42
1 LAPORAN PENELITIAN INTERNAL KARAKTERISASI TANAH LONGSOR DENGAN VARIASI PARAMETER TANAH (Studi kasus: Tanah longsor di Desa Kunir, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara) Tim Peneliti: Ketua : Dr. Abdul Rochim, ST, MT Anggota : Ir. Nina Anindyawti,MT UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG NOVEMBER 2019

LAPORAN PENELITIAN INTERNAL - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../9940Laporan_Penelitian... · LAPORAN PENELITIAN INTERNAL KARAKTERISASI TANAH LONGSOR DENGAN VARIASI

  • Upload
    others

  • View
    15

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • 1

    LAPORAN

    PENELITIAN INTERNAL

    KARAKTERISASI TANAH LONGSOR DENGAN VARIASI PARAMETER TANAH

    (Studi kasus: Tanah longsor di Desa Kunir, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara)

    Tim Peneliti:

    Ketua : Dr. Abdul Rochim, ST, MT

    Anggota : Ir. Nina Anindyawti,MT

    UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

    NOVEMBER 2019

  • 2

    HALAMAN PENGESAHAN

    Laporan Penelitian Internal

    Karakteristik Tanah Longsor Dengan Variasi Parameter Tanah

    1. Data Diri

    Nama : Ir.Nina Anindyawati,MT

    Alamat : Jl. Kaligawe Raya KM. 4 Semarang

    2. Kegiatan

    Nama Kegiatan : Penelitian Internal “Karakteristik Tanah Longsor Dengan

    Variasi Parameter Tanah

    Lokasi Kegiatan : Semarang

    Waktu Pelaksanaan : April 2020

    Semarang , 30 April 2020

    Mengetahui

    Wakil Dekan I Fakultas Teknik Pengusul

    Dr. Abdul Rochim,ST.,MT Ir. Nina Anindyawati,MT

  • 3

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL .................................................................................................................. 1

    HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................................... 2

    DAFTAR ISI ............................................................................................................................... 3

    RINGKASAN ............................................................................................................................. 5

    BAB I LATAR BELAKANG ................................................................................................ 6

    1.1 Pendahuluan ...................................................................................................... 6

    1.2 Tujuan Penelitian ............................................................................................... 7

    1.3 Urgensi Penelitian ............................................................................................. 7

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................. 8

    2.1 Klasifikasi tanah ................................................................................................ 8

    2.2 Karakterisasi tanah granular dan tanah kohesif ................................................. 8

    2.3 Pengujian laboratorium ..................................................................................... 10

    2.4 Penelitian sejenis terdahulu ............................................................................... 10

    2.5 Road map penelitian .......................................................................................... 11

    BAB III METODE PENELITIAN ........................................................................................... 13

    3.1 Bahan uji tanah .................................................................................................. 13

    3.2 Alat uji ............................................................................................................... 13

    3.3 Model Plaxis mendapatkan faktor keamanan .................................................... 13

    3.4 Peran tim peneliti ............................................................................................... 15

    BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................................. 17

    4.1 Geometri lereng sebelum longsor dan sesudah longsor .................................... 17

  • 4

    4.2 Hasil uji laboratorium tanah lereng ................................................................... 19

    4.3 Pemodelan lereng dengan Plaxis ....................................................................... 20

    4.4 Perhitungan jenuh air ...................................................................................... 21

    4.5 Solusi pekerjaan tanah untuk lereng ................................................................... 22

    4.6 Alternatif pekerjaan tanah dan perbaikan tanah ................................................ 23

    4.7 Penggunaan rumput vetiver pada lereng ........................................................... 25

    BAB V KESIMPULAN .......................................................................................................... 27

    DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................. 29

    LAMPIRAN ............................................................................................................................ 31

  • 5

    RINGKASAN

    Sebagai lahan untuk jalan dan tempat tinggal, dataran tinggi terutama di daerah lereng sangat

    berpotensi terjadi kelongsoran tanah dan sebagai dampak paling buruknya adalah korban

    meninggal dan kehilangan harta benda. Di awal tahun 2019 ini telah terjadi bencana tanah

    longsor di Desa Kunir, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara Jawa Tengah. Penelitian ini

    bertujuan untuk mengkarakterisasi kelongsoran tanah di Desa Kunir tersebut sebagai bagian

    mitigasi bencana alam, dengan keluaran yang diharapkan berupa karakter kelongsoran tanah

    Desa Kunir, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara Jawa Tengah dan rekomendasi perbaikan

    lingkungan sekitar dan perilaku keseharian yang dapat meminimalkan kelongsoran tanah.

    Dengan berbasis studi eksperimental di laboratorium, penelitian ini menggunakan sampel tanah

    daerah longsor Desa Kunir tersebut guna mendapatkan sifat fisis dan mekanik tanah. Survei

    lapangan dilakukan guna mendapatkan data primer tentang geometri lereng dan kondisi sekitar

    yang dimungkinkan memberikan faktor pencentus tanah longsor. Pemodelan tanah longsor

    dengan variasi variabel tetap dan variabel bebas dilakukan dengan menggunakan program

    aplikasi Plaxis v8.2 dengan input parameter tanah dari hasil uji laboratorium guna mendapatkan

    faktor keamanan lereng minimum.

    Dari hasil pengujian material, tanah lereng didominasi oleh tanah granular dengan jumlah tanah

    kohesif lebih dari 5%. Adapun sifat mekanik tanah, sudut gesek dan kohesi cukup tinggi,

    diklasifikasikan sebagai Pasir Silty (SM). Dari pemodelan dengan Plaxis, lereng eksisting

    dengan tinggi total 20 meter memiliki faktor keamanan (SF) 0,61 dan 1,01 tanpa perkuatan dan

    dengan perkuatan dinding penahan batu kali masing-masing. Namun dengan memodifikasi

    model lereng dari tanpa terasering menjadi 5 terasering yang memiliki kemiringan 1: 1 setiap

    teraseringnya, dan dengan median antara terasering dengan lebar 15 meter, SF meningkat 1,56.

    Kata Kunci: Tanah longsor, faktor keamanan lereng, stabilitas lereng, Plaxis

  • 6

    BAB I. LATAR BELAKANG

    1.1 Pendahuluan

    Dataran tinggi dengan kondisi lerengnya yang curam secara alami bisa berpotensi untuk

    longsor. Seiring berjalannya waktu dengan bertambahnya jumlah penduduk, penggunaan

    daerah lereng dataran tinggi tidak bisa dicegah. Dengan adanya tambahan beban permukiman

    menjadikan gaya yang mendorong tanah untuk longsor bertambah besar. Selain beban

    permukiman, tambahan beban berasal dari air hujan yang meresap ke dalam tanah dan juga

    air limbah rumah tangga yang tidak teralirkan oleh drainase yang baik. Dengan faktor-faktor

    pencetus tanah longsor ini bisa dipastikan bencana tanah longsor akan terjadi. Menurut

    BNPB, bencana longsor di Brebes, Jawa Tengah pada 22 Februari 2018 lalu menyebabkan

    11 orang meninggal dunia dan 7 orang hilang (www.bnpb.go.id). Dalam periode 2010 hingga

    Februari 2018 sebanyak 3.753 bencana tanah longsor telah terjadi dan korban meninggal dunia

    sebanyak 1.661 orang (news.detik.com). Data Badan Penanggulangan Bencana Daerah

    (BPBD) Jawa Tengah menyebutkan bahwa bencana tanah longsor pada periode 2017 adalah

    yang terbanyak diantara bencana alam lainnya yaitu 44,30%. Terdapat kenaikan bencana

    tanah longsor setiap tahunnya dari tahun 2015 sampai dengan 2017 yaitu sebesar 491, 927,

    dan 1091 kejadian masing-masing (BPBD Provinsi Jawa Tengah, 2017).

    Beberapa faktor yang menyebabkan tanah longsor diantaranya yaitu jenis tanah,

    kepadatan tanah, kemiringan lereng, vegetasi, beban, air hujan, drainase, daerah patahan dan

    gempa. Faktor-faktor ini sering digunakan dalam menganalisis dan memodelkan kelongsoran

    tanah seperti beberapa penelitian terdahulu sebagai berikut : Rahmawan Bagus Pratama, dkk

    (2014), Diana Destri Sartika & Yuki Achmad Yakin (2016), Andriyan Yulikasari, dkk.

    (2017), Dina Iis Sutiyono dkk. (2017), Karsa Ciptaning dkk (2018).

    Di awal tahun 2019, telah terjadi tanah longsor di Desa Kunir, Kecamatan Keling,

    Kabupaten Jepara Jawa Tengah sepanjang 60 meter dengan ketinggian tanah 20 meter.

    Beberapa rumah yang berada di kaki lereng mengalami kerusakan tetapi tidak ada korban

    jiwa dikarenakan penduduk telah meninggalkan rumah sebelum longsor besar terjadi.

    Beberapa longsor kecil terjadi dan penduduk cukup waspada terhadap kemungkinan longsor

    http://www.bnpb.go.id/https://news.detik.com/

  • 7

    susulan yang lebih besar sehingga penduduk memutuskan meninggalkan rumahnya. Jalan

    utama di bagian atas mengalami penyempitan dan jika tidak diatasi dengan baik jalan utama

    akan terputus. Yang menarik jalan desa satu-satunya ini bukanlah jalan kelas I yang bisa

    dilewati kendaraan berat seperti truk 12 as tetapi hanya kendaraan ringan.

    Dari penelitian-penelitian sebelumnya, analisis lebih ditekankan pada penggunaan satu

    variabel bebas saja tetapi tidak satupun yang menggunakan variasi variable tetap dan

    beberapa variabel bebas untuk memodelkan kelongsoran tanah. Berdasarkan permasalahan

    yang telah disebutkan di atas, penulis bermaksud untuk mengkarakterisasi kelongsoran tanah

    di Desa Kunir, Kecamatan Keling, Jepara Jawa Tengah ini.

    1.2 Tujuan Penelitian

    1) Mengetahui sifat fisis dan mekanik tanah daerah longsor

    2) Mengetahui jenis tanah longsor

    3) Mengkarakterisasi kelongsoran tanah di Desa Kunir

    1.3 Urgensi Penelitian

    Untuk mengurangi dampak buruk bencana tanah longsor seperti korban meninggal dan

    kehilangan harta benda, maka perlu adanya tindakan preventif mitigasi bencana alam.

    Penelitian ini bersifat mitigasi bencana alam yang masuk dalam Renstra penelitian Unissula

    dengan keluarannya sebagai berikut:

    1) Memberikan gambaran kelongsoran tanah di Desa Kunir, Kecamatan Keling, Kabupaten

    Jepara, Jawa Tengah

    2) Memberikan saran beberapa hal yang bisa dilakukan oleh warga Desa Kunir untuk

    memperkecil kelongsoran tanah ditinjau dari perilaku keseharian.

  • 8

    BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

    Pada bagian ini akan dijelaskan beberapa referensi yang mendukung metode penelitian guna

    merealisasikan tujuan penelitian. Diawali dengan klasifikasi tanah dan gambaran umum

    perbedaan sifat tanah granular dan tanah kohesif kemudian dilanjutkan dengan pengujian

    laboratorium guna mendapatkan sifat fisis dan mekanik tanah yang dapat memberikan gambaran

    perilaku tanah. Berikutnya adalah pemodelan Plaxis guna mendapatkan nilai faktor keamanan

    suatu lereng dan di bagian akhir diterangkan beberapa penelitian terdahulu yang sejenis.

    2.1 Klasifikasi Tanah

    Perilaku atau sifat tanah bisa terbaca salah satunya dari klasifikasi tanah tersebut. Pentingnya

    mengetahui sifat tanah dalam perencanaan pondasi atau pekerjaan geoteknik lainnya maka

    menjadi suatu kewajiban melakukan pengujian tanah baik lapangan maupun laboratorium

    untuk mendapatkan klasifikasi tanahnya. Beberapa sistem klasifikasi tanah untuk keperluan

    keteknikan yang ada sampai saat ini antara lain: 1) United States Department of Agriculture

    (USDS), 2) American Association of State Highway and Transportation Officials

    (AASHTO), 3) Unified Soil Classification System (USCS), dan 4) British System (BS).

    Sistem AASHTO umumnya digunakan oleh departemen jalan raya sementara USCS dan BS

    biasa digunakan oleh para insinyur geoteknik. Berbeda dengan cara pengelompokkan jenis

    tanah sistem USCS, sistem AASHTO membagi jenis tanah kedalam empat macam tanah

    seperti sistem USCS tetapi berbeda skala ukuran partikelnya. Jika USCS batas ukuran antara

    kerikil dan pasir adalah 4.74 mm, AASHTO batas ukuran antara kerikil dan pasir 2 mm.

    Perbedaan lainnya yaitu penamaan atau simbol klasifikasi tanahnya, jika USCS berdasarkan

    gabungan huruf depan nama tanahnya seperti kerikil (G), pasir (S), lanau (M), dan lempung

    (C), sistem AASHTO membagi ke dalam tujuh simbol: A1 – A7, dengan A1 – A3 adalah

    dominan tanah berbutir kasar, dan A4 – A7 tanah berbutir halus (Tabel 2.1).

    2.2 Karakteristik tanah granular dan tanah kohesif

    Perilaku tanah bisa diprediksi untuk keperluan praktis berdasarkan ukuran butirannya

    sehingga secara garis besar sifat tanah berbutir halus (lanau dan lempung) dan tanah berbutir

  • 9

    kasar (kerikil dan pasir) sangat berbeda. Sebagai contoh tanah lempung jenuh air ketika

    menerima beban luar (aksi) akan memberikan reaksi yang berbeda dibandingkan dengan

    tanah pasir jenuh air. Kenaikan kuat geser tanah tak terdrainase tanah lempung jenuh air akan

    lebih lambat dibandingkan tanah pasir tersebut. Perbandingan skala ukuran partikel beberapa

    sistem klasifikasi disajikan dalam Gambar 2.1, sedangkan perbandingan sistem AASHTO

    dengan sistem USCS diperlihatkan pada Tabel 2.1.

    Gambar 2.1 Skala ukuran butiran tanah beberapa sistem klasifikasi tanah

    (Soil Science Division Staf, 2017)

    Tabel 2.1 Komparasi antara sistem AASHTO dengan sistem USCS (Das, 2009)

  • 10

    2.3 Pengujian laboratorium

    Beberapa pengujian laboratorium untuk mendapatkan sifat fisis dan mekanik tanah adalah

    sebagai berikut:

    2.3.1 Pengujian sifat fisis tanah

    1) Pengujian Kadar Air (Water content): ASTM D2216-92 (1996), SNI 03-1965-1990

    2) Pengujian Kerapatan Massa (Mass density): ASTM (D-2049), SNI (1964-1990-F)

    3) Pengujian Berat Jenis Tanah (Spesific gravity): ASTM D654-92 (1996), Revisi SNI

    (03-1964-1990)

    4) Pengujian Pengujian Batas Cair dan Batas Plastis Tanah (Atterberg limit testing):

    ASTM (D-4318-00)

    5) Pengukuran Gradasi Butir Tanah (Grain size analysis): ASTM D-422-63(2007)e2

    & D-1140-00: meliputi: meliputi Analisa saringan kering (Sieve analysis) dan

    Analisa hidrometer (Hydrometer analysis)

    2.3.2 Pengujian sifat mekanik tanah

    Pengukuran uji geser langsung (Direct shear test) - SNI (03-2813-2008)

    2.4 Penelitian sejenis terdahulu

    Pada Tabel 2.2 disajikan daftar penelitian terdahulu kajian tentang kelongsoran tanah.

    Tabel 2.2 Daftar Penelitian Sejenis Terdahulu

    No Nama Penulis Judul Artikel Judul Jurnal Tujuan Penelitian

    1. Rahmawan Bagus

    Pratama, dkk

    (2014).

    Analisis Stabilitas

    Lereng Dan

    Alternatif

    Penanganannya

    (Studi Kasus

    Longsoran Jalan

    Alternatif

    Tawangmangu Sta

    3+150 – Sta 3+200,

    Karanganyar).

    Jurnal Karya Teknik

    Sipil, Volume 3,

    Nomor 3, Tahun 2014,

    Universitas Diponegoro

    Mengetahui faktor

    keamanan lereng

    alami dan setelah

    diberi alternatif

    penanganan bored

    pile, menggunakan

    metode Fellenius

    dan program

    PLAXIS

    2. Diana Destri

    Sartika, Yuki

    Analisis Stabilitas

    Lereng Tanah

    Jurnal Online Institut

    Teknologi Nasional,

    Mencari pengaruh

    variasi kemiringan

  • 11

    Achmad Yakin

    (2016).

    Berbutir Kasar

    dengan Uji Model

    Fisik.

    No.2 Vol. 3, 2016.

    Teknik Sipil, Institut

    Teknologi Nasional,

    Bandung

    lereng dan

    kepadatan

    tanahnya terhadap

    faktor keamanan

    lereng,

    menggunakan

    metode

    kesetimbangan

    (equilibrium

    method) dan

    metode elemen

    hingga (finite

    element method).

    3. Andriyan

    Yulikasari, dkk.

    (2017).

    Analisis Stabilitas

    Lereng Tanah di

    Daerah Olak Alen

    Blitar.

    Jurnal Teknik ITS vol.

    6, no. 2 (2017), 2337-

    3520 (2301-928x print).

    Institut Teknologi

    Sepuluh Nopember

    (ITS)

    Mencari faktor

    keamanan lereng

    dengan

    memodelkan

    lereng kondisi

    kering dan jenuh

    air, menggunakan

    metode Bishop dan

    program Geo-

    Slope

    4. Dina Iis Sutiyono

    dkk. (2017).

    Analisis Stabilitas

    Lereng Akibat

    Gempa Di Ruas

    Jalan Noongan –

    Pangu.

    Tekno

    Vol.15/No.67/April

    2017 ISSN : 0215-9617

    1. Teknik Sipil Fakultas

    Teknik Universitas Sam

    Ratulangi

    Mengetahui faktor

    keamanan lereng

    terhadap gempa,

    menggunakan

    program Plaxis.

    5. Karsa Ciptaning

    dkk (2018).

    Analisis Stabilitas

    Lereng Dengan

    Konstruksi Dinding

    Penahan Tanah Tipe

    Counterfort.

    Jurnal Arsip Rekayasa

    Sipil dan Perencanaan

    1(2):58-68 (2018) DOI:

    10.24815/jarsp.v1i2.10

    942, E-ISSN: 2615-

    1340; P-ISSN: 2620-

    7567

    Mengetahui faktor

    keamanan lereng

    setelah digunakan

    dinding penahan

    tanah dan variasi

    kemiringan lereng,

    menggunakan

    metode Fellenius

    dan program

    Geostudio.

    2.5 Road map penelitian

  • 12

    Berikut adalah penelitian-penelitian yang pernah dilakukan oleh tim peneliti. Seluruh

    penelitian yang ada (Gambar 2.2) mengambil tema tentang geoteknik (tanah) yaitu stabilitas

    dan penurunan tanah, dua hal yang penting untuk diketahui dan dicarikan model solusi yang

    tepat untuk mengurangi kegagalan konstruksi.

    Gambar 2.2 Road Map Penelitian

  • 13

    BAB III. METODE PENELITIAN

    Pada bab ini akan dijelaskan secara detail bahan, alat, dan urutan atau langkah-langkah penelitian

    untuk menjawab tujuan penelitian. Pertama sekali dijelaskan bahan uji tanah yang digunakan

    dilanjutkan dengan alat yang digunakan dalam hal ini pengujian laboratorium yang dilaksanakan

    untuk mendapatkan sifat fisis dan mekanik tanah daerah longsor. Selanjutnya diterangkan

    bagaimana cara mengkarakterisasi kelongsoran tanah dengan beberapa variabel tetap dan bebas

    yang digunakan dan diakhiri dengan cara memodelkan kelongsoran tanah yang ada. Urutan

    penelitian disajikan secara detail dalam Diagram Alur Penelitian pada Gambar 3.1.

    3.1 Bahan uji tanah

    Tanah yang jadi obyek penelitian adalah tanah dari daerah longsor Desa Kunir, Kecamatan

    Keling, Kabupaten Jepara Jawa Tengah. Karena kondisi tanah sudah dalam keadaan longsor

    dan kemiringan lereng juga sudah berubah, teknik pengambilan sampel tanah dilakukan

    dengan mengambil tanah di kedalaman 3 meter dari permukaan tanah pada bagian tepi

    lereng. Sampel tanah yang diambil sebanyak 100 kg.

    3.2 Alat uji

    Seluruh pengujian seperti yang tertera di bawah ini untuk mendapatkan sifat fisis dan

    mekanik tanah akan dilakukan di Laboratorium Geoteknik Fakultas Teknik Universitas Islam

    Sultan Agung. Berikut jenis pengujian yang dilakukan:

    1) Pengujian Kadar Air: ASTM D2216-92 (1996), (Revisi SNI 03-1965-1990)

    2) Pengujian Kerapatan Massa: ASTM (D-2049), SNI (1964-1990-F)

    3) Pengujian Berat Jenis Tanah: ASTM D654-92 (1996), Revisi SNI (03-1964-1990)

    4) Pengujian Pengujian Batas Cair dan Batas Plastis Tanah: ASTM (D-4318-00)

    5) Pengukuran Gradasi Butir Tanah: ASTM D-422-63 (2007) e2 & D-1140-00: meliputi

    Analisa saringan kering dan Analisa hidrometer

    6) Pengukuran uji geser langsung: SNI (03-2813-1992)

    3.3 Model Plaxis untuk mendapatkan faktor keamanan (safety factor)

  • 14

    Perhitungan faktor keamanan minimum suatu lereng bisa dilakukan dengan cara manual

    tetapi memerlukan waktu lama dan hasilnya bisa kurang akurat. Guna mendapatkan hasil

    yang cepat dan akurat, analisa numerik bisa digunakan. Beberapa program aplikasi untuk

    menghitung faktor keamanan lereng yang bisa digunakan diantaranya Plaxis dan Geoslope.

    Pada bagian ini program aplikasi Plaxis akan dijelaskan beberapa fitur program mulai dari

    input, kalkulasi, dan output seperti diperlihatkan pada Gambar 3.1 – Gambar 3.3.

    Gambar 3.1 Input Plaxis

    Gambar 3.2 Tahap Kalkulasi Plaxis

  • 15

    Gambar 3.3 Output Plaxis

    Pada input Plaxis seperti yang diperlihatkan pada Gambar 3.1, kondisi eksisting tanah lereng

    dimodelkan beserta kondisi muka airnya. Setelah geometri lereng dibuat dan parameter-

    parameter tanahnya serta posisi muka air diinputkan kemudian tahap kalkulasi dilakukan

    (Gambar 3.2) dan keluaran dihasilkan (Gambar 3.3).

    3.4 Peran tim peneliti

    Berikut tugas setiap personil tim peneliti:

    1) Dr. Abdul Rochim: surveyor lapangan, uji laboratorium, dan pemodelan plaxis

    2) Prof. Pratikso: surveyor lapangan dan analisis hasil uji laboratorium

    No Nama Jabatan Bidang

    Keahlian

    Instansi

    Asal

    Alokasi Waktu

    (jam/minggu)

    1 Dr. Abdul

    Rochim, ST, MT

    Ketua Rekayasa

    Geoteknik

    FT

    Unissula

    15

    2 Prof. Ir. H.

    Pratikso, MST,

    PhD

    Anggota Rekayasa

    Geoteknik

    FT

    Unissula

    10

  • 16

    Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian

    - Kemiringan lereng

    - Vegetasi

    - Drainase

    - Uji Gradasi - Beban jalan

    - Uji Berat Jenis - Rembesan air

    - Uji Proktor

    - Uji Konsistensi

    - Uji Direct Shear

    Mulai

    Data Primer

    Sampel Tanah

    Klasifikasi

    Tanah

    Longsor

    Kajian Pustaka

    Sifat mekanik tanah

    Pemilihan

    Survei Lapangan

    Perumusan Masalah &

    Tujuan Penelitian

    Pengambilan

    Sifat fisis &

    Data Lingkungan Sekitar

    Daerah Longsor

    Karakterisasi

    Uji Laboratorium

    Parameter Tanah

    Kelongsoran Tanah

    Selesai

  • 17

    BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Geometri lereng sebelum longsor dengan setelah longsor

    Pada bagian pertama, dijelaskan kondisi sebelum longsor dan setelah tanah longsor, kondisi

    jalan, dan sistem drainase di lokasi tanah longsor Desa Kunir, Kecamatan Keling, Kabupaten

    Jepara. Gambar 4.1 memperlihatkan sebelum dan sesudah kondisi tanah longsor. Gambar

    sebelah kiri menunjukkan pola longsoran / selimut keruntuhan yang jelas yaitu pada batas

    antara jalan yang diaspal dengan bahu jalan yang tidak diaspal. Kondisi ini memperjelas

    fakta bahwa bahu jalan yang tidak diaspal memudahkan air hujan infiltrasi ke dalam badan

    lereng sehingga gaya lateral tanah yang mendorong dinding penahan tanah jadi lebih besar.

    Ketinggian lereng dari ujung kaki ke bagian atas (jalan) sekitar 20 meter. Gambar 4.2

    memperlihatkan counterfort (dinding penahan tanah batu kali) kondisi sebelum longsor yang

    dibangun memiliki kemiringan yang curam hampir vertikal (sekitar 1: 0,1). Berikutnya

    seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.3 jalan desa penghubung satu desa dengan desa

    lainnya dengan lebar jalan hanya sekitar 3 meteran ini bukanlah jalan kelas I yang bisa

    dilewati kendaraan berat seperti truk 12 as tetapi hanya kendaraan ringan. Ini menjadi

    pertanyaan bahwa ada faktor pencetus lain yang mengakibatkan tanah longsor karena beban

    kendaraan / jalan itu sendiri tidak besar.

    Gambar 4.1. Kondisi sebelum longsor (kiri) dan sesudah longsor (kanan)

  • 18

    Gambar 4.4 memperlihatkan sistem drainase yang ada di antara jalan dan rumah penduduk

    dimana terlihat saluran drainase tidak dibuat dengan baik, tidak dibuat menggunakan buis beton

    yang kedap air. Kondisi ini mengakibatkan air buangan dari air hujan dan rumah tangga tidak

    teralirkan dengan baik tetapi meresap kedalam tanah. Beberapa kondisi tersebut bisa menjadi

    faktor pencetus longsornya tanah seperti yang diperlihatkan pada Gambar 4.1 kanan.

    Gambar 4.2. Kemiringan dinding penahan tanah yang curam

    Gambar 4.3. Jalan desa penghubung desa satu dengan desa lainnya

  • 19

    Gambar 4.4. Kondisi saluran drainase

    4.2 Hasil uji laboratorium tanah lereng

    Tabel 1 menyajikan hasil material tanah longsor yang diuji. Pengujian tanah dilakukan di

    Laboratorium Geoteknik Fakultas Teknik Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA).

    Tampaknya tanah didominasi oleh tanah granular (72,25%) daripada tanah kohesif (27,75%),

    namun jumlah tanah kohesif yang cukup banyak lebih dari 5% ini dapat mempengaruhi

    perilaku keseluruhan tanah. Adapun sifat mekanik tanah, sudut geser tanah termasuk tinggi

    (45,86) diklasifikasikan sebagai tanah padat sedangkan kohesi cukup besar (42,7 kPa).

    Tabel 4.1. Propertis fisis dan mekanik tanah uji

    Dari hasil uji batas konsistensi (Atterberg Limit) didapatkan nilai batas cair, LL (liquid limits)

    41 yang digolongkan sebagai tanah dengan plastisitas rendah (low plasticity soil), sedangkan

    jika dilihat dari nilai indeks plastisitas (PI) nya 14.12 digolongkan sebagai tanah

    berplastisitas sedang (Atterberg, 1911 dalam Hardiyatmo, 1999). Singkatnya, tanah lereng

    Gs W c f

    % (kg/cm2) LL PL PI

    2.587 25.902 0.427 45.86 41.00 26.88 14.12

    Gravel Sand Silt Clay SL

    % % % % d max w opt

    35.88 36.37 27.00 0.76 1.20 31.5 53.007

    Atteberg Limits

    Proktor Modified

  • 20

    terdiri dari tanah yang cukup baik, diklasifikasikan sebagai pasir kelanauan (SM) tetapi perlu

    diperiksa apakah tanah dapat berdiri tanpa kegagalan jika dipotong secara vertikal.

    4.3 Pemodelan lereng dengan Plaxis

    Langkah selanjutnya adalah pemodelan tanah longsor menggunakan program Plaxis.

    Geometri tanah lereng dengan semua beban eksternal dan propertis tanah (seperti yang

    ditampilkan pada Tabel 4.1) dimasukkan. Pada pemodelan di sini, parameter kuat geser tanah

    f dan c yang digunakan adalah f dan c yang telah direduksi, yaitu f dan c yang dikalikan 2/3.

    Pertama, kondisi lereng mula-mula sebelum longsor dimodelkan untuk menemukan

    bagaimana tanah longsor terjadi. Kemudian untuk meningkatkan stabilitas lereng untuk

    menghindari kegagalan (tanah longsor), beberapa alternative pekerjaan tanah (earthwork

    solutions) yang dicoba. Gambar 4.5a menampilkan geometri lereng dengan beban eksternal.

    Tanah terdiri dari dua lapisan tanah dengan lapisan tanah dasar lebih padat. Kemiringan

    dimodelkan dalam hampir-vertikal tanpa perkuatan tanah untuk memeriksa apakah tanah

    lereng dapat berdiri sendiri tanpa kegagalan. Tanah lereng dimodelkan sebagai tanah jenuh

    air (saturated soil), dengan perhitungan mencari sat dijelaskan pada sub bab 4.4. Dua jenis

    beban merata yang didistribusikan di permukaan mewakili beban jalan (15 kPa) dan beban

    bangunan (10 kPa).

    (a) (b)

    Gambar 4.5. Lereng sebelum longsor: a) lereng tanpa perkuatan tanah

    b) lereng dengan dinding penahan tanah batu kali

  • 21

    Dari hasil analisis Plaxis, dihasilkan bahwa faktor keamana (SF) hanya 0.61 kurang dari 1.

    Setelah lereng diperkuat dengan dinding penahan tanah batu kali (Gbr. 4.5b), didapatkan SF

    1.01. Untuk jangka panjang, SF 1.01 ini tidak cukup untuk stabilitas lereng karena kurang

    dari 1.5. Dari temuan ini, tampaknya bahwa perkuatan tanah yang digunakan tidak dapat

    menahan beban yang berasal dari air yang meresapke dalam tanah, jalan dan beban

    bangunan. Dengan ketinggian lereng 20 meter tanpa terasering, memasang dinding penahan

    tanah batu kali bukan pilihan yang tepat.

    4.4 Perhitungan jenuh air (sat)

    Dengan memodelkan tanah dalam keadaan jenuh air (saturated), maka perlu dihitung sat

    tanah dasar dan tanah timbunan dari data dry lapangan dengan rumus sebagai berikut:

    ……………………………………………………… (4.1)

    …………………………………………………………………... (4.2)

    ……………………………………………………………….... (4.3)

    Vv = V – Vs ………………………………………………………........… (4.4)

    ……………………………………………………………….... (4.5)

    Dengan:

    Ws = berat butiran padat (kN)

    Vs = volume butiran padat (m3)

    e = angka pori

    Vv = volume rongga (m3)

    V = volume total (m3)

    Gs = specific gravity tanah

    d = berat volume tanah kering (kN/m3)

    s = berat volume butiran padat (kN/m3)

    sat = berat volume tanah jenuh air (kN/m3)

  • 22

    pada pemodelan Plaxis, dengan data tanah yang ditunjukkan pada Tabel 4.1 dan pada

    Lampiran, sat yang didapat yaitu 17.4 kN/m3.

    4.5 Solusi pekerjaan tanah untuk lereng

    Laporan penelitian ini disusun dengan tujuan untuk memberikan alternatif penanganan lereng

    timbunan yang stabil atau perbaikan lereng tanah yang telah ada sekarang ini yang telah

    mengalami kelongsoran. Perbaikan yang dilakukan untuk menaikkan faktor keamanan lereng

    timbunan atau lereng aman dari bahaya rembesan air, geseran dan gulingan yang mungkin

    terjadi. Analisis untuk mendapatkan nilai faktor keamanan dilakukan dengan menggunakan

    program komputer Plaxis versi 8.2 dengan data hasil uji tanah yang ada dan pemilihan

    parameter tanah. Beberapa solusi pekerjaan tanah yang menawarkan stabilitas yang cukup

    dapat bervariasi. Namun, untuk tujuan ekonomis, ruang yang tersedia, dan kemudahan

    konstruksi solusi-solusi tersebut tidak dapat diterapkan karena sangat mahal.

    Pada pemodelan dengan Plaxis ini dipaparkan model lereng, metode yang digunakan dan

    pemilihan parameter tanah yang dipakai dalam analisis kestabilan lereng yang dalam hal ini

    hasil output berupa nilai faktor keamanan lereng sebagai berikut:

    a. Lereng dengan tinggi total dari tanah dasar 20 meter dibagi menjadi 5 terasering dan

    4 median (platform) dengan kemiringan dan tinggi per lereng adalah 1:1 dan 4 meter.

    Lebar median yaitu 1.5 meter.

    b. Data tanah hasil laboratorium pada lokasi tanah timbunan dipakai dalam analisis (data

    tanah terlampir)

    c. Tanah dimodelkan dalam kondisi jenuh air (saturated, S=1).

    d. Parameter kuat geser tanah (c dan f) yang dipakai sebagai input analisis nilainya

    direduksi dengan SF = 1.5 (atau 2/3 nya nilai yang ada) .

    e. Menambahkan counterweight dari dinding beton bertulang di kaki lereng timbunan

    paling bawah untuk peningkatan safety factor yang terjadi dan mencegah efek aliran

    air hujan.

    f. Nilai faktor keamanan yang dipakai adalah minimum 1.5.

  • 23

    Membandingkan penggunaan perkuatan tanah dengan model modifikasi sudut kemiringan,

    modifikasi lereng ini lebih efisien. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.6, kemiringan

    dimodifikasi menjadi 5 model terasering dengan kemiringan 1: 1 setiap terasering, dan

    diantara terasering dibuat median (platform) selebar 1.5 m. Modifikasi kemiringan lereng ini

    menghasilkan SF 1.56 lebih dari 1.5. Deformasi tertinggi seperti yang disajikan pada Gambar

    4.7 pada permukaan horizontal (warna merah) tidak pada kemiringan. Namun kekurangan

    model ini membutuhkan ruang yang lebar untuk membangun tanggul tanah.

    Gambar 4.6. Terrace earthwork solution without reinforcement

    Gambar 4.7. Deformation of slope

    4.6 Alternatif pekerjaan tanah dan perbaikan tanah

    Metode pekerjaan dan perbaikan tanah yang ditawarkan yang bisa meningkatkan faktor

    keamanan lereng antara lain sebagai berikut:

  • 24

    a. Memadatkan (compaction) tanah timbunan per 20 cm kondisi padat ( tebal jadi)

    sesuai kepadatan tanah lapangan optimum (90% standar proktor laboratorium) yang

    bisa meningkatkan parameter kuat geser tanah (kohesi dan sudut geser dalam

    tanah/phi). Semakin padat tanah semakin besar daya dukung tanah yang artinya tanah

    lebih stabil dan penurunan tanah kecil. Diperlukan alat pemadat yang tepat misalnya

    Pad foot roller dan teknik pemadatan yang tepat saat penghamparan tanah. Kadar air

    tanah ± 2-4% OMC, tebal hamparan 30 cm dan jumlah lintasan alat pemadat sesuai

    trial embankment (misalnya 6x lintasan).

    b. Menambah kelandaian kemiringan lereng timbunan. Kemiringan lereng 1:1.5 atau 1:2

    yang tergantung juga tinggi lereng akan menghasilkan faktor keamanan (SF) yang

    lebih besar (lebih stabil) dibandingkan kemiringan lereng timbunan 1:1.

    c. Dinding kantilever beton dapat menghindarkan dari kelongsoran. Perlu kontrol

    stabilitas terhadap geseran, gulingan dan daya dukung tanah sehingga mendapatkan

    dimensi yang benar.

    d. Shotcrete bisa digunakan sebagai pelindung lereng terhadap cuaca / hujan. Shotcrete

    efektif digunakan untuk lereng yang curam dengan kemiringan lereng 60 derajat

    sampai dengan 80 derajat. Perlu tenaga ahli (man power atau nozzle man) yang

    berpengalaman untuk mendapatkan hasil shotcrete yang bagus. Tebal shotcrete

    bervariasi dari 7.5 cm – 10 cm. Shotcrete tidak cocok diterapkan di tanah timbunan

    yang tinggi.

    e. Geosintetik juga bisa digunakan untuk menanggulangi kelongsoran karena kekuatan

    tariknya yang sangat baik. Bahannya yang fabrikasi memungkinkan di setiap

    permukaannya mempunyai kekuatan yang sama. Sama halnya dengan shotcrete,

    geosintetik ini juga mahal dengan harga bahan + harga pemasangannya mencapai Rp.

    18.500 per m2 (terlampir penawaran dari PT. Panca Tetrasa).

    f. Untuk mempercepat / mengalirkan air hujan maka pada lereng timbunan diperlukan

    saluran drainase konstruksi buis beton arah vertical setiap jarak 10 meter yang

    dialirkan di saluran drainase arah horizontal pada tepi berem rabat beton bertulang.

    g. Menambahkan counterweight dari pasangan batu kali atau beton bertulang di kaki

    bagian paling bawah lereng timbunan sebagai cara untuk menahan geseran dan

    gulingan. Kaki lereng adalah bagian yang perlu dilindungi untuk mencegah longsoran

  • 25

    dalam dan aliran air hujan. Jika terjadi rembesan air maka air ini akan melalui kaki

    lereng dengan membawa serta butiran tanah sehingga terjadi erosi. Jika tidak

    dilindungi maka erosi akan progresif dan bisa meninbulkan longsoran besar.

    h. Untuk melindungi lereng dari erosi permukaan dan menahan supaya air hujan tidak

    seluruhnya meresap ke dalam tanah maka Rumput Vetiver bisa digunakan. Rumput

    ini dipasang hanya pada bagian lereng tidak pada berem. Harga per meter persegi

    rumput ini cukup murah dan lebih murah dibandingkan dengan rabat beton bertulang

    / shotcrete.

    4.7 Penggunaan rumput vetiver pada lereng

    Rumput vetiver, atau yang disebut juga dengan Akar Wangi, adalah rumput-rumputan yang

    mempunyai akar serabut. Rumput ini sampai saat ini telah banyak digunakan untuk

    perlindungan lereng tanah karena kemampuan akar serabutnya yang mampu mengikat tanah

    permukaan lereng sehingga dapat mencegah erosi permukaan. Seperti tersebut dalam

    Susiowati dan Veronika (2016) “Rumput vetiver yang memiliki akar serabut kuat memegang

    tanah, setelah mengalami pemeliharaan awal yang baik, akan hidup kokoh dan mampu

    menahan beban tanah yang hendak longsor” (Jurnal Media Komunikasi Teknik Sipil Vol. 22,

    No.2, Desember 2016).

    Rumput vetiver ini bekerja efektif hanya pada permukaan tanah lereng. Pada perencanaan

    lereng, kemiringan lereng dan beban air perlu diperhatikan. Jika ada air hujan, pada tanah

    yang tandus dua hal yang terjadi yaitu air akan melimpas (run off) dan atau meresap ke

    dalam tanah. Dua hal tersebut bisa memberikan pengurangan faktor keamanan lereng, air

    yang melimpas akan menggerus tanah permukaan sehingga berakibat kemiringan lereng

    berkurang landainya, sementara air yang meresap ke dalam tanah akan menjadi beban lereng

    jika tidak terdrainase dengan baik. Rumput vetiver ini bisa menjadi penanggulangan dua hal

    tersebut di atas, air hujan yang jatuh di lereng akan terserap oleh rumput dan kekuatan akar

    serabutnya mampu menjaga tanah lereng dari erosi sehingga bisa mempertahankan

    kemiringan lereng. Gambar 4.8 memperlihatkan penanganan lereng tanah dengan

    menggunakan rumput vetiver di daerah Jawa Barat untuk mempertahankan kestabilan tanah

  • 26

    lereng. Rumput vetiver disimpulkan bisa menanggulangi erosi permukaan sehingga

    kelandaian lereng masih terjaga sesuai desain awal (faktor keamanan tidak berkurang)

    Gambar 4.8 Penanganan Tanah Lereng dengan Rumput Vetiver

  • 27

    BAB V. KESIMPULAN

    Tanah longsor biasanya terjadi sesaat setelah gempa bumi atau hujan. Dalam kasus desa Kunir,

    Jepara terjadi tanah longsor setelah hujan. Namun itu bukan hanya satu faktor yang

    menyebabkan tanah longsor di desa Kunir tetapi banyak faktor seperti geometri lereng, jenis

    tanah, beban eksternal, sistem drainase.

    1) Ketinggian lereng sangat tinggi sekitar 20 meter dengan sudut kemiringan dekat - gradien

    vertikal. Dengan ketinggian seperti itu, konter tipe dinding gravitasi yang dibangun memiliki

    kemiringan yang curam hampir vertikal (sekitar 1: 0,1) dan tanpa permukaan atau platform

    datar. Drainase tidak dikelola dengan baik sehingga air mudah meresap ke tanah. Kemiringan

    terdiri dari tanah yang cukup baik dengan konsistensi Pasir Silty (SM) dengan sudut gesekan

    tinggi. Namun tekanan yang dimobilisasi yang berasal dari beban eksternal lebih tinggi

    sehingga tanah longsor terjadi. Dari temuan ini, penguatan dinding gravitasi tidak dapat

    menahan beban yang berasal dari air yang disusupi, jalan dan beban bangunan. Kemiringan

    dengan ketinggian 20 meter tanpa teras, memasang dinding gravitasi bukan pilihan yang

    baik.

    2) Untuk memiliki kemiringan yang stabil, pertama beban eksternal harus diperhitungkan dalam

    kondisi yang ada untuk mengetahui apakah tanah longsor terjadi atau tidak. Tanah

    dimodelkan sebagai tanah jenuh bukan tanah kering. Dari Plaxis, SF lereng tanpa tulangan

    hanya 0,61, kemudian setelah lereng diperkuat dengan dinding gravitasi, SF 1,01 kurang dari

    1,5. Untuk tujuan ekonomis, solusi pengerjaan tanah dapat diusulkan dengan modifikasi

    sudut kemiringan. Dengan kemiringan berisi 5 teras yang memiliki kemiringan 1: 1 setiap

    teras, SF 1,56 lebih dari 1,5.

    3) Pekerjaan dan perbaikan tanah yang disarankan untuk kestabilan timbunan lereng

    pembangunan Sirkuit Mijen sebagai berikut:

    a. Pemadatan tanah lereng timbunan sesuai prosedur dan syarat pemedatan yang benar

    antara lain alat pemadat jenis Pad foot roller, tebal hamparan ± 30 cm, kadar air tanah

    hamparan ± 2-4% OMC, dan jumlah lintasan ditentukan dari trial embankment.

  • 28

    b. Dengan permodelan kemiringan lereng 1:1.6 dihasilkan nilai faktor keamanan lereng

    yang stabil (FS > 1.5) dan tinggi lereng total terdiri dari 8 susun (tinggi 2.5 meter dan

    lebar 4 m per lereng) dan 7 median (lebar 1.5 meter).

    c. Bagian median pemisah antara lereng satu dengan lereng lainnya perlu ditutup dengan

    rabat beton bertulang untuk meminimalkan air hujan meresap ke dalam tanah sehingga

    tidak ada beban air dan infiltrasi berlebih pada tanah lereng.

    d. Bagian tanah di permukaan di samping perkerasan sirkuit (track lintasan) perlu ditutup

    juga dengan rabat beton bertulang supaya air hujan tidak meresap ke dalam tanah

    sehingga tidak ada tambahan beban pada tanah lereng. Di bagian ujung rabat beton dibuat

    saluran drainase untuk menampung aliran air dari perkerasan jalan (track lintasan) dan

    rabat beton bertulang.

    e. Diperlukan counterweight berupa beton bertulang di kaki lereng untuk menambah faktor

    keamanan dan mencegah erosi karena rembesan air dan aliran air hujan.

    f. Rumput vetiver efektif digunakan untuk meminimalkan erosi tanah permukaan lereng

    dan mempertahankan kemiringan lereng.

  • 29

    DAFTAR PUSTAKA

    Andriyan Yulikasari, Widya Utama, Singgih Purwanto (2017). Analisis Stabilitas Lereng Tanah

    di Daerah Olak Alen Blitar. Jurnal Teknik ITS vol. 6, no. 2 (2017), 2337-3520 (2301-928x

    print). Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS).

    ASTM International (2000). ASTM D4318-00: Standard Test Methods for Liquid Limit, Plastic

    Limit and Plasticity Index of Soils. Annual Book of ASTM Standards, Vol. 04.01, pp. 1-14.

    ASTM International (2000). ASTM D1140 – 00: Standard Test Methods for Amount of Material

    in Soils Finer Than the No. 200 (75-um) Sieve. Annual Book of ASTM Standards

    ASTM International (2017). ASTM D422-63(2007)e2: Standard Test Method for Particle-Size

    Analysis of Soils. Annual Book of ASTM Standards

    BPBD Provinsi Jawa Tengah (2017). Laporan Tahunan Pelaksanaan Program Kerja BPBD

    Provinsi Jawa Tengah TA 2017. Buku Laporan Akhir Tahun 2017. BPBD Jawa Tengah.

    Das, M. D. (2009). Principles of Geotechnical Engineering. 7th ed. Stamford, CT: Cengage

    Learning.

    Badan Standarisasi Nasional (2008). Cara uji kuat geser langsung tanah terkonsolidasi dan

    terdrainase. Buku Standar Nasional Indonesia

    _________“Cara Uji Penentuan Kadar Air” (Revisi SNI 03-1965-1990):, Badan Litbang

    Departemen Pekerjaan Umum.

    _________“Cara Uji Berat Jenis Tanah” (Revisi SNI 03-1964-1990):, Badan Litbang

    Departemen Pekerjaan Umum.

    Diana Destri Sartika, Yuki Achmad Yakin (2016). Analisis Stabilitas Lereng Tanah Berbutir

    Kasar dengan Uji Model Fisik. Reka Racana, Jurnal Online Institut Teknologi Nasional, No.2

    Vol. 3, 2016. Teknik Sipil, Institut Teknologi Nasional, Bandung.

    Dina Iis Sutiyono, Sjachrul Balamba, Alva Noviana Sarajar (2017). Analisis Stabilitas Lereng

    Akibat Gempa Di Ruas Jalan Noongan – Pangu. Tekno Vol.15/No.67/April 2017 ISSN : 0215-

    9617 1. Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sam Ratulangi.

    Hardiyatmo, H. C 1999). Mekanika Tanah Jilid 1, Penerbit Erlangga, Jakarta

    Karsa Ciptaning, Yuhanis Yunus, Sofyan M. Saleh (2018). Analisis Stabilitas Lereng Dengan

    Konstruksi Dinding Penahan Tanah Tipe Counterfort. Jurnal Arsip Rekayasa Sipil dan

    Perencanaan 1(2):58-68 (2018) DOI: 10.24815/jarsp.v1i2.10942, E-ISSN: 2615-1340; P-ISSN:

    2620-7567.

  • 30

    Ibnu Hariyanto (2018). BNPB: Sudah 438 Bencana di 2018, Longsor Paling Banyak Makan

    Korban di https://news.detik.com/berita/d-3882938/bnpb-sudah-438-bencana-di-2018-longsor-

    paling-banyak-makan-korban (diakses 12 April 2019).

    Rahmawan Bagus Pratama, Imam Muslih Muhibbi, Indrastono Dwi A., Siti Hardiyat (2014).

    Analisis Stabilitas Lereng Dan Alternatif Penanganannya (Studi Kasus Longsoran Jalan

    Alternatif Tawangmangu Sta 3+150 – Sta 3+200, Karanganyar). Jurnal Karya Teknik Sipil,

    Volume 3, Nomor 3, Tahun 2014, Universitas Diponegoro.

    Soil Science Division Staff (2017). Soil survey manual. C. Ditzler, K. Scheffe, and H.C. Monger

    (eds.). USDA Handbook 18. Government Printing Office, Washington, D.C.

    Susilawati dan Veronika (2016). Kajian Rumput Vetiver Sebagai Pengaman Lereng Secara

    Berkelanjutan. Jurnal Media Komunikasi Teknik Sipil Vol. 22, No.2, Desember 2016.

    Sutopo Purwo Nugroho (2018). 1.999 Kejadian Bencana Selama Tahun 2018, Ribuan Korban

    Meninggal Dunia di https://www.bnpb.go.id/1999-kejadian-bencana-selama-tahun-2018-ribuan-

    korban-meninggal-dunia (diakses 12 April 2019).

    https://news.detik.com/berita/d-3882938/bnpb-sudah-438-bencana-di-2018-longsor-paling-banyak-makan-korbanhttps://news.detik.com/berita/d-3882938/bnpb-sudah-438-bencana-di-2018-longsor-paling-banyak-makan-korbanhttps://www.bnpb.go.id/1999-kejadian-bencana-selama-tahun-2018-ribuan-korban-meninggal-duniahttps://www.bnpb.go.id/1999-kejadian-bencana-selama-tahun-2018-ribuan-korban-meninggal-dunia

  • 31

    LAMPIRAN

  • 32

  • 33

  • 34

  • 35

  • 36

  • 37

  • 38

  • 39

  • 40

  • 41

  • 42