15
LAPORAN PRAKTIKUM HEMATOLOGI HITUNG RETIKULOSIT OLEH : NAMA : DWI SRI YANI PURWANTI NIM : P07134014038 SEMESTER : III (TIGA) JURUSAN ANALIS KESEHATAN

laporan retikulosit

  • Upload
    dwi-sri

  • View
    1.496

  • Download
    100

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Retikulosit adalah Sel Darah Merah (SDM) / Red Blood Cell (RBC) yang masih muda yang tidak berinti dan berasal dari proses pematangan normoblast di sumsum tulang. Sel ini mempunyai jaringan organela basofilik yang terdiri dari RNA dan protoforpirin yang dapat berupa endapan dan berwarna biru apabila dicat dengan pengecatan biru metilin.

Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM HEMATOLOGI

HITUNG RETIKULOSIT

OLEH :

NAMA : DWI SRI YANI PURWANTI

NIM : P07134014038

SEMESTER : III (TIGA)

JURUSAN ANALIS KESEHATAN

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

TAHUN AKADEMIK 2015/2016

HITUNG RETICULOSIT

I. TUJUANa. Tujuan Instruksional Umum

1. Mahasiswa dapat mengetahui cara hitung Reticulosit darah probandus.

2. Mahasiswa dapat menjelaskan cara hitung Reticulosit darah probandus.

b. Tujuan Instruksional Khusus1. Mahasiswa dapat melakukan hitung Reticulosit darah probandus.

2. Mahasiswa dapat mengetahui jumlah Reticulosit dalam %.

3. Mahasiswa dapat menginterpretasikan hasil hitung Reticulosit darah

probandus.

II. METODESediaan basah dan sediaan Kering

III. PRINSIPSel – sel Reticulosit adalah eritrosit muda mengandung sisa dari RNA yang

basophilic (berwarna biru).

Materi yang berwarna biru ini akan tercat secara supravital oleh cat tertentu

seperti New Methylene Blue atau Brilliant Cresyl Blue untuk membentuk suatu

granula yang berwarna biru.

IV. DASAR TEORI

Retikulosit adalah Sel Darah Merah (SDM) / Red Blood Cell (RBC) yang

masih muda yang tidak berinti dan berasal dari proses pematangan normoblast

di sumsum tulang. Sel ini mempunyai jaringan organela basofilik yang terdiri dari

RNA dan protoforpirin yang dapat berupa endapan dan berwarna biru apabila

dicat dengan pengecatan biru metilin. (R,Sullivan.2010)

Sel ini secara bertahap akan kehilangan produksi proteinnya, dan secara

normal akan menjadi sel darah merah matur (eritrosit) kira-kira setelah 1 – 2 hari

berada dalam darah tepi. Retikulosit paling muda (imatur) adalah yang

mengandung ribosome terbanyak, sebaliknya retikulosit tertua hanya

mempunyai beberapa titik ribosom. (R,Sullivan.2010)

Penghitungan jumlah retikulosit ini bisa dilakukan dengan metode manual

menggunakan pengecatan supravital dan bisa dengan analisa otomatis

(flowcytometer). Kadar retikulosit darah mencerminkan ukuran kuantitatif dari

eritropoiesis, sedangkan parameter retikulosit lebih memberikan informasi

kondisi tentang kualitas retikulosit. (Dalam, J Peny. 2010)

V. ALAT DAN BAHANa. Alat:

Objek glass

Cover glass

Tabung serologis

Rak tabung

Mikroskop

Pewarna Brilliant Cresyl

Blue (BCB)

Tissue

b. Bahan pemeriksaan: Darah kapiler atau darah vena dengan anticoagulan.

VI. CARA KERJA1 5 tetes darah dengan antikoagulan EDTA dicampur dengan 5 tetes larutan

pewarna BCB dalam tabung reaksi kecil → dikocok, ditunggu 15 menit2 Dibuat sediaan basah atau kering dari campuran tadi

Sediaan basah Satu tetes campuran tadi diteteskan di atas object glass Lalu ditutup dengan cover glass → dihitung di bawah mikroskop

Sediaan kering Ambil satu tetes campuran tadi dan buat hapusan di atas object

glass Dari sediaan ini bisa langsung dihitung, dapat juga diwarna

dahulu dengan wright, kemudian baru dihitung di bawah mikroskop

3 Perhitungan 4 Dibaca jumlah retikulosit dalam ±1000 eritrosit

VI. NILAI RUJUKANJumlah Reticulosit biasanya dihitung dengan % atau perseribu eritrosit.

Nilai normal retikulosit adalah 0.5 – 1.5 % dari jumlah eritrosit. Dapat menyebut

jumlah eritrosit per µl darah. Nilai normal 25.000 – 75.000 reticulosit per µl

darah.

Perhitungan Retikulosit

% retikulosit= jumla hretikulositjumlaheritrosit

x100 %

VII. HASIL PENGAMATAN

Probandus

Nama : Wayan Ladra

Jenis Kelamin : Laki - laki

Umur : 73 Tahun

Sampel : Darah EDTA

% Reikulosit → %retikulosit = jumalahretikulosit X 100%

jumlaheritrosit

= 24 X 100%

993

= 2,41 %

Sel Eritrosit

Sel Retikulosit

Sisa cat

Hasil pengamatan pada lapang pandang sedian basah

Sel retikulosit

Sel eritrosit

Hasil pengamatan pada lapang pandang sediaan kering

VIII. PEMBAHASAN

Dari praktikum tentang hitung retikulosit didapatkan hasil perhitungan

secara manual dengan hasil 2,41 % dan didapat hasil perhitungan secara

otomatik dengan hasil 2,59%. Apabila dilihat dengan nilai rujukan maka kedua

hasilnya adalah abnormal meski menggunakan metode yang berbeda.

Hitung retikulosit merupakan suatu pemeriksaan hematologi yang dapat

menggambarkan efektifitas produksi dari sel merah yang berlangsung di

sumsum tulang belakang. Selain itu hitung retikulosit daat juga digunakan

untuk mendiagnosis penyakit anemia.

Retikulositosis (peningkatan jumlah retikulosit yang beredar disirkulasi)

secara normal akan terjadi pada pasien-pasien anemia dengan fungsi sumsum

tulang yang masih bagus, termasuk pasien-pasien dengan perdarahan atau

anemia hemolitik (anemia sickle cell, thalasemia, sperositosis,defisiensi G6PD,

penyakit hemolitik autoimun, dan hipersplenisme), dan pasien-pasien anemia

yang telah berhasil diterapi. Sedangkan pada pasien dengan kelainan sumsum

tulang, gangguan eritropoiesis atau penurunan produksi eritropoetin akan

didapat jumlah retikulosit yang normal atau menurun (retikulositopenia)

walaupun penderita dalam keadan anemia. Pasien anemia dengan defisiensi

besi, asam folat, atau vitamin B12, anemia pernisiosa, anemia aplastik akibat

proses imunologis ataupun obat, leukemia atau proses metastase keganasan,

mielofi brosis idiopatik dan kelainan-kelainan lain akan ditemukan dengan

retikulositopenia.

Pada hitung retikulosit terdapat dua metode pemeriksaan yaitu secara

manual dan secara otomatis. Cara manual yaitu dengan menghitung retikulosit

pada sediaan hapuan yang diwarnai dengan pewarna biru metilen. Pewarna ini

akan mengendapkan dan mewarnai RNA sehingga sel retikulosit dapat dikenal

diantara sel darah merah matang lainnya dan retikulosit dihitung dengan

membandingkan jumlah retikulosit dengan sekitar ± 1000 eritrosit. Hasil

hitungan ini dinyatakan dalam persentase (0,5 – 1,5 %). Sedang cara otomatis

adalah dengan memakai alat hematology analyzer (automated analyzer) atau

flowcytometer. Dengan cara ini disamping hitung retikulosit juga dapat dikenal

tingkat pematangan retikulosit yaitu dengan melihat jumlah kandungan RNA

dari sel tersebut.

Hitung retikulosit dengan cara otomatis mengganakan flowcytometer yang

menggunakan pewarna yang berfloresensi spesifik dengan RNA. Berdasarkan

intensitas cahaya flourescence yang ditimbulkan oleh retikulosit, dibedakan

menjadi retikulosit dengan Low Fluorescence Ratio (LFR), Middle Fluorescence

Ratio (MFR) dan High Fluorescence Ratio (HFR). Penjumlahan dari HFR dan

LFR retikulosit dilaporkan sebagai Immature Retikulocyte Ratio yang dapat

dipakai sebagai indikator aktifitas eritropoietik pada beberapa kasus anemia

dalam perawatan terapi tertentu. Karena jumlah dan karakteristik retikulosit

juga merefleksikan aktifitas sumsum tulang, maka pemeriksaan retikulosit

menjadi salah satu pemeriksaan dasar yang penting untuk penatalaksanaan

klinis beberapa penyakit.

Pada metode manual terdapat dua cara pemeriksaan yaitu dengan

sediaan basah dan sediaan kering. Adapun cat yang dapat digunakan adalah

Brilliant cresyl blue atau New methylene blue, dimana cat ini akan bereaksi

dengan ribosom sehingga terbentuk granula pada retikulosit akan terwarnai

menjadi biru. Pewarnaan tersebut dapat dikatakan perwanaan supravital

karena reaksi tersebut terjad pada pewarnaan pada sel yang masih hidup dan

tidak difiksasi. Mengapa digunakan sel yang masih hidup karena apabila

digunakan sel yang sudah terlalu lama atau mati maka saat pengamatan akan

sulit

Pada prosedur kerja secara manual baik sediian kering maupun sediian

basah terdapat tahap inkubasi selama 15 menit yang bertujuan agar sel

retikulosit dapat menyerap cat dengan sempurna sehingga sisa-sisa RNA

dapat terlihat saat pengamatan.

Kelebihan cara basah adalah lebih mudah, ringkas dan waktu yang

diperlukan lebih singkat/efisien. Kelemahan cara basah adalah tidak

dapat disimpan dengan waktu yang cukup lama dan sel retikulosit

bergerak menyebabkan sel dapat terhitung ulang.

Kelebihan cara kering yaitu, sediaan dapat disimpan dalam waktu yang

cukup lama jika harus dilakukan penundaan pemeriksaan. Kelemahan

cara kering ada pada proses pembuatan sediaan karena dikerjakan

cukup lama

Dari kedua sediaan tersebut akan lebih baik menggunakan sediaan basah

karena pada sediian kering bisa saja penyebaran retikulosit tidak merata

karena pembuatan pulasan yang kurang baik dan menyebabkan hasil yang

kurang representatif. Namun tetap dari kedua metode tersebut sangat

diperlukan keteliatan dari praktikan agar sel yang terdapat pada lapang

pandang tidak terbaca dua kali dan tidak terlewatkan.

Apabila ditinjau hasil dari pemeriksaan secara otomatis dilihat bahwa Red

Blood Cell (RBC), Hemoglobin (HGB), dan Hematokrit (Hct) dibawah normal

dan Retikulosit didapat hasil yang diatas normal maka bisa saja pasien

tersebut mengalami anemia hemolitik / anemia sel sabit atau thalasemia,

namun jenis anemia yang diderita belum diketahui maka dari itu diperlukan lagi

pemeriksaan lanjutan atau pemerikaan penunjang untuk mengetahui jenis

anemia yang diderita olaeh pasien tersebut.

Hitung retikulosit dipengaruhi oleh variasi biologik, jenis kelamin, merokok

dan umur.

Pada variasi biologik dilaporkan terdapatnya variasi diurnal, hitung retikulosit

20% lebih tinggi pada pagi hari dibandingkan sore hari.

Hitung retikulosit pada wanita lebih tinggi daripada pria karena adanya

rangsangan eritropoisis oleh adanya siklus haid.

Pada pasien perokok, pasien akan mengalami hipoksia yang menyebabkan

terpicunya eritropoitin oleh ginjal yang mengakibatkan rangsangan

pembentukan eritrosit di sumsum tulang.

Hitung retikulosit pada usia lanjut lebih rendah daripada dewasa karena

aktifitas eritropoisis pada usia lanjut berkurang dibandingkan dengan orang

dewasa.

Dan beberapa hal yang dapat menyebabkan kesalahan dalam

pemeriksaan ialah :

- Pencampuran antara darah denga pewarna kurang sempurna atau

tidal sesuai perbandingan 1:1, apabila darah lebih banyak dari

pewarna maka sel dalam darah akan colorless atau warna akan seperti

pudar dan akan sulit membedakan eritrosit dengan retikulosit.

Sedangkan apabila zat pewarna lebih banyak dari darah maka sel

eritrosit dapat saja terwarnai lebih banyak dan akan sulit juga

membedakannya dengan retikulosit.

- Inkubasi kurang dari 15 menit, hal ini dapat menyebabkan penyerapan

cat yang kurang sempurna sehingga dapat saja ribosom retikulosit

tidak terwarnai dengan baik sehingga sulit dibedakan dengan eritosit.

- Zat warna yang tidak disaring atau mengendap, menyebabkan

terdapat butiran-butiran halus yang menyulitkan pembacaan.

- Kurang teliti saat pembacaan sehingga retikulosit terlewatkan dan tidak

dapat membedakan antara retikulosit dengan benda inklusi atau sisa

cat sehingga retikulosit akan berlebih.

- Menghitung pada lapang pandang / daerah yang padat eritrosit.

- Jumlah erotrosit jauh kurang dari 1000 atau jauh lebih dari 1000

IX. KESIMPULAN

Dari praktikum yang dilakukan tentang hitung retikulosit secara manual

didapatkan hasil 2,41% dan secara otomatis didapat hasil 2,59% dengan

probandus Wayan Ladra (Lk). Kedua hasil ini diatas normal dengan nilai rujukan

yang sesuai.

X. DAFTAR PUSTAKA

AB, Torino. 2015. Evaluation of erythrocyte and reticulocyte parameters as indicative

of iron deficiency in patients with anemia of chronic disease. [online].

tersedia : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25818816 (diakses : 27

Oktober 2015)

Li H, Ginzburg Y. 2010. Crosstalk between Iron Metabolism and Erythropoiesis

Advances in Hematology .[online]. tersedia : http://www.ncbi.nlm.nih.

gov/pmc/articles/PMC2902017/?tool=pubmed (diakses : 27 Oktober

2015)

Macaya M, Basora. 2015. The first pillar of patient blood management. Types of

anemia and diagnostic parameters. [online]. tersedia : http://www.

ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/26320340 (diakses : 27 Oktober 2015)

Riswanto. 2013. Pemeriksaan Laboratorium Hematologi.Yogyakarta : Alfa Media

R, Sullivan. 2010. Erythropoiesis and red cell physiology. [online]. tersedia :

http://www.bcm.edu/medicine/heme.onc/ (diakses : 27 Oktober 2015)

Sutedjo, AY. 2006. Mengenal Penyakit Melalui Pemeriksaan Laboratorium.

Yogyakarta : Amara Books.

Denpasar, 04 November 2015

Praktikan,

Dwi Sri Yani Purwanti

P07134014038

LEMBAR PENGESAHAN

Mengetahui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. dr. Sianny Herawati, Sp.PK Rini Riowati, B.Sc

Pembimbing III Pembimbing IV

Ketut Adi Santika, A. Md. Ak Luh Putu Rinawati, A.Md.Ak

Pembimbing V

Surya Bayu Kurniawan, S.si