Pemakaian sediaan lebih sulit dan lebih tidak disukai oleh pasien.

3. Obat yang telah diberikan secara intravena tidak dapat ditarik lagi.

4. Lebih mahal daripada bentuk sediaan non sterilnya karena lebih ketatnya persyaratan

yang harus dipenuhi (steril, bebas pirogen, jernih, praktis bebas partikel).

(Lukas, 2006)

Penggolongan sediaan infus berdasarkan komposisi dan kegunaannya :

1. Larutan elektrolit, contohnya infus asering (Otsuka)

2. Infus karbohidrat, contoh larutan manitol 15-20%

3. Larutan kombinasi elektrolit dan karbohidrat, contohnya infus KA-EN 4 B paed

(Otsuka)

4. Larutan irigasi, contohnya larutan glycine 1,5% dalam 3 liter

5. Larutan dialysis peritoneal, contohnya larutan dianeal 1,5% dan 2,5%, dalam 2

liter sediaan

6. Larutan plasma expander atau penambah darah

a. Whole blood, contohnya darah lengkap manusia yang diambil dari donor

manusia, yang dipilih dengan pencegahan pendahuluan aseptic

b. Human albumin, contohnya infus albumin 20%

c. Plasma protein, contohnya infus plasmanate

Page 6: LAPORAN TEKFOR ASERING

d. Larutan gelatin, contohnya infus Haemacel

e. Larutan dekstran, contohnya Otsuran-70 (Otsuka)

f. Larutan protein, contohnya infus Aminofusin L (Primer)

(Lukas, 2006)

Cairan infus dapat dibedakan menjadi 3 jenis berdasarkan tingkat

osmolaritasnya yakni sebagai berikut :

1. Cairan hipotonik : yakni cairan yang daya osmolaritasnya lebih rendah

dibandingkan dengan serum (konsentrasi ion Na+ lebih rendah dibandingkan

serum), sehingga larut dalam serum dan menurunkan osmolaritas serum. Maka,

cairan ditarik dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip

cairan berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi) sampai akhirnya

mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel mengalami dehidrasi.

Misalnya pada pasien cuci darah (dialisis) dalam terapi diuretik, juga pada pasien

hiperglikemia dengan ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang mebahayakan adalah

perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh darah ke sel, menyebabkan

kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan intrakarnial (dalam otak) pada

beberapa orang. Contoh sediaannya adalah NaCl 45% dan dektrosa 2,5%.

2. Cairan isotonik : osmolaritas cairannya mendekati serum (bagian cair dari

komponen darah), sehingga terus berada dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada

pasien yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan

darah terus menurun). Memiliki rasio terjadinya overload (kelebihan cairan),

khususnya pada penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi. Contohnya adalah

cairan Ringer-Laktat (RL) dan normal saline/ larutan garam fisiologis (NaCl

0,9%).

Page 7: LAPORAN TEKFOR ASERING

3. Cairan hipertonik: cairan yang osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum,

sehingga menarik cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh

darah. Mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin dan

mengurangi edema (bengkak). Penggunaannya kontradiktif dengan cairan

hipotonik. Misalnya dekstrose 5%, NaCl 45% hipertonik, dextrosa 5% + RL,

dextrosa 5% + NaCl 0,9%, produk darah dan albumin.

(Arifilanto, 2011).

Tabel. 1 Tabel data osmolaritas larutan

> 350 Hipertonis

329 – 350 Sedikit hipertonis

270 – 328 Isotonis

250 – 269 Sedikit hipotonis

0 – 249 Hipotonis

Secara umum, keadaan–keadaan yang dapat memerlukan pemberian cairan

infus adalah adanya pendarahan dalam jumlah banyak (kehilangan cairan tubuh dan

komponen darah), trauma abdomen berat, patah tulang khususnya di bagian panggul

dan paha, serangan panas (kehilangan cairan tubuh dan dehidrasi), diare dan demam,

luka bakar luas, semua trauma kepala, dada dan tulang punggung (Arifilanto, 2011).

1.1.1. Farmakokinetik

1.1.2. Indikasi

Page 8: LAPORAN TEKFOR ASERING

Nutrien & pengobatan asidosis yang berhubungan dengan dehidrasi &

kehilangan ion alkali dalam tubuh.

1.1.3. Kontraindikasi

Gagal jantung kongestif, kerusakan ginjal, edema paru yang disebabkan oleh

retensi Natrium & hiperproteinemia, hipernatremia, hiperkloremia, hiperhidrasi.

1.1.4. Perhatian dan Peringatan

Anak-anak,lansia, penderita hipertensi & toksemia pada kehamilan.

Jangan diberikan bersamaan dengan transfusi darah.

Pemakaian jangka panjang.

1.1.5. Efek samping

Demam, infeksi pada tempat penyuntikan, trombosis vena atau flebitis (radang

pembuluh balik) pada tempat penyuntikan, hipervolemia (bertambahnya volume plasma

darah yang beredar).

1.2 Tinjauan Sifat Fisiko – Kimia Bahan Obat

Page 9: LAPORAN TEKFOR ASERING

1.2.1. Natrium Klorida (NaCl)

A. Sinonim

Sodium Klorida

A. Bobot molekul

58, 44

B. Struktur Molekul

C. Kegunaan

Bahan aktif Infus Saline dan dapat sebagai agen tonisitas

D. Deskripsi

Sodium klorida berupa serbuk kristal putih, kristal tak bewarna, dan

mempunyai rasa asin. Struktur kristal kubik. Sodium klorida padat tidak

mengandung air dari kristalisasi. Pada suhu dibawah 00C garam dapat

mengalami kristalisasi membentuk dihidrat.

E. pH

6,7 – 7,3

F. Titik didih

14390C.

G. Titik Lebur

8010C

H. Stabilitas

Page 10: LAPORAN TEKFOR ASERING

Fase air dari larutan NaCl adalah stabil tetapi dapat terjadi pemisahan apabila

digunakan wadah glass tipe tertentu. Larutan NaCl dapat disterilisasi dengan

autoklaf atau filtrasi. NaCl padat stabil dan harus dismpan dalam wadah

tertutup baik pada tempat yang dingin dan kering.

- Stabilitas terhadap cahaya

Tidak stabil, simpan pada tempat yang terlindung cahaya

- Stabilitas terhadap suhu

Sifat bakteriostatik dari injeksi natrium klorida harus dijaga dari

pendinginan (McEvoy, 2002)

- Stabilitas terhadap pH

pH : 4,5 –7(DI 2003 hal 1415) 6,7-7,3 (Kibbe, 2000)

I. Kesetaraan E elektrolit :

1 g ≈ 17,1 mEq

J. Inkompatibilitas

Fase air dari larutan NaCl bersifat korosif terhadap logam. Dapat bereaksi

membentuk endapan perak dan garam merkuri. Agen pengoksidasi yang kuat

dapat membebaskan klorin dari larutan asam pada natrium klorida. Kelarutan

pengawet metil paraben akan menurun dalam larutan NaCl aquaeus, dan

viskositas dari gel karbomer dan larutan dari hidroksi metil selulosa atau

hdroksi propil hidroksida akan mengalami penurunan jika ditambahkan NaCl.

Serta inkompatibilitas terhadap logam Ag, Hg, Fe.

(Kibbe, 2000).

J. Kelarutan

Page 11: LAPORAN TEKFOR ASERING

Larut dalam 2,8 bagian air, dalam 2,7 bagian air mendidih, dan dalam 10

bagian gliserol P, sukar larut dalam etanol (95%) P (DepKes RI, 1979)

1.2.2. Kalium Klorida (KCl)

A. Sinonim

Potassium Klorida

B. Bobot molekul

74,55

C. Kegunaan

agen tonisitas ; sumber ion Kalium

D. Deskripsi

Kalium klorida berupa serbuk tidak berbau; kristal tidak berwarna; atau bubuk

kristal putih, rasa garam yang tidak menyenangkan.

E. pH

4-8

7 untuk larutan pada suhu 15Oc

F. Stabilitas

larutan KCL dapat disterilisasi dengan autoklaf atau filtrasi. KCl stabil dan

harus disimpan dalam wadah tertutup rapat, tempat sejuk dan kering.

G. Kesetaraan E elektrolit

1 g KCl ≈ 13,4 mEq K

H. Inkompatibilitas

larutan potassium klorida bereaksi kuat dengan bromine triflouride dan dengan

campuran asam sulfur dan permanganate kalium. Kehadiran asam klorida,

NaCl, dan MgCl menurunkan kelarutan KCl dalam air. Larutan KCl

Page 12: LAPORAN TEKFOR ASERING

mengendap dengan garam perak dan lead. Larutan iv KCl OTT dengan protein

hidrosalisilat.

I. Kelarutan

praktis tidak larut dalam acetone dan eter; larut dalam 250 bagian etanol 95%;

larut dalam 14 bagian gliserin; larut dalam 2,8 bagian air dan 1,8 bagian pada

suhu 100oC.

1.2.3. Kalsium Klorida

A. Sinonim

Calcii Chloridum

B. Bobot Molekul

147

C. Kegunaan

agen tonisitas ; sumber ion Kalsium. Untuk mempertahankan elektrolit tubuh,

untuk hipokalemia, sebagai elektrolit yang esensial bagi tubuh untuk

mencegah kekurangan ion kalsium yang menyebabkan iritabilitas dan

konvulsi.

D. Deskripsi

Kalsium klorida berupa granul atau serpihan kristal, higroskopis, tidak berbau,

tidak berwarna atau putih

E. pH

4,5 – 9,2 (5% larutan air). larutan 1,7% dalam air memiliki keadaan yang

isoosmotik dengan serum.

F. Stabilitas

Page 13: LAPORAN TEKFOR ASERING

Injeksi kalsium dilaporkan inkompatibel dengan larutan IV yang mengandung

banyak zat aktif.

G. Kesetaraan E elektrolit

1 g CaCl2 ≈13,6 mEq Ca++

H. Inkompatibilitas

larutan kalsium klorida bereaksi kuat dengan larutan Karbonat, posfat, sulfat

dan tartrat; dengan amphotericin, cephalothin sodium, Klorfeniramina maleat,

Klortetrasiklin, HCl, Oksitetrasiklin HCl, dan tetrasiklin HCl membentuk

kompleks. Kadang-kadang OTT yang tergantung pada konsentrasi yang terjadi

dengan Natrium bikarbonat.

I. Kelarutan

larut dalam 1,2 bagian air; larut dalam 0,7 bagian air mendidih; larut dalam 4

bagian alcohol; larut dalam 2 bagian alcohol mendidih

1.2.4. Aqua Pro Injeksi

A. Definisi

Air steril untuk injeksi adalah air untuk injeksi yang disterilkan dan dikemas

dengan cara yang sesuai. Tidak mengandung bahan antimikroba atau bahan

tambahan lainnya (Depkes RI, 1995).

B. Pemerian

Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau

C. Sterilisasi

Kalor basah (autoklaf)

D. Kegunaan

Page 14: LAPORAN TEKFOR ASERING

Pembawa dan melarutkan

E. Alasan pemilihan

Karena digunakan untuk melarutkan zat aktif dan zat-zat tambahan

F. Cara pembuatan

Air suling segar disuling kembali dengan alat kaca netral atau wadah logam

yang cocok yang diperlengkapi dengan labu percik. Hasil sulingan pertama

dibuang, sulingan selanjutnya ditampung dalam wadah yang cocok, dan segera

digunakan. Jika dimaksudkan sebagai pelarut serbuk untuk injeksi, harus

disterilkan dengan cara sterilisasi A atau C, segera setelah diwadahkan.

(Depkes RI, 1995)

1.2.5. Attapulgite (Karbon Aktif)

A. Sinonim

Attaclay

C. Kegunaan

Adsorben

C. Aplikasi dalam formulasi / teknologi farmasi

Attapulgite digunakan secara luas sebagai sebuah adsorben dalam bentuk

sediaan solid. Lumpur Koloidal seperti attapulgite mengadsorbsi sejumlah air

untuk membentuk gel dan dalam konsentrasi 2-5% w/v biasanya membentuk

emulsi minyak dalam air. Attapulgite aktif dipanaskan secara hati-hati untuk

meningkatkan kapasitas adsobsinya, digunakan secara terapetik sebagai

alternatif dalam manajemen diare.

D. Pemerian

Page 15: LAPORAN TEKFOR ASERING

Serbuk hitam tidak berbau

E. Kelarutan

praktis tidak larut dalam suasana pelarut biasa

F. Stabilitas

Stabil ditempat yang tertutup dan kedap udara

G. Kegunaan

Norit digunakan untuk menyerap bahan-bahan pengotor yang mungkin ada

H. Konsentrasi Penggunaan

0,1-0,3%

I. Alasan pemilihan

Norit inert sehingga tidak bereaksi dengan zat aktif.

(Depkes RI, 1995)

J. Stabilitas

Attapulgite dapat mengadsorbsi air sehingga sebaiknya disimpan dalam wadah

kedap udara dalam lokasi yang sejuk dan kering.

K. Inkompatibilitas

Attapulgite dapat menurunkan bioavailabilitas dari beberapa obat seperti

loperamid, dan riboflavin. Oksidasi dari hidrokortison ditingkatkan dengan

adanya attapulgite.

(Kibbe, 2000)

BAB III

Page 16: LAPORAN TEKFOR ASERING

FORMULASI

2.1 Bentuk dan Formula yang Dibuat

Bentuk dan formula yang akan dibuat adalah, sediaan infus ASERING (Ringer Acetat)

dengan wadah plastik bening bervolume 500 ml.

2.2 Permasalahan

1. Sediaan infus termasuk sediaan steril yang harus bebas pirogen, di mana bahan baku

yang digunakan belum tentu steril.

2. Sediaan infus harus jernih dan bebas dari partikel kasar (pengotor).

2.3 Pengatasan Masalah

1. Untuk menyerap pirogen dalam sediaan dapat digunakan karbon aktif dalam proses

pembuatannya. Karbon aktif optimal pada suhu 60oC sehingga pencampuran

dilakukan pada suhu tersebut. Dikocok selama 5 hingga 10 menit (Jenkins et al.,

1957) dan dilakukan sterilisasi dengan autoklaf pada suhu 1210C pada tekanan 15 psi

selama 15 menit.

2. Sediaan infus ditambahkan karbon aktif untuk menjerap partikel-partikel kasar

(pengotor) dalam sediaan infus yang dibuat dan disaring dengan kertas saring hingga

dihasilkan sediaan infus yang jernih dan bebas dari partikel kasar

2.4 Formulasi

FORMULA STANDAR

asering otsuka (MIMS hal 498 tahun 2009)

setiap 1 liter mengandung :

R/ Na+ 130 meq

K+ 4 meq

Cl- 109 meq

Page 17: LAPORAN TEKFOR ASERING

Ca2+ 3 meq

Asetat 28 meq

Tetap memakai formula yang sudah ada dan tidak menambah zat tambahan lain

seperti:

Zat pengawet: pengawet tidak diperlukan karena sediaan dilakukan sterilisasi akhir.

Pengatur tonisitas; biasanya ditambahkan zat pengisotoni yaitu dengan tujuan

mencegah ketidakseimbangan elektrolit, mengurangi kerusakan jaringan dan iritasi,

hemolisa sel darah, dan mengurangi sakit pada daerah injeksi. Kami menggunakan

NaCl sebagai bahan pengisotoni untuk menghasilkan larutan isotonis dalam sediaan.

Pengatur pH (dapar): tujuan digunakannya yaitu untuk meningkatkan stabilitas obat;

mengurangi rasa nyeri, iritasi, nekrosis saat penggunaannya; menghambat

pertumbuhan mikroorganisme. Sedangkan untuk sediaan infuse tidak digunakan

dapar karena dapat menyebabkan larutan agak hipertonis.

2.5 Perhitungan bahan dan isotonis

Formula untuk 1 sediaan dalam 1 liter

Ca2+ K+ Na+

Cl- 3 4 102 109

asetat 0 0 28 28

3 4 130

jumlah yang harus ditimbang untuk 1 liter

1. CaCl2 ( 1g ≈ 13,6 mEq ) → 3 mEq

13,6 mEq x1 g=0,2206 g

2. KCl ( 1g ≈ 13,4 mEq ) → 4mEq

13,4 mEq x1 g=0,2985 g

3. NaCl ( 1g ≈ 17,1 mEq ) → 102mEq17,1mEq x1 g=5,9700 g

4. Na.asetat ( 1g ≈ 7,3 mEq ) → 28 mEq7,3 mEq x1 g=3,8400 g

perhitungan isotonis

Page 18: LAPORAN TEKFOR ASERING

B =0,52- {(0,0221 x0,2 )+(0,0298 x 0,43 )+(0,597 x 0,576 )+(0,384 x 0,26)

0,576

= 0,1027 g / 100ml (hipotonis)

a. Perhitungan dan penimbangan bahan

untuk 1 sediaan 500ml (500ml + 20%) = 600 ml

1. CaCl2600 ml

1000 ml x 0,2206 g = 0,1324 g

2. KCl600 ml

1000 ml x 0,2985 g = 0,1791 g

3. NaCl 600 ml

1000 ml x 5,9700 g = 3,5820 g

4. Na.acetat600 ml

1000 ml x 3,8400 g = 2,3040 g

di + kan 5 % karena adanya norit untuk penyerap

1. CaCl2 = 0,1324 g + 5% = 0,1390 g

2. KCl = 0,1791 g + 5% = 0,1881 g

3. NaCl = 3,5820 g + 5% = 3,7611 g

4. Na.asetat = 2,3040 g + 5% = 2,4192 g

5. norit 0,1% = 0,1/100 x 600 ml= 0,6 g

6. aq.pi ad 600 ml

7. NaCl pengisotonis =0,1027 g100 ml

x 600 ml = 0,6162 g + 5%

= 0,6470 g

b. perhitungan dan penimbangan bahan untuk 1 batch (6000 ml = 10

botol @ 500 ml)

1. CaCl2 = 0,1390 g x 10 = 1,3900 g

2. KCl = 0,1881 g x 10 = 1,8810 g

3. NaCl = 3,7611 g x 10 = 37,6110 g

4. Na.asetat = 2,4192 g x 10 = 24,1920 g

5. .norit 0,1% = 0,6 g x 10 = 6,0000 g

6. aq.pi ad 6000 ml

7. NaCl pengisotonis = 0,6470 g x 10 = 6,4700 g

Page 19: LAPORAN TEKFOR ASERING

I. ALAT dan CARA STERILISASI

Nama alat Jumlah Cara sterilisasi Waktu

Spatel logam 2 Oven 170⁰ C 30 menit

Pinset logam 1 Oven 170⁰ C 30 menit

Batang pengaduk 2 Oven 170⁰ C 30 menit

Kaca arloji 5 Oven 170⁰ C 30 menit

Cawan penguap 4 Oven 170⁰ C 30 menit

Gelas ukur 2 Autoklaf (115 - 116 ⁰ C) 30 menit

Pipet tetes tanpa karet 2 Autoklaf (115 - 116 ⁰ C) 30 menit

Karet pipet 2 Rebus 30 menit

Corong gelas 1 Autoklaf (115 - 116 ⁰ C) 30 menit

kertas saring lipat

terpasang

2 Autoklaf (115 - 116 ⁰ C) 30 menit

Erlenmeyer 3 Oven 170⁰ C 30 menit

Beacker glass 5 Oven 170⁰ C 30 menit

Botol infus 10 Oven 250⁰ C 30 menit